1. Bagi Masyarakat
a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan yankes dasar, terutama berkaitan
dengan penurunan AKI dan AKB .
b. Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan terutama
terkait kesehatan ibu dan anak.
c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain terkait.
2. Bagi Kader, Pengurus Posyandu dan Tokoh Masyarakat
a. Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait den
b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan masalah
kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB.
Lanjutan…….
3. Bagi Puskesmas
- Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
- Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan sesuai
kondisi setempat.
- Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga dan dana melalui pemberian pelayanan secara terpadu
4. Bagi sektor lain
- Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor terkait,
utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi setempat.
- Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan tupoksi
masing-masing sektor.
LOKASI : Di setiap desa/kelurahan, bila dibutuhkan dan mampu, dapat didirikan di
RW, dusun, nagari
Pos Pembinaan Terpadu (POSBINDU)
untuk Penyakit Tidak Menular
upaya kesehatan berbasis masyarakat yang sekaligus
promotif dan preventif, dalam menanggulangi penyakit
tidak menular atau PTM.
PTM yang paling diprioritaskan adalah untuk diabetes
mellitus (DM), kanker, penyakit jantung dan pembuluh
darah (PJPD), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
dan gangguan akibat kecelekaan dan tindak kekerasan.
TUJUAN
1. Deteksi faktor risiko ptm oleh masy sedini
mungkin
2. Terselenggaranya penanganan faktor risiko
PTM oleh masy sesegera mungkin
3. Terselenggaranya kegiatan pemantauan FR
PTM oleh masy sebaik mungkin
Pelaksanaan Posbindu :
1. Petugas kesehatan dan masyarakat akan bersama memantau faktor risiko
PTM dengan memeriksa kondisi kesehatan masyarakat walaupun mereka tidak
sakit. Inilah yang harus dilaksanakan secara rutin. Sedangkan untuk sistem
yang periodik, pemeriksaan kesehatan akan dilakukan secara berkala.
2. Adanya konseling tentang penyakit tidak menular seperti diet yang tidak baik,
merokok dan lain sebagainya.
3. Penyuluhan atau dialog interaktif sesuai masalah yang paling harus
diperhatikan.
4. Olahraga bersama, jalan sehat.
5. Rujukan ke puskesmas untuk faktor risiko sesuai kriteria klinis.
Petugas POSBINDU :
Tenaga kesehatan yang bertugas di Posbindu adalah para kader kesehatan. 5 orang kader akan dibantu
tenaga kesehatan puskesmas setempat.
Berikut adalah bentuk penugasan yang lebih detil:
1. Koordinator: Ia adalah ketua atau penanggung jawab kegiatan yang akan berkoordinasi dengan
pihak puskesmas untuk menangani masyarakat yang butuh bantuan medis lebih lanjut. Ia juga
berkoordiasi dengan para Pembina terkait diwilayahnya.
2. Kader Penggerak: Satu dari 5 kader ini adalah anggota yang paling aktif di posbindu serta yang
berpengaruh dan komunikatif untuk menggerakkan masyarakat, sekaligus melakukan wawancara.
3. Kader Pemantau: Anggota yang aktif dalam melakukan deteksi atau pengukuran faktor risiko PTM.
4. Kader Konselor: Seorang kader konselor adalah sosok yang telah menjadi panutan dalam penerapan
gaya hidup sehat, bertugas melakukan konseling, edukasi, motivasi serta menindaklanjuti rujukan
dari puskesmas.
5. Kader Pencatat: Kader pencatat adalah anggota yang aktif untuk mencatat hasil kegiatan posbindu
dan melaporkan kepada coordinator posbindu PTM.
Manfaat Penyelenggaraan Pos Pembinaan Terpadu PTM
1. Mawas Diri = Faktor risiko PTM yg kurang menimbulkan gejala secara bersamaan dpt
terdeteksi & terkendali secara dini
2. Membudayakan Gaya Hidup Sehat dalam lingkungan yg kondusif
3. Mudah Dijangkau = Diselenggarakan di lingkungan tempat tinggal masyarakat/lingkungan
tempat kerja dgn jadwal yang disepakati
4. Murah Dilaksanakan = Dilakukan oleh masyarakat dgn iuran yg disepakati/sesuai kemampuan
masyarakat
5. Metodologis & Bermakna secara klinis
= Kegiatan dpt dipertanggung jawabkan secara medis
= Dilaksanakan oleh kader khusus dan bertanggung jawab yg telah mengikuti pelatihan
metode deteksi dini atau edukator P2PTM
Desa siaga
Dasar Hukum : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
564/MENKES/SK/VI II/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa
siaga.
desa siaga merupakan desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan,
bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri.
Desa siaga adalah suatu konsep peran serta dan pemberdayaan masyarakat di tingkat
desa, disertai dengan pengembangan kesiagaan dan kesiapan masyarakat untuk
memelihara kesehatannya secara mandiri.
Desa siaga merupakan strategi baru pembangunan kesehatan. Desa siaga lahir sebagai
respon pemerintah terhadap masalah kesehatan di Indonesia yang tak kunjung selesai
Konsep desa siaga adalah membangun suatu sistem di
suatu desa yang bertanggung jawab memelihara
kesehatan masyarakat itu sendiri, di bawah bimbingan
dan interaksi dengan seorang bidan dan 2 orang kader
desa. Di samping itu, juga dilibatkan berbagai pengurus
desa untuk mendorong peran serta masyarakat dalam
program kesehatan seperti imunisasi dan posyandu
(Depkes 2009).
Tujuan Pengembangan Desa Siaga
adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayahnya.
Selanjutnya, secara khusus, tujuan pengembangan desa siaga (Depkes, 2006),
adalah :
1. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya
kesehatan.
2. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa.
3. Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup
bersih dan sehat.
4. Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.
Kriteria Desa Siaga
Suatu desa dikatakan menjadi desa siaga apabila memenuhi kriteria berikut (Depkes, 2006) :
1. Memiliki 1 orang tenaga bidan yang menetap di desa tersebut dan sekurang-kurangnya 2 orang
kader desa.
2. Memiliki minimal 1 bangunan pos kesehatan desa (poskesdes) beserta peralatan dan
perlengkapannya. Poskesdes tersebut dikembangkan oleh masyarakat yang dikenal dengan istilah
upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) yang melaksanakan kegiatan-kegiatan
minimal :
• Pengamatan epidemiologis penyakit menular dan yang berpotensi menjadi kejadian luar biasa
serta faktor-faktor risikonya.
• Penanggulangan penyakit menular dan yang berpotensi menjadi KLB serta kekurangan gizi.
• Kesiapsiagaan penanggulangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
• Pelayanan kesehatan dasar, sesuai dengan kompetensinya.
• Kegiatan pengembangan seperti promosi kesehatan, kadarzi, PHBS, penyehatan lingkungan dan
lain-lain.
Prinsip pengembangan desa siaga (Depkes, 2008),
yaitu :
1. Desa siaga adalah titik temu antara pelayanan kesehatan dan program kesehatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah dengan upaya masyarakat yang terorganisir.
2. Desa siaga mengandung makna “kesiapan” dan “kesiagaan” Kesiagaan masyarakat
dapat didorong dengan memberi informasi yang akurat dan cepat tentang situasi dan
masalah-masalah yang mereka hadapi.
3. Prinsip respons segera. Begitu masyarakat mengetahui adanya suatu masalah, mereka
melalui desa siaga, akan melakukan langkah-langkah yang perlu dan apabila langkah
tersebut tidak cukup, sistem kesehatan akan memberikan bantuan (termasuk pustu,
puskesmas, Dinkes, dan RSUD).
4. Desa siaga adalah “wadah” bagi masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan untuk
menyelenggarakan berbagai program kesehatan.
Tugas