Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MENGIDENTIFIKASI DAMPAK KEGIATAN AKUAKULTUR


BAIK SECARA SOSIAL, EKONOMI MAUPUN LINGKUNGAN

Oleh:

Nama : Muhammad Al Chodry


Prodi : TAK
Kelas :C

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN


2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi perikanan tangkap saat ini tengah mengalami stagnasi, bahkan cenderung
mengalami penurunan produksi dibeberapa wilayah di Indonesia. Degradasi lingkungan
perairan akibat perubahan iklim global, ditambah lagi dengan eksploitasi ikan yang berlebih
tanpa kontrol berdampak pada menurunnya produksi perikanan. Sementara itu, tingkat konsumsi
ikan cenderung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk tiap
tahunnya (DPK, 2010). Ditjen Perikanan Budidaya (2006) menyatakan bahwa di Indonesia,
jumlah ikan yang dikonsumsi setiap orang pada tahun 2008 rata-rata 28 kg/tahun dan pada tahun
2010 dan 2030 diperkirakan akan naik menjadi 30 kg/tahun dan 45 kg/tahun. Tentunya hal ini
memerlukan solusi, sebagai upaya untuk memenuhi permintaan konsumsi ikan yang cenderung
meningkat dan produksi perikanan yang cenderung mengalami penurunan. Perikanan budidaya
merupakan salah satu solusi yang bisa dilakukan, mengingat produksinya yang bisa dikontrol
baik dengan teknologi inovasi maupun kapasitasnya.
Perikanan budidaya yang diusahakan masyarakat pada suatu wilayah tentu akan disertai
pengaruh terhadap lingkungan sekitar dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Di satu sisi
adanya usaha perikanan pada suatu wilayah akan menjadi sumber pendapatan tambahan serta
membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat, namun di sisi lain usaha perikanan dapat
mempengaruhi keadaan lingkungan sekitar yang dahulu seimbang menjadi terganggu akibat dari
beberapa proses budidaya itu sendiri. Penelitian Sukadi (2002) menyatakan bahwa kerusakan
lingkungan akibat masuknya usaha budidaya perikanan darat umumnya diawali oleh pembukaan
lahan yang diperuntukkan untuk usaha budidaya yang tidak memperhatikan aspek lingkungan
sekitar serta rangkaian proses budidaya yang dilakukan tidak tepat sehingga mengakibatkan
menurunnya kualitas lingkungan sekitar. Sebagai contoh limbah yang dihasilkan dari proses
kegiatan budidaya ikan akan mempengaruhi kualitas perairan. Untuk menjaga kelestarian suatu
perairan maka kegiatan budidaya harus memperhatikan jumlah beban limbah baik dari usaha
budidaya ikan maupun dari lingkungan.

B. Perumusan Masalah
Penelitian Nastiti et al. (2001) menyatakan bahwa areal yang dimanfaatkan untuk
kepentingan budidaya perikanan yang kurang terkendali menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan perairan. Masalah yang timbul adalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh
berbagai kegiatan disekitar perairan maupun dari usaha budidaya itu sendiri. Hal ini juga
didukung oleh Maniagasi et al. (2013) dalam penelitiannya yang menjelaskan bahwa secara
umum kualitas perairan yang berada di dekat usaha perikanan budidaya berada pada kondisi
yang relatif baik jika usaha perikanan yang dilakukan dapat dikendalikan dengan baik. Selain itu,
usaha perikanan budidaya juga memberikan dampak terhadap sosial ekonomi masyarakat serta
lingkungan.
2 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Akuakultur
Budidaya perikanan adalah usaha pemeliharaan dan pengembang biakan ikan atau
organisme air lainnya. Budidaya perikanan disebut juga sebagai budidaya perairan atau
akuakultur mengingat organisme air yang dibudidayakan bukan hanya dari jenis ikan saja tetapi
juga organisme air lain seperti kerang, udang maupun tumbuhan air.
Dilihat dari asal katanya, istilah akuakultur diambil dari istilah dalam Bahasa Inggris yaitu
Aquaculture. Terdapat beberapa definisi akuakultur seperti dikemukakan dalam beberapa
sumber, dan berikut ini adalah definisi akuakultur menurut beberapa ahli:Akuakultur merupakan
suatu proses pembiakan organisme perairan dari mulai proses produksi, penanganan hasil sampai
pemasaran. Akuakultur merupakan upaya produksi biota atau organisme perairan melalui
penerapan teknik domestikasi (membuat kondisi lingkungan yang mirip dengan habitat asli
organisme yang dibudidayakan), penumbuhan hingga pengelolaan usaha yang berorientasi
ekonomi.
Berdasarkan kata penyusunnya budidaya perikanan tentunya tersusun dari dua kata yakni
budidaya dan perikanan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Budaya adalah usaha yang
bermanfaat dan memberikan hasil, Sedangkan Perikanan adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan penangkapan, pemeliharaan dan pembudidayaan ikan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, dalam bidang perikanan pada umumnya ikan
didefinisikan secara luas tidak hanya merujuk pada binatang air yang bersisik dan bernafas
dengan insang, akan tetapi juga menyangkut segala organisme yang hidup di air seperti udang ,
kerang, hingga tanaman air.
Manfaat atau hasil yang diharapkan dari kegiatan pemeliharaan ikan juga bisa berupa
produksi ikan yang bisa dijual, atau bisa juga untuk keperluan konsumsi sendiri. Disamping itu
kegiatan budidaya perikanan juga bisa memberikan manfaat secara psikologis sebagai
penyaluran hobi atau untuk hiburan, misalnya pada budidaya ikan hias.

B. Dampak Kegiatan Akuakultur Secara Sosial


1. Menjalin hubungan atau relasi
Kegiatan budidaya perikanan memberikan pengaruh terhadap aspek sosial yaitu
menjalin hubungan atau relasi.
Hal ini karena budidaya perikanan tidak bisa dilakukan sendiri, namun memerlukan
bantuan orang lain. Bantuan tersebut bisa datang dari keluarga dan orang sekitar.
Usaha budidaya ikan juga dapat membangun relasi antar sesama pembudidaya,
pembeli, pengepul, penyalur, Dinas Perikanan, dan semua orang yang terlibat dalam
pengembangan budidaya perikanan.

3 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
2. Terpenuhinya kebutuhan pangan 
Tike Dwi Putri dan kawan-kawan dalam jurnal Dampak Usaha Perikanan
Budidaya terhadap Kondisi Lingkungan dan Sosial Ekonomi Masyarakat pada Lahan
Pasang Surut Kabupaten Bayuasin Propinsi Sumatera Selatan (2014) menyebutkan
kondisi perikanan tangkap mengalami penurunan di beberapa wilayah Indonesia
sementara konsumsi ikan mengalami peningkatan sering dengan peningkatan penduduk.
Budidaya perikanan berperan untuk menaikkan produksi ikan yang tidak
bergantung pada musim paceklik seperti perikanan tangkap. Budidaya ikan
menghasilkan ikan dan makanan laut yang dapat mencukupi kebutuhan dan menjaga
ketahanan pangan nasional.
3. Mensejahterakan masyarakat
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sangat serius. Kegiatan budidaya
perikanan dapat membantu kegiatan ekonomi masyarakat dengan menyediakan
lapangan pekerjaan, menyediakan pasar, dan menaikkan pendapatan perkapita.
Naiknya pendapatan masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup. Naiknya
pendapatan mempengaruhi langsung peningkatan pendidikan, sanitasi, kesehatan, dan
juga pendidikan yang mencirikan kesejahteraan masyarakat.
Dalam aspek sosial, budidaya perikanan juga dapat mengurangi tindak kejahatan
dan kriminalitas.
Semakin sejahtera suatu kelompok masyarakat, maka akan emakin rendah tidak
kejahatan yang terjadi di daerah sekitar. Hal tersebut dikarenakan, sebagaian besar
tindak kriminal dilatar belakangi oleh faktur ekonomi. 
4. Meningkatnya pendidikan
Perikanan budidaya adalah kegiatan yang diawasi pemerintah dan secara aktif
pemerintah menyediakan pendidikan juga pelatihan keterampilan untuk menaikkan
kualitas nelayan.
Pendapatan yang naik akibat budidaya perikanan juga dapat meningkatkan
pendidikan dalam masyarakat sekitar. Meningkatnya pendidikan, melahirkan generasi
bangsa yang cerdas dan terdidik, juga mempunyai kesempatan lebih besar untuk
mencapai kesuksesan.
Sehingga secara tidak langsung, budidaya perikanan juga berdampak pada
penegakan hak asasi manusia. Pada kasus ini, adalah hak dalam memperoleh
pendidikan. 
5. Membantu menyejahterakan negara
Mengutip dari Food and Agriculture Organization of the United Nations,
Indonesia berada di produksi perikanan budidaya ke-4 di dunia. Sehingga budidaya
perikanan menjadi salah satu komoditas ekspor untuk memenuhi kebutuhan pangan
dunia.
Subhechanis Saptanto dalam jurnal Daya Saing Ekspor Produk Perikanan
Indonesia di Lingkup ASEAN dan ASEAN-China (2011) menyebutkan ekspor juga

4 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
merupakan salah satu komponen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat karena
memberikan sumbangan devisa dalam rangka pembangunan ekonomi.
Dengan naiknya pendapatan devisa negara, otomatis akan membantu
pertumbuhan ekonomi nasional yang bertujuan untuk menyejahterakan seluruh rakyat
Indonesia.

C. Dampak Kegiatan Akuakultur dalam Aspek Ekonomi


Budidaya ikan memberikan dampak yang sangat besar dalam aspek ekonomi. Berikut
adalah contoh-contoh pengaruh budidaya perikanan terhadap aspek ekonomi:
1. Mengurangi Pengangguran
Menurut JM Acheson dalam buku Antropology of Fishing (1981), masyarakat
pesisir pantai kurang sejahtera karena gangguan lingkungan seperti cuaca buruk, ombak
besar, angin besar, dan juga lingkungan sosialnya.
Gangguan lingkungan tersebut adalah musim paceklik yang membuat nelayan tidak
bisa melaut dan menjadi pengagguran. Budidaya perikanan mengentaskan musim
paceklik tersebut dengan menyediakan pekerjaan.
Nelayan yang tidak bisa melaut karena cuaca buruk dapat melakukan budidaya ikan
agar tetap memiliki pendapatan. Budidaya juga memberikan lapangan pekerjaan yang
dapat mengurangi gerakan-gerakan.
2. Peningkatan pendapatan perkapita
Lapangan pekerjaan dari budidaya perikanan yang mengurangi gerakan, secara
otomatis meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat.
Selain menjadi utama pendapatan, kegiatan budidaya perikanan juga dapat
menjadi pendapatan sampingan yang juga meningkatkan pendapatan perkapita
masyarakat.
Meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat membuat masyarakat lebih
sejahtera karena lebih mampu mengakses makanan, pendidikan, sanitasi, kesehatan, dan
juga kebutuhan manusia lainnya.
3. Membantu pertumbuhan ekonomi nasional
Naiknya pendapatan perkapita tiap daerah karena pengaruh budidaya perikanan
terhadap aspek ekonomi, secara tidak langsung membantu pertumbuhan ekonomi
nasional.
4. Sumber modal pembangunan nasional
Laporan dari Food and Agriculture Organization of the United Nations , pada tahun
2012 Indonesia menduduki peringkat ke-2 dalam produksi ikan tangkap dan peringkat ke-
4 dalam produksi budidaya perikanan. Menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemasok
ikan terbesar bagi dunia.

D. Dampak Kegiatan Akuakultur dalam Aspek Lingkungan


Potensi lahan untuk pembudidayan di pantai (tambak) sebesar 913.000 ha (Ditjen
Perikanan Budidaya, 2002). Jenis-jenis komoditas budidaya di tambak masih didominasi oleh
5 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
udang windu, sedangkan jenis lain adalah udang lain (non windu) dan bandeng. Perkembangan
luas areal pembudidayaan di pantai (tarnbak) selama enam tahun (1994-2000) mengalami
peningkatan rata-rata 4,12%o yaitu dari 326.908 ha pada tahun 1994 menjadi 411.230 ha pada
tahun 2000, sedangkan produksinya mengalami peningkatan sebesar 4,06% pertahun yaitu
346,21 ribu ton pada tahun 1994 menjadi 430,45 ton pada tahun 2000.
Peningkatan perkembangan luasan lahan ini sudah tentu berdampak pada peningkatan
populasi ikan/udang yang dibudidayakan, kebutuhan pakan dan sudah tentu juga menyebabkan
peningkatan limbah budidaya ikan (aquaculture effluent). Disamping itu limbah budidaya ikan
sangat tergantung pada tingkat intensitas sistem budidaya yang diterapkan, luasan lahan
budidaya dan juga tingkat konversi pakan (KP) dari budidaya ikan tersebut atau tingkat efisiensi
pemberian pakannya. Semakin besar tingkat KP maka akan semakin banyak limbah yang akan
dihasilkan, sehingga semakin besar pula beban pencemaran yang akan ditimbulkan. Begitu pula
dengan tingkat efisiensi, semakin kecil tingkat efisiensinya maka akan semakin banyak sisa
pakan yang akan dihasilkan.
Peningkatan kegiatan budidaya ikan ini juga harus dibarengi dengan kondisi kualitas air
yang baik guna mendukung keberlanjutan usaha tersebut. Kualitas air yang buruk akan
menghasilkan pendapatan yang rendah, produksi ikan yang rendah, kualitas produk yang rendah,
dan memiliki potensi resiko pencemaran perairan.
Grepin (2010), Penurunan kualitas air ini dapat disebabkan oleh kegiatan lain yang berasal
dari limbah industri, domestik, pertanian dan lain-lain serta dari kegiatan budidaya ikan itu
sendiri (kotoran ikan/feces dan sisa pakan).
Penurunan kualitas air dari limbah organik akibat kegiatan budidaya ikan itu sendiri
umumnya diakibatkan oleh banyaknya pelepasan produk limbah yang berasal dari metabolisme
ikan (feces) dan sisa pakan yang tidak termakan oleh ikan budidaya. Keberadaan feces sangat
tergantung pada tingkat efektifitas konversi pakan dari ikan yang dibudidayakan, dimana
konversi pakan (KP) ideal secara teoritik adalah 1 kg pakan yang diberikan akan menghasilkan 1
kg daging (faktor KP = 1). Namun kenyataan dilapangan KP pada kegiatan budidaya lebih dari
1. Dimana semakin besar nilai konversi pakan maka akan semakin besar pula limbah (feces)
yang akan dihasilkan. Sedangkan sisa pakan yang dihasilkan sangat tergantung pada tingkat
efisiensi pemberian pakan. Semakin rendah efisiensi pemberian pakan maka akan semakin
banyak sisa pakan yang dihasilkan.
Dampak lingkungan yang merugikan dari budidaya ikan sudah sejak lama menjadi
perhatian utama di banyak negara. Diperkirakan bahwa 75% sampai 85% C, 40% sampai 80%
dari N dan 65% sampai 73% dari masukan P ke dalam system lingkungan perairan laut,
berkontribusi terhadap pencemaran air dan sedimen (Wu 1995 dalam Chu, 1996).
Dampak utama dari kegiatan budidaya ikan sangat tergantung pada sistem budidaya yang
diterapkan (high-input high-output intensive systems). Semakin intensif usaha budidayanya
(semakin tinggi input) maka dampak yang akan ditimbulkan juga akan semakin besar.
Disamping itu juga karena semakin meningkatnya kegiatan usaha budidaya ikan akibat laju
pertambahan penduduk.

6 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
Efek kegiatan ini adalah lepasnya partikulat sedimen tersuspensi (suspended solids) dalam
bentuk sludge, nutrient dan bahan organik yang dapat memperkaya perairan penerima dan
merubah komunitas benthos (perubahan flora dan fauna dasar perairan) serta terjadinya
eutrofikasi.
Summerfelt dkk (1999), Sistem budidaya perikanan kerapkali menghasilkan limbah berupa
lumpur (sludge) yang berasal dari kotoran (feces) dan sisa pakan yang belum terolah dan
langsung masuk ke dalam perairan terbuka penerima (upon receiving waters). Limbah
cair/lumpur dari kolam/tambak ini dapat membahayakan lingkungan perairan penerima karena
kandungan bahan organiknya yang tinggi seperti padatan terlarut (sedimen organik) dan nutrien
(terutama sekali nitrogen dan phosphorous).
Limbah organik adalah sisa atau buangan dari berbagai aktifitas manusia seperti rumah
tangga, industri, pemukiman, peternakan, pertanian dan perikanan yang berupa bahan organik;
yang biasanya tersusun oleh karbon, hidrogen, oksigen,nitrogen, fosfor, sulfur dan mineral
lainnya (Polprasert, 1989 dalam Garno, 2004).
Limbah organik yang masuk ke dalam perairan dalam bentuk padatan yang terendap,
koloid, tersuspensi dan terlarut. Umumnya, yang dalam bentuk padatan akan langsung
mengendap di dasar tambak/kolam, sedangkan bentuk lainnya akan berada di badan air, baik di
bagian yang aerob maupun anaerob.
Dimanapun limbah organik berada, jika tidak dimanfaatkan oleh fauna perairan lain,
seperti ikan, kepiting, benthos dan lainnya maka akan segera dimanfaatkan oleh mikroba, baik
mikroba aerobik (mikroba yang hidupnya memerlukan oksigen), mikroba anaerobik (mikroba
yang hidupnya tidak memerlukan oksigen) dan mikroba fakultatif (mikroba yang dapat hidup
pada perairan aerobik dan anaerobik).
Keberadaan sedimen ini di perairan akan mempercepat terjadinya proses pendangkalan dan
peningkatan pencemaran perairan karena kandungan bahan organik yang nantinya akan
mengalami proses dekomposisi baik secara aerobik maupun anaerobik yang akhirnya
menyebabkan deplesi oksigen. Sedangkan nutrien itu sendiri keberadaan di perairan akan
mempercepat pengkayaan perairan sehingga dapat memacu terjadinya eutrofikasi.
1. Dekomposisi Limbah Organik
a) Dekomposisi di Badan Air Aerob
Garno (2004), limbah organik yang ada di badan air aerob akan dimanfaatkan
dan diurai oleh mikroba aerobik (BAR); dengan proses seperti pada reaksi (1) dan
(2):
Kedua reaksi tersebut diatas dengan jelas mengisyaratkan bahwa makin banyak
limbah organik yang masuk dan tinggal pada lapisan aerobik akan makin besar pula
kebutuhan oksigen bagi mikroba yang mendekomposisi, bahkan jika keperluan
oksigen bagi mikroba yang ada melebihi konsentrasi oksigen terlarut maka oksigen
terlarut bisa menjadi nol dan mikroba aerobpun akan musnah digantikan oleh
mikroba anaerob dan fakultatif yang untuk aktifitas hidupnya tidak memerlukan
oksigen, namun metabolitnya biasanya bersifat racun.
b) Dekomposisi di Badan Air Anaerob
7 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
Garno (2004), limbah organik yang masuk ke badan air yang anaerob akan
dimanfaatkan dan diurai oleh mikroba anaerobik atau fakultatif (BAN); dengan
proses seperti pada reaksi (3) dan (4):
Kedua proses tersebut diatas mengungkapkan bahwa aktifitas mikroba yang
hidup di bagian badan air yang anaerob selain menghasilkan sel-sel mikroba baru
juga menghasilkan senyawa-senyawa CO2, NH3, H2S, dan CH4 serta senyawa
lainnya seperti amin, PH3 dan komponen fosfor. Asam sulfide (H2S), amin dan
komponen fosfor adalah senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak
sedap, misalnya H2S berbau busuk dan amin berbau anyir. Selain itu telah disinyalir
bahwa NH3 dan H2S hasil dekomposisi anaerob pada tingkat konsentrasi tertentu
adalah beracun dan dapat membahayakan organisme lain, termasuk ikan.
Selain menghasilkan senyawa yang tidak bersahabat bagi lingkungan seperti
tersebut diatas, hasil dekomposisi di semua bagian badan air menghasilkan CO2 dan
NH3 yang siap dipakai oleh organisme perairan berklorofil (fitoplankton) untuk
aktifitas fotosintesa; yang dapat digambarkan sebagai reaksi (5).
2. Dampak Dekomposisi Limbah Organik
Uraian diatas mengungkapkan bahwa proses dekomposisi limbah organik di badan
air bagian manapun cenderung selalu merugikan karena sebagian besar produknya (NH3,
H2S dan CH4) dapat langsung mengganggu kehidupan fauna, sedang produk yang lain
(nutrien) meskipun sampai pada konsentrasi tertentu menguntungkan namun jika
limbah/nutrien terus bertambah (eutrofikasi) akan menjadi pencemar yang menurunkan
kualitas perairan dan akhirnya mengganggu kehidupan fauna.
a) Deplesi Oksigen
Pengaruh pertama proses dekomposisi limbah organik di badan air aerobik
adalah terjadinya penurunan oksigen terlarut dalam badan air. Fenomena ini akan
mengganggu pernafasan fauna air seperti ikan dan udang-udangan; dengan tingkat
gangguan tergantung pada tingkat penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan jenis
serta fase fauna. Secara umum diketahui bahwa kebutuhan oksigen jenis udang-
udangan lebih tinggi daripada ikan dan kebutuhan oksigen fase larva/juvenil suatu
jenis fauna lebih tinggi dari fase dewasanya. Dengan demikian maka dalam kondisi
konsentrasi oksigen terlarut menurun akibat dekomposisi; larva udang-udangan akan
lebih menderita ataupun mati lebih awal dari larva fauna lainnya.
Fenomena seperti itulah yang diduga menjadi sebab kenapa akhir-akhir ini di
sepanjang pantai utara Pulau Jawa yang padat penduduk dan tinggi pemasukan
limbah organiknya tidak mudah lagi ditemukan bibit-bibit udang dan bandeng
(nener), padahal pada masa lalu masih dengan mudahnya ditemukan.
Kesulitan fauna karena penurunan oksigen terlarut sebenarnya baru dampak
permulaaan, sebab jika jumlah pencemar organik dalam badan air bertambah terus
maka proses dekomposisi organik memerlukan oksigen lebih besar dan akibatnya
badan air akan mengalami deplesi oksigen bahkan bisa habis sehingga badan air
menjadi anaerob (Polprasert, 1989 dalam Garno, 2004). Jika fenomena ini terjadi
8 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
pada seluruh bagian badan air maka fauna air akan mati masal karena tidak bisa
menghindar; namun jika hanya terjadi di bagian bawah badan air maka fauna air,
termasuk ikan masih bisa menghindar ke permukaan hingga terhindar dari kematian.
Namun demikian untuk perairan yang tertutup seperti di teluk hal ini mungkin
terjadi.
Badan air yang anaerob, proses dekomposisi bahan organik menghasilkan gas-
gas, seperti H2S, CH4 dan NH3N yang bersifat racun bagi fauna seperti ikan dan
udang-udangan. Seperti penurunan oksigen terlarut, senyawa-senyawa beracun
inipun dalam konsentrasi tertentu akan dapat membunuh fauna air yang ada.
Selain menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut dan menghasilkan
senyawa beracun yang selalu merugikan dan dapat menyebabkan kematian fauna;
dekomposisi juga dapat menghasilkan kondisi perairan yang cocok bagi kehidupan
mikroba pathogen yang terdiri dari mikroba, virus dan protozoa (Polprasert, 1989
dalam Garno, 2004), yang setelah berkembang-biak, setiap saat dapat menyerang dan
menjadi penyakit yang mematikan bagi ikan, udang dan fauna lainnya.
b) Eutrofikasi
Selain menurunkan konsentrasi oksigen terlarut, limbah organik menghasilkan
senyawa beracun dan menjadi tempat hidup mikroba pathogen. Dekomposisi juga
menghasilkan senyawa nutrien (nitrogen dan fosfor) yang menyuburkan perairan.
Nutrien merupakan unsur kimia yang diperlukan alga (fitoplankton) untuk
hidup dan pertumbuhannya (Hutchinson, 1944; Margalef, 1958 dan Frost, 1980).
Sampai pada tingkat konsentrasi tertentu, peningkatan konsentrasi nutrien dalam
badan air akan meningkatkan produktivitas perairan (Garno, 1995) karena nutrien
yang larut dalam badan air langsung dimanfaatkan oleh fitoplankton (reaksi no. 5)
untuk pertumbuhannya sehingga populasi dan kelimpahannya meningkat (Garno,
2004).
Peningkatan kelimpahan fitoplankton akan diikuti dengan peningkatan
kelimpahan zooplankton, yang makanan utamanya adalah fitoplankton (Garno,
2004). Akhirnya karena fitoplankton dan zooplankton adalah makanan utama ikan;
maka kenaikan kelimpahan keduanya akan menaikan kelimpahan (produksi) ikan
dalam badan air tersebut.
Sangat disayangkan bahwa jika peningkatan nutrien terus berlanjut maka
dampak positif seperti itu hanya bersifat sementara bahkan akan terjadi proses yang
berdampak negatif bagi kualitas badan air penerima (Anonim,2001). Peningkatan
konsentrasi nutrien yang berkelanjutan dalam badan air, apalagi dalam jumlah yang
cukup besar akan menyebabkan badan air menjadi sangat subur atau eutrofik
(Henderson, 1987). Proses peningkatan kesuburan air yang berlebihan yang
disebabkan oleh masuknya nutrien dalam badan air, terutama fosfat inilah yang
disebut eutrofikasi (Anonim, 2001).
Sesungguhnya eutrofikasi adalah sebuah proses alamiah yang terjadi dengan
perlahan-lahan dan memakan waktu berabad-abad bahkan ribuan tahun, di mana
9 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
badan air yang relatif tergenang seperti danau dan pantai tertutup mengalami
perubahan produktifitas secara bertahap.
Proses penurunan mutu perairan akibat eutrofikasi ini lebih karena masuknya
atau dimasukkannya nutrien secara berlebihan ke dalam perairan akibat pergantian
air kolam/tambak. Akibatnya pertumbuhan tumbuhan air, ganggang, dan
phytoplankton tumbuh pesat hingga blooming yang selanjutnya akan mengalami
kematian secara massal dan membusuk (dekomposisi) yang akhirnya akan
menghabiskan oksigen terlarut (deplesi oksigen). Sedangkan Emerson, Craig (1999),
Peningkatan limbah budidaya ikan (aquaculture effluent) juga akan meningkatkan
jumlah nutrien di atas batas normal, sehingga kenaikan ini memacu blooming alga
diperairan.
Nybakken (1992), kondisi perairan yang mengalami eutrofikasi akan
meningkatkan kadar NH3 perairan dan penurunan pH (asam). Ini menunjukkan
kondisi perairan yang tidak stabil dan dapat menimbulkan kematian bagi organisme
air.
Bahan pencemar ini sudah tentu dapat mencemari perairan terbuka penerima
dan juga akan mencemari kembali pada kolam/tambak yang digunakan untuk
budidaya ikan (khususnya pada wilayah yang masih dipengaruhi oleh pasang surut).
Pola pasang surut ini akan mengembalikan air yang masih mengandung bahan
pencemar tersebut kembali ke dalam kolam/tambak karena pergerakan air/arus ke
arah daratan akibat kondisi pasang (backwash), sehingga kondisi ini akan
memperparah penurunan kualitas air dalam kolam/tambak.
Publikasi yang ada menyatakan bahwa kandungan fosfor > 0,010 mgP/l dan
nitrogen > 0,300 mgN/l dalam badan air akan merangsang fitoplankton untuk
tumbuh dan berkembangbiak dengan pesat (Henderson dan Markland, 1987),
sehingga terjadi blooming sebagai hasil fotosintesa yang maksimal dan menyebabkan
peningkatan biomasa perairan tersebut (Garno,1992).
Sehubungan dengan peningkatan konsentrasi nutrien dalam badan air, setiap
jenis fitoplankton mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memanfaatkannya
sehingga kecepatan tumbuh setiap jenis fitoplankton berbeda (Henderson dan
Markland 1987; Margalef, 1958). Selain itu setiap jenis fitoplankton juga mempunyai
respon yang berbeda terhadap perbandingan jenis nutrien yang terlarut dalam badan
air (Kilham dan Kilham, 1978). Fenomena ini menyebabkan komunitas fitoplankton
dalam suatu badan air mempunyai struktur dan dominasi jenis yang berbeda dengan
badan air lainnya (Hutchinson, 1944; Margalef., 1958 Reynolds, 1989).
3. Dampak Pestisida
Connel, D.W. dan Gregory J. M. (2006), Dampak lingkungan penggunaan pestisida
berkaitan dengan sifat mendasar yang penting terhadap efektifitas sebagai pestisida, yakni
(1) pestisida cukup beracun untuk mempengaruhi semua taksonomi biota (termasuk biota
bukan sasaran), (2) kebanyakan pestisida tahan terhadap degradasi lingkungan, sehingga

10 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
dapat bertahan dalam lingkungan (sifat ini menyebabkan pengaruh jangka panjangdalam
ekosistem laamiah).
Selanutnya dijelaskan, bahwa pestisida mencakup serangkaian luas senyawa-
senyawa alamiah dan sintetis. Menurut fungsinya pestisida dibedakan menjadi insektisida
(senyawa hidrokarbon terklorinasi/organoklor dan organofosfor yang ditujukan untuk
membunuh insekta), herbisida (tanaman), dan fungisida (jamur).
Herbisida adalah yang sering digunakan oleh pelaku budidaya dalam persiapan
kolam/tambak. Penggunaan herbisida biasanya digunakan untuk membasmi tumbuhan
air/gangggang yang keberadaan tidak diinginkan dalam kegiatan budidaya ikan maupun
udang. Setelah penggunaan herbisida baru dilanutkan dengan pemupukan untuk
menumbuhkan paka alami. Herbisida yang sering digunakan salah satunya adalah diuron.
Anonim (2006), diuron adalah herbisida spektrum yang luas digunakan untuk
gulma, dan rumput. Diuron ini akan menghentikan fotosintesis, yang pada gilirannya
menyebabkan tanaman berhenti tumbuh. Hal ini juga menghambat perkecambahan biji.
Diuron adalah satu-satunya bahan aktif dalam produk herbisida Karmex DF (80%),
Diuron DF (80%), Diuron 4L dan 4L Direx (40%). Produk Krovar merupakan kombinasi
dari herbisida diuron dan bromacil.
Cox, C. (2003), Diuron, biasanya dijual di bawah nama merek Karmex, Direx, dan
Diuron, secara luas digunakan untuk mengontrol vegetasi sepanjang jalan. Kegunaan
penting lainnya termasuk pengendalian gulma di kebun jeruk dan bidang alfalfa.
US Environmental Protection Agency (EPA) mengklasifikasikan Karmex DF,
Direx 80DF, 4L dan Direx sebagai daya racun kategori III (toksisitas rendah). EPA
menggolongkan sebagai bahan beracun Krovar kategori II (toksisitas moderat) dengan
kata lain diberikan sinyal peringatan karena dapat menyebabkan iritasi mata dan dapat
menyebabkan reaksi jika menyentuh kulit. Selanjutnya Cox, C (2003), menjelaskan
bahwa paparan diuron menyebabkan pembentukan methemoglobin, bentuk abnormal
membawa oksigen molekul dalam darah, hemoglobin. Herbisida diuron Banyak juga
mengiritasi mata. The US Environmental Protection Agency mengklasifikasikan diuron
sebagai karsinogen “dikenal/mungkin” karena menyebabkan kanker kandung kemih,
kanker ginjal, dan kanker payudara pada penelitian dengan hewan laboratorium.
4. Dampak Pestisida pada Ikan
Livingstone (1977) dalam Connel, D.W. dan Gregory J. M. (2006), pengambilan
(penjerapan) oleh hewan dapat terjadi secara langsung dari lingkungan fisik atau
penyerapan gastrointestinal. Khusus untuk hewan perairan, dapat melalui beberapa cara :
(1) penelanan makanan yang teracuni pestisida, (2) pengambilan dari air yang melewati
membran insang, (3) difusi kutikular, dan (4) penyerapan langsung dalam sedimen.
Bony, S. (2008), pada ikan yang terpapar pestisida secara kronis dengan konsentrasi
1-2 g/l untuk diuron dan 0.5-1 g/l untuk axoxystrobin terjadi 3-5 kali lipat kerusakan
DNA. Selanjutnya dijelaskan, bahwa setelah periode pemulihan 1 bulan (tidak terpapar)
hal ini tidak meningkatkan genotoxicity tersebut, kerusakan DNA dalam eritrosit ikan
pulih ke tingkat yang tidak terkena. Ini menunjukkan kemungkinan keterlibatan dari
11 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
kedua mekanisme perbaikan dan pergantian sel dalam menanggapi xenobiotic (bahan
kimia yang ditemukan pada sebuah organisme, tapi itu biasanya tidak diproduksi atau
diharapkan untuk hadir dalam tubuh organisme).
Perschbacher, P. W. and Gerald M. L. (2004), diuron menyebabkan produksi
fitoplankton primer dan biomassa fitoplankton selama lebih dari 4 minggu. Ini akan
menyebabkan turunnya tingkat oksigen yang larut dan menyebabkan stres yang
berpotensi mematikan (DO < dari 3 mg/l) setelah 1 minggu pemaparan. Pengurangan
biomassa alga dan produktivitasnya menghasilkan tingkat pH yang berkurang dan lebih
menguntungkan keberadaan amonia.

BAB III
PENUTUP
12 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
A. Kesimpulan
Budidaya perikanan adalah usaha pemeliharaan dan pengembang biakan ikan atau
organisme air lainnya. Budidaya perikanan disebut juga sebagai budidaya perairan atau
akuakultur mengingat organisme air yang dibudidayakan bukan hanya dari jenis ikan saja tetapi
juga organisme air lain seperti kerang, udang maupun tumbuhan air.
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang sangat serius. Naiknya pendapatan
masyarakat dapat meningkatkan taraf hidup. Naiknya pendapatan mempengaruhi langsung
peningkatan pendidikan, sanitasi, kesehatan, dan juga pendidikan yang mencirikan kesejahteraan
masyarakat. Semakin sejahtera suatu kelompok masyarakat, maka akan emakin rendah tidak
kejahatan yang terjadi di daerah sekitar. Pendapatan yang naik akibat budidaya perikanan juga
dapat meningkatkan pendidikan dalam masyarakat sekitar. Meningkatnya pendidikan,
melahirkan generasi bangsa yang cerdas dan terdidik, juga mempunyai kesempatan lebih besar
untuk mencapai kesuksesan. Sehingga secara tidak langsung, budidaya perikanan juga
berdampak pada penegakan hak asasi manusia.
Mengutip dari Food and Agriculture Organization of the United Nations, Indonesia berada
di produksi perikanan budidaya ke-4 di dunia. Sehingga budidaya perikanan menjadi salah satu
komoditas ekspor untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia. Budidaya ikan memberikan
dampak yang sangat besar dalam aspek ekonomi. Gangguan lingkungan tersebut adalah musim
paceklik yang membuat nelayan tidak bisa melaut dan menjadi pengagguran. Nelayan yang tidak
bisa melaut karena cuaca buruk dapat melakukan budidaya ikan agar tetap memiliki pendapatan.
Budidaya juga memberikan lapangan pekerjaan yang dapat mengurangi gerakan-gerakan.
Laporan dari Food and Agriculture Organization of the United Nations , pada tahun 2012
Indonesia menduduki peringkat ke-2 dalam produksi ikan tangkap dan peringkat ke-4 dalam
produksi budidaya perikanan.
Potensi lahan untuk pembudidayan di pantai (tambak) sebesar 913.000 ha (Ditjen
Perikanan Budidaya, 2002). Semakin besar tingkat KP maka akan semakin banyak limbah yang
akan dihasilkan, sehingga semakin besar pula beban pencemaran yang akan ditimbulkan. Begitu
pula dengan tingkat efisiensi, semakin kecil tingkat efisiensinya maka akan semakin banyak sisa
pakan yang akan dihasilkan. Peningkatan kegiatan budidaya ikan ini juga harus dibarengi dengan
kondisi kualitas air yang baik guna mendukung keberlanjutan usaha tersebut. Sedangkan sisa
pakan yang dihasilkan sangat tergantung pada tingkat efisiensi pemberian pakan. Semakin
rendah efisiensi pemberian pakan maka akan semakin banyak sisa pakan yang dihasilkan.
Dampak lingkungan yang merugikan dari budidaya ikan sudah sejak lama menjadi perhatian
utama di banyak negara.

B. Saran

13 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
Indonesia sebagai salah satu penopang terbesar produk akuakultur dunia harus segera
menentukan langkah-langkah konkrit sebagai upaya antisipasi dini dalam menghadapi tantangan
akuakultur ke depan dengan memperkuat interaksi akuakultur dengan lingkungan sebagai bagian
yang tak terpisahkan. Dimensi lingkungan sebagai dasar Sustainable Aquaculture Dari bahasan
di atas, sebenarnya muara dari prinsip sustainability adalah pada aspek lingkungan. Artinya,
tidak bisa sebuah pengelolaan usaha budidaya dikatakan berkelanjutan tanpa mempertimbangkan
aspek lingkungan di dalamnya. Dengan kata lain, lingkungan dimaksud bukan hanya lingkungan
yang terfokus pada on farm, tapi lingkungan dalam arti luas yang berkaitan dengan jaminan
keseimbangan siklus alamiah yang membangun sebuah ekosistem secara keseluruhan. FAO
Sebagaimana dalam Code of Conduct for Responsible Aquaculture telah memberikan guiden
kepada negara-negara bagaimana melakukan pengelolaan akuakultur secara bertanggungjawab
dengan menjamin kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

14 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan
Tike Dwi Putri, Dwi Putro Priadi, Sriati, Dampak Usaha Perikanan Budidaya Terhadap
Kondisi Lingkungan Dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pada Lahan Pasang Surut Kabupaten
Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan, Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(1) :43-54 (2014)
ISSN : 2303-2960 ,
Connel, D.W. dan Gregory J. M. 2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Penerjemah : Yanti Koestoer dan Sahati. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), akarta.
https://peribudi.blogspot.co.id/2018/03/pengertian-budidaya-perikananbudidaya.html

15 | Mengidentifikasi Dampak Kegiatan Akuakultur Baik Secara Sosial, Ekonomi Maupun Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai