D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA :DINDA ZALFA
NIM :P07520119063
KELAS :II-B D-III KEPERAWATAN
DOSEN :Dr. DAME EVALINA SIMANGUNSONG SKM.M.Kes
Menurut perkiraan WHO setiap tahun terjadi 500.000 kematian ibu yang
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, 99% di antaranya terjadi di
Negaranegara berkembang. Lebih dari separuhnya (300.000) terjadi di Asia,
yang hampir 3/4- nya di Asia Selatan. Risiko kematian maternal di negara maju
1 diantara 15-50, yang berarti peningkatan 200-250 kali. Kematian maternal
merupakan fungsi dari berbagai hal, bukan hanya dari faktor-faktor pelayanan
kesehatan saja. Kehamilan dan persalinan yang terlalu dini, kemiskinan,
ketidaktahuan, kebodohan, budaya diam kaum wanita, dan rendahnya status
wanita pada hal-hal tertentu. Transportasi yang sulit, ketidakmampuan
membayar pelayanan yang baik, dan pantangan tertentu pada wanita hamil
juga ikut berperan. ( Hadijono, 2006).
Kematian ibu atau AKI di daerah berkembang sebesar 240 adalah 15 kali
lebih tinggi dari pada di negara maju yaitu 16 per 100.000 kelahiran hidup atau
99% (284.000) kematian ibu secara global dan mayoritas di antaranya berada
di sub-Sahara Afrika (162.000 kematian ibu) dan Asia Selatan (83.000 kematian
ibu). Sub-Sahara Afrika memiliki angka kematian ibu (AKI) tertinggi yaitu 500
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (KH), sedangkan Asia Timur memiliki
yang terendah di antara negara berkembang yaitu 37 kematian ibu per
100.000 KH. Urutan AKI di negara berkembang adalah Asia Selatan
220/100.000 KH, Oceania 200/100.000 KH, South-East Asia 150/100.000 KH,
Amerika Latin dan karibia 80/100.000 KH, Afrika Utara 78/100.000 KH, Asia
Barat 71/100.000 KH, Caucasus dan Asia Tengah 46/100.000 KH.
Meskipun sebagian besar negara-negara Afrika sub-Sahara memiliki AKI
tinggi namun ada beberapa nergara yang memiliki AKI rendah berkisar antara
20-99/100.000 KH seperti: Mauritius (60/100.000 KH), Sao Tome Principe
(70/100.000 KH) dan Cabo Verde (79/100.000 KH) sedangkan negara-negara di
Afrika yang dikategorikan AKI moderat (100-299/100.000 KH) antara lain:
Botswana 160/100.000 KH, Djibouti 200/100.000 KH, Namibia 200/100.000 KH,
Gabon 230/100.000 KH, Equatorial Guinea 240/100.000 KH, Eritrea
240/100.000 KH dan Madagaskar 240/100.000 KH.(WHO et al., 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu hamil diklasifikasi
sebagai berikut:
2.2.4 Faktor Medis
Faktor medis yang dipengaruhi oleh status reproduksi dan status
kesehatan ibu antara lain: umur, paritas, jarak kehamilan dan penyakit ibu,
anemia dan kurang gizi.
2.2.5 Umur ibu
Umur ibu saat kehamilan terakhir dihitung dalam tahun berdasarkan
tanggal lahir atau ulang tahun terakhir yang ada hubungannya dengan faktor
risiko dalam kehamilan. Indeks kehamilan risiko tinggi adalah usia ibu pada
waktu hamil terlalu muda yaitu kurang dari 16 tahun atau lebih dari 35 tahun
(Fortney dalam Manuaba 2001).
Total fertility rate (TFR) adalah jumlah total anak yang mungkin akan
dimiliki oleh seorang wanita sampai akhir periode reproduksinya selama usia
suburnya 15-49 tahun, atau disebut juga dengan rata-rata jumlah kelahiran per
wanita. (Merrill RM,2014).
2.2.6 Paritas
Paritas adalah jumlah kehamilan yang memperoleh janin yang
dilahirkan. Paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan
dan persalinan diantaranya dapat menyebabkan terganggunya transport O2
dari ibu ke janin sehingga terjadi asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR Score
menit pertama setelah lahir. (Manuba, 2010).
Menurut Saifudin (2002) paritas/jumlah kehamilan 2 sampai 3 adalah
paritas yang paling aman dilihat dari sudut kematian ibu. Paritas kurang dari
satu dan usia ibu terlalu muda di kategorikan berisiko tinggi karena ibu belum
siap secara mental maupun secara medis sedangkan paritas diatas empat dan
usia ibu terlalu tua secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani
kehamilan.
2.2.7 Jarak kehamilan
Jarak kehamilan yang terlalu dekat atau kurang dari dua tahun berisiko
terhadap kematian maternal dan tergolong dalam kelompok risiko tinggi untuk
mengalami perdarahan post partum. Jarak kehamilan yang disarankan pada
umumnya adalah dua tahun agar memungkinkan tubuh wanita dapat pulih
dari kebutuhan ekstra pada masa kehamilan dan laktasi. (Djaja dkk, (2001).
Gambar 2.5 Peta Maternal Mortality Rate World Wide (WHO, 2010).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.1.1 Adapun kesimpulan yang kami dapat dari penulisan makalah di
atas yaitu Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan
sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan,
secara mandiri. Adapun tujuan umumnya adalah terwujudnya desa dengan
masyarakat yang sehat, peduli, dan tanggap terhadap masalah-masalah
kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan di desanya. Sedangkan tujuan
khususnya antara lain:
Optimalisasi peran FKD.
Terbentuknya FKD yang berperan aktif menggerakan pembangunan
kesehatan.
Berkembangnya kegiatan PMD ,pokja gotong royong,
Upaya kesehatan ,Survailance dan Pembiayaan kesehatan.
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang
pentingnya kesehatan dan melaksanakan PHBS (Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat).
Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan.
Meningkatnya kesehatan di lingkungan desa.
Meningkatnya kesiagaan dan kesiapsediaan masyarakat desa terhadap
risiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
(bencana, wabah penyakit, dsb).
Menurunkan angka kematian ibu dan anak.
Meningkatkan pertolongan persalinan oleh nakes.
Meningkatkan kepesertaan KB.
3.1.2 Untuk menurunkan AKI, determinan dekat, determinan antara,
dan determinan jauh yang terkait dengan AKI harus dapat diatasi. Determinan
dekat yang berhubungan langsung dengan kematian ibu dapat diminimalisasi
apabila determinan antara yaitu status kesehatan ibu, akses terhadap
pelayanan kesehatan, dan perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan
dapat ditingkatkan. Upaya untuk menurunkan AKI tidak akan akan efektif jika
hanya mengandalkan program dari pemerintah tanpa peran serta semua
pihak. Dalam konteks ini, inovasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Kapuas Hulu dapat menjadi contoh bagi pemerintah daerah yang
lain untuk menggerakkan potensi yang ada dalam masyarakat agar berperan
serta dalam penurunan AKI. DPR RI melalui fungsi yang dimiliki juga dapat
berperan serta dalam menurunkan AKI dengan mengefektifkan fungsi
pengawasan melalui komisi terkait, yaitu Komisi VIII yang bermitra dengan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komisi IX
yang bermitra dengan Kementerian Kesehatan. DPR RI juga perlu memastikan
bahwa anggaran yang dialokasikan untuk program dan kegiatan yang ditujukan
untuk meningkatkan kesehatan ibu melalui dua kementerian tersebut telah
memadai.
3.2 SARAN
Dari pengertian dan tujuan adanya desa siaga sangatlah bermanfaat
bagi masyarakat khususnya dalam mempertahankan dan bahkan
meningkatkan derajat kesehatan diharapkan agar pelaksanaan desa siaga ini
kembali dilakukan dan disebarluaskan ke setiap wilayah di Indonesia. Desa
siaga inilah merupkan langkah awal yang sangat penting untuk dilakukan yang
akhirnya nanti akan mendukung pogram pemerintah dalam pencapaian
peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dan dalam menurunkan
angka kematian ibu dan anak.
DAFTAR PUSTAKA