Anda di halaman 1dari 20

PERAN BIDAN DALAM PENGEMBANGAN DESA SIAGA

DALAM UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANAH KUNING

MAKALAH

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Desa Siaga

EKA LILI MAYASARI

NIM.P07224322168

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK

KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM

STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


TAHUN 2022

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Misi pembangunan kesehatan, yaitu Memembuat masyarakat sehat. Salah

satu strateginya adalah dengan menggerakan dan memberdayakan masyarakat

untuk hidup sehat, yaitu berupaya memfasilitasi percepatan pencapaian kesehatan

yang setinggi-tingginya bagi seluruh penduduk dengan mengembangkan

kesiapsiagaan di tingkat desa, yaitu dengan Desa Siaga. Pada pelaksanaan Desa

Siaga, tenaga kesehatan yang banyak berperan adalah bidan desa, yaitu sebagai

penggerak dan memberdayakan masyarakat. Untuk mencapai kemandirian

masyarakat di bidang kesehatan, khususnya pada pelayanan kesehatan ibu, anak

dan keluarga berencana

Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam penurunan angka

kematian ibu juga sudah cukup optimal dalam mengembangkan berbagai program

kesehatan, diantara nya pengembangan pemberdayaan masyarakat bidang

kesehatan, program keterpaduan Kelu arga Berencana (KB) dan Pos Pelayanan

Terpadu (Posyandu), Gerakan Sayang Ibu pada tahun 1996, Desa Siaga pada

tahun 2004, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Generasi

Bidang Kesehatan pada tahun 2007, dan berbagai program jaminan kesehatan

salah satunya yaitu Jaminan Persalinan (Jampersal) pada tahun 2011.


Dari program – program yang dirintis oleh pemerintah Indonesia tujuannya

hanya satu yaitu menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak di Indonesia. Akan

tetapi pada kenyataannya, angka kematian ibu, tidak se suai dengan target yang

diharapkan.

Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007

didapatkan data angka kematian ibu (AKI) sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup,

data tersebut menunjukkan penurunan dan lebih baik jika dibandingkan dengan

angka kematian ibu (AKI) tahun 2002 yaitu 307 per 100.000 kelahiran hidup.

Walaupun masih jauh jika dilihat dari target MDGs untuk AKI tahun 2015 adalah

sebesar 125 per 100.000 kelahiran hidup. Akan tetapi hasil dari SDKI 2012 angka

kematian ibu mengalami kenaikan yang cukup signifikan yaitu sebesar 359 per

100.000 kelahiran hidup, Untuk mencapai MDG pemerintah mencanangkan program

desa siaga pada tahun 2006, bidan menjadi penopang pelayanan di lini terdepan.

Angka kematian ibu di kecamatan tanjung Palas Timur Kabupaten Bulungan

mengalami kenaikan yang signifikan, sejak awal tahun hingga Oktober 2022,

tercatat sudah 3 orang ibu yang meninggal, angka ini merupakan angka yang cukup

tinggi jika di bandingkan tahun 2021 yang hanya 1 orang ibu yang meninggal. Oleh

karna itu peran tenaga Kesehatan khususnya bidan sangat diharapkan dalam

menanggulangi masalah tersebut.

Bidan di desa siaga Kecamatan Tanjung palas Timur telah melaksanakan

perannya dalam pengelolaan desa siaga, baik sebagai pendidik, penggerak,

fasilitator maupun mediator. Dalam pelayanan kesehatan, peran bidan tidak


semata-mata hanya memberikan tindakan medis kesehatan akan tetapi juga

memberikan pengarahan atau bimbingan, memotivasi masyarakat, mentransfer

ilmu dan mengajak warga untuk berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, serta

menjembatani kegiatan masyarakat dan mencari dukungan dari berbagai pihak.

Peran bidan di Kecamatan Tanjung Palas Timur belum maksimal, karena ada

beberapa faktor yang menghambat perannya sebagai bidan desa. Di antaranya

adalah, tugas berfokus pada layanan kesehatan ibu dan anak. Sarana dan

prasarana yang belum memadai, dan kurangnya dukungan dari pemerintah desa,

menyebabkan masih berkembang persalinan oleh dukun.

B. Rumusan Masalah

Meningkatnya Angka kematian Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah

Kuning.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Menurunkan Angka Kematian Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah

Kuning.

2. Tujuan Khusus

a. Meningkatkan Peran Bidan Desa, dalam menurunkan angka Kematian Ibu

b. Meningkatkan peran serta keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan

yang ada dalam lingkungannya

c. Meningkatkan peran serta masyarakat dan lintas sektor, sehingga dapat


menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Desa Siaga

1. Pengertian

Desa siaga merupakan strategi baru pembangunan kesehatan. Desa

siaga lahir sebagai respon pemerintah terhadap masalah kesehatan di Indonesia

yang tak kunjung selesai. Tingginya angka kematian ibu dan bayi, munculnya

kembali berbagai penyakit lama seperti tuberkulosis paru, merebaknya berbagai

penyakit baru yang bersifat pandemik seperti SARS, HIV/AIDS dan flu burung

serta belum hilangnya penyakit endemis seperti diare dan demam berdarah

merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia. Bencana alam yang sering

menimpa bangsa Indonesia seperti gunung meletus, tsunami, gempa bumi,

banjir, tanah longsor dan kecelakaan massal menambah kompleksitas masalah

kesehatan di Indonesia.

Desa siaga merupakan salah satu bentuk reorientasi pelayanan

kesehatan dari sebelumnya bersifat sentralistik dan top down menjadi lebih

partisipatif dan bottom up. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 564/MENKES/SK/VI II/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan

Pengembangan Desa siaga,


Desa siaga merupakan desa yang penduduknya memiliki kesiapan

sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi

masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara

mandiri. Desa siaga adalah suatu konsep peran serta dan pemberdayaan

masyarakat di tingkat desa, disertai dengan pengembangan kesiagaan dan

kesiapan masyarakat untuk memelihara kesehatannya secara mandiri.

Desa yang dimaksud di sini dapat berarti kelurahan atau nagari atau

istilah-istilah lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas

wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat, berdasarkan asalusul dan adat-istiadat setempat yang

diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (Depkes, 2007).

Konsep desa siaga adalah membangun suatu sistem di suatu desa yang

bertanggung jawab memelihara kesehatan masyarakat itu sendiri, di bawah

bimbingan dan interaksi dengan seorang bidan dan 2 orang kader desa. Di

samping itu, juga dilibatkan berbagai pengurus desa untuk mendorong peran

serta masyarakat dalam program kesehatan seperti imunisasi dan posyandu

(Depkes 2009).

2. Tujuan Umum pengembangan desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa

yang sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di

wilayahnya. Selanjutnya, secara khusus, tujuan pengembangan desa siaga

(Depkes, 2006), adalah :


a. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang

pentingnya kesehatan.

b. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa.

c. Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup

bersih dan sehat.

d. Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.

Suatu desa dikatakan menjadi desa siaga apabila memenuhi kriteria

berikut (Depkes, 2006)

a. Memiliki 1 orang tenaga bidan yang menetap di desa tersebut dan sekurang-

kurangnya 2 orang kader desa.

b. Memiliki minimal 1 bangunan pos kesehatan desa (poskesdes) beserta

peralatan dan perlengkapannya. Poskesdes tersebut dikembangkan oleh

masyarakat yang dikenal dengan istilah upaya kesehatan bersumber daya

masyarakat (UKBM) yang melaksanakan kegiatan-kegiatan

minimal :Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang berpotensi

menjadi kejadian luar biasa serta faktor-faktor risikonya.Penanggulangan

penyakit menular dan yang berpotensi menjadi KLB serta kekurangan gizi,

Kesiapsiagaan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan

kesehatan., Pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan

kompetensinya, Kegiatan pengembangan seperti promosi kesehatan, kadarzi,

PHBS, penyehatan lingkungan dan lain-lain.


3. Prinsip pengembangan desa siaga (Depkes, 2008), yaitu :

a. Desa siaga adalah titik temu antara pelayanan kesehatan dan program

kesehatan yang diselenggarakan oleh pemerintah dengan upaya masyarakat

yang terorganisir.

b. Desa siaga mengandung makna “kesiapan” dan “kesiagaan” Kesiagaan

masyarakat dapat didorong dengan memberi informasi yang akurat dan cepat

tentang situasi dan masalah-masalah yang mereka hadapi.

c. Prinsip respons segera. Begitu masyarakat mengetahui adanya suatu

masalah, mereka melalui desa siaga, akan melakukan langkah-langkah yang

perlu dan apabila langkah tersebut tidak cukup, sistem kesehatan akan

memberikan bantuan (termasuk pustu, puskesmas, Dinkes, dan RSUD).

d. Desa siaga adalah “wadah” bagi masyarakat dan sistem pelayanan

kesehatan untuk menyelenggarakan berbagai program kesehatan.

Secara organisasi, koordinasi dan kontrol proses pengembangan desa

siaga dilakukan oleh sebuah organisasi desa siaga. Organisasi desa siaga ini

berada di tingkat desa/kelurahan dengan penanggung jawab umum kepala desa

atau lurah. Sedangkan pengelola kegiatan harian desa siaga, bertugas

melaksanakan kegiatan lapangan seperti pemetaan balita untuk penimbangan

dan imunisasi, pemetaan ibu hamil, membantu tugas administrasi di poskesdes

dan lain-lain.
4. Kegiatan pokok desa siaga

a. Surveilans dan pemetaan : Setiap ada masalah kesehatan di rumah tangga

akan dicatat dalam kartu sehat keluarga. Selanjutnya, semua informasi

tersebut akan direkapitulasi dalam sebuah peta desa (spasial) dan peta

tersebut dipaparkan di poskesdes.

b. Perencanaan partisipatif: Perencanaan partisipatif di laksanakan melal ui

survei mawas diri (SMD) dan musyawarah masyarakat desa (MMD). Melalui

SMD, desa siaga menentukan prioritas masalah. Selanjutnya, melalui MMD,

desa siaga menentukan target dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk

mencapai target tersebut. Selanjutnya melakukan penyusunan anggaran.

c. Mobilisasi sumber daya masyarakat : Melalui forum desa siaga, masyarakat

dihimbau memberikan kontribusi dana sesuai dengan kemampuannya. Dana

yang terkumpul bisa dipergunakan sebagai tambahan biaya operasional

poskesdes. Desa siaga juga bisa mengembangkan kegiatan peningkatan

pendapatan, misalnya dengan koperasi desa. Mobilisasi sumber daya

masyarakat sangat penting agar desa siaga berkelanjutan (sustainable).

d. Kegiatan khusus: Desa siaga dapat mengembangkan kegiatan khusus yang

efektif mengatasi masalah kesehatan yang diprioritaskan. Dasar penentuan

kegiatan tersebut adalah pedoman standar yang sudah ada untuk program

tertentu, seperti malaria, TBC dan lain-lain. Dalam mengembangkan kegiatan

khusus ini, pengurus desa siaga dibantu oleh fasilitator dan pihak

puskesmas.
e. Monitoring kinerja : Monitoring menggunakan peta rumah tangga sebagai

bagian dari surveilans rutin. Setiap rumah tangga akan diberi Kartu

Kesehatan Keluarga untuk diisi sesuai dengan keadaan dalam keluarga

tersebut. Kemudian pengurus desa siaga atau kader secara berkala

mengumpulkan data dari Kartu Kesehatan Keluarga untuk dimasukkan dalam

peta desa.

f. Manajemen keuangan: Desa siaga akan mendapat dana hibah (block grant)

setiap tahun dari DHS-2 guna mendukung kegiatannya. Besarnya sesuai

dengan proposal yang diajukan dan proposal tersebut sebelumnya sudah

direview oleh Dewan Kesehatan Desa, kepala desa, fasilitator dan

Puskesmas. Untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas, penggunaan

dana tersebut harus dicatat dan dilaporkan sesuai dengan pedoman yang

ada.

B. Konsep Dasar Angaka Kematian Ibu

1. Pengertian

Kematian maternal atau kematian ibu menurut batasan dari The Tenth

Revision of International Cassification of Diseases (ICD-10) adalah kematian

wanita yang terjadi pada saat kehamilan atau dalam 42 hari setelah kehamilan,

tidak tergantung dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang

berhubungan dengan kehamilan, atau yang diperberat oleh kehamilan tersebut,


atau penanganannya, akan tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh

kecelakaan atau kebetulan (WHO, 2015).

2. Penyebab Kematian Ibu

Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung.

Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan,

atau masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari

komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung merupakan akibat dari penyakit

yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh

terhadap kehamilan, misalnya malaria, anemia, HIV/AIDS, dan penyakit

kardiovaskular (Saifudin, 2010).

Penyebab kematian langsung kematian ibu di Indonesia didominasi oleh

perdarahan pasca persalinan, hipertensi/eklamsia, dan infeksi. Penyebab tidak

langsung kematian ibu adalah masih banyaknya kasus 3 terlambat dan 4 terlalu

(GKIA, 2016). Kasus 3 terlambat, meliputi :

a. Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil keputusan.

b. Terlambat dirujuk ke fasilitas kesehatan.

c. Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Kasus 4 terlalu, meluputi :

a. Terlalu tua hamil (diatas usia 35 tahun)

b. Terlalu muda hamil (dibawah usia 20 tahun)


c. Terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4)

d. Terlalu dekat jarak antar kelahiran (kurang dari 2 tahun)

3. Faktor-Faktor Risiko Kematian Ibu

Menurut Mcarthy dan Maine (1992) kematian maternal dipengaruhi oleh 3

determinan, yaitu determinan dekat, determinan antara dan determinan jauh.

a. Determinan Dekat

Determinan dekat merupakan proses yang paling dekat terhadap

kejadian kematian maternal, yang meliputi kehamilan itu sendiri dan

komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas. Tiap wanita hamil

memiliki risiko komplikasi yang berbeda, dibedakan menjadi ibu hamil risiko

rendah dan ibu hamil risiko tinggi. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :

Perdarahan Perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu antara lain

adalah perdarahan karena abortus, perdarahan ektopik terganggu,

perdarahan antepartum, dan perdarahan postpartum.

b. Determinan antara

Determinan antara merupakan keadaan atau hal-hal yang

melatarbelakangi dan menjadi penyebab langsung serta tidak langsung dari

kematian ibu meliputi status kesehatan ibu, status reproduksi, akses

terhadap pelayanan kesehatan dan perilaku penggunaan pelayanan

kesehatan antara lain :


1) Status Kesehatan Ibu

Menurut McCarthy dan Maine status kesehatan ibu yang

berpengaruh terhadap kejadian kematian maternal meliputi status gizi,

anemia, riwayat penyakit yang diderita ibu, dan riwayat komplikasi pada

kehamilan dan persalinan sebelumnya, antaralain Status Gizi, Status

Anemia, Riwayat penyakit, dan Riwayat komplikasi persalinan

sebelumnya.

2) Status Reproduksi

Status reproduksi yang berperan penting terhadap kejadian

kematian ibu adalah umur ibu hamil, jumlah kelahiran, jarak kehamilan

dan status perkawinan ibu (McCharty dan Maine, 1992)

3) Akses terhadap Pelayanan Kesehatan

Umumnya kematian maternal di negara – negara

berkembang,berkaitan dengan setidaknya satu dari tiga keterlambatan

(The Three Delay Models).Keterlambatan pertama sering dipengaruhi

lambatnya pengambilan keputusan dari pihak keluarga. Pengenalan tanda

bahaya oleh tenaga kesehatan juga memengaruhi ketepatan

waktupengambilan keputusan merujuk, hambatan biaya, transportasi,

serta keterlambatan petugas Kesehatan dalam menangani kasus-kasus

rujukan. (GKIA, 2016)

4) Perilaku Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Perilaku penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan antara lain

meliputi perilaku penggunaan alat kontrasepsi, dimana ibu yang mengikuti


program Keluarga Berencana (KB) akan lebih jarang melahirkan

dibandingkan dengan ibu yang tidak ber KB, perilaku pemeriksaan

antenatal, dimana ibu yang melakukan pemeriksaan antenatal secara

teratur akan terdeteksi masalah kesehatan dan komplikasinya, penolong

persalinan, dimana ibu yang ditolong oleh dukun berisiko lebih besar

untuk mengalami kematian dibandingkan dengan ibu yang melahirkan

dibantu oleh tenaga kesehatan, serta tempat persalinan, dimana

persalinan yang dilakukan di rumah akan menghambat akses untuk

mendapatkan pelayanan rujukan secara cepat apabila sewaktu-waktu

dibutuhkan. (WHO dalam Fibriana,2007).

c. Determinan jauh

Determinan jauh ini tidak secara langsung mempengaruhi kematian

maternal, akan tetapi faktor sosio kultural, ekonomi, dan faktorfaktor lain juga

perlu dipertimbangkan dan disatukan dalam pelaksanaan intervensi

penanganan kematian maternal.

1) Pendidikan

wanita yang berpendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan

kesehatan diri dan keluarganya, sedangkan wanita dengan tingkat

pendidikan yang rendah, menyebabkan kurangnya pengertian mereka

akan bahaya yang dapat menimpa ibu hamil maupun bayinya terutama

dalam hal kegawatdaruratan kehamilan dan persalinan. Ibu-ibu terutama

di daerah pedesaan atau daerah terpencil dengan pendidikan rendah,


tingkat independensinya untuk mengambil keputusanpun rendah.

Pengambilan keputusan masih berdasarkan pada budaya „berunding‟

yang berakibat pada keterlambatan merujuk.

Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga tentang tandatanda

bahaya pada kehamilan mendasari pemanfaatan system rujukan yang

masih kurang. Ditemukan bahwa faktor yang berpengaruh paling penting

dalam perilaku mencari pelayanan kesehatan antenatal adalah

pendidikan. 90% wanita yang berpendidikan minimal sekolah dasar telah

mencari pelayanan kesehatan antenatal. (Saifudin, 2010)

2) Social ekonomi

Tingkat sosial ekonomi terbukti sangat berpengaruh terhadap

kondisi kesehatan fisik dan psikologis ibu hamil. Ibu hamil yang lebih

tinggi sosial ekonominya akan lebih fokus untuk mempersiapkan fisik dan

mentalnya sebagai seorang ibu. ibu hamil yang lebih rendah ekonominya

maka ia akan mendapat banyak kesulitan, terutama masalah pemenuhan

kebutuhan primer. (Jannah, 2012)

3) Wilayah Tempat Tinggal

Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan

kesehatan dalam pelaksanaan antenatal care. Ibu hamil yang tinggal di

wilayah terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolisir dan

transportasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk menempuh perjalanan

ke tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu yang lama,


sementara ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya (Meilani,dkk,

2009). Kejadian kematian ibu lebih tinggi pada Wanita yang tinggal di

daerah pedesaan dan di antara komunitas yang lebih miskin. (WHO.

2018).

C. Peran Bidan Dalam Pengembangan Desa Siaga Dalam Upaya Penurunan

Angka Kematian IBU (AKI)

1. Pelayanan yang di lakukan

Melaksanakan pelayanan pra konsepsi, KB, Pemeriksaan Kehamilan,

Pertolongan Persalinan ,Nifas serta penyuluhan kesehatan.

2. Pendidikan Kesehatan Yang dilakukan Bidan

a. Memberikan penyuluhan tentang Kesehatan reproduksi remaja, yang meliputi

usia yang ideal dalan pernikahan, di sekolah menengah pertama dan atas.

b. Sosialisasi tentang Program Perencanaan Persalinan dan penanganan

Komplikasi (P4K)

3. Aplikatif Bidan Dalam mengelola Desa Siaga.

a. Berkoordinasi dengan pihak sekolah SLTP dan SMA guna melaksanakan

kegiatan penuyluhan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja, yang meliputi

Usia yang ideal untuk menikah, serta resiko komplikasi kehamilan usia dini.

b. Koordinasi dengan lintas sector terkait untuk ikut serta dalam

mensosialisasikan Program Perencanaan Persalinan dan Komplikasi (P4K).

yaitu Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh bidan sebagai upaya untuk

meningkatkan pengetahuan ibu hamil, suami dan keluarga tentang


Kehamilan berisiko; Bahaya kehamilan; Ajakan pada ibu, suami dan keluarga

untuk merencanakan persalinan.Yang bertujuan agar Suami, keluarga dan

masyarakat paham tentang bahaya persalinan; Adanya rencana persalinan

yang aman; Adanya rencana kontrasepsi yang akan di pakai; Adanya

dukungan masyarakat, Toma, kader, dukung untuk ikut KB pasca persalinan;

Adanya dukungan sukarela dalam persiapan biaya, transportasi, donor darah;

Memantapkan kerjasama antara bidan, dukun bayi dan kader.

c. Membuka Tabulin di Posyandu -posyandu yang ada di wilayah tersebut, agar

ibu hamil bisa mempersiapkan dana untuk persalinan.

4. Monitoring dan Evaluasi

a. Seluruh ibu hamil terdata, masih ada beberapa ibu hamil blm melakukan

pemeriksaan ke posyandu dan fasilitas Kesehatan.

b. Masih ada Kader Kesehatan yang belum aktif dalam hal memberi informasi

mengenai jadwal kegiatan posyandu kepada masyarakat.

c. Kerja sama antara Bidan dan Dukun belum terjalin dengan baik.

d. Sudah ada Tabulin di Posyandu.

e. Penyuluhan Kesehatan di sekolah dan di masyarakat terlaksana

f. Stiker P4K masih ada yang belum terpasang di rumah ibu hamil.

5. Hambatan

a. Jarak antara rumah ibu hamil dengan posyandu dan fasilitas Kesehatan

sangat jauh.

b. Masih ada dukun yang melakukan praktek pertolongan persalinan tanpa

berkoordinasi dengan bidan.


BAB III

PEMBAHASAN

A. Strategi Penanganan Masalah

Koordinasi dengan lintas sector terkait, Ketua RT, ketua RW, kepala desa

dan tokoh masyarakat setempat, agar dapat memberikan dukungan dalam hal

mengatasi masalah tersebut. Dalam hal :

1. membuka Posyandu baru bagi warga yang rumahnya jauh dari fasilitas

Kesehatan.

2. Menjalin kemitraan dengan dukun

3. Meningkatkan peran serta kader Kesehatan agar lebih memberikan perhatian

khusus terhadap ibu hamil tersebut, dalam hal memberi informasi jadwal

pelayanan posyandu, dan mendampingi ibu untuk memeriksakan diri ke fasilitas

Kesehatan.

4. Membuka Tabulin di Posyandu -posyandu yang ada di wilayah tersebut, agar ibu

hamil bisa mempersiapkan dana untuk persalinan.

B. Inovasi
Membentuk kader pendampingan ibu hamil, dalam hal mengunjungi ibu untuk

mengajak keposyandu, , memantau ibu hamil sampai ibu tersebut melahirkan,

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konsep desa siaga adalah membangun suatu sistem di suatu desa yang

bertanggung jawab memelihara kesehatan masyarakat itu sendiri, di bawah

bimbingan dan interaksi dengan seorang bidan dan 2 orang kader desa. Di samping

itu, juga dilibatkan berbagai pengurus desa untuk mendorong peran serta

masyarakat dalam program kesehatan seperti imunisasi dan posyandu

Dalam pelayanan kesehatan, peran bidan tidak semata-mata hanya

memberikan tindakan medis kesehatan akan tetapi juga memberikan pengarahan

atau bimbingan, memotivasi masyarakat, mentransfer ilmu dan mengajak warga

untuk berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan, serta menjembatani kegiatan

masyarakat dan mencari dukungan dari berbagai pihak.

Anda mungkin juga menyukai