Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Ilmiah

Penerapan Kampung Iklim sebagai


Program Mitigasi di Indonesia

Ditulis oleh:

1. Caroll Nicoline Tandean


2. Giovanni Pirrih
3. Jessica Shane Setiawan

SMP IVY SCHOOL

Surabaya, 2017
BAB I
PENDAHULUAN

Perubahan iklim adalah salah satu tantangan yang nyata untuk dihadapi sekarang ini.
Untuk mengatasi ini, kita perlu mengurangi emisi yang telah lama mengendap di atmosfer karena
aktivitas manusia. Kegiatan harian seperti menghidupkan lampu, mengendarai pesawat terbang,
mengendarai mobil, memproduksi barang di pabrik, kemudian membeli barang-barang tersebut,
mendistribusikan listrik. Meskipun begitu, aktivitas tersebut sangat penting bagi pertumbuhan
umat manusia khususnya pada kebutuhan primwe, terlebih di negara-negara berkembang.
Perubahan iklim dan pertumbuhan aktivitas manusia merupakan tantangan tersendiri bagi
kita semua. Salah satu program penanggulangan iklim dan cuaca adalah Mitigation Actions
Plans and Scenarios (MAPS). Program MAPS ini, telah diujicobakan di 5 negara berkembang.
Program MAPS telah membantu banyak pihak di Afrika Selatan. Tim MAPS tidak hanya
melakukan proses riset namun juga memfasilitasi para pemangku kepentingan setempat yang
ditugaskan oleh Pemerintah. Prof. Harald Winkler dari Cape Town University menjelaskan
bahwa ERC (Ecological Resource Consultants) adalah lembaga resmi Internasional yang saat ini
ditunjuk untuk menangani program MAPS. Bersama dengan para ahli termasuk Prof. Harald
sendiri, mereka menjalankan program MAPS di 4 negara berikut, Brazil, Chile, Columbia, dan
Peru. Prof. Harald bergabung dengan ERC dari 2010 hingga 2015.
Dari beberapa eksperimen di sana, dikatakan bahwa kita sebenarnya membutuhkan
semacam kontrak sosial yang baru, dimana kelompok menengah ke atas sepakat untuk bekerja
bersama-sama menjalankan program mitigasi berjangka dengan kelompok menengah ke bawah
(Winkler, H. 2014). Kerjasama ini nantinya akan memberi dampak positif, yakni membantu
kelompok menengah ke bawah secara ekonomi, disamping juga mengurangi emisi melalui
perubahan pola konsumsi. Intinya adalah mengurangi gas emisi efek rumah kaca yang disebut
mitigasi. Dimana tantangan terbesarnya adalah mengurangi peningkatan temperatur minimal
hingga dua derajat celcius. Pada praktiknya, hal ini melibatkan berbagai sistem. ekonomi,
sosiologi, ekologi, dan kebijakan publik.
Perubahan iklim memang adalah masalah yang kompleks. Para ilmuwan menjalankan
model sirkulasi global yang mampu diimplementasikan dalam mendesain masalah ekologi di
atmosfer dan laut. Hal tersebut adalah salah satu tindakan nyata pengurangan emisi di mana
efeknya mulai berimbas dimana-mana sekarang ini. Maka, memahami tanda-tandanya sangatlah
penting.
Negara berkembang memiliki masalah pengentasan kemiskinan, defisit nasional,
kesehatan dan lain sebagainya. Dan di tengah masalah tersebut, muncullah masalah baru yaitu
perubahan cuaca yang tak terprediksi. Bisa dikatakan, bahwa mitigasi adalah proses mengurangi
emisi gas greenhouse dari sumber fosil, atau deforestasi, dan agrikultur.
Untuk mengantisipasi potensi negatif yang berkelanjutan, ada beberapa hal yang harus
kita lihat. Saat ini, masalah tentang perubahan ini terjadi karena seluruh sistem tempat kita
tinggal, saling terhubung antara satu sama lain. Apa yang menjadi harapan ke depan adalah
bagaimana kita mengembangkan sebuah model mitigasi untuk mengurangi emisi (low carbon).
Persoalan perubahan iklim sudah menjadi fenomena lingkungan yang nyata dan diakui
sebagai salah satu ancaman terbesar bagi kehidupan manusia. Laporan Intergovernmental Panel
on Climate Change (IPCC) Kelompok Kerja-1 yang diluncurkan pada bulan September 2013
terkait dengan penyusunan Assessment Report ke-5 (AR5), menyebutkan bahwa kenaikan suhu
permukaan bumi di wilayah Asia Tenggara pada abad ini berkisar antara 0,4-1 derajat Celcius
dan diperkirakan akan terus meningkat antara 1,5-2 derajat Celcius pada periode 30 tahun
mendatang.
Di Indonesia, program mitigasi sudah digalakkan sejak 2012 bernama Program Kampung
Iklim (ProKlim). Pelaksanaan Proklim mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 19/2012 tentang Program Kampung Iklim. Dan sudah ada pembaharuan pada 2016 lalu.
BAB II
METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan oleh peneliti disini adalah metode kualitatif. Yaitu penelitian
yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau
keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui
pendekatan kuantitatif (Saryono, 2010: 1).
Metode pendekatan masalah yang digunakan lebih terfokus pada action plan mitigasi
yang diterapkan di Indonesia dengan melihat kegiatan mitigasi di beberapa negara berkembang
lainnya.
Pertanyaan mendasar yang akan menjadi topik bahasan di sini adalah sejauh mana
penerapan mitigasi Program Kampung Iklim (ProKlim) di Indonesia. Maka pada bab-bab
berikutnya, akan dipaparkan beberapa kegiatan ProKlim yang sudah dilakukan dan bagaimana
dampak positif yang bisa dirasakan oleh masyarakat luas.
BAB III
PEMBAHASAN

Sebagai salah satu negeri hijau dengan iklim tropis yang cukup dikenal di kawasan Asia
bahkan dunia, Indonesia telah mempersiapkan beberapa program penanganan perubahan iklim.
ang dikenal dengan Program Kampung Iklim yang telah digalakkan Pemerintah pada tahun 2012
lalu. Berikut adalah beberapa program mitigasi ProKlim yang tertuang dalam beberapa kategori:

I. Pengendalian Kekeringan, Banjir dan Longsor (PKBL)


a. Pemanenan air hujan, yaitu upaya penanganan/antisipasi kekeringan misalnya dengan
membangun embung, dan penampungan air hujan (PAH). Bentuk dan ukuran bangunan
menyesuaikan kondisi dan kemampuan masyarakat setempat, dalam skala individu maupun
komunal.
b. Peresapan air, yakni upaya penanganan/antisipasi kekeringan dengan meningkatkan resapan
air misalnya melalui pembuatan biopori, sumur resapan, Bangunan Terjunan Air (BTA) atau
rorak, dan Saluran Pengelolaan Air (SPA).
c. Perlindungan dan pengelolaan mata air, yaitu adalah upaya penanganan/antisipasi
kekeringan dengan melakukan perlindungan mata air, yang dilakukan dengan berbagai cara,
seperti pembuatan aturan, penjagaan, dan upacara adat.
d. Penghematan penggunaan air, yakni upaya untuk menggunakan air secara efektif dan
efisien sehingga tidak mengalami pemborosan, misalnya penggunaan kembali air yang sudah
dipakai untuk keperluan tertentu dan pembatasan penggunaan air.
e. Penyediaan sarana dan prasarana pengendalian banjir, yaitu kegiatan yang bertujuan
untuk menanggulangi banjir, Contoh aktivitasnya antara lain adalah: membangun saluran
drainase, kanal, kolam retensi, rumah pompa, dan melakukan pengerukan.
f. Sistem peringatan dini (early warning system)
Sistem peringatan dini bertujuan untuk penanganan/ antisipasi bencana banjir, misal:
informasi ketinggian muka air sungai, pemasangan alat tradisional, pemakaian alat
komunikasi jarak jauh, rute evakuasi.
g. Rancang bangun yang adaptif
Memodifikasi kontruksi bangunan merupakan bentuk upaya penanganan/antisipasi bencana
banjir misalnya dengan meninggikan struktur bangunan, desain rumah panggung, atau rumah
apung.
h. Terasering
Penanganan/antisipasi bencana longsor dan erosi dapat dilakukan dengan membuat terasering,
yaitu bangunan berundak-undak yang tegak lurus arah lereng dan mengikuti garis horizontal.
Penerapan terasering perlu mempertimbangkan karakteristik lahan, misalnya luas lahan,
ketebalan tanah, dan kemiringan lereng.
i. Penanaman vegetasi
Penanaman vegetasi adalah upaya penanganan/antisipasi bencana longsor, erosi, dan
penanganan lahan kritis, seperti dengan penanaman vegetasi jenis tertentu yang sesuai dengan
kondisi lokal.

II. Peningkatan Ketahanan Pangan (PKP)


a. Sistem pola tanam
Sistem pola tanam merupakan upaya penanganan/ antisipasi gagal tanam dan gagal panen,
misalnya dengan mempraktikkan sistem tumpangsari, dll.
b. Sistem irigasi/drainase
Sistem irigasi/drainase ini adalah sebagai upaya penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal
panen, misalnya membangun sistem irigasi hemat air (kondisi air macak-macak, tidak
tergenang), dll.
c. Pertanian terpadu (integrated farming/mix farming)
Penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen dengan melakukan praktik pertanian
terpadu, yaitu kombinasi budidaya tanaman semusim, peternakan, perikanan, perkebunan, dan
kehutanan yang berada dalam satu lokasi dan terjadi interaksi antar-komponen tersebut.
Misalnya: kotoran ternak digunakan untuk pupuk kandang, sisa seresah tanaman dijadikan
kompos, dll.
d. Pengelolaan Potensi Lokal (PPL)
Upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan tanaman dan hewan lokal untuk
peningkatan ketahanan pangan, terutama tanaman dan hewan lokal yang memiliki potensi
untuk beradaptasi terhadap kondisi iklim ekstrim.
e. Penganekaragaman Tanaman Pangan (PTP)
Penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen dengan melakukan penganekaragaman
tanaman pangan. Apabila jenis tanaman yang ditanam makin banyak, maka jenis panenan
makin bervariasi dan bila ada salah satu atau dua jenis yang gagal panen, masih ada jenis
tanaman lain yang dapat dipanen.
f. Sistem dan teknologi pengelolaan lahan dan pemupukan
Penanganan/antisipasi gagal tanam dan gagal panen dengan menerapkan teknologi
pengelolaan lahan, antara lain:
i. Tanam padi hemat air, misalnya dengan model irigasi berselang/bertahap
(intermittent irigation), dan tabela (seeded rice) di lahan irigasi.
ii. Penggunaan pupuk unsur hara mikro, misalnya unsur Si yang bermanfaat dalam
meningkatkan daya tanah tanaman padi terhadap serangan hama penyakit dan tahan
rebah akibat curah hujan ekstrim (sangat deras).
iii. Pengelolaan lahan tanpa bakar, yaitu upaya maksimal terhadap sisa panen berupa
seresah yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk organic dan mulsa (penutup
permukaan tanah).
iv. Teknologi minapadi: penggabungan antara budidaya padi dan pemeliharaan ikan air
tawar dalam satu lokasi. Teknologi ini membutuhkan ketepatan dalam pengelolaan
air agar sesuai untuk kehidupan ikan dan aktifitas budidaya tanaman lainnya (misal:
pemberantasan hama penyakit) tidak mengganggu kehidupan ikan.
v. Precision farming, yaitu model pertanian yang mengutamakan presisi (ketepatan),
seperti tepat waktu, tepat dosis pupuk, dan tepat komoditas.
vi. Padi apung, yaitu tanaman padi ditanam pada media yang dapat mengapung di atas
permukaan air untuk mengantisipasi bahaya banjir.
vii. Pertanian organik, termasuk menerapkan sistem pengendalian hama terpadu untuk
meminimalkan penggunaan pestisida kimia, dan pengendalian hama secara
mekanis.
g. Teknologi pemuliaan tanaman dan hewan ternak
Mengaplikasikan teknologi pemuliaan tanaman, seperti: penyilangan spesies tanaman untuk
menghasilkan varietas yang tahan perubahan iklim, seperti cuaca ekstrim (panas terik,
kekeringan, dan hujan angin).
h. Pemanfaatan lahan pekarangan
Pemanfaatan lahan pekarangan dengan tanaman bermanfaat, seperti mengembangkan apotek
hidup dan lumbung hidup.

Berdasarkan hasil verifikasi lapangan dan evaluasi teknis pengusulan ProKlim yang
dipublikasikan di website resmi Kementrian Lingkungan Hidup (menlh.go.id), Menteri
Lingkungan Hidup pada peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa yang dilaksanakan pada tanggal
28 November 2013, telah menyerahkan Trophy dan dan sertikat ProKlim 2013 kepada 4 lokasi
berikut:
a. Dusun Sukawangi, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat;
b. Desa Burno, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur;
c. Desa Gekbrong, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat;
d. Dusun Bendrong, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur;

Selain itu dalam penyelenggaraan National Summit ke-3 diserahkan sertifikat ProKlim
kepada 16 lokasi berikut:
a. Dusun Semanding, Kabupaten Nganjuk, Provinsi Jawa Timur;
b. Desa Lamajang, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat;
c. Nagari Sarik Alahan Tigo, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat;
d. Desa Jabung, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur;
e. Desa Cupang, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat;
f. Desa Mambal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;
g. Desa Sirnaresmi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat;
h. Dusun Mangempang I, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan;
i. Desa Taman, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;
j. Dusun Ngiprak, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur;
k. Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat;
l. Desa Jarak, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur;
m. Desa Selat, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali;
n. Desa Baha, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;
o. Desa Sangeh, Kabupaten Badung, Provinsi Bali;
p. Kampung Kiara Sanding, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

Beragam kegiatan yang telah dilaksanakan masyarakat pada lokasi-lokasi yang menerima
penghargaan ProKlim, menunjukkan bahwa aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim bukan
sesuatu hal yang sama sekali baru dan sulit untuk dilakukan. Inovasi pengelolaan sumber daya
alam dan pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan dapat diarahkan untuk menjawab
tantangan yang dihadapi masyarakat dengan adanya isu perubahan iklim.
BAB IV
HASIL DAN KESIMPULAN

Dari seluruh kajian di jurnal ilmiah ini, bisa diambil kesimpulan bahwa Program
Kampung Iklim yang diterapkan sejak 2012 lalu, telah memberi dampak positif yang dibuktikan
dengan di perolehnya penghargaan oleh daerah-daerah di beberapa wilayah di Indonesia.
Dengan diraihnya perolehan yang signifikan tersebut, maka bisa dikatakan program
mitigasi Kampung Iklim telah berhasil diterapkan di Indonesia yang pada nantinya berdampak
positif pada beberapa sektor pertanian, industri, dan ekonomi.
Dengan diterapkannya program ini, diharapkan mampu mengatasi permasalahan-
permasalahan ekologi dan perubahan iklim di masa depan.
Daftar Pustaka

Winkler, H. 2014. Emerging lessons on designing and implementing mitigation actions in


five developing countries. Climate and Development, DOI: 10.1080/17565529.2014.892315d.
Diambil dari, http://www.erc.uct.ac.za/sites/default/files/image_tool/images/119/Papers-
2015/2015-Winkler-Dubash-%28online%29-Transformational_change.pdf

Winkler, H. 2014. International requirements for transparency of mitigation


actions. Energy Research Centre, University of Cape Town.
Diambil dari, http://www.erc.uct.ac.za/sites/default/files/image_tool/images/119/Papers-
2014/14-Winkler-Transparency_of_MAs.pdf

Suryanti. H. 2016. Program Kampung Iklim, Local Action to Respond Climate Change.
Diambil dari, https://lcs-rnet.org/pdf/lcs_rnet_presentations/6th/P2.D-2_Suryanti.pdf

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktorat Jenderal Pengendalian


Perubahan Iklim, Direktorat Adaptasi Perubahan Iklim, Program Kampung Iklim (ProKlim).
Diambil dari, http://proklim.menlhk.go.id/

Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Asdep Adaptasi Perubahan Iklim, Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan


dan Perubahan Iklim, KLH, ProKlim : Aksi Lokal Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim
http://www.menlh.go.id/proklim-aksi-lokal-adaptasi-dan-mitigasi-perubahan-iklim/

Anda mungkin juga menyukai