Disusun oleh: Rizkulloh Nurfauzi Al Amin 03311940000002
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Bangun Muljo Sukojo, DEA.DESS
Dr. Filsa Bioresita, S.T., M.T.
DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2021 A. DUKUNGAN DATA GEOSPASIAL UNTUK PERINGATAN DINI BENCANA Pembicara: Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc. Ph.D (Kepala BMKG RI)
Berdasarkan UU No 31 tahun 2009 BMKG bertugas untuk memberikan
pelayanan berupa informasi cuaca, iklim, gempa bumi dan tsunami. Informasi ini disajikan dalam bentuk informasi geospasial karena semua informasi ini memiliki dampak dalam keruangan. Informasi yang berkaitan dengan cuaca bersifat dinamis karena nantinya akan diimplementasikan dalam beberapa bidang diantaranya penerbangan. Kondisi dinamika perubahan ini diperlukan dalam skala ruang dan waktu. Data geospasial yang dibutuhkan diantaranya suhu udara, arah dan kecepatan angina, tinggi awan dalam skala ruang dan waktu. Dengan menyajikan data-data tersebut dalam peta dasar dapat diketahui dinamika perubahan dalam ruang dan waktu. Kondisi Indonesia sangat dinamis yang mana akan ada anomali muka air laut atau gap dan mengakibatkan perbedaann suhu dan tekanan antara samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Hal ini akan menyebabkan adanya anomali iklim seperti elnino dan lanina. Anomaly ini perlu dilakukan analisis untuk prediksi yang dijabarkan dalam skala ruang dan waktu (data geospasial). BMKG juga membuat modeling peta bahaya tsunami sebagai acuan mitigasi pemerintah daerah. Dalam menyusun peta ini diperlukan peta topografi dan batimetri resolusi tinggi dengan minimal 1:5000. Batimetri sangat penting karena mempengaruhi perubahan kecepatan gelombang tsunami yang mana akan berdampak pada seberapa jauh tsunami mencapai daratan. Secara umum pemodelan bencana dan dampaknya memerlukan Peta Dasar dan Peta Tematik yang akurat dan terkini. Kebutuhan peta untuk pemodelan tsunami diantaranya: 1. Peta RBI seluruh Indonesia 2. Peta demnas terintergrasi skala 1:25.000 dengan resolusi 11 m untuk seluruh Indonesia 3. Peta Citra Satelit Resolusi Tinggi (CSRT) dengan resolusi 6 m seluruh Indonesia 4. Peta observasi lapangan topografi dan batimetri atau LIDAR skala 1:10.000 dengan resolusi 10 m seluruh Indonesia Contoh layanan informasi prakiraan dan peringatan dini cuaca BMKG berbasis geospasial ialah Impact Based Forecast – IBF, Peringatan Dini Cuaca Ekstrem, Fire Danger Rating System, Analisis Dan Prakiraan Siklon Tropis, dan Informasi Hotspot, Trayektori Asap Kebakaran dan Abu Vulkanik, Prakiraan Cuaca Regular (NDF- National Digital Forecast), dan informasi observasi, model analisis dan prediksi parameter meteorologi. Informasi ini tersedia dalam beberapa jenis format seperti SHP, CAP, JPEG dan lainnya.
BIG memiliki tugas dan fungsi terkait penyediaan informasi geospasial
dan salah satunya untuk mendukung tematik pengurangan risiko bencana. Informasi geospasial adalah setiap informasi yang memiliki unsur lokasi baik di permukaan bumi, di dalam, maupun diatas permukaan bumi. Berdasarkan UU Informasi Geospasial No.4 Tahun 2011, BIG memilki tugas dan fungsi pokok sebagai regulator, eksekutor, coordinator dan Pembina. Indonesia berada kawasan ring of fire sehingga sering terjadi kebencanaan. Dalam manajemen pengurangan risiko bencana memerlukan informasi geospasial dimulai dari kesiapsiagaan, tanggap darurat, rehabilitasi, rekonstruksi dan lainnya. IGD yang membantu dalam mitigasi bencana ini diantaranya ketersediaan data CORS, stasiun pasang surut, jaring geodesi dan geoid sera peta dasar seperti RBI, LPI, LLN. Data pasang surut memberikan informasi dinamika wilayah pesisir yang digunakan dalan InaTWES. Data CORS untuk peringatan dini dan sebagai kerangka acauan koordinat untuk memantau fenomena bencana alam di Indonesia, studi geodinamika dan tektonik wilayah Indonesia. Salah satu contoh IGT dalam kebencaan diantaranya adalah peta rawan kebakaran hutan dan lahan, peta zona kerentanan likuifaksi, peta rute evakuasi rencana kontingensi bencana gempa bumi dan tsunami, pemetaan daerah terdampak lonsor dan lainnya. Teknologi survei dan pemetaan yang digunakan diantaranya terrestrial, fotogrametri, dan remote sensing. Beberapa factor penggerak terjadinya perubahan teknologi geospasial diantaranya munculnya sumber data baru dan metode analisis, kemajuan teknologi, perubahan kebutuhan pengguna, pergeseran struktur industry dan lingkungan legislative. Trend masa depan teknologi geospasial berdasarkan factor penggerak perubahan diantaranya yaitu muncuknya sumber daya baru dan metode analisis, kemajuan teknologi, perubahan kebutuhan pengguna, pergeseran struktur industry, lingkungan legislative. Tantangan informasi geospasial untuk pengurangan risiko bencana: • Informasi yang tepat kepada pihak yang tepat - Skala, akurasi dan detail dari informasi • Sistem berbagi data dan interoperabilitas • Super computer • Perlu adanya kerjasama regional terkait aspek memanfaatkan teknologi, melibatkan pengguna akhir, mengelola informasi secara efektif, dan memperkuat implementasi • Hilirisasi teknologi informasi geospasial
Dalam pengurangan risiko bencana menggunakan kaidah kebijakan
satu peta dan satu data termasuk tematik dalam kebencanaan dan berkolaborasi dengan beberapa instansi. Penggunaan data spasial membutuhkan referensi data yang sama, dapat ditautkan dengan tipe data lainnya, dan memiliki standar yang baik. Operabilitas teknik, operabilitas sintatikm operanilitas skema, operanilitas semantic sangat penting dalam analisis geospasial. implementasi kebijakan satu peta pada skala 1:50.000 dan pada saat ini sedang diimplementasikan dengan keputusan presiden yang baru nomor 23 tahun 2021 dimana peta tematiknya menjadi 158 dengan melibatkan 24 Kementerian lembaga dengan seluruh 34 provinsi, tentunya termasuk di dalamnya adalah untuk aspek kebencanaan yang menjadi target satu kebijakan satu data dalam satu dekade Indonesia.