Anda di halaman 1dari 40

HALAMAN

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masalah lingkungan terutama pencemaran kawasan pesisir cenderung
menampakkan gejala yang mengkhawatirkan. Pencemaran laut pada
umumnya terjadi karena adanya pemusatan penduduk, pariwisata, dan
industrialisasi didaerah pesisir sehingga menimbulkan pencemaran ekosistem
air.
Menurut Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan, Nelayan adalah kelompok
masyarakat yang rawan kemiskinan dikarenakan pekerjaannya sangat
dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan musim, sehingga dalam setahun rata-rata
nelayan hanya dapat melaut dalam 172 hari.
Masyarakat pesisir termasuk nelayan memiliki risiko kesehatan yang
tinggi sehingga perlu diberikan perhatian khusus dalam upaya pembangunan
kesehatan. Riza Damanik, Sekretaris Jendral Koalisi Rakyat untuk Keadilan
Perikanan mengatakan, saat ini kondisi pelayanan kesehatan masyarakat
nelayan khususnya yang berada di Indonesia Timur sangat memprihatinkan.
Peningkatan kesehatan masyarakat pesisir harus benar-benar dilakukan dan
menyentuh apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia pada tahun 2011
menunjukkan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 8.090 desa pesisir yang
tersebar di 300 kabupaten/kota pesisir. Dari 234,2 juta jiwa penduduk
Indonesia,ada 67,87 jiwa yang bekerja di sektor informal, dan sekitar 30
persen diantaranya adalah nelayan. (Wardah, Fathiyah. 2013).Menurut Data
hasil penelitian Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2006 mengenai
penyakit dan kecelakaan yang terjadi pada nelayan dan penyelam tradisional,
menyebutkan bahwa sejumlah nelayan di Pulau Bungin, Nusa Tenggara Barat
menderita nyeri persendian (57,5 persen) dan gangguan pendengaran ringan
sampai ketulian (11,3 persen). Sedangkan, nelayan di Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta, mengalami kasus barotrauma (41,37 persen) dan penyakit dekompresi
yang biasa menyerang penyelam (6,91 persen).Barotrauma adalah kerusakan
jaringan tubuh karena perbedaan tekanan tubuhdan air, sedangkan dekompresi
didefinisikan sebagai suatu keadaan medisdimana akumulasi nitrogen yang
terlarut setelah menyelam membentuk gelembung udara yang menyumbat
aliran darah serta sistem syaraf.
Menteri Kesehatan RI telah menjelaskan, upaya Pemerintah
untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dilakukan melalui 8
kegiatanlintas Kementerian/Lembaga yang tertuang dalam Kepres
No.X/2011.Sementara itu, upaya yang dilakukan di bidang kesehatan adalah
meningkatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan jaringannya bagi
masyarakat nelayan.Kegiatan Puskesmas diarahkan pada upaya-upaya
kesehatan promotif-preventifdengan focal point keselamatan kerja dan disertai
berbagai upaya lain yangmencakup: Perbaikan gizi; Perbaikan sanitasi dasar
dan penyediaan air bersih;Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA);
Penanggulangan penyakit menulardan tidak menular, dan Pemberdayaan
masyarakat.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian kesehatan ?
2. Apa pengertian prilaku kesehatan ?
3. Apa pengertian tenaga kesehatan masyarakat ?
4. Apa pengertian pelayanan kesehatan ?
5. Jelaskan pengertian masyarakat pesisir ?
6. Apa pengertian lingkungan pesisir ?
7. Jelaskan Prilaku kesehatan masyarakat di lingkungan pesisir ?
8. Jelaskan pengertian peranan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
pesisir ?
9. Bagaimana peranan tenaga kesehatan masyarakat dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat pesisir ?
10. Bagaimana peranan pemerintah terhadap lingkungan masyarakat pesisir ?
11. Bagaimana cara menangani masalah kesehatan dan mencegah penyakit
yang terjadi pada masyarakat pesisir ?
12. Jelaskan Seberapa penting mengetahui masalah kesehatan di lingkungan
pesisir?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kesehatan
2. Untuk mengetahui pengertian tenaga kesehatan masyarakat
3. Untuk mengetahui pengertian pelayanan kesehatan
4. Untuk mengetahui pengertian masyarakat pesisir
5. Untuk mengetahui pengertian peranan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat pesisir
6. Untuk mengetahui peranan tenaga kesehatan masyarakat dalam
meingkatkan derajat kesehatan masyarakat pesisir
7. Untuk mengetahui cara menangani masalah kesehatan dan mencegah
penyakit yang terjadi pada masyarakat pesisir
D. Manfaat
1. Untuk menambah ilmu mengenai pengertian kesehatan
2. Untuk menambah ilmu mengenai pengertian tenaga kesehatan masyarakat
3. Untuk menambah ilmu mengenai pengertian pelayanan kesehatan
4. Untuk menambah ilmu mengenai pengertian masyarakat pesisir
5. Untuk menambah ilmu mengenai pengertian peranan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat pesisir
6. Untuk menambah ilmu mengenai peranan tenaga kesehatan masyarakat
dalam meingkatkan derajat kesehatan masyarakat pesisir
7. Untuk menambah ilmu mengenai cara menangani masalah kesehatan dan
mencegah penyakit yang terjadi pada masyarakat pesisir
BAB II PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan
Kesehatan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial yang sejahtera
secara utuh, dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan/ disabilitas.
Bright futures memaknai kesehatan dengan tidak hanya bebas dari kematian
dan kesakitan, namun sebuat pencapaian totalitas potensial anak, dimana
upaya memberikan ruang untuk perkembangan anak sehat adalah sama
pentingnya dengan mengobati/ mengurangi penyakit atau trauma. Kesehatan
juga dipandang sebagai suatu bentuk keseimbangan antara individu (sebagai
inang), agents (seperti bakteri, virus, dan toksin), dan lingkungan, sehingga
interaksinya tidak hanya individu terhadap agent yang namun juga dengan
lingkungan untuk menciptakan kondisi sejahtera tersebut. Kesehatan dapat
disimpulkan sebagai proses dinamis dalam mempertahankan dan mendukung
keutuhan integritas manusia (keseimbangan fisik dan mental) dan adaptasinya
dengan lingkungan sekitar secara optimal.
Dalam perspektif penyakit, sehat adalah suatu kondisi keutuhan dari
kemampuan fungsional dan keadaan lebih baik/ sejahtera, sehingga seseorang
dilihat mampu memiliki fungsional tubuh yang baik, mampu beradaptasi
dengan lingkugan secara adekuat, serta merasa lebih baik (diungkapkan secara
subjektif). Selain itu juga dijelaskan oleh Arnold dan Breen, bahwa kondisi
sehat tidak hanya sejahtera fisik, mental dan sosial, namun tercapai
keseimbangan antara pertumbuhan, fungsional, keutuhan, serta keadaan yang
lebih baik, kuat dan mampu memberdayakan sumber yang dimiliki (Fertman,
& Allensworth, 2010). Sehingga seseorang dikatakan sehat ketika ia merasa
lebih baik, kuat, memiliki kemampuan fungsional tubuh yang baik, serta
mampu beradaptasi dengan lingkungannya secara adekuat.
Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan
Terdapat 3 tingkatan kondisi dan perilaku yang mempengaruhi kesehatan:
1) Tingkat individu atau intrapersonal
Karakter individu yang mempengaruhi perilaku seperti pengetahuan,
perilaku, kepercayaan dan ciri kepribadian yang dimiliki)
2) Tingkat interpersonal
Proses interpersonal dan kelompok primer termasuk keluarga, teman,
kelompok teman sebaya, yang memberikan identitas sosial, dukungan dan
definisi peran
3) Tingkat populasi (meliputi 3 faktor yaitu institusi/ organisasi, modal
sosial, dan kebijakan publik)
a) Faktor institusi/ organisasi, meliputi peraturan, regulasi, kebijakan, dan
struktur informal yang menghambat atau mendukung perilaku yang
diinginkan
b) Faktor modal sosial, meliputi hubungan sosial dan norma atau standar
baik formal maupun informal antara individu, kelompok atau
organisasi dimana seseorang hidup atau bekerja
c) Faktor kebijakan publik, meliputi kebijakan dan hukum lokal, provinsi
dan nasional yang mengatur dan mendukung aktifitas kesehatan dan
praktik pencegahan, deteksi dini, kontrol, dan manajemen penyakit.
Faktor lain yang mempengaruhi kesehatan menurut WHO (2019)
meliputi:
1. Lingkungan sosial dan ekonomi, seperti penghasilan, status social
2. Lingkungan fisik, seperti air dan udara bersih, tempat kerja yang sehat,
perumahan yang aman, komunitas, dan hal lainnya yang berkontribusi
terhadap kesehatan
3. Karakteristik individu dan perilaku
4. Tingkat pendidikan
5. Kontribusi genetic
6. Pelayanan kesehatan yang dapat diakses
7. Jenis kelamin, pada beberapa penyakit dapat dipengaruhi oleh jenis
kelamin
8. Jaringan dukungan sosial, seperti kultur, tradisi.
B. Pengertian Prilaku kesehatan
Kesehatan merupakan unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan
dan hak asasi bagi setiap manusia. Empat faktor utama yang mempengaruhi
status kesehatan masyarakat yaitu genetik dari keluarga, lingkungan,
perilaku individu, dan fasilitas pelayanan kesehatan. Status kesehatan di
Kecamatan Semampir termasuk rendah. Status kesehatan rendah disebabkan
perilaku tidak sehat dari masyarakat. Dari karakteristik pendidikan sebagian
besar responden menunjukkan tingkat pendidikan yang rendah. Pendidikan
juga dapat menjadi penentu karakteristik suatu masyarakat karena tingkat
pendidikan yang rendah akan membuat masyarakat atau seseorang sulit untuk
menerima informasi perilaku sehat baik dari media massa ataupun orang lain.
Hal ini berdampak pada cara pandang responden terhadap pentingnya status
kesehatan karena, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin
mudah seseorang untuk menerima dan mengerti informasi yang disampaikan
khususnya informasi kesehatan. Pendidikan yang kurang dari sebagian besar
penduduknya menjadi penghalang dari potensi tersebut, karena akan
membuat kurangnya informasi kesehatan yang didapatkan. Akibatnya
berdampak pada status kesehatan secara umum. Dari hasil survey yang
dilakukan, banyak faktor yang mempengaruhi status kesehatan masyarakat
yang memiliki kondisi kesehatan yang tidak baik, diantaranya karena
lingkungan tempat tinggal yang terlalu padat, sanitasi yang kurang baik, serta
perilaku masyarakat itu sendiri. Status kesehatan masyarakat dapat
dihubungkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang berhubungan adalah
perilaku sehat dari masyarakatnya. Semakin masyarakat berperilaku sehat,
maka status kesehatan masyarakat akan baik. Hal ini sesuai dengan penelitian
Hapsari, dkk (2009) yang memberikan kesimpulan bahwa salah satu faktor
yang berhubungan dengan status kesehatan masyarakat adalah perilaku sehat.
Perilaku sehat pada tiap responden sangat berperan terhadap baik tidaknya
status kesehatan yang dimiliki. Sebagian besar masyarakat adalah perokok
aktif dan berpotensi terserang penyakit degeneratif dan penyakit infeksi yang
akan mengganggu status kesehatan. Perilaku merokok dalam penelitian ini
terbagi menjadi dua kelompok yaitu, kelompok yang memiliki kebiasaan
merokok dan tidak memiliki kebiasaan merokok. Dari hasil analisis
didapatkan bahwa mayoritas responden merokok. Perilaku merokok
merupakan salah satu perilaku hidup yang tidak sehat. Hal ini dibuktikan
dengan kejadian kesakitan yang disebabkan oleh rokok. Kasus kanker paru
sebagian besar diakibatkan oleh rokok yaitu sekitar90% dan sekitar 80% kasus
kanker esofagus telah dikaitkan dengan merokok. Selain itu, Penyakit jantung
koroner dan lainnya merupakan akibat dari merokok (Bararah, 2011 dalam
Sulistiarini, 2018:17). Tidak hanya merugikan perokok aktif, kesehatan
perokok pasif pun terancam dengan adanya perokok aktif yang ada di
lingkungan sekitar mereka. Hal ini dikarenakan asap rokok yang terhirup oleh
perokok pasif mengandung racun dan bahan kimia termasuk nikotin
sebagaimana yang dialami oleh perokok. Konsumsi sayur dalam penelitian ini
dikelompokkan berdasarkan porsi kebiasaan makan sayur perharinya yang
terdiri dari kelompok tidak makan sayur setiap hari, satu porsi sayur setiap
hari dan 2 porsi sayur setiap hari. Sama halnya dengan kebiasaan makan
sayur, kebiasaan maka buah dikelompokkan menjadi tidak makan buah dalam
setiap hari, satu buah sayur setiap hari dan 2 porsi buah setiap hari.
C. Pengertian tenaga kesehatan masyarakat
Pasal 1 butir 6 uu kesehatan pasal 1 angka 1 undang. undang nomor 36
tahun 2014 tentang tenaga kesehatan (selanjutnya disebut uu tenaga
kesehatan) mendefinisikan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk
jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Menurut anna kurniati dan ferry efendi pengertian tenaga kesehatan adalah
setiap orang yang memperoleh pendidikan baik formal maupun non formal
yang mendedikasikan diri dalam berbagai upaya yang bertujuan mencegah,
mempertahankan serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pengaturan tenaga kesehatan yang lebih lengkap saat ini diatur dalam uu
tenaga kesehatan yang mengelompokkan tenaga kesehatan menjadi tiga belas
jenis yaitu tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga
kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga
kesehatan lingkungan, tenaga gizi. Tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian
medis, tenaga teknis biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga
kesehatan lain. Pengaturan tenaga kesehatan pada uu tenaga kesehatan
tersebut belum secara rinci dan spesifik untuk masing-masing tenaga
kesehatan, sebagaimana yang tercantum pada ketentuan pasal 21 ayat (3) uu
kesehatan yang berbunyi “ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan
undang-undang.” Rumusan norma tersebut di atas menunjukkan adanya
delegasi pengaturan tenaga kesehatan yang perlu diatur dengan undang-
undang, meskipun hanya terdiri dari 8 (delapan) kata, jelas sekali norma ini
memberikan amanat pelayanan kesehatan
Pengertian tenaga kesehatan masyarakat
Kesehatan masyarakat merupakan tenaga kesehatan yang berperan
penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan
menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan. Hal ini didasarkan atas
kewajiban utama tenaga kesehatan masyarakat bersama dengan tenaga
kesehatan lainnya adalah untuk mengupayakan masyarakat agar hidup sehat
dan sejahtera baik dari segi fisik, mental, sosial dan ekonomi.
“Tenaga kesehatan masyarakat harus mampu menjadi motor penggerak
dan prime mover atau bahkan agent of change pembangunan kesehatan
masyarakat yang sedang kita lakukan saat ini”, pesan Menteri Kesehatan, yang
dibacakan oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr.
Anung Sugihantono, M.
Dewasa ini kita mulai mengenal yang namanya tenaga ahli kesehatan
masyarakat. Bahkan di kampus-kampus bergengsi yang ada di seluruh
Indonesia, nama ini sudah tidak terdengar asing lagi. Biasanya pendidikan
yang ditempuh agar memperoleh predikat ini adalah melalui jenjang
pendidikan strata satu Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM). Tenaga tersebut
bergerak di bidang preventif dan promotif, sedangkan dokter bergerak di
bidang kuratif dan rehabilitatif. Itulah yang membedakan keduanya. Namun
seringkali tenaga kesehatan masyarakat belum seberapa di pahami
keberadaannya oleh masyarakat. Sebagian besar masyarakat hanya tahu
tentang tenaga keprofesian seperti dokter, perawat, apoteker dan seorang
analis medis. Masih belum jelas tentang sebutan ahli kesehatan masyarakat,
disebut profesi ataukah praktisi. Karena yang diketahui oleh publik hanyalah
sebagian kecil profesi kepeminatan di dalamnya seperti ahli gizi, ahli K3, ahli
epidemiologi dan ahli biostatistika. Yang pertama, karena tenaga ahli ini
belum terstandar. Yang ke dua, belum adanya standarisasi yang jelas tentang
kompetensi tenaga ahli kesehatan masyarakat yang diperlukan.
Peran Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) adalah salah satu tenaga di
bidang kesehatan yang memiliki ilmu manajemen yang berkaitan dengan
kesehatan masyarakat. Ditinjau dari kurikulum pendidikan Fakultas Kesehatan
Masyarakat maka kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
khususnya jurusan administrasi kebijakan kesehatan dalam kaitannya dengan
manajemen puskesmas sudah memadai. Dimana kompetensi yang dimiliki
yaitu mencakup: (1) memiliki kemampuan menganalisis dan sintesis
permasalahan kesehatan masyarakat dan upaya mengatasi masalah tersebut (2)
memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun, mengelola dan
mengevaluasi program kesehatan masyarakat, dan (3) memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam menyusun proposal penelitian, manajemen kesehatan
dan melaksanakannya dengan baik. Tanpa disadari bahwa tugas atau area
profesi kesehatan masyarakat sangat luas. Peningkatan kesehatan (promotif)
dan juga pencegahan penyakit ( preventif) merupakan salah satu keahlian
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) dimana kegiatan riil ini untuk
mencegah terjadinya berbagai masalah kesehatan, khususnya yang diakibatkan
oleh lingkungan yang kurang sehat (penyakit berbasis lingkungan).
Kompetensi yang dimiliki SKM sangatlah cocok untuk diaplikasikan di
wilayah kerja Puskesmas dimana berguna untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Tenaga Kesehatan Masyarakat adalah salah satu tenaga di bidang
kesehatan yang memiliki ilmu manajemen yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat. Ditinjau dari kurikulum pendidikan Fakultas Kesehatan
Masyarakat, maka kompetensi tenaga kesehatan masyarakat meliputi :
1. Kemampuan menganalisis dan sintesis permasalahan kesehatan masyarakat
dan upaya mengatasi masalah tersebut
2. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menyusun, mengelola, dan
mengevaluasi program kesehatan masyarakat
3. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menyusun proposal
penelitian, manajemen kesehatan, dan melaksanakannya dengan baik.
Tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas) bermanfaat dalam mengatasi
permasalahan kesehatan masyarakat berbasis lingkungan, termasuk melalukan
berbagai kreasi dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris "Profess",
yang dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια", yang bermakna: "Janji untuk
memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara tetap/permanen".
Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan
penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Profesi Kesehatan
Masyarakat (Sertifikat Profesi), sangat diperlukan. Mengingat kondisi di
lapangan bahwa para Sarjana Kesehatan Masyarakat sudah banyak berkiprah
di jajaran struktural maupun fungsional, termasuk diantaranya di instansi
pemerintahan (Dinas kesehatan & Dinas lainnya), instansi pelaksana teknis
fungsional (Puskesmas, Rumah Sakit) maupun di sektor swasta.
Kesehatan masyarakat merupakan tenaga kesehatan yang berperan
penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan
menggerakan pembangunan berwawasan kesehatan. Hal ini didasarkan atas
kewajiban utama tenaga kesehatan masyarakat bersama dengan tenaga
kesehatan lainnya adalah untuk mengupayakan masyarakat agar hidup sehat
dan sejahtera baik dari segi fisik, mental, sosial dan ekonomi.
“Tenaga kesehatan masyarakat harus mampu menjadi motor penggerak
dan prime mover atau bahkan agent of change pembangunan kesehatan
masyarakat yang sedang kita lakukan saat ini”, pesan Menteri Kesehatan, yang
dibacakan oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr.
Anung Sugihantono, M.
Dewasa ini kita mulai mengenal yang namanya tenaga ahli kesehatan
masyarakat. Bahkan di kampus-kampus bergengsi yang ada di seluruh
Indonesia, nama ini sudah tidak terdengar asing lagi. Biasanya pendidikan
yang ditempuh agar memperoleh predikat ini adalah melalui jenjang
pendidikan strata satu Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM). Tenaga tersebut
bergerak di bidang preventif dan promotif, sedangkan dokter bergerak di
bidang kuratif dan rehabilitatif. Itulah yang membedakan keduanya.
Namun seringkali tenaga kesehatan masyarakat belum seberapa di
pahami keberadaannya oleh masyarakat. Sebagian besar masyarakat hanya
tahu tentang tenaga keprofesian seperti dokter, perawat, apoteker dan seorang
analis medis. Masih belum jelas tentang sebutan ahli kesehatan masyarakat,
disebut profesi ataukah praktisi. Karena yang diketahui oleh publik hanyalah
sebagian kecil profesi kepeminatan di dalamnya seperti ahli gizi, ahli K3, ahli
epidemiologi dan ahli biostatistika. Yang pertama, karena tenaga ahli ini
belum terstandar. Yang ke dua, belum adanya standarisasi yang jelas tentang
kompetensi tenaga ahli kesehatan masyarakat yang diperlukan.
Peran Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) adalah salah satu tenaga di
bidang kesehatan yang memiliki ilmu manajemen yang berkaitan dengan
kesehatan masyarakat. Ditinjau dari kurikulum pendidikan Fakultas Kesehatan
Masyarakat maka kompetensi Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
khususnya jurusan administrasi kebijakan kesehatan dalam kaitannya dengan
manajemen puskesmas sudah memadai.
Dimana kompetensi yang dimiliki yaitu mencakup:
1) memiliki kemampuan menganalisis dan sintesis permasalahan
kesehatan masyarakat dan upaya mengatasi masalah tersebut
2) memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun,
mengelola dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat, dan
3) memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyusun proposal
penelitian, manajemen kesehatan dan melaksanakannya dengan
baik.
Tanpa disadari bahwa tugas atau area profesi kesehatan masyarakat
sangat luas. Peningkatan kesehatan (promotif) dan juga pencegahan penyakit (
preventif) merupakan salah satu keahlian Sarjana Kesehatan Masyarakat
(SKM) dimana kegiatan riil ini untuk mencegah terjadinya berbagai masalah
kesehatan, khususnya yang diakibatkan oleh lingkungan yang kurang sehat
(penyakit berbasis lingkungan). Kompetensi yang dimiliki SKM sangatlah
cocok untuk diaplikasikan di wilayah kerja Puskesmas dimana berguna untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Tenaga Kesehatan Masyarakat adalah salah satu tenaga di bidang
kesehatan yang memiliki ilmu manajemen yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat. Ditinjau dari kurikulum pendidikan Fakultas Kesehatan
Masyarakat, maka kompetensi tenaga kesehatan masyarakat meliputi :
1. Kemampuan menganalisis dan sintesis permasalahan kesehatan
masyarakat dan upaya mengatasi masalah tersebut
2. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menyusun, mengelola, dan
mengevaluasi program kesehatan masyarakat
3. Memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menyusun proposal
penelitian, manajemen kesehatan, dan melaksanakannya dengan baik.
Tenaga kesehatan masyarakat (Kesmas) bermanfaat dalam mengatasi
permasalahan kesehatan masyarakat berbasis lingkungan, termasuk melalukan
berbagai kreasi dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Profesi adalah kata serapan dari sebuah kata dalam bahasa Inggris
"Profess", yang dalam bahasa Yunani adalah "Επαγγελια", yang bermakna:
"Janjiuntuk memenuhi kewajiban melakukan suatu tugas khusus secara
tetap/permanen". Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan
dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Profesi Kesehatan
Masyarakat (Sertifikat Profesi), sangat diperlukan. Mengingat kondisi di
lapangan bahwa para Sarjana Kesehatan Masyarakat sudah banyak berkiprah
di jajaran struktural maupun fungsional, termasuk diantaranya di instansi
pemerintahan (Dinas kesehatan & Dinas lainnya), instansi pelaksana teknis
fungsional (Puskesmas, Rumah Sakit) maupun di sektor swasta.
Tenaga Kesmas merupakan bagian dari sumber daya manusia yang
sangat penting peranannya dalam pembangunan kesehatan pada Sistem
Kesehatan Nasional (SKN). Pembangunan kesehatan dengan paradigma sehat
merupakan upaya meningkatkan kemandirian masyarakat dalam menjaga
kesehatan, melalui kesadaran yang leih tinggi pada pentingnya pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.
1. Pelayanan Promotif
Untuk meningkatkan kemandirian dan peran serta masyarakat dalam
pembangunan kesehatan, diperlukan program penyuluhan dan pendidikan
masyarakat yang berjenjang dan berkesinambungan, sehingga tercapai
tingkatan kemandirian masyarakat dalam pembangunan kesehatan.
Program promotif membutuhkan tenaga-tenaga Kesmas yang handal,
terutama yang mempunyai spesialisasi dalam penyuluhan dan pendidikan.
2. Pelayanan Preventif
Untuk menjamin terselenggaranya pelayanan ini, diperlukan para
tenaga Kesmas yang memahami epidemiologi penyakit, cara-cara dan
metode pencegahan, serta pengendalian penyakit. Program ini merupakan
salah satu lahan bagi tenaga Kesmas dalam pembangunan kesehatan.
Keterlibatan Kesmas dibidang preventif dan pengendalian, memerlukan
penguasaan teknik-teknik lingkungan dan pemberantasan penyakit.
Tenaga Kesmas juga dapat berperan dicbidang kuratif kalau yang
bersangkutan mau dan mampu belajar, serta meningkatkan
kemampuannya di bidang tersebut.
Lulusan FKM-Fakultas Kesehatan Masyarakat terfokuskan pada Dinas
Kesehatan dan Puskesmas, pergeseran inilah yang membuat semakin luasnya
scope pekerjaan seorang lulusan fakultas masyarakat, mengingat prospek
bidang-bidang yang lain juga membutuhkan seorang sarjanan FKM Diantara
prosek bidang lain yang masih membutuhkan lulusan sarjana kesehatan
masyarakat adalah seperti:
• Bidang Management Kesehatan:
Manager RS, Manager Rekam Medik, Manager Pemasaran RS, Manager
Asuransi Kesehatan, Bank Asuransi, Finance, Manager perusahaan farmasi,
Pemasaran Laboratorium dan alat kesehatan, puskesmas, dinas kesehatan dan
lembaga maupun organisasi sosial/non-profit dibidang kesehatan masyarakat.
• Bidang Kesehatan lingkungan:
Manajer lingkungan RS, Konsultan limbah, Konsultan Amdal-Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan, QHSE Manager dan Manager K3L
diberbagai perusahaan : Cevron, Free port, LNG Tangguh, Newmont,
pertamina, PLN, Jasa Kontruksi, Tekstil, Telkom etc, Quality control
supervisor pada perusahaan makanan dan minuman : sosro, coca-cola, Aqua,
catering , Sanitarian pada Hotel dan restourant , Manager HACCP pada
restaurant, Laboratorium kesmas, Puskesmas, Dinas kesehatan, Bapedal,
Labkesda, Wiraswasta : Bisnis Catering, pest control, konsultan amdal dan
lembaga pengelolaan lingkungan lainnya.
• Bidang Gizi Kesehatan Masyarakat:
sebagai Manager Quality control pada perusahaan Food and Baverages,
Rumah Makan dan restaurant, supervisor HACCP pada berbagai perusahaan :
restaurant, hotel, supermarket, supplier makanan, konsultan gizi, catering.
• Bidang Promosi Kesehatan Masyarakat:
sebagai tenaga ahli ataupun management pengelola dalam
mensosialisasikan/promosi kesehatan di masyarakat seperti: Puskesmas, Dinas
Kesehatan, asuransi kesehatan, rumah sakit, gizi masyarakat, kesehatan
lingkungan dan lembaga-lembaga CSR perusahaan/institusi pemerintah
maupun swasta.
• Bidang Biostatistik dan Epidemiologi:
Team Survei dan Analisa Dinas Kesehatan, Team ataupun tenaga ahli
statistik (Rumah Sakit, Puskesmas, Lembaga Riset/Penelitian Kesehatan
Masyarakat), Tenaga ahli ataupun Management serta team teknis (Lembaga
Survei Indonesia, BPS, Bapenas, Bapeda, BKKBN dan lembaga sosial lainya).
Kesehatan masyarakat adalah bidang menarik dan tumbuh. Tantangan
profesional bidang ini adalah untuk menghadapi masalah kesehatan yang
kompleks, seperti meningkatkan akses ke perawatan kesehatan,
mengendalikan penyakit menular, dan mengurangi bahaya lingkungan,
kekerasan, penyalahgunaan zat adiktif, dan cedera.
Kesehatan masyarakat adalah bidang yang diarahkan untuk melayani
orang lain. Profesional melayani kesehatan masyarakat lokal, nasional, dan
masyarakat internasional. Mereka adalah pemimpin yang memenuhi tantangan
yang menarik dalam melindungi kesehatan publik saat ini dan di masa depan.
Kesehatan masyarakat adalah bidang yang bermanfaat. Bidang
kesehatan masyarakat memerlukan pribadi yang kuat yang berupaya untuk
memperbaiki kesehatan masyarakat dan kesejahteraan.
Kesehatan masyarakat adalah bidang yang menawarkan banyak
kesempatan kerja untuk memenuhi berbagai kepentingan dan keterampilan.
Apakah Anda lebih tertarik untuk mengolah angka, melakukan penelitian, atau
bekerja dengan orang- orang, maka ada tempat untuk Anda dalam bidang
kesehatan masyarakat. Kesehatan masyarakat sangat ideal bagi mereka yang
ingin mendapatkan kepuasan bahwa mereka bekerja untuk memperbaiki
kehidupan orang lain.
D. Pengertian pelayanan kesehatan
Pelayanan merupakan suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi
dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain. Pelayanan
merupakan proses pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain secara
langsung. Pelayanan bukan hanya memberikan pelayanan setelah penjualan
sekaligus diimbangan dengan kualitas seluruh produk. Adapun pelayanan
pelanggan adalah pelayanan kepada pemakai jasa dengan tujuan memberikan
kepuasan seoptimal mungkin yang dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) pelayanan diartikan
sebagai usaha melayani orang lain.
Menurut Supranto (2001) Pelayanan merupakan suatu kinerja
penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada
dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses
mengkonsumsi jasa tersebut.
Gronroos (2007) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas
atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba)
yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan
karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi
pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan
konsumen/pelanggan”.
Kotler (2004) menyatakan bahwa pelayanan adalah setiap kegiatan atau
manfaat yang dapat diberikan suatu pihak kepada pihak lainnya, yang pada
dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat pemilihan sesuatu dan
produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik.
Berdasar definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan
merupakan suatu kegiatan yang berupa pemberian layanan atau melayani
pihak-pihak yang membutuhkan guna memenuhi kebutuhannya. Di mana
pelayanan ditujukan untuk mencapai kepuasan pelanggan yang ditandai oleh
berkuranngnya keluhan dari konsumen.
Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesejahteraan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat
(Irwanashari 2010).
Levey, Loomba & Brown (1984) menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri
atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun
masyarakat.
Macam pelayanan kesehatan menurut Hodgetts dan Cascio (1983) dapat
dibedakan menjadi medical services (pelayanan kedokteran) dan public health
service (pelayanan kesehatan masyarakat). Pelayanan kesehatan yang
termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai
dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau
secara bersama-sama dalam satu organisasi (institution), tujuan utamanya
untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya
terutama untuk perseorangan dan keluarga. Pelayanan kesehatan yang
termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan masyarakat (public health
services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara
bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya terutama
untuk kelompok dan masyarakat.
Menurut Azwar (1996) sarana pelayanan kedokteran yang
diselenggarakan oleh pemerintah di Indonesia adalah Puskesmas, sebagai
sarana kesehatan tingkat pertama. Sedangkan Rumah Sakit dengan berbagai
jenjangnya, sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga.
Puskesmas disepakati sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang
memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan
mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di
kota madya atau kabupaten (Notoatmodjo 2007).
Pelayanan kesehatan yang diberikan Puskesmas adalah pelayanan
kesehatan menyeluruh, meliputi Kuratif (pengobatan), Preventif (upaya
pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), dan Rehabilitatif (pemulihan
kesehatan). Puskesmas sendiri dibedakan berdasarkan strata. Stratifikasi
Puskesmas dibedakan menjadi strata satu (puskesmas dengan prestasi sangat
baik), strata dua (puskesmas dengan prestasi rata-rata atau standar), dan strata
tiga (puskesmas dengan prestasi dibawah rata-rata).
Pengertian Kualitas Pelayanan
Gronroose (2007) menjelaskan mutu pelayanan berdasarkan manufaktur
adalah kecocokan produk dengan spesialisasi desain. Sedangkan mutu
berdasarkan produk adalah tingkat karakteristik produk yang dapat diukur.
Menurut Scheneider & White (2004) kualitas pelayanan memegang peranan
penting dalam industri jasa. Pelanggan dalam hal ini pasien akan merasa puas
jika mereka memperoleh pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang
diharapkan.
Bahkan Brown (1991) memberikan penekanan bahwa kualitas
pelayanan adalah sesuatu yang harus dikerjakan penyedia jasa dengan baik,
dalam rangka meraih keunggulan bersaing, pelanggan akan mencari bukti dari
kualitas jasa yang ditawarkan, dan mereka akan menyimpulkan tentang
kualitas dari tempat, orang, peralatan, simbol, harga yang mereka rasakan.
Lovelock (1991) memberikan pengertian kualitas pelayanan sebagai
tingkat kesempurnaan untuk memenuhi keinginan konsumen. Sedangkan
menurut Parasuraman & Zeithaml (2004) kualitas pelayanan merupakan
perbandingan antara pelayanan yang dirasakan (persepsi) konsumen dengan
kualitas pelayanan yang diharapkan konsumen. Jika kualitas pelayanan yang
dirasakan sama atau melebihi kualitas pelayanan yang diharapkan, maka
pelayanan dikatakan berkualitas dan memuaskan konsumen. Persaingan yang
semakin ketat akhir-akhir ini menuntut sebuah lembaga penyedia jasa/layanan
untuk selalu memanjakan konsumen atau pelanggan dengan memberikan
pelayanan terbaik. Para pelanggan akan mencari produk berupa barang atau
jasa dari perusahaan yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik
kepadanya. Kualitas pelayanan merupakan komponen penting dalam persepsi
konsumen, juga sangat penting dalam pengaruhnya terhadap kepuasan
konsumen. Semakin baik kualitas maka jasa yang diberikan maka akan
semakin baik pula citra jasa tersebut dimata konsumen (Barlow, 2010).
Cronin & Tailor (1992) menyatakan bahwa kualitas pelayanan
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen.
Gronroose (2007) menyatakan kualitas pelayanan meliputi kualitas
fungsi, kualitas teknis, kualitas output dan reputasi perusahaan. Kualitas
fungsi menekankan bagaimana pelayanan dilaksanakan, terdiri dari : dimensi
kontak dengan konsumen, sikap dan perilaku, hubungan internal, penampilan,
kemudahan akses, dan service mindedness. Sedangkan kualitas teknis kualitas
output yang dirasakan konsumen, meliputi harga, ketepatan waktu, kecepatan
layanan, dan estetika output. Reputasi perusahaan dicerminkan oleh citra
perusahaan dan reputasi di mata konsumen. Dari definisi-definisi tersebut
dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan
pelayanan yang dapat memenuhi keinginan konsumen/pelanggan yang
diberikan oleh suatu organisasi yang dapat memuaskan konsumennya.
4) Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut Zeithaml, Parasuraman & Berry (2004) ada lima dimensi
kualitas pelayanan yaitu:
a. Tangibles (bukti langsung),
adalah wujud kenyataan secara fisik meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
b. Reliability (kehandalan), yakni kemampuan memberikan pelayanan
yang dijanjikan segera dan memuaskan.
c. Responsiveness (daya tanggap), yaitu keinginan para staf untuk
membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
d. Assurance (jaminan), mencakup kemampuan,kesopanan dan sifat yang
dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau
keragu-raguan.
e. Emphaty (empati), adalah sikap memberikan perhatian penuh meliputi
kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan
memahami kebutuhan para pelanggan. Dimensi kualitas yang
dikemukakan oleh Zeithaml et.al (2004) tersebut berpengaruh pada
harapan pelanggan dan kenyataan yang mereka terima. Jika
kenyataannya pelanggan menerima pelayanan melebihi harapannya,
maka pelanggan akan mengatakan pelayanannya berkualitas atau
memuaskan dan jika kenyataannya pelanggan menerima pelayanan
kurang atau sama dari harapannya, maka pelanggan akan mengatakan
pelayanannya tidak berkualitas atau tidak memuaskan.
E. Pengertian Masyarakat pesisir
Masyarakat pesisir adalah orang yang tinggal di daerah pesisir dan
sumber kehidupan ekonominya bergantung secara langsung pada pemanfaatan
sumber daya laut dan pesisir. Dalam pembangunan di wilayah pesisir, salah
satu kegiatan pengembangan kegiatan ekonomi yang sedang digalakkan
pemerintah adalah pemgembangan budidaya rumput laut. Pengembangan
budidaya rumput laut merupakan salah satu upaya pemberdayaan masyarakat
pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal:
1) Produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam;
2) tersedianya lahan untuk budidaya yang cukup luas; serta
3) mudahnya teknologi yang diperlukan (Departemen Kelautan dan
Perikanan) (Zarliani et al., 2020).
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting apabila ditinjau dari
berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan
dan lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan
sangat produktif serta memberikan nilai ekonomi yang luar biasa terhadap
manusia. Wilayah pesisir merupakan kawasan sumber daya potensial di
Indonesia yang harus diberdayakan oleh pemerintah. Pemberdayaan adalah
menyediakan sumber daya, kesempatan, pengetahuan dan keterampilan dalam
rangka meningkatkan kemampuan warga untuk menentukan masa depannya
sendiri dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat (Zarliani et al., 2020).
Dalam upaya membangun masyarakat pesisir agar potensi pembangunan
masyarakat dapat dikelola dengan baik, maka salah satu strategi yang harus
dilakukan adalah dengan membangun dan memperkuat kelembagaan sosial
yang dimiliki atau yang ada pada masyarakat dan mengembangkan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) dengan jalan meningkatkan wawasan
pembangunan dan keterampilan ekonomi masyarakat (Zarliani et al., 2020).
F. Pengertian lingkungan pesisir
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007
Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil bahwa wilayah
pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut
yang kental dipengaruhi oleh adanya perubahan iklim di darat maupun di laut.
Selanjutnya Bingen menyatakan bahwa wilayah pesisir merupakan daerah
Masyarakat pesisir merupakan masyarakat atau komunitas yang hidup dan
tumbuh di pesisir dan terikat dengan kearifan lokal setempat. Indonesia yang
merupakan negara kepalauan, luas lautnya mencapai 70 persen dari total
wilayah kepulauan. Kondisi laut yang demikian luas dengan sumber daya laut
yang berlimpah seharusnya mampu membawa masyarakat pesisir hidup
makmur dan sejahtera, namun sebaliknya masyarakat pesisir kurang
berkembang dan terus dalam posisi marjinal (Satria,2015:1 dalam Ari atu
dewi, 2018:173).
Namun sejalan dengan perkembangan jaman, perkembangan wilayah
pesisir mulai diperhatikan. Mulai dari pembentukan regulasi yang berpihak
pada program pengembangan wilayah pesisir. pertemuan antara darat dan laut.
Dengan demikian pesisir merupakan bagian daratan yang masih dipengaruhi
oleh sifat-sifat laut termasuk masih digunakan untuk kegiatan manusia
(Harahap, 2015: 1 dalam Ari atu dewi, 2018:173).
Wilayah pesisir merupakan tempat yang sering digunakan untuk
melakukan kegiatan oleh masyarakat terutama masyarakat pesisir,baik itu
kegiatan yang berhubungan dengan religius, sosial kemasyarakatan maupun
kegiatan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Kompleksnya
pemanfaatan wilayah pesisir terutama kegiatan yang berdampak pada
pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir, seharusnya masyarakat pesisir tidak
mengalami kekurangan atau maraknya kemiskinan pada masyarakat pesisir.
Berdasarkan penelusuran data pada masyarakat pesisir, bahwa angka jumlah
penduduk miskin di wilayah pesisir cukup besar, yakni mencapai 32,14
persen dari jumlah total penduduk miskin Indonesia. Penduduk miskin pesisir
hampir 2 kali lipat penduduk miskin dari total penduduk indonesia.
Perbedaaan laju pertumbuhan ekonomi di daerah pesisir dengan di daerah
lainnya disebabkan berbagai permasalahan dan persoalan yang
melingkupinya.
Permasalahan-permasalahan sosial di daerah pesisir sangat kompleks.
Permasalahan-permasalahan kompleks tersebut timbul secara langsung
maupun tidak langsung. Berkaitan dengan kemiskinan pada masyarakat pesisir
disebabkan oleh penerapan kebijakan yang kurang tepat, rendahnya penegakan
hukum (law enforcement), serta rendahnya kemampuan sumber daya manusia
(SDM). Permasalahan pada wilayah pesisir di atas, tidak lepas dari kondisi riil
dan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan menjadi permanen di
wilayah pesisir. Dahuri (Rokhmin, 1997:4 dalam Ari atu dewi, 2018:173)
menegaskan ada lima faktor yang mempengaruhi permasalahan pokok yang
terdapat pada masyarakat pesisir yaitu pertama tingkat kepadatan penduduk
yang tinggi dan kemiskinan, kedua konsumsi berlebihan dan penyebaran
sumber daya yang tidak merata, ketiga kelembagaan, keempat, kurangnya
pemahaman tentang ekosistem alam, dan kelima kegagalan sistem ekonomi
dan kebijakan dalam menilai ekosistem alam. Berdasarkan hasil pengamatan
dan hasil studi terkait dengan daerah pesisir menunjukkan bahwa perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan serta pengelolaan sumber daya di daerah
pesisir yang selama ini dijalankan masih bersifat sektoral dan terpilah-pilah.
Tidak terintegrasi dalam pembangunan di daerah pesisir disebabkan ada
kebijakan hukum yang tidak tepat atau kebijakan yang kurang melibatkan
peran serta masyarakat dalam perencanaan maupun dalam pengelolaan
wilayah pesisir, padahal karakteristik ekosistem pesisir saling terkait. Dengan
demikian pengelolaan sumber daya wilayah pesisir secara optimal dan
berkelanjutan hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan terpadu dan
holistik. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses
pemanfaatan sumber daya pesisir serta ruang yang memperhatikan aspek
konservasi dan keberlanjutannya. Adapun konteks keterpaduan meliputi
dimensi sektor, ekologis, pemerintahan, antar bangsa dan negara, masyarakat
pesisir dan disiplin ilmu. Masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir
(masyarakat pesisir) menjadi bagian yang terpenting dalam ekosistem pesisir.
Masyarakat pesisir merupakan komponen yang memiliki peran penting dalam
membangun wilayah pesisir yang berkelanjutan.
G. Prilaku kesehatan masyarakat di lingkungan pesisir
Kesehatan merupakan hal penting dalam kaitannya dengan
produktivitas seseorang. Pada hakikatnya, setiap manusia membutuhkan
kehidupan yang sehat untuk menunjang keberlangsungan hidupnya. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 kesehatan
merupakan keadaan sehat, baik secara fi sik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
maupun ekonomi. Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan dan merupakan hak asasi bagi setiap manusia. Hal ini
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
kesehatan itu bersifat holistik. Bukan hanya fisik melainkan jiwa dan sosial
ekonomi. Status kesehatan masyarakat merupakan salah satu faktor penting
yang dapat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia dalam
mendukung pembangunan di suatu negara. Negara akan berjalan secara
optimal apabila penduduk memiliki status kesehatan masyarakat yang baik.
Adanya peningkatan status kesehatan masyarakat tentu bukan hanya tugas
dari institusi kesehatan, tetapi juga integrasi dari berbagai pihak dan tidak
lepas dari dukungan masyarakat sendiri. Jadi, seorang manusia mempunyai
tanggung jawab untuk menjaga status kesehatan pada dirinya. Karena
sumbangsih individu akan mempengaruhi tinggi rendahnya status kesehatan
masyarakat sebagai pondasi kesejahteraan.
Status kesehatan individu atau masyarakat merupakan hasil interaksi
beberapa faktor dari dalam individu tersebut (internal) dan faktor luar
(eksternal). Faktor internal meliputi faktor psikis dan fisik. Sedangkan faktor
eksternal meliputi faktor budaya, ekonomi, politik, lingkungan fi sik dan lain
sebagainya. Salah satu teori yang menjelaskan tentang status kesehatan adalah
teori dari HL. Blum. HL. Blum, dikutip Notoadmodjo (2012) dalam
konsepnya menjelaskan bahwa terdapat empat faktor utama yang
mempengaruhi status kesehatan seseorang atau suatu komunitas masyarakat.
Beberapa faktor ini meliputi genetik dari keluarga, lingkungan sekitar seperti
sosial masyarakat, ekonomi yang berkembang, politik dan budaya setempat,
perilaku termasuk gaya hidup individu, dan fasilitas pelayanan kesehatan
(jenis cakupan dan kualitas). Status kesehatan akan tercapai bila keempat
faktor tersebut berada dalam kondisi yang optimal. Sedangkan, determinan
yang paling besar mempengaruhi tinggi rendahnya status kesehatan adalah
faktor lingkungan dan perilaku. Oleh karenanya, perlu diupayakan lingkungan
yang sehat dan perilaku hidup sehat. HL. Blum juga menyebutkan 12
indikator yang berhubungan dengan status atau derajat kesehatan yaitu
(1) lamanya usia harapan untuk hidup masyarakat.
(2) keadaan sakit atau cacat secara anatomis dan fi siologis.
(3) keluhan sakit dari masyarakat tentang keadaan fisik, sosial dan juga
kejiwaan pada dirinya.
(4) ketidakmampuan seseorang untuk bersosialisasi dan melakukan
pekerjaan dikarenakan sakit.
(5) kemauan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi menjaga
dirinya agar selalu dalam keadaan sehat.
(6) perilaku individu secara langsung berkaitan dengan masalah kesehatan.
(7) perilaku masyarakat terhadap lingkungan, dan ekosistem.
(8) perilaku individu atau masyarakat terhadap sesamanya, keluarga dan
komunitasnya.
(9) kualitas komunikasi antar anggota masyarakat.
(10) daya tahan individu atau masyarakat terhadap penyakit.
(11) kepuasan masyarakat terhadap lingkungan sosialnya yang terdiri dari
rumah, pekerjaan, sekolah, rekreasi, transportasi dan lain-lain.
(12) kepuasan individu atau masyarakat terhadap seluruh aspek kehidupan
dirinya sendiri.
Perilaku hidup sehat adalah salah satu peran penting dan berpengaruh
positif terhadap terwujudnya status kesehatan masyarakat. Perilaku hidup
sehat merupakan perilaku yang berkaitan dengan upaya atau usaha seseorang
agar dapat mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatannya,
Notoadmodjo (2007). Menurut Becker (1979) dalam Notoadmodjo (2007),
mengklasifi kasikan gaya hidup sehat yaitu olah raga teratur, tidak merokok,
makan dengan menu seimbang, tidak mengonsumsi narkoba dan minuman
keras, mengendalikan stres, istirahat cukup, dan berperilaku hidup positif bagi
kesehatan. Menurut Depkes (2002) indikator gaya atau perilaku hidup sehat
adalah perilaku tidak merokok, aktivitas fi sik secara teratur dan pola makan
seimbang. Human Population Laboratory di California Departemen of Health
menerbitkan daftar kebiasaan atau perilaku yang berkaitan dengan kesehatan
yaitu olahraga atau aktivitas fisik secara teratur, tidur yang cukup, makan
secara teratur, sarapan yang baik, mengendalikan berat badan, serta tidak
mengonsumsi rokok, alkohol dan obat-obatan terlarang (Sharkey, 2003
dalam Sulistiarini, 2018:13). Menurut kemendiknas dalam Suharjana (2012)
pola hidup sehat terdiri dari mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang,
mengonsumsi makanan berserat tinggi, mengonsumsi buah dan sayur segar
setiap hari, menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak, gula dan
garam, mengonsumsi susu atau produk lainnya dari susu setiap hari, selalu
berfi kir positif, menjaga berat badan dalam batas normal, olah raga teratur,
cukup istirahat, minum air putih 1,5–2 liter perhari dan tidak merokok.
H. Peranan tenaga kesehatan masyarakat dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat pesisir
Peran layanan kesehatan yang ada di masyarakat pesisir ini ternyata
masih saja kurang ditanggapi oleh masyarakat, hal ini dapat dilihat dari tidak
adanya antusias dari masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
dengan baik, yang juga terlihat dari kurangnya minat masyarakat untuk
mengunjungi posyandu. Sehingga tenaga kesehatan yang bertugas harus
mendatangi rumah warga yang akan mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini
merupakan salah satu bukti adanya sikap acuh masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang diberikan. Hal ini banyak di pengaruhi dengan sikap
masyarakat pesisir yang enggan ke pelayanan kesehatan berkaitan denagan
tradisi dan adat istiadat yang masih di pegang erat oleh kebanyakan masyarakat
yang bertempat tinggal di daerah sekitaran pesisir dan pendapatan masyarakat
yang tidak menentu juga masih menjadi salah satu alasan masyarakat untuk
tidak menggunakan layanan kesehatan yang terdapat di daerah tempat tinggal
mereka. Sehingga pemanfaatan pelayanan kesehatan pada masyarakat pesisir
masih sangat kurang di bandingkan masyarakat perkotaan khsususnya pada
masyarakat pesisir. Selain itu, juga tampak bahwa pencarian pengobatan oleh
Masyarakat Pesisir masih sangat kurang di bandingkan dengan masyarakat
perkotaan hal ini banyak di pengaruhi dengan sikap masyarakat pesisir yang
enggan ke pelayanan kesehatan berkaitan denagan tradisi dan adat istiadat yang
masih di pegang erat oleh kebanyakan masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah sekitaran pesisir dan pendapatan masyarakat yang tidak menentu juga
masih menjadi salah satu alasan masyarakat untuk tidak menggunakan layanan
kesehatan yang terdapat di daerah tempat tinggal mereka. Sehingga
pemanfaatan pelayanan kesehatan pada masyarakat pesisir masih sangat kurang
di bandingkan masyarakat perkotaan.
I. Peran pemerintah terhadap lingkungan masyarakat pesisir
Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan utama di dalam
pembangunan pemerintah. Di dalam setiap implementasi kebijakan selalu
menjadikan kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan yang ingin di capai.
Salah satu kebijakan pusat yang diharapkan dapat memberikan kesempatan
bagi masyarakat adalah dengan adanya otonomi daerah. Dengan adanya
kebijakan ini pemerintah daerah diberikan keleluasaan untuk membangun dan
memprakarsai pembangunan daerahnya sendiri dan lebih mendekatkan
kesjahteraan kepada masyarakat.
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan bagian dari sumber
daya alam yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
kekayaan yang dikuasai oleh negara, yang perlu dijaga kelestariannya dan
dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, baik bagi generasi sekarang maupun
generasi yang akan datang. Karena hal tersebut perlulah perauran tentang
pengelolaan pesisir dan pulau kecil. Hal yang diatur dalam pengelolaannya
yang dapat mensejahterakan rakyat yaitu :
1. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014, mengenai perubahan atas
undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil juga berisi isi yang sama yaitu “Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu pengoordinasian perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-
pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah,
antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan
manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
2. Dalam Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005, mengenai pengelolaan
pulau-pulau kecil terluar. Bab II pasal 4 ayat 2, Pengelolaan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang-bidang:
a. sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
b. infrastruktur dan perhubungan;
c. pembinaan wilayah;
d. pertahanan dan keamanan;
e. ekonomi, sosial, dan budaya
3. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 23/PERMENKP/2016
Tahun 2016, mengenai perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil. Pasal 37 Peraturan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1) berisi ketentuan persyaratan pemanfaatan ruang dan
ketentuan pengendaliannya yang disusun untuk setiap zona peruntukan.
2. Peraturan Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
dengan memperhatikan:
• ruang penghidupan dan akses kepada nelayan kecil, nelayan
tradisional, pembudidaya ikan kecil, dan petambak garam kecil; dan
• wilayah Masyarakat Hukum Adat dan kearifan lokal di Perairan
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
J. Cara menangani masalah kesehatan dan mencegah penyakit yang terjadi
pada masyarakat pesisir
Cara menangani masalah kesehatan pada masyarakat pesisir ialah
dengan meningkatkan pengetahuan atau pemahaman masyarakat pesisir.
Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (over behavior).
Karena jika seseorang tidak mengetahui tentang sebuah objek, maka
objek tersebut tidak akan menarik bagi seseorang. Begitu juga halnya dengan
pemanfaatkan pelayanan kesehatan khususnya Puskesmas dan Posyandu.
Pengetahuan tentang puskesmas dapat mempengaruhi perilaku masyarakat di
dalam pemanfaatan pelayanan puskesmas untuk memeriksa kesehatannya.
Pengetahuan sangat penting peranannya dalam memberikan wawasan terhadap
bentuk sikap, yang selanjutnya akan diikuti oleh tindakan dalam memilih
pelayanan kesehatan yang diyakini kemampuannya. Tingkat pengetahuan
mempunyai pengaruh terhadap penggunaan puskesmas, apabila masyarakat
tidak mengetahui tentang manfaat puskesmas, maka masyarakat memandang
tidak penting untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang disediakan.
(Sakka, Ambo. 2016)
Selain itu, Akses. Akses dapat mempengaruhi frekuensi kunjungan
ditempat pelayanan kesehatan, makin dekat jarak tempat tinggal dengan pusat
pelayanan kesehatan makin besar jumlah kunjungan di pusat pelayanan
tersebut, begitu pula sebaliknya, makin jauh jarak tempat tinggal dengan
pusat pelayanan kesehatan makin kecil pula jumlah kunjungan di pusat
pelayanan kesehatan tersebut 15. Akses masyarakat atau transportasi
masyarakat Pesisir ke lokasi pelayanan kesehatan sangat mempengaruhi
pemanfaatan atau tidak dimanfaatkannya pelayanan kesehatan terutama
Puskesmas. Pelayanan kesehatan yang lokasinya terlalu jauh dari tempat
tinggal baik jarak secara fisik maupun secara finansial tentu tidak mudah
dicapai. Dengan demikian akses baik berupa jarak maupun transportasi yang
di butuhkan dari tempat tinggal ke pusat pelayanan kesehatan sangat
mempengaruhi tingkat permintaan pelayanan kesehatan dan jika akses serta
sulitnya transportasi dari tempat tinggal yang jauh dari unit pelayanan
kesehatan maka semakin besar untuk tidak memanfaatkan pelayanan
kesehatan. (Karman, 2016) Cara lain yaitu juga dengan memperbaiki
kepercayaan. Kepercayaan masyarakat Pesisir terhadap mantra yang dibuat
oleh dukun mempunyai kekuatan tersendiri dalam penyembuhan penyakit.
Masyarakat Pesisir masih percaya akan hal-hal mistis seperti penyakit yang
datang dari roh-roh makhluk halus sehingga upaya yang dilakukan dalam
menyembuhkan penyakit tersebut adalah melakukan pengobatan dengan
menggunakan dukun. Mereka yakin bahwa dukun mampu menyembuhkan
penyakit tersebut dengan mantra atau ramuan-ramuan tertentu, sementara
untuk sarana kesehatan berupa Puskesmas mereka tidak percaya akan mampu
menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh makhluk halus tersebut.
(Saptaputra, Syawal. 2016).
K. Pengaruh Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) Terhadap
Faktor Kesehatan Masyarakat Pesisir
Tenaga kesehatan masyarakat adalah setiap orang yang mengabdikan
diri dalam bidang kesehatan masyarakat serta memiliki pengetahuan dan atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan masyarakat. Tenaga
Kesehatan Masyarakat diatur dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan yang harus terdata atau teregistrasi sebagai tenaga
kesehatan melalui Surat Tanda Registrasi yang dikeluarkan oleh Majelis
Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) (Suparman et al., 2019).
Persyaratan Pendidikan untuk mendapat STR tenaga Kesehatan
Masyarakat Pratama adalah minimal pendidikan Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM) yang diluluskan dari Program Studi Kesehatan
Masyarakat jenjang Strata-1. Berdasarkan UU. No.36 Tahun 2014 semua
tenaga Kesehatan wajib memiliki STR yang diberikan pada SKM dengan
ketentuan bahwa SKM yang lulusan sebelum dan sampai tahun 2014 maka
untuk mendapatkan STR dengan persyaratan Ijazah atau tanpa Uji
Kompetensi sedangkan SKM yang lulusan setelah tahun 2014 maka harus
mengikuti Uji Kompetensi. Uji Kompetensi dalam bidang Kesehatan
Masyarakat disebut Uji Kompetensi Ahli Kesehatan Masyarakat (UKAKM)
yang dilaksanakan oleh Panitia Nasional yang dibentuk oleh organisasi
profesi Kesehatan Masyarakat sebagai anggota MTKI yaitu Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan
Tinggi Kesehatan Masyarakat Indonesia (AIPTKMI). Menurut Undang-
Undang No 36 tahun 2014 bahwa STR ini digunakan sebagai persyaratan
tenaga kesehatan masyarakat untuk melakukan Praktik Kesehatan Masyarakat
(Suparman et al., 2019).
Jenis Tenaga kesehatan Masyarakat menurut Undang-undang No 36
Tahun 2014 disebutkan bahwa jenis tenaga kesehatan yang termasuk dalam
kelompok tenaga kesehatan masyarakat terdiri dari Epidemiolog Kesehatan,
Tenaga Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Pembimbing Kesehatan Kerja,
Tenaga Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Tenaga Biostatistik dan
Kependudukan, serta Tenaga Kesehatan Reproduksi dan Keluarga. Praktek
kesehatan masyarakat ini diatur oleh Organisasi Profesi Kesehatan
Masyarakat IAKMI berdasarkan Kode Etik Profesi Kesehatan Masyarakat
Indonesia yang menyatakan bahwa Ahli Kesehatan Masyarakat senantiasa
berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suparman et al.,
2019).
Kesehatan masyarakat, sebuah ungkapan yang tampak sederhana,
meliputi semua kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk memastikan
kondisi di mana orang dapat menjadi sehat. Untuk mencapai hal ini, praktik
kesehatan masyarakat pada intinya adalah interdisipliner, menjalin bersama
berbagai keterampilan, pengetahuan, sikap, dan pandangan dunia dari
berbagai profesi yang terlibat. Banyak pihak berkontribusi pada upaya
kesehatan, yang membedakan dengan perawatan medis yaitu kesehatan
masyarakat berfokus pada populasi dan komunitas daripada individu. Namun,
komunitas terdiri dari individu, dan kurangnya perawatan memang
mengurangi kesehatan komunitas. Dengan demikian layanan kesehatan
masyarakat mencakup beberapa penyediaan perawatan, terutama untuk
kelompok rentan (Fifi & Hendi, 2020).
Kesehatan masyarakat dapat menjadi komponen yang relatif kecil
dalam sistem kesehatan apa pun dibandingkan dengan penyediaan layanan
kesehatan kuratif tingkat individu. Namun, fungsi inti kesehatan masyarakat
dan kontribusi praktik kesehatan masyarakat terhadap sistem kesehatan apa
pun merupakan pusat sistem yang berfungsi secara efektif. Enam fungsi
kesehatan masyarakat yang dimaksud yaitu:
1) Memastikan ketersediaan informasi strategis kritis epidemiologis;
2) Memperkuat institusi kesehatan publik dan infrastruktur utama;
3) Membangun jaringan laboratorium kesehatan masyarakat yang kuat;
4) Membangun tenaga kerja yang terampil
5) Menerapkan program kesehatan masyarakat; dan
6) Mendukung riset operasional / terapan kritis.
Berdasarkan hal tersebut, kesehatan masyarakat memegang peranan
yang sangat penting dalam upaya menurunkan prevalensi stunting di
Indonesia bahkan di dunia (Fifi & Hendi, 2020).
L. Pentingnya mengetahui masalah kesehatan yang ada di lingkungan
pesisir
Daerah pesisir merupakan salah satu daerah yang banyak memiliki
masalah khususnya di bidang kesehatan masyarakat. Penelitian ini dilakukan
untuk menggali tentang masalah-masalah kesehatan masyarakat yang terjadi
di lingkungan pesisir di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian
eksploratif yang dilakukan melalui observasi lapangan dan penelusuran
kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah kesehatan di
daerah pesisir yaitu masalah lingkungan, perilaku dan sosial. Masalah
kesehatan merupakan salah satu masalah yang sangat kompleks. Hal ini sering
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Demikian pula
pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi
kesehatannya sendiri tetapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada
pengaruhnya terhadap masalah "sehat-sakit". Banyak faktor yang
mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan
masyarakat. Hendrik L. Blum seorang pakar di bidang kedokteran pencegahan
mengatakan bahwa status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 hal yaitu
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan genetik (keturunan)
(Notoatmodjo, 2011 dalam Sumampouw, 2015:2 ).Faktor-faktor ini,
berpengaruh langsung pada kesehatan dan saling berpengaruh satu sama
lainnya. Status kesehatan dapat tercapai secara optimal jika keempat faktor ini
secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal. Salah satu faktor saja
berada dalam keadaan yang terganggu (tidak optimal) maka status kesehatan
dapat tergeser ke arah di bawah keadaan optimal (Sarudji, 2006 dalam
Sumampouw, 2015:2 ).Teori dari Hendrik Blum dan Marc Lalonde
menunjukkan bahwa status kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor
yaitu lingkungan, perilaku kesehatan, pelayanan kesehatan dan genetik.
Hendrik L. Blum dalam Planning for Health, Development and Application of
Social Change Theory secara jelas menyatakan bahwa determinan status
kesehatan masyarakat merupakan hasil interaksi domain lingkungan, perilaku
dan genetika serta bukan hasil pelayanan medis semata-mata. Berdasarkan
teori ini, terlihat bahwa konsep status kesehatan seseorang bahkan suatu
masyarakat, dipengaruhi oleh empat faktor terdiri lingkungan 45%, perilaku
30% disusul jasa layanan kesehatan 20%, serta faktor genetik atau keturunan
hanya berpengaruh 5% (Sarudji, 2006 dalam Sumampouw, 2015:5). Ada
banyak hal yang diduga menjadi penyebab tingginya masalah kesehatan di
lingkungan pesisir. Penulis mengelompokkannya dalam 3 kelompok yaitu
lingkungan, perilaku dan sosial yang disebut sebagai determinan kesehatan.
(1) Determinan lingkungan
Masalah kesehatan lingkungan yang paling utama di daerah pesisir yaitu
bahwa adanya pembuangan air limbah rumah tangga ke sungai-sungai. Hal ini
menyebabkan tercemarnya air sungai dan air laut di daerah pesisir, sehingga
diduga menyebabkan gangguan lingkungan seperti mengganggu jaring
makanan pada ekosistem sungai dan pesisir. Tingkat kepadatan penduduk
yang tinggi. Hal ini menyebabkan daya dukung lingkungan terhadap
kehidupan masyarakat menjadi berkurang, seperti ketersediaan air bersih,
udara berkualitas, dan lainnya. Padatnya penduduk juga menyebabkan
penularan penyakit berbasis lingkungan lebih cepat dan luas. Tercemarnya
lingkungan pesisir dengan limbah rumah tangga. Hal ini bisa terjadi karena
berdasarkan hasil observasi awal, terlihat banyaknya limbah rumah tangga
seperti sisa air cucian, kotoran hewan, kotoran manusia dan lainnya di air
sungai, tanah, perairan pesisir dan daerah perumahan. Beberapa bakteri yang
bisa menjadi indikator pencemaran yaitu kelompok bakteri Koliform.
(2) Determinan perilaku
Rendahnya perilaku masyarakat khususnya yang berhubungan dengan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) berdasarkan pada
indikator output yaitu:
(a) Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi
dasar (jamban).
(b) Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan
makanan yang aman di rumah tangga.
(c) Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas
(seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia
fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang
mencuci tangan dengan benar.
(d) Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
(e) Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar Penelitian ini
sejalan dengan penelitian lainnya yang menyatakan bahwa adanya hubungan
yang signifikan antara perilaku hidup bersih dan sehat dan kualitas sumber air
dengan kejadian diare (Efriani 2008 dalam Sumampouw, 2015:9). Subagijo
(2006) memperoleh hasil bahwa perilaku masyarakat yang tidak baik 3,5 kali
lebih besar risiko terkena diare daripada mereka yang berperilaku hidup bersih
dan sehat yang baik. Sinthamurniwaty (2006) menunjukkan bahwa perilaku
mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar merupakan faktor
protektif diare.
(3) Determinan social
Salah satu indikator dalam determinan sosial yaitu tingkat pendapatan.
Tingkat pendapatan menentukan pada tinggi rendahnya tingkat kemiskinan.
Tingginya jumlah keluarga miskin. Kemiskinan juga menjadi salah satu
masalah di daerah pesisir. Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa
penilaian status kesehatan masyarakat salah satunya dinilai dari tingkat
pendapatan. Hal ini disebabkan karena dengan tingginya tingkat pendapatan
maka akses terhadap layanan kesehatan yang prima akan mudah diperoleh.
Selain itu, tingginya pendapatan dapat membuat masyarakat memodifikasi
lingkungan rumah dan sekitarnya (termasuk jamban dan sumur) sehingga
sesuai dengan syarat yang ditentukan. Determinan sosial-ekonomi kesehatan
merupakan kondisikondisi sosial dan ekonomi yang melatari kehidupan
seorang, yang mempengaruhi kesehatan. Cabang epidemiologi yang
mempelajari hal ini yaitu epidemiologi sosial. Epidemiologi sosial
mempelajari karakteristik spesifik dari kondisi-kondisi sosial dan mekanisme
dari kondisi-kondisi sosial itu dalam mempengaruhi kesehatan. Epidemiologi
sosial mempelajari peran variabel di tingkat individu, misalnya, gender, umur,
pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, status sosial, posisi dalam hirarki sosial.
Selain itu, epidemiologi sosial juga mempelajari peran variabel-variabel
sosial, seperti kondisi kerja, pendapatan absolut wilayah, distribusi
pendapatan, kesenjangan pendapatan, perumahan, ketersediaan pangan, modal
sosial, eksklusi sosial, isolasi sosial, kebijakan kesehatan tentang penyediaan
pelayanan kesehatan (misalnya, akses universal terhadap pelayanan
kesehatan), dan pembiayaan pelayanan kesehatan (misalnya, ketersediaan
jaring pengaman sosial) (Murti, 2010 dalam Sumampouw, 2015:11).
BAB III PENUTUP
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai