Anda di halaman 1dari 20

PENGEMBANGAN WISATA

BUDAYA DI INDONESIA

Ni Putu Putri Arianti


(17101156)

STMIK STIKOM Indonesia


2020/2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul Pengembangan Wisata
Budaya Di Indonesia ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bapak
Bagus Kusuma Wijaya,SE.,MBA pada mata kuliah Pariwisata dan Budaya. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pariwisata dan Budaya bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bagus Kusuma Wijaya,SE.,MBA,


selaku dosen mata kuliah Pariwisata dan Budaya yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, paper yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan paper ini.

Denpasar, 22 Maret 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pariwisata merupakan sektor ekonomi yang penting dalam region Indonesia.
Pengembangan pariwisata dapat menjadi industri yang menyerap banyak tenaga kerja,
memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat lokal, menciptakan usaha baru yang
dikelola oleh swasta, serta berperan dalam mendorong kemajuan region.
Di Indonesia, pariwisata pernah mencapai kejayaan pada awal dekade 90an
dengan perolehan devisa mencapai 3,3 miliar dolar amerika, menempati peringkat ketiga
penerimaan devisa negara di luar minyak dan gas, sesudah tekstil dan kayu.
Pariwisata untuk banyak negara khususnya di Afrika, Amerika Latin, dan Asia,
termasuk Indonesia merupakan sesuatu yang penting untuk pertumbuhan ekonomi yang
cepat. Bahkan di negara maju industri pariwisata memegang peranan penting dalam
perdagangan luar negeri karena jumlah devisa yang dihasilkan melebihi volume dari
berbagai barang ekspor negara tersebut.
2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi pariwisata?
2. Apa definisi pariwisata nasional?
3. Bagaimana sejarah pariwisata nasional?
4. Bagaimana perkembangan pariwisata nasional?

3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi pariwisata.
2. Untuk memahami definisi nasional.
3. Untuk memahami sejarah pariwisata nasional.
4. Untuk mengetahui dan memahami perkembangan pariwisata nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Pariwisata
Menurut Wikipedia, Pariwisata atau turisme adalah suatu perjalanan yang dilakukan
untuk rekreasi atau liburan dan juga persiapan yang dilakukan untuk aktivitas ini.
Seorang wisatawan atau turis adalah seseorang yang melakukan perjalanan paling tidak sejauh
80 km (50 mil) dari rumahnya dengan tujuan rekreasi, merupakan definisi oleh Organisasi
Pariwisata Dunia.
Definisi yang lebih lengkap,turisme adalah industri jasa. Mereka menangani jasa mulai
dari transportasi, jasa keramahan, tempat tinggal, makanan, minuman dan jasa bersangkutan
lainnya seperti bank, asuransi, keamanan dll. Dan juga menawarkan tempat istrihat, budaya,
pelarian, petualangan,pengalaman baru dan berbeda lainnya.
Banyak negara bergantung banyak dari industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan
pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu
pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi yang dipakai oleh Organisasi
Non-Pemerintah untuk mempromosikan wilayah tertentu sebagai daerah wisata untuk
meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepada orang non-lokal.
Menurut Undang Undang No. 10/2009 tentang Kepariwisataan, yang dimaksud
dengan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas
serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

2. Definisi Pariwisata Nasional


Menurut Deddy R, 2014 Pariwisata nasional (national tourism) yaitu jenis pariwisata
yang dikembangkan dalam wilayah suatu negara, dimana persertanya tidak hanya terdiri
warganegaranya itu sendiri melainkan dari manca negara atau orang asing yang datang ke negara
tersebut. Misal, kepariwisataan yang ada di daerang Indonesia.
Adapun dampak positif dari pariwisata nasional yaitu:
a. Pendapatan Tetap
Pariwisata dapat mendatangkan pendapatan tetap yang efeknya dapat berantai.
Salah satunya adalah terciptanya lapangan kerja untuk penduduk setempat. Selain itu,
masyarakat masih bisa memperoleh pendapatan melalui pengeluaran oleh wisatawan
misalnya cinderamata, makanan-minuman, penginapan, atau jasa pariwisata yang
lain. Akan tetapi perlu diingat bahwa masyarakat tidak bisa sepenuhnya
menggantungkan pendapatan mereka dari pariwisata. Pariwisata kondisinya sangat
berfluktuatif tergantung dari banyak hal diantarnya kondisi ekonomi dan faktor
keamanan serta kenyamanan. Banyak pekerjaan di sektor pariwisata juga merupakan
pekerjaan paruh waktu ataupun musiman, misalnya pemandu wisata akan ada
pekerjaan jika ada wisatawan.
b. Peningkatan Pelayanan Untuk Masyarakat
Adanya sumber pendapatan yang diperoleh dari kegiatan pariwisata baik di
dalam maupun luar kawasan lindung dapat memperbaiki dan meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat. Misalnya, masyarakat akan mampu mengakses
pelayanan kesehatan maupun pendidikan dengan lebih baik. Selain itu penerapan
pajak ataupun insentif dapat juga membantu proyek-proyek pembangunan di
masyarakat. Pajak dapat diperoleh dari iuran masuk kawasan ataupun konsesi
penggunaan kawasan. Proyek-proyek masyarakat dapat didanai dari kegiatan
pariwisata berkelanjutan ini seperti mendanai program sekolah yang sedang berjalan
ataupun pembangunan klinik kesehatan baru.
c. Penguatan dan Pertukaran Budaya
Interaksi dengan masyarakat lokal serta tradisi dan budayanya merupakan
sesuatu yang sangat berharga bagi wisatawan, inilah salah satu alasan mereka
berwisata. Begitupun sebaliknya bagi masyarakat lokal, dapat membangun rasa
percaya diri serta bangga terhadap kebudayaan mereka karena tradisi dan budayanya
disukai oleh wisatawan. Peran dan interkasi masyarakat lokal terhadap wisata dan
wisatawan merupakan nilai tambah bagi pariwisata. Namun, kesuksesan dari proses
interaktif ini tergantung kepada masyarakat lokal juga, bagaimana mereka mengolah
proses serta situasi yang ada. Kemahiran berbahasa (untuk wisatawan asing) serta
keramahan dan kehangatan sikap masyarakat lokal menjadi hal penting untuk upaya
ini.
d. Kesadaran Masyarakat Terhadap Konservasi
Sudah menjadi hal umum jika kita biasanya kurang mensyukuri dan
manghargai lingkungan sekitar kita. Hal ini dapat disebabkan karena tiap saat kita
hidup didalamnya sehingga kurang bisa melihat keindahan, keunikan dan nikmat
yang ada. Meskipun pada dasarnya kita dapat memahami kerumitan alam dan peran
sumber daya yang ada di sekitar kita. Ketika orang luar datang dan mengagumi
lingkungan, budaya serta tradisi kita maka akan timbul rasa bangga pada apa yang
kita miliki dan biasanya akan diikuti dengan upaya konservasi. Banyak dari kita
kemudian berusaha untuk melindungi daerah kita serta mengubah pola hidup yang
dapat merusak lingkungan, misalnya kita akan menjaga kebersihan lingkungan,
mengelola kualitas air serta mempelajari budaya dan tradisi kita.
e. Peningkatan dalam bidang sistem teknologi, Ilmu Pengetahuan, dan ekonomi.
f. Terjadinya pergeseran struktur kekuasaan dari otokrasi menjadi oligarki.
g. Tidak berseberangan dengan desentralisasi.
h. Bukan penyebab krisis ekonomi.
Adapun dampak negatif dari pariwisata nasional yaitu:
a. Rusaknya Lingkungan
Berasal dari jumlah dan perilaku wisatawan yang dapat mengganggu dan
merusak kondisi lingkungan setempat. Berkaitan erat dengan daya dukung
lingkungan dan dapat dikontrol dengan pemberlakuan manajemen pariwisata yang
baik dengan menerapkan batasan perubahan yang dapat diterima. Proses yang dipakai
adalah adaptif aktif. Selalu dapat melihat setiap perubahan yang terjadi dengan
menetapkan kriteria serta indikator yang disesuaikan dengan tujuan paradigma
pariwisata yang dibangun.
b. Ketidakstabilan Ekonomi
Hal ini membuat masyarakat rentan terhadap kondisi pariwisata yang
fluktuatif. Sebagai konsekuensinya, wisatawan dan masyarakat lokal dapat membayar
harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan pelayanan, makanan-minuman, bahan
bakar, penginapan dll.
c. Kepadatan dan Kenyamanan
Terlalu banyaknya wisatawan akan mengganggu kenyamanan wisatawan itu
sendiri dan juga masyarakat yang hidup di daerah tersebut, terutama jika hal ini
terjadi di kawasan lindung.
d. Pembangunan Berlebih
Pembangunan pariwisata jika tidak dikontrol dengan baik dapat mengganggu
kenyamanan dan merusak lingkungan. Pembangunan dalam hal ini bisa dibedakan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu pembangunan yang terencana dan pembangunan yang
tidak terencana. Pembangunan terencana misalnya resort, hotel, dermaga, akses jalan
dan fasilitas pendukung wisata lainnya. Mereka sudah menempati ruang dan jumlah
tertentu. Pembangunan yang tidak terencana misalnya rumah-rumah pekerja industri
wisata. Pembangunan tidak terencana biasanya disebabkan oleh masyakarat yang
mencari pekerjaan di sektor wisata. Pembangunan ini seringkali sewenang-wenang,
tidak memperhatikan sanitasi dan kebersihan lingkungan. Sehingga kerap muncul
gubuk-gubuk kumuh dan liar di sekitar lokasi wisata.
e. Pengaturan Dari Pihak Luar Yang Berlebihan
Meskipun hal ini terlihat sebagai penilaian subjektif tapi hal ini juga telah
menjadi pusat perhatian para pemerhati kegiatan pariwisata. Pengusaha luar biasanya
mempunyai pengalaman serta sumber pendanaan yang lebih banyak. Seringkali
dengan pengalaman, pengetahuan serta kekuatan yang mereka miliki timbul
kecenderungan bahwa mereka akan mengatur kegiatan pariwisata dan dapat menekan
orang lokal atau menimbulkan kesan seolah-olah orang lokal hanya sebagai peran
pembantu saja. Hal ini akan berdampak tidak baik bagi kegiatan pariwisata itu sendiri
karena kegiatan pariwisata ini dapat dibenci dan tidak didukung orang lokal.
Diperlukan komunikasi yang baik dan pemerintah mempunyai peran besar terhadap
manajemen pariwisata di suatu kawasan lindung.
f. Kebocoran Secara Ekonomi
Pajak dari sektor pariwisata dapat “bocor” ke tempat atau daerah lain jika
wisatawan lebih memilih membeli barang ataupun memakai jasa-usaha yang dikelola
oleh orang luar (non lokal). Sebenarnya hal ini lumrah dan biasa terjadi di berbagai
tempat wisata dan kita juga tidak bisa menghindarinya. Hal yang perlu dipikirkan
kembali adalah membatasi kebocoran yang terjadi dengan pemberdayaan masyarakat
lokal. Untungnya, banyak wisatawan yang semakin sadar untuk membeli dan
memakai produk lokal jika mereka diberi kesempatan dengan catatan bahwa barang
dan jasa yang ditawarkan dapat bersaing dan bermutu bagus.
g. Perubahan Budaya
Perubahan budaya yang terjadi di masyarakat dapat bersifat positif dan
negatif, tergantung dari mana kita memandangnya. Bagaimanapun masyarakat
biasanya tidak mampu atau tidak diberi kesempatan untuk menentukan apakah
mereka ingin berubah atau tidak. Perubahan akan terjadi dengan begitu saja tanpa
masyarakat menyadarinya. Bagi para wisatawan, ada yang mengharapkan agar
masyarakat tidak berubah tetapi bagi sebagian wisatawan yang lain masyarakat
merupakan target perubahan untuk dipengaruhi. Dilihat dari masyarakat itu sendiri
juga ada beberapa perspektif. Ada masyarakat yang ingin menuju ke arah
modernisasi, ada masyarakat yang ingin mempertahankan gaya hidup serta budaya
mereka tetapi ada juga masyarakat yang tidak peduli dengan perubahan yang terjadi
selama mereka dapat hidup layak.

h. Menimbulkan Menimbulkan perubahan dalam gaya hidup, yang mengarah kepada


masyarakat yang konsumtif komersial. Masyarakat akan minder apabila tidak
menggunakan pakaian yang bermerk (merk terkenal).
i. Terjadinya kesenjangan budaya. Dengan munculnya dua kecenderungan yang
kontradiktif. Kelompok yang mempertahankan tradisi dan sejarah sebagai sesuatu
yang sakral dan penting (romantisme tradisi). Dan kelompok ke dua, yang melihat
tradisi sebagai produk masa lalu yang hanya layak disimpan dalam etalase sejarah
untuk dikenang (dekonstruksi tradisi/disconecting of culture).
j. Sebagai sarana kompetisi yang menghancurkan. Proses globalisasi tidak hanya
memperlemah posisi negara melainka juga akan mengakibatkan kompetisi yang
saling menghancurkan.
k. Sebagai pembunuh pekerjaan. Sebagai akibat kemajuan teknologi dan pengurangan
biaya per unit produksi, maka output mengalami peningkatan drastis sedangkan
jumlah pekerjaan berkurang secara tajam.
l. Sebagai imperialisme budaya. Proses globalisasi membawa serta budaya barat, serta
kecenderungan melecehkan nilai-nilai budaya tradisional.
m. Malu menggunakan budaya asli Indonesia karena telah maraknya cinta pada budaya
lain.
3. Sejarah Pariwisata Nasional
Menurut Wikipedia, bidang jasa pelayanan yang berkaitan dengan pariwisata mungkin
sudah berkembang sejak zaman Indonesia purba, khususnya Jawa kuno abad ke-8; beberapa
panel relief di Borobudur menggambarkan adegan penjual minuman, semacam warung, kedai,
atau rumah makan, serta ada bangunan yang di dalamnya ada orang tengah minum-minum dan
bersenang-senang, mungkin menggambarkan rumah minum atau penginapan. Indonesia
memiliki catatan sejarah kebudayaan pariwisata sejak abad ke-14.
Kakawin Nagarakretagama mencatat bahwa Raja Hayam Wuruk telah mengelilingi
Kerajaan Majapahit yang kini menjadi daerah Jawa Timur menggunakan pedati dengan iring-
iringan pejabat negara. Catatan Perjalanan Bujangga Manik, seorang resi pengelana Hindu dari
Pakuan Pajajaran yang ditulis pada abad ke-15 menceritakan perjalanannya keliling pulau Jawa
dan Bali. Meskipun perjalanannya bersifat ziarah, namun kadang-kadang ia menghabiskan waktu
seperti seorang pelancong zaman modern: duduk, mengipasi badannya dan menikmati
pemandangan di daerah Puncak, khususnya Gunung Gede yang dia sebut sebagai titik tertinggi
dari kawasan Pakuan.
Setelah masuknya Bangsa Belanda ke Indonesia pada awal abad ke-19, daerah Hindia
Belanda mulai berkembang menjadi daya tarik bagi para pendatang yang berasal dari Belanda,
yang pada awalnya —di daerah seperti Jawa— masih tertutup bagi para wisatawan. Di era-era
ini, pemerintah kolonial tidaklah menyukai wisatawan karena alasan stabilitas keamanan pasca
pemberontakan-pemberontakan di Jawa dan Perang Aceh, juga agar masyarakat asing tak
menyaksikan kemewahan pejabat kolonial yang didapat dari hasil eksploitasi kekayaan di Pulau
Jawa dan lainnya di Nusantara.
Kelak, gubernur jenderal pada saat itu memutuskan pembentukan biro wisata yang
disebut Vereeeging Toeristen Verkeer pada 13 April 1908 di Batavia yang gedung kantornya
juga digunakan untuk maskapai penerbangan Koninklijke Nederlansch Indische Luchtfahrt
Maatschapijj (kini disebut dengan KLM). Tak lama daripada itu, pada 1911 sudah tiada lagi
hambatan bagi para pelancong untuk bergerak bebas hambatan di seluruh Jawa dan 1916, buat
pulau-pulau lainnya. Ketika itu, Jawa menjadi tempat perlancongan yang mahal oleh sebab
tingginya biaya kapal uap dari Singapura ke Batavia. Wisatawan di awal abad ke-20 suka
melewati dataran-dataran tinggi di daerah Jawa Barat untuk melawat ke 'jantung hati'
kebudayaan Jawa, yakni di Jogjakarta dan Surakarta.
Hotel-hotel mulai bermunculan seperti Hotel des Indes di Batavia, Hotel Oranje di
Surabaya dan Hotel De Boer di Medan. Tahun 1913, Vereeneging Touristen Verkeer membuat
buku panduan mengenai objek wisata di Indonesia. Sejak saat itu, Bali mulai dikenal oleh
wisatawan mancanegara dan jumlah kedatangan wisman meningkat hingga lebih dari 100% pada
tahun 1927. Di luar Jawa sendiri, tempat monumen alam seperti Air Terjun Bantimurung —yang
kelak masuk sebagai bahagian daripada Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung— di
Sulawesi pun telah jadi tujuan wisata para turis. Sekitar tahun 1929,
Leopold III dari Belgia dan Putri Astrid dari Swedia berkunjung ke sini, diikuti RMS
Franconia, kapal pesiar pertama yang berlabuh di Makassar pada 27 Maret 1929. Bantimurung
terus dikunjungu wisatawan mancanegara dan bahkan tempat ini dijadikan saran berwisata di
musim kemarau pada buku panduan wisata Gids van Makassar en Zuid-Celebes pada tahun
1938. Pada 1 Juli 1947, pemerintah Indonesia berusaha menghidupkan sektor pariwisata
Indonesia dengan membentuk badan yang dinamakan HONET (Hotel National & Tourism) yang
diketuai oleh R. Tjitpo Ruslan. Badan ini segera mengambil alih hotel-hotel yang terdapat di
daerah sekitar Jawa dan seluruhnya dinamai Hotel Merdeka. Setelah Konferensi Meja Bundar,
badan ini berganti nama menjadi NV HORNET. Tahun 1952 sesuai dengan keputusan presiden
RI, dibentuk Panitia InterDepartemental Urusan Turisme yang bertugas menjajaki kemungkinan
terbukanya kembali Indonesia sebagai tujuan wisata.
Maskot Tahun Kunjungan Indonesia 1992. Pada masa Orde Baru, jumlah kunjungan
wisman ke Indonesia bertumbuh secara perlahan. Pemerintah pernah mengadakan program untuk
meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan asing ke Indonesia yang disebut dengan Tahun
Kunjungan Indonesia. Program ini meningkatkan kunjungan turis internasional hingga 400.000
orang. Selain itu pada tahun 1992, pemerintah mencanangkan Dekade Kunjungan Indonesia,
yaitu tema tahunan pariwisata sampai dengan tahun 2000.
Kepercayaan dunia internasional terhadap pariwisata Indonesia mulai mengalami
penurunan pada insiden pengeboman Bali tahun 2002 yang menyebabkan penurunan wisatawan
yang datang ke Bali sebesar 32%. Aksi teror lainnya seperti Bom JW Marriott 2003,
Pengeboman Kedutaan Besar Australia, Bom Bali 2005 dan Bom Jakarta 2009 juga
memengaruhi jumlah kedatangan wisman ke Indonesia. Aksi terorisme di Indonesia ini
mengakibatkan dikeluarkannya peringatan perjalanan oleh beberapa negara seperti Australia dan
Britania Raya pada tahun 2006.
Pada tahun 2008, pemerintah Indonesia mengadakan program Tahun Kunjungan
Indonesia 2008 untuk meningkatkan jumlah wisatawan nusantara dan wisatawan asing ke
Indonesia, selain itu program ini sekaligus untuk memperingati 100 tahun kebangkitan nasional
Indonesia. Dana yang dikeluarkan untuk program ini sebesar 15 juta dolar Amerika Serikat yang
sebagian besar digunakan untuk program pengiklanan dalam maupun luar negeri. Hasil dari
program ini adalah peningkatan jumlah wisatawan asing yang mencapai 6,2 juta wisatawan
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 5,5 juta wisatawan.
Sebagai upaya dalam meningkatkan jumlah wisatawan ke Indonesia, Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia melanjutkan program "Tahun Kunjungan Indonesia" pada
tahun 2009 dengan target 6,4 juta wisatawan dan perolehan devisa sebesar 6,4 miliar dolar
Amerika Serikat, sedangkan pergerakan wisatawan nusantara ditargetkan 229,95 juta perjalanan
dengan total pengeluaran lebih dari 128,77 triliun rupiah. Program ini difokuskan ke "pertemuan,
insentif, konvensi dan pertunjukan serta wisata laut".
Pada tahun 2010, pemerintah Indonesia mencanangkan kembali "Tahun Kunjungan
Indonesia serta Tahun Kunjung Museum 2010". Program ini dilakukan untuk mendorong
kesadaran masyarakat terhadap museum dan meningkatkan jumlah pengunjung museum. Pada
tahun 2011, pemerintah Indonesia menetapkan Wonderful Indonesia sebagai manajemen merek
baru pariwisata Indonesia, sementara untuk tema pariwisata dipilih "Eco, Culture, and MICE".
Logo pariwisata tetap menggunakan logo "Tahun Kunjungan Indonesia" yang dipergunakan
sejak tahun 2008.
4. Perkembangan Pariwisata Nasional
Geliat kepariwisataan Indonesia dapat dikatakan dimulai sejak dikeluarkannya Instruksi
Presiden RI No. 9 Tahun 1969 tentang Pedoman Pembinaan Pengembangan Kepariwisataan
Nasional. Usaha-usaha yang dilakukan sesuai dengan pasal 4 Inpres No. 9 Tahun 1969 adalah:
a. Memelihara/membina keindahan dan kekayaan alam serta kebudayaan
masyarakat Indonesia sebagai daya tarik kepariwisataan;
b. Menyediakan/membina fasilitas-fasilitas transportasi, akomodasi, entertainment
dan pelayanan pariwisata lainnya yang diperlukan, termasuk pendidikan kader;
c. Menyelenggarakan promosi kepariwisataan secara aktif dan efektif di dalam
maupun di luar negeri
d. Mengusahakan kelancaran formalitas-formalitas perjalanan dan lalu-lintas para
wisatawan dan demikian menghilangkan unsur-unsur yang menghambatnya;
e. Mengarahkan kebijaksanaan dan kegiatan perhubungan, khususnya perhubungan
udara, sebagai sarana utama guna memperbesar jumlah dan melancarkan arus
wisatawan.
Pada tahun 1969 jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia telah mencapai 86.000
wisatawan. Hal ini kemudian disikapi dengan membuat perencanaan induk pengembangan
pariwisata untuk pertama kalinya di Indonesia dengan membentuk Bali Tourist Development
Corporation (BTDC) pada tahun 1970. Bali menjadi pilot project pengembangan pariwisata
Indonesia pada saat itu tidak terlepas dari publikasi jurnalis dari Amerika Hickman Powell dalam
bukunya The Last Paradise: An American’s ‘Discovery’ of Bali in the 1920s yang diterbitkan
pada tahun 1930, dan karena publikasi tersebut jumlah wisatawan yang datang ke Bali
berangsur-angsur meningkat dari 11,278 pada tahun 1969 hingga mencapai 2.114.991 pada tahun
2008. Momen inilah yang kemudian menjadi titik awal perkembangan kepariwisataan di
Indonesia.Pada saat itu ikon pemasaran pariwasata Indonesia memanfaatkan alam dan budaya
Bali sebagai daya tarik utamanya.
Indonesia sejak tahun 1970an hingga sekarang telah mengalami berbagai macam
metamorfosis dalam upayanya menarik wisatawan untuk datang berkunjung ke Indonesia. Jika
kita menelaah kembali media masa di sekitar tahun 1970 hingga 1980 berbagai “tagline”
promosi pariwisata Indonesia telah dikumandangkan. “Indonesia, there is more to it than Bali”,
“Indonesia, Bali and Beyond”, serta “Indonesia, Bali plus Nine” yang dihembuskan seiring
dengan pembentukan 10 daerah tujuan wisata (DTW) dalam Rencana Pembangungan Lima
Tahun (Pelita) III Pariwisata Indonesia.
Pada tahun 1980an Indonesia untuk pertama kali mengkuti World Tourism Market
(WTM) menandai dimulainya era promosi pariwisata secara internasional, seiring dengan
lahirnya 7 kebijakan strategi pokok pariwisata dalam Pelita V yakni:
a. Promosi pariwisata yang konsisten
b. Penambahan aksesibilitas,
c. Mempertinggi kualitas pelayanan dan produk pariwisata,
d. Pengembangan DTW,
e. Promosi daya tarik alam, satwa dan wisata bahari,
f. Mempertinggi kualitas SDM,
g. Melaksanakan kampanye sadar wisata melalui Sapta Pesona.
Pada tahun 1992 melalui Keputusan Presiden RI Nomor 60 tahun 1992 ditetapkanlah
Dekade Kunjungan Wisata (Dekuni) sebagai bagian kampanye pariwisata Indonesia dengan
mengambil tema berbeda setiap tahunnya.
Hal yang menarik adalah pemerintah pada saat itu telah menyadari potensi sumber daya
alam dan budaya yang dimiliki oleh Indonesia untuk dijadikan daya tarik utama pariwisata
Indonesia. Hal ini terbukti setelah 41 tahun potensi ini belum berubah berdasarkan laporan
World Economic Forum (WEF). Hal lain yang menarik adalah selama masa itu pariwisata
Indonesia belum beranjak dari bayang-bayang Bali sebagai ikon pariwisata Indonesia.
Kampanye promosi pariwisata Indonesia secara formal ditandai dengan dicanangkannya
“Visit Indonesia Year (VIY)” pertama kali pada tahun 1991 seiring dengan dikeluarkannya
Undang-undang Pariwisata No. 9 tahun 1990, yang dilanjutkan dengan Visit Indonesia Year
1992, 2008, 2009 dan 2010.
Pada 1991 kampanye pariwisata Indonesia pada saat itu masih dalam tahap
membangunkan kesadaran (awareness) masyarakat terhadap kegiatan kepariwisataan melalui
program Sapta Pesona (keamanan, ketertiban, kebersihan, kenyamanan, keindahan, keramahan
dan kenangan). Logo atau maskot kampanye pariwisata pada saat itu mengetengahkan hewan
yang dilindungi yakni badak bercula 1 yang habitatnya berada di daerah Ujung Kulon Banten.
Melalui VIY pada tahun 1991, wisatawan mancanegara (wisman) yang datang ke
Indonesia sebesar 2,6 juta dengan jumlah devisa sebesar USD 2,5 milyar. Mencoba mengulang
sukses tahun 1991, tahun 1992 kembali dicanangkan Tahun Kunjungan Indonesia dengan
mengangkat tema “Let’s go Archipelago”. Pada tahun ini kebijakan pemasaran pariwisata sudah
mencoba mengangkat potensi sumber daya (alam) yang dimiliki oleh Indonesia. Namun pada
tahun ini meskipun kunjungan wisatawan internasional menurun akibat perang di Timur Tengah,
pariwisata Indonesia mengalami kenaikan sebesar 23% dari tahun 1991 dengan Bali dan Jakarta
mendominasi jumlah kunjungan masing-masing sebesar 1.024.231 dan 958.818 wisatawan.
Pada tahun 1993 pariwisata Indonesia mencoba mengangkat isu “mass tourism” dengan
dengan merenovasi Bali Beach Bunker yang sekarang dikenal dengan Hotel Grand Bali Beach
dimana tempat ini dikenal sebagai bunker pasukan sekutu pada perang dunia II. Setelah 1993,
hampir dapat dikatakan promosi pariwisata Indonesia mengalami masa-masa suram akibat
gejolak politik di dalam negeri. Beberapa peristiwa penting antara tahun 1995 hingga tahun 2000
yang mempengaruhi kunjungan wisatawan adalah gejolak politik di Timor Timur pada
Desember 1996 serta peristiwa kejatuhan presiden kedua RI pada tahun 1998.
Pada tahun 2000 pariwisata Indonesia mencatat rekor tertinggi rata-rata lama tinggal
wisatawan mancanegara yakni sebesar 12,26 hari dengan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak
5,064,217. Pada tahun 2002 pariwisata Indonesia kembali mengalami masa suram akibat
peristiwa bom Bali pada tanggal 12 Oktober 2002. Peristiwa ini menyebabkan penurunan
wisatawan secara drastis di Bali dari 156.923 menjadi 86.901 dan mengurangi secara kumulatif
jumlah kunjungan wisman ke Indonesia sebesar 0,21%.
Secara umum dinamika pariwisata Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut:

a. 1946, Pembentukan Hotel and Tourism/HONET (Departemen Perhubungan),


dengan tugas mengelola hotel-hotel peninggalan Belanda
b. 1952, Keppres Pembentukan Panitia Inter -Depertemental Urusan Tourisme
dengan tugas membentuk Daerah Tujuan Wisata (DTW)
c. 1953, Serikat Gabungan Hotel dan Tourisme Indonesia (Sergahti) dengan tugas
mengosongkan “penghuni tetap” hotel dan penetapan tarif hotel
d. 1955, Konferensi Asia Afrika, dibentuk PT. Natour (National Hotels and
Tourism Corporation Ltd.) oleh Bapindo (Bank Pembangungan Indonesia) pada
tahun 1993 bergabung dengan PT. HII (Hotel Indonesia International)
e. 1955, Dibentuk Direktorat Pariwisata di bawah Dephub
f. 1961, Dewan Pariwisata Indonesia (Depari)
g. 1989, Inpres No. 3 Tahun 1989 Tentang Tahun Kunjungan Wisata Indonesia
1991, dan Kampanye Sadar Wisata (Kepmen No:KM.52/HM.601/MPPT-89).
h. 1990, Undang-undang Pariwisata Nomor: 9 Tahun 1990
i. 1991, Visit Indonesian Year, Sapta Pesona (keamanan, ketertiban, kebersihan,
kenyamanan, keindahan, keramahan dan kenangan)
j. 1992, Visit Indonesia Year “Let’s go Archipelago” (Dekade Kunjungan
Indonesia/Dekuni) Wisman Bali 1.024.231 dan Jakarta 958.818
k. 2008, Visit Indonesia Year, Kebangkitan Nasional, Unity in Diversity
l. 2009, UU No. 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata, Renstra Kemenbudpar (2010 –
2014)

Pada tahun 2008 merupakan titik balik kampanye pariwisata Indonesia dengan kembali
digulirkannya Visit Indonesia Year 2008 dengan mengambil tema Kebangkitan Nasional. Pada
tahun inilah slogan “Unity in Diversity” (Bhinneka Tunggal Ika) mulai digaungkan. Meskipun
tema yang diangkat belum menggambarkan dengan jelas apa produk pariwisata Indonesa yang
hendak dijual. Tahun-tahun ini juga menggambarkan tahun yang berat bagi pariwista Indonesia
terutama dengan munculnya isu terorisme di Indonesia. Angka kunjungan wisatawan
mancanegara ke Indonesia belum beranjak dari angka “keramat” 6 juta wisatawan, bandingkan
dengan Malaysia yang telah mencapai angka 23, 6 juta wisatawan.

Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan fasilitas yang berhubungan, yang
dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat
tertentu. Daya tarik yang tidak atau belum dikembangkan merupakan sumber daya potensial dan
belum dapat disebut sebagai daya tarik wisata, sampai adanya suatu jenis pengembangan
tertentu. Objek dan daya tarik wisata merupakan dasar bagi kepariwisataan. Tanpa adnnya daya
tarik di suatu daerah atau tempat tertentu, kepariwisataan sulit untuk dikembangkan.
Dalam Undang-undang No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan disebutkan bahwa objek
dan daya tarik wisata adalah suatu yang menjadi sasaran wisata terdiri atas :
a. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan
alam, flora, dan fauna.
b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,
peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya, wisata agro, wisata
buru, wista petualangan alam, taman rekreasi, dan komplek hiburan.

Objek dan daya tarik wisata menurut Direktoral Jenderal Pemerintah di bagi menjadi 3
macam, yaitu:

a. Objek Wisata Alam


Objek wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta memiliki
daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha
budi daya. Potensi objek wisata alam dapat dibagi menjadi empat kawasan, yaitu:
 Flora dan fauna.
 Keunikan dan kekhasan ekosistem, misalnya ekosistem pantai dan ekosistem
hutan bakau.
 Gejala alam, misalnya kawah, sumber air panas, air terjun dan danau.
 d) Budidaya sumberdaya alam, misalnya sawah, perkebunan,
peternakan, usaha perikanan.

b. Objek Wisata Sosial Budaya


Objek wisata sosial budaya dapat di manfaatkan dan dikembangkan
sebagai objek dan daya tarik wisata meliputi museum, peninggalan sejarah,
upacara adat, seni pertunjukkan, dan kerajinan.

c. Objek Wisata Minat Khusus


Objek wissata minat khusus merupakan jenis wisata yang baru di
kembangkan di Indonesia. Wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang
mempunyai motivasi khusus. Dengan demikian, biasanya para wisatawan harus
memiliki keahlian. Contohnya: berburu, mendaki gunung, arung jeram, tujuan
pengobatan, agrowisata, dan lain-lain.

Objek wisata alam di Indonesia diantaranya:


Menurut Wikipedia, Indonesia memiliki kawasan terumbu karang terkaya di dunia
dengan lebih dari 18% terumbu karang dunia, serta lebih dari 3.000 spesies ikan, 590 jenis
karang batu, 2.500 jenis moluska, dan 1.500 jenis udang-udangan. Kekayaan biota laut tersebut
menciptakan sekitar 600 titik selam yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Raja Ampat di
Provinsi Papua Barat adalah taman laut terbesar di Indonesia yang memiliki beraneka ragam
biota laut dan dikenal sebagai lokasi selam scuba yang baik karena memiliki daya pandang yang
mencapai hingga 30 meter pada siang hari.
Hasil riset lembaga Konservasi Internasional pada tahun 2001 dan 2002 menemukan
setidaknya 1.300 spesies ikan, 600 jenis terumbu karang dan 700 jenis kerang di kawasan Raja
Ampat. Bunaken yang terletak di Sulawesi Utara memiliki 25 titik selam dengan kedalaman
hingga 1.556 meter. Hampir 70% spesies ikan di Pasifik Barat dapat ditemukan di Taman
Nasional ini. Terumbu karang di taman nasional ini disebut tujuh kali lebih bervariasi
dibandingkan dengan Hawaii. Beberapa lokasi lain yang terkenal untuk penyelaman antara lain:
Wakatobi, Nusa Penida, Karimunjawa, Derawan dan Kepulauan Seribu.
Terdapat 50 taman nasional di Indonesia, 6 di antaranya termasuk dalam Situs Warisan
Dunia UNESCO. Taman Nasional Lorentz di Papua memiliki sekitar 42 spesies mamalia yang
sebagian besar hewan langka. Mamalia yang ada di kawasan ini antara lain: kangguru pohon,
landak irian, tikus air, walabi, dan kuskus. Taman nasional ini memiliki lebih dari 1.000 spesies
ikan, di antaranya adalah ikan koloso. Di taman ini terdapat salju abadi yang berada di puncak
Gunung Jayawijaya. Taman Nasional Ujung Kulon merupakan taman nasional tertua di
Indonesia yang dikenal karena hewan Badak jawa bercula satu yang populasinya semakin
menipis. Pengamatan satwa endemik komodo serta satwa lainnya seperti rusa, babi hutan dan
burung dapat dilakukan di Taman Nasional Komodo. Taman Nasional Kelimutu yang berada di
Flores memiliki danau kawah dengan tiga warna yang berbeda.
Indonesia memiliki lebih dari 400 gunung berapi dan 130 di antaranya termasuk gunung
berapi aktif. Gunung Bromo di Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai lokasi wisata pegunungan
untuk melihat matahari terbit maupun penunggangan kuda. Pada bulan-bulan tertentu, terdapat
upacara kebudayaan Yadnya Kasada yang dilakukan oleh masyarakat Gunung Bromo. Lokasi
wisata lain yang terkenal di daerah Jawa Barat adalah Gunung Tangkuban Parahu yang terletak
di Subang. Gunung aktif ini menghasilkan mata air panas yang terletak di kaki gunung yang
dikenal dengan nama Ciater dan sering dimanfaatkan untuk spa serta terapi pengobatan.
Keanekaragaman flora dan fauna yang ada di seluruh nusantara menjadikan Indonesia
cocok untuk pengembangan agrowisata.[butuh rujukan] Kebun Raya Bogor yang terletak di
Bogor merupakan lokasi agrowisata populer yang telah berdiri sejak abad 19 dan merupakan
yang tertua di Asia dengan koleksi tumbuhan tropis terlengkap di dunia. Hingga Maret 2010,
Kebun Raya Bogor memiliki koleksi 3.397 spesies jenis koleksi umum, 550 spesies tumbuhan
anggrek, serta 350 tumbuhan non-anggrek yang berada di rumah kaca. Taman Wisata Mekarsari
merupakan taman buah tropis terbesar dan terlengkap di dunia. Koleksi taman ini mencapai
100.000 tanaman buah yang terdiri dari 78 famili, 400 spesies, dan 1.438 varietas.
Objek wisata belanja di Indonesia dibagi menjadi dua jenis: pusat perbelanjaan
tradisional dengan proses tawar-menawar antara pembeli dan penjual dan pusat perbelanjaan
modern. Pasar tradisional umumnya menjual barang-barang kebutuhan sehari-hari yang berlokasi
dalam satu gedung atau jalan tertentu. Beberapa daerah dengan relief sungai-sungai panjang
memiliki pasar terapung seperti Pasar Terapung Muara Kuin di Sungai Barito, Banjarmasin dan
Pasar Terapung Lok Baintan di Banjar, namun ada pula yang khusus menjual barang-barang seni
atau benda khas setempat seperti Pasar Sukawati di Gianyar yang menjual berbagai kerajinan
tangan dan barang seni khas Bali, Pasar Klewer di Solo yang menjual kain-kain batik, Kotagede
dengan hasil kerajinan perak, dan kawasan Malioboro di Yogyakarta yang menjajakan kerajinan
khas Yogya.
Pusat perbelanjaan modern dapat ditemukan di kota-kota metropolitan terutama yang
terletak di Pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Semarang. Kebanyakan pusat
perbelanjaan modern dapat ditemukan di kota Jakarta yang memiliki lebih dari 170 pusat
perbelanjaan. Jakarta merupakan kota dengan jumlah pusat perbelanjaan terbanyak di dunia.
Pusat perbelanjaan tertua yang pernah dibangun di Jakarta yaitu Pasar Baru yang dibangun pada
tahun 1820. Pusat perbelanjaan di Jakarta, Semarang, dan Surabaya umumnya mengadakan
diskon besar pada masa ulang tahun kota untuk meningkatkan daya tarik wisata belanja. Jakarta
secara rutin mengadakan pesta diskon Festival Jakarta Great Sale, Semarang dengan nama
Semarang Great Sale, sementara Surabaya mengadakan Surabaya Shopping Festival.
Berdasarkan data sensus 2010, Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa.[53]
Keberagaman suku bangsa tersebut mengakibatkan keberagaman hasil budaya seperti jenis
tarian, alat musik, dan adat istiadat di Indonesia. Beberapa pagelaran tari yang terkenal di dunia
internasional misalnya Sendratari Ramayana yang menceritakan tentang perjalanan Rama dan
dipentaskan di kompleks Candi Prambanan.[54] Desa Wisata Batubulan yang terletak di
Sukawati, Gianyar merupakan desa yang sering dikunjungi untuk pentas Tari Barongan, Tari
Kecak dan Tari Legong.[55]
Beberapa tahun belakangan ini beberapa kota di Pulau Jawa mulai mengembangkan
konsep karnaval fashion. [butuh rujukan] Jember Fashion Carnaval secara rutin diadakan sejak
tahun 2001 di Kabupaten Jember, Jawa Timur. Karnaval fesyen lainnya namun memfokuskan
tema pada batik adalah Karnaval Batik Solo yang pertama kali diadakan pada tahun 2008. Selain
karnaval fesyen, adapula karnaval yang diadakan untuk memperingati hari jadi kota seperti yang
diadakan di kota Yogyakarta dengan nama Jogja Java Carnaval dan di kota Jakarta dengan nama
Jak Karnaval yang diadakan secara rutin setiap bulan Juni.
Sejarah kebudayaan Indonesia dari zaman prasejarah hingga periode kemerdekaan dapat
ditemukan di seluruh museum yang ada di Indonesia. Total jumlah museum di Indonesia
berjumlah 80 museum yang tersebar dari Aceh hingga Maluku. Sejumlah museum terletak dalam
satu kawasan seperti Kota Tua Jakarta yang memiliki enam museum merupakan daerah yang
dikenal sebagai pusat perdagangan pada Zaman Batavia dan Taman Mini Indonesia Indah yang
menjadi pusat rekreasi dengan jumlah taman dan museum terbanyak dalam satu kawasan di
Indonesia.
Seperti contohnya di Candi Borobudur yang menjadi objek wisata yang terletak di
Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Candi ini terletak kurang lebih 100 km di
sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut
Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana
sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah
candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di
dunia.
Monumen ini terdiri atas enam teras berbentuk bujur sangkar yang di atasnya terdapat
tiga pelataran melingkar, pada dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan aslinya terdapat
504 arca Buddha. Borobudur memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia.
Stupa utama terbesar teletak di tengah sekaligus memahkotai bangunan ini, dikelilingi oleh tiga
barisan melingkar 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk
bersila dalam posisi teratai sempurna dengan mudra (sikap tangan) Dharmachakra mudra
(memutar roda dharma).
Monumen ini merupakan model alam semesta dan dibangun sebagai tempat suci untuk
memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah untuk menuntun umat manusia
beralih dari alam nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.
Para peziarah masuk melalui sisi timur dan memulai ritual di dasar candi dengan berjalan
melingkari bangunan suci ini searah jarum jam, sambil terus naik ke undakan berikutnya melalui
tiga tingkatan ranah dalam kosmologi Buddha. Ketiga tingkatan itu adalah Kāmadhātu (ranah
hawa nafsu), Rupadhatu (ranah berwujud), dan Arupadhatu (ranah tak berwujud). Dalam
perjalanannya para peziarah berjalan melalui serangkaian lorong dan tangga dengan
menyaksikan tak kurang dari 1.460 panel relief indah yang terukir pada dinding dan pagar
langkan.
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring
melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh
Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas
Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat
itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran (perbaikan
kembali). Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun waktu 1975 hingga 1982 atas upaya
Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar
Situs Warisan Dunia.
Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan; tiap tahun umat
Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul di Borobudur untuk
memperingati Trisuci Waisak. Dalam dunia pariwisata, Borobudur adalah objek wisata tunggal
di Indonesia yang paling banyak dikunjungi wisatawan.
Dalam Bahasa Indonesia, bangunan keagamaan purbakala disebut candi; istilah candi
juga digunakan secara lebih luas untuk merujuk kepada semua bangunan purbakala yang berasal
dari masa Hindu-Buddha di Nusantara, misalnya gerbang, gapura, dan petirtaan (kolam dan
pancuran pemandian). Asal mula nama Borobudur tidak jelas, meskipun memang nama asli dari
kebanyakan candi di Indonesia tidak diketahui. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku
"Sejarah Pulau Jawa" karya Sir Thomas Stamford Raffles. Raffles menulis mengenai monumen
bernama borobudur, akan tetapi tidak ada dokumen yang lebih tua yang menyebutkan nama yang
sama persis. Satu-satunya naskah Jawa kuno yang memberi petunjuk mengenai adanya bangunan
suci Buddha yang mungkin merujuk kepada Borobudur adalah Nagarakretagama, yang ditulis
oleh Mpu Prapanca pada 1365.
Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur, kemungkinan ditulis Raffles
dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro);
kebanyakan candi memang seringkali dinamai berdasarkan desa tempat candi itu berdiri. Raffles
juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa
yang berarti "purba"– maka bermakna, "Boro purba".[10] Akan tetapi arkeolog lain beranggapan
bahwa nama Budur berasal dari istilah bhudhara yang berarti gunung.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan
bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, yaitu artinya "gunung"
(bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu terdapat beberapa etimologi
rakyat lainnya. Misalkan kata borobudur berasal dari ucapan "para Buddha" yang karena
pergeseran bunyi menjadi borobudur. Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata
"bara" dan "beduhur". Kata bara konon berasal dari kata vihara, sementara ada pula penjelasan
lain di mana bara berasal dari bahasa Sanskerta yang artinya kompleks candi atau biara dan
beduhur artinya ialah "tinggi", atau mengingatkan dalam bahasa Bali yang berarti "di atas". Jadi
maksudnya ialah sebuah biara atau asrama yang berada di tanah tinggi.
Sejarawan J.G. de Casparis dalam disertasinya untuk mendapatkan gelar doktor pada
1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan. Berdasarkan prasasti
Karangtengah dan Tri Tepusan, Casparis memperkirakan pendiri Borobudur adalah raja
Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar
tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu
Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad.
Dalam prasasti Karangtengah pula disebutkan mengenai penganugerahan tanah sima (tanah
bebas pajak) oleh Çrī Kahulunan (Pramudawardhani) untuk memelihara Kamūlān yang disebut
Bhūmisambhāra. Istilah Kamūlān sendiri berasal dari kata mula yang berarti tempat asal muasal,
bangunan suci untuk memuliakan leluhur, kemungkinan leluhur dari wangsa Sailendra. Casparis
memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit
himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
Wisata keagamaan di Indonesia bahwa sejarah mencatat bahwa agama Hindu dan
Buddha pernah masuk dan memengaruhi kehidupan spiritual di Indonesia dengan adanya
peninggalan sejarah seperti candi dan prasasti di beberapa lokasi. Jejak-jejak peninggalan agama
Buddha yang terbesar adalah Candi Borobudur yang terletak di Magelang dan merupakan candi
Buddha terbesar di dunia dan masuk dalam daftar Warisan Budaya Dunia UNESCO pada tahun
1991. Pada abad ke-13 hingga ke-16 Islam masuk ke nusantara menggantikan era kerajaan
Hindu-Buddha. Pada masa ini, banyak ditemukan masjid yang merupakan akulturasi kebudayaan
antara Hindu-Buddha-Jawa dengan agama Islam seperti terlihat pada Masjid Agung Demak dan
Masjid Menara Kudus.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang
memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan
wisatawan dari negara asalnya, di daerah tujuan wisata hingga kembali ke Negara asalnya yang
melibatkan berbagai hal seperti; transportasi, penginapan, restoran, pemandu wisata, dan lain-
lain. Pelayanan yang baik terhadap wisatawan akan meningkatkan jumlah kunjungan di masa
yang akan datang. Dengan perkembangan pariwisata yang semangkin baik, akan memberi
dampak bagi sektor ekonomi, sosial dan budaya di masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah, Yeni Imaniar. "Potensi media sosial sebagai sarana promosi interaktif bagi pariwisata
Indonesia." Jurnal Kepariwisataan Indonesia 8.3 (2013): 1-9.
Jusuf, Sofjan. "Perkembangan dan Pengembangan Pariwisata Nasional serta Kecenderungan
Pariwisata Internasional." Kelola 6.1997 (1997).
Nirwandar, Sapta. "Pembangunan sektor pariwisata di era otonomi daerah." Diakses pada 24
(2011).
Simanjuntak, Bungaran Antonius, Flores Tanjung, and Rosramadhana Nasution. Sejarah
pariwisata: menuju perkembangan pariwisata Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2017.
Surwiyanta, Ardi. "Dampak pengembangan pariwisata terhadap kehidupan sosial budaya dan
ekonomi." Media wisata 2.1 (2003).
Utama, Made Suyana. Pengaruh Perkembangan Pariwisata Terhadapkinerja Perekonomian
Dan Perubahan Strukturekonomi Serta Kesejahteraan Masyarakatdi Provinsi Bali. Diss.
UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2006.
Wibisono, H. Koento. Pariwisata Dalam Perspektif Ilmu Filsafat (Sumbangannya bagi
Pengembangan Ilmu Pariwisata di Indonesia). Diss. Universitas Gadjah Mada, 2013.
Yuli, Aditya. "City Branding sebagai strategi pengembangan pariwisata ditinjau dari aspek
hukum merek (studi kasus city branding daerah istimewa Yogyakarta sebagai daerah tujuan
wisata unggulan di Indonesia)." QISTIE 5.1 (2011).

Anda mungkin juga menyukai