TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Desa siaga merupakan salah satu bentuk reorientasi pelayanan kesehatan dari
sebelumnya bersifat sentralistik dan top down menjadi lebih partisipatif dan bottom
up. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
564/MENKES/SK/VI II/2006, tentang Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa
siaga, desa siaga merupakan desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya
dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah
kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Desa siaga
adalah suatu konsep peran serta dan pemberdayaan masyarakat di tingkat desa,
disertai dengan pengembangan kesiagaan dan kesiapan masyarakat untuk memelihara
kesehatannya secara mandiri.
Desa yang dimaksud di sini dapat berarti kelurahan atau nagari atau istilah-istilah
lain bagi kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depkes, 2007). Konsep
desa siaga adalah membangun suatu sistem di suatu desa yang bertanggung jawab
memelihara kesehatan masyarakat itu sendiri, di bawah bimbingan dan interaksi
dengan seorang bidan dan 2 orang kader desa. Di samping itu, juga dilibatkan
berbagai pengurus desa untuk mendorong peran serta masyarakat dalam program
kesehatan seperti imunisasi dan posyandu (Depkes 2009).
1. Surveilans dan pemetaan : Setiap ada masalah kesehatan di rumah tangga akan dicatat
dalam kartu sehat keluarga. Selanjutnya, semua informasi tersebut akan direkapitulasi
dalam sebuah peta desa (spasial) dan peta tersebut dipaparkan di Poskesdes.
2. Perencanaan partisipatif: Perencanaan partisipatif di laksanakan melaui survei mawas
diri (SMD) dan musyawarah masyarakat desa (MMD). Melalui SMD, desa siaga
menentukan prioritas masalah. Selanjutnya, melalui MMD, desa siaga menentukan
target dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai target tersebut.
Selanjutnya melakukan penyusunan anggaran.
3. Mobilisasi sumber daya masyarakat : Melalui forum desa siaga, masyarakat dihimbau
memberikan kontribusi dana sesuai dengan kemampuannya. Dana yang terkumpul
bisa dipergunakan sebagai tambahan biaya operasional poskesdes. Desa siaga juga
bisa mengembangkan kegiatan peningkatan pendapatan, misalnya dengan koperasi
desa. Mobilisasi sumber daya masyarakat sangat penting agar desa siaga
berkelanjutan (sustainable).
4. Kegiatan khusus: Desa siaga dapat mengembangkan kegiatan khusus yang efektif
mengatasi masalah kesehatan yang diprioritaskan. Dasar penentuan kegiatan tersebut
adalah pedoman standar yang sudah ada untuk program tertentu, seperti malaria, TBC
dan lain-lain. Dalam mengembangkan kegiatan khusus ini, pengurus desa siaga
dibantu oleh fasilitator dan pihak puskesmas.
5. Monitoring kinerja : Monitoring menggunakan peta rumah tangga sebagai bagian dari
surveilans rutin. Setiap rumah tangga akan diberi Kartu Kesehatan Keluarga untuk
diisi sesuai dengan keadaan dalam keluarga tersebut. Kemudian pengurus desa siaga
atau kader secara berkala mengumpulkan data dari Kartu Kesehatan Keluarga untuk
dimasukkan dalam peta desa.
6. Manajemen keuangan: Desa siaga akan mendapat dana hibah (block grant) setiap
tahun dari DHS-2 guna mendukung kegiatannya. Besarnya sesuai dengan proposal
yang diajukan dan proposal tersebut sebelumnya sudah direview oleh Dewan
Kesehatan Desa, kepala desa, fasilitator dan Puskesmas. Untuk menjaga transparansi
dan akuntabilitas, penggunaan dana tersebut harus dicatat dan dilaporkan sesuai
dengan pedoman yang ada.
Dengan adanya program desa siaga ini, diharapkan dapat meningkatkan kesehatan
lingkungan masyarakat. Serta dapat menjadi sebuah solusi dalam menanggulangi
penyakit dan maupun bencana di desa amin jaya.Desa Siaga merupakan desa yang
penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk
mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan
kesehatan secara mandiri. Desa siaga adalah suatu konsep peran serta dan
pemberdayaan masyarakat di tingkat desa, disertai dengan pengembangan kesiagaan
dan kesiapan masyarakat untuk memelihara kesehatannya secara mandiri.
Konsep desa siaga adalah membangun suatu sistem di suatu desa yang
bertanggung jawab memelihara kesehatan masyarakat itu sendiri, di bawah
bimbingan dan interaksi dengan bidan dan kader desa. Di samping itu, juga dilibatkan
berbagai pengurus desa untuk mendorong peran serta masyarakat dalam program
kesehatan seperti imunisasi dan posyandu.
Desa siaga merupakan strategi baru pembangunan kesehatan. Desa siaga lahir
sebagai respon pemerintah terhadap masalah kesehatan di Indonesia yang tak kunjung
selesai. Tingginya angka kematian ibu dan bayi, munculnya kembali berbagai
penyakit lama seperti tuberkulosis paru, merebaknya berbagai penyakit baru yang
bersifat pandemik seperti SARS, HIV/AIDS dan flu burung serta belum hilangnya
penyakit endemis seperti diare dan demam berdarah merupakan masalah utama
kesehatan di Indonesia. Bencana alam yang sering menimpa bangsa Indonesia seperti
gunung meletus, tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan kecelakaan massal
menambah kompleksitas masalah kesehatan di Indonesia.
Suatu desa dikatakan menjadi desa siaga apabila memenuhi kriteria berikut
(Depkes, 2006)
1. Memiliki 1 orang tenaga bidan yang menetap di desa tersebut dan sekurang-
kurangnya 2 orang kader desa.
2. Memiliki minimal 1 bangunan pos kesehatan desa (poskesdes) beserta peralatan
dan perlengkapannya. Poskesdes tersebut dikembangkan oleh masyarakat yang
dikenal dengan istilah upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM)
yang melaksanakan kegiatan-kegiatan minimal :
1. Pada tahap 1 dilakukan sosialisasi dan survei mawas diri (SMD), dengan kegiatan
antara lain : Sosialisasi, Pengenalan kondisi desa, Membentuk kelompok
masyarakat yang melaksanakan SMD, pertemuan pengurus, kader dan warga desa
untuk merumuskan masalah kesehatan yang dihadapi dan menentukan masalah
prioritas yang akan diatasi.
2. Pada tahap 2 dilakukan pembuatan rencana kegiatan. Aktivitasnya, terdiri dari
penentuan prioritas masalah dan perumusan alternatif pemecahan masalah.
Aktivitas tersebut, dilakukan pada saat musyawarah masyarakat 2 (MMD-2).
Selanjutnya, penyusunan rencana kegiatan, dilakukan pada saat musyawarah
masyarakat 3 (MMD-3). Sedangkan kegiatan antara lain memutuskan prioritas
masalah, menentukan tujuan, menyusun rencana kegiatan dan rencana biaya,
pemilihan pengurus desa siaga, presentasi rencana kegiatan kepada masyarakat,
serta koreksi dan persetujuan masyarakat.
3. Tahap 3, merupakan tahap pelaksanaan dan monitoring, dengan kegiatan berupa
pelaksanaan dan monitoring rencana kegiatan.
4. Tahap 4, yaitu : kegiatan evaluasi atau penilaian, dengan kegiatan berupa
pertanggung jawaban.
B.KEMITRAAN.
Prinsip-prinsip kemitraan
o Untuk meningkatkan cakupan strata Desa Siaga Aktif sebagai cara efektif untuk
menurunkan AKI dan AKB di kabupaten
o Sebuah mekanisme yg mendukung pemerintah untuk mempercepat pencapaian
program desa siaga melalui kerjasama terintegrasi pemerintah dan swasta dengan
melakukan pembinaan dan menggerakan masyarakat dalam rangka menurunkan
angka kematian ibu, bayi dan Balita serta menurunkan infeksi diare dan penyakit
menular lainnya.
Penyusunan Strategi dan Action Plan
A.Konsep Kemitraan
Kemitraan bidan, dukun bayi dan kader posyandu adalah suatu bentuk kerja sama
bidan dengan dukun bayi dan kader posyandu yang saling menguntungkan dengan
prinsip keterbukaan, kesetaraan, dan kepercayaan dalam upaya untuk menyelamatkan ibu
dan bayi baru lahir. Kemitraan tersebut menempatkan bidan sebagai penolong persalinan
dan mengalihfungsikan peran dukun bayi dari penolong persalinan menjadi bayı dari
penolong persalinan menjadi mitra bidan dalam perawatan ibu dan bayi secara non medis
serta mendorong kader posyandu sebagai pihak yang memediasi dan memfasilitasi
masyarakat dan dukun bayi agar seluruh proses persalinaan dilakukan oleh bidan atau
tenaga kesehatan terlatih.
Kegiatan bidan mencakup aspek medis, sedangkan kegiatan dukun bayi dan kader
kesehatan mencakup aspek non medis. Aspek medis adalah proses pengelolaan dan
pelayanan program kesehatan ibu dan anak mulai dari perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan dan penilaian (evaluasi). Aspek non medis adalah menggerakkan keterlibatan
individu, keluarga (termasuk pasangan ibu hamil), dan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan ibu dan anak, serta memberdayakan ibu hamil dan keluarganya.
Pelayanan kesehatan ibu dan anak mencakup kegiatan yang dilakukan bidan
dalam melaksanakan asuhan kebidanan sesuai wewenang, etika dan tanggung jawab
bidan. Tugas dukun bayi menolong persalinan menjadi dialihkan merujuk ibu hamil dan
merawat ibu nifas dan bayi baru lahir berdasarkan kesepakatan antara bidan dan dukun
bayi. Kader posyandu bersama dukun bayi memberdayakan tradisi setempat
B. Prinsip Kemitraan
Kemitraan hanya dapat dibentuk bila ada lebih dari satu orang atau satu organisasi
yang akan bekerjasama, dalam hal ini adalah bidan, dukun bayi dan kader posyandu.
Untuk mencapai suatu kemitraan ada beberapa prinsip yang digunakan ;
1.Kesetaraan
Kesetaraan yang dimaksud adalah saling menghargai pengetahuan,
pengalaman, keberadaan dan keahlian mitranya. Jadi harus dimulai dari menerima
mitra apa adanya setara dengan dirinya.
Bermitra artinya adanya kerjasama antara bidan dan dukun bayi dalam
menolong persalinan. Kerjasamanya saat persalinan, bagian dukun bayi adalah
bagian atas badan ibu yang bersalin, dukun hanya mengurut dan memijat mijat si
ibu dan bagian bidan adalah bagian bawah badan ibu bersalin artinya yang
menolong persalinan. Bermitra itu artinya meronga-ronga. Dengan menjalin
kerjasama dengan dukun bayi, pekerjaan terbantu dan lebih ringan. Selain itu
dukun bayi membantu mensupport si ibu untuk mengejan dan memijit. Apalagi
dukun bayi umumnya adalah mereka yang sudah sangat dekat dengan masyarakat.
Jadi dukun bayi biasanya lebih tahu terlebih dahulu jika ada pasien yang hamil."
(Bidan Hasriati - Kota Kendari)
2.Keterbukaan
3.Saling menguntungkan
Kemitraan yang dimaksud adalah tidak ada yang kehilangan atau kerugian
yang diterima pada salah satu pihak, tetapi terjadi sinergi dari para pihak. Dengan
demikian harus dicari hal apa yang dapat disinergikan dan menyebabkan
keuntungan lebih besar untuk para pihak yang bermitra.
C. Landasan Kemitraan
Dalam suatu kerjasama yang berprinsip kemitraan ada beberapa landasan yang
harus dipenuhi para pihak yang bermitra atau biasa disebut Tujuh Saling, yaitu:
Bidan memiliki tugas dan fungsi utama dalam membantu persalinan ibu
hamil. Dukun bayi tidak melakukan tugas dan fungsi dalam membantu persalinan
ibu secara langsung. Tugas dan fungsi dukun bayi adalah mendorong agar proses
rujukan ibu bayi hanya kepada bidan atau tenaga kesehatan terlatih. Tugas dan
fungsi kader posyandu adalah mendorong penyadaran masyarakat tentang
perlunya pemeriksaan rutin ibu hamil, persalinan oleh bidan atau tenaga
kesehatan serta kesiapsiagaan masyarakat desa dalam penanganan ibu bayi yang
harus dirujuk ke rumah sakit.
3. Saling Menghubungi
Optimalisasi kemitraan antara bidan, dukun bayi dan kader posyandu perlu
terus ditingkatkan dengan upaya saling menghubungi di antara masing-masing.
4. Saling Mendekati
7.Saling Menghargai
Saling menghargai antara bidan, dukun bayi dan kader posyandu sangat
penting. Dukun bayi telah ada di masyarakat jauh sebelum keberadaan bidan
ataupun perkembangan ilmu kebidanan. Dukun bayi perlu menghargai
perkembangan ilmu dan teknologi kebidanan yang dimiliki dan ditugaskan oleh
pemerintah. Demikian pula saling menghargai juga penting diberikan kepada
kader posyandu yang banyak mendukung promosi kesehatan pemerintah kepada
masyarakat.
D.. Pihak-pihak yang terlibat dalam Kemitraan
Pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan bidan, dukun bayi dan kader
posyandu bukan saja pihak di desa/kelurahan, namun juga pihak-pihak terkait di
tingkat kabupaten/kota dan kecamatan. Berikut para pihak tersebut serta perannya.
Tingkat kabupaten
Dinas Kesehatan akan membentuk tim yang terdiri dari berbagai pihak
tersebut di atas. Tim tersebut akan bertugas memberikan pembinaan, pengawasan
dan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan Program ini.
Tingkat Kecamatan
Tingkat Desa/Kelurahan
C.PEMBERDAYAAN.
Pemberdayaan adalah kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dalam
berbagai bidang pelayanan masyarakat dewasa ini, penggunaan istilah pemberdayaan
kerap digunakan. Namun dalam prakteknya seringkali lupa akan makna hakiki
“pemberdayaan”.Pemberdayaan, merupakan terjemahan dari kata , empowerment ,
berasal dari bahasa latin ‘potere’ ” yang artinya memampukan . Ada 3 makna kata
“empowerment” dalam the on-line free dictionary, yaitu 1. the giving or delegation of
power or authority; authorization; 2. the giving of an ability; enablement or
permission.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pemberdayaan berasal dari
kata dasar “daya” yang mengandung beberapa makna yaitu 1. kemampuan melakukan
sesuatu atau kemampuan bertindak; 2 kekuatan; tenaga yg menyebabkan sesuatu
bergerak; 3 akal; ikhtiar; upaya.Dari uraian tersebut, pemberdayaan merujuk pada
menjadikan pihak yang diberdayakan mampu bertindak oleh karena kekuatan dan energy
yang dimilikinya dihasilkan dari suatu pemikiran, ikhtiar dan akal (“sehat”).
Berpusat pada klien dicirikan oleh sejauhmana klien telah menyadari adanya
suatu kebutuhan akan perubahan, memiliki cukup pengetahuan untuk kebutuhan
perubahan tersebut serta memiliki rasa percaya diri yang tinggi.Ada 3 C yang harus
terbangun dalam diri klien yaitu kesadaran akan perubahan (conciusness); tahu dan
terampil dalam bertindak (competence) serta percaya diri (confidence). Kondisi ini
menjadi sangat penting oleh karena perubahan perilaku yang mandiri dan menetap hanya
dapat dibangun bila klien menjadikan perubahan itu sebagai satu kebutuhan, mampu dan
percaya diri untuk bertindak.Terbangunnya 3 C dalam diri klien maka akan juga
menumbuhkan tanggung jawabnya sebagai satu-satunya pribadi yang paling mengenal
dan mengetahui kondisinya dan menjadi ahli untuk dirinya sendiri.
Funnell, & Anderson (2003) mengatakan , the role of health professionals to helps
patients make appropriate care recommendation, expert advice and support. Proffessional
need to give up feeling responsible for their patients and become responsible to them.
Peran provider kesehatan adalah membantu klien mengambil keputusan dan bertindak
secara tepat dengan menyediakan informasi, memberi rekomendasi, nasehat dan
dukungan kepada klien.Provider kesehatan perlu menyadari keberadaannya sebagai
“ahli” dalam berbagai masalah kesehatan namun klien adalah juga ahli dalam
kehidupannya sehingga keduanya harus bekerjasama secara seimbang dan saling
sinergi.Hal penting lain yang perlu dalam pemberdayaan adalah sikap provider kesehatan.
Ciechanowski, et. al (2004) mengatakan bahwa provider yang menunjukkan sikap
empati, responsif terhadap kebutuhan dan terhadap nilai-nilai yang dianut dapat
meningkatkan partisipasi dan otonomi klien dalam pengambilan keputusan dan
tindakan.Bagaimana Implikasi “pemberdayaan” dalam Program Seperti telah diuraikan
bahwa pemberdayaan memiliki 2 hal pokok yaitu memberi dan menerima tanggung
jawab, wewenang dan otoritas. Penerima adalah klien, dan pemberi adalah provider
kesehatan. Bagaimana provider kesehatan sebagai “pemberi” layanan menempatkan
posisinya secara tepat menjadi sangat penting.Sebagai pendekatan yang berpusat pada
klien, provider kesehatan seharusnya berperan sebagai motivator, kolaborator dan
fasilitator. Dalam ketiga peran tersebut, provider kesehatan membantu klien membangun
3 C dalam dirinya melalui penyediaan informasi yang cukup dan relevan sesuai
kebutuhan serta mudah diakses oleh klien.