Ditulis oleh:
Surabaya, 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan iklim adalah salah satu tantangan yang nyata untuk dihadapi sekarang ini.
Untuk mengatasi ini, kita perlu mengurangi emisi yang telah lama mengendap di atmosfer karena
aktivitas manusia. Kegiatan harian seperti menghidupkan lampu, mengendarai pesawat terbang,
mengendarai mobil, memproduksi barang di pabrik, kemudian membeli barang-barang tersebut,
mendistribusikan listrik. Meskipun begitu, aktivitas tersebut sangat penting bagi pertumbuhan
umat manusia khususnya pada kebutuhan primwe, terlebih di negara-negara berkembang.
Perubahan iklim dan pertumbuhan aktivitas manusia merupakan tantangan tersendiri bagi
kita semua. Salah satu program penanggulangan iklim dan cuaca adalah Mitigation Actions
Plans and Scenarios (MAPS). Program MAPS ini, telah diujicobakan di 5 negara berkembang.
Program MAPS telah membantu banyak pihak di Afrika Selatan. Tim MAPS tidak hanya
melakukan proses riset namun juga memfasilitasi para pemangku kepentingan setempat yang
ditugaskan oleh Pemerintah. Prof. Harald Winkler dari Cape Town University menjelaskan
bahwa ERC (Ecological Resource Consultants) adalah lembaga resmi Internasional yang saat ini
ditunjuk untuk menangani program MAPS. Bersama dengan para ahli termasuk Prof. Harald
sendiri, mereka menjalankan program MAPS di 4 negara berikut, Brazil, Chile, Columbia, dan
Peru. Prof. Harald bergabung dengan ERC dari 2010 hingga 2015.
Dari beberapa eksperimen di sana, dikatakan bahwa kita sebenarnya membutuhkan
semacam kontrak sosial yang baru, dimana kelompok menengah ke atas sepakat untuk bekerja
bersama-sama menjalankan program mitigasi berjangka dengan kelompok menengah ke bawah
(Winkler, H. 2014). Kerjasama ini nantinya akan memberi dampak positif, yakni membantu
kelompok menengah ke bawah secara ekonomi, disamping juga mengurangi emisi melalui
perubahan pola konsumsi. Intinya adalah mengurangi gas emisi efek rumah kaca yang disebut
mitigasi. Dimana tantangan terbesarnya adalah mengurangi peningkatan temperatur minimal
hingga dua derajat celcius. Pada praktiknya, hal ini melibatkan berbagai sistem. ekonomi,
sosiologi, ekologi, dan kebijakan publik.
Perubahan iklim memang adalah masalah yang kompleks. Para ilmuwan menjalankan
model sirkulasi global yang mampu diimplementasikan dalam mendesain masalah ekologi di
atmosfer dan laut. Hal tersebut adalah salah satu tindakan nyata pengurangan emisi di mana
efeknya mulai berimbas dimana-mana sekarang ini. Maka, memahami tanda-tandanya sangatlah
penting.
Negara berkembang memiliki masalah pengentasan kemiskinan, defisit nasional,
kesehatan dan lain sebagainya. Dan di tengah masalah tersebut, muncullah masalah baru yaitu
perubahan cuaca yang tak terprediksi. Bisa dikatakan, bahwa mitigasi adalah proses mengurangi
emisi gas greenhouse dari sumber fosil, atau deforestasi, dan agrikultur.
Untuk mengantisipasi potensi negatif yang berkelanjutan, ada beberapa hal yang harus
kita lihat. Saat ini, masalah tentang perubahan ini terjadi karena seluruh sistem tempat kita
tinggal, saling terhubung antara satu sama lain. Apa yang menjadi harapan ke depan adalah
bagaimana kita mengembangkan sebuah model mitigasi untuk mengurangi emisi (low carbon).
Persoalan perubahan iklim sudah menjadi fenomena lingkungan yang nyata dan diakui
sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kehidupan manusia. Laporan Intergovernmental Panel
on Climate Change (IPCC) Kelompok Kerja-1 yang diluncurkan pada bulan September 2013
terkait dengan penyusunan Assessment Report ke-5 (AR5), menyebutkan bahwa kenaikan suhu
permukaan bumi di wilayah Asia Tenggara pada abad ini berkisar antara 0,4-1 derajat Celcius
dan diperkirakan akan terus meningkat antara 1,5-2 derajat Celcius pada periode 30 tahun
mendatang.
Di Indonesia, program mitigasi sudah digalakkan sejak 2012 bernama Program Kampung
Iklim (ProKlim). Pelaksanaan Proklim mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 19/2012 tentang Program Kampung Iklim. Dan sudah ada pembaharuan pada 2016 lalu.
BAB II
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan oleh peneliti disini adalah metode kualitatif. Yaitu penelitian
yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau
keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui
pendekatan kuantitatif (Saryono, 2010: 1).
Metode pendekatan masalah yang digunakan lebih terfokus pada action plan mitigasi
yang diterapkan di Indonesia dengan melihat kegiatan mitigasi di beberapa negara berkembang
lainnya.
Pertanyaan mendasar yang akan menjadi topik bahasan di sini adalah sejauh mana
penerapan mitigasi Program Kampung Iklim (ProKlim) di Indonesia. Maka pada bab-bab
berikutnya, akan dipaparkan beberapa kegiatan ProKlim yang sudah dilakukan dan bagaimana
dampak positif yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas.
BAB III
PEMBAHASAN
Sebagai salah satu negeri hijau dengan iklim tropis yang cukup dikenal di kawasan Asia
bahkan dunia, Indonesia telah mempersiapkan beberapa program penanganan perubahan iklim.
ang dikenal dengan Program Kampung Iklim yang telah digalakkan Pemerintah pada tahun 2012
lalu. Berikut adalah beberapa program mitigasi ProKlim yang tertuang dalam beberapa kategori:
Berdasarkan hasil verifikasi lapangan dan evaluasi teknis pengusulan ProKlim yang
dipublikasikan di website resmi Kementrian Lingkungan Hidup (menlh.go.id), Menteri
Lingkungan Hidup pada peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa yang dilaksanakan pada tanggal
28 November 2013, telah menyerahkan Trophy dan dan sertikat ProKlim 2013 kepada 4 lokasi
berikut:
a. Dusun Sukawangi, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat;
b. Desa Burno, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur;
c. Desa Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat;
d. Dusun Bendrong, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur;
Selain itu dalam penyelenggaraan National Summit ke-3 diserahkan sertifikat ProKlim
kepada 16 lokasi berikut:
a. Dusun Semanding, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur;
b. Desa Lamajang, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat;
c. Nagari Sarik Alahan Tigo, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat;
d. Desa Jabung, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur;
e. Desa Cupang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat;
f. Desa Mambal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;
g. Desa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat;
h. Dusun Mangempang I, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan;
i. Desa Taman, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;
j. Dusun Ngiprak, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur;
k. Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat;
l. Desa Jarak, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur;
m. Desa Selat, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali;
n. Desa Baha, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;
o. Desa Sangeh, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;
p. Kampung Kiara Sanding, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.
Beragam kegiatan yang telah dilaksanakan masyarakat pada lokasi-lokasi yang menerima
penghargaan ProKlim, menunjukkan bahwa aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bukan
sesuatu hal yang sama sekali baru dan sulit untuk dilakukan. Inovasi pengelolaan sumber daya
alam dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dapat diarahkan untuk menjawab
tantangan yang dihadapi masyarakat dengan adanya isu perubahan iklim.
BAB IV
HASIL DAN KESIMPULAN
Dari seluruh kajian di jurnal ilmiah ini, bisa diambil kesimpulan bahwa Program
Kampung Iklim yang diterapkan sejak 2012 lalu, telah memberi dampak positif yang dibuktikan
dengan di perolehnya penghargaan oleh daerah-daerah di beberapa wilayah di Indonesia.
Dengan diraihnya perolehan yang signifikan tersebut, maka bisa dikatakan program
mitigasi Kampung Iklim telah berhasil diterapkan di Indonesia yang pada nantinya berdampak
positif pada beberapa sektor pertanian, industri, dan ekonomi.
Dengan diterapkannya program ini, diharapkan mampu mengatasi permasalahan-
permasalahan ekologi dan perubahan iklim di masa depan.
Daftar Pustaka
Suryanti. H. 2016. Program Kampung Iklim, Local Action to Respond Climate Change.
Diambil dari, https://lcs-rnet.org/pdf/lcs_rnet_presentations/6th/P2.D-2_Suryanti.pdf