NASIONAL
Potensi perikanan Indonesia tidak hanya dilihat dari luasnya perairan laut yang dimiliki
bangsa ini, tetapi juga dari luasnya lahan di darat yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat
untuk mengembangkan budidaya perikanan. Salah satu upaya untuk mendorong peningkatan
ekonomi perikanan budidaya adalah melalui kebijakan percepatan industrialisasi kelautan dan
perikanan. Melalui kebijakan industrialisasi, pengelolaan sumberdaya perikanan budidaya,
pembangunan infrastruktur, pengembangan sistem investasi, ilmu pengetahuan, teknologi,
dan sumberdaya manusia, diselenggarakan secara terintegritas berbasis industri untuk
peningkatan produksi, produktivitas dan nilai tambah.
Potensi lahan perikanan budidaya secara nasional diperkirakan sebesar 17,74 juta Ha, yang
terdiri atas lahan budidaya air tawar 2,23 juta Ha, budidaya air payau 2,96 juta Ha dan
budidaya laut 12,55 juta Ha. Sedangkan pemanfaatannya hingga saat ini masing-masing baru
mencapai 16,62 % untuk budidaya air tawar, 50,06 % untuk budidaya air payau dan 2,09 %
untuk budidaya laut.
Selama periode 2010 – 2013, produksi perikanan budidaya telah meningkat secara signifikan
dan melebihi target yang telah di ditetapkan, yaitu sekitar 28,64 % per tahun, yaitu 6,28 juta
ton pada tahun 2010 dan mencapai 13,31 juta ton pada tahun 2013 (data sementara).
Sedangkan nilai produksi nya mengalami kenaikan sekitar 22,51 % per tahun dalam kurun
waktu yang sama.
Pertumbuhan PDB perikanan dari tahun ke tahun selalu meningkat. Selama periode 2009-
2013 pertumbuhan PDB sektor perikanan mencapai 14,83% per tahun, lebih tinggi
dibandingkan sektor pertanian. Capaian konstribusi sektor perikanan terhadap PDB nasional,
diantaranya berasal dari kegiatan perikanan budidaya.Hal ini patut menjadi pertimbangan
untuk diperhitungkan dalam perekonomian nasional.
Perikanan budidaya telah muncul menjadi alternatif utama usaha masyarakat, hal ini dapat
terlihat dari peningkatan jumlah Rumah Tangga Pembudidayaan Ikan (RTP) dari tahun-ke
tahun (kenaikan rata-rata 5,32%) bahkan menurut data BPS jumlah RTP perikanan budidaya
cenderung meningkat dan kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah RTP pertanian yang
cenderung menurun. Tahun 2013 jumlah RTP pembudidaya ikan mencapai 1.667.428 RTP.
Peningkatan produksi perikanan budidaya harus diikutii dengan peningkatan daya saing dan
nilai tambah produk perikanan budidaya. Peningkatan produksi dan daya saing produk
perikanan budidaya merupakan salah satu arah kebijakan dari pembangunan perikanan
budidaya yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) III tahun
2015 – 2019. Hal ini sekaligus mendorong kesiapan dalam menghadapi Pasar Bebas ASEAN
Tahun 2015.
Dalam era pasar bebas regional dan menuju pasar bebas internasional, peningkatan produksi
dan daya saing produk perikanan budidaya harus diikuti dengan standar kualitas produk
sekaligus peningkatan efisiensi usaha budidaya. Kualitas produk perikanan budidaya hanya
dapat dijaga melalui sistem pengawasan yang efektif dan efisiensi usaha budidaya hanya
dapat diperoleh melalui integrasi usaha yang dapat dilakukan melalui pembentukan kelompok
budidaya yang kuat.
Cara yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan daya saing produk perikanan
budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan
Budidaya (DJPB) adalah melalui penerapan sertifikasi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB)
maupun Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) yang saat ini mampu menjaga kualitas
produk budidaya baik benih maupun konsumsi.
Kedua aturan ini disusun untuk mendukung penggunaan benih berkualitas dan juga
menghasilkan produk perikanan berkualitas yang memiliki daya saing. Namun yang perlu
juga diperhatikan adalah pengawasan dari penerapan CPIB dan CBIB ini. Pengawasan ini
sangat diperlukan untuk tetap menjaga penerapan dari sertifikasi yang telah diberikan dan
sekaligus juga untuk menjaga kualitas dari produksi perikanan budidaya.
Pengawasan akan lebih mudah dilakukan apabila suatu usaha budidaya dilakukan dalam
suatu kawasan dan berbasis kelompok. Klasterisasi atau pengelompokkan suatu usaha akan
mempermudah pengelolaan usaha sekaligus dapat meningkatkan efisiensi usaha budidaya itu
sendiri. Melalui kelompok dan juga klasterisasi, akan mudah terjadi alih teknologi,
pengendalaian dan pencegahan penyakit dan mempermudah akses permodalan. Hanya saja
yang perlu diketahui bahwa sistem klaster hanya akan terbentuk melalui menajamen kolektif
yang dipegang oleh seorang manajer teknis. Sistem Klaster juga akan menciptakan
kekompakan dan kebersamaan.
Ekosistem tempat hidup ikan adalah perairan laut, payau dan air tawar yang merupakan satu
kesatuan dan saling mempengaruhi. Terdapat berbagai jenis ikan yang hidupnya bermigrasi
dari laut, payau ke air tawar maupun sebaliknya. Seperti Sidat dan Udang Galah. Oleh karena
itu pengelolaan ketiga ekosistem tersebut harus terpadu dan terintegrasi dalam satu instansi
Menurut Undang-undang Perikanan No. 45 Tahun 2009, definisi ikan mencakup semua
organisme yang seluruh atau sebagian siklus hidupnya berada di lingkungan perairan.
Tidak semua ikan adalah bahan pangan, tetapi mempunyai nilai ekonomis tinggi sebagai
bahan non pangan. Sebagai contoh adalah mutiara, ikan hias dan rumput laut, karena dapat
dimanfaatkan sebagai hobi, produk bioteknologi, farmakoligi, kosmetika dan bahan industry,
sehingga pengelolaan perikanan bukan hanya terkait ikan sebagai bahan pangan tetapi juga
menyangkut perairan dalam satu ekosistem.
Perikanan Budidaya adalah salah satu kegiatan yang memanfaatkan air sebagai wahana,
sehingga kondisi lingkungan perairan sangat penting.Pengelolaan perikanan secara terpisah di
berbagai kelembagaan akan mengakibatkan ketidakpastian dan sekaligus akan mengancam
kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.
Dalam kelembagaan internasional, perikanan budidaya (tawar, payau dan laut) dan perikanan
tangkap (laut, dan perairan umum daratan/tawar) di tangani dan dikelola dalam satu
kelembagaan yang sama seperti FAO, SEAFDEC, NACA, World Fish, dll. Dalam
kelembagaan nasional perikanan tangkap dan perikanan budidaya ditangani oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2009 mencakup perikanan budidaya (tawar,
payau dan laut), perikanan tangkap,mulai dari pra produksi sampai pasca produksi
(pengolahan dan pemasaran), sementara di kelembagaan daerah, perikanan ditangani oleh
satu Dinas yang mengurus kelautan dan perikanan.
Sebagai kesimpulan :
o Perairan laut, tawar dan payau merupakan satu kesatuan ekosistem yang
mempunyai fungsi sosial, ekonomi dan jasa bagi masyarakat
o Perikanan telah menunjukkan kinerja dan kontribusi yang luar biasa dalam
mendukung perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
Pada akhirnya, semua ini dapat dilakukan melalui suatu kelembagaan yang efektif dan efisien
yang selama ini sudah terbentuk melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Sistem
Perikanan Budidaya dari hulu sampai hilir yang selama ini sudah terbentuk dari semua jenis
budidaya yang ada, patut dipertahankan keberadaannya dalam satu organisasi yaitu
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Sumber : www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=1041