Anda di halaman 1dari 9

APLIKASI PETA, CITRA PENGINDERAAN

JAUH, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Disusun oleh :
M. Adhitya Al Hafizh
Yusuf Mikail Bakri
M. Mario Hananda Putra
M. Firja Palenta
Fakri Hakim
Danish Muhammad Adha
M. Naufal Risqi NST
Muhammad Akbar Ramadhan

C. Pemanfaatan SIG Untuk Pengembangan Potensi


Wilayah

SIG merupakan sistem yang didesain untuk mempermudah mengelola, memanipulasi,


menganalisis data geografis, maka banyak digunakan oleh para ahli di berbagai bidang.
Misalnya untuk menginventarisasi sumber daya alam, perencanaan wilayah/ tata ruang kota,
kesehatan lingkungan, dan mitigasi bencana.
Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri atas data spasial dan data atribut
dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial
dan analisis atribut.
Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya
berbentuk peta. Adapun data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan
keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.
1. Menginventarisasi Sumber Daya Alam
Pembangunan fisik dan sosial di Indonesia terus ditingkatkan sesuai dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan berkembangnya kehidupan yang serba kompleks. Perkembangan
tersebut mendorong perlunya informasi yang rinci tentang data sumber daya alam, yang
mungkin dapat dikembangkan. Data aneka sumber daya alam hasil penelitian dijadikan
modal sebagai bahan baku untuk perencanaan pembangunan. Menginventarisasi atau
mengumpulkan data mengenai potensi sumber daya alam
Dapat dilakukan dengan menggunakan SIG Misalnya:
A. Untuk mengetahui persebaran barang tambang seperti batu bara, minyak bumi, emas,
besi, timah dan barang tambang lainnya, mencakup informasi tentang jenis, kualitas,
cadangan, serta persebaran mineral sebagai salah satu faktor penting dalam proses
pembangunan.
B. Untuk mengetahui distribusi kawasan lahan, seperti:
1) Kawasan lahan potensial dan lahan kritis.
2) Kawasan hutan yang masih baik dan hutan rusak.
3) Kawasan lahan pertanian dan perkebunan.
4) Pemanfaatan perubahan penggunaan lahan.
C. Inventarisasi sumber daya air, terutama jumlah distribusi dan kualitas air, baik air
Permukaan maupun air tanah
D. Inventarisasi sumber daya lahan yang terdapat di suatu daerah terutama mengenai
ketersediaan, kesesuaian, dan kemampuan lahan dalam mendukung proses
pembangunan.
E. Inventarisasi sumber daya hutan, yaitu informasi yang meliputi luas, jenis.
Perkembangan, pemanfaatan, dan kerusakan hutan.
F. Inventarisasi sumber daya laut, yaitu informasi tentang kandungan, permasalahan, dan
pemanfaatan laut sebagai basis sumber daya pembangunan.

Berdasarkan gambar 3.9 terkait lahan kritis, cara yang dapat dilakukan dalam
menginventarisasi lahan kritis menurut Departemen Kehutanan (2005), antara lain:

a. Melakukan penetapan kriteria penilaian kekritisan lahan.


b. Mengumpulkan data sekunder, dokumen-dokumen, peta dasar, peta pendukung untuk
kawasan lahan kritis, data SIG, dan citra satelit.
c. Membuat peta lokasi kerusakan lahan.
d. Melakukan survei lapangan dengan kegiatan seperti pengamatan kondisi umum,
pengambilan sampel, pengukuran parameter biofisik lingkungan, dan survei sosial ekonomi
masyarakat.
e. Melakukan analisis dan evaluasi awal menggunakan kriteria penilaian (tabel skoring).
f. Membuat revisi peta lokasi kerusakan lahan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi.
g. Melakukan analisis dan evaluasi lanjutan serta pengukuran luasan dan tabulasi data.
h. Menyajikan peta hasil akhir lahan kritis.

2. Perencanaan Wilayah atau Kota


Perencanaan wilayah atau kota merupakan bagian kajian geografi yang dapat memanfaatkan
SIG. Melalui SIG dapat membantu membuat analisis kesesuaian perencanaan penggunaan
wilayah/kota yang tentunya melibatkan beberapa data masukan. Tujuannya adalah agar dapat
menentukan perencanaan wilayah sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Misalnya wilayah
pemanfaatan di kota terdiri atas daerah permukiman, industri, perdagangan, perkantoran, jalur
hijau serta fasilitas umum lainnya.
Selain itu, untuk daerah permukiman, paling tidak diperlukan sejumlah data dalam bentuk
peta. Permukiman yang baik memerlukan persyaratan kestabilan batuan agar tidak longsor,
kondisi hidrologis yang mencukupi kebutuhan air setempat, kemiringan lereng yang relatif
datar untuk memudahkan aksesibilitas, dan lain-lain. Dengan demikian diperlukan peta
geologi, peta hidrologi, peta kemiringan lereng, dan lain-lain. Peta-peta tersebut
ditumpangsusunkan (overlay), tetapi harus skala yang sama, sehingga dihasilkan peta baru
yang menunjukkan lokasi yang paling cocok atau memenuhi persyaratan untuk dijadikan
lokasi permukiman pada suatu wilayah.

D. Pemanfaatan SIG untuk Kajian Kesehatan


Lingkungan

Tujuan pokok dari pemanfaatan SIG adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi
yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau objek. Cin utama data yang
bisa dimanfaatkan dalam SIG adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan
data dasar yang belum dispesifikasi (Dulbahri, 1993).
1. SIG memiliki kemampuan analisis di berbagai bidang kehidupan. Bidang-bidang yang
menjadi kajian analisis SIG biasanya merupakan bidang-bidang yang memiliki
dampak langsung terhadap manusia. Adapun hal tersebut terjadi, karena kajian
analisis SIG digunakan untuk membantu permasalahan dalam kehidupan manusia.
Bidang yang menjadi kajian analisis SIG salah satunya, yaitu bidang kesehatan. Di
bidang kesehatan, SIG dapat membantu pengambilan keputusan/kebijakan dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan atau untuk menanggulangi wabah penyakit
tertentu.
Dari peta itulah dapat direkomendasikan untuk pembangunan unit pelayanan kesehatan pada
wilayah yang belum. Data yang dibutukan untuk pemetaan wilayah (zonasi) luar jangkauan
sebaran pusat-pusat pelayanan kesehatan masyarakat sebagai berikut.

A. peta rupa bumi/penggunaan lahan,

B. citra/foto udara,

C. peta topografi,

D. data jumlah penduduk pada setiap wilayah desa/kecamatan terkini, dan

E. peta persebaran sarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas/polindes, praktek


dokter/bidan, sampai posyandu/pustu.

Langkah untuk proses selanjutnya sama dengan tahap-tahap kerja SIG seperti telah
dikemukakan sebelumnya.

E. Lembaga Pemerintah yang Menggunakan Peta,


Citra PJ, dan SIG dalam Kajian Penelitiannya

1.Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)*

LAPAN merupakan salah satu lembaga pemerintah yang menggunakan pengindraan jauh
sebagai alat analisis dalam melakukan penelitian. LAPAN dibentuk pada tanggal 27
November 1963 melalui Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang LAPAN.
Organisasi LAPAN mengalami beberapa penyempurnaan melalui Keppres, Keppres terakhir
yang menyempurnakan LAPAN adalah Keppres Nomor 103 Tahun 2001. LAPAN memiliki
cakupan kegiatan, antara lain:

1.Pengembangan teknologi dan pemanfaatan pengindraan jauh.


2. Pemanfaatan sains atmosfer, iklim, dan antariksa.
3.Pengembangan teknologi dirgantara.
4.Pengembangan kebijakan kedirgantaraan nasional.
LAPAN melakukan kegiatan pengindraan jauh dengan menggunakan sinyal yang
dipancarkan dari satelit-satelit yang beredar (Satelit LAPAN-TUBSAT, Landsat, NOAA,
MODIS, SPOT, dan Fegyun) kemudian ditangkap oleh stasiun-stasiun bumi penerima data
indraja. Kegiatan indraja dilakukan untuk berbagai hal, seperti mitigasi bencana, perhitungan
tingkat polusi udara, pemantauan wilayah hutan, pemantauan lahan pertanian dan pangan,
informasi zona tangkapan ikan di laut, serta pemantauan titik api secara near real time. Data
yang telah diterima oleh LAPAN dikumpulkan ke dalam sebuah Bank Data Pengindraan Jauh
Nasional yang dapat diakses secara luas melalui internet.

2.Badan Informasi Geospasial (BIG)


BIG merupakan lembaga pemerintah selain LAPAN yang menggunakan pengindraan jauh
sebagai alat analisisnya. BIG merupakan transformasi nama dari Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) yang dibentuk pada tanggal 17 Oktober 1969
melalui Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 1969. BIG lahir sebagai penuangan amanat
pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2001 tentang Informasi Geospasial (IG). UU ini
disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Repbulik Indonesia pada tanggal 15 April 2011 dan
disahkan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, pada tanggal 21
April 2011.

Lahirnya BIG ditandai dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden Nomor 94 tahun 2011
mengenai Badan Informasi Geospasial pada tanggal 27 Desember 2011. BIG menjadi tulang
punggung dalam mewujudkan tujuan UU tentang Informasi Geospasial untuk:
1. Menjamin ketersediaan akses terhadap informasi geospasial yang dapat

dipertanggungjawabkan.

2. Mewujudkan penyelenggaraan informasi geospasial yang berdaya guna (efisien) dan


berhasil guna (efektif) melalui kerja sama, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.

3. Mendorong penggunaan informasi geospasial dalam penyelenggaraan pemerintahan dan


dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.

4. Pengintegrasian informasi geospasial tematik yang diselenggarakan oleh instansi


pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

5. Penyelenggara informasi geospasial tematik yang belum diselenggarakan selain BIG


meliputi pengumpulan data, pengolahan, penyimpanan data dan informasi, serta penggunaan
informasi geospasial tematik.
6. Penyelenggara dan pembinaan jaringan informasi geospasial

Anda mungkin juga menyukai