Anda di halaman 1dari 14

1.

Analisis Faktor - Faktor yang Mendukung dan Menghambat Pembangunan Desa


Wisata yang Berkelanjutan di Bali, Berserta Landasan Teoritis dan Yuridis.
Soemarwoto (2006:29) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai perubahan
positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial dimana
masyarakat bergantung kepadanya. Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, mendefinisikan pembangunan
berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan. 1
Di dalam pelaksanaan pembangunan, tentu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi di
dalamnya baik itu bersifat mendukung maupun bersifat menghambat. Demikian pula di
dalam pengembangan pariwisata di Bali. Berikut merupakan faktor pendukung dan
penghambat dalam pembangunan Desa wisata yang berkelanjutan di Bali.

FAKTOR PENDUKUNG
Faktor pendukung adalah faktor-faktor yang mendukung keberhasilan dalam
pengembangan pariwisata berwawasan lingkungan di Bali. berikut merupakan faktor-
faktor pendukung dalam pengembangan pariwisata berwawasan lingkungan di Bali :2
1. Ekonomi : Keinginan masyarakat untuk meningkatkan taraf perekonomian membuat
masyarakat desa wisata memanfaatkan dengan membuka usaha-usaha disana. Keadaan
perekonomian masyarakat desa wisata menengah kebawah mendorong rasa masyarakat
untuk lebih bekerja keras. Walaupun masyarakat desa wisata mayoritas sebagai petani
namun tidak memungkiri bahwa sebagian ada juga yang berdagang di desa wisata.
2. Alam : Selain faktor ekonomi yang menjadi hal utama masyarakat dalam
berpartisipasi. Faktor lingkungan alam juga menjadi pendorong masyarakat dalam
berpartisipasi. Pada faktor lingkungan alam ini masyarakat ikut melestarikan dengan cara
menjaga dan merawat segala yang ada di desa wisata, terlebih lagi masyarakat desa
1
Soemarwoto, Otto, 2006. Pembangunan Berkelanjutan: Antara Konsep dan Realitas. Bandung, Departemen
Pendidikan Nasional Universitas Padjajaran Bandung, H.31
2
Asih Widi Lestari,2014, Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Dalam Mewujudkan Pembangunan Pariwisata
Berwawasan Lingkungan, Jurnal Administrasi Publik Universitas Diponegoro
bekerja sebagai petani, penting sekali bagi mereka untuk merawat dan menjaga alam desa
mereka. Masyarakat desa wisata sering kali melakukan kerja bakti sosial seperti gotong
royong atau pembersihan-pembersihan yang berhubungan dengan alam. Terlebih lagi
Desa wisata memang menyuguhakan keasrian alamnya. Salah satu potensi wisata desa
wisata ialah panorama alam sawah yang luas dan bukit-bukit. Masyarakat mengerti
betapa pentingnya menjaga dan merawat yang menjadi sumber kehidupan mereka.

FAKTOR PENGHAMBAT
1. Anggaran yang dikeluarkan pemerintah Privinsi Bali dirasa masih kurang untuk
pengembangan pariwisata di desa – desa tertentu. Hal ini dikarenakan Pemerintah Bali
mengutamakan program-program yang lebih penting untuk di danai.
2. Banyaknya investor yang tidak sadar akan lingkungan.3

Adapun saran yang dapat peneliti berikan adalah:


1. Pemerintah Provinsi Bali harus lebih mendorong kratifitas-kreatifitas masyarakat Bali
dengan memberikan program-program yang dapat meningkatkan IPTEK masyarakat.
2. Pemerintah Provinsi Bali harus menindak tegas bagi para “investor-investor” nakal
yang tidak sadar lingkungan.
3. Pemerintah Provinsi Bali harus lebih memperketat pemberian IMB ( Ijin Mendirikan
Bangunan ) bagi para investor.

2. Pengaturan Kebijakan dalam Perdagangan Jasa Pariwisata di Era Globalisasi.


A. - Perdagangan dan Jasa merupakan pergerakan utama pembangunan pergerakan
perekonomian nasional, yang memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi,
menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan ekspordan devisa, memeratakan
pendapatan, serta memperkuat daya saing produk dalam negeri demi kepentingan
nasional. Pembangunan ekonomi, merupakan cara terpenting untuk meningkatkan
kesejahteraan bagi negara-negara sedang berkembang pembangunan mutlak diperlukan
guna mengatasi masalah kekurangan dalam kesejahteraan ekonomi (Soedijana, 2008:30)

3
Sutisna, N. 2006. Enam Tolak Ukur Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Regional Development Institute, H.47
- Pasal 1 Paragraf 2 menetapkan bahwa yang dimaksud dengan perdagangan jasa
dalam GATS adalah pasokan jasa:

a. dari wilayah suatu anggota ke dalam wliayah anggota lain


b. dalam wilayah suatu anggota untuk konsumen jasa dari anggota lain
c. melalui keberadaan komersial pemasok jasasuatu anggota di wilayah anggota lain
d. melalui keberadaan orang pemasok jasa Intemasional anggota di wilayah anggota lain

B. Dua cara penyampaian perdagangan jasa mode of supply

1) Cara yang pertama, perdagangan jasa intemasional dilakukan dari wilayah atau negara
pemasok jasa (supplier) ke dalam wilayah negaralain (konsumen) dimana dalam
memberikan jasa tersebut pemasok tidak memasuki wilayah atau negara konsumen.
Cara yang pertama ini dikenal juga dengan istilah Cross Border Supply (CBS) 4, yang
menekankan pada unsur lintas batas negara dalam pemasokan jasa intemasional. Cara
perdagangan jasa yang pertama Ini menurut Bernard Hoekman dan Michel Kostecki,
hanya dapat diterapkan terhadap kegiatan jasayang tidak mensyaratkan kedekatan fisik
antara antara pemasok jasadengan penggunajasa. Contoh kegiatan jasa yang dapat
dilakukan dengan cara pertama ini antara lain adalah jasakonsultasi melalui media
elektronik, dan beberapa macam jasa perbankan yang dilakukan melalui media
elektronik, seperti melalui internet, serta melalui telepon (phone banking).
2) Cara yang kedua, perdagangan jasa intemasional dilakukan dengan cara pengguna jasa
mendatangi pemasok jasadi wilayah negara yang berbeda. Cara perdagangan jasa ini
diterapkan terhadap kegiatan jasa yang membutuhkan kedekatan fisik antara pemasok
jasa dengan pengguna jasa.Contoh yang dapat dikemukakan antara lain seperti seorang
pasien dari Indonesiayang berobat ke Rumah Sakit di Singapura (jasa kesehatan).
Termasuk dalam kategori kegiatan jasa yang dapat dilakukan dengan cara ini adalah
jasa pendidikan dan jasa pariwisata.
3) Pengaturan kebijakan dalam perdagangan jasa pariwista di era globalisasi ialah :
Kebijakan pariwisata di Indonesia itu ialah mencakup 3 aspek :

4
Marzuki Usman, 1995, GATT: Pokok-pokok Pengaturan dan Komitmen Indonesia dalam Sektor Jasa Pariwisata
dalam Mini Economica, No.23, H.47
a) Kepariwisataan sebagai bentuk perdagangan jasa
b) Hubungan kegiatan bisnis kepariwisataan dengan kebudayaan dan lingkungan
hidup
c) Hukum yang mengatur kegiatan perdagangan jasa pariwisata dan hubungan
pariwisata dengan kebudayaan
Cara cara pengaturan kebijakannya ialah:

a. (provider/supplyer): Ada pemasok jasa, yang menyediakan jasa dan memasok


jasa untuk konsumen jasa
b. (consumer,tourist):Ada pemakai jasa yang mempunyai kebutuhan jasa,
mendapatkan jasa dari, dan melalui transaksi dengan pemasok jasa,
c. Ada proses transaksi antara pemasok jasa dengan pemakai jasa dengan
menggunakan berbagai instrumen transaksi ( payment instrument ) dan media
transaksi (instrumen negoisasi langsung/tidak langsung: pertemuan, surat,
telefon dan internet
Melalui cara-caratersebut menunjukkan pariwisata merupakan suatu kegiatan yang
kompleks, yang dapat dipandang sebagai suatu sistem yang besar, yang memiliki
beberapa aspek, yaitu ekonomi, ekologi, politik, sosial, dan budaya yang saling terkait
satu sama lain. Oleh karena pentingnya definisi pariwisata sebagaimana yang nantinya
akan menjadi acuan dalam kebijakan dan hukum pariwisata Indonesia.5

Dua penyampaian jasa ialah:

1. Ekonomi,konsumsi jasa : di mana ekonomi itu sendiri di bidang pariwisata


sangat di perlukan dikarenakan sanagat membantu infrastruktur pariwisata
sedangkan konsumsi jasa itu sendiri di mana masyarakat ikut serta terlibat di
dalam konsumsi jasa itu sendiri.6
2. Manajemen permintaan penawaran prosedur : di mana adanya permintaan dan
penawaran di dalam masyarakat untuk manajemen dan permintaan penawaran
prosedur7

5
Oka.A.,Yoeti. Pengantar Ilmu Pariwisata.(Bandung: Angkasa.2000), H. 34
6
Daldjoeni, N. Pengantar Geografi Untuk Mahasiswa dan Guru Sekolah. (Bandung: Alumni, 1999), H. 23
7
Sutrisna, Slamet. 1992. “Budaya Keilmuan dan Situasinya di Indonesia” dalam Tantangan Kemanusiaan Universal.
Yogyakarta : Kanisius
Menimbang :
a. bahwa pembangunan kepariwisataan bertumpu pada
keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam
dengan tidak mengabaikan kebutuhan masa yang akan datang,
sehingga diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi yang
membawa manfaat pada kesejahteraan masyarakat;
b. bahwa pembangunan destinasi pariwisata perlu dilakukan
secara terpadu, berkelanjutan dan bertanggungjawab sehingga
diperlukan adanya penjabaran kriteria destinasi pariwisata yang
berkelanjutan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Pariwisata tentang Pedoman Destinasi Pariwisata
Berkelanjutan.8

3. Model Inventarisasi Jenis Pengaturan Tentang Kepariwisataan Di Indonesia Serta


Analisisnya.9

NO PENGATURAN DIMENSI VARIABEL INDIKATOR ANALISIS REKOMENDASI

1 Konsideran: Dimensi Mengatur Undang-Undang


Menimbang 1: lebih lanjut Nomor 10 Tahun
Ketepatan ketentuan 2009 tentang
Jenis PUU UUD 1945, Kepariwisataan
yang tidak termasuk
diamanatkan UndangUndang
secara tegas yang tidak
oleh UUD diamanatkan
1945 secara tegas oleh
UUD NRI Tahun
1945, namun
karena
Kepariwisataan
ini merupakan
salah satu
pendukung
8
PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016
9
UNDANG – UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN
pertumbuhan
ekonomi negara,
merupakan
sektor utama
pembangunan
ekonomi
nasional dan
juga
memanfaatkan
SDA, maka
bentuk Undang -
Undang sudah
tepat. Oleh
karena
pariwisata ini
juga sebagai
salah satu
pendukung
pertumbuhan
ekonomi, maka
di dalam
konsideran
mengingat
perlu/bisa
ditambahkan
Pasal 33 UUD
NRI Tahun
1945.

2 Pasal 15 Dimensi Kewajiban Adanya Pasal 15


UndangUndang 2: Potensi pengaturan UndangUndang
Nomor 10 Tahun Disharmo tentang hal Nomor 10 Tahun
2009 tentang ni yang sama 2009 tentang
Kepariwisataan Pengatura pada 2 (dua) Kepariwisataan
Jo Permenpar n atau lebih PUU Jo. Permenpar
Nomor 18 Tahun setingkat tetapi Nomor 18 Tahun
2016 tentang memberikan 2016 tentang
Pendaftaran kewajiban Pendaftaran
Usaha Pariwisata yang berbeda Usaha
Pariwisata,
berpotensi
disharmoni
dengan Pasal 16
UndangUndang
Nomor 27 Tahun
2007 tentang
PWP3K Jo.
UndangUndang
Nomor 1 Tahun
2014 dan Pasal 8
Peraturan
Pemerintah
Nomor 36 Tahun
2010 tentang
Pengusahaan
Pariwisata Alam
Alam Di Suaka
Margasatwa,
Taman Nasional,
Taman Hutan
Raya, Dan
Taman Wisata
Alam. Adanya
potensi
disharmoni
terkait perizinan
di bidang
industri wisata
bahari.
Pengaturan
terkait wisata
bahari juga
diatur dalam
Undang-Undang
Nomor 27 Tahun
2007 tentang
PWP3K Jo
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun
2014 Di dalam
Pasal 16
Undang-Undang
PWP3K
dikatakan bahwa
setiap orang
yang melakukan
pemanfaatan
ruang dari
sebagaian
perairan pesisir
dan pemanfaatan
sebagaian pulau
pulau kecil
secara menetap
wajib memiliki
izin lokasi.
Demikian pula
dalam Pasal 19
Undang-Undang
PWP3K bahwa
setiap orang
yang melakukan
pemanfaatan
sumber daya
Perairan Pesisir
dan perairan
pulau pulau kecil
untuk kegiatan:
a. produksi
garam; b
3 Pasal 14 ayat (1) Dimensi Kewenangan Adanya Pasal 14 ayat (1)
huruf l Undang- 2: Potensi pengaturan huruf l Undang-
Undang No 10 Disharmo tentang hal Undang Nomor
Tahun 2009 ni yang sama 10 Tahun 2009
tentang Pengatura pada 2 (dua) tentang
Kepariwisataa n atau lebih PUU Kepariwisataan
setingkat tetapi berpotensi
memberikan disharmoni
kewenangan dengan Pasal 28
yang berbeda Undang-Undang
Nomor 32 Tahun
2014 tentang
Kelautan; Pasal
19 ayat (1) huruf
e Undang-
Undang Nomor
27 Tahun 2007
Jo. Undang-
Undang Nomor
1 Tahun 2014
tentang PWP3K
dan Pasal 7 ayat
(3) Peraturan
Pemerintah
Nomor 36 Tahun
2010 tentang
Pengusahaan
Pariwisata Alam
Alam Di Suaka
Margasatwa,
Taman Nasional,
Taman Hutan
Raya, Dan
Taman Wisata
Alam.
Pengaturan
terkait wisata
bahari diatur
dalam Undang-
Undang Nomor
10 Tahun 2009
tentang
Kepariwisataan
di Pasal 14, di
mana wisata
bahari
disebutkan
dengan istilah
wisata tirta
sebagai salah
satu usaha
pariwisata. Di
dalam penjelasan
Pasal 14
Undang-Undang
Nomor 10 Tahun
2009 tentang
Kepariwisataan
bahwa yang
dimaksud
dengan “usaha
wisata tirta”
merupakan usaha
yang
menyelenggarak
an wisata dan
olahraga air,
termasuk
penyediaan
sarana dan
prasarana serta
jasa lainnya yang
dikelola secara
komersial di
perairan laut,
pantai, sungai,
danau, dan
waduk.
Pengaturan
terkait wisata
bahari juga
diatur dalam
Undang
4 Pasal 3 Dimensi Kesesuaian Penyebutan
3: dengan fungsi
Kejelasan sistematika kepariwisataan
Rumusan dan teknik tidak diperlukan,
penyusunan karena tidak
PUU akan operasional
(tidak memiliki
operator norma).
Fungsi dapat
dituangkan
dalam penjelasan
umum dari
Undang-Undang,
ketentuan umum
atau dalam
Naskah
Akademiknya.

Fungsi sifatnya
umum (seperti
asas, maksud dan
tujuan), sehingga
tidak perlu
dirumuskan
tersendiri dalam
pasal atau bab.
Hal ini sejalan
dengan petunjuk
Nomor 98
Lampiran II
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun
2011 tentang
Pembentukan
Peraturan PUU.
Dalam petunjuk
huruf c
dikatakan bahwa
ketentuan yang
mencerminkan
asas, maksud dan
tujuan
seharusnya
masuk dalam
ketentuan umum
dan tidak
dirumuskan
tersendiri dalam
pasal atau bab.

Oleh karena itu


sebaiknya norma
yang
menyebutkan
fungsi diubah
dan masuk
dalam Bab I.

4. Analisis Dampak Positif dan Negatif dari Kegiatan Kepariwisataan di Indonesia.


Proses pembangunan di berbagai sektor pasti akan disertai dengan timbulnya dampak,
dampak tersebut dapat berupa dampak positif dan negatif. Begitu pula dalam
pembangunan pariwisata, setiap kegiatan pembangunan kepariwisataan yangdilakukan
pasti menimbulkan dampak baik positif maupun negatif.10 Industri pariwisata yang
muncul membuat terjadinya Culture Shock bagi masyarakat, dengan adanya pariwisata
masyarakat lebih mudah dalam mencari nafkah, berbeda dengan sebelum adanya
pariwisata, perubahan ini membuat kebanyakan masyarakat sekitar berkecimpung di
industri pariwisata sesuai dengan tujuan awal diadakanya pariwisata. Disamping sektor
ekonomi, pariwisata juga mempengaruhi aspek sosial budaya masyarakat sekitar.
Datangnya seseorang atau sekelompok orang yang berasal dari daerah yang berbeda
secara otomatis membawa budaya yang baru dan berbeda, budaya mereka masing-masing
yang lambat laun dapat mempengaruhi sistem sosial budaya asli masyarakat.11

10
Spillane,J, James, 1987, Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya, Kanisus, Yogyakarta
11
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 49 No. 2 Agustus 2017
Dampak pembangunan pariwisata adalah dampak akibat adanya pembangunan pariwisata
yang menimbulkan akibat positif maupun negatif, sebenarnya tedapat 3 (tiga) bidang
pokok yang kuat dipengaruhi yaitu ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan.12

Dampak Positif Pariwisata :


- Pariwisata membawa banyak investasi yang dibutuhkan ke suatu daerah. Jika pada
negara berkembang seperti indonesia, mata uang asing sangat penting untuk masyarakat
setempat.
- Pariwisata menyediakan lapangan kerja bagi banyak orang lokal, mulai dari bekerja di
hotel hingga menjual pernak-pernik di pantai misalnya. Tanpa industri pariwisata di
negara kurang berkembang akan memiliki masalah pengangguran jauh lebih besar.
- Uang dari hasil pariwisata dapat digunakan untuk memperbaiki infrastruktur daerah.
Jalan baru, bandara dan fasilitas dapat dibangun, yang diperuntukkan untuk
meningkatkan jumlah wisatawan serta juga bermanfaat bagi warga setempat.
- Negara bisa mendapatkan keuntungan dari investasi luar negeri baik di sektor
pariwisata atau sektor pendukung lainnya.
- Pariwisata dapat membantu untuk melestarikan budaya dan kearifan masyarakat
setempat, karena mereka menjadi objek wisata .

Dampak Negatif Pariwisata :


- Di negara berkembang seperti Indonesia, kenyataannya uang yang dihasilkan sektor
wisata kebanyakan tidak masuk kas negara. Perusahaan penerbangan, agen liburan dan
hotel yang banyak menerima uang.
- Pekerja lokal seringkali tidak menerima upah yang besar dengan kondisi kerja yang
buruk.
- Banyaknya wisatawan yang masuk menambah besar kerusakan lingkungan terutama
dari sampah.

12
Erawan,I wayan.1985, Pengaruh Kebijakan Pariwisata Terhadap Industri Paiwisata Bali.Denpasar, Universitas
Udayana
- Peningkatan jumlah wisatawan membawa masalah seperti membuang sampah
sembarangan, pencemaran dan erosi jalan setapak. Semua ini membutuhkan waktu dan
uang untuk membersihkan.
- Investasi luar negeri, seperti hotel mewah, dapat berarti bahwa uang akan kembali ke
negara asal. Hotel ini juga dapat mengambil untung dari wisatawan lokal dan asing.
- Budaya lokal bisa mendevaluasi oleh pariwisata. Mereka mungkin hampir menjadi
pertunjukan orang aneh, di mana pengunjung mulai melihat ke bawah pada penduduk
setempat sebagai yang berbeda.
- Adakala wisatawan asing memanfaatkan kelonggaran imigrasi untuk menyelundupkan
narkoba dan menjualnya di lokasi wisata
- Pariwisata dan vulnerability ekonomi, karena di negara kecil dengan perekonomian
terbuka, pariwisata menjadi sumber mudah kena serang atau luka (vulnerability),
khususnya kalau negara tersebut sangat tergantung pada satu pasar asing.
- Polarisasi spasial dari industri pariwisata dimana perusahaan besar mempunyai
kemampuan untuk menerima sumber daya modal yang besar dari kelompok besar
perbankan atau lembaga keuangan lain. Sedangkan perusahaan kecil harus tergantung
dari pinjaman atau subsidi dari pemerintah dan tabungan pribadi. Hal ini menjadi
hambatan dimana terjadi konflik aspasial antara perusahaan kecil dan perusahaan besar.
- Sifat dari pekerjaan dalam industri pariwisata cenderung menerima gaji yang rendah,
menjadi pekerjaan musiman, tidak ada serikat buruh.
- Dampak industri pariwisata terhadap alokasi sumber daya ekonomi industri ini dapat
menaikkan harga tanah dimana kenaikan harga tanah dapat menimbulkan kesulitan bagi
penghuni daerah tersebut yang tidak bekerja disektor pariwisata yang ingin membangun
rumah atau mendirikan bisnis disini.
- Dampak terhadap lingkungan, bisa berupa polusi air atau udara, kekurangan air,
keramaian lalu lintas dan kerusakan dari pemandangan alam yang tradisional.13
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

13
Bakaruddin. 2008. Perkembangan dan Permasalahan Kepariwisataan. Padang: UNP Press, H. 56 - 58
Soemarwoto, Otto, 2006. Pembangunan Berkelanjutan: Antara Konsep dan Realitas.
Bandung, Departemen Pendidikan Nasional Universitas Padjajaran Bandung.
Marzuki Usman, 1995, GATT: Pokok-pokok Pengaturan dan Komitmen Indonesia dalam
Sektor Jasa Pariwisata dalam Mini Economica, No.23.
Sutisna, N. 2006. Enam Tolak Ukur Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Regional
Development Institute.
Oka.A.,Yoeti. Pengantar Ilmu Pariwisata.(Bandung: Angkasa.2000).
Daldjoeni, N. Pengantar Geografi Untuk Mahasiswa dan Guru Sekolah. (Bandung:
Alumni, 1999).
Spillane,J, James, 1987, Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya, Kanisus,
Yogyakarta
Erawan,I wayan.1985, Pengaruh Kebijakan Pariwisata Terhadap Industri Paiwisata
Bali.Denpasar, Universitas Udayana
Bakaruddin. 2008. Perkembangan dan Permasalahan Kepariwisataan. Padang: UNP
Press.

Jurnal :

Asih Widi Lestari,2014, Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Dalam


Mewujudkan Pembangunan Pariwisata Berwawasan Lingkungan, Jurnal Administrasi Publik
Universitas Diponegoro.
Sutrisna, Slamet. 1992. “Budaya Keilmuan dan Situasinya di Indonesia” dalam
Tantangan Kemanusiaan Universal. Yogyakarta : Kanisius.
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 49 No. 2 Agustus 2017

Perundang – undangan :

PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14


TAHUN 2016
UNDANG – UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN

Anda mungkin juga menyukai