Anda di halaman 1dari 25

SAMBUTAN

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN


KEHUTANAN PADA ACARA

SERIAL WEBINAR 60 TAHUN


PRESIDEN JOKO WIDODO

”MEMAKNAI KEHUTANAN PASCA KAYU


WEWUJUDKAN MASA DEPAN
KEHUTANAN MAJU”
Jakarta, 28 Juni 2021

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Syalom,
Oom swastiastu

Yth. Ketua Presidium DKN periode 2020-2021


Yth. Para Ketua Kamar Dewan Kehutanan Nasional
dan fungsionaris DKN,
Yth.Pemrakarsa Agenda Wana Aksara Institute,
Bapak Agung Nugraha
Yth.Para narasumber, senior rimbawan dan
rimbawan serta undangan yang saya hormati

1
Puji dan syukur kita persembahkan ke hadirat Allah SWT,
karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita dapat bersama
dalam acara serial webinar online dalam rangka hari jadi
ke-60 tahun Yth Presiden RI Bapak Joko Widodo, yang
jatuh pada tanggal 21 Juni 2021.

Kita doakan bersama semoga Yth Presiden, Bapak Jokowi


senantiasa dalam lindungan Yang Maha Kuasa,
dilimpahkan kesehatan dan kekuatan, dalam menunaikan
panggilan sejarah, tugas mulia memimpin bangsa dan
negara Indonesia tercinta. Aamiin YRA.

Sebagai bagian dari Kabinet Kerja dan Kabinet Indonesia


Maju dipimpin Yth Presiden Bapak Jokowi selama hampir
7 tahun hingga saat ini, maka pada kesempatan yang baik
ini, ijinkan saya menyampaikan kepada seluruh Rimbawan
Indonesia, bahwa sungguh merupakan rancangan dari
Yang Maha Kuasa, bahwa Presiden kita adalah seorang
Rimbawan, sehingga secara pasti Indonesia akan dapat
menyelesaikan berbagai masalah kemasyarakatan yang
ada, yang berkaitan dengan subyek kehutanan, akibat
berbagai peristiwa dan kegiatan di masa lalu dan
diantaranya dalam kurun waktu yang puluhan tahun
lamanya.

Oleh karena itu, saya mohon ijin untuk menyampaikan


lebih rinci hal-hal yang saya sebutkan sebagai karunia
dalam upaya penyelesaian bagian cukup besar

2
permasalahan rakyat, dengan keberadaan seorang
presiden yang rimbawan.

Ibu dan Bapak , para Rimbawan Indonesia yang saya


cintai,

Saya akan berbagi informasi kepada seluruh Rimbawan


Indonesia terkait kerangka makro, pendekatan, program
hingga aktualisasi seorang Presiden rimbawan dan hasil
kerja dalam dedikasi selama 7 tahun ini, mewujudkan
Tujuan Nasional, Indonesia kita yakni : melindungi
segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia ,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan perdamaian dan keadilan, khususnya
pada perspektif dan subyek kehutanan.

Untuk itu, saya menyambut sangat baik gagasan Serial


Webinar ini, yang akan secara obyektif dan adil membuat
jadi jelas apa yang sesungguhnya terjadi, dan dapat
terungkap secara obyektif; dan yang penting, bagaimana
dukungan para Rimbawan Indonesia dalam in-group
feeling rimbawan yang kuat, yang dibalut oleh cita-cita dan
norma Rimbawan Indonesia yang tercantum dalam 9 Nilai
Dasar Rimbawan yakni : jujur, tanggung jawab, ikhlas,
disiplin, visioner, adil, peduli, kerjasama dan profesional.

Dan yang penting saya perlu tegaskan adalah untuk


bagaimana kita Rimbawan Indonesia dapat saling
mendukung, membangun courage dalam kerja dan

3
aktualisasi rimbawan, bagi kejayaan Indonesia. Bukan
sebaliknya, menegasikan yang dapat membuat kontra
produktif atas hal-hal yang sudah dan sedang kita bangun.

Merupakan gagasan luar biasa dari Dewan Kehutanan


Nasional (DKN) dan Wana Aksara Institut, dengan
penyelenggaraan serial webinar ini. Pada serial webinar
pertama ini, mengusung tema besar, yaitu: “Memaknai
Kehutanan Paska kayu. Mewujudkan Masa Depan
Kehutanan Maju”. Sebuah harapan akan peran dan
kontribusi kehutanan yang lebih baik lagi ke depan,
bersifat lintas teritorial dan lintas dimensional pada
tingkat lokal, nasional, regional dan global.
Ibu dan Bapak yang saya hormati,
Kita pahami bersama bahwa Indonesia merupakan
negara besar dimana 63% wilayah daratannya atau
setara luas 120,6 juta hektar adalah kawasan hutan.
Berdasarkan perundang-undangan Indonesia, kawasan
hutan dikelola menurut fungsinya, yaitu sebagai hutan
produksi (production forest) , hutan
konservasi (conservation forests) dan hutan
lindung (protection forests). Kita juga tahu persis segala
tantangan permasalahannya sejak awal Reformasi 1998
bahkan jauh di tahun-tahun sebelumnya yang
memberikan ekses cukup berat dengan masalah-
masalah, konflik tenurial, ketidak adilan dalam perijinan,
penebangan liar dan perambahan, kebakaran hutan,
deforestasi, fragmentasi habitat satwa akibat perijinan,

4
gangguan pada bio-dioversity, dan sederet masalah
lainnya.

Tampak jelas bahwa seorang Presiden yang Rimbawan,


Bapak Jokowi, melihat persoalan ini sebagai satu
rangkaian, yang integratif, bukan parsial. Direfleksikan
dalam penggabungan Kementerian Negara Lingkungan
Hidup ( saat itu tanpa porto-folio, lebih bersifat koordinatif
dan kebijakan) kepada Kementrian Kehutanan (saat itu
sudah dengan porto-folio dan kerja aksi lapangan yang
sangat banyak), keduanya bergabung menjadi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Penggabungan ini dengan konseptualisasi yang


sangat mendasar, dimana kehutanan sebagai sumber
daya alam utama menyentuh masyarakat sampai
ketingkat grass root yang sangat luas, beriringan dengan
urusan lingkungan dengan eksternalitas lingkungan
yang paling luas berada pada tingkat grass root yang
paling merasakan akibat-akibatnya.

Konsep lain penggabungan ini, juga bahwa lingkungan


dan sumberdaya alam, ibarat sebagai satu mata uang
dengan dua sisi, dimana ketika suatu bentang alam
(landscape) bernilai manfaat, maka dipakai terminologi
sumberdaya alam (natural resources) dan sebaliknya,
ketika bentang alam menerima beban, maka dipakai
terminologi lingkungan (environment).

5
Dengan konsep itu, maka sebenarnya meletakkan
Kehutanan dan Lingkungan dalam satu manajemen,
sekaligus merupakan upaya mendasar dalam mengatasi
masalah-masalah sumberdaya alam khususnya hutan
secara mendasar dan berlandaskan keilmuan, scientific
sensing.

Kehutanan dan lingkungan memiliki hubungan kausalitas


yang kuat sebagai dasar formulasi kebijakan-
kebijakannya guna menjawab berbagai permasalahan
bangsa. Dan itu kita lakukan dalam 7 tahun hingga
sekarang ini.

Instrumen dasar yang dipakai dalam menjalankan


pengelolaan gabungan dalam wujud KLHK, yang utama
ialah stick pada prinsip fungsi alam yang harus tidak
boleh terganggu dan harus bisa memenuhi kebutuhan
pembangunan sebagaimana mestinya dalam arti dengan
tetap menjaga kelestariannya. Disinilah kemudian akan
terjaga sustainabilitas, prinsip-prinsip konservasi, daya
dukung daya tampung, dan cara-cara mengatasi
destruksi lingkungan yang terjadi dan lain-lain. Dengan
demikian fungsi alam harus dipahami dan menjadi
pengetahuan dan pemahaman yang mendasar. Fungsi-
Fungsi alam itu meliputi:

1. FUNGSI REGULASI, terkait dengan kapasitas


ekosistem alam untuk mengatur proses ekologis yang
esensial untuk menunjang sistem kehidupan dan

6
sebaliknya juga mempertahankan kesehatan lingkungan
dengan menyediakan udara bersih, air dan tanah;

2. FUNGSI PEMBAWA/CARRIER dari alam yang


menyediakan ruang dan bahan atau medium yang sesuai
untuk aktivitas manusia seperti kebiasaannya, rekreasi
dan cocok tanam;

3. FUNGSI PRODUKSI alam yang menyediakan


berbagai sumberdaya mulai dari pangan, bahan mentah
untuk industri, energi sampai kepada material genetik;
serta

4. FUNGSI INFORMASI dimana alam memberi kontribusi


kepada manusia untuk kesehatan mental dengan
menyediakan kesempatan untuk refleksi, pencerahan
spiritual, membangun kognitif dan pengalaman estetika.

Dengan demikian, upaya perlindungan terhadap


lingkungan hidup dan kehutanan menjadi sangat penting,
agar alam dapat mempertahankan fungsi-fungsi tersebut
secara berkelanjutan.

Konseptualisasi yang lain dalam penggabungan menjadi


KLHK ialah konsep pengelolaan hutan, dengan
paradigma baru tata kelola hutan, yaitu dengan prinsip-
prinsip ekosistem yang didasarkan pada sistem ekologi
dan sistem sosial dalam suatu bentang alam yang ada,
termasuk pertimbangan chorologis dan topologis nya,
dengan faktor-faktor pembentuk bentang alam yang ada,

7
seperti vegetasi, flora, fauna, iklim, batuan atau parent
material dan bahkan faktor manusia serta faktor rentang
waktu dalam ciri-ciri kondisi sosial ekonomi seperti
perilaku land use, dan berbagai faktor sosial
kemanusiaan, khususnya dalam hal kemiskinan,
keterbelakangan dan kesenjangan.

Dalam pendekatan ini maka paradigma tata kelola hutan


bergeser dari paradigma “ timber management” menjadi
paradigma “forest landscaspe management “. Atau bisa
kita sebut dari semula era pembangunan kehutanan
konvensional yang berorientasi pada ekstraksi kayu,
berubah, menjelma menjadi era kehutanan pasca kayu.

Ibu dan Bapak serta seluruh rimbawan yang saya


cintai,

Perubahan-perubahan dimaksud, merupakan perubahan


peradaban kehutanan yang bukan hanya bersifat
nomenklatur,atau sekedar menyentuh kulit luar dan
permukaan yang sangat prematur. Lebih dari itu, telah
pula merubah secara nyata sistem dan nilai-nilai yang
menjadi kultur.
Mewujud dalam langkah kerja keseharian, dalam evolusi
kebijakan, dalam operasional dan implementasi kerja,
yang melibatkan tidak hanya jajaran pemerintah, tetapi
juga semua elemen terkait aktivitas bidang kehutanan
yang pada akhirnya akan sampai pada suatu revolusi
mental, yang kita tidak dapat menghindar lagi.

8
Sejarah mencatat, era keemasan kayu telah berlalu.
Tercatat pada periode tahun 1966 sampai 1980-an, kayu
merupakan kontribusi utama perekonomian Indonesia
setelah minyak bumi dan gas. Namun kini, tidak hanya
pada orientasi kayu. Indonesia juga mempunyai prospek
hasil hutan bukan kayu (HHBK). Indonesia memiliki
HHBK yang melimpah dan prospek cerah di pasar
internasional.
Bagaimanapun, pembangunan kehutanan era kayu telah
berperan besar bagi terwujudnya industrialisasi
kehutanan dan berhasil membangun pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi, mewujudkan integrasi sosial
kultural komunitas, mengangkat harkat dan martabat
Indonesia di kancah percaturan politik ekonomi
kehutanan dunia serta Indonesia menjadi produsen
komoditas hasil hutan kayu paling disegani di seantero
jagat.
Namun kehutanan era kayu juga melahirkan ekses sosial
yang tak terhindarkan, berupa marginalisasi masyarakat
desa hutan, hilangnya jati diri dan identitas kultural
masyarakat adat, maraknya konflik lahan, hingga
meningkatnya kondisi kemiskinan akut masyarakat
sekitar hutan.

Demikian pula dampak kerusakan lingkungan, dimana


sebagai tertuduh menjadi penyebab meningkatnya gejala
pemanasan global dan perubahan iklim tak lain adalah

9
deforestasi dan kebakaran hutan sekaligus seperti
menjadi maskot persoalan yang disoroti oleh dunia.
Terkadang diantaranya menjadi “alat propaganda buruk
kepada Indonesia, yaitu deforestasi dan kebakaran hutan
dan lahan”, dan terkadang juga disajikan dengan data
yang fake, salah, data tahun lama (tapi dibuat seperti
seolah data baru, terkini, menjadi berita daur ulang serta
bukan kondisi yang sesungguhnya, dengan alasan soal
metode excercises, atau hanya sebagai ilustrasi), tapi
jelas hal itu membuat informasi menjadi bias dan
menjadi informasi yang menyesatkan kepada publik
yang seharusnya mendapatkan informasi yang benar dan
adil.

Rimbawan yang saya cintai

Deforestasi dan degradasi hutan menjadi perhatian


banyak negara . Indonesia mulai menghitung tingkat
deforestasi sejak tahun 1990. Faktanya,deforestasi
tertinggi terjadi pada periode tahun 1996 sampai 2000,
sebesar 3,5 juta ha per tahun, periode 2002 sampai 2014
menurun, dan mencapai titik terendah laju deforestasi
pada tahun 2020 sebesar 115 ribu ha.

Kebakaran hutan di tahun 2015 dengan luas areal


terbakar 2,6 juta ha dari interpretasi citra satelit serta
1,6 juta hektar pada tahun 2019, memberikan pelajaran
sangat berharga dan kemudian terus diupayakan dengan
kerja keras untuk mengatasinya. Pada tahun 2020

10
ditetapkan kebijakan dan dilaksanakan langkah
pencegahan secara permanen dan dilaksanakan ekstra
hati-hati melalui upaya-upaya : monitoring hotspot dan
patroli, sistem paralegal untuk membangun kesadaran
bersama masyarakat, teknik modifikasi cuaca, tata
kelola gambut, dan penegakkan hukum. Tidak mudah
dan penyelesaian selama beberapa tahun, dan dalam
turbulensi interaksi yang cukup berat antar berbagai
elemen stakeholders, teurtama dengan dunia usaha. Dan
ditahun 2020 kemarin kita berhasil menekan areal
kebakaran hutan hanya menjadi sekitar 290 ribu hektar.

Gambaran itu bisa juga kita lihat pada konteks emisi


karbon yang bisa dihitung. Emisi GRK pada 2015
sebesar 1,5 Gton CO2 eq, pada tahun 2019 menjadi 0,9
Gton CO2eq, Diantara 0,9 Gton CO2eq tersebut, yang
berasal dari kebakaran hutan dan lahan tercatat sebesar
0,45 Gton CO2 eq; dan pada tahun 2020 turun menjadi
emisi hanya 0,03 Gton CO2 eq. Ini artinya bahwa
kebijakan Yth Presiden Bapak Jokowi untuk
pengendalian kebakaran hutan dan lahan, dengan
pencegahan permanen, telah menunjukkan hasil kerja
dan harus dipertahankan dan untuk terus ditingkatkan.

Dalam kaitan itu, maka paradigma pembangunan bidang


kehutanan yang dikembangkan di era Presiden Jokowi,
menjadi realistis dan cukup relevan menjawab
permasalahan yang ada. Yang penting bagaimana
selanjutnya ke depan yang harus dilakukan.

11
Dengan kata lain sebetulnya, ideologi kehutanan paska
kayu lahir sebagai antithesis. Pendekatan paradigma
baru. Mewujudkan era baru dimana kayu tidak lagi
menjadi orientasi utama. Potensi kayu yang menurut
berbagai literatur hasil penelitian tak lebih hanya 5
persen, kini harus dikembangkan dengan aktualisasi 95
persen potensi bentang alam hutan beserta seluruh
potensinya. Mulai dari hasil hutan bukan kayu, jasa
lingkungan hingga karbon.

Ibu dan Bapak yang saya hormati

Kehutanan pasca kayu yang digagas dan diusung Yth


Presiden Bapak Jokowi mengandung esensi substansial;
dan secara rinci dan metodis terus diikuti
perkembangannya, agar masalah dapat selesai secara
jelas, lugas dan tuntas. Makna utamanya ialah bahwa
kebijakan dan agenda kerja kehutanan paska kayu
comitted terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup,
seperti kelestarian DAS, semakin ditekankan pada
aspek konservasi tanah dan air, terjaganya FEG fungsi
lindung dalam KHG, terjaganya konservasi spesies
wildlife serta koridor landscape yang menghubungkannya
dalam koridor satwa, guna menjaga kekayaan mega
biodiversity Indonesia.

12
Begitupun, refleksi keberhasilan mewujudkan ideologi
kehutanan paska kayu tercermin pula dari parameter
penting yang lain, yakni pembangunan kehutanan yang
berkeadilan sekaligus mewujudkan pemerataan distribusi
penguasaan sumberdaya hutan bagi masyarakat.
Aktualisasinya melalui kebijakan dan program
perhutanan sosial yang mampu menopang
pengembangan sosial, ekonomi dan kelembagaan
usaha.
Apa yang terjadi ketika era pemerintahan Yth Presiden
Jokowi ini dimulai ? Dalam Nawa Cita diidentifikasi
adanya permasalahan tenurial, konflik dan hal-hal yang
berasosiasi dengan itu. Begitu pula kesenjangan dalam
land holding pengelolaan lahan.

Data perijinan menunjukkan bahwa tidak kurang dari 43


juta areal kawasan hutan telah diberikan ijin sejak tahun
1980-an seperti HPH, HTI, pelepasan menjadi
penggunaan lain seperti kebun, tambang dan lain-lain.
Perijinan di waktu yang lalu lebih banyak diberikan
kepada korporat atau sekitar 96 % sedangkan hanya
sekitar 4 % dalam bentuk perijinan bagi masyarakat.

Yth Presiden Jokowi melalui Nawa Cita melakukan


langkah korektif. Mengubah dan menjadikan
keberpihakan kepada rakyat lebih mengemuka,
diaktualisasikan. Areal hutan ditata dengan
pemanfaatan hutan sosial seluas 12,4 juta hektar serta
pencadangan kawasan untuk tanah reforma agraria

13
(TORA) 4,1 juta ha dan perijinan korporat dikendalikan,
maka dapat diproyeksikan bahwa akan terjadi
perubahan proporsi perjinan, bergeser dari 96 % bagi
korporat dan 4 % bagi rakyat, bergeser menjadi sekitar
29-31 % untuk rakyat dan sekitar 71-26 % untuk
korporat. Pada tahun 2020 tercatat capaian areal
perijinan bagi masyarakat sebesar 13,1 % naik dari
angka 4 %.

Hal itu diselenggaraakn dengan pendekatan kebijakan


Yth Presiden Jokowi untuk kerangka pemerataan
ekonomi , dengan 3 (tiga) elemen dasar yaitu: 1) Akses
kepada aset (dalam hal ini lahan); 2) Kesempatan untuk
berusaha serta 3) Kapasitas manajamen oleh
SDM/masyarakat

Program Perhutanan Sosial menjadikan penanda baru


era Presiden Jokowi untuk membangun kesejahteraan
masyarakat, Proram Perhutanan Sosial era Presiden
Jokowi ini sangat penting bagi kemajuan untuk
kesejehteraan rakyat yang ditandai dengan ciri-ciri
program yang : utuh, tidak sekedar pemberdayaan
masyarakat sebagai pekerja, tetapi masyarakat dalam
kapasitas sebagai pelaku usaha. Ada fasilitasi yang
utuh, dimana akses terhadap lahan usaha disertai
dengan akses fasilitasi pemerintah seperti sarana usaha
tani termasuk permodalan usaha serta perintisan
bersama pola off-taker, penerima produk akhir, dan
dalam cluster usaha, sehingga timbul interaksi ekonomi
dan sentra ekonomi domestik, juga dapat terbangun

14
kohesi sosial masyarakat dalam kondisi yang jauh lebih
baik dan rakyat akan lebih optimis menatap masa depan.

Dengan demikian pada banyak aspek pembangunan


bidang kehutanan, telah mengalami penyesuaian
selama tujuh tahun terakhir ini, melalui langkah korektif
(corrective actions) :
(1) penurunan signifikan laju deforestasi dan
degradasi hutan dan lahan,
(2) pencegahan permanen kejadian kebakaran hutan
dan lahan; dan mengatasi pengaruh negatifnya
pada lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat;
(3) atualisasi prinsip daya dukung dan daya tampung
lingkungan, dalam pemanfaatan dan penggunaan
kawasan hutan,
(4) internalisasi prinsip-prinsip daya dukung dan daya
tampung lingkungan kedalam penyusunan revisi
Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN)
sebagai arahan spasial makro pembangunan
kehutanan tahun 2011-2030,
(5) pencegahan kehilangan keanekaragaman hayati
dengan konservasi kawasan serta perlindungan
keanekaragaman hayati
(6) menyelaraskan arah kebijakan KLHK ke depan
sesuai dengan mempertimbangkan konvensi
inetransional, SDGs, Perubahan Iklim Paris
Agreement, Aichi Target Biodiversity,
Pengendalian Degradasi Lahan dll.

15
(7) mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai NDC
baik dengan usaha sendiri maupun dengan
dukungan kerjasama internasional dalam teknologi
dan finansial termasuk kerjasama dunia usaha
(8) membangun ketahanan iklim dengan restorasi,
pengelolaan dan pemulihan lahan gambut,
rehabilitasi hutan dan pengendalian deforestasi
serta program kampung iklim.
(9) mengubah arah pengelolaan hutan yang semula
berfokus pada pengelolaan kayu ke arah
pengelolaan berdasarkan ekosistem sumber daya
hutan dan berbasis masyarakat.

Para Rimbawan Indoensia yang saya cintai,

Pada kondisi mutkahir saat ini, dengan diundangkannya


UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, semakin
jelas kebijakan tentang keharusan aktualisasi
keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan.
Pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pemulihan
ekonomi nasional, berorientasi mendorong terciptanya
transformasi ekonomi, sehingga mampu menciptakan
lapangan kerja baru bagi masyarakat. Bobot utama
UUCK ialah penyederhanaan prosedur dan atasi
hambatan birokratis. UUCK menegaskan posisi izin
sebagai instrumen pengawasan. UUCK juga
memberikan jalan keluar pada berbagai kebuntuan dalam

16
dispute dalam penggunaan lahan ataupun konflik
tenurial.

Penyelenggaraan Kehutanan serta regulasi turunannya,


memungkinkan para pelaku usaha melakukan
pengembangan multiusaha kehutanan. Pengembangan
diversifikasi usaha di sektor kehutanan ini,
mengintegrasikan pemanfaatan kawasan, hasil hutan
kayu, dan hasil hutan bukan kayu.
Disamping itu, pemanfaatan jasa lingkungan dalam
model multiusaha kehutanan, dapat menjadi bagian dari
aksi mitigasi perubahan iklim dari sektor kehutanan
berbasis lahan. Kontribusi pemegang Perizinan Berusaha
dalam upaya mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan
melalui kegiatan yang dapat mengurangi emisi serta
meningkatkan serapan karbon dan/atau konservasi
cadangan karbon.
UUCK ini juga memberikan penegasan yang nyata akan
kebijakan pemerintah yang berpihak kepada
masyarakat, baik dalam alokasi penggunaan dan
pemanfaatan hutan, demikian pula dalam hal akses
pemanfaatan untuk kemantapan perhutanan sosial
dengan land holding yang jelas, juga dalam penataan
kawasan dan dispute kawasan; serta kebijakan yang
menjamin bagi rakyat serta memberikan jalan untuk
penyelesaian masalah hutan adat.
Dari gambaran itu maka UUCK pada perspektif bidang
kehutanan merupakan rangkuman upaya yang telah

17
dirintis sejak awal era pemerintahan Presiden Jokowi,
yang menjadikan penanda perubahan-perubahan dalam
sistem pengelolaan hutan.
Kehutanan paska kayu merupakan era kehutanan, juga
akan menjadi salah satu pilar bagi terwujudnya berbagai
target pembangunan nasional maupun global. Mulai dari
Sustainable Development Goal’s (SDG’s), pembangunan
rendah emisi (Low Emission Development), pemenuhan
NDC (Nationally Determined Contribution), kemandirian
energi yang bersumber dari Energi Baru Terbarukan
(EBT), kedaulatan pangan, dan program strategis
nasional lainnya.

Selanjutnya target penting kontribusi rimbawan dan


pengorbanan kehutanan paska kayu adalah untuk dan
dalam hal menopang terwujudnya Indonesia maju tahun
2045. Sekali lagi, dengan luas kawasan hutan lebih dari
60 % wilayah Indonesia, rasanya mustahil untuk target
pembangunan nasional dapat terwujud tanpa dukungan
kehutanan dan dedikasi rimbawan.

Menyadari pemahaman dan pemaknaan ideologi


kehutanan paska kayu dimaksud, maka sekali lagi
Saya menyampaikan apresiasi atas penyelenggaraan
serial webinar kerjasama antara Dewan Kehutanan
Nasional dengan lembaga Wana Aksara Institute, yang

18
mulai dilaksanakan hari ini hingga bulan Oktober 2021
yang akan datang.

Rimbawan Indonesia yang saya cintai

Dewan Kehutanan Nasional merupakan mitra penting


pemerintah. Organisasi DKN dengan beranggotakan
semua konstituen kehutanan, dalam konfigurasi : kamar
pemerintah, kamar bisnis, kamar akademisi, kamar LSM
dan kamar masyarakat, maka kerja-kerja bersama DKN
meurpakan kerja penting dan utama, yang dapat
memberikan dukungan kepada upaya bangsa ini secara
keseluruhan.
Dalam serial webinar telah ditetapkan lima sub tema
yang diharapkan mewakili agenda-agenda prioritas dan
strategis era kehutanan paska kayu di masa depan.
Sebagaimana diusung dan diperjuangkan Yth Presiden
Bapak Joko Widodo, meliputi peran geopolitik
Sumberdaya hutan termasuk sumberdaya genetik
didalamnya menuju Indonesia 2045, Sistem
pencegahan karhutla demi penurunan emisi GRK,
agenda perhutanan sosial sebagai intisari politik
pembangunan kehutanan nasional, serta eksistensi
rimbawan dalam pembangunan nasional sebagai bagian
membangun konsolidasi rimbawan.

19
Yang terdekat dimana dalam kurun waktu 7 tahun telah
beraktualisasi dan sudah tampak hasilnya, termasuk
juga adanya berbagai kekurangan dan permasalahan
serta kemantapan metodologinya, adalah langkah
pemantapan kebijakan, program dan aktualisasi.
Pada kesempatan yang berharga ini, Saya ingin
menyampaikan antara lain sebagian dari tantangan untuk
mari kita mantapkan konsep kerja dalam bentuk guideline
yang siap pakai dan bahkan nanti menjadi log-book,
dalam hal-hal :
1. Manual book for forest landscape fire management,
prevention and control (PPI)
2. Manual book for deforestation control and forest
monitoring (PKTL)
3. Manual book for peatland management (BRGM dan
PPKL)
4. Manual book for mangrove rehabilitation, optimum
utilization and control (PDASRH, BRGM dan BLI)
5. Manual book for SVLK legal wood to control
sustainable forest management (PHL)
6. Manual book on social foresty for community
welfare. (PSKL)
7. Manual book for consolidating the fragmented
habitat for wildlife species (KSDAE)
8. Manual book for forest ecotourism and healing (PHL
dan KSDAE)
9. Manual book for carbon cap and offset. (PPI)

20
10. Manual book for forestland Rehabilitation and civil
works for landscape conservation (PDASRH)

Materi-materi tersebut yang kita perlukan segera dalam


upaya pemantapan strategi, kebijakan dan langkah
pengelolaan kawasan hutan dalam pradigma baru era
Presiden Jokowi yang dapat dimantapkan dalam
penyelenggaraan tata kelola kehutanan oleh oleh
seluruh elemen bangsa ini dalam tata kelola kehutanan
yang ideal sekarang serta idela pula hasil resultatenya
untuk kehutanan Indonesia di tahun 2030 dan mejelang
Indoneisa 2045.

Kita perlu menyelesiakannya dan saya berharap bisa


diselesiakan segera; yang akan bisa kita uji juga dalam
kerja dua tahun terakhir hingga tahun 2024, sehinga
semuanya betul-betul menjadi mantap untuk perspektif
Kehutanan Indonesia ke depan untuk generasi masa
depan.

Tentu saja bagian lain yang juga menjadi perhatian


berkaitan dengan hal-hal yang bersifat teknis dan
metodis, termasuk dengan sistem digital dalam tata
kelola kehutanan relevan untuk dibedah lebih lanjut.
KLHK telah mengawalinya dengan berbagai aplikasi
sistem yang diakui inovasinya dan mendapatkan
penghargaan dari Menteri PAN RB. Tentu juga masih
harus terus dikembangkan dan disini kita memerlukan

21
dukungan courage dorongan kita semua, para rimbawan
khususnya.

Saya percaya ke depan tantangan sistem metodis digital


menjadi sangat penting, dimana hutan dalam sistem
metodis analisis spasial, harus sesuai dengan kondisi
nasional secara teritorial, jurisdictional, dan tidak
meninggalkan dsara-dasar konstitusional UUD 1945,
sebagai dasar pegangan kemajuan Indonesia masa
depan.

Lebih jauh, perlu juga dilakukan kompilasi berbagai


catatan terserak agar bisa menjelma menjadi sebuah
prasasti ide, gagasan dan konsep pemikiran Presiden
Joko Widodo sebagai bagian dari upaya mewujudkan
revolusi mental kehutanan paska kayu. Perintisan
rangkuman buku Informasi Kehutanan, Buku SOIFO
yang sudah dua kali terbit dan dipaparkan pertama kali
di Kantor Pusat FAO di Roma pada tahun 2018, untuk
pertama kalinya setelah 14 tahun Kehutanan RI absen
dari presentasi dan performanya di FAO Roma juga pelru
dilanjutkan.

Ini juga merupakan tantangan bagi DKN untuk bisa


mewujudkannya di tahun 2022, setelah buku tahun 2020
dan tahun 2018. Hal ini penting bagi kejelasan posisi
kehutanan Indonesia di mata dunia, di kancah

22
internasional, sehingga Indonesia menjadi dan memiliki
sosoknya yang tepat sebagai negara hutan tropis
terbesar di dunia, serta tentu saja akan terus kita bangun
bersama berbagai keselarasan, dan kompatibilitas,
dengan tujuan pembangunan kehutanan dalam
kerangka partisipasi Indonesia di dunia internasional dan
dalam berbagai Agenda Konvensi dimana Indonesia
diantaranya menjadi pendukung aktif konvensi-konvensi
dimaksud seperti SDGs, PA-UNFCCC, CBD dll. Saya
berharap DKN juga dapat memberikan kontribusi pada
upaya pemerintah dalam aktualisasi di arena
internasional

Selanjutnya saya inign menegaskan, bahwa Saya


mendukung penuh upaya untuk bisa menerbitkan
seluruh hasil serial webinar menjadi sebuah kompilasi
buku yang saya yakini akan sangat bermanfaat tidak saja
dalam ciri leadership kepemimpinan nasional yang makro
namun sekaligus riel; yang berciri overview, namun
sekaligus detil, yang analitis policy excercises termasuk
teoritik, tapi sekaligus berbasis bukti lapangan dan
empirik dan yang sangat sejalan dengan perkembangan
keadaan. Itulah refleksi dari serta ciri pada sosok
Presiden Rimbawan Yth Bapak Jokowi.
Saya kira pada momen tersebut, menjadi sangat penting
sebagai ucapan Selamat Ulang Tahun secara riel.
Dewan Kehutanan Nasional bersama Institut Wana
Aksara, pemrakarsa gagasan akan mengkoordinasikan

23
penyampaian apresiasi dan dukungan dimaksud kepada
salah satu anggota keluarga istimewanya yang menjadi
kebanggaan, tak lain Rimbawan RI-1 Yth Presiden
Bapak Joko Widodo.
Dengan antusiasme peserta serial webinar sebagaimana
dilaporkan Ketua Panitia Penyelenggara, meskipun
webinar dilakukan virtual karena pandemi covid, saya
menghargai kesertaan dan antusiasme kawan-kawan.
Sekali lagi ini sebuah momentum yang harus dijaga dan
dirawat. Sebagai bagian dari konsolidasi rimbawan di
semua profesi di seluruh penjuru tanah air di bumi
Nusantara, Indonesia kita.
Era kebangkitan menuju kegemilangan kehutanan dan
peran rimbawan sebagaimana sejarah masa lalu
bukanlah sesuatu yang mustahil. Namun, sekali lagi
semua itu sangat tergantung kepada komitmen dan itikad
baik kita semua.
Akhirnya, dengan mengucapkan

Bismillahirrohmaanirrohiim,
serial webinar Dalam Rangka 60 Tahun Presiden Joko
Widodo dengan tema Memaknai Kehutanan Paska
Kayu Mewujudkan Masa Depan Kehutanan Maju, saya
nyatakan secara resmi dibuka.

24
Semoga Allah SWTmeridhoi niat baik dan semua
langkah kita dalam upaya pembangunan lingkungan
hidup dan kehutanan yang berkelanjutan.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Syalom
Om shanti shanti shanti om

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Dr. Ir. SITI NURBAYA, M.Sc

25

Anda mungkin juga menyukai