Anda di halaman 1dari 7

UAS Analisis Sistem Sosial Muhammad Muhsin

Dosen : Dr. Donna Asteria, S. Sos, M. Hum 1506813076

Politik Ekologi dalam Pengelolaan Sampah:


Studi Perbandingan Pengelolaan Sampah di Kota Turin, Italia dengan
Pengelolaan Sampah di DKI Jakarta, Indonesia
Muhammad Muhsin (1506813076)
Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia
(muhammad.muhsin.89@gmail.com)

Abstrak
Pengelolaan sampah perkotaan tentunya tak lepas dari aspek politik. Meskipun negara
maju dan negara berkembang memiliki teknologi yang berbeda dalam pengolahan
sampah akhir, ternyata keduanya menghadapi isu permasalahan yang sama, yakni isu
ketidakadilan lingkungan. Jurnal ini bermaksud melihat bagaimana isu pengelolaan
sampah di negara maju dan negara berkembang terjadi dilihat dari pendekatan politik
ekologi. Pendekatan politik ekologi digunakan untuk melihat bahwa bagaimana
ketidakadilan lingkungan telah terjadi pada isu pengelolaan sampah, baik di negara
maju dan negara berkembang. Objek studi yang coba dibandingkan dalam jurnal ini
adalah pengelolaan sampah di Kota Turin, Italia dan DKI Jakarta, Indonesia. Kota Turin
memiliki permasalahan terkait Insinerator Gerbido, sedangkan DKI Jakarta memiliki
masalah yang serupa pada TPA Bantar Gebang. Metode yang digunakan dalam jurnal
ini adalah studi literatur. Kesimpulannya, pendekatan politik ekologi dapat digunakan
untuk membantu menjelaskan bagaimana ketidakadilan lingkungan terjadi dalam
pengelolaan sampah, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Meskipun
demikian, politik ekologi tidak memberikan solusi teknis bagaimana mengatasi hal
tersebut. Hanya saja, penjelasan masalah dengan pendekatan politik ekologi bisa
menjadi salah satu rasionalisasi agar pihak penguasa dan pemilik modal besar
meningkatkan keberpihakan dan kepedulian mereka guna mengatasi permasalahan
lingkungan.

Kata kunci: politik ekologi, Gerbido, TPA Bantar Gebang, Pengelolaan Sampah Kota

Pendahuluan

Pengelolaan sampah perkotaan tentunya tak lepas dari aspek politik. Mengelola sampah
perkotaan berarti mengelola masyarakat perkotaan, yang mana pasti bersentuhan dengan
UAS Analisis Sistem Sosial Muhammad Muhsin
Dosen : Dr. Donna Asteria, S. Sos, M. Hum 1506813076

aspek politik. Gesekan politik umumnya terjadi antara pemerintah kota, swasta dan
masyarakat dengan objek permasalahan, yakni fasilitas pengolahan sampah akhir.

Negara maju dan negara berkembang memiliki teknologi yang berbeda dalam
pengolahan sampah akhir. Teknologi insinerator adalah salah satu teknologi mutakhir
yang digunakan oleh negara maju dalam mengolah sampah akhirnya. Sedangkan,
negara berkembang masih umum menggunakan teknologi lahan urug (landfill).

Jurnal ini bermaksud melihat bagaimana isu pengelolaan sampah di negara maju dan
negara berkembang terjadi dilihat dari pendekatan politik ekologi. Perbedaan latar
belakang sosial, ekonomi, budaya, situasi politik dan teknologi pengolahan yang
digunakan antara negara maju dan negara berkembang menjadi keunikan tersendiri yang
akan coba dianalisa dalam jurnal ini. Selain itu, studi ini mencoba menggunakan
pendekatan politik ekologi untuk melihat bahwa apakah pada isu pengelolaan sampah,
baik di negara maju dan negara berkembang telah terjadi ketidakadilan lingkungan.

Objek studi yang coba dibandingkan isu pengelolaan sampahnya dalam jurnal ini adalah
Kota Turin, Italia dan DKI Jakarta, Indonesia. Keduanya memiliki permasalahan terkait
fasilitas pengolahan akhir sampahnya. Kota Turin memiliki permasalahan pada
insinerator Gerbido, sedangkan DKI Jakarta bermasalah pada TPA Bantar Gebang.

Topik ini menarik untuk dibahas karena ia mengkaji bagaimana hubungan antara aspek
ruang, aspek ekonomi, aspek sosial, aspek politik dan aspek lingkungan saling
berinteraksi di suatu kota, khususnya dalam hal pengelolaan sampah. Kajian ini
mencoba membedah jurnal Political ecologies of a waste incinerator in Turin, Italy:
Capital circulation and the production of urban natures yang ditulis oleh Crivello
(2015) kemudian membandingkannya dengan kondisi yang terjadi di DKI Jakarta
Indonesia.

Insinerator Gerbido di Kota Turin, Italia

Studi yang dilakukan oleh Crivello (2015) bertujuan untuk menganalisis modal dapat
membentuk suatu lingkungan urban. Ia menekankan berfokus pada hubungan antara
modal dan pembentukan lingkungan urban dalam kaitannya dengan Fasilitas Insinerator
Gerbido. Perdebatan ilmiah masih terjadi di antara para ahli yang berpendapat bahwa
UAS Analisis Sistem Sosial Muhammad Muhsin
Dosen : Dr. Donna Asteria, S. Sos, M. Hum 1506813076

proses insenerasi dapat membahayakan kesehatan manusia dengan para ahli yang
berpendapat bahwa kemajuan teknologi insenerasi saat ini telah mancapai titik dimana
efek samping tersebut tidak menimbulkan resiko kesehatan bagi manusia. Namun,
persepsi dan kecurigaan masyarakat akan potensi bahaya tersebut menimbulkan
permasalahan tersendiri di lokasi studi. Fokus dari studi ini adalah pada konflik sosial
yang terjadi di sana.

Metode yang digunakan dalam studi ini bervariasi. Metode tersebut meliputi studi
literatur, in-depth semi-structured interviews dengan 12 narasumber yang relevan
dengan studi dan observasi partisipatif pada beberapa kegiatan protes lokal yang
dilakukan oleh masyarakat. Studi ini dilakukan selama tiga bulan (November 2014
hingga Januari 2015).

Studi ini menggunakan teori politik ekologi urban sebagai landasan teori. Politik
ekologi urban disini disandarkan pada Teori Presepektif Marxist yang berfokus pada
logika perputaran dan pertumbuhan modal ditambah dengan Teori Jaringan Aktor dan
penekanan pada ide bahwa terjadi pencampuran antara alam dan budaya di suatu kota.
Teori ini menekankan pada bagaimana dominasi kapitalis memandang bahwa sumber
daya alam sebagai suatu komoditas dimana pihak swasta diperbolehkan untuk
menghasilkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan mengeksploitasi kepentingan
publik melalui proses perampasan. Hal ini yang kemudian menimbulkan permasalahan
sosio-spasial dan ketidakadilan lingkungan.

Sejak mengalami krisis pada tahun 1980, Kota Turin mencoba melakukan diferensiasi
ekonomi dan saat ini sedang mencoba menjadi Green, Smart-city. Proyek Green, Smart-
city ini memperbolehkan pihak swasta untuk mengelola jasa kebutuhan publik, seperti
air, transportasi dan sebagainya. Sementara itu, Uni-Eropa memperkenalkan suatu
mekanisme pendanan dengan alokasi dana yang besar untuk pengembangan kota
dengan tema “Smart Cities”. Sehubungan dengan “Green, Smart-city” tersebut maka
proyek insinerator Gerbido dicanangkan sebagai salah satu proyek yang sesuai untuk
mendapatkan investasi pihak swasta dan bantuan pendanaan Uni-Eropa.

Insinerator Gerbido dibangun dengan kejanggalan kebijakan pemerintah. Pada tahun


2000, pemerintah kota telah menugaskan tim ahli untuk melakukan studi skenario
UAS Analisis Sistem Sosial Muhammad Muhsin
Dosen : Dr. Donna Asteria, S. Sos, M. Hum 1506813076

pengelolaan sampah. Hasil studi memberikan beberapa pilihan lokasi insinerator yang
mana Gerbido berada di urutan kesepuluh. Namun pada tahun 2005, pemerintah kota
memberikan wewenang kepada perusahaan TRM untuk mendesain, membangun dan
mengoperasikan insinerator. TRM melakukan studi sendiri, mengabaikan studi
sebelumnya dan menetapkan Gerbido sebagai lokasi fasilitas insinerator berada.
Kejanggalan inilah yang kemudian diangkat oleh masyarakat sekitar yang merasa
bahwa aspirasi mereka tidak didengar dan hak meraka terhadap kota telah dirampas.

Selanjutnya, biaya pengelolaan insinerator sampah Gerbido sangat besar. Namun, pihak
swasta mendapatkan keuntungan berlipat dari beberapa kebijakan pemerintah kota dan
pemerintah pusat. Di Italia biaya opeasional insinerator ini disokong secara langsung
oleh pemerintah pusat melalui mekanisme Insentif Produksi Listrik dari Energi
Terbarukan dan Sumber Lainnya. Ditambah lagi, listrik yang diproduksi ini ditentukan
oleh pemerintah untuk dibeli dengan harga yang lebih tinggi dibanding lstrik yang
diproduksi dari tenaga fosil. Selain itu, Pemerintah Italia juga mengeluarkan mekanisme
Sertifikat Hijau yang juga bersifat insentif. Sementara, pemerintah kota mengenakan
pajak kepada masyarakat untuk mengelola sampah kota. Melihat hal tersebut, salah satu
narasumber berpendapat bahwa bila tidak dibantu dari insentif publik maka kegiatan
operasional insinerator tidak menguntungkan secara ekonomi.

Di samping itu, permasalahan dampak lingkungan dan kesehatan manusia dari kegiatan
operasional insinerator juga menjadi isu utama. Salah satu narasumber menyebutkan
bahwa biaya pemantauan sangat besar mencapai 800 ribu Euro untuk satu tahun. Biaya
pemantauan yang sangat tinggi ini memberikan konsekuensi kewajiban pemantauan ini
tidak dilakukan oleh pengelola. Hal ini ditambah dengan keengganan pengelola untuk
bertanggung jawab terhadap bau yang ditimbulkan dari transportasi truk yang
membawa sampah ke fasilitas insinerator. Pengelola mendasarkan argumennya dengan
logika bahwa pengelolaannya hanya sebatas mengelola fasilitas insinerator dan tidak
mencakup transportasinya. Hal tersebut adalah beberapa eksternalitas yang muncul dari
kegiatan operasionalnya yang tidak dikelola dan dipantau secara baik oleh pengelola.

Secara sosial budaya, pembangunan insinerator ini menumbuhsuburkan pola hidup


konsumtif. Masyarakat yang tinggal jauh dari Gerbido akan berpikir bahwa sampah
dimuat ke truk dan dibawa jauh dari tempat tinggal mereka untuk kemudian menghilang
UAS Analisis Sistem Sosial Muhammad Muhsin
Dosen : Dr. Donna Asteria, S. Sos, M. Hum 1506813076

secara fisik di Gerbido dan masalah selesai. Selain itu, pemikiran semacam ini
menurunkan tingkat partisipasi masyarakat dalam melakukan 3R (reduce, reuse dan
recycle)

Ditelaah lebih jauh, insinerator Gerbido dibangun untuk semaksimal mungkin menarik
keuntungan sebanyak-banyaknya. Kapasitas pabrik dioptimalkan hingga batas desain
kapasitas rencana dengan memperluas area cakupan pelayanan tidak hanya sebatas Kota
Turin, tapi juga daerah di luar Kota Turin membentuk suatu ruang sirkulasi modal
supra-local. Namun sebagai akibatnya, area sekitar insinerator menjadi area marjinal
yang udaranya kotor dan bau. Bagi sebagian orang mungkin insinerator menghasilkan
keuntungan ekonomi, namun tidak bagi orang yang tinggal di sekitar insinerator.
Disinilah letak terjadinya ketidakadilan lingkungan.

Hasil dan Diskusi

Melihat paparan kasus Insinerator Gerbido di atas, ada 5 poin penting yang dapat
dijadikan fokus pembelajaran, yaitu:
1. Isu pemilihan lokasi Insinerator Gerbido di Kota Turin Italia yang “janggal” dan
dirasa oleh sebagian pihak “tidak melibatkan masyarakat”.
2. Pemilik modal mendapatkan keuntungan berlipat dari pengelolaan insinerator
Gerbido.
3. Ekternalitas pengelolaan insinerator berdampak pada masyarakat. Pengelola
insinerator tidak mau bertanggung jawab terhadap hal tersebut.
4. Pembangunan insinerator Gerbido menjadi hambatan pembudayaan 3R di Italia.
5. Insinerator Gerbido adalah salah satu contoh bagaimana ketidakadilan lingkungan
terjadi.

Konflik sosial yang disebabkan oleh lokasi pengolahan sampah akhir terjadi di negara
maju dan negara berkembang. Pada kasus Gerbido konflik sosial terjadi antara
masyarakat sekitar dengan pengelola. Di Indonesia, konflik sosial terjadi lebih luas dan
kompleks karena telah mengakibatkan konflik dua pemerintah kota, yakni Pemerintah
DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bekasi. Namun, pada kasus TPA Bantar Gebang
tidak terjadi kejanggalan pemilihan lokasi dan permasalahan “tidak melibatkan
UAS Analisis Sistem Sosial Muhammad Muhsin
Dosen : Dr. Donna Asteria, S. Sos, M. Hum 1506813076

masyarakat”. Mekanisme AMDAL yang berlaku di Indonesia membantu meminimasi


terjadi hal tersebut.

Keberadaan instalasi pengolahan akhir sampah menimbulkan kegiatan ekonomi baik di


negara maju maupun negara berkembang. Perbedaannya adalah pada pihak-pihak yang
mendapat keuntungan ekonomi. Pada kasus Gerbido keuntungan ekonomi tidak
dirasakan oleh masyarakat sekitar. Sebaliknya, masyarakat di wilayah sekitar TPA
Bantar Gebang mendapatkan keuntungan ekonomi dari keberadaan TPA Bantar Gebang
dan bahkan mengakibatkan perpindahan penduduk ke sana (Sasaki1 dan Araki, 2013;
Sasaki2 et al., 2014).

Meskipun demikian, baik di negara maju ataupun negara berkembang, ekternalitas


fasilitas pengolahan sampah berdampak negatif kepada masyarakat. Pada kasus Gerbido
permasalahannya hanya sebatas permasalahan bau dan pencemaran udara. TPA Bantar
Gebang memiliki permasalahan yang lebih banyak, yakni pencemaran udara dari gas
metan yang ditimbulkan, pencemaran air dan tanah dari air lindi dan masalah bau
(Pasang, 2007).

Satu-satunya poin yang berbeda dari kedua kasus ini adalah pada sisi menumbuhkan
budaya 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Pemilihan teknologi insenerasi memang
membutuhkan jumlah sampah yang besar agar prosesnya menjadi efisien. Hal ini,
secara sosial budaya, menimbulkan budaya konsumtif yang berlawanan dengan
semangat 3R. Wajar bila keberadaan Gerbido justru menimbulkan fenomena tersebut.
Sebaliknya di DKI Jakarta, masih dapat dilihat bagaimana Kegiatan Bank Sampah terus
digalakkan oleh pemerintah untuk mengurangi timbulan sampah.

Bila ditelaah lebih jauh, baik insinerator Gerbido maupun TPA Bantar Gebang,
keduanya merupakan contoh bagaimana ketidakadilan lingkungan terjadi di negara
maju dan negara berkembang. Masyarakat yang memiliki kekuasaan dan modal besar
mendapatkan keuntungan sementara masyarakat lain—dalam hal ini masyarakat sekitar
fasilitas pengolahan akhir—termarginalkan dan dirugikan secara sosial, ekonomi dan
lingkungan. Kepedulian dan keberpihakan pihak penguasa dan pemilik modal besar
berperan dalam mengatasi ketidakadilan lingkungan ini.
UAS Analisis Sistem Sosial Muhammad Muhsin
Dosen : Dr. Donna Asteria, S. Sos, M. Hum 1506813076

Kesimpulan

Politik ekologi dapat membantu menjelaskan bagaimana ketidakadilan lingkungan


terjadi dalam pengelolaan sampah, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Meskipun demikian, politik ekologi tidak memberikan solusi teknis bagaimana
mengatasi hal tersebut. Hanya saja, penjelasan masalah dengan pendekatan politik
ekologi bisa menjadi salah satu rasionalisasi agar pihak penguasa dan pemilik modal
besar meningkatkan keberpihakan dan kepedulian mereka guna mengatasi permasalahan
lingkungan.

Daftar Pustaka

Crivello, Silvia. 2015. Political ecologies of a waste incinertor in Turin, Italy: Capital
Circulation and the production of urban natures. Cities 48, 109–115.

Pasang, Haskarlianus, Graham A. Moore dan Guntur Sitorus. 2007. Neighbourhood-


based waste management: A solution for solid waste problems in Jakarta,
Indonesia. Waste Management 27, 1924–1938.

Sasaki1, Shunsuke dan Tetsuya Araki. 2013. Employer-employee and buyer-seller


relationships among waste pickers at final disposal site in informal recycling: The
case of Bantar Gebang in Indonesia. Habitat International 40, 51-57.

Sasaki2, Shunsuke, Tetsuya Araki, Armansyah Halomoan Tambunan dan Heru Prasadja.
2014. Household income, living and working conditions of dumpsite waste pickers
in Bantar Gebang: Toward integrated waste management in Indonesia.
Resources, Conservation and Recycling 89, 11–21.

Anda mungkin juga menyukai