Anda di halaman 1dari 21

PAPER ADMINISTRASI KEBIJAKAN RUMAH SAKIT

MASALAH KESENJANGAN PELAYANAN KESEHATAN


DI KAWASAN 3T (TERBELANG, TERPENCIL, DAN TERLUAR)
DAN POTENSI ANCAMAN TERHADAP KETAHANAN NASIONAL

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Safari Hasan, S.IP,MMRS

Disusun Oleh :
DIVA AULIA ZAHRA SOEGAMA
NIM 10821006

Program Studi S1 Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Teknologi Manajemen


Kesehatan, Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri, Jl. KH Wachid Hasyim
No.65, Bandar Lor, Kec. Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur 64114 Telp : (0354)
773299 Website : https://g.page/iikbwkediri?share
ABSTRAK

Akses pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan


terkendala oleh kondisi geografis yang sulit dijangkau, keterbatasan sarana dan
prasarana kesehatan, serta ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Saya.
Upaya yang substansial harus dilakukan untuk meningkatkan akses terhadap
pelayanan kesehatan agar masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan
yang berkualitas. Hal ini membutuhkan komitmen dan kerjasama dari berbagai
pemangku kepentingan.
Berdasarkan Pasal 34 Ayat 3 UUD 1945 Sebagaimana disebutkan dalam
pasal ini, “Negara bertanggung jawab menyediakan fasilitas kesehatan dan
fasilitas pelayanan publik yang layak”, memastikan pelayanan tersebut tentunya
bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama yang tinggal di daerah terpencil.
Dikatakan bahwa. Seperti yang Anda ketahui, Indonesia memiliki pulau kecil
yang dihuni oleh masyarakat yang kehidupan sehari-harinya sangat bergantung
pada laut.
Wilayah pesisir, termasuk nelayan, memiliki risiko kesehatan yang tinggi
dan perhatian khusus harus diberikan pada upaya pembangunan kesehatan. Akses
pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil di
Indonesia terkendala oleh kondisi geografis, kondisi cuaca, dan jarak dengan
penyedia dan fasilitas pelayanan kesehatan. Selain itu, masalah kesehatan
masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor (multifaktorial) yang memerlukan
solusi komprehensif dari upaya kesehatan masyarakat. Solusi masalah kesehatan
di nusantara pada dasarnya sejalan dengan pembangunan kesehatan.
Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat, upaya kesehatan dilakukan
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan, dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Itu akan dilakukan pada. Meskipun pedoman
dan petunjuk teknis penyelenggaraan pelayanan kesehatan sudah ada, data primer
tentang kebutuhan kesehatan masyarakat tertentu sangat terbatas dari perspektif
sektor publik. Peran masyarakat sendiri dalam hal ini sangat penting, karena selain
kepedulian pemerintah terhadap kesehatan pulau-pulau terpencil, kita perlu
memiliki pengetahuan lebih tentang pentingnya hidup bersih untuk menjaga
kesehatan yang baik.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kebahagiaan
yang harus dicapai sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Sesuai dengan
kewajiban Pasal 14 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
“Pemerintah bertanggung jawab untuk merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, memajukan, dan mengawasi pelaksanaan upaya kesehatan
yang merata dan terjangkau bagi masyarakat. Distribusi kegiatan kesehatan di
Indonesia belum dapat dilakukan secara optimal bagi masyarakat yang hidup
dalam keterbatasan geografis dan sosial, terutama daerah tertinggal, perbatasan
dan kepulauan (DTPK).
Di sisi lain, khususnya di DTPK, sebagai negara kepulauan dengan
wilayah yang luas, fasilitas kesehatan masih terbatas, sehingga akses masyarakat
terhadap fasilitas kesehatan masih rendah. Di sisi lain, kurangnya minat tenaga
medis yang bersedia mengabdi di bidang DTPK juga berkontribusi terhadap
buruknya kesehatan. Masalah ketimpangan dalam kegiatan kesehatan merupakan
masalah sosial, yaitu tingkat kemiskinan masyarakat yang tidak memungkinkan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
Terkait hal itu, Kementerian Kesehatan mengumumkan kebijakan
kesehatan di DTPK. Ini merupakan bagian integral dari kebijakan perencanaan
pembangunan kesehatan Indonesia yang sehat. Kementerian Kesehatan telah
mengembangkan beberapa program khusus untuk mendukung pelayanan medis
DTPK.
a. Memberdayakan profesional kesehatan dengan meningkatkan
ketersediaan, kesetaraan dan kualitas tenaga kerja mereka.
b. Meningkatkan sarana dan prasarana kesehatan DTPK. Contoh: rumah
sakit keliling, layanan dokter terbang, suplai air.
c. Dukungan keuangan medis seperti Jamkesmas, Bantuan Operasional
Kesehatan (BOK), Dana Alokasi Khusus (DAK), Jampersal, Bantuan
Sosial.
d. Dengan kata lain, dukungan peningkatan akses pelayanan berupa
pengadaan bahan habis pakai, obat-obatan dan alat kesehatan.
e. Pemberdayaan masyarakat di DTPK melalui kegiatan di Posyandu,
Desa Siaga, Tanaman Obat Keluarga, dan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS).
f. Kerjasama Kementerian Kesehatan dengan kementerian lain.
g. Dan berbagai program lainnya. Secara khusus, upaya penerapan
kebijakan ini akan menjadikan kawasan perbatasan sebagai kawasan
pintu gerbang yang aktif berinteraksi dengan negara tetangga dan
secara umum meningkatkan akses pelayanan kesehatan DTPK. Hal ini
membutuhkan upaya dan komitmen dari semua wilayah negara,
termasuk pemerintah pusat dan daerah, legislatif, kalangan bisnis dan
masyarakat adat.
BAB II
ISI

2.1 Latar Belakang


Republik Indonesia memiliki banyak pulau-pulau kecil yang dihuni oleh
masyarakat yang kehidupan sehari-harinya sangat bergantung pada laut. Jumlah
negara berkembang pulau kecil diperkirakan 40 juta pulau. Definisi dan kriteria
pulau-pulau kecil masih beragam. Sebagai perbandingan pengertian dan kriteria
pulau-pulau kecil dapat mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil, yaitu Pulau-Pulau Kecil adalah pulau-pulau yang Luasnya kurang dari
2.000 km2 (2000 kilometer persegi).
Masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil lebih sehat dalam kehidupan
sehari-hari, terutama pada musim badai, dengan kurangnya ketersediaan air
minum yang bersih dan berkualitas, kurangnya makanan bergizi, dan terbatasnya
layanan kesehatan sektor publik. Menghadapi resiko dari. Kondisi hunian yang
terlalu padat dan tidak memenuhi syarat kesehatan, meningkatkan kebutuhan akan
kesehatan dan mudah menularkan vektor dan patogen penyebabnya. Masalah
kesehatan juga muncul dari kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan,
terutama kondisi geografis yang mengakibatkan beberapa pulau di kabupaten
tersebut membatasi akses air bersih. Sebagai contoh, Pulau Penawar Lindu di
Batam tidak pada musim kemarau, tetapi selalu mengalami masalah air. Warga
mengumpulkan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air mereka. Bahkan, tempat
penampungan air hujan cenderung menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk.
Tak heran, kasus demam berdarah dan malaria masih terus terjadi. Air sangat
berharga dan sulit diperoleh. Lagi pula, air memperburuk kebersihan orang dan
menyebabkan masalah kesehatan. Selain itu, perilaku tersebut berhubungan
dengan perilaku hidup bersih dan sehat yang kurang, antara lain: Kebiasaan buang
air besar dan besar (BAB).
Upaya kesehatan masyarakat dapat diwujudkan dengan bekerja sama
dengan pemerintah dan masyarakat dalam upaya pencegahan, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan
berbagai masalah kesehatan. Untuk itu diperlukan data pendukung untuk
memberikan gambaran menyeluruh tentang masalah kesehatan di masyarakat.
Oleh karena itu, di wilayah pesisir yang secara administratif jauh dari pusat kota,
terutama di wilayah pesisir yang dipisahkan oleh pulau-pulau, tingkat kesehatan
masyarakat di wilayah pesisir yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
akibat aksesibilitas dan infrastruktur yang belum memadai. Harus dievaluasi.
Terlepas dari latar belakang masalah ini, ada beberapa hal yang perlu diselidiki.
(1) Apa saja kebutuhan kesehatan masyarakat di pulau-pulau terpencil di
Indonesia? (2) Upaya apa yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi jaminan
kesehatan masyarakat, khususnya di pulau-pulau terpencil.

2.2 Kondisi Pelayanan Kesehatan


Prioritas yang akan ditangani di DTPK meliputi akses terhadap layanan
medis yang berkualitas, rekrutmen di bidang kesehatan yang diikuti dengan
pemerataan talenta tersebut, dan sistem rujukan di institusi kesehatan. Masalah
utama sistem rujukan adalah penambahan puskesmas pembantu dan puskesmas
dengan rumah sakit terdekat di salah satu kecamatan bernama Kabupaten Raja
Ampat sebagai salah satu fasilitas kesehatan yang tertinggal dan kurang. Hal ini
dalam pelayanan medis.
Fasilitas kesehatan tersedia di Pushesmas (tersedia di setiap kecamatan),
Pushu, Poliklinik Desa/Desa (Polindes), Pos Malaria Desa (Posmaldes), dan
Puskesmas Keliling (hanya memiliki 4 unit) yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat. Terbatas. Seseorang yang sedang mengalami masa
sulit. Pergi ke Puskesmas, ibu kota kabupaten. Sedangkan untuk rumah sakit,
hanya satu rumah sakit keliling (Tipe D) yang dimiliki oleh Wild Side.
Selain itu, kehadiran dokter umum jauh dari yang diharapkan (rasio dokter
per 100.000 penduduk pada tahun 2009 adalah 0,03, idealnya 40), dan sebagian
besar orang yang bekerja di Pushesmas adalah dokter PTT, tetapi dokter gigi dan
Spesialis masih ada, tidak demikian. Jumlah bidan di bidan, rumah sakit dan
fasilitas kesehatan sangat terbatas, dengan tingkat pendidikan D3 kebidanan dan
gelar D1 kebidanan. Sedangkan jumlah perawat di Pushesmas, Rumah Sakit dan
Instansi Kesehatan lainnya sebanyak 85 orang, dimana 63 orang D3 dan 22 orang
SPK. Idealnya, setiap Puskesmas harus memiliki dokter dan setiap desa harus
memiliki bidan.
Keterbatasan sarana dan fasilitas kesehatan, selain kondisi kehidupan dan
pola hidup masyarakat yang tidak sehat, juga memiliki kualitas kesehatan
masyarakat yang relatif rendah di daerah perbatasan. Penyakit yang umum
diderita masyarakat Rajaampat antara lain malaria klinis, ISPA, dan penyakit
kulit. Selain itu, ditemukan kasus kematian ibu saat lahir dan pada saat kematian
neonatus. Angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2009 sebesar 4 per 100.000
kelahiran. Kematian bayi selama dan setelah lahir tercatat sebesar 33,8 per 1000
kelahiran hidup. Kematian bayi kurang dari sebulan masih didominasi oleh berat
badan lahir rendah (<2500 gram), kekurangan bayi (Aspectia), dan infeksi akibat
pemotongan tali pusat bayi dengan alat yang kotor.

2.3 Kebutuhan Kesehatan Masyarakat di Kawasan 3T


Sekitar 16,42 juta jiwa penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang
hidup di kawasan pesisir. Mereka bertempat tinggal di 8.090 desa pesisir yang
tersebar di seluruh wilayah negeri. Masyarakat pesisir, termasuk nelayan,
memiliki risiko kesehatanyang tinggi sehingga perlu diberikan perhatian khusus
dalam upaya pembangunan kesehatan. Sayangnya, kondisi pelayanan kesehatan
masyarakat nelayan, kihususnya yang berada di pulau-pulau kecil di Indonesia
Timur justru terbilang memprihatinkan.
Mengetahui kebutuhan kesehatan dari masyarakat adalah penting untuk
dipahami terutama oleh pengambil kebijakan dan penyedia program pelayanan
kesehatan, khususnya apabila terjadi kesenjangan antara kebutuhan kesehatan dari
masyarakat dan program/tindakan prioritas yang dilakukan oleh pengambil
kebijakan/penyedia program kesehatan (Kaufman, 1982). Ada banyak cara untuk
mengetahui kebutuhan kesehatan masyarakat (McKillip, 1987). Memilih cara
yang tepat dalam hal menilai kebutuhan kesehatan masyarakat diperlukan
pertimbangan antara lain: untuk apa data/informasi yang dari kebutuhan kesehatan
masyarakat yang dikumpulkan dan untuk apa akan dimanfaatkan. Termasuk
mengetahui sumber daya kesehatan yang tersedia dan akses terhadap pelayanan
kesehatan yang ada. Pada hakikatnya masing-masing cara untuk mengetahui
kebutuhan kesehatan masyarakat memiliki kelebihan.
Kebutuhan kesehatan masyarakat menurut Bradshaw (1972),
dikategorikan dalam empat tipe kebutuhan: Pertama, Normative Needs: kebutuhan
dari masyarakat yang didefinisikan menurut pendapat ahli. Normative needs
cenderung digunakan oleh pemerintah atau profesional di dalam perencanaan
program intervensi terhadap masyarakat. Kedua, Felt Needs: kebutuhan yang
diartikan oleh anggota masyarakat sendiri yaitu seperti apa yang mereka katakan,
mereka inginkan atau apa yang mereka anggap sangat diperlukan.
Data pada felt need biasanya dikumpulkan melalui survey masyarakat,
diskusi kelompok terarah pada masyarakat, dan sebagainya. Ketiga, Expressed
Needs: kebutuhan yang diungkapkan oleh masyarakat dan dapat diamati melalui
permintaan masyarakat. Contohnya, permintaan untuk pelayanan tertentu; atau
seorang peneliti dapat membuat kesimpulan tentang kebutuhan masyarakat
melalui pengamatan dari pelayan yang digunakan oleh masyarakat. Keempat,
Comparative Needs: kebutuhan yang diperoleh dengan perbandingan, contohnya
menilai pelayanan yang disediakan dalam satu area sebagai dasar untuk
menentukan kebutuhan terhadap ketentuan pelayanan dalam area lainnya dengan
populasi yang sesuai (Bradshaw J. 1972).
Dalam menilai kebutuhan dari masyarakat, penting untuk diketahui tidak
hanya apa yang masyarakat butuhkan, namun juga apa yang mereka maksudkan,
bagaimana dan mengapa sehingga mereka membutuhkan. Misalnya apakah
kebutuhanmereka ditentukan oleh mereka sendiri (felt dan expressed needs), atau
oleh hal yang lebih tinggi (comparative) atau oleh ahli (normative). Mengenal tipe
yang berbeda dari kebutuhan kesehatan masyarakat akan membantu dalam
pengembangan program dan kebijakan kesehatan baik dari publik sektor atau
swasta. Demikian pula perlu mengetahui prioritas program pelayanan kesehatan
apakah berbasis kebutuhan kesehatan dari masyarakat atau tidak, agar terhindar
dari inefisien pemanfaatan sumber daya. Hal di atas dikarenakan menilai
kebutuhan akan pelayanan kesehatan tidak hanya berdasarkan data status
kesehatan dan dijustifikasi oleh pakar kesehatan saja. Demikian pula penting
untuk mengetahui kebutuhan kesehatan dan kualitas pelayanan yang diberikan
(Engel, 1977). Menilai kebutuhan kesehatan adalah juga untuk mengestimasi
insiden dan prevalensi suatu penyakit (McCaslin and Tibezinda, 1998).
Penilaian kebutuhan kesehatan masyarakat memberikan landasan untuk
membuat keputusan dalam formasi kebijakan, perencanaan pelayanan dan alokasi
dana. Demikian pula, menilai kebutuhan dari masyarakat membantu pembuat
kebijakan kesehatan dalam hal pemanfaatan sumber daya yang akan digunakan
secara efektif dan sesuai. Contoh, suatu penilaian kebutuhan masyarakat dalam
merencanakan pelayanan kesehatan, kegiatan di dalamnya antara lain
pengumpulan dan analisa data yang berhubungan dengan kebutuhan kesehatan.
Kebutuhan kesehatan dideskripsikan, dirasakan dan diungkapkan oleh beberapa
masyarakat yang tinggal di pulau terpencil, dimana variabel-variabel tersebut
adalah berhubungan dengan pertolongan pertama kesehatan, kesehatan ibu, anak
serta keluarga berencana, sumber biaya pengobatan, ketersediaan air bersih dan
sanisitas, pelayanan kesehatan seperti pemberantasan penyakit melunar (Diare,
ISPA, Malaria, Campak, Demam berdarah dan lainnya) serta pengobatan.
Pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat kepulauan sedapat mungkin
harus sesuai. Tenaga kesehatan yang profesional setidaknya tinggal dengan
masyarakat. Adalah sangat penting bagi petugas kesehatan untuk dapat
memahami kultur, bahasa dan kebiasaan dari masyarakat agar supaya kebutuhan
akan kesehatan dari masyarakat yang tinggal di pulau dapat dipenuhi. Kebutuhan
kesehatan tidak secara otomatis diterjemahkan ke dalam demand atau permintaan
pelayanan kesehatan. Kebutuhan kesehatan juga ditentukan oleh pola penyakit
yang diderita oleh masing-masing individu. Permintaan pelayanan kesehatan yang
ditentukan oleh diagnosa klinik sangat dipengaruhi pula oleh tenaga kesehatan
yang profesional.
Ulasan berikut adalah menjelaskan bagaimana kebutuhan kesehatan, di
manabanyak pihak melihat kebutuhan kesehatan contohnya kebutuhan dasar
kesehatan sama dengan kebutuhan lainnya, seperti pendidikan dasar, sedangkan
kebutuhan terhadap perawatan lanjutan dan rawat inap dianggap sebagai
kebutuhan sekunder dan tertier yang bisa disamakan dengan kebutuhan akan
pendidikan lanjutan. Pemahaman perbedaan kebutuhan kesehatan ini sangat
penting dalam pemenuhan kesehatan terhadap masyarakat yang tinggal di pulau-
pulau kecil. Penilaian terhadap kebutuhankesehatan adalah suatu proses dalam hal
mengidentifikasi dan memahami persis kebutuhan penduduk setempat, dalam hal
ini masyarakat yang hidup di pulau-pulau kecil. Hal ini diharapkan agar supaya
perencanaan dan pemberian pelayanan kesehatan yang diberikan dapat berbasis
bukti.
Diketahui bahwa kebutuhan kesehatan pada masyarakat dipengaruhi oleh
banyak faktor-faktor penentu kesehatan antara lain individu, sosial, ekonomi,
kultur, lingkungan dan pelayanan kesehatan itu sendiri (University of Leeds,
2002). Meskipun kebutuhan akan pelayanan kesehatan dari masyarakat yang
tinggal di pulau-pulau kecil terutama pelayanan kesehatan yang berkualitas,
namun demikian faktorfaktor non-medis yang ada seringkali mengancam
keselamatan status kesehatan mereka, contohnya penyediaan air bersih, sanitasi
lingkungan, makanan yang bergizi dan tempat tinggal (Redmond, 2005). Baik
perorangan maupun masyarakat kesehatan tidak saja tergantung kepada pelayanan
medis yang ada, tapi juga sangat tergantung kepada perilaku, genetik, sosial dan
ekonomi ditambah lagi dengan faktor determinan sosial lainnya. Disadari tidak
ada kesepakatan secara umum terhadap kebutuhan kesehatan. Kadang-kadang
kebutuhan kesehatan diartikan sebagai pengobatan yang diperlukan atau suatu
pelayanan yang sesuai dan prosedurnya sesuai yang dibutuhkan (Donabedian,
1973).
Untuk aspek dari kualitas kesehatan adalah pertimbangan persepsi dari
individu dan masyarakat itu sendiri dapat menjadi ukuran. Contohnya,
kemampuan institusi kesehatan dalam hal memenuhi dan memuaskan kebutuhan
dan memberikan informasi kesehatan adalah sangat memengaruhi kualitas
pelayanan kesehatan. Sistem kesehatan di tingkat kabupaten khususnya kabupaten
yang memiliki cakupan wilayah pulau kecil utamanya pada elemen manajemen,
sumber daya manusia dan peralatan, keuangan dan organisasi dari institusi yang
memberikan pelayanan kesehatan masih lemah sehingga menyulitkan terhadap
peningkatan pelayanan kesehatan khususnya untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil.

2.3 Upaya yang Perlu Dilakukan


Arah kebijakan pembangunan kesehatan tahun 2010-2014 adalah
meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan di daerah miskin dan
tertinggal. Ada delapan prioritas reformasi kesehatan di wilayah perbatasan.
Yakni, jaminan kesehatan daerah (Jamkesmas), pelayanan kesehatan, ketersediaan
obat-obatan, ilmu pengobatan Cina, pembenahan sekretariat, dukungan
manajemen medis (BOK), dan pengobatan daerah bermasalah kesehatan (PDBK).
Dan Rumah Sakit Perdana Indonesia. (Rumah sakit kelas dunia).
Kebijakan ini berakhir pada tahun 2014, dan diharapkan hasil yang positif.
Upaya peningkatan pelayanan kesehatan perbatasan antara lain:
a. Perencanaan yang difokuskan untuk menciptakan pelayanan kesehatan
yang mampu berperan sebagai “gate keeper”. Rujukan kesehatan dan
show window pelayanan kesehatan dengan pembangunan unit
pelayanan kesehatan yang responsif dan kompetitif terhadap pelayanan
kesehatan di wilayah perbatasan,
b. Membangun kerja sama dengan negara tetangga dalam rujukan gawat
darurat,
c. Adanya koordinasi peayanan kesehatan antara Pemda/Dinas Kesehatan
dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan,
d. Tersedia radio medik.
Selain itu juga ada kebijakan khusus di DTPK, yaitu menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas, meningkatkan pembiayaan pelayanan kesehatan;
meningkatkan pemberdayaan SDM Kesehatan; meningkatkan ketersediaan obat
dan alkes; meningkatkan sistem survailance, monev dan Sistem Informasi
Kesehatan (SIK); dan meningkatkan manajemen kesehatan.
Saat menerapkan kontrol kesehatan masyarakat di masa mendatang, Anda
harus mulai dengan mencatat masalah dan potensi kesehatan yang ada. Selain itu,
pemerintah daerah harus segera berdiri dengan melaksanakan pembangunan
masyarakat yang berorientasi kesehatan dan meningkatkan dukungan biaya dari
pemerintah pusat (bukan top-down) yang diarahkan pada kebutuhan dan
karakteristik daerah.
Melalui program kerjanya, Kementerian Kesehatan telah meningkatkan
ketersediaan kualitas dan pemerataan tenaga kesehatan DTPK, memperluas sarana
dan prasarana kesehatan Puskesmas, rumah sakit yang didanai DTPK, dan lebih
banyak lagi untuk layanan kesehatan DTPK sejak tahun 2011. Berbagai upaya
telah kami lakukan untuk meningkatkan melayani. Pengadaan alat kesehatan,
bahan habis pakai, obat dan alat kesehatan. Selain itu, upaya inovatif sedang
dilakukan melalui penyediaan rumah sakit keliling, layanan dokter terbang, pusat
kesehatan keliling ke darat dan air, dan pengembangan dokter dengan otoritas
tambahan.
Mirip dengan anggaran bidang kesehatan, di mana setidaknya 10% dari
APBD, di luar gaji, dialokasikan, 50% di antaranya dialokasikan untuk program
promosi dan pencegahan. Masih ada daerah yang kekurangan tenaga kesehatan
terutama di daerah terpencil, perbatasan dan pulau-pulau terluar (DTPK), untuk
mengatasi ketimpangan tenaga kesehatan yang terkonsentrasi di perkotaan.
Majelis dalam Rapat Dengar Pendapat (RDPU) Komite Mediasi dan Uji
Proficiency Dokter pada 17 Januari 2011, menghubungi Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) dengan dokter, tenaga kesehatan (bidan dan perawat) dan DTPK.
Dibuat oleh fasilitas medis. Selain itu, dalam rapat kerja (Raker) dengan
Kementerian Kesehatan pada 18 Januari 2012, Dewan juga merintis Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia untuk meningkatkan jumlah, kualitas, distribusi,
retensi dan penyebaran. Didorong untuk berusaha. Jumlah tenaga kesehatan
penunjang pelayanan kesehatan Indonesia. DPT. Sehubungan dengan kebijakan
tersebut, banyak pemerintah daerah yang berusaha meningkatkan pelayanan
kesehatan dengan menggunakan DTPK.
Sebagai contoh, kebijakan kesehatan tahun lalu di Provinsi Solon dan Raja
Ampat difokuskan pada pengembangan sarana dan prasarana kesehatan, terutama
peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat yang terintegrasi dengan rumah
sakit. Selain mempekerjakan tenaga kesehatan, pemerintah daerah juga
memberikan insentif bagi dokter dan petugas gawat darurat serta pelatihan bagi
petugas kesehatan. Bentuk dukungan lain dari Pemerintah Daerah Raja Ampat
adalah program pengadaan, perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana
Puskesmas/Pustu dan jaringannya.
Pemerintah Daerah Morotai Maluku Utara memberikan beasiswa kepada
15 orang lulusan SMA/SMK setempat laki-laki/perempuan di bawah usia 30
tahun yang sudah menikah dengan restu keluarga dan suami untuk memenuhi
kebutuhan bidan desa. Disediakan. Saya siap mengabdi di desa sebagai bidan
desa. Lulus seleksi dengan bidan desa (2 per desa). Dalam hal ini, pemerintah kota
bekerja sama dengan Akademi Kebidanan Swasta Tobelo.
Mahasiswa D3 kebidanan ini mendapat beasiswa penuh dari APBD. Selain
memberikan beasiswa, pemerintah daerah bekerja sama dengan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah mengadakan kelas khusus
(Sabtu hingga Minggu) di Universitas Muhammadiyah. Program pendidikan ini
ditujukan bagi pegawai tetap dan tidak tetap sarana kesehatan (baik lulusan
SLTA, SPK, atau D3) yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang D3 atau S1
dan membayarnya selama pelatihan setelah selesai. Anda harus kembali untuk
berkonsentrasi pada Morotai.
Contoh lain: Pemerintah Kaltim menginstruksikan fasilitas kesehatan
Kaltim untuk menempatkan tenaga kesehatan di perbatasan Kaltim, pedalaman,
dan pinggiran kota untuk menjangkau masyarakat terpencil. Dalam hal ini,
pemerintah akan menyediakan anggaran untuk memberikan insentif kepada
tenaga kesehatan dan anggaran untuk memberikan subsidi obat dan pelayanan
rawat inap yang memerlukan perbaikan atau peningkatan fasilitas seperti
Puskesmas.
Dalam upaya peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan DTPK
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, Pemerintah Daerah Nusa
Timur melakukan kunjungan ke Tengala pada 10-14 Juni 2013 melalui Dinas
Kesehatan (Diskes) Negeri dan mengunjungi Tengala. Kami mengkonfirmasi
perbandingan dengan Dinas Kesehatan Kalbar. Pelayanan medis perbatasan
Indonesia dan pelayanan medis perbatasan Malaysia.

2.4 Strategi BidangKesehatan yang Dilakukan Pemerintah Dalam Memenuhi


Jaminan Kesehatan Masyarakat Khususnya di Pulau Terpencil
Upaya kesehatan masyarakat dapat diwujudkan dengan bekerja sama
dengan pemerintah dan masyarakat dalam upaya pencegahan, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan
berbagai masalah kesehatan. Untuk itu diperlukan data pendukung untuk
memberikan gambaran menyeluruh tentang masalah kesehatan di masyarakat.
Oleh karena itu, di wilayah pesisir yang secara administratif jauh dari pusat kota,
terutama di wilayah pesisir yang dipisahkan oleh pulau-pulau, tingkat kesehatan
masyarakat di wilayah pesisir yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
akibat aksesibilitas dan infrastruktur yang belum memadai. Harus dievaluasi.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Kesehatan saat ini fokus
pada pelaksanaan program Nusantara Rasehat. Program ini telah beroperasi sejak
tahun 2015 dan menggunakan kaum muda dari berbagai latar belakang kesehatan
untuk terlibat dalam program kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat di daerah terpencil. Pada tahun 2015, program Nusantara Rasehat
pertama diikuti oleh 142 orang dan didistribusikan di 20 Puskesmas. Selama
periode 2, 552 orang terlibat dan dirawat di 100 puskesmas. Tidak hanya dokter,
mereka juga ahli gizi, ahli pengobatan lingkungan dan apoteker. Dengan upaya
tersebut, lanjutnya, pemerintah berupaya menjangkau masyarakat terluar dengan
pendekatan yang lebih mendalam menyentuh budaya dan adat kehidupan sehari-
hari.
Pendidikan kesehatan dan pola hidup sehat merupakan salah satu program
utama. Pemerintah mencoba mengevaluasi lebih lanjut. Dengan cara ini, kita
dapat memantau dengan baik dan lebih intensif kondisi daerah terluar, dan
berharap ini akan meningkatkan kesehatan seluruh masyarakat. Selain itu, masih
banyak masyarakat di pulau-pulau terpencil yang masih kurang pengetahuan
tentang jaminan kesehatan, sehingga perlu sosialisasi dan edukasi pemahaman
mereka. Salah satu unit penyampaian teknologi utama Healthcare tersebar hampir
merata di seluruh wilayah dan relatif dekat dengan target program pembangunan
kesehatan. Ini adalah Pushesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat). Puskesmas
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara terpadu yang berperan
sebagai pusat pelayanan kesehatan dan pusat peningkatan peran serta masyarakat
dalam pembangunan kesehatan, sebagai garda terdepan tenaga kesehatan.
meningkat.
Untuk itu perlu didukung oleh sumber daya yang memadai sebagai unit
pelaksana teknis utama Pushesmas dan jaringannya. Kegiatan jarak jauh
memperluas cakupan pelayanan medis Pushesmas melalui pengembangan inovasi
pelayanan medis Pushesmas yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
setempat, serta kegiatan medis Puskesmas di daerah tertinggal, perbatasan dan
kepulauan. Tujuannya untuk meningkatkan dukungan.
Pelayanan medis jarak jauh diharapkan dapat meningkatkan hasil kinerja
program seperti kematian ibu dan anak. Pemerintah terus melakukan pembenahan
fasilitas kesehatan terutama di fasilitas Puskesmas, Puskesmas, Puskesmas
Pembantu, Puskesmas Keliling dan Puskesmas Desa, namun kesan yang ada saat
ini masih dari segi kuantitas, kualitas, keadilan dan keterjangkauan. Masih ada
kekurangan. Terutama di daerah tertinggal, daerah terpencil dan daerah
kepulauan. Pemanfaatan fasilitas kesehatan seperti Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu saat ini belum optimal. Menurut data Susenas 2007, sekitar 33% orang
sakit menderita pustulosis, mempengaruhi pelayanan kesehatan lainnya,
klinik/poliklinik, dan rumah sakit swasta.
Solusi lain yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan medis
masyarakat yang tinggal di pulau-pulau terpencil adalah dengan menjalankan
rumah sakit kapal yang sering disebut rumah sakit terapung. Menurut saya, rumah
sakit air ini sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat
yang lebih ketat. Mereka tidak dapat bekerja 24 jam sehari, tetapi biasanya
berjalan di pagi dan sore hari. Di pagi hari, mereka berjalan selama beberapa jam.
Pada siang hari, ketika ombak sedang tinggi, mereka berlabuh di sebuah pulau
kecil. Dan disanalah fungsi rumah sakit. Ada 30 penumpang selama perjalanan,
tapi setidaknya ada interaksi antara dokter dan masyarakat umum. Dia memberi
saya beberapa saran dan dibantu oleh pihak yang juga memiliki ruang operasi
sebagai kapal rumah sakit.
Keutuhan beberapa fasilitas yang dimiliki Rumah Sakit Terapung dapat
memudahkan masyarakat yang membutuhkan perawatan lebih intensif.
Puskesmas tampaknya tahu bahwa peralatan medis terpencil terbatas dan perlu
mengevakuasi masyarakat ke rumah sakit dalam keadaan darurat. Rumah Sakit
Terapung juga dapat mengunjungi setidaknya beberapa pulau terpencil dan
melayani masyarakat secara langsung ketika mereka berkunjung. Indonesia
sendiri memiliki rumah sakit air yang sudah beroperasi sejak 2018. RSA Nusa
Waluya II, rumah sakit air pertama di dunia dari tongkang. Kapal yang digunakan
RSA adalah jenis kapal tongkang yang sebelumnya digunakan di hotel-hotel
terapung. Pelayanan RS terapung ini setara dengan RS Tipe C di darat, dengan
masa kerja lebih lama di nusantara.
BAB III
PENUTUP

3.1 Penutup
Kegiatan medis di DTPK memerlukan perhatian khusus untuk
meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan medis yang berkualitas..
Selain itu, pemberian pelayanan kesehatan di DTPK akan turut mempererat
persatuan bangsa dan menjaga keutuhan NKRI.
Dalam hal ini Kementerian Kesehatan telah melakukan beberapa upaya
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan DTPK, namun tidak dapat dipungkiri
masih terdapat kesenjangan antara pelayanan kesehatan DTPK dengan tenaga
kesehatan.
DPR RI akan terus menilai dan meningkatkan keberhasilan capaian dan
upaya rintisan DTPK di bidang pelayanan kesehatan sehingga pemerintah dapat
segera mencapai peningkatan akses pelayanan kesehatan DTPK yang berkualitas
dan bertanggung jawab. Itu perlu terus kita dorong.
Masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil lebih sehat dalam kehidupan
sehari-hari, terutama pada musim badai, dengan kurangnya ketersediaan air
minum yang bersih dan berkualitas, kekurangan makanan bergizi, dan layanan
kesehatan sektor publik yang terbatas. Menghadapi resiko dari. Kondisi hunian
yang terlalu padat dan tidak memenuhi syarat kesehatan, meningkatkan kebutuhan
akan kesehatan dan mudah menularkan vektor dan patogen penyebabnya.
Menilai kebutuhan kesehatan masyarakat memberikan dasar untuk
pembuatan kebijakan, perencanaan layanan, dan keputusan alokasi sumber daya.
Demikian pula, menilai kebutuhan masyarakat membantu pengambil keputusan
kesehatan menggunakan sumber daya secara efektif dan tepat. Misalnya, penilaian
kebutuhan masyarakat dalam perencanaan pelayanan kesehatan melibatkan
pengumpulan dan analisis data yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan.
Kebutuhan kesehatan dijelaskan, dirasakan dan diungkapkan oleh sebagian
masyarakat yang tinggal di pulau-pulau terpencil. Variabel-variabel tersebut
adalah pertolongan pertama kesehatan, rencana kesehatan ibu, anak dan keluarga,
sumber biaya kesehatan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, z pemberantasan.
Campak, diare, ISPA, malaria, campak, demam berdarah, dll) dan pengobatannya.
Menilai kebutuhan kesehatan masyarakat memberikan dasar untuk
pembuatan kebijakan, perencanaan layanan, dan keputusan alokasi sumber daya.
Demikian pula, menilai kebutuhan masyarakat membantu pengambil keputusan
kesehatan menggunakan sumber daya secara efektif dan tepat. Misalnya, penilaian
kebutuhan masyarakat dalam perencanaan pelayanan kesehatan melibatkan
pengumpulan dan analisis data yang berkaitan dengan kebutuhan kesehatan.
Kebutuhan kesehatan dijelaskan, dirasakan dan diungkapkan oleh sebagian
masyarakat yang tinggal di pulau-pulau terpencil. Variabel-variabel tersebut
adalah pertolongan pertama kesehatan, rencana kesehatan ibu, anak dan keluarga,
sumber biaya kesehatan, ketersediaan air bersih dan sanitasi, pemberantasan.
Campak, diare, ISPA, malaria, campak, demam berdarah, dll) dan pengobatannya.
DAFTAR PUSTAKA

“Komisi IX Minta Kemenkes Buat Program Terobosan Pemerataan Dokter,”


http:// www.dpr.go.id, diakses 23 Juni 2013.
“Komisi IX Sekjen DPR RI, Laporan singkat Rapat kerja (Raker) dengan
Kemenkes, tanggal 18 Januari 2012,” http:// www.dpr.go.id, diakses 23 Juni 2013.
“Pelayanan Kesehatan di DTPK Perlu Perhatian Khusus,” Kompas, 25 Oktober
2011.
Hadi Suprayoga. 2009. Program Pembangunan Kawasan Perbatasan. Jakarta:
Bappenas.
Kemenkes. 2012. Pedoman Peningkatan Akses Pelayanan Kesehatan di DTPK.
Jakarta: Dirjen Bina Upaya Kesehatan.
Manurung Kisman, “Stategi Pembangunan Kawasan Perbatasan,” Tabloid
Demokrasi, 16 Oktober 2011.
Nainggolan Poltak Partogi. Ed. 2012. Potensi dan Masalah Pulau Perbatasan,
Kabupaten Pulau Morotai dan Kabupaten Pulau Raja Ampat. Jakarta: P3DI Setjen
DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika.
Bradshaw J. 1972. The concept of sosial need. New Society. 30 March 1972: p.
640–43.
Donabedian A. 1973. Aspects of Medical Care Administration: Specifying
Requirements for Health Care. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Engel GL. 1977. The need for a new medical model: a challenge for biomedicine.
Science, 196: 129–136
Kaufman, RA. 1982. Identifying and solving problems: Asystems approach (3rd
ed.). San Diego, CA: University Associates.
McCaslin NL. and Jovan P. Tibezinda. 1998. Assessing target group needs. The
Department of Agricultural Education, The Ohio State University, Columbus,
Ohio. Jovan P. Tibezinda is a Lecturer in the Department of Agricultural
Extension/Education at Makerere University, Kampala, Uganda
McKillip, Jack. 1987. Need Analysis: Tools for the Human Services and
Education. Newbury Park, NJ: Sage Publications. NJ.
Pratomosunu BS. 2008. Membangun Masyarakat Hijau dan Ketahanan Energi.
Akses pada http://202.46.15.98/ modul=News%20News&id=3117 Februari 2013
Redmond AD. 2005. Needs assessment of humanitarian crises BMJ
2005;330;1320-1322
University of Leeds. 2002. A Health Needs Assessment of Black and Minority
Ethnic Children’s Needs Barnardo’s, the Centre for Research in Primary Care,
and the Centre for Disability Studies

Anda mungkin juga menyukai