Anda di halaman 1dari 10

Nama : JB Pt Nova Indrayana

NIM : 048092748
Prodi : S1 Perencanaan Wilayah dan Kota

Tugas 2 Tutorial On Line

Mk. Tata Guna dan Pengembangan Lahan (PWKL4104)

1. Soal 1

Salah satu faktor utama dalam menetapkan penggunaan lahan atau menetapkan lokasi
bagi suatu penggunaan lahan adalah dengan menetapkan tingkat kemampuan lahan
dan kesesuaian lahan.

a. Jelaskan yang dimaksud dengan kemampuan lahan dan kesesuaian lahan?

b. Faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan kesesuaian


lahan bagi penggunaan lahan di kawasan budidaya?

Jawaban

a. Kemampuan lahan dan kesesuaian lahan adalah dua konsep penting dalam
perencanaan penggunaan lahan yang berkaitan dengan penilaian sejauh mana
suatu lahan dapat memenuhi kebutuhan atau tujuan tertentu. Berikut adalah
penjelasan singkat tentang keduanya(Universitas & Kuala, 2015)(geografiunm,
2011)(Adianti, 2020):

Kemampuan Lahan (Land Capability):


Definisi: Kemampuan lahan merujuk pada kapasitas suatu area untuk mendukung
berbagai jenis penggunaan lahan atau aktivitas tanam tertentu tanpa mengalami
degradasi atau kerusakan yang signifikan.
Faktor-faktor: Kemampuan lahan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti struktur
tanah, tekstur tanah, drainase, ketersediaan air, ketinggian, dan iklim.
Tujuan: Penilaian kemampuan lahan membantu menentukan jenis kegiatan atau
penggunaan lahan yang paling sesuai dengan karakteristik alaminya tanpa
menimbulkan dampak negatif pada ekosistem.

Kesesuaian Lahan (Land Suitability):


Definisi: Kesesuaian lahan merujuk pada sejauh mana suatu area memenuhi
persyaratan khusus untuk tujuan tertentu, seperti pertanian, pemukiman, hutan,
atau kegunaan lainnya.
Faktor-faktor: Kesesuaian lahan melibatkan pertimbangan terhadap karakteristik
lahan, seperti ketersediaan air, tekstur tanah, kemiringan, ketinggian, dan iklim,
yang diperlukan untuk mendukung tujuan penggunaan lahan tertentu.
Tujuan: Penilaian kesesuaian lahan membantu dalam menentukan apakah suatu
area secara keseluruhan cocok untuk tujuan tertentu atau apakah perlu adanya
modifikasi atau perlakuan khusus untuk membuatnya sesuai.
Dalam praktiknya, pemetaan kemampuan lahan dan kesesuaian lahan dilakukan
untuk memberikan panduan kepada perencana tata ruang, pengembang, dan
pemangku kepentingan lainnya dalam pengambilan keputusan terkait penggunaan
lahan. Dengan mempertimbangkan kedua konsep ini, dapat diambil langkah-
langkah yang lebih baik untuk merencanakan penggunaan lahan yang
berkelanjutan dan sesuai dengan karakteristik alamiah suatu wilayah.

b. Penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya memerlukan pertimbangan berbagai


faktor yang dapat memengaruhi produktivitas dan keberlanjutan pertanian.
Berikut adalah beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan(Demasya, 2018)(Nur
& Zulkifli Makmur, 2020)(Rencana et al., 2019):
1. Iklim: Suhu, curah hujan, dan kelembaban udara adalah faktor penting yang
memengaruhi jenis tanaman yang dapat tumbuh di suatu daerah. Iklim mikro
juga perlu dipertimbangkan, seperti topografi dan orientasi lahan.
2. Tanah: Kandungan nutrisi tanah perlu diukur untuk memastikan bahwa tanah
mendukung pertumbuhan tanaman tertentu. Tekstur tanah (pasir, debu,
lempung) dan drainase tanah juga memainkan peran penting dalam kesesuaian
lahan.
3. Topografi: Kemiringan lahan dapat mempengaruhi erosi tanah dan drainase.
Ketinggian tempat juga dapat memengaruhi jenis tanaman yang dapat tumbuh
di suatu daerah.
4. Hidrologi: Ketersediaan air dan pola distribusi air di lahan. Sumber air untuk
irigasi dan kebutuhan tanaman perlu dipertimbangkan.
5. Vegetasi Asli: Menilai jenis-jenis tanaman yang tumbuh alami di suatu daerah
dapat memberikan petunjuk tentang kesesuaian lahan untuk pertanian.
6. Ketersediaan Sumber Daya Air: Ketersediaan air untuk irigasi adalah faktor
kunci dalam menilai kesesuaian lahan. Sumber daya air yang berkelanjutan
dan kualitas air juga perlu dipertimbangkan.
7. Aksesibilitas: Aksesibilitas ke pasar, fasilitas transportasi, dan infrastruktur
lainnya perlu dipertimbangkan untuk memudahkan distribusi hasil pertanian.
8. Kondisi Ekonomi: Kelayakan ekonomi untuk mengelola lahan pertanian,
termasuk biaya produksi, harga tanaman, dan potensi keuntungan.
9. Peraturan dan Kebijakan: Mengidentifikasi peraturan dan kebijakan terkait
penggunaan lahan dan pertanian di wilayah tertentu.
10. Aspek Sosial dan Budaya: Pertimbangan terhadap faktor sosial dan budaya
masyarakat setempat. Konsultasi dengan masyarakat lokal untuk mendapatkan
perspektif mereka.
11. Risiko Bencana Alam: Evaluasi risiko bencana alam seperti banjir, tanah
longsor, atau gempa bumi yang dapat memengaruhi produktivitas lahan.

Penting untuk mencatat bahwa kesesuaian lahan bersifat kontekstual dan dapat
berubah seiring waktu. Evaluasi terperinci dan data yang akurat akan membantu
dalam pengambilan keputusan yang lebih baik terkait penggunaan lahan untuk
kegiatan budidaya

2. Soal 2

Setelah mempelajari penataan ruang.


a. Jelaskan hirarki kebijakan penataan ruang di Indonesia?
b. Apakah yang maksud dengan 'perencanaan', pemanfaatan dan 'pengendalian"
dalam kebijakan penataan ruang?

Jawaban

a. Sistem hirarki kebijakan penataan ruang di Indonesia melibatkan beberapa


tingkatan pemerintahan. Pada umumnya, hirarki ini mencakup pemerintah
pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Setiap tingkatan
memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing dalam penataan ruang.
Berikut adalah gambaran umum tentang hirarki kebijakan penataan ruang di
Indonesia(Hakim et al., 2021)(Simamora & Andrie Gusti Ari Sarjono, 2022)
(Beta, 2017):
1. Pemerintah Pusat: Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) atau menteri yang bertanggung jawab dalam bidang penataan ruang
memainkan peran penting dalam merumuskan kebijakan nasional terkait
penataan ruang. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL)
atau lembaga serupa di tingkat nasional memiliki peran dalam menilai
dampak lingkungan dari kebijakan dan proyek pembangunan.
2. Pemerintah Provinsi: Dinas Penataan Ruang Provinsi bertanggung jawab
atas perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian tata ruang di tingkat
provinsi. Pemerintah provinsi memiliki kewenangan untuk mengeluarkan
Peraturan Gubernur (Pergub) terkait penataan ruang di wilayahnya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota: Dinas Tata Ruang Kabupaten/Kota
memainkan peran penting dalam perencanaan dan pelaksanaan tata ruang di
tingkat kabupaten/kota. Pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan
untuk mengeluarkan Peraturan Bupati/Wali Kota (Perbup/Perwal) terkait
penataan ruang di wilayahnya.
4. Pengaturan Perizinan dan Perencanaan Wilayah: Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) di setiap tingkatan pemerintahan
memiliki peran dalam menyusun rencana tata ruang dan merancang
kebijakan pembangunan. Dalam praktiknya, Proyek-proyek pembangunan
juga memerlukan izin tertentu, dan Badan Perizinan Terpadu (BPT) dapat
terlibat dalam memberikan izin-izin ini.
5. Partisipasi Masyarakat: Partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan terkait penataan ruang diatur oleh undang-undang,
dan biasanya melibatkan mekanisme seperti Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) di tingkat desa/kelurahan dan Musyawarah
Rencana Pembangunan (Musrenbang) di tingkat kabupaten/kota.
Hirarki kebijakan penataan ruang ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang memberikan kerangka hukum
bagi penataan ruang di Indonesia. Namun, peraturan dan struktur organisasi
dapat mengalami perubahan, jadi selalu penting untuk merujuk pada
perundang-undangan terbaru dan kebijakan pemerintah yang berlaku.
b. Dalam konteks kebijakan penataan ruang, istilah "perencanaan,"
"pemanfaatan," dan "pengendalian" merujuk pada tahapan-tahapan penting
dalam proses pengelolaan ruang dan pembangunan. Berikut penjelasan singkat
untuk setiap istilah tersebut(Adianti, 2020)(Wirosoedarmo et al., 2014)
(Arifudin et al., 2021):
Perencanaan:
Definisi: Perencanaan dalam konteks penataan ruang adalah proses
merumuskan tujuan, strategi, dan kebijakan untuk penggunaan lahan dan
ruang wilayah secara keseluruhan.
Tujuan: Menentukan bagaimana wilayah atau lahan akan dikembangkan dan
digunakan secara optimal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tujuan
pembangunan.

Pemanfaatan:
Definisi: Pemanfaatan merujuk pada cara lahan atau ruang tertentu digunakan
atau dimanfaatkan sesuai dengan rencana yang telah disusun dalam tahap
perencanaan.
Tujuan: Memastikan bahwa penggunaan ruang mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan, seperti pengembangan kawasan perumahan, industri,
pertanian, dan fasilitas umum lainnya.

Pengendalian:
Definisi: Pengendalian adalah langkah-langkah untuk memastikan bahwa
implementasi perencanaan berjalan sesuai dengan rencana dan kebijakan yang
telah ditetapkan. Ini mencakup regulasi, monitoring, dan penyesuaian sesuai
kebutuhan.
Tujuan: Mencegah dan mengatasi potensi masalah atau ketidaksesuaian antara
pengembangan fisik dan rencana perencanaan. Pengendalian dapat dilakukan
melalui regulasi perizinan, inspeksi, dan tindakan korektif lainnya.

Dalam keseluruhan, perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian saling


terkait dan merupakan bagian integral dari manajemen penataan ruang.
Melalui proses ini, diharapkan dapat mencapai pengembangan ruang yang
berkelanjutan, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta tujuan
pembangunan.

3. Soal 3

Setelah mempelajari rencana suatu kawasan.


a. Jelaskan kaidah yang perlu diperhatikan dalam merencanakan kawasan
permukiman dan standar fasilitas yang perlu tersedia?
b. Jelaskan kaidah yang perlu diperhatikan dalam merencanakan kawasan industri?
Jawaban

a. Merencanakan kawasan permukiman melibatkan sejumlah kaidah dan standar


untuk memastikan pengembangan yang berkelanjutan, nyaman, dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Berikut adalah beberapa kaidah yang perlu
diperhatikan(Minamiawaji, 2019)(Belladonna & Firdianty, 2020)(Simamora &
Andrie Gusti Ari Sarjono, 2022):

1. Zonasi dan Penggunaan Lahan: Tentukan zonasi yang jelas untuk berbagai jenis
penggunaan lahan seperti perumahan, komersial, industri, dan daerah terbuka
hijau. Pastikan adanya keseimbangan antara area perkotaan dan daerah
pedesaan.

2. Kepadatan Penduduk: Tetapkan kepadatan penduduk yang sesuai dengan


karakteristik wilayah dan keberlanjutan lingkungan. Hindari kepadatan yang
terlalu tinggi yang dapat mengakibatkan masalah seperti kemacetan, polusi, dan
tekanan pada sumber daya alam.
3. Infrastruktur: Pastikan ketersediaan infrastruktur dasar seperti jalan, air bersih,
sanitasi, listrik, dan gas. Sesuaikan kapasitas infrastruktur dengan perkiraan
pertumbuhan populasi di masa depan.

4. Fasilitas Publik: Sediakan fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, pusat
perbelanjaan, taman, dan tempat ibadah. Pastikan aksesibilitas yang baik ke
fasilitas-fasilitas tersebut.

5. Konservasi Alam dan Lingkungan: Identifikasi dan lindungi wilayah yang


memiliki nilai lingkungan tinggi seperti hutan, sungai, dan tanah pertanian.
Pertimbangkan praktik-praktik ramah lingkungan dalam perencanaan kawasan
permukiman.

6. Aksesibilitas dan Transportasi: Pastikan aksesibilitas yang baik dengan


menyediakan sistem transportasi yang efisien dan beragam. Perhatikan desain
jalan, trotoar, dan jalur sepeda untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan
pejalan kaki dan pengendara sepeda.

7. Keamanan: Pertimbangkan faktor keamanan dalam perencanaan, termasuk


penataan ruang, penerangan jalan, dan sistem pemantauan. Pastikan akses ke
area publik dapat diawasi dengan baik.

8. Partisipasi Masyarakat: Libatkan masyarakat dalam proses perencanaan untuk


memahami kebutuhan dan aspirasi mereka. Dukung partisipasi aktif masyarakat
dalam mengelola dan memelihara kawasan permukiman.

9. Inovasi dan Teknologi: Terapkan inovasi dan teknologi terkini untuk


meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan kawasan permukiman. Pertimbangkan
solusi cerdas untuk meningkatkan manajemen limbah, efisiensi energi, dan
kenyamanan penghuni.

10. Kestabilan Sosial dan Ekonomi: Pastikan adanya diversifikasi ekonomi dalam
kawasan permukiman untuk mengurangi kerentanan terhadap perubahan
ekonomi. Fokus pada pembangunan sosial dan kebijakan inklusif untuk
memastikan kestabilan sosial.
Perencanaan kawasan permukiman yang baik memerlukan pendekatan holistik dan
kolaboratif untuk memastikan keberlanjutan, keamanan, dan kualitas hidup yang
baik bagi penduduknya.

b. Merencanakan kawasan industri adalah tugas kompleks yang melibatkan banyak


faktor. Berikut adalah beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam
merencanakan kawasan industri(Rasudin, 2008)(Rencana et al., 2019)(Hakim et
al., 2021):

1. Zonasi dan Tata Guna Tanah: Tentukan dengan jelas lokasi kawasan industri dan
pastikan bahwa zonasi tersebut sesuai dengan peraturan dan kebijakan tata
ruang setempat. Pisahkan area industri dari area residensial dan lingkungan
yang sensitif lainnya untuk mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan dan
lingkungan.
2. Infrastruktur: Pastikan ketersediaan infrastruktur dasar seperti akses jalan,
listrik, air, dan sanitasi yang memadai untuk mendukung kebutuhan industri.
Pertimbangkan kebutuhan transportasi untuk memastikan kelancaran arus
logistik dan distribusi.
3. Lingkungan Hidup: Lakukan studi dampak lingkungan untuk mengevaluasi
dampak potensial industri terhadap ekosistem setempat. Terapkan praktik-
praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam desain dan operasi kawasan
industri.
4. Regulasi dan Kepatuhan: Pahami dan patuhi semua peraturan dan standar yang
berlaku dalam konteks industri dan tata ruang setempat. Pastikan bahwa semua
perizinan dan persetujuan diperoleh sebelum memulai konstruksi atau operasi.
5. Pemukiman dan Kesejahteraan Pekerja: Pertimbangkan kebutuhan perumahan,
pendidikan, dan fasilitas kesehatan untuk pekerja yang bekerja di kawasan
industri. Sediakan fasilitas rekreasi dan sosial untuk meningkatkan kualitas
hidup pekerja.
6. Keamanan dan Keselamatan: Implementasikan standar keamanan industri untuk
melindungi pekerja dan lingkungan sekitar. Sediakan fasilitas pemadaman
kebakaran dan sarana tanggap darurat lainnya.
7. Inovasi dan Teknologi: Dorong penggunaan teknologi terkini untuk
meningkatkan efisiensi produksi dan mengurangi dampak lingkungan. Sediakan
fasilitas riset dan pengembangan untuk mendorong inovasi dalam industri.
8. Kemitraan dengan Masyarakat Lokal: Libatkan masyarakat setempat dalam
proses perencanaan dan pembangunan untuk mencegah konflik dan membangun
dukungan. Komunikasikan secara transparan tentang dampak potensial kawasan
industri pada masyarakat.
9. Fleksibilitas dan Pembaruan: Rencanakan kawasan industri dengan
mempertimbangkan kemungkinan perubahan kebutuhan industri di masa depan.
Sediakan mekanisme untuk mengakomodasi pertumbuhan dan perkembangan
industri yang berkelanjutan.
10. Evaluasi Terus-menerus: Lakukan evaluasi berkala terhadap kinerja kawasan
industri dan terapkan perbaikan atau penyesuaian yang diperlukan.

Penting untuk melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses


perencanaan kawasan industri agar dapat mencapai keseimbangan antara kebutuhan
ekonomi, lingkungan, dan sosial.

SUMBER :
Adianti, S. Y. (2020). Perencanaan Tata Ruang sebagai Upaya Mewujudkan Pembangunan
Kota Berkelanjutan (Studi Analisis Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mojokerto).
Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, 006(01), 108–117.
https://doi.org/10.21776/ub.jiap.2020.006.01.13
Arifudin, O., Mayasari Annisa, & Ulfah. (2021). Iplementas Balance Scored Dalam
Mewujudkan Pendidikan TInggi Word Class. Edumaspul - Jurnal Pendidikan, 5(2),
768–775.
Belladonna, A. P., & Firdianty, I. D. R. (2020). Peningkatan Nasionalisme Mahasiswa
Melalui Resimen Mahasiswa. Mores: Jurnal Pendidikan Hukum, Politik, Dan
Kewarganegaraan, 1(1), 139.
Beta, A. A. (2017). Perencanaan Tata Ruang Wilayah Bagi Kesejahteraan Di Indonesia.
Jurnal Ilmiah Cano Ekonomos, 6(1), pp 1-6.
https://e-journal.upp.ac.id/index.php/Cano/issue/view/95
Demasya. (2018). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Poliklinik UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota, 1(3), 82–91.
geografiunm. (2011). Ruang Lingkup Geografi. Wordpress.Com.
https://geografiunm.wordpress.com/2011/04/27/ruang-lingkup-geografi/
Hakim, L., Rochima, E., & Wyantuti, S. (2021). Implementasi Kebijakan dan Realisasi
Rencana Tata Ruang Kec. Garut Kota di Kab. Garut: Studi Analisis Kebijakan. Jurnal
Ekonomi Dan Kebijakan Publik, 12(2), 163–175.
https://doi.org/10.22212/jekp.v12i2.1938
Minamiawaji, R. (2019). 第 13 回 進化計算シンポジウム 2019 講演論文集. 2, 13–23.
Nur, A., & Zulkifli Makmur. (2020). Indonesian Discourse Implementation of Islamic
Student Association ; Implementasi Gagasan Keindonesiaan Himpunan Mahasiswa
Islam ; Mewujudkan Konsep Masyarakat Madani Indonesian Discourse Implementation
of Islamic Student Association ; Realizing Civil Soc. Jural Khitah: Kajian Islam,
Budaya & Humaniora, December.
Rasudin, N. (2008). Rencana Tata Ruang Perkotaan Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 26
Tahun 2007. Jurnal Industri Dan Perkotaan, 12(22), 1754–1762.
Rencana, E., Ruang, T., & Kotamobagu, W. (2019). Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah
Kotamobagu Tahun 2014 - 2034. Spasial, 6(1), 68–77.
Simamora, J., & Andrie Gusti Ari Sarjono. (2022). Urgensi Regulasi Penataan Ruang Dalam
Rangka Perwujudan Pembangunan Berkelanjutan. Nommensen Journal of Legal
Opinion, 03, 59–73. https://doi.org/10.51622/njlo.v3i1.611
Universitas, P., & Kuala, S. (2015). Jurnal Ilmu Kebencanaan ( JIKA ) 9 Pages Jurnal Ilmu
Kebencanaan ( JIKA ) PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu Negara yang
rawan terjadi bencana . Hal ini tiga lempeng tektonik dunia , memiliki lebih gempa
bumi sejak tahun 2004 . Bencana gempa 170 r. 2(3).
Wirosoedarmo, R., Widiatmono, J. B. R., & Widyoseno, Y. (2014). Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Berdasarkan Daya Dukung Lingkungan Berbasis Kemampuan Lahan.
Agritech, 34(4), 463–472. https://jurnal.ugm.ac.id/agritech/article/view/9442

Anda mungkin juga menyukai