Anda di halaman 1dari 385

ISSN 1411 - 5972

(MAJALAH
ILMIAH
FAKULTAS
TEKNIK UNPAK)

Volume II, Edisi


18, Periode
Januari-Juni
2011

Hal.

Kata
Pengantar
i

Daftar Isi
ii
Basis Data
Geospasial
Kawasan
Rawan Banjir
di Pulau Jawa

(Agus
Hermawan
Atmadilaga
dan
Nurwadjedi)
1

Mutu
Pelayanan
Panyaluran
Tenaga Listrik
Studi Kasus :
Penyulang
(Feeder)-Kikir
Gardu Induk
(G.I.) Bogor
Baru

(Dede
Suhendi dan

Nunu
Rahayu )
10

Identifikasi
Fungsi
Terminal
Laladon
Terhadap
Kemacetan di
Jalan Letnan
Ibrahim Adjie
di Sekitar
Terminal
Laladon Kabupaten
Bogor

(G.N.
Purnama Jaya,
H.E. Priyatna
Prawiranegar
a, dan Adisty)
17
Analisa
Metode
Pelaksanaan
Pelat Precast
Preslab (Ike
Pontiawaty)
29

Optimalisasi
Video
Streaming
Dengan
Menggunakan

Teknologi
Adaptive Media
Playout,
Packets
Scheduling dan
Channel Adaptive

(Agustini
Rodiah Machdi)

41
Sistem
Monitoring
dan Kendali
Penerangan
Jalan Umum
(PJU)
(Berbasis SMS
-

GSM)
(Yamato)
49

JURNAL TEKNOLOGI
Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011. ISSN 1411 - 5972

PELINDUNG
DR. H. Bibin Rubini, M.Pd.
(Rektor UNPAK)

PENANGGUNG JAWAB
DR. Ir. Titik Penta Artiningsih, MT.
(Dekan Fakultas Teknik)

PENASEHAT/KONSULTAN (Ex. Officio)


Kajur Teknik Sipil

Kajur Perencanan Wilayah Dan Kota

Kajur Teknik Geodesi

Kajur Teknik Elektro

Kajur Teknik Geologi

PIMPINAN REDAKSI

Ir. Bambang Sunarwan, MT.

SEKRETARIS REDAKSI

Ir. M.A. Karmadi

ANGGOTA REDAKSI

Ir. Singgih Irianto, MSi., Ir. Arif Mudianto, MT., DR. Ir. Rorim Panday, MM., MT., Ir.
Ichwan Arif, MT., Ir. Budi Arief, Ir. Dede Suhendi, MT., Ir. Janthy T. Hidayat, M.Si., Ir.
Akhmad Syafuan, MT., Henny Purwanti, ST.

PEMBANTU UMUM
Sudarsono

CATATAN :

JURNAL TEKNOLOGI UNPAK, sebagai majalah ilmiah, direncanakan terbit setiap 6


(enam) bulan. Kehadirannya diharapkan mampu menjadi media komunikasi dan forum
pembahasan keilmuan bagi staf pengajar dan mahasiswa, khususnya di lingkungan Fakultas
Teknik - UNPAK. Untuk kelangsungan penerbitan, Redaksi berharap para ilmiawan sebagai
pakar ilmu pengetahuan dan teknologi berkenan mengirimkan tulisan bebas dan kreatif
berbentuk tulisan populer, hasil penelitian, atau gagasan orisinal yang segar.

Pengiriman naskah ditulis dengan bahasa Indonesia atau Inggris dilengkapi dengan abstrak
(tidak lebih dari 200 kata), ukuran kuarto/A4, ditulis dengan urutan Judul, Nama Penulis,
Abstrak, Isi Tulisan dan Daftar Pustaka, dilengkapi dengan Riwayat
Pendidikan/Pekerjaan terakhir Penulis. Panjang naskah disarankan tidak lebih dari 10
halaman atau 6000 kata, disertakan copy disket tulisan.

Bila diterima, Redaksi akan mengedit sesuai gaya Jurnal Teknologi - UNPAK

Kata Pengantar

Assalammualaikum Wr. Wb.

JURNAL TEKNOLOGI Edisi ke 18 Periode (Januari Juni 2011), diterbitkan oleh


Fakultas Teknik, Universitas Pakuan Bogor, berisi 6 (enam) makalah, hasil penulisan para
staf pengajar/dosen, khususnya di lingkungan Fakultas Teknik Universitas Pakuan Bogor.

Beberapa penyempurnaan masih terus diperlukan, termasuk saran dan kritik agar
penerbitan selanjutnya makin memiliki nilai tambah dan bobot ilmiah, khususnya pada
isi/materi tulisan yang ada.

Diharapkan JURNAL TEKNOLOGI, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan dapat terbit


secara rutin dan bermanfaat bagi pembaca.

Wassalam

Redaksi

JURNAL TEKNOLOGI
Volume II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011, ISSN 1411 - 5972

DAFTAR ISI

HaL.

Kata Pengantar

Daftar Isi

ii

Basis Data Geospasial Kawasan Rawan Banjir di Pulau Jawa

1
Mutu Pelayanan Panyaluran Tenaga Listrik

Studi Kasus : Penyulang (Feeder)-Kikir Gardu Induk (G.I.) Bogor


Baru
10

Identifikasi Fungsi Terminal Laladon Terhadap Kemacetan di Jalan Letnan


Ibrahim Adjie di Sekitar Terminal Laladon - Kabupaten

Bogor
17

Analisa Metode Pelaksanaan Pelat Precast Preslab

29

Optimalisasi Video Streaming Dengan Menggunakan

Teknologi

Adaptive Media Playout, Packets Scheduling dan Channel Adaptive


41

Sistem Monitoring dan Kendali Penerangan Jalan Umum (PJU)

(Berbasis

SMS - GSM)

49

Alamat Redaksi/Penerbit

Jurnal Teknologi
Fakultas Teknik - Universitas Pakuan

Jl. Pakuan (0251) 8311007

E-mail : fakultasteknik@gmail.com
Bogor

ii

BASIS DATA GEOSPASIAL


KAWASAN RAWAN BANJIR DI PULAU JAWA

Oleh

Agus Hermawan Atmadilaga dan Nurwadjedi

Abstrak

Pada beberapa tahun terakhir Indonesia setiap musim memperoleh berbagai bencana alam,
dimulai dari tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, tanah longsor, kekeringan, kebakaran
hutan dan banjir.

Pemerintah berusaha memberikan penyuluhan dan penerapan praktis bagaimana menyelamatkan


diri dan terhindar dari bencana, sebagai contoh saat ini berkaitan dengan kondisi musim
penghujan maka disuguhkan berbagai berita tentang terjadi banjir dimana-mana.

Pra kiraan hadirnya banjir dapat diketahui bilamana data meteorologi, geospasial dan plotting
daerah rawan banjir dapat dipersiapkan, diproses dan dianalis menggunakan teknologi SIG
memanfaatkan basis data terpadu. Untuk ini diharapkkan ada kerelaan dan kerjasama dari semua
instansi pembuat peta untuk bersama-sama menyimpan data geospasialnya sesuai dengan
tupoksinya.

Pada kajian ini ditampilkan perpaduan data yang dimiliki BAKOSURTANAL dan Departemen
PU berupa informasi dalam bentuk peta digital atas daerah-daerah rawan bencana di Pulau Jawa.

Kata Kunci : Banjir, bentuk lahan, berbagi data, SIG, sistem lahan dan kartu data

PENDAHULUAN

Secara geografis kawasan Indonesia berupa


negara kepulauan dengan pesisir terpanjang
ke dua di dunia; terletak pada pertemuan
lempeng tektonik Asia, Australia, dan Asia
Pasifik, sehingga sebagian besar wilayah ini
merupakan jalur gempa bumi yang aktif.
Dengan iklim tropis, sebagian besar wilayah
memiliki curah hujan tahunan cukup tinggi (>
2000 mm), sehingga sering terjadi badai
tropis.

Sebagian besar kawasan membentuk


topografi yang didominasi pegunungan
dengan lereng-lereng cukup terjal dan
sebagian daerah masih ditemui kawasan
dataran yang cukup luas. Kondisi seperti ini
menjadikan kawasan Indonesia rawan
terhadap berbagai jenis bencana alam, seperti
gempa bumi, letusan

gunungapi, tsunami, tanah longsor, banjir,


kekeringan dan kebakaran hutan.

Hadirnya bencana di negeri kita secara silih


berganti disertai korban jiwa, kerugian
bangunan dan sumber daya lainnya yang tidak
sedikit. Setiap tahun tercatat ribuan orang
meninggal, luka-luka dan gerakan mengungsi
mengungsi keluar tempat tinggalnya. Dari
segi ekonomi dapat dihitung jumlah kerugian
yang ditimbulkan akibat bencana alam
tersebut. Berbagai fasilitas umum dan hasilhasil pembangunan yang dilakukan selama
bertahun-tahun rusak dan musnah dalam
sekejap, dan hal ini memerlukan biaya
perbaikan yang tidak sedikit.

Untuk mencegah timbulnya korban dan


kerugian yang lebih besar pada masa datang
telah diupayakan oleh berbagai pihak/institusi

Penyusunan Basis Data Geospasial Rawan Banjir di Pulau Jawa (Agus Hermawan A & Nurwadjedi)
1

melalui sosialisasi tindakan pencegahan/


penanggulangan bencana alam.

Kegiatan penanggulangan bencana alam


selama ini dilakukan masih bersifat pada
tindakan darurat atau masih relatif sementara
antara lain berupa evakuasi korban,
penyaluran bantuan dan kegiatan rehabilitasi.
Sementara tindakan preventif yang harus
dilakukan pra-bencana masih sangat jarang.

Dari segi teknologi kita diketahui bahwa


dengan memanfaatkan data dari suatu sistem

basisdata berbasis SIG (Sistem Informasi


Geografis) akan mampu memadukan data
atau informasi data spasial kebencanaan
dalam bentuk data geo-spasial (peta)
ditambah data numerik untuk dimanfaatkan
sebagai informasi awal dalam usaha
penanggulangan bencana.

Sebagai contoh pada kajian ini diketahui


bahwa melalui upaya pertemuan antar
institusi dicoba disusun basisdata rawan banjir
menggunakan data rawan banjir yang dimiliki
oleh instansi-instansi terkait, selanjutnya
dimanfaatkan secara terpadu untuk informasi
daerah rawan banjir yang komprehensif,
akurat dan mudah diakses oleh masyarakat.

METODOLOGI
Tersedianya basisdata rawan banjir
diharapkan mampu memberikan informasi
peringatan dini (early warning system) kepada
masyarakat mengenai daerah rawan banjir di
suatu kawasan.

TUJUAN

Kegiatan ini bertujuan untuk menghimpun


data spasial rawan banjir, khususnya di pulau
Jawa melalui kerjasama berbagi data antar
instansi terkait dan diharapkan tercipta satu
basisdata terpadu dimana saat pemerintah
pusat atau daerah serta masyarakat bila
membutuhkan data bencana dapat diakses
dengan mudah dan berisi data yang seragam.

Pengumpulan Data dan Perangkat


Komputer

Pada kajian atau penelitian akan digunakan


data dan perangkat komputer sebagai berikut :

Pengumpulan Data :

Data digital geo-spasial RBI (Rupabumi


Indonesia) BAKOSUR - TANAL skala 1:
250.000,

Peta sistem lahan BAKOSURTANAL skala


1 : 250.000
Lebih lanjut lagi bahwa masyarakat yang
hidup di daerah rawan banjir akan lebih siap
dan tanggap mengantisipasi apabila kondisi
bencana banjir benar terjadi, dan kerugian
yang ditimbulkan akan dapat diperkecil.

Data DEM (Digital Elevation Model) dari


citra SRTM (Shuttle Radar Topographic
Missions) tahun 2000.

Data lokasi banjir dari Departemen Pekerjaan


Umum.

Sistem georeferensi : WGS84). (a =


6.378.137,0 meter, b = 1/298,257)
Sistem proyeksi : UTM

Perangkat komputer :

PC pentium IV, memori 256 MB dan harddisk


37.2 GB,
Operasikan : sistem Window XP.

Perangkat lunak untuk : Arc/info,global


mapper, Arcgis versi 9.0, dan MS Excel.

objek garis : meliputi tema komunikasi

dan perairan (H). Tema sistem lahan


Struktur Data
(SL), penutup lahan (LUSE) dan
Untuk membangun suatu basisdata geospasial
perlu disusun objek-objek yang diobservasi
dan dikelompokkan kedalam tema. Objekobjek aktual di permukaan bumi diwakili oleh
data titik, garis, dan atau poligon).

Misalnya :

objek poligon : batas administrasi

(ADMIN)

Setiap kelas objek akan mempunyai atribut


masing-masing dan dalam menyusunan kajian
basisdata rawan banjir ini menggunakan

objek titik : toponimi atau nama-nama geografi (N)

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (1-9)
Utama

perangkat lunak SIG Arc/info dimana setiap


objek akan diwakili olel satu layer (lihat Tabel
1).

Tabel 1. Kumpulan data utama daerah rawan banjir

Skala
Georeferensi
Sistem
Data
Sistem lahan

Proyeksi

Administrasi

1:250.000

Nama-nama geografi

DGN-95
UTM
Komunikasi

(WGS84)

DEM

Perairan

menghasilkan informasi yang dibutuhkan


suatu organisasi (Connoly dan Begg, 2002).
Dalam menyusun basisdata geospasial daerah
rawan banjir perlu dibuat suatu model data.
Karena menggunakan perangkat Arc/info
maka model relasional cocok untuk
diimplementasi. Pada model ini, setiap objek
(obyek spasial) memiliki atribut yang
disajikan dalam tabel dua dimensi yang dapat
digabungkan dengan menggunakan model
basis data relasional (Gambar 1).
saling terkait beserta diskripsinya, yang
didesain untuk
DESAIN BASISDATA

Basisdata menurut Chou (1987) adalah


kumpulan informasi bermanfaat, yang
diorganisasikan ke dalam tatacara yang
khusus. Sedang menurut Fabri dan Schwab
(1992) basisdata adalah sistem berkas terpadu
yang dirancang terutama untuk
meminimalkan pengulangan data.

Basisdata data dianggap sebagai tempat untuk


sekumpulan berkas data terkom-puterisasi
(Date, 1995). Basisdata adalah kumpulan data

Dalam basisdata daerah rawan banjir, objek


atau entitas utama yang diperlukan adalah
sistem lahan. Sedangkan enitas pendukung
pada sistem lahan terdiri dari morfografi,
tanah, penutup lahan, dan batas administrasi.
Morfografi menjelaskan karakteristik sistem
lahan tentang topografi, pola aliran,
kemiringan lereng, dan ketinggian (altitude).
Karakteristik yang berkaitan dengan sifat
tanah dijelaskan dengan atribut jenis tanah
dominan, asosiasi tanah, kondisi drainase, dan
tekstur tanah. Objek penutup lahan
menjelaskan karaketristik jenis vegetasi yang
ada. Wilayah administrasi daerah rawan

banjir dibuat dalam kategori batas wilayah

Entitas

Kunci Entitas

Obyek spasial

Obyek tabular

administrasi (Admin) mulai dari wilayah


provinsi, kabupabaten/kota dan seterusnya.

O_ID

Tab_ID

Atribut

Atribut

Atribut

Info

Coverage

Arc

Tic

AAT

BND

PAT

dll

Gambar 1. Model data relasional pada perangkat lunak Arc/Info

Penyusunan Basis Data Geospasial Rawan Banjir di Pulau Jawa (Agus Hermawan A & Nurwadjedi)
3

SISTEM LAHAN

PENUTUPAN LAHAN

SL_ID

PL_ID

Jns_Lhn, Luas,

MORFOGRAFI

PL, Nam_PL, Thn_dat,

MORF_ID

Simbol,

dst

Topo, Kem_ler,

Nm_SLBanjir, dll

Pol_alrn, dll

MORFO_ID

TANAH_ID

PL_ID

TANAH

BATAS ADMINISTRASI

Admni_ID

TNH_ID

Admin_ID

Tnh_dom, Drain,

Nm_prov, Nm_Kab,

Teks_top, dll

Nm_Kot, dll

Gambar 2. Hubungan antara atribut dengan tabel-tabel dalam model


relasional sistem lahan.

Masing-masing tabel relasional


diberi nama objek atau entitas dan
masing-masing tabel diberi nama
identifikasi (_ID) dilengkapi dengan
atributnya. Hubungan (tabel..2)
relasional menampung adanya
hubungan 1 : M (one to many).

Daerah rawan banjir terutama


dipengaruhi oleh bentukan DAS
(Daerah Aliran Sungai) dan lembah,
pola drainase, intensitas dan lama
curah hujan, permeabilitas tanah,
kapasitas infiltrasi, dan penutupan
lahan (land cover) yang ada (Van
Zuidam dan Cancelado, 1979).
Ditinjau dari aspek geomorfologis,

faktor bentukan lembah dan pola


drainase berkaitan erat dengan
bentuklahan (landform).

Penentuan daerah rawan banjir


digunakan pendekatan
geomorfologis dimana bentuk lahan
berperan sebagai satuan pemetaan.
Data bentuk lahan untuk memetakan
daerah rawan banjir dimaksud
menggunakan data sistem lahan
RePPProT (Regional Physical
Planning Project for
transmigration) skala 1 : 250.000
namun data untuk intrepretasi
bentuk lahan menggunakan foto
udara skala 1 : 100.000 (Wall,
1988).

Tabel 2. Struktur Data Atribut Sistem Lahan

No.
Entitas/ (Kelas Objek)
Jenis
Lebar
Keterangan

1
Sistem Lahan

LS_ID

I
6
Kode unsur sistem lahan

simbol

C
4
Simbol sistem lahan

Nm_SL

C
15
Nama sistem lahan

Jns_Lhn

C
25
Tipe bentuklahan

Banjir

C
10
Rawan banjir

Luas( ha)

N
10
Luasan sistem lahan dalam ha

2
Morfografi

MORF_ID

I
6
Kode unsur morfografi

Topo

C
10
Sudah jelas

Pol_alrn

C
10
Pola aliran

Kem_ler

C
10
Kemiringan lereng

Ketinggian

C
10

3
Tanah

TNH_ID

I
6
Kode unsur jenis tanah dominan

Tnh_dom

C
15
Jenis tanah dominan (>60%)

Tnh_aso

C
15
Asosiasi tanah

Drain

C
10
drainase tanah

Teks

C
10
Tekstur tanah

4
Penutup Lahan

PL_ID

I
6

Kode unsur penutup lahan

PL

C
6
Simbol tipe penutup lahan

Nam_PL

C
15
Nama penutup lahan

Thn_dat

C
10
Tahun sumber data yang digunakan

5
Batas Administrasi

Admin_ID

I
6
Kode unsur batas administrasi

Nm_prov

C
15
Nama provinsi

Nm_kab/kot

15
Nama kabupaten/kota

Nm_kec

C
15
Nama kecamatan

Keterangan: I = integer, C = Karakter, N = Numerik

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (1-9)

Sistem lahan adalah suatu daerah


atau kumpulan daerah dimana
terjadi pola pengulangan topografi,

jenis tanah, dan vegetasi (Christian


dan Stewart, 1968). Bentuk lahan
dari konsepsi sistem lahan ini
merupakan suatu pola pengulangan
satuan lahan yang ditunjukkan oleh

kesamaan sifat morfografi


(topografi), tanah, dan vegetasi
(penutupan lahan). Faktor
lingkungan fisik tersebut digunakan
sebagai faktor penciri dalam
penilaian daerah rawan banjir
dengan menggunakan sistem lahan.

memenuhi dikategorikan TIDAK


RAWAN BANJIR.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daerah Rawan Banjir


Sistem lahan yang rawan banjir
(genangan air) oleh luapan air
sungai mempunyai karakteristik
sebagai berikut:

Merupakan bentuk lahan hasil


proses fluvial, yaitu suatu proses
transportasi dan sedimentasi bahan
aluvium oleh aliran sungai

Dari hasil prosesing data, ini


menunjukkan bahwa daerah rawan
banjir yang terjadi di P. Jawa berada
dalam sistem lahan KJP
(Kajapah/inter-tidal mudflats),
MKS (Makasar/coalescent
estuarine/riverine plains in dry
areas), KHY (Kahayan/coalescent
estuarine/riverine plains), BKN
(Bakunan/ minor river floodplains
within hills), CTM

Mempunyai topografi datar

Jenis tanah termasuk Inceptisol atau


Entisol dan berdrainase terhambat

Pola drainase berbentuk


meandering, reticulate, atau
dendritik

Dengan faktor penciri di atas maka


penilaian daerah rawan banjir di
setiap sistem lahan dapat ditentukan.
Faktor penciri sebagai karakterisktik
sistem lahan yang dihimpun dari
tabel-tabel entitas pendukung
digunakan sebagai dasar penilaian
daerah rawan banjir. Penilaian banjir
menggunakan analisa pernyataan
logika BOOLEN. Apabila kondisi
memenuhi faktor penciri, maka
sistem lahan dikategorikan RAWAN
BANJIR, sedangkan yang tidak

(Citarum/slightly dissected
lacustrine plains), dan KLR (Klaru/
permanently waterlogged peaty
floodplains). Kecuali sistem lahan
KJP, banjir yang terjadi disebabkan
oleh luapan air sungai.

Banjir yang terjadi di sistem lahan


KJP sering disebabkan oleh air
pasang laut. Sistem lahan MKS,
KHY, BKN, dan CTM merupakan
bentuk lahan hasil proses fluvial.
Materi penyusun bentuklahan
tersebut berasal dari bahan aluvium,
yaitu hasil proses deposisi muatan
sedimen air sungai dari hulu.
Muatan sedimen yang terbawa air
sungai tersebut terendapkan di
daerah hilir, yaitu di daerah dengan
topografi datar.

Proses deposisi materi dari muatan


sedimen berkaitan dengan
penurunan kecepatan aliran air
sungai di daerah datar. Seperti yang
dijelaskan oleh Thornbury (1969),
bentuk lahan hasil proses deposisi
bahan aluvium dari muatan sedimen
air sungai merupakan dataran banjir
(floodplain).

Dataran banjir ini merupakan


lembah sungai luas dengan topografi
datar (valley flat) yang mana proses
erosi lateral terjadi sangat dominan.
Karena topografinya yang datar dan
bahan penyusunnya bertektur halus
dan homogen, maka pola drainase di
dataran banjir umumnya berkelokkelok (meandering atau reticulate).

Apabila debit air sungai meningkat,


maka luapan air sungai yang
membawa muatan sedimen (bahan
aluvium) pertama kali akan mengarah
ke dataran banjir. Lebih lanjut Gerrard
(1983) menjelaskan bahwa karena
sering tergenang oleh air dan proses
deposisi bahan aluvium, maka
perkembangan tanah aluvial di
dataran banjir pada umumnya relatif
belum matang, sering jenuh air
(sehingga terjadi proses glasiasi), dan
drainase tanah terhambat hingga
sangat terhambat.

Kondisi yang demikian ditunjukan


oleh karakteristik sistem lahan
MKS, KHY, BKN, dan CTM,
seperti yang disajikan di (Tabel 3.)

Penyusunan Basis Data Geospasial Rawan Banjir di Pulau Jawa (Agus Hermawan A
& Nurwadjedi)
5

Tabel 3. Karakterik sistem lahan rawan banjir di P. Jawa

Karakteristik

No
Sistem Lahan
Pola Aliran
Topografi
Jenis Tanah
Darinase
Penutupan

Dominan
Tanah
Lahan

1.
KJP (Kajapah))
reticulate
datar
Sulfaquents
Sangat
Mr

terhambat

2.
MKS (Makasar)

meandering
datar
Fluvaquents
Terhambat
Sw,Pk,Kc,B

3.
KHY (Kahayan)
meandering
datar
Tropaquepts
Terhambat
Sw,Pk,Kc,B

4.
BKN (Bakunan)
meandering
datar
Tropofluvents
terhambat
Sw,Pk,Kc,B

5.
CTM (Citarum)
dendritik
datar
Tropaquepts
terhambat
Sw,Pk,Kc,B

6.
KLR (Klaru)
none

datar
Tropaquents
Sangat
Rr

terhambat

Keterangan: Mr = mangrove, Sw=sawah,Pk=pemukiman, Kc=Kebun


campuran,B=semak belukar, Rr=rumput rawa

Selain bentuk lahan dari hasil


proses fluvial, daerah rawan banjir
di P. Jawa juga terjadi di bentuk
lahan hasil proses marin, yaitu
sistem lahan KJP. Sistem lahan ini
mempunyai ciri yang unik yaitu
ditumbuhi oleh hutan bakau
(mangrove). Sistem lahan ini

tersusun oleh materi oleh endapan


lumpur pantai dan drainase
tanahnya sangat terhambat. Karena
posisinya yang di bibir pantai,
sistem lahan KJP sering tergenang
oleh air pasang laut.

3.2 . Wilayah Sering Terkena


Banjir

yang
menjadi
langganan

Daerah rawan banjir dari hasil


analisis layer sistem lahan seperti
yang telah dibahas memberikan
indikasi lokasi-lokasi yang
berpotensi terkenan benjana banjir.
Berdasarkan hasil kajian ini, daerah
rawan banjir di P. Jawa terdapat di
Kabupaten Pandgelang, DKI,
Kabupaten di sepanjang panta Utara
P. Jawa, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Cilacap, Kabupaten
Ponorogo,

kabupaten Blitar, Kabupaten


Situbondo, dan Kabupaten
Banyuwangi.

Pada saat ini, Direktorat Sumber daya


Air Departemen Pekerjaan Umum
telah memetakan daerah-daerah yang
sering terkena bencana banjir di
seluruh Indonesia. Untuk di

P. Jawa,
layer
banjir

KHY

banjir
tersebut
telah
dicoba
dipadukan dengan
layer daerah rawan banjir

yang dianalisis berdasarkan sistem


lahan. Hasil perpaduan kedua layer
tersebut menunjukkan lokasi
langganan banjir Departemen
pekerjaan Umum berada dalam
zona daerah rawan banjir
berdasarkan data sistem lahan.
Kasus ini terjadi di Kabupaten
Pandegelang, DKI, Kabupaten
bandung, Kabupaten Cirebon,
Kabupaten Brebes, Kabupaten
Batang, Kabupaten Semarang,
Kabupaten Ngawi. Gambar 3 ,4 dan
5 memperlihatkan contoh
perpaduan data daerah rawan banjir
berdasarkan sistem lahan dengan
data daerah langganan banjir dari
Departemen Pekerjaan Umum.

Langganan

KJP
Banjir

Gambar 3 : Perpaduan daerah rawan banjir hasil kajian sitem lahan (KHY)
dengan daerah langganan banjir dari Departemen Pekerjaan Umum di
Kabupaten Pandegelang

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (1-9)

LANGGANAN
KHY
KHY

BANJIR

Gambar 4 : Perpaduan daerah rawan banjir hasil kajian sitem lahan (KHY) dengan
daerah langganan banjir dari Departemen Pekerjaan Umum di Kabupaten Semarang

CTM

Gambar 5 : Perpaduan daerah rawan banjir hasil kajian sitem lahan (CTM) dengan
daerah langganan banjir dari Departemen Pekerjaan Umum di Kabupaten Bandung

Penyusunan Basis Data Geospasial Rawan Banjir di Pulau Jawa (Agus Hermawan A & Nurwadjedi)
7

berdasarkan sistem lahan dan data banjir


yang dibuat oleh Departemen Pekerjaan
Umum.
Pada gambar 5, lokasi langganan banjir
sebagian masuk dalam daerah rawan banjir
(CTM) dan sebagian nampak menerobos
daerah perbukitan yang tidak mungkin
terkena banjir karena posisinya terletak di
dataran tinggi. Sistem lahan CTM merupakan
dataran fluvial dari hasil proses endapan
danau. Karena posisinya terletak pada daerah
cekungan (dikellilingi oleh bukit), maka
sistem lahan CTM sering tergenang oleh
luapan air sungai atau aliran air permukaan
(overland flow). Hasil ini memberikan makna
pentingnya data DEM untuk memvalidasi
posisi geometri data daerah rawan banjir

KESIMPULAN

Penyusunan basis data geospasial rawan


banjir di beberapa daerah di P. Jawa ini
merupakan upaya dan langkah awal bagi
untuk berbagi data (sharing) dengan antar

instansi (Bakosurtanal dan Depertemen


Pekerjaan Umum)

Langkah awal dimulai dengan melakukan


inventarisasi daerah rawan banjir yang
dipunyai oleh Departemen. PU. Dari sinilah
BAKOSURTANAL dengan kemampuan
pemetaan tematik mulai menggunakan
pendekatan analisis elemen geomorfologi dan
data yang terhimpun dipadukan dengan basis
data yang tersedia di dalam dengan sistem
informasi geografis.

Indonesia yang mudah diakses oleh


masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Chou, G.T. 1987. dBase III plus handbook.


2nd edition. Que Corporation.Indiana.

Connolly,T. and C. Begg. 2002.


Kombinasi data geospasial dari kedua
instansi sangat membantu informasi kepada
masyarakat didalam memberikan indikasi
potensi daerah rawan banjir. Penggunaan
DEM telah membantu mengoreksi daerahdaerah yang salah plot. Demikian pula kartu
data manual sistem lahan dari peta Repprott
BAKOSURTANAL mulai teruji dengan
adanya keberadaan data terhadap daerah yang
berpotensi rawan banjir, dan ini telah
membuat koreksi-koreksi terhadap kartu data
yang dibuat pada tahun 1988an yang
kemudian telah disimpan dalan file digital.

Database system. A practical approach

to design, implementation, and management.


3rd edition. Addison-Wesly, London.

Date, C.J. 1995. An introduction to database


systems. 6th edition. Addison-Wesley
Reinhold Company Inc., London

Fabri, A.J. and A.R. Schwab. 1992.

Keberhasilan pembangunan sistem informasi


diatas memerlukan kerjasama dari instansiinstansi terkait penghasil data. Dengan
tersedianya informasi aktual ini untuk
memperkecil korban bencana banjir, instansiinstansi penghasil data diharapkan dapat
bersinergi dalam penyediaan data. sesuai
dengan tugas dan fungsinya masing-masing.
Terwujudnya sistem informasi peringatan
dini daerah rawan banjir diharapkan dapat
dikembangkan lebih lanjut menjadi Sistem
Informasi peringatan dini bencana alam di

Practical database management. PWS-Kent


Publishing Company, Boston.

Burrough, P.A. 1986. Principles of


geographycal information Systems for land
resources assessment. Monographs on Soil
and Resources Surveys No. 12. Clarendon
Press, Oxford.

Christian, C.S. and G.A. Steward. 1968.


Methodology of integrated surveys.
Proceeding of UNESCO Conference on

Aerial Surveys and Integrated Studies.


Toulouse, France.

RePPProT. 1989. Review of phase 1 results


Java and Bali. Departemen

Gerrard, A.J. 1981. Soils and landform. An


integration of geomorphology and pedology.
George Allen & Unwin, London.

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (1-9)

Transmigrasi dan BAKOSURTANAL. Warta Survey dan Pemetaan. Tahun ke


Jakarta II Nomor 2. BAKOSURTANAL

Thornbury, W. D. 1969. Principles of geomorphology. John Wiley & Sons,

Inc. New York. PENULIS:


Van Zuidam, R.A. and V. Z. Cancelado.
1979.
Terrain
analysis
and
1)
Ir. Agus Hermawan Atmadilaga,
classification using aerial photographs:

MP. MSc. DiplAPh, Staf Dosen


a geomorphological
approach.
ITC

Program Studi Teknik Geodesi FTtextbook.


International Institute
for

Unpak Bogor
Aerial Surey and earth sciences.

Enschende, The Netherlands.

2)
Ir. Nurwadjedi, Ir. MSc. Staf
11) Wall, J.R.d. 1988.
Regional Physical

BAKOSURTANAL, Cibinong
Planning Program for Transmigration.

Penyusunan Basis Data Geospasial Rawan Banjir di Pulau Jawa (Agus Hermawan A & Nurwadjedi) 9

MUTU PELAYANAN PENYALURAN TENAGA LISTRIK

Studi Kasus : PENYULANG (FEEDER) -KIKIR GARDU INDUK (G.I.) BOGOR


BARU

Oleh :

Dede Suhendi dan Nunu Rahayu

Abstrak

Indikator baik tidaknya pelayanan penyediaan tenaga listrik ke konsumen, yang paling mendasar
dapat dianalisis mengenai % regulasi tegangannya, seberapa sering listrik padam, dan berapa
lama listrik padam.

Hasil penelitian studi kasus untuk feeder Kikir dari G.I. Bogor Baru menujukkan bahwa mutu
tegangan ke konsumen cukup baik, yaitu 0,27 % dan standar yang digunakan 5 %. Frekuensi
pemadaman rata-rata selama tahun 2008 sebanyak 14 kali dan ini meunjukkan nilai yang rendah
dibandingkan dengan standar yang digunakan, yaitu 8 kali per tahun.

Sedang akan lama pemadaman rata-rata selama tahun 2008 sebesar 44,1 jam, ini menunjukkan
bahwa pada tahun 2008 mempunyai nilai yang rendah bila dibandingkan dengan standar yang
digunakan, yaitu 55,52 menit per tahun

Kata Kunci : Feeder, SAIFI, SAIDI.

PENDAHULUAN

Frekuensi pemadaman tenaga listrik yang


sering terjadi dengan waktu padam yang lama
dan mutu tegangan yang tidak stabil,
merupakan refleksi dari keandalan dan
kualitas tenaga listrik yang kurang baik,
dimana akibatnya dapat dirasakan secara
langsung oleh pelanggan.

Sistem tenaga listrik yang andal dengan


kualitas yang baik atau memenuhi standar,
mempunyai kontribusi yang sangat penting
bagi kehidupan masyarakat modern karena
peranannya yang dominan di bidang industri,
transfortasi umum, teknologi informasi, dan
lain-lain yang semuanya itu dapat beropersi
karena tersedianya tenaga listrik.

Perusahaan-perusahaan yang bergerak di


berbagai bidang seperti disebutkan akan
mengalami kerugian besar bila terjadi
pemadaman listrik tiba-tiba atau tegangan
listrik tidak stabil, dimana kegiatannya akan
terhenti atau produk yang dihasilkannya
menjadi gagal atau rusak.

Kehandalan pada sistem distribusi diperlukan


agar di dapat suatu pegangan yang terarah
dalam menilai penampilan kerja dan
menentukan tingkat keandalan dari sistem
distribusi dan juga sebagai tolak ukur
terhadap pelayanan dan kontinuitas
penyediaan tenaga listrik PT. PLN (Persero)
kepada pelanggan.

Tujuan mempelajari konsep, karakteristik,


pengukuran, analisis kegagalan dan perbaikan

10

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (10-16)

sistem sehingga menambah waktu


ketersediaan operasi sistem dengan cara
mengurangi kemungkinan kegagalan.

Definisi Dasar Keandalan

Sering terjadinya pemadaman pada suatu


saluran distribusi akan mempengaruhi tingkat
keandalan dari saluran distribusi tersebut.
Terdapat beberapa definisi dasar dalam
menganalisis pemadaman dari suatu sistem
saluran distribusi tenaga listrik, yaitu :

Pemadaman (Interruption Of Supply)


Terhentinya pelayanan pada sutu atau lebih
konsumen, akibat dari sutu atau lebih
komponen mendapat gangguan yang
disebabkan karena tidak bekerjanya suatu
sistem.

Lama Pemadaman (Interruption Duration)

Waktu dari saat permulaan terjadinya


pemadaman sampai saat menyala kembali.
Dalam hal ini yang dianggap pemadaman
adalah pemadaman sebagai akibat kegagalan

permanen baik yang darurat maupun yang


terencana.

Tingkat Keandalan Sistem Distribusi


Tenaga listrik

Keluaran (Outage)

Keadaan dimana suatu komponen tidak dapat


berfungsi sebagaimana mestinya, yang
diakibatkan karena adanya beberapa peristiwa
yang berhubungan dengan komponen
tersebut. Suatu keluar dapat atau tidak dapat
menyebabkan pemadaman tergantung pada
konfigurasi dari sistem saluran distribusi.

Keandalan dalam sistem distribusi tenaga


listrik adalah suatu ukuran
ketersediaan/tingkat pelayanan penyediaan
tenaga listrik dari sistem ke pemanfaat tenaga
listrik. Ukuran keandalan dapat dinyatakan
sebagai seberapa sering sistem mengalami
pemadaman, berapa lama pamadaman terjadi
dan seberapa cepat waktu yang dibutuhkan
untuk memulihkan kondisi dari pemadaman
yang terjdi.

Lama Keluaran (Outage Duration) Periode


pada saat permulaan komponen mengalami
keluar sampai saat komponen dapat
diopersikan kembali sesuai dengan fungsinya.

Adapun tingkat keandalan dalam pelayanan


tenaga listrik dapat dibedakan dalam tiga
kondisi (SPLN 52, 1983).

Lama Keluar Paksa Transien (Transient


Forced Outage Duration)

Keandalan Sistem Yang Tinggi (High


Reliability System)

Waktu singkat karena alat pemutus mampu


bekerja dan menutup kembali dengan cepat,
tanpa merusak komponen.

Pada kondisi normal, sistem akan


memberikan kapasitas yang cukup untuk
menyediakan daya pada beban puncak dengan
variasi tegangan yang baik. Dan dalam
keadaan darurat bila terjadi gangguan pada
jaringan, maka sistem tersebut masih bisa
melayani seluruh dari beban meskipun dalam
kondisi beban puncak. Jadi dalam sistem
seperti ini tentu saja diperlukan beberapa
peralatan dan pengaman yang cukup memadai
untuk menghindarkan adanya berbagai
macam gangguan pada sistem.

Lama Keluar Paksa Permanen (Permanent


Forced Outage Duration) Waktu yang
diperlukan dari saat permulaan komponen
mengalami keluar dari sistem sampai
komponen mendapat perbaikan.

Lama Keluar Terencana (Schedule Outage


Duration)
Keandalan Sistem Yang Menengah
(Medium Reliability System)
Waktu yang diperlukan untuk perawatan dan
pemeliharaan komponen dari sistem yang
telah direncanakan.

Pada kondisi normal sistem akan memberikan


kapasitas yang cukup untuk menyediakan
daya pada keadaan beban puncak dengan
variasi tegangan yang baik. Dan dalam
keadaan darurat bila terjadi gangguan pada

jaringan, maka sistem tersebut masih bisa


melayani sebagian dari beban meskipun
dalam kondisi beban puncak. Jadi dalam
sistem seperti ini diperlukan peralatan yang

Mutu Pelayanan Penyaluran Tenaga Listrik..(Dede Suhendi & Nunu Rahayu)


11

cukup banyak untuk mengatasi serta


menanggulangi gangguan tersebut.

Keandalan Sistem Yang Rendah (Low


Reliability System)

Pada kondisi normal, sistem akan


memberikan kapasitas yang cukup untuk
menydiakan daya pada keadaan beban puncak
dengan variasi tegangan yang baik. Tetapi bila
terjadi gangguan pada jaringan, sistem sama
sekali tidak bisa melayani beban tersebut. Jadi
perlu diperbaiki terlebih dahulu yang
mengalami gangguannya. Pada sistem seperti
ini peralatan-peralatan pengamannya relatif
sangat sedikit jumlahnya.

Tingkat kontinuitas pelayanan dari sarana


penyalur disusun berdasarkan lamanya upaya
menghidupkan kembali suplai tenaga listrik
setelah mengalami pemutusan karena adanya
ganguan.

Besaran yang dapat digunakan untuk


menentukan nilai keandalan suatu sistem
tenga listrik adalah besarnya laju kegagalan
atau kecepatan kegagalan (failure rate) yang
dinyatakan dengan simbol .

Laju kegagalan adalah nilai rata-rata dari


jumlah kasalahan per satuan waktu pada
periode pengamatan tertentu (T), dan
dinyatakan dalam satuan kegagalan per tahun.
Pada suatu pengamatan, nilai laju kegagalan
dinyatakan dalam persamaan : (Hasan Basri,
1997, 255)
= . ..(1.1)

1.3. Laju Kegagalan


di mana :
Kontinuitas pelayanan, penyaluran jaringan
distribusi tergantung pada jenis dan macam
sarana penyalur dan peralatan pengaman,
dimana sarana penyalur (jaringan distribusi)
mempunyai tingkat kontinuitas yang
tergantung pada susunan dan cara pengaturan
sistem operasinya, yang pada dasarnya
direncanakan dan dipilih untuk memenuhi
kebutuhan dan sifat beban yang dilayani.

= nilai kegagalan (kegagalan/tahun) d =


jumlah kegagalan dalam waktu T T = selang
waktu pengamatan (tahun)

Nilai laju kegagalan akan berubah sesuai


dengan umur dari sistem atau peralatan listrik
selama opersi.

Tingkat Mutu Pelayanan Tenaga Listrik

Tingkat mutu pelayanan tenaga listrik pada


suatu pelanggan per penyulang akan
dipengaruhi oleh dua keadaan, yaitu :

Indek Frekuensi Pemadaman Rata-rata


( System Average Index Frequensi
Interruption / SAIFI)

Indeks ini didefinisikan sebagai jumlah ratarata pemadaman yang terjadi per pelanggan
yang dilayani oleh sistem distribusi tenaga
listik dalam periode waktu tertentu.

..(1.2)

di mana :

Indeks ini ditentukan dengan membagi jumlah


pemadaman semua pelanggan dalam satu
tahun dengan jumlah pelanggan yang dilayani
oleh sistem penyaluran tersebut.

Indeks frekuensi pemadaman rata-rata (SAIFI)


dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai
berikut :

Indeks Lama Pemadaman Rata-rata


(System Average Interruption Duration
Index / SAIDI)

Indeks ini didefinisikan sebagai jumlah


lamanya pemadaman rata-rata untuk setiap
pelanggan yang dilayani oleh sistem distribusi
tenaga listrik dalam periode waktu tertentu.
=

Indeks ini ditentukan oleh jumlah lamanya


pemadaman pelanggan dibagi jumlah total

12

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (10-16)

pelanggan yang dilayani oleh sistem distribusi


tersebut.

Indeks lamanya pemadaman rata-rata (SAIDI)


dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai
berikut :
=

Kebijakan untuk menerapkan standar SAIFI


dan SAIDI dalam pelayanan tenaga listrik
yang dikelola oleh PT. PLN setiap daerah
distribusi akan berbeda.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari


manajemen PT. PLN Unit Pelayanan Jaringan
(UPJ) Prima Pakuan, Area Pelayanan Jaringan
(APJ) Bogor, bahwa standar yang diterapkan
untuk SAIFI adalah 8 kali per pelanggan per
tahun.

Sedangkan standar yang digunakan untuk


SAIDI adalah 55,52 menit per pelanggan per
tahun.

Standar SAIFI dan SAIDI ini adalah


digunakan untuk acuan dalam mutu layanan
tenaga listrik ke setiap pelanggan di semua
daerah kerja UPJ Prima Pakuan, APJ Bogor.

MUTU PELAYANAN PENYALURAN


TENAGA LISTRIK STUDI KASUS :
PENYULANG (FEEDER) KIKIR GARDU
INDUK (G.I.) BOGOR BARU
.(1.3)

Dimana : Ui = lama keluar dalam satu periode


tertentu
Ni = jumlah pelanggan dari beban point i

Kegunaan Indeks Keandalan Sistem


Distribusi

Standar SAIFI dan SAIDI

Pada tahun 2009 di mana Botani Square


adalah salah satu Mall terbesar di kota Bogor,
dan untuk kenyamanan pengunjungnya
memerlukan tersedinya tenaga listrik yang
andal. Penyediaan tenaga listrik utama di
Botani Square disuplai dari jaringan tenaga
listrik PT. PLN yang pengelolaannya di
bawah UPJ Prima Pakuan dan untuk
penyediaan tenaga listrik cadangan

menggunakan Generator Set (GenSet). Untuk


suplai tenaga listrik dari jaringan PT. PLN

dipasok dari Gardu Induk (GI) Bogor Baru


melalui saluran kabel tegangan menengah
(SKTM) 20 kV. Keandalan penyediaan tenaga
listrik yang paling mendasar adalah pada
mutu besaran tenaga listrik yang tersedia, dan
kontinuitas ketersediaan tenaga listriknya.
Mutu besaran listrik dapat ditinjau dari
frekuensi, tegangan, dan keandalan
kontinuitas ditinjau dari pemadaman
(Interruption). Standar frekuensi di Indonesia
adalah 50 Hz dengan toleransi 0,6 Hz (49,4
50,6 Hz), sedangkan untuk regulasi tegangan
yang diijinkan adalah 5 % dan standar
frekuensi pemadaman listrik yang diterapkan
oleh PT PLN UPJ Prima Pakuan, APJ Bogor
yaitu 8 kali/tahun dengan kondisi pemadaman
yang direncanakan maupun pemadaman yang
tidak direncanakan.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa feeder


Kikir diperuntukan mensuplai tenaga listrik
Mall Botani Square melalui saluran kabel
bawah tanah (SKTM).

Suplai tenaga listrik dari Gardu Induk Bogor


Baru tersebut melalui Trafo VI yang
mempunyai kapasitas 60 MVA.

Tabel 2.1. Data feeder (penyulang) Kikir :

Panjang ()

:
1,1 km
Jenis Kabel

Menurut informasi dari PT. PLN UPJ Prima


Pakuan, bahwa penyulang untuk Mall Botani
Square sering mengalami gangguan yang
menyebabkan terjadinya pemadaman, yang
mana hal ini mempengaruhi kenyamanan
pengunjung.

:
XLPE 3 x 240 mm2
R25
:
0,084 /km

Berdasarkan hal di atas maka akan mencoba


untuk menganalisis mengenai mutu tenaga
listrik dan keandalan kontinuitas penyaluran
tenaga listrik untuk feeder (penyulang) Kikir
ini.

XL
:
0,95 /km
Arus nominal

2.1. Data Feeder Kikir G.I. Bogor Baru

:
230 Amper
Sumber : PT. PLN UPJ Prima Pakuan Bogor

Mutu Pelayanan Penyaluran Tenaga Listrik..(Dede Suhendi & Nunu Rahayu)


13

selama tahun 2008 mengalami pemadaman 2.2. Data Gangguan Penyulang Kikir sebanyak 14
kali pemadaman, penyebab
gangguan dapat dilihat pada tabel 2.2.

Data gangguan yang diperoleh dari PT. PLN UPJ Prima Pakuan dimana Penyulang Kikir

Tabel 2.2. Data Gangguan Penyulang Kikir

No.
Tanggal
Jam Padam

Jam Nyala
Lama Padam
Penyebab Gangguan

1.
02-01-2008
12:25

12:35
0:10:00
Kerusakan sambungan luar

pelayanan (SLP)

2.
02-03-2008
19:25

19:58
0:33:00
//BAC

3.
02-03-2008
20:09

22:31
2:22:00
//SAK,HRO, SUTM arah PIB

4.
02-03-2008
20:29

02:20
2:51:00
Kabel /TND-TNO

(underspaning)

5.
13-03-2008
05:30

08:31
3:01:00
Penghantar 70-150 kV GI

terganggu

6.
23-03-2008
02:36

03:54
1:18:00
// BAC, BPB

7.
29-03-2008
04:10

04:46
0:36:00
Kabel BPC- BPB

8.
27-04-2008
08:42

18:21
9:39:00
Emergency pengurangan

beban

9.
30-04-2008
12:15

19:23
7:08:00
Emergency Overload

10.
05-05-2008
07:04

13:51
6:47:00
Emergency pengurangan

beban

10.
05-05-2008
07:04

13:51
6:47:00
Emergency pengurangan

beban

11.
07-07-2008
15:25

16:58
1:33:00
// KSS

12.
24-08-2008
17:03

20:50
3:47:00
Cubicle macet/TNE

13.
24-08-2008
21:20

21:25
0:05:00
Kabel & Indoor antara BPC-

BPB beban

Black Out penghantar 150-70

14.
04-10-2008
15:50

19:45
4:35:00
kV / pohon kena SUTT di

Cijulang

15.
Nopember
-

16.
Desember
-

Total Lama Pemadaman

44,41 Jam

Sumber : PT. PLN (Persero) UPJ Prima Pakuan Bogor

Analisis Mutu Tegangan dan Kontinuitas


Penyaluaran Tenaga Listrik

0,095 0,53

2.3.1. Analisis Drop Tegangan

30,803/

=
230 1,1
0,084 0,85 +

20000

% =

30,803

100 %

= 11547,0054

11547,005

= 0,27 %

Drop tegangan per fasa dapat dihitung


berdasarkan persamaan : [ B.L.Theraja,
Elektrical Technology, Ram Nagar, New
delhi, 1984].
/

+ sin

2.3.2. Analisis SAIFI Penyulang Kikir

Penyulang kikir mensuplai beban pelanggan


TM (tegangan menengah) 20 kV sebanyak 1
pelanggan, yaitu Mall Botani Square.

14

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (10-16)

Dari table 2.2. jumlah gangguan penyulang


Kikir selama th 2008 sebanyak 14 kali, dan
lama pemadamannya sebanyak 44,41 jam.

Perhitungan Indeks Frekuensi Pemadaman


Rata-rata (SAIFI) dapat dihitung berdasarkan
persamaan (1.2), yaitu :
14
=1

14 /

Analisis SAIDI Penyulang Kikir

Indeks Lama Pemadaman Rata-rata (System


Average Interruption Duration Index / SAIDI)
adalah salah satu ukuran nilai mutu pelayanan
tenaga listrik ke konsumen, dan untuk
penyulang Kikir nilai SAIDI dapat dihitung
berdasarkan persamaan (1.3), yaitu :
=

Penyulang Kikir pada tahun 2008


mengalami pemadaman selama 44,1 jam,
sehingga SAIDI untuk penyulang Kikir
adalah :
= 44,1

44,1 /

KESIMPULAN

Dari hasil analisis Persen Regulasi Tegangan,


Indeks Frekuensi Pemadaman Rata-rata per
tahun, dan Indeks Lama Pemadaman Ratarata per tahun dapat disimpulkan bahwa :

satu saluran transmisi yang mensuplai G.I.


Bogor Baru.

DAFTAR PUSTAKA

Feeder Kikir mempunyai mutu tegangan yang


cukup baik, dimana nilai % drop tegangan
sebesar 0,27 % sedangkan standar yang
diijinkan sebesar 5 %.

Billinton, R. and Allan, Ronald, N. 1987.


Reliability Evaluation of Engineering
Systems. England. Longman Scientific &
Technical.

Feeder Kikir mempunyai Indeks Frekuensi


Pemadaman Rata-rata per tahun (SAIFI) pada
tahun 2008 yang rendah, yaitu sebesar 14 kali
per tahun, sedangkan standar yang diijinkan
untuk PT. PLN UPJ Prima Pakuan, APJ Bogor
adalah 8 kali per tahun.

B.L. Theraja. 1984. Elektrical Technology.


New delhi. Ram Nagar.

Feeder Kikir mempunyai Indeks Lama


Pemadaman Rata-rata per tahun (SAIDI) pada
tahun 2008 yang rendah, yaitu sebesar 44,1
jam per tahun, sedangkan standar yang
diijinkan untuk PT. PLN. UPJ Prima Pakuan,
APJ Bogor adalah 55,52 menit per tahun.

Dari tabel 2.2. dapat dilihat Laju kegagalan


pada feeder Kikir penyebabnya bukan pada
feeder kikir sendiri tetapi dampak dari
kegagalan feeder lain dan kegagalan salah

Gonen, Turan. 1986. Electric Power


Distribution System Engineering. Singapore.
Mc.Graw Hill

Hasan Basri. 1997. Sistem Distribusi Daya


Listrik. Jakarta. ISTN.

Departemen Pertambangan dan Energi. 1986.


Keandalan Pada Sistem Distribusi 20 kV dan
6 kV. SPLN 59. Jakarta. PT. PLN.

Wirartha, I made. 2005. Pedoman Penulisan


Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis.
Yogyakarta. CV ANDI OFFSET.

Mutu Pelayanan Penyaluran Tenaga Listrik..(Dede Suhendi & Nunu Rahayu)


15

PENULIS
2.

Nunu Rahayu, ST. Alumni Program

Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, 1. Ir. Dede Suhendi. MT. Staf Pengajar Universitas Pakuan, Bogor.

Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Pakuan, Bogor.

16

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (10-16)

IDENTIFIKASI FUNGSI TERMINAL LALADON

TERHADAP KEMACETAN DI JALAN LETNAN IBRAHIM ADJIE DI SEKITAR


TERMINAL LALADON - KABUPATEN BOGOR

Oleh :

G. N. Purnama Jaya, HE.Priyatna Prawiranegara, dan Adisty

Abstrak

Penelitian memiliki tujuan untuk menganalisis permasalahan kemacetan lalu lintas di Jalan
Letnan Ibrahim Adjie di sekitar terminal Laladon, menganalisis fungsi terminal dilihat dari aspek
ketersediaan sarana dan prasarana dan melakukan analisis fungsi terminal dilihat dari aspek
persepsi stakeholder (pelaku) seperti penumpang, pengemudi angkot dan pengelola terminal.

Berdasarkan analisis tersebut diperoleh kesimpulan pertama; permasalahan kemacetan di Jalan


Letnan Ibrahim Adjie di sebabkan oleh volume dan perilaku angkot yang tidak tertib dalam
berlalu lintas. Ke dua fungsi terminal Laladon dilihat dari aspek ketersediaan sarana dan
prasarana ternyata belum berfungsi secara maksimal.

Beberapa langkah tindakan sebagai saran dalam penelitian ini antara lain dengan cara pengaturan
jadwal keberangkatan angkutan kota sehingga tidak terjadi penumpukan angkot di terminal
Laladon, menertibkan lalu lintas di sekitar terminal Laladon dengan menempatkan petugas lalu
lintas, perbaikan sarana dan prasarana di terminal agar penupang merasa nyaman menunggu
angkot di dalan terminal.

Kata Kunci : Transportasi, kemacetan, terminal Laladon.


1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Bogor merupakan bagian dari


Provinsi Jawa Barat, di Kabupaten Bogor
tepatnya di Jalan Letnan Ibrahim Adjie adalah
salah satu ruas dan titik kemacetan yang
berada di sekitar terminal Laladon yang
merupakan terminal Tipe C yang melayani 6
trayek angkutan yaitu 02, 03, 14, 15, 05B dan
05C.

Perumusan Masalah

Issue permasalahan yang terjadi di sekitar


terminal Laladon volume lalu lintas kendaraan
umum yang cukup tinggi berjumlah 1.132
dari 6 trayek angkutan

umum, adanya penyempitan ruas jalan,


perilaku angkutan umum, ojek motor,
terjadinya perpotongan arah pergerakan
kendaraan keluar masuk terminal Laladon,
serta bercampurnya kegiatan perdagangan dan
jasa di sekitar terminal Laladon.

Tujuan Studi

Adapun tujuan studi adalah identifikasi


permasalahan kemacetan lalu lintas di
Simpang Laladon Kota Bogor mencangkup
hal hal sebagai berikut :

Melakukan analisis permasalahan kemacetan


lalu lintas di Jalan Letnan Ibrahim Adjie di
sekitar Terminal Laladon.

Identifikasi Fungsi Terminal Laladon..(G.N. Purnama Jaya, HE. Priyatna P. & Adisty)
17

Melakukan analisis fungsi Terminal Laladon


dilihat dari aspek ketersediaan sarana dan
prasarananya.

Melakukan analisis fungsi Terminal Laladon


dilihat dari aspek persepsi stakeholder
(pelaku) seperti penumpang, pengemudi
angkot dan pengelola terminal ataupun
DLLAJ.

Manfaat Studi

Manfaat Studi Kajian Identifikasi Fungsi


Terminal Laladon Terhadap kemacetan lalu
lintas di Sekitar Terminal Laladon antara lain
untuk masukan Pemda Kabupaten Bogor dan
pengembangan ilmu pengetahuan teknik
transportasi.

KARAKTER WILAYAH STUDI

Tinjauan Karakteristik Wilayah Studi

Kondisi Fisik Dasar

Wilayah Kabupaten Bogor terdiri dari 40


kecamatan yang berada pada ketinggian mulai
dari 50 meter dari permukaan laut hingga
pada ketinggian 1.800 meter dari permukaan
laut. Kondisi fisiografi yang berbukit ini
sangat mendukung aktivitas masyarakat
Kabupaten Bogor yang rata-rata
menggantungkan hidupnya pada sektor
primer.

Trayek-trayek angkot yang beropersi di


terminal laladon dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Trayek Angkutan Kota Dengan Penanggung Jawab


Pemerintah Kabupaten Bogor Yang Masuk ke Terminal
Laladon

2.2. Karakteristik Terminal Laladon


KODE

2.2.1. Sejarah Singkat Terminal Laladon


TRAYEK YANG DILAYANI

Terminal Laladon didirikan pada tanggal 20


Januari 2005, di Jl. Ibrahim Adjies, Kel.
Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten
Bogor.
JUMLAH

Berdasarkan Keputusan Bupati


550.22/311/Kpts/Huk/ 2004 tentang
penetapan terminal Tipe C Laladon di
kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor dan
Surat DPRD No. 44 Tahun 2002 tentang
persetujuan pembangunan pusat perbelanjaan
laladon beserta fasilitas penunjangnya.

Status dan Luas Lahan

Status lahan yang akan digunakan adalah


berupa Hak Guna, sertifikat tanah yang
dimiliki merupakan hak guna dengan
perincian Gambar Situasi No. 24328
Tahun1996 di Jalan Let.Jend Ibrahim Adjie
seluas 18.392 m2

Trayek Angkutan Kota Terminal Laladon

TRAYEK

Barang Jero

ARMADA

05B

Leuwiliang Laladon
165

15

Terminal Merdeka-Sindang
101

JUMLAH

05C
555
JASINGA LEUWILIANG
289

LALADON

Sumber : DLLAJ Kabupaten Bogor.

Waktu Operasi Terminal

Terminal Laladon berfungsi melayani


kendaraan umum angkutan kota dengan
trayek dalam kota, waktu operasional 6.00
18.00 terkadang sampai jam 21.00 ( 9
malam ) di atas jam yang telah ditentukan,
biasanya para supir angkutan umum sering
terlihat bukan di dalam terminal melainkan di
sekitar persimpangan Bubulak.

Tinjauan Karakteri Lalu Lintas

Kondisi Pergerakan Lalu Lintas Ruas Jl.


Letnan Ibrahim Adjie

Berdasarkan pengamatan lalu lintas kendaraan


untuk Jl. Letnan Ibrahim Adjie diperoleh

18

perhitungan jumlah arus kendaraan dengan


pergerakan arus total sebesar 30.620
kendaraan/12 jam dan arus total rata-ratanya
sebesar 3.201 kendaraan/jam.

Hasil pengamatan dan perhitungan arus lalu


lintas pada hari minggu 21 Maret 2010 dapat
dilihat pada Tabel 3 dan Gb 2.

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (17-28)

Tabel 2. Arus Lalu Lintas Pada Ruas Jl. Letnan Ibrahim Aadjie
Hari Senin, 22 Maret Tahun 2010 (Kendaraan)

Kendaraan Bermotor

Motor Cycle

UMC

Light Vehicle (LV)

High Vehicle (HV)

Sedan

Angkot

Mobil
Sepeda
Sepeda,

WAKTU

Tangki,

Becak,
Jumlah

Pick-

Motor

Bis
Truk, Truk

Angkot
Angkot
Up

Minibus

2 as, Truk

Gerobak

Kota
Kabupaten

3 as

06.00-07.00
309
439
510
0
19
9
1709
6
3001

07.00-08.00
313
401
651
4
75
32
2525
10
4011

08.00-09.00
285
356
666
0
54
20
1975
12
3368

09.00-10.00
269
334
685
2
54
36
1365
11
2756

10.00-11.00
254
296
518
8
65
62
1512
18
2733

11.00-12.00
250
347
593
2
50
56
1678
9
2985

12.00-13.00
298
436
640
2
48
44
1618
11

3097

13.00-14.00
295
483
767
2
101
72

1400
6
3126

14.00-15.00
352
407
702
2

85
72
1533
14
3167

15.00-16.00
341
326

501
2
84
62
1460
14
2790

16.00-17.00

346
398
430
1
71
49
1523
14
2832

17.00-18.00
374
395
415
0
59
37
1582
9
2871

Jumlah

3686

4718

7078

25

765

551

19880

134

36837

Sumber : Hasil pengolahan data perhitungan lalu lintas tahun 2010.

750

/ JAM
600

SMP
450

JUMLAH
300

150

.00

.00

.00

.00

.00

.00

.00

.00

.00

.00

.00

.00

07

08

09

10

11

12

13

14

15

16

17

18

.00

.00
.00
00

.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00
.00

06

07

08

09

10

11

12

13

14

15

16

17

WAKTU (JAM)

Sedan, Minibus, Jeep

Angkot Kota

Angkot Kabupaten

Bis

Pick-up

Mobil Tangki, Truk, Truk 2 as, Tru

Sepeda Motor

Sepeda,Becak,Gerobak

Gambar 1. Grafik Arus Lalu Lintas Pada Ruas Jl. Letnan Ibrahim Adjie
Hari Senin, 22 Maret Tahun 2010

Volume dan Komposisi Lalu Lintas kendaraan ringan (light vehicle) sebanyak

Untuk komposisi lalu lintas pada Jl Letnan


Ibrahim Adjie hari Minggu didominasi oleh

13.972 smp/12 jam, dapat dilihat pada Tabel 3


dan Gambar 2.

Identifikasi Fungsi Terminal Laladon..(G.N. Purnama Jaya, HE. Priyatna P. & Adisty)
19

Tabel 3. Volume Lalu Lintas Pada Ruas Jl. Letnan Ibrahim Adjie

Hari Minggu, 21 Maret Tahun 2010 (dalam smp)

Kendaraan Bermotor

Motor Cycle
UMC

Light Vehicle (LV)

High Vehicle (HV)


Sepeda

WAKTU
Sedan
Angkot

Mobil Tangki,
Motor
Sepeda,
Jumlah

Pick-

Truk, Truk

Becak,

Bis

Angkot
Angkot
Up

Minibus

2 as, Truk 3 as

Gerobak

Kota
Kabupaten

06.00-07.00
108
281
396
16
12

37
168
12
1030

07.00-08.00
190
409
642
55
6
47
33
16
1398

08.00-09.00
212
171
326
60
1
45
340
11
1166

09.00-10.00
264
328
433
41

1
26
327
15
1435

10.00-11.00
350
341
618
58
5
47
443
14
1876

11.00-12.00
284
203
530
61
2
41
416
12
1549

12.00-13.00
395
372
517
44
1
35
374
4
1742

13.00-14.00
344
404
524
49

1
36
365
8
1731

14.00-15.00
398
331
483
62
2
26
352
9
1663

15.00-16.00
325
300
384
53
1
35
167
2
1294

16.00-17.00
349
355
483
53
8
28
339
15
1630

17.00-18.00
421
417
489
43
12
19
399
9
1805

Jumlah

3640

3912

5825

595

52

422

3720

127
18319

Sumber : Hasil pengolahan data perhitungan lalu lintas tahun 2010.

2700

2550

2400

2250

JAM
2100

1950

1800

1650

SMP

1500

1350

JUMLAH

1200

1050

900

750

600

450

300

150

WAKTU (JAM)

LV

HV

MC

UMC

Gambar 2. Grafik Volume Lalu Lintas Pada Ruas Jl. Letnan Ibrahim Adjie
Hari Minggu, 21 Maret Tahun 2010

20

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (17-28)

Tabel 4. Volume Lalu Lintas Pada Ruas Jl. Letnan Ibrahim Adjie
Hari Senin, 22 Maret Tahun 2010 (dalam smp)

Kendaraan Bermotor

Motor Cycle

UMC

Light Vehicle (LV)

High Vehicle (HV)

Sepeda

KTU

Sedan

Angkot

Mobil Tangki,

Motor

Sepeda,

Jumlah

Pick-

Bis

Truk, Truk

Becak,

Minibus

Angkot

Angkot

Up

2 as, Truk 3

Gerobak

Kota

Kabupaten

as

06.00-07.00

309

439

510

22

11

427

1723

07.00-08.00

313

401

651

90

38

631

2136

08.00-09.00

285

356

666

65

24

494

10

1900

09.00-10.00

269

334

685

64

43

341

1747

10.00-11.00

254

296

518

78

74

378

14

1620

11.00-12.00

250

347

593

60

67

419

1745

12.00-13.00

298

436

640

58

53

404

1900

13.00-14.00

295

483

767

121
86

350

2109

14.00-15.00

352

407

702

102
86

383

11

2045

15.00-16.00

346

326

501

101
74

365

11

1726

16.00-17.00

346

398

430

85

59

381

11

1711

17.00-18.00

374

395

415

71

44

395

1701

Jumlah

3691

4718

7078

25

917

659

4968

116

22163

Sumber : Hasil pengolahan data perhitungan lalu lintas tahun 2010.

900
600

JUMLAH SMP / JAM


450

750
300

150

WAKTU (JAM)

Sedan, Minibus, Jeep

Angkot Kota

Angkot Kabupaten

Bis

Pick-up

Mobil Tangki, Truk, Truk 2 as, Truk 3 as

Sepeda Motor Sepeda,Becak,Gerobak

Gambar 3. Grafik Volume Lalu Lintas Pada Ruas Jl. Letnan Ibrahim Adjie

Hari Senin, 22 Maret Tahun 2010

Identifikasi Fungsi Terminal Laladon..(G.N. Purnama Jaya, HE. Priyatna P. & Adisty)
21

Kecepatan Rata-Rata Kendaraan

Berdasarkan hasil pengamatan pada Jl


Letnan Ibrahim Adjie ini dapat terlihat
bahwa pada hari minggu kecepatan ratarata kendaraan di Jl. Letnan Ibrahim Adjie
ini adalah sebesar + 36 km/jam,
sedangkan bila pada hari senin kecepatan
kendaraan adalah sebesar + 29 km/jam.

Tinjauan Karakteristik Sarana dan


Prasarana

Ibrahim Adjie sehingga sering menimbulkan


gangguan bagi lalu lintas menerus.

Kondisi Fisik Jalan

Kondisi fisik dan pola jaringan jalan pada


suatu ruas jalan dapat mempengaruhi kondisi
lalu lintas yang melintasinya. Kondisi fisik
jalan jika ditinjau berdasarkan spesifikasi
penyediaan prasarana jalan terbagi dalam4
kelas, yaitu jalan bebas hambatan, jalan raya,
jalan sedang dan jalan kecil. (Peraturan
Pemerintah No. 34 Tahun 2006).

Pola Jaringan Jalan

Secara umum, wilayah studi Jl. Letnan


Ibrahim Adjie memiliki sistem jaringan
jalan primer, dengan fungsi jalan sebagai
jalan kolektor primer. Sesuai dengan
fungsinya, ruas jalan ini lebih
diperuntukkan untuk lalu lintas regional
yang melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak
sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi. Namun
berdasarkan pengamatan dilapangan, jalan
kolektor primer ini khususnya Jl. Letnan
Ibrahim Adjie ini fungsinya telah menurun
antara lain disebabkan oleh arus lalu lintas
dan jalan keluar-masuknya kendaraan dari
Terminal Laladon langsung ke Jl. Letnan

Berdasarkan klasifikasi menurut spesifikasi


penyediaan prasarana jalan tersebut diatas,
maka Jl. Letnan Ibrahim Adjie termasuk
kategori jalan sedang Untuk lebih jelas
mengenai spesifikasi penyediaan prasarana
di jalan pengamatan yaitu di Jl. Mayjen
Ishak Juarsa dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kondisi dan Pola Jaringan


Jalan

Ruas Jl. Letnan Ibrahim

Keterangan

Fungsi Jalan

Kolektor Primer

Tipe Jalan

2 lajur / 2 arah
Adjie

Panjang Jalan

Tipe konstruksi
2,695 meter

Hotmix

Lebar Jalan

c)
8 meter

Kondisi

Baik
Perkerasan

a)
Jenis

Sumber : Survey Lapangan bulan maret 2010.

Aspal

Jenis Angkutan

b)

Berdasarkan hasil pengamatan, pada ruas


Jl. Letnan Ibrahim Adjie ini mayoritas
melayani lalu lintas angkutan orang /
penumpang.

Tabel 6. Luas Lahan Parkir di Terminal


Laladon

No
Lahan

Jenis Penggunaan

Persentase (%)

0.84

Jalan dan Parkir

12043.87

54.61

Parkir Motor

9.9

0.38

Parkir pribadi

15.4

Analisis Kemacetan di Ruas Jalan Letnan


Ibrahim Adjie

Analisis Tingkat Pelayanan Jalan

Sumber: Pengelola Terminal Laladon

FUNGSI TERMINAL LALADON


TERHADAP KEMACETAN DI SIMPANG
JALAN LETNAN IBRAHIM ADJIE
JALAN RD.K.H. ABDULLAH BIN NUH

22

Tingkat pelayanan yang ada saat ini


mempunyai selang dari A hingga F, dengan
tingkat pelayanan A yang mewakili kondisi
operasi terbaik dan tingkat pelayanan F yang
terburuk.

Untuk dapat lebih jelas mengenai analisis


tingkat pelayanan jalan pada ruas Jl. Letnan
Ibrahim Adjie dapat dilihat pada Tabel 7.

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (17-28)
Pada

Tabel 7. Tingkat

Hari

Pelayanan
Jalan
(LOS)

Libur dan Hari Kerja (Minggu, 21 Maret

Jl. Letnan Ibrahim


Adjie

2010 dan Senin, 22 Maret 2010)

Kapasi

Volu

Kapasi

Dasar

Lalu
Nama

Jalan
tas

me

tas

pelayanan

V/C

Tingkat

Jalan

Hari

Jalan

Ratio

(smp/

Lin

(smp/j

Letnan

jam)

tas

am)

Ibrahim

2900

1876

Ming

2419

0,77

Adjie

gu

Senin
Ibrahim

2900

2136

2419

0,88
Letnan

Adjie

Sumber : Hasil Pengolahan Data Lalu Lintas


Tahun 2010.

Tingkat Pelayanan D

Tingkat Pelayanan E

Pejalan Kaki
Tingkat Pelayanan F

Kendaraan Keluar Masuk Terminal

Pedagang Kaki Lima


0,77

0,93

Kendaraan lambat seperti sepeda

Parkir.

Analisa Fungsi Terminal

Gambar 4. Tingkat Pelayanan Jalan (LOS)


Pada Hari Libur dan Hari Kerja (Minggu,
21 Maret dan Senin, 22 Maret 2010)

Kecepatan Rata-rata

Pada hari Minggu kecepatan rata-rata


kendaraan lebih cepat karena pada hari
Minggu ini tidak ada aktivitas muridmurid dari sekolah di sekitar Jl. Ibrahim
Adjie sehingga hambatan samping akibat
siswa-siswi yang menyebrang ataupun
berjalan dipinggir jalan berkurang, pada
hari Senin aktivitas sekolah mulai aktif
kembali sehingga hambatan samping
berupa pejalan kaki dan penyebrang jalan
pun bertambah sehingga kecepatan
kendaraan pun semakin berkurang.

Pengaruh Penggunaan Lahan di


Sekitar Terminal dan Hambatan
Samping Terhadap Kemacetan di
Sekitar Terminal Laladon.

3.2.1 Analisis Kesesuaian Lokasi Terminal

Dalam hal ini terminal Laladon adalah


terminal tipe C, karena tipe C melayani
kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.
Untuk lebih jelas hasil analisi terminal
Laladon dengan mengacu kepada standar
persyaratan terminal tipe C berdasarkan
Keputusan Menteri Perhubungan No
31/1995, dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Persyaratan Terminal Tipe C

No

Kriteria

Persyaratan

Faktor faktor yang menyebabkan


hambatan samping diantaranya adalah :

Sesuai

Tidak

Keterangan

Sesuai

18.392 m

permintaan angkutan

Luas

Sesuai

dengan

wilayah

Kabupaten

Terletak
di

Kondisinya

dalam

Tingkat II dan dalam

Baik

jaringan

trayek

di

jalan

pedesaan

kolektor

atau
lokal

Terletak

Kondisinya

dengan
kelas
2
paling

Lokasi

tinggi kelas IIIA

Baik

Mempunyai
akses

masuk
ke dan
dari

jalan
keluar
Kondisinya
atau

sedikit

terminal,

sesuai

kebutuhan

unutk

berlubang

kelancaraan

lalu

lintas

di
sekitar

Melayani
Kendaraan

terminal

Cukup

melayani
Fungsi

umum

untuk

untuk

angkutan
kota
dan

Berada di

angkutan pedesaan

Jarak

penumpang

lokasi

Disesuaikan
dengan
kebutuhan

Analisa Ketersediaan Sarana dan


Prasarana
strategis

Ditinjau dari ketersediaan sarana dan


prasarana terminal Laladon, terminal ini
memiliki sarana dan prasaranan yang sudah
memadai antara lain dapat dilihat pada tabel
berikut :

Untuk dapat lebih jelas mengenai lokasilokasi di sekitar terminal Laladon yang biasa

Identifikasi Fungsi Terminal Laladon..(G.N. Purnama Jaya, HE. Priyatna P. & Adisty)
23

dijadikan sebagai lokasi parkir kendaraan


dapat dilihat pada Gambar 6.

3.2.3 Analisis Sirkulasi Lalu lintas

Berdasarkan kriteria yang harus dimiliki


dalam perencanaan terminal yaitu dalam
hal

sirkulasi lalu lintas seharusnya jalan


masuk dan jalan keluar kendaraan harus
lancar dan dapat bergerak dengan mudah.
Namun pada kenyataannya di terminal
Laladon ini sirkulasi kendaraan keluar
masuk terminal tidak berjalan dengan
lancar.

Keterkaitan Terminal Laladon Dengan


Terminal Bubulak

Berdasarkan pengamatan di lapangan ada


hubungan antara Terminal Laladon dengan
terminal Bubulak saat ini, yakni peranan
terminal Laladon sebagai fungsi angkutan

dimana pengguna terminal dari wilayah


belakang (bogor barat) beralih moda ke
angkutan Perkotaan yang dilayani oleh
terminal Bubulak (melayani angkutan
perkotaan).

24

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (17-28)

Tabel 9. Volume Keluar Masuk


Kendaraan di Terminal Laladon Hari
Minggu, 21 Maret Tahun 2010

Kendaraan Bermotor

Waktu

Light Vehicle (LV)

06.00-07.00

213
Jumlah
150

363

Angkot

Angkot

07.00-08.00

114

170

Masuk
284

Keluar

08.00-09.00

127

10.00-11.00

165
208
292
143

351

11.00-12.00

208

155

09.00-10.00
363

135

150

285

12.00-13.00

166

150

316

14.00-15.00

163

160

323

13.00-14.00

198

155

353

15.00-16.00

155

120

275

Jumlah

16.00-17.00

2006

123
1838
145

268

3844

17.00-18.00

196

175

371

Sumber : Hasil pengolahan data perhitungan lalu lintas


tahun 2010.

Tabel 10. Volume Keluar Masuk Kendaraan


di Terminal Laladon Hari Senin, 22 Maret
Tahun 2010

Waktu

Jumlah

Kendaraan Bermotor

Light Vehicle (LV)

Angkot Masuk

Angkot Keluar

06.00-07.00

226

223

449

09.00-10.00
07.00-08.00
234
227
180

230

414

457

08.00-09.00

245

251

496
10.00-11.00

225

170

395
12.00-13.00

305

203

508

11.00-12.00

233

196

429
13.00-14.00

318

119

437

14.00-15.00

241

169

410
16.00-17.00

214

152

366

15.00-16.00

203

153

356
17.00-18.00

224

160

2206
384

5101

Jumlah

2895

Sumber : Hasil pengolahan data perhitungan lalu lintas


tahun 2010

300

300

JAM

150

SMP/
SMP/JAM

JUMLAH
150

JUMLAH

WAKTU (JAM)

WAKTU (JAM)

Angkot Masuk

Angkot Keluar

Angkot Masuk

Angkot Keluar

Gambar 5. Grafik Volume Keluar


Masuk Kendaraan di terminal
Laladon Hari Minggu, 21 Maret
Tahun 2010

Gambar 6. Grafik Volume Keluar


Masuk Kendaraan di terminal

Laladon Hari Senin, 22 Maret Tahun


2010

Volume angkutan umum yang masuk dan


angkutan umum yang keluar di terminal
Laladon pada hari senin dapat dilihat pada
Tabel 10 dan Gambar 6.

Analisis Aksesbilitas

Aksesibilitas bagi angkutan umum yang


melintas di Letnan Ibrahim Adjie

Identifikasi Fungsi Terminal Laladon..(G.N. Purnama Jaya, HE. Priyatna P. & Adisty)
25

beerdasarkan hasil pengamatan langsung


di lapangan dapat terlihat bahwa angkutan
umum trayek 02 dan 03 dapat melewati
Jalan Letnan Ibrahim Adjie setiap 1 jam
sekali hal ini dikarenakan adanya
kebijakan dari Dinas Perhubungan Kota
Bogor untuk pengalihan rute angkutan
tersebut dengan tujuan agar para
penumpang atau masyarakat setempat
dapat mengakses angkutan umum trayek
02 dan 03 di Terminal Laladon. Sedangkan
untuk angkutan umum trayek 32 hanya
melintasi Jalan Letnan Ibrahim Adjie
(tidak masuk ke terminal), sehingga
dengan jumlah angkutan umum trayek 32
yang begitu banyak menyebabkan
pembebanan jaringan jalan yang
mengakibatkan kemacetan di Jalan Letnan
Ibrahim Adjie.

Berdasarkan kebijakan yang telah di


tetapkan oleh Dinas Perhubungan Kota
Bogor mengenai pengalihan rute angkutan
umum trayek 02 dan 03 ini ternyata bagi
supir

angkutan umum dirasakan cukup


menguntungkan karena para penumpang
mayoritas adalah warga Laladon.

Analisis Fungsi Terminal Dilihat Dari


Aspek Persepsi Pengguna Terminal

Berdasrkan kuestioner yang telah


disebarkan kepana para supir angkutan
umum, penumpang dan petugas DLLAJ
maka dapat di simpulkan memalui tabulasi
berikut.

3.3.1 Angkutan Umum

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan


melalui survei wawancara kepada para
pengemudi angkutan umum, penumpang
dan para petugas pengelola terminal
Laladon, kemacetan lalu lintas yang terjadi
di sekitar terminal Laladon ini terjadi
akibat perilaku dari supir angkutan umum
yang sering tidak berlaku tertib lalu lintas.

Tabel 11. Tabulasi Jawaban Tertinggi Hasil Qustioner


Terhadap Penumpang Angkutan Umum

No.

Pernyataan Penumpang

Jumlah

Total

Soal

Angkutan Umum

Responden

Jawaban

a. Jumlah Sampel
100

100

1.

Penumpang menyukai berhenti di Terminal

b. Jawaban
62

62

Laladon

c. Persentase (%)
62%

62%

a. Jumlah Sampel
100

100

2.

Tujuan penumpang berhenti di Terminal

Laladon adalah untuk berganti trayek

b. Jawaban
82

82

angkutan umum.

c. Persentase (%)
82%

82%

a. Jumlah Sampel
100

100

3.

Menurut penumpang, pelayanan di

b. Jawaban
45

45

Terminal Laladon sudah baik.

c. Persentase (%)
45%

45%

Sumber : Hasil Survei Lapangan Tahun 2010.

26

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (17-28)

Berdasarkan data wawancara terhadap para


penumpang, mereka menyatakan
penumpang suka berhenti di Terminal
Laladon dengan tujuan bervariasi, antara
lain, berhenti di untuk berganti trayek
angkutan umum.

Menurut para penumpang angkutan umum


yang sering berhenti di terminal Laladon
tingkat pelayanan terminal Laladon bisa di
bilang belum baik, karena angkutan umum
lebih sering mencari penumpang di
persimpangan Jalan RD.K.H. Abdullah Bin
Nuh dari pada di Terminal Laladon.

3.3.2 Petugas DLLAJ

Berdasarkan hasil wawancara kepada para


petugas di terminal Laladon diperoleh data
bahwa yang melandasi kebijakan
pengalihan angkutan umum trayek 02 dan
03 setiap 1 jam sekali, dikarenakan para
penumpang sebagian besar adalah warga
Laladon.

Jika kebijakan pengalihan angkutan umum


dengan trayek 02 dan 03 ditiadakan maka
akan menimbulkan perselisihan antara
masyarakat dengan pengelola terminal
Laladon, masyarakat enggan jika harus
memutar ke terminal Bubulak.

Kebijakan pengalihan trayek tetapkan


sejak tahun 2009 dan belum ada
pemberihatuan dari Dinas Perhubungan
Kota Bogor untuk memberhentikan
kebijakan tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

dan menurunkan penumpang di terminal


Laladon.

Pelebaran jalan.

Penertiban angkutan umum yang


mengetem pada ruas Jalan Letnan Ibrahim
Adjie agar dapat mengetem pada area
terminal yang ada, agar tidak
menimbulkan kemacetan di jalan Letnan
Ibrahim Adjie.

Permasalahan Kemacetan Lalu lintas di Jl.


Letnan Ibrahim Adjie

Tingkat pelayanan jalan (level of service)


di Jl. Letnan Ibrahim Adjie menunjukan
tingkat pelayanan jalan yang rendah yaitu
tipologi C pada hari Minggu (hari libur)
dengan V/C sebesar 0,77 dan tipologi D
pada hari Senin (hari kerja) dengan V/C
sebesar 0,88 sehingga tipologi ini
menyatakan bahwa arus mendekati
keadaan tidak stabil dan kecepatan rendah.

Pengaturan jadwal keberangkatan


angkutan kota agar tidak terjadi
penumpukan angkot di terminal Laladon.

Aspek Tata Ruang

Dari segi tata ruang di perlukan perbaikan


pra sarana terminal bagi kenyamanan
penumpang di terminal Laladon, misalnya
toilet umum, tempat sampah dan mushola.

Kecepatan rata-rata di Jl. Letnan Ibrahim


Adjie pada hari kerja sebesar 29 km/jam
sedangkan pada hari libur sebesar 36
km/jam. Rendahnya kecepatan perjalanan
dipengaruhi oleh penggunaan lahan yang
didominasi oleh kegiatan perdagangan dan
jasa.

Pengelolaan dan perawatan pra sarana


terminal dapat dilakukan secara rutin agar
pra sarana tersebut selalu dapat berfungsi
dengan baik.

Saran

Perlu peningkatan perbaikan sarana dan


prasarana di terminal sehingga penumpang
memiliki rasa nyaman menunggu angkot
di dalan terminal Laladon.

Aspek Transportasi
Daftar Pustaka
Tindakan tegas aparat terhadap penertiban
angkutan umum agar hanya menaikkan

Ammari. 2003. Permasalahan


Transportasi Perkotaan. Jakarta : Ghalia
Indonesia.

[Bappeda] Badan Perencanaan Daerah


Kabupaten Bogor. Perda No. 19 Tahun
2008 tentang Rencana Tata Ruang

Identifikasi Fungsi Terminal Laladon..(G.N. Purnama Jaya, HE. Priyatna P. & Adisty)
27

Wilayah (RTRW) Kota Bogor Tahun


11)
I. Merliana.
2006.
Identifikasi

2005-2025, Kabupaten Bogor.

Permasalahan
Transportasi
di Pusat
3)
[DLLAJ] Dinas Lalu Lintas Angkutan

Kota
Pandeglang [Tugas
Akhir]

Jalan Kabupaten Bogor. 2009. Trayek

Program
Studi
Perencanaan
Wilayah

Angkutan
Kabupaten

Bogor
tahun

dan Kota, Bogor Universitas Pakuan,

2009.

Bogor.

4)
[Dep.
PU]
Departemen Pekerjaan
12)
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun

Umum. 1997. Manual Kapasitas Jalan

2006 Tentang Jalan, Jakarta.

Indonesia. Jakarta : Direktorat Jenderal


13)
Surat
Dewan
Perwakilan
Rakyat

Bina
Marga.
Keputusan
Menteri

Daerah Kabupaten Bogor No. 44 Tahun

Perhubungan
No.31/1995
tentang

2002

tentang
Persetujuan

Fungsi
Terminal
Angkutan

Jalan,

Pembangunan
Pusat
Pembelajaan

Jakarta.

Laladon, Kabupaten Bogor.

5)
Keputusan
Menteri
Perhubungan
14)
Undang-Undang Republik Indonesia

No.31/1995 tentang Terminal Trans-

No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.

portasi Jalan, Jakarta.

15)
Warpani,
S.
2002.
Merencanakan
6)
Keputusan
Bupati
Kabupaten
Bogor

Sistem Perangkutan. Bandung : ITB

No.550.22/311/Kpts/Huk/2004,

Press.

Penetapan Terminal Tipe C Laladon,

Kabupaten Bogor.

PENULIS :

Khisty dan Lall. 2003a. Perencanaan

Penggunaan Lahan. Yogyakarta : Beta


1.
Ir. Ggde Ngurah Purnama Jaya, MT.

Offset.

Staf Dosen Program Studi Perencanaan


8)
Khisty, J C. dan B. Kent Lall. 2003b.

Wilayah dan
Kota, Fakultas Teknik-

Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi.

Universitas Pakuan Bogor.

Penerbit Erlangga, Jakarta.


2.
Ir. H.E. Priyatna Prawiranegara, M.Si.
9)
Munawar, Ahmad. 2005. Manajemen

Staf Dosen Program Studi Perencanaan

Lalu Lintas Perkotaan. Yogyakarta :

Wilayah dan
Kota, Fakultas Teknik-

Beta Offset

Universitas Pakuan Bogor.

Morlok, E. K. 1978. Introduction to 3. Adisty, ST. Alumni Program Studi

Transport Engineering and Planning


didalam Pengantar Teknik dan
Perencanaan Transportasi : Johan K.

Hainim (Penerjemah) cetakan tahun 1978.


Jakarta : Erlangga.

Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas


Teknik-Universitas Pakuan Bogor.

28

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (17-28)

ANALISA METODE PELAKSANAAN PELAT PRECAST PRESLAB

Oleh :

Ike Pontiawaty

Abstrak

Pada era globalisasi saat ini, masalah waktu menjadi faktor sangat menentukan dalam
melaksanakan pembangunan, hal ini berpengaruh pada pelaksanaan pembangunan struktur
gedung berlantai banyak, dengan menekan waktu pelaksanaan berarti dapat menekan biaya
pembangunan struktur gedung tersebut. Dewasa ini mulai dikenal metode pelaksanaan dengan
sistem precast preslab yaitu menggabung komponen-komponen struktur yang biasanya dicor
setempat dengan komponen yang dibuat di pabrik dan kemudian dipasang pada kedudukan
akhirnya dengan demikian pelaksanaan dapat dipercepat. Untuk itu perlu mengontrol tegangan
beton terhadap kekuatan kabel yang sudah ada,memperkirakan kehilangan gaya prategang total,
menhitung lendutan maksimum pada saat pelaksanaan maupun pada saat pemakaian.Dari hasil
analisa metoda pelaksanaan precast preslab dengan topping concrete dengan bentang 450 cm,
lebar 100 cm,tebal pelat 24 cm,dengan mutu baja prategang digunakan seven wire stress relieved
7/16 Grade 270 sebanyak 4 buah strand aman untuk digunakan pada struktur lantai Gedung
Perkuliahan IPB, baik pada saat pelaksanaan maupun pada saat pemakaian.

Kata kunci : Precast Preslab, Gaya Prategang, Lendutan

PENDAHULUAN

1.1. Umum

Kontraktor sebagai penyelenggara kegiatan


konstruksi boleh dikatakan sebagai pihak
pengelola sumber daya yang diperlukan untuk
mewujudkan proyek bangunan. Sumber daya
tersebut terdiri dari material, tenaga kerja,
peralatan, dana, dan metoda konstruksi.

Dalam bekerja sebagai pengelola sumber


daya tersebut, kontraktor harus menganut
juga prinsip-prinsip ekonomis dalam kegiatan
konstruksi. Prinsip-prinsip ekonomis tersebut
diterapkan dengan berbagai cara supaya
kontraktor dapat bersaing pada era sekarang
ini.

Pada era globalisasi saat ini, masalah waktu


menjadi faktor yang sangat menentukan
dalam melaksanakan pembangunan, hal ini
berpengaruh pada pelaksanaan pembangunan
suatu struktur gedung terutama bangunan
bangunan yang berlantai banyak, sebab dapat
menekan waktu pelaksanaan berarti dapat

menekan biaya pembangunan dari struktur


bangunan tersebut. Jadi kecepatan

pelaksanaan pembangunan untuk bangunan


bertingkat banyak sudah merupakan tuntutan
yang mutlak.

Untuk menjawab tuntutan tersebut, dewasa ini


mulai dikenal sistem pracetak yang
mempunyai maksud yaitu menggabung
komponen-komponen struktur yang biasanya
dicor setempat dengan komponen yang dibuat
di pabrik dan kemudian dipasang pada
kedudukan akhirnya, dengan demikian waktu
pelaksanaan dapat dipercepat. Salah satu

komponen struktur yang dimaksudkan adalah


pelat, mengingat pelat merupakan komponrn
struktur yang seragam pada bangunan
bertingkat banyak konsep tersebut
diwujudkan dalam bentuk penggunaan,
metoda precast yang disebut precast preslab
untuk pelaksanaan konstruksi pelat lantai.

Precast preslab ini merupakan salah satu


elemen pelat beton pracetak dan diprategang
pada arah memanjangnya. Juga sebagai
pembentukan elemen struktur dengan
pengurangan keperluan bekisting serta
pengurangan penyangga sementara, selain itu
pula untuk membuat satu lantai penuh pada
struktur bangunan. Pada proses pabrikasi, pelat
ini dibuat memiliki lebar tertentu dengan

Analisa Metode Pelaksanaan Pelat Precast Preslab (Ike Pontiawaty)


29

panjang sesuai dari kebutuhan gedung yang


bersangkutan. Dengan demikian pelat itu
harus disusun dari sejumlah pelat-pelat
terserbut. Selanjutnya untuk menambah
kekuatan dan kekakuan dari pelat ini
digunakan topping beton pada sisi atas dari
pelat tersebut.

Maksud dari penelitian ini adalah


menganalisa pelaksanaan pelat precast
preslab pada gedung perkuliahan PAU IPB
dimana tertapat struktur komposit dari
penggabungan beton prategang precast
preslab pada bagian banyak dengan beton cor
ditempat pada bagian atas.

Aplikasi pemakaian precast preslab yaitu


mengkombinasikan dua jenis struktur menjadi
satu kesatuan yang bekerja bersama-sama
menahan gaya tekan yang dibebankan pada
konstruksi tersebut. Maka untuk
mengantisipasi hal tersebut timbul struktur
komposit, penggabungan dari dua buah jenis
struktur seperti jenis struktur yang disebut
diatas.

Tujuannya adalah mengontrol tegangan beton


terhadap kekuatan kabel yang sudah ada,
apakah cukup aman untuk digunakan,
memperkirakan kehilangan gaya prategang
total apakah sesuai dengan presentase yang
diijinkan, serta mengetahui lendutan dari pelat
beton precast preslab, apakah sudah sesuai
dengan lendutan maksimum yang diizinkan,
baik pada saat pelaksanaan maupun saat
pemakaian. Dihitung dengan menggunakan
metoda-metoda perhitungan sederhana yang
disesuaikan dengan peraturan yang ada (ACI)

1.2. Maksud dan Tujuan

Pelat Komposit
1.3. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini hanya dibahas mengenai


analisa perencanaan dari pelat precast preslab
yang diprategang terutama pada saat
pelaksanaan dan pemakaian, sedangkan pada
saat pengangkatan dan pengangkutan tidak
dibahas.

DESAIN PRECAST PRESLAB

Sistem precast preslab melibatkan pekerjaan


pengecoran beton jauh dari tempatnya yang
terakhir. Beton pracetak memungkinkan
pengontrolan yang lebih baik dan seringkali
lebih ekonomis. Beton yang dicetak ditempat
(cast-in-place) membutuhkan bekisting yang
lebih banyak tetapi menghemat biaya
transportasi dan penyetelan. Sering kali cukup
ekonomis untuk membuat beton pracetak
sebagian dari sebuah komponen,
mengangakatnya dan diletakkan pada tempat
yang direncanakan. Cara ini disebut
konstruksi komposit . Dengan konstruksi
komposit, kemungkinan dapat dihematnya
bekisting cukup banyak dari yang dibutuhkan
jika dibuat konstruksi dengan cor ditempat.

Pada statu konstruksi komposit, pelat


prategang precast preslab digunakan
sambungan dengan beton cor langsung di
tempat (cast-in-place), sedemikian rupa
sehingga pelat tersebut bersifat sebagai satu
kesatuan monolitik dibawah beban-beban
kerja.

Kerja komposit antara kedua komponen


tersebut dicapai dengan membuat kasar
bidang permukaan unit prategang terhadap
beton dicetak ditempat, sehingga memberikan
tahanan geser yang lebih baik.

Desain komponen struktur komposit juga


Sangat banyak disederhanakan oleh
tersedianya penampang-penampang stndar.
Mungkin lebih disukai menentukan gaya
prategang yang akan seluruhnya
mempraktekan serat bawah pelat pr acetak.
Beton yang digunakan pada pelat cor
setempat seringkali ditentukan dengan fc
yang lebih kecil dari pelat prategang pracetak.
Ini dapat dihitung dalam perencanaan dengan
mempergunakan modifikasi lebar efektif.

Pelat satu arah (One Way Slab)

Struktur pelat yang mempunyai satu sisi yang pendek dan sisi lain yang panjang, masuk pada
kategori pelat satu arah. Sistem pelat ini

30

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (29-40)

bila ditumpu pada kedua ujungnya disebut


pelat sederhana. Apabila pelat ditumpu pada
sisi memanjangnya pada lebih dari dua

tumpuan, sistem pelat tersebut merupakan


pelat menerus. Baik pelat sederhana maupun
pelat menerus dianalisa dengan menentukan
momen lentur dengan mempertimbangkan
suatu unit lebar dari pelat.

Bentuk tendon diatur sehingga dapat menahan


momen pada kedua jenis pelat tersebut.
Apabila pelat dibebani dengan beban merata
maka digunakan tendon melengkung. Apabila
pelat menerima beban terpusat maka dapat
digunakan tendon menyusut dengan perkuatan
tulangan non-prategang pada daerah beban
terpusat tersebut.

kebutuhan strukturnya. Adapun data-data


yang lengkap diberikan dibawah ini :

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Gedung perkuliahan PAU IPB Bogor adalah


suatu bangunan bertingkat yang direncanakan
menggunakan precast preslab. Precast
preslab tersebut akan menjadi suatu pleat
yang utuh dengan menambahkan topping
concrete yang di cor ditempat sehingga
menjadi satu kesatuan yang monolit.

DENAH

Pelat ini merupakan tipe pelat yang banyak


digunakan, dengan batang 450 cm, dihitung
sebesar 100cm lebar slab, dan menrupakan
pelat satu arah. Baja yang digunakan untuk
penarikan adalah jenis 7-wire strand
mempunyai diameter 7/16 inci dengan
tegangan tarik minimun sebesar 270 ksi dan
jenis penarikan adalah pretension (pratarik).

Tegangan tekan beton untuk precast preslab


35 MPa dan topping concrete 30MPa. Pelat
direncanakan mempunyai ketebalan 12cm
untuk precast preslab dan untuk topping
concrete sebesar 12cm sehingga total
tingginya 24cm.
POTONGAN MEMANJANG
Menghitung pelat precast preslab sebagai
suatu struktur komposit sesuai dengan

Gambar 4.1 Denah Pelat Lantai yang dibahass

DATA-ATA PERENCANAAN

Peraturan yang dipakai

ACI 318 95 American Concrete Institue

SNI-1727-1989-F Pedoman Perencanaan


Pembebanan Uuntuk Rumah dan Bangunan

POTONGAN MELINTANG

SNI 03-2847-2002 Tata Cara Perencanaan


Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung

Analisa Metode Pelaksanaan Pelat Precast Preslab (Ike Pontiawaty)


31

Bahan-bahan yang dipakai

Seven-Wire Stress-Relieved 7/16

Beton

Grade 270 (ASTM A-416) A = 74,2 mm2, fpu


= 1875 MPa

Mutu Beton prategang fc = 35Mpa


Mutu Beton Topping fc = 30Mpa

Baja
Mutu baja prategang digunakan

Angkur

Angkur mati dan angkur hidup dipakai sistim


VSL

Tegangan-tegangan yang diijinkan

1.
Beban mati (qd)

Beton Prategang
ACI code

Sewaktu transfer :

Berat sendiri slab


250 kg/m2

Tekan : 0,60 fci

Tarik : 0,25 fci

Berat sendiri beton topping

Sewaktu service load bekerja:


Tekan : 0,45 fc
250 kg/m2
Tarik : 0,25 fc

2.
Beban hidup (ql)

Baja Prategang

250 kg/m2

Sewaktu Jacking : 0,80 fpu


diambill

5. Pembebanan pada saat pemakaian

yang

1.

Beban mati (qd)

Berat sendiri slab


0,80 fpy

250 kg/m2

terkecil

Waktu transfer ke angkur : 0,70 fpu

Berat keramik tebal 5cm

24 kg/m2
Berat adukan dari semen tebal

4. Pembebanan Pada Saat Pelaksanaan


5cm

21 kg /m2

Berat dinding pasangan patako

tebal 15cm
300kg/m2
Berat plafond
11 kg/m2
Berat sendiri beton topping

250 kg/2
Mencari dimensi precast preslab
Beban hidup (ql)
Beban hidup untuk lantai dan

bpc
= 100cm

balkon dalam dari ruangan-ruangan untuk


pertemuan, ruang rapat, ruang kuliah dengan
tempat

hpc
= 12 cm
Apc

duduk tetap

= bpc x hpc

400 kg/2
= 100 x 12 = 1200cm2
PERHITUNGAN SLAB
I precast preslab = 1/12 x 100 x 123 = 14400cm4
1. Menghitung besaran slab dan topping

1 xbxh 3
W 12
16 xbxh 2

1
6 xh

6 x100x122 2400cm 3
t

W W

yt

I
pc

14400
2400cm3

32

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (29-40)

W W

I
pc

14400
2400cm3

t
b

y
t

4700
30

kt

2400

2,00cm Apc 1200


0,926

kb

W 2400
t
2,00cm Apc 1200

Topping Concrete

btpg = 100cm htpg = 12cm

4700

fc
tpg

4700
fc pc

Mencari besaran-besaran slab komposit

4700
35

Ac = Apc + Atpg

=1200cm2 + 111,2 cm2 = 2311,2cm2

yt
(100x12x6x0,926) (100x12x18)
12,23cm

Atpg

= btpg x htpg x n

(100x12x0,926)
(100x12)

= 100cm x 12cm x 0,926 =1111,2 cm2

Itopping concrete = 1/12 x 100 x 123 x (0,926) =


13334,400 cm4

Tebal selimut beton 5cm

e = yb selimut beton
6 5 = 1 cm

Yb=23 12,23 = 11,77cm

Momen Inersia Composit

y'b

I precast preslab

11,77

= I precast preslab + A precast preslab

= 54351,480 cm4 + 56463,294cm4

=110814,774 cm4

Wt '
yt

I'
c

110814,774

9060,897cm3

12,23

W'
I 'c

110814 ,774

kt'

W ' 9415,019
b
4,074cm Ac ' 2311,2

9415,019cm
3

kb'

W ' 9060,897
t
3,920cm Ac ' 2311,2

Menghitung beban kerja pada saat


pelaksanaan

Beban mati

Bs slab
= 0,12 x 1 x 250 = 30 kg/m
Bs topping

qUL

= 0,12 x 1 x 250 = 30 kg/m

= 1,6 x 250

Bs total

= 400 kg/m

= 60 kg/m

MUL
= 1/8 x 400 x 4,502 = 1012,5

qUD

kg.m

= 1,2 x 60 = 72 kg/m
MUD
= 1/8 x 72 x 4,502 = 182,25

MUT

kg.m

= 182,25 + 1012,5 = 1194,75


kg.m

MUDI
= 1/8 x 91,125 x 4,502 =

1. Kekuatan Batas
230,660 kg.m

Aps = 7/16 inci = 0,742 cm


Beban Hidup

Analisa Metode Pelaksanaan Pelat Precast Preslab (Ike Pontiawaty)


33

d = h selimut beton d = 24 5 = 19cm


t = 0,85

ps

= 1,8750 1 0,5 0,00039

18750

350

= 18555

0,742

Periksa indeks penulangan = =

0,00039

0,00039 18555

350

bxd

= 0,02 0,30

100x19

T= Aps x fps = 0,742 x 18750 =


13912,500 kg/cm2
C = -,85 fc x b x a = 0,85 x 350 x 100 x
a

a
13912,500
0,468cm

0,85x350x100
=

1 0,5

Momen Ultimit Nominal

Mu

= 0,9 x Mn

= 0,9 x 261081,975 = 234973,778 kgcm

Menghitung tegangan pada saat pelak-sanaan

Kontrol tegangan beton terhadap kekuatan


strand yang ada yaitu 4 buah strand

F = 0,742 x 0,70 x 18750 x 4 = 38955kg Fo = 1,2


xF
1,2 x 38955 = 46746 kg

Sebelum terjadi komposit, saat transfer

2.
=

+210,00kg/cm

+210,00kg/cm

Setelah service load

( 5)

28955 11,947

38955 1

1200

2400

2400

= 48,08

+157,5000

11,947

38955 1

28955

1200

2400

2400

= 16,03

+157,5000

34

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (29-40)

Momen Retak

13,096 46746 46746x1 Mcr 1200


2400 2400
Fr = 0,7 350 = 13,096 kg/cm

Mcr

fr F F.e Mcr A I 2400

13,096 38,955 19,478 2400

Mcr = 2400 x 71,529 = 171669,6 1,2 Mcr =


1,2 x 171669,6

Es = 10- x 103 Mpa = 1900000 kg/cm2


Eci = 4730 x fc = 4730 x 350 = 88490,198

= 206003,520 kg.cm

Syarat: 1,2 Mcr < Mn .


kg/cm2
206003,520 kg.cm < 234973,778 kg.cm
ok

Kehilangan gaya prategang pada saat


pelaksanaan

1. Elastic Shortening

fcir

Kehilangan prategang akibat perpendekan


elastis beton

Fo

ES Es Eci

fcir

Fo.e2

Dimana: Es = Modulus Elastisitas Baja

Eci = Modulus elastisitas beton saat awal


prategang

fcir = Tegangan tekan beton pada pusat


baja prategang saat transfer prategang

Mg.e

38955

e1

2,306
5,92105 cm

e2 = e1 e = 5,92105 1 = 0,999cm
Fo= 0,9 x F = 0,9 x 38955 = 35059,5
kg.cm

fcir

Fo

Fo.e2

Mg.e

A
fcir

35039,5

35039,5x0,9992

2,306x1

ES = Es m

31,04kg / cm3

2. Creep Beton

Kehilangan gaya prategan akibat rangka untuk


componen struktur dengan tendon terikat

CR = kcr

Dimana: Kcr
pratarik

Ec

Es

(Fcir fcds)

2 untuk componen struktur

1,6 untuk componen struktur pasca tarik

fcds
=
Tegangan beton pada titik berat tendon
1200

14400

akibat seluruh beban mati yang bekerja

14400

pada komponen struktur setelah diberi

gaya prategang

14400

Es
=
Modulus elastisitas baja

Ec
=
Modulus elastisitas beton umur 28 hari

fcds
MDL.e

2,306x1

kcr = 2 untuk struktur pretension

1,60104 kg / cm 2
Es = 190 x 103 Mpa = 1900000 kg/cm2 Ec =
88490,198 kg/cm2

CR = kcrx

Es
x(Fcir Fcds)

Ec

88490,198
2x
1900000
cm2

x(31,04
1,60104 ) 1326,403
kg

3. Shinkage

Kehilangan gaya prategang akibat susut beton

Analisa Metode Pelaksanaan Pelat Precast Preslab (Ike Pontiawaty)


35
=8,20 10

16

10,06 100

= 0,73 (setelah
10 hari curing) namun

Dimana: RH
=

untuk balok pratarik nilainya menjadi

Kelembapan relative

Ksh

1,0

Kre = 138 (Tabel 2.3)


J

= 0,15 (Tabel 2.3)

= 1,45 (Tabel 2.4)

V/S
=
perbandingan
volume

RE = [138 0,15 (319,390 + 1326,403 +

terhadap

660,469)]1,45 = 301,513kg/cm2

5. Kehilangan prategang akibat slip angker


permukaan

=
.

RH = 75% , V/S = 3 dan ksh = 1,0 (untuk


pratarik)
= 8,20 1016 1,0 1900000 1 0,06 3 100

75 = 319,390

4. Relaksasi

Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi


baja

RE = [Kre J (SH +CR + ES)]C

Dimana : Kree

= Koef. Relaksasi baja

= faktor pengaruh SH, CH, dan ES (lihat tabel 2.3)

= Factor jenis baja prategang (lihat tabel 2.3)

L
=
450 cm

Dimana : f
= Kehilangan prategang pada baja
=
.

= deformasi total pada angker maks = 6

0,6 660,469

= 0,880

mm

a
2

= 6mm = 0,6 cm

450

ES
2

= 660,469 kg/cm (lihat tabel 2.3

26607,774 kg/cm

fsi
=
0,70 x 18750 = 13125 kg/cm

TL%
=

2607,774

100% = 19,86% 25%

Kehilangan gaya prategan total


13126

TL
=
ES + CR + SH + RE

Lendutan pada saat pelaksanaan a. Camber


akibat gaya prategang
= 660,469 +1326,403 +319,390 +301,512

Lendutan akibat beban mati (berat sendiri


precast preslab + berat sendiri topping
concrete)
=

54

38955 1450

5 0,72 4504
= 0,778

384

8 87928,98 14400

384 87928,948 14400

+0,303

Lendutan akibat beban hidup

54

= +1,306

5 4 4504

Lendutan total :

total = 0,831 cm

Lendutan maksimum yang diizinkan maks =


450 / 360 = 1,250 cm

jadi total maks . 0,821 1,250 . Ok

Menghitung beban kerja pada saat


pemakaian

Beban mati
3

384

Bs keramik
= 0,05 x 1 x 24 = 0,12 kg/m
Bs adukan dari semen
384 87928,948 1400

= 0,05 x 1 x 21 = 1,05 kg/m


Bs dinding pasangan

batako
= 0,15 x 1 x 300 = 45 kg/m
Bs plafond
= 0,004 x 1 x 11

= 0,044 kg/m

qUD

Bs slab

= 1,2 x 106,214

= 0,12 x 1 x 250
= 30kg/m

= 127,457 kg/m
MUD

Bs topping
= 0,12 x 1 x 250

= x 127,457 x 4,502

= 30kg/m

= 322,626 kgm

Bs total

MUD1

= 106,214 kg/m

= x 63,729 x 4,502
= 161,315 kgm

36

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (29-40)

Menghitung tegangan pada saat


pemakaian
Beban Hidup
Kontrol tegangan beton terhadap kekuatan
strand yang ada yaitu 4 buah strand
qUL
=1,6 x 400
= 640 kg/m

F = 0,742 x 0,70 x 18750 x 4 = 38955 kg

MUL
= x 640 x 4,502
= 1620kgm
MUT

Fo

= 1,2 x F

= 1,2 x 38955 = 46746 kg

= 322,626 + 1620
= 1942,626 kgm

Sebelum terjadi komposit, saat transfer


=

=
46746

1,613

+
4674 1

1200

2400

2400

= 58,43

+210,00

=
46746

1,613

4674 1

1200

2400

2400

= 19,47

+210,00

38955

19,427

+
( 5)

3211,2

=
9060,897

= 45,96

+157,50

9060,897

+
( 5)

=
38955

19,427

= 11,15

+157,50

3211,2

Kehilangan gaya prategang pada saat


pemakaian

1. Elastic Shortening

Kehilangan
prategang akibat perpendekan

elastis beton

ES = Es.

fcir

Eci

Dimana : Es

=
Modulus elastisitas baja

Eci

=
Modulus elastisitas beton saat awal

prategang

Fcir

= Tegangan tekan beton pada pusat baja

prategang saat transfer prategang

Es

= 190 x 103 Mpa = 1900000 kg/cm3

Eci
= 4730 fc = 4730 x 350 =

88490,198 kg/cm2

2. Setelah service load


1

1,613

= 405

38955

Analisa Metode Pelaksanaan Pelat Precast Preslab (Ike Pontiawaty)

37

Fo = 0,9 x F = 0,9 x 38955 = 35059,5 kg.cm


e2 = e1 e = 405 -1 = 0,999 cm

35059,5

35059,5. 0,999 2

1,61 1

1200

14400

14400

= 31,65

31,65

= 1900000

2. Creep beton

Kehilangan gaya prategang akibat ranka


untuk komponen struktur dengan tendon
terikat
88490,198

CR = kcr.

Es
= 679,566

(Fcir fcds)

Ec

Dimana : Kcr

= 2 untuk komponen struktur pratarik

1.6 untuk komponen struktur pasca

Fcds =
tarik

fcds

= Tegangan beton pada titik berat tendon

MDL.e

1,613x1
04

= 1,120 kg/cm

akibat seluruh beban mati yang

komponen struktur setelah diberi gaya

prategang

I
Es

14400

= Modulus elastisitas baja

Ec

kcr
= 2 untuk struktur pretensin

= Modulus elastisitas beton umur 28 hari

Es
= 190 x 103 Mpa = 1900000 kg/cm3

3. Shrinkage
Ec
= 88490,198 kg/cm3

Kehilangan gaya prategang akibat susut beton


= 8,20 106

CR = kcr x
Es

(Fcir fcds)

1 0,06

Ec
(100 )

2 x 88490,198

1900000

1,12004) = 1311 kg/cm3

x (31,65

permukaan
Dimana : RH
=
Kelembapan relative

Ksh
=
0,73 (setelah 10 hari curing) namun

RH = 75% , V/S = 3 dan ksh = 1,0 (untuk


pratarik)
= 8,20 106 1,0 1900000 1 0,06 3 (100 75

= 319390

4. Relaksasi
untuk balok pratarik nilainya menjadi

Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi


baja

1,0

RE = [Kre J (SH +CR + ES)]C

Dimana : Kre
= Koef. Relaksasi baja

V/S

= faktor pengaruh SH, CH, dan ES (lihat

perbandingan
volume
terhadap
tabel 2.3)

C
= Factor jenis baja prategang (lihat tabel

Dimana : f = Kehilangan prategang pada baja

2.3

a = deformasi total pada angker maks = 6mm

Kre
=

a = 6mm = 0,6 cm ES = 679,566

138 (Tabel 2.3)

J
=

=
.

0,15 (Tabel 2.3)


C

0,6 679,566

= 0,906

=
1,45 (Tabel 2.4)

RE = [138 0,15(319,390+1311+679,566)]
1,45 = 301,513kg/cm2

5. Kehilangan prategang akibat slip angker

a.Es

450

= 450 cm

38

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (29-40)

Kehilangan gaya prategang total

TL

= ES + CR + SH + RE

679,566 +1311 +319,390 + 302,315


2612,271 kg/cm2

Lendutan pada saat pemakaian a. Camber


akibat gaya prategang

fsi
= 0,70 x 18750 = 13125 kg/cm2

TL%

2612,774
=

x100% = 19,50% 25% Ok

38955 1 450

13125

8 87928,948 110814,774

+0,069

Lendutan akibat beban hidup

54
0,101

Lendutan akibat beban mati


5 1,274 4504

54
=

5 1,274 4504

384

384

384 87928,948 110814,774


384 87928,948 110814,774

Untuk kehilangan gaya prategang total


didapat presentase rata-rata kurang dari 25%
untuk pratarik :

= +0,350

Lendutan total : total = 0,318 cm

Lendutan maksimum yang diizinkan maks =


450 / 360 = 1,250 cm

jadi total maks . 0,821 1,250 . Ok

2. Pada saat pemakaian

Pada waktu transfer Ft dan Fb F ijin tekan Ok

Ft = -58,43 kg/cm2 0,60 fc

Fb = -19,47 kg/cm2 0,60 fc

Setelah service load Ft dan Fb F ijin tekan ... Ok

Ft = -45,96 kg/cm2 0,45 fc

Fb = -11,15 kg/cm2 0,45 fc

TL = 2612,271 kg/cm2
TL% = 19,50% 25% . Ok

Lendutan total

total = 0,318 cm

Lendutan maksimum yang diizinkan

maks = 450 / 360 = 1,250 cm\


jadi total maks . 0,318 1,250 . Ok

Pada saat pelaksanaan , pada waktu transfer


Ft = -58,74 kg/cm2 F ijin tekan= 0,60 fc, Fb
= - 19,47 kg/cm2 0,60 fc. Setelah service
load Ft = - 48,08 kg/cm2dan Fb = -16,03
kg/cm2 F ijin tekan = 0,45 fc. Untuk
kehilangan gaya prategang total didapat
presentase rata-rata kurang dari 25% untuk
pratarik Tl= 19,86 % 25%. Jadi untuk pelat
precast preslab dan topping concrete dengan
bentang 450 cm dan lebar 100cm serta tinggi
keseluruhan 24 cm , dengan mutu baja
prategang digunakan seven wire stress
relieved 7/16 Grade 270 (ASTM A-416)
sebanyak 4 buah strand aman untuk
digunakan pada struktur lantai Gedung
perkuliahan IPB Bogor, baik pada saat
pelaksanaan maupun pada saat pemakaian.

DAFTAR PUSTAKA:
KESIMPULAN

ACI 318-95. Buliding Code


Dari analisa metode pelaksanaan lantai
menggunakan struktur pelat precast preslab
dengan menambah topping concrete yang
dicor ditempat sehingga menjadi satu
kesatuan monolit. Diperoleh tegangan yang
timbul pada penampang komposit diperoleh
control tegangan beton terhadap kekuatan
strand yang ada yaitu: F = 38955 kg, Fo =
46746 kg.

Requirements for Reinforced Concrete.


American Concrete Institusi, 1995.

Asiyanto, Metode Konstruksi Gedung


Bertingkat, UI Press, 2006

Analisa Metode Pelaksanaan Pelat Precast Preslab (Ike Pontiawaty)


39

Budiadi, Andri. Desain Praktis Beton


Prategang, Andi, Yogyakarta, 2008

Cahyadi, Chandra. .

Lin TY., NH Burns. Desain Beton


Prategang Erlangga, Jakarta, 1988
SNI-03-2847-2002, Tata

Tachya Yoyo, Ir, Beton Prategang


Universitas Ibnu Khaldun, Bogor, 2004

Cara

Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan


Gedung, Badan Standarisasi Nasional, 1989

SNI-1727-1989-F, Pedoman Perencanaan


Pembebanan untuk Rumah dan Bangunan,
Badan Standarisasi

Tachya Yoyo, Ir, Struktur Jembatan


Prategang, Universitas Pakuan,
Bogor,2005

PENULIS

Ir. Ike Pontiawaty, MT. Staf Pengajar


Nasional, 1989

Program Studi Teknik Sipil, Fakultas


Teknik, Universitas Pakuan, Bogor.

Simanjuntak dkk, Sistem Pracetak beton di


Indonesia, UI Press,2001

40

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (29-40)

OPTIMALISASI VIDEO STREAMING DENGAN MENGGUNAKAN


TEKNOLOGI ADAPTIVE MEDIA PLAYOUT, PACKETS SCHEDULING DAN
CHANNEL-ADAPTIVE

Oleh :

Agustini Rodiah Machdi

Abstrak

Video streaming adalah interaksi memutar file video antara 2 atau lebih, di dalamnya terdapat
server sebagai pemutar video dan client sebagai pemirsa atau yang menonton video tersebut,
dimana data video tersebut mengalami proses kompresi (encode dan stream).

Kemajuan terbaru dalam teknologi video streaming adalah teknologi channel-adaptive. Adaptive
media playout di sisi client dapat digunakan untuk mengurangi buffering dan mengurangi nilai
rata-rata latency, serta memberikan batasan tingkat skalabilitas. Rate-distorsi dioptimalkan
melalui penjadwalan paket, dengan menentukan paket terbaik untuk dikirim sehingga mengurangi
distorsi terkait dengan pengiriman paket tersebut, dependensi interpacket, dan keberhasilan
transmisi data yang sebelumnya.

Channel-adaptive paket sangat tergantung pada kontrol sehingga meningkatkan ketahanan


terhadap kesalahan streaming video dan mengurangi atau menghilangkan terjadinya transmisi
ulang paket.

Kata kunci : streaming, media server, encoder, kompresi, dekompressi, channel-adaptive, ratedistortion, packets-scheduling, video, audio, packet-loss, retransmission, error robustness,
adaptive media playout.

PENDAHULUAN

Video streaming merupakan konten yang


dikirim dalam bentuk terkompresi (encode
dan stream) melalui Internet dan ditampilkan
oleh penampil secara real time. Dengan
streaming video atau media streaming,
pengguna Web tidak harus menunggu untuk
mendownload file untuk melihat konten video.
Sebaliknya, media dikirim dalam data stream
secara kontinyu dan instan.

Pengguna membutuhkan player yang


merupakan program khusus yang dengan
fungsi decopmpressi dan mengirimkan data
video dengan tampilan dan data audio ke
speaker.

Video streaming biasanya dikirim dari file


video rekaman ataupun secara live, dan dapat
didistribusikan sebagai bagian dari feeding
siaran langsung. Dalam siaran langsung,
sinyal video diubah menjadi sinyal digital
dekompresi (encode dan stream) dan dikirim
dari server Web khusus yang mampu
melakukan multicast, berupa server yang
berkemampuan melakukan pengiriman file
sama untuk beberapa pengguna pada waktu
bersamaan.

Contoh pemakaian adalah youtube, situs yang


terkenal didunia dimana ada jutaan bahkan
lebih video didalamnya.namun sistem yang
dipakai oleh youtube adalah VIDEO ON
DEMAN bukan LIVE VIDEO STREAMING,
Jadi video hanya tersimpan di mesin server

Optimalisasi Video Streaming Dengan Menggunakan Dengan Menggunakan ..(Agustini RM)


41

server.
dan apabila ada permintaan pemutaran video
akan otomatis terputar di www.youtube.com.

Sebuah sistem video streaming memiliki


empat komponen utama, seperti yang
ditunjukkan pada gambar 1, yaitu :

Aplikasi encoder (sering disebut "produser"


dalam system komersial) yang memampatkan
sinyal video dan audio dan meng-uploadnya
ke media

2)
Media server yang menyimpan
dekompresimedia stream dan mengirimkan
berdasar pada permintaan, media server ini
harus

mampu melayani ratusan stream secara


bersamaan.

Mekanisme transportasi yang mengirimkan


paket dari media server ke client untuk
layanan video yang terbaik bagi para klien.

Dekompresi pada aplikasi client dapat


merender paket video dan audio dan

menerapkan control interaktif bagi klien.


Untuk kinerja end-to-end terbaik, komponen
ini harus dirancang dan dioptimalkan.

Gambar 1. Komponen Video Streaming


media streaming yang diproduksi setiap bulan
dilayani oleh ratusan ribu streaming media
server.

Sejak tahun 1995, internet video streaming


telah mengalami pertumbuhan yang
fenomenal. Lebih dari satu juta jam content

Web browser merupakan player media


streaming nomor satu yang memiliki lebih

dari 250 juta pengguna yang terdaftar, dengan


lebih dari 200.000 pengguna dengan instalasi
baru setiap harinya. Hal ini terjadi meskipun
terdapat kesulitan dalam mentransmisikan
data paket melalui Internet, karena adanya
variabilitas di throughput, delay dan rugirugi.

Makalah ini membahas metode baru dalam


video streaming yang bertujuan untuk
mengurangi latency yang melekat pada sistem

42

media stream packetized melalui jaringan


paket switching.

Tidaklah mengherankan bahwa tantangan ini


telah menarik upaya penelitian yang cukup
besar, khususnya diarahkan pada efisiensi ,
daya tahan dan pengkodean scalable video
dan transmisi data [1] [2].

Klien video streaming biasanya menerapkan


deteksi error dan teknik penyembunyian
untuk mengurangi dampak paket yang hilang
[3]. Kecuali dipaksa oleh firewall, sistem
streaming media tidak mengandalkan TCP

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (41-48)

untuk mengangkut media tetapi menerapkan


level aplikasi sendiri sebagai mekanisme
transport untuk memberikan yang terbaik
pengiriman paket end-to-endsaat harus
beradaptasi dengan kondisi jaringan berubah.

Isu umum termasuk retransmisi dan buffering


paket [4], membangkitkan paket paritycek [5],
rate control TCP-friendly [6], dan adaptasi
receiver-driven untuk multicasting [7].
Arsitektur jaringanbaru, seperti DiffServ [8]
dan transmisi keragaman pathdalam jaringan
paket [9], juga termasuk dalam kategori ini.

Media server dapat membantu menerapkan


mekanisme transport yang cerdas,dengan
mengirimkan paket yang tepat pada waktu
yang tepat, tetapi jumlah perhitungan yang
dapat dilakukan setiap jalur media sangat
terbatas karena banyaknya aliran yang akan
dilayani secara bersamaan.

Sebagian besar beban terdapat pada sistem


transmisi yang efisien dan kuat, oleh karena
itu pada aplikasi encoder ditambahkan fitur
agar dapat beradaptasi dengan berbagai
kondisi saluran sehingga tidak mengandalkan
pada media server. Representasi yang
memungkinkan nilai skalabilitas sangat
penting untuk dapat beradaptasi dengan
berbagai throughput jaringan tanpa
memerlukan perhitungan pada server media.

Teknik multipel representasi redun adalah


cara mudah untuk mencapai kinerja ini, dan
teknik ini secara luas digunakan dalam sistem
komersial [4]. Merakit dikompresi dynamic
bit-stream tanpa terjadinya drift, S-frame [10]
dan SP-frame [11] telah diusulkan.
Representasi embedded scalable video seperti
FGS [12] sangat baik dalam tingkat adaptasi,
namun masih sangat kurang efisien, terutama
ada bit rate rendah.

Representasi embedded scalable merupakan


kasus khusus dari multiple deskripsi coding

dari video dikombinasikan dengan packet


path diversity [9] [13]. Pada akhirnya source
coder bisa melakukan trade-off dengan
beberapa efisiensi kompresi untuk
meningkatkan daya tahan terhadap kesalahan
[14]. Untuk encoding live video streaming,
umpan balik informasi dapat digunakan untuk
beradaptasi terhadap daya tahan kesalahan,

menghasilkan pengertian tentang channeladaptive source coding. Seperti skema telah


terbukti memiliki kinerja superior [15]. Untuk
precompressed video yang disimpan di media
server, teknik channel-adaptive source coding
dapat dilakukan melalui urutan perakitan
paket secara on the fly.

Baru-baru ini kemajuan yang paling menarik


dalam teknologi video streaming adalah
adanya anggapan bahwa beberapa komponen
system bersama-sama dan bereaksi terhadap
packet loss dan delay, sehingga melakukan
channel-adaptive streaming. Dalam makalah
ini, akan ditinjau beberapakemajuan terbaru
dalam channel-adaptive streaming.

Sebagai contoh suatu teknik baru yang


berbasis receiver, yang selanjutnya akan
dibahas pada bagian 2, untuk mengurangi
delay yang ditunjukkan dengan adanya buffer
pada kliendan memberikan tingkat
skalabilitas dalam nilai rentang kecil.

Kemudian di Bagian 3 dibahas mengenai


peninjauan atas optimalisasi rate-distortion
pada penjadwalan paket sebagai bagian yang
paling penting dalam mekanisme transportasi.

Sebuah contoh suatu teknik encoder-server


channel-adaptive yang dibahas adalah ide
tetang ketergantungan kontrol paket untuk
mencapai latency sangat rendah yang
diuraikan dalam Bagian 4.

Semua teknik ini berlaku untuk wireline serta


jaringan nirkabel.

ADAPTIVE MEDIA PLAYOUT (AMP)

AMP adalah variasi control kecepatan play


out media yang dikendalikan klien. Hal ini
memungkinkan klien menyesuaikan data rate
tanpa keterlibatan langsung dari server.
Sebuah AMP-enabled klien mengontrol
tingkat playout video sesuai dengan skala
durasi framevideo yang ditampilkan[8].

Untuk sinyal audio, pengolahan teknik seperti


enhanced waveform similarityoverlap-add
(WSOLA) time-scale modification algorithm
[4] memungkinkan latency bernilai rendah,

Optimalisasi Video Streaming Dengan Menggunakan Dengan Menggunakan ..(Agustini RM)


43

perubahan paket-by-paket dalam kecepatan


play out sambil menjaga pitchasliaudio.
Seperti yang diamati dalam [10], AMP dapat

digunakan langsung sebagai bentuk dari


skalabilitassource-rate. Ketika sebuah
program media yang tersimpan di-encode
pada tingkat resolusi yang lebih tinggi dari
pada koneksi pengguna, klien bisa

memperlambat laju playout sehingga hanya


mengkonsumsi data pada tingkat resolusi
yang sesuai dengan saluran bandwidth yang
dimiliki klien.

Dalam pembahasan berikut lebih terokus pada


kasus dimana tingkat fluktuasi saluran
transmisi hanya cukup untukstream yang
diinginkan sumber, tapi buffering harus
mampu menyerap dips jangka pendek sesuai
kapasita saluran.

Dalam hal ini, kualitas video sangat


tergantung pada ukuran buffer dan keseuaian

delay. Ada dua buffering delay yang dialami


oleh pengguna yaitu : prerolldelay dan
viewing latency.

Prerolldelay adalah waktu yang digunakan


untuk proses buffering pada klien untuk
menujuk kondisi yang diinginkan sehingga
playout dapat dimulai sesuai permintaan
streaming pengguna.

Viewinglatency, lebih terlihat dalam kasus live


streaming, merupakan interval waktu
memisahkan acara live danwaktu tayang pada
klien.

Gambar 2. AMP-initial.

Untuk Preroll delay rendah, playout dimulai


setelah sejumlah kecil jumlah frame buffer
pada klien. Slow playout memungkinkan
buffer untuk melaju ke tingkat target yang
lebih aman untuk melakukan playout yang
terjadi dari waktu ke waktu. Dalam contoh
ini, Frame Periode membentang sebesar 20%
selama periode playout lambat.

Gambar. 2 menggambarkan AMP-initial. Plot


grafik paling atas pada Gambar. 2
menunjukkan asumsi source rate dan channel
good put sebagai fungsi dari waktu. Untuk
tujuan ilustrasi, source rate, channel goodput,
dan tingkat konsumsi dari proses playout
dikecepatan normal playout adalah 0,1Mbps.

44

Plot grafik kedua di Gambar. 2 menunjukkan


isian buffer klien sebagai fungsi dari waktu
untuk kasus playout non adaptive.

Diasumsikan tingkat target buffer adalah


1Mb, menghasilkan waktu preroll 10 detik
pada contoh ini.

Plot grafik yang ketiga menggambarkan isian


buffer klien untuk skema AMP-initial dimana
playout dimulai ketika isi sanbuffer hanya
setengah tingkat dari target.

Dalam contoh ini terjadi setelah 5 second.


Klien pada tahap awal mengalami
slowplayout untuk meningkatkan isian buffer

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (41-48)

seiring waktu hingga mencapai target total


tingkat buffer 30 second tercapai.

Dua grafik plot terbawah pada gambar. 2


menunjukkan viewing latency untuk kasus
non adaptive dan adaptif. Untuk kasus non
adaptive latency tetap konstan, untuk skema
AMP meningkatkan latency darI 5 second
pada tahap awalnya dan 10 second ketika
target levelbuffer tercapai.

3. RATE-DISTORTION (R-D)OPTIMIZED
PACKET SCHEDULING

Kemajuan kedua yang akan dibahas dalam


adalah sebuah teknik transportasi. Karena
buffer playout terbatas, dan karena ada
kendala pada keterbatasan tingkat kecepatan
transmisi yang diijinkan, pengiriman ulang
paket yang hilang merupakan upaya untuk
mengalihkan masuknya transmisidari paket
selanjutnya dan mengurangi jumlah waktu
bagi paket yang berikutnya yang harus
berhasil melintasi saluran.

Sistem media streaming harus dapat membuat


keputusan, dan karena itu, yang mengatur
bagaimana mengalokasikan sumber daya
transmisi antar paket adalah tugas media
streaming.

Baru-baru ini karya Chou et al. menyediakan


kerangka kerja fleksibel untuk memungkinkan
tingkat-distorsi optimalisasi kontrol transmisi
paket[19] [20]. Sistem ini dapat
mengalokasikan sumber daya waktu dan
bandwidth antara paket dengan cara
meminimalkan nilai fungsi laju Lagrangian
dan distorsi. Sebagai contoh, suatu skenario di
manaframe media berukuran seragam
ditempatkan dalam paket individu, dan satu
paket ditransmisikan per interval transmisi
diskrit.

Tingkat-distorsi sistem streaming dioptimal kan dengan cara memutuskan paket mana
yang harus ditransmisikanpada setiap
kesempatan berdasarkan tenggat waktu paket,
sesuai urut-urutan transmisi, statistik saluran,
informasi umpan balik, packets
interdependencies, dan pengurangan distorsi
dihasilkan oleh masing-masing paket jika
berhasil diterima dan diterjemahkan.

Kerangka kerja ini dikemukakan dalam [19]


merupakan framework yang fleksibel.

Menggunakan kerangka kerja,jadwal paket


yang dioptimalkan dapat dihitung di sisi
pengirimatau penerima.

Rendahnya kompleksitas penting untuk


implementasi streaming berbasis server,
sedangkan ketahanan terhadap distorsi
penting untuk implementasi berbasis receiver.

Fungsi framework disisi adaptive media


playout, setiap penjadwalan paket bisa
dioptimalkan, direkomendasikan bersamaan

dengan playout individu deadline. Untuk itu,


ukuran distorsi diperluas dengan istilah
penalizes time-scale modification and delay
[18].

CHANNEL-ADAPTIVE PACKET DEPENDENCY


CONTROL

Untuk transmisi suara melalui Internet


latency di bawah 100 ms sudah dapat
terpenuhi, tetapi untuk streaming video biasa
nya latency jauh lebih tinggi, walaupun teknik
seperti adaptive media playout dan R-D
optimized packet scheduling digunakan. Ini
merupakan hasil dari ketergantungan antar
paket karena prediksi interframe.

Jika sebuah isi paket, katakanlah, satu frame


hilang, semua frame berikutnya yang akan didecoding tergantung pada frame yang hilang
tadi.Oleh karena itu, dalam sistem komersial,
waktu dan upaya untuk pengiriman ulang
paket tetap disediakan untuk menjamin
penerimaan bebas kesalahan pada setiap
frame, sehingga latency menjadi lebih tinggi.

Kontrol dependensi paket telah diakui


merupakan cara yang ampuh sebagai alat
untuk meningkatkan ketahanan terhadap paket
error (error-robustness).

Dalam rangka meningkatkan error-robustness


dan menghilangkan transmisi ulang, beberapa
representasiframe tertentu telah tersimpan di
server streaming sehingga representasi dapat
dipilih yang hanya menggunakan frame
sebelumnya sebagai acuan yang dapat
diterima dengan probabilitas sangat tinggi.

Optimalisasi Video Streaming Dengan Menggunakan Dengan Menggunakan ..(Agustini RM)

45

Dengan anggapan ketergantungan di seluruh


paket dan kontrol dinamis ini mampu
beradaptasi dengan kondisi saluran yang
berbeda-beda. Dengan peningkatan errorrobustness, kebutuhan akan transmisi ulang
dapat dihilangkan. Buffering diperlukan hanya
untuk menyerap delay jitter paket, sehingga
waktu buffering dapat direduksi menjadi
beberapa ratus mili detik.

Karena trade-off antara kesalahan-ketahanan


dan efisiensi coding, di makalah ini
menerapkan optimal picture type selection

(OPTS) dalam faramework Rate-Distorsion


(RD), mengingat konten video, probabilitas
rugi saluran dan umpan balik saluran
(misalnya ACK,NACK, atau TIME-OUT).
Hal ini berlaku untuk kedua pre-encoding
video offline dan assembling bitstreams
selama streaming.

Dalam coding setiap frame, beberapa


percobaan dibuat, termasuk menggunakan IFRAME serta Inter-kode frame menggunakan
bingkai acuan yang berbeda dalammemori
jangka panjang. rate distortion yang terait
diperoleh dan diharapkan untuk dapat
menghitung nilai untuk percobaan tertentu
melalui formulasi Lagrangian.

Distorsi diperoleh melalui accurate binary


tree modeling berdasar pada channel loss rate
dan kesalahan propagasi.Jenis gambar yang
optimal dipilih sedemikian rupa sehingga nilai
RD minimal bisa tercapai. Bahkan tanpa
retransmisi, kualitas yang baik masih bisa
dipertahankan untuk sequence video yang
dikirim melalui saluran lossy [27]. Dengan

demikian error-robustness yang sangat baik


dicapai melalui packet-dependency control
yang digunakan untuk mengurangi atau
bahkan sepenuhnya menghilangkan
retransmission, sehingga nilai latency
mendekati transmisi suara melalui Internet.

KESIMPULAN

Tiga teknologi tersebut yaitu Adaptive Media


Playout, Packets Scheduling dan ChannelAdaptive yang digunakan pada video
streaming mampu menghilangkan packet
retransmission yang dikenal merupakan

penyebab latency pada video streaming,


sehingga latency ter-reduksi menjadi < 10
second.

Penggunaan ke tiga teknologi itu juga mampu


mengurangi error dan distorsi pada transmisi
video streaming, dengan adanya errorrobustness yang juga mampu menghilangkan
packet retransmission.

Yang terjadi pada video streaming melalui


internet ini kini mampu mempunyai nilai
latency yang sama dengan latency dari
transmisi voice streaming, walaupun diakses
oleh klien dengan kondisi saluran internet
yang berbeda-beda.

DAFTAR PUSTAKA

M. R. Civanlar, A. Luthra, S. Wenger, and W.


Zhu (eds.), Special Issue on Streaming Video,
IEEE Trans. CSVT,vol. 11, no. 3, Mar. 2001.

C. W. Chen, P. Cosman, N. Kingsbury, J.


Liang, and J. W. Modestino (eds.),

Special Issue on Error Resilient Imageand


Video Transmission, IEEE

Journal on Selected Areain Communications,


vol. 18, no. 6, June 2001.

Y. Wang, and Q. Zhu, Error control and


concealment forvideo communication: a
review, Proceedings of the IEEE,vol. 86:5, p.
974-97, May 1998.

G. J. Conklin, G. S. Greenbaum, K. O.
Lillevold, A. F. Lippman,and Y. A.

46

Reznik, Video coding for streaming


mediadelivery on the Internet, IEEE

Trans. CSVT, vol. 11, no. 3,pp. 269-81, Mar.


2001.

W. Tan, and A. Zakhor, Video multicast


using layered FECand scalable compression,
IEEE Trans.

CSVT, vol. 11, no. 3,pp. 373-87, Mar. 2001.

W. Tan, and A. Zakhor, Real-time Internet


video using errorresilient scalable
compression and TCP-friendly
transportprotocol, IEEE Trans.

Multimedia, vol. 1, no. 2, pp. 172-86,June


1999.

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (41-48)

7)
McCanne, M. Vetterli, and V.

International
Conference
on
Image

Jacobson,

Low-complexityvideo

Processing (ICIP-01), Thessaloniki,

coding for receiver-driven layered

Greece, Oct. 2001.

multicast, IEEEJournal on Selected

18)
M.
Kalman,
E. Steinbach,

and
B.

Areas in Communications, vol. 15, no.

Girod,

R-D
Optimized

Media

6,pp. 983-1001, Aug. 1997.

Streaming
Enhanced
With
Adaptive
8)

J. Shin, J. Kim,
and C.-C. J. Kuo,

Media Playout,in Proc. Intl Conf.

Quality-of-service

mapping

Multimedia and Exhibition, Lausanne,

mechanism for packet video in

Switzerland, Aug. 2002.

differentiated services network, IEEE


19)
P.

A.
Chou

and Z
Miao,
Rate-

Transactions
on
Multimedia,
vol.3,

distortion
optimizedstreaming
of

no.2,pp.219-31, June 2001.

packetized

media,

IEEE

9)
J. Apostolopoulos, T. Wong, W. Tan,

Transactionson
Multimedia,
February

and S. Wee, On multiple description

2001.
Submitted.
http://research.

streaming

with

content
delivery

microsoft.com/pachou

networks,IEEE Infocom, July 2002.


20) P. A. Chou and A. Sehgal, Rate10)
N. Farber, and B. Girod, Robust

distortion

optimizedreceiver-driven

H.263 Compatible Video Transmission

streaming over best-effort networks,

for Mobile Access to Video Servers,

PacketVideo Workshop, Pittsburg, PA,

ProceedingsICIP 97, vol. 2, pp. 73-76,

April 2002.

Santa Barbara, Oct. 1997.

21) T. Wiegand, N. Farber, and B. Girod,


11)
M. Karczewicz, and R. Kurceren, A

Error-resilient
videotransmission

proposal for SPframes, Proposal to

using long-term memory motion-

H.26L, Jan. 01.

compensatedprediction,
Journal
on
12)
M. van der Schaar, and H. Radha, A

Selected Areas in Communications,vol.

hybrid

temporal-SNRfine-granular

18, no. 6, pp. 10501062, June 2000.

scalability for Internet video, IEEE


22)
ITU-T

Recommendation

H.263

Trans.CSVT, vol. 11, no. 3, pp. 318-31,

Version 2 (H.263+), Videocoding for

Mar. 2001.

low bitrate communication, Jan. 1998.


13)
Y.
Wang,
M.
Orchard,
V.
23)
ITU-T
Video

Coding
Expert
Group,

Vaishampayan, and A. R. Reibman,

H.26L Test ModelLong Term Number

Multiple description coding using

8,

July 2001,

online available

pairwise
correlatingtransforms, to

atftp://standard.pictel.com/video-

appear

in IEEE Trans.

site/h26L/tml8.doc.

Image

Processing.

24) S. Wenger, G. D. Knorr, J. Ott, and F.


14)
R. Zhang, S. L. Regunathan, and K.

Kossentini, Errorresilience support in

Rose, Video codingwith optimal

h.263+,IEEE Journal on Circuits and

inter/intra-mode switching for packet

Systems for Video Technology, vol. 8,

loss resilience, IEEE Journal on

no. 7, pp. 867877,Nov. 1998.

Selected Areas in Communications,vol.


25) S.
Lin, S. Mao, Y. Wang, and S.

18, no. 6, pp. 966-76, June 2000.

Panwar, A reference pictureselection


15)
B. Girod, and N. Farber, Wireless

scheme for video transmission over ad-

video, in A. Reibman,M.-T.Sun (eds.),

hoc networksusing multiple paths,

Compressed
Video
over

Networks,

Proc. of the IEEE International

MarcelDekker, 2000.

Conference on Multimedia and Expo


16)
Y. J. Liang, N. Farber, and B. Girod,

(ICME), Aug. 2001.

Adaptive
playoutscheduling
using
26) Y. J. Liang, E. G. Steinbach, and B.

time-scale modification in packet voice

Girod,

Real-time

voice

communication, Proc. ICASSP 01,

communication over the Internet using

Salt Lake City, May2001.

packet
path

diversity,Proceedings
17)
E. G. Steinbach, N. Farber, and B.

ACM Multimedia 2001, Oct. 2001, pp.

Girod, Adaptive playoutfor low

431440, Ottawa, Canada.

Latency
video
streaming,
Proc.

Optimalisasi Video Streaming Dengan Menggunakan Dengan Menggunakan ..(Agustini RM)

47

N. Farber, B. Girod, and J. Villasenor,


Y. J. Liang and B. Girod, Rate-distortion
optimized lowlatencyvideo streaming using
channel-adaptive bitstreamassembly,
accepted by IEEE

International Conference on Multimedia and


Expo, Aug. 2002.
S. Cen, P. C. Cosman, and G. M.

Voelker, End-to-end differentiationof


congestion and wireless losses, SPIE

Extensions ofthe ITU-T

Recommendation H.324 for error resilient


video transmission, IEEE

Communications Magazine, vol. 36, no.6, pp.


120-128, June 1998.

PENULIS

Agustini Rodiah Machdi, ST. Staf Pengajar


Multimedia Computing and Networking
(MMCN2002), San Jose,CA, Jan 18-25, 2002.
Program
Fakultas

Studi Teknik Elektro,

Teknik, Universitas Pakuan, Bogor.

48

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (41-48)

SISTEM MONITORING DAN KENDALI PENERANGAN JALAN UMUM ( PJU )


(BERBASIS SMS-GSM)

Oleh :

Yamato

Abstrak

Efisiensi operasional adalah bagaimana masalah-masalah Lampu Jalan dapat dikelola secara
efektif dengan sistem dengan biaya rendah sehingga ada perbaikan efisiensi dan peningkatan
pelayanan pelanggan,perawatan rutin dilakukan secara harian termasuk pencatatan gangguan
Lampu Jalan yang dilaporkan oleh pelanggan. Hal ini menyebabkan biaya operasional yang tinggi
setiap tahun.

Obyektivitas dari Riset ini adalah mengembangkan Sistem Manajemen Lampu Jalan dengan biaya
rendah dan secara efektif, melakukan pengelolaan, perawatan dan juga pemantauan terhadap
kualitas daya untuk menjamin tidak adanya gangguan terhadap para pelanggan.

Sistem Pengendali Lampu Jalan ini terdiri dari modul-modul yang dipasang pada panel lampu
jalan, berfungsi untuk mengumpulkan status daya melalui setiap feeder. Informasi gangguan lampu
jalan yang dikumpulkan oleh FIU (Feeder Interface Unit) dikirimkan ke FC (Feeder Controller).
FC mengatur beberapa kabel/feeder dan dan me-relay kembali informasi yang diterima dari FIU ke
Server di kantor pusat dengan menggunakan SMSGSM, kemudian mengirimkan SMS peringatan
ke petugas operasional untuk informasi gangguan. Sistem Manajemen Lampu Jalan ini
memberikan informasi real-time dan ter-sentralisasi tentang lampu jalan yaitu informasi gangguan,
SIG (Sistem Informasi Geografis), efisiensi daya 42% dan menyimpan hasil pencatatan untuk
keperluan analisa dan pelaporan. Hasil pengukuran arus mempunyai deviasi rata-rata 1,29%.

Abstract :

By operational efficiency, how faulty street lights are managed effectively through the use of a low
cost automated system, thus improving efficiency and enhancing customer services. Currently
these maintenance routines are conducted daily in parallel to records of faulty lights reported by
customers.

These incurred substantially high operational expenditure year to year. The objective of this
research is to develop a low cost SLMS ( Street Light Management System ) with features suffice
enough for the utility companies to manage and maintain street lights effectively and also monitor
power quality to ensure continuous and uninterrupted supply to customers. SLMS consists of
interface modules installed at the substation or street lights panel to collect the status of power over
each feeder cables. Information of faulty lights collected by the FIU ( Feeder Interface Unit ) is
passed back to FC ( Feeder Controller ).

The FC managing several feeder pillars and relay back the information received from FIU to
system server are located at the central office by using SMS-GSM network. Those send an alert
SMS to operational personnel to inform them of the faulty record. This SLMS provides centralized
real-time information about street lights, information of faulty lights, GIS ( Geographic
Information System ), Power Efficiency 42% by optimizing the use of street light and keeping
records for management reporting and analysis. The result of current measurements has a mean
deviation 1.29%

Kata kunci : Sistem Manajemen Lampu Jalan, SIG, SMS-GSM, efisiensi daya

Sistem Monitoring dan Kendali Penerangan Jalan Umum (PJU) (Berbasis SM-GSM) (Yamato)
49
PENDAHULUAN

Lampu penerangan jalan merupakan sarana


jalan yang bertujuan untuk penerangan di
malam hari. Di Indonesia pengelolaan lampu
penerangan jalan dilakukan oleh Dinas PJU
yang merupakan satu Dinas Pemerintahan.
Pemerintah berkewajiban melengkapi sarana
dan prasarana penerangan jalan demi
ketentraman masyarakat. Masyarakat berhak
mendapatkan fasilitas sebagai kompensasi dari
pajak yang telah mereka bayar. Namun dibalik
itu ternyata dalam tahapan pelaksanaan banyak
sekali terjadi kekurangan, terutama dari
manajemen penanggulangan masalah lampu
jalan. Adanya pengaduan masyarakat tentang
beberapa titik lampu yang sudah terpasang
namun tidak menyala sama sekali seperti yang
terjadi di Batam.

Hal ini mengindikasikan betapa pentingnya


satu manajemen penanggulangan masalah
lampu penerangan jalan yang efektif. Karena
dengan tidak efektifnya manajemen
penanggulangan masalah penerangan lampu
jalan akan mengakibatkan kerugian pada
masyarakat, yaitu meningkatnya angka
kerawanan social, baik itu kecelakaan lalulintas maupun tindakan kriminal. Dengan
begitu perlu dibuat satu sistem Monitoring dan
kendali Penerangan Jalan Umum (PJU) yang
dapat mendukung manajemen penanggulangan
masalah Penerangan Jalan Umum berbasis
SMS-GSM. [1]

MODEL, TEORI, PENERAPAN DAN


ANALISA

yang terletak di kantor Pusat Kendali dan ke


HP ( Handphone ) Petugas/Teknisi yang telah
ditunjuk. Sistem Komunikasi SMS ini
menggunakan jaringan GSM.
Gambar 2.1. Model Monitoring dan
Pengendali Penerangan Jalan Umum ( PJU )
[5]

Setelah Petugas/Teknisi menerima Informasi


gangguan PJU via SMS maka Petugas tersebut
dengan cepat tanggap langsung melakukan
pemeriksaan Gangguan di lokasi gangguan.

Teori

SMS server terdiri dari dua tipe yaitu 1)


menggunakan protokol yang terhubung ke
jaringan internet, protokol yang digunakan
salah satunya adalah SMPP (short message
peer-to-peer protocol) /TCP/IP dan 2) layanan
SMS server yang langsung terkoneksi ke
jaringan GSM. Keterangan singkatnya adalah
sebagai berikut :

Model

SMS server tanpa protokol SMPP

Model dari Sistem yang dibangun dapat dilihat


pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. adalah sebuah
Sistem Monitoring dan Kendali PJU berbasis
SMS GSM menggunakan jaringan GSM
untuk pengendali PJU. Sistem Pengendali PJU
merupakan Sistem yang terintegrasi dimana
terdapat pusat kendali yaitu Server untuk
kendali PJU. Server Utama yang digunakan
terdiri dari Database Server, SMS Server, GIS
dan Web Server. Setiap ada Informasi
gangguan PJU maka akan secara otomatis
dikirimkan via SMS ke SMS Server

Pada SMS server jenis ini koneksi PC server


ke SMSC bukan melalui jaringan internet,
melainkan langsung terkoneksi ke SMSC
menggunakan terminal GSM (HP atau
modem). Arsitektur jaringan SMS server ini
dapat dilihat pada gambar 2.2. Hardware pada
arsitektur gambar 2.2, terdiri dari beberapa
komponen, antara lain adalah sebagai berikut :

PC/Laptop (SMS server) digunakan untuk


meletakkan aplikasi SMS gateway

50

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (49-57)

dan administrasi SMS yang akan


Sistem Pengendali PJU merupakan Sistem

dibangun.
yang terintegrasi dimana terdapat pusat
2)
Handphone sebagai media komunikasi
kendali yaitu Server kendali PJU. Server

untuk sistem wireless GSM.


Utama yang digunakan terdiri dari Database
3)
Kabel data mini USB untuk konektivitas
Server, SMS Server, GIS dan Web Server.

Handphone dan PC. [1]


Setiap ada Informasi gangguan PJU maka

akan secara otomatis dikirimkan via SMS ke SMS Server yang terletak di kantor Pusat Kendali.

Gambar 2.2. Arsitektur dasar Jaringan


SMS tanpa SMPP

[1]

SMS server dengan protokol SMPP

Arsitektur dari jaringan SMS server yang


dibangun menggunakan protokol SMPP dapat
dilihat pada gambar 2.3. Protokol SMPP
(Protokol TCP/IP) merupakan penghubung

antara jaringan IP dengan perangkat jaringan


GSM (SMSC). External Short Messaging
Entities merupakan perangkat luar dari short
message entity yang berada pada jaringan data
seperti TCP/IP yang didalamnya termasuk
internet. [1]

Gambar 2.4. Network Diagram


Sistem Monitoring dan kendali PJU
berbasis SMS-GSM

Gambar 2.3. Arsitektur dasar


jaringan SMS menggunakan SMPP

Penerapan

[1]

Komponen Utama Sistem Monitoring dan


kendali PJU berbasis SMS-GSM adalah
sebagai berikut :
a. Mikrokontroller merk Warwick X9100

Gambar 2.4. memperlihatkan Interkoneksi


Sistem Monitoring dan kendali Penerangan
Jalan Umum ( PJU ) yang ter-integrasi satu
sama lainnya.

Gambar 2.5. Mikrokontroller Warwick


X9100

Fungsi-fungsi masukan dan keluaran dari

Mikrokontroller Warwick X9100 dapat dilihat


pada gambar 2.6.

Sistem Monitoring dan Kendali Penerangan Jalan Umum (PJU) (Berbasis SM-GSM) (Yamato)
51

Penjelasan gambar 2.6. :

Gambar 2.6. Keterangan Fungsi


Masukan

dan Keluaran Mikrokontroller

Warwick X9100

Perhitungan

Dilakukan Sampel Pengukuran pada salahsatu Panel yang seimbang terdiri dari :

Jumlah PJU pada fasa R = 5 buah dengan


daya lampu @ 150 Watt

Jumlah PJU pada Fasa T = 5 buah dengan


daya lampu @ 150 Watt

Tabel 2-1. : Hasil Pengukuran Arus


Fasa R,

S dan T
Jumlah PJU pada fasa S = 5 buah dengan
daya lampu @ 150 Watt

Masukan digital sensor pintu pada pin I0=LO


maka pintu panel dalam kondisi tertutup dan
bila pin I0=HI maka pintu panel dalam
kondisi terbuka

Masukan digital dari teg. PLN pada pin I1=HI


berarti ada tegangan PLN dan bila pin I1=LO
berarti tidak ada tegangan PLN pada jaringan
fasa R, S atau T .

Masukan digital dari tegangan fasa R, S atau


T pada pin I2, I3 atau I4 = HI menunjukkan
PJU pada jaringan fasa R, S atau T dalam
kondisi beban penuh dan apabila pin I2,I3
atau I4 = LO menunjukkan dalam kondisi
tidak beban penuh

atau T pada kondisi beban penuh. Apabila


pin-pin D1, D2 atau D3 = LO maka berada
dalam kondisi tidak beban penuh.

Keluaran digital ke kontaktor pengatur bypass


pada pin D7=HI menunjukkan kondisi normal
dan apabila D7=LO maka panel uji dalam
kondisi Off

Analisa

2.4.1. Analisa Pengukuran dan

No
Arus R

Masukan Analog dari arus beban R, S atau T


pada pin A0, A1 atau A2 = Arus Referensinya
maka dalam kondisi beban penuh. Nilai
dibawah Arus Referensi menunjukkan adanya
gangguan pada salah satu atau beberapa PJU.

Keluaran Digital ke kontaktor master, R, S


atau T pada pin-pin D0, D1, D2 atau D3 = HI
menunjukkan PJU pada jaringan fasa R, S

Arus S
Arus T
Status Lampu

(A)
(A)
(A)

3,35
semua hidup

6
3,34
3,38
3,37
semua hidup

1
3,34
3,32

Dari tabel 2.1. didapat Arus Rata-rata : Fasa R


= 3,36 A

3,36
semua hidup

Fasa S = 3,37 A
Fasa T = 3,34 A

2
3,38
3,41

Perhitungan Arus Fasa R, S dan T :

3,34
semua hidup

Berdasarkan Formula dapat diperoleh :

3
3,37
3,35
3,33

Perhitungan Arus Fasa R dengan jumlah PJU


= 5 buah :

Daya per PJU = 150 W dan Tegangan

semua hidup

4
3,33
3,36

= 220 Volt. Dengan menggunakan rumus :


P = V x I, didapat : I = 150/220 = 0,68 A
per PJU. Jadi Arus Fasa R total untuk 5
buah PJU = 5 x 0,68 A = 3,4 A

3,31
semua hidup

5
3,37
3,38

Perhitungan Arus Fasa S dengan jumlah PJU


= 5 buah : Daya per PJU = 150 W dan
Tegangan = 220 Volt. Dengan menggunakan
rumus : P = V x I, didapat :

I = 150/220 =0,68 A per PJU. Jadi Arus fasa S


total untuk 5 buah PJU = 5 x 0,68 A = 3,4 A

Perhitungan Arus Fasa T dengan jumlah PJU


= 5 buah : Daya per PJU = 150 W

52

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (49-57)

dan

Tegangan = 220 Volt. Dengan

Gangguan PJU pada jaringan Fasa R :

menggunakan
rumus :
P
= V

1 buah PJU padam (lampu tidak menyala ),


nilai arus total = 3,36 0,68 = 2,68 A maka
Server akan menerima perubahan Status Panel
melalui SMS dengan besaran penskalaan 268
pada AIN0 ( A0 ) dari kondisi HI menjadi LO.

x I,
didapat : I = 150/220 =0,68 A per
PJU.

Format pesan yang diterima oleh server dan


HP petugas / teknisi adalah sebagai berikut :

Jadi Arus fasa T total untuk

buah

DI:LOHILOHIHILOLOLO
DO:HILOHIHILOLOLOHI AI:268 337 334
PN:25

PJU

Yang dapat diartikan sebagai berikut :

= 5 x 0,68 A = 3,4 A
Status DI ( Digital Input ) :

I0=LO : pintu panel tertutup

Dengan demikian didapat rata-rata deviasi =


(1,19% + 0,89% + 1,8%)/3 = 1,29%

I1=HI : ada tegangan PLN

I2=LO : ada gangguan pada 1 buah PJU


2.4.2. Analisa Identifikasi Gangguan PJU
I3=HI : fasa S:beban penuh
Berikut ini adalah contoh analisa gangguan
PJU pada jaringan Fasa R :

I4=HI : fasa T beban penuh


I5-I7= LO: tidak terkoneksi

PN = 25 : menunjukkan panel No. 25

Status Dout ( Digital Output ) :

Setelah 1 buah PJU diperbaiki dan hidup


kembali, maka server dan HP petugas/ teknisi
akan menerima status dari Panel melalui SMS
dengan format isi pesan sebagai berikut :

DO=HI: keluaran digital ke Master


Kontaktor kondisi ON

D1 =LO: ada lampu pada fasa R padam

D2 =HI: semua lampu pada fasa S


menyala/hidup

D3 =HI: semua lampu pada fasa T


menyala/hidup

DI:LOHIHIHIHILOLOLO
DO:HIHIHIHILOLOLOHI AI:336 337 334 PN :
25

Yang dapat diartikan sebagai berikut :

Status DI ( Digital Input ) :

D4-D6=LO: tidak terkoneksi

I0=LO: pintu panel tertutup

D7 =HI: kondisi normal

I1=HI: ada tegangan PLN

Status Ain (Analog Input): menggunakan


scaling 0-1000

I2=HI: fasa R beban penuh setelah (perbaikan


)
I3=HI: fasa S:beban penuh

A0=268: masukan analog dari arus beban fasa


R=2,68 A

A1=337: masukan analog dari arus

beban fasa S=3,37 A

A2=334: masukan analog dari arus beban fasa


T=3,34 A

I4=HI: fasa T beban penuh

I5-I7= LO: tidak terkoneksi

Status Dout ( Digital Output ) :

DO=HI: keluaran digital ke Master Kontaktor


kondisi ON

D3 =HI: semua lampu pada fasa T


menyala/hidup
D4-D6=LO: tidak terkoneksi

D1 =HI: semua lampu pada fasa R


menyala/hidup

D2 =HI: semua lampu pada fasa S


menyala/hidup

D7 =HI: kondisi normal

Status Ain (Analog Input) : menggunakan


scaling 0-1000

A0=336 (referensi) : masukan analog dari


arus beban fasa R=3,36 A

Sistem Monitoring dan Kendali Penerangan Jalan Umum (PJU) (Berbasis SM-GSM) (Yamato)
53

A1=337 (referensi) : masukan analog dari


arus beban fasa S=3,37 A

Yang dapat diartikan sebagai berikut :

Status DI ( Digital Input ) :


A2=334 (referensi) : masukan analog dari
arus beban fasa T=3,34 A
I0=LO: pintu panel tertutup
2 buah PJU padam, nilai arus total = 3,36
1,36 A = 2,00 A maka Server akan menerima
perubahan Status Panel melalui SMS dengan
besaran penskalaan 200 pada AIN0 ( A0 ) dari
kondisi HI menjadi LO.

I1=HI: ada tegangan PLN

I2=LO: ada gangguan pada 2 buah PJU

Format pesan yang diterima oleh server


dan HP petugas /teknisi adalah sebagai
berikut :

DI:LOHILOHIHILOLOLO
DO:HILOHIHILOLOLOHI AI:200 337 334 PN :
25

I3=HI: fasa S:beban penuh

I4=HI: fasa T beban penuh

I5-I7= LO: tidak terkoneksi

Status Dout ( Digital Output ) :

DO=HI: keluaran digital ke Master Kontaktor


kondisi ON

D1=LO: ada lampu pada fasa R padam

Setelah 2 buah PJU diperbaiki dan hidup


kembali, maka server dan HP petugas/ teknisi
akan menerima status dari panel melalui SMS
dengan format isi pesan sebagai berikut :

DI:LOHIHIHIHILOLOLO
DO:HIHIHIHILOLOLOHI AI:336 337 334 PN :
25

D2=HI: semua lampu pada fasa S


menyala/hidup
Yang dapat diartikan sebagai berikut :
D3=HI: semua lampu pada fasa T
menyala/hidup

Status DI ( Digital Input ) :

D4-D6=LO: tidak terkoneksi

I0=LO: pintu panel tertutup

D7 =HI: kondisi normal

I1=HI: ada tegangan PLN

I2=HI: fasa R beban penuh


Status Ain (Analog Input) : menggunakan
scaling 0-1000

A0=200: masukan analog dari arus beban fasa


R=2,00 A

( setelah perbaikan )

I3=HI: fasa S:beban penuh


I4=HI: fasa T beban penuh

A1=337: masukan analog dari arus beban fasa


S=3,37 A

I5-I7= LO: tidak terkoneksi

A2=334: masukan analog dari arus beban fasa


T=3,34 A
Status Dout ( Digital Output ) :
PN : 25 menunjukkan Panel No. 25

DO=HI: keluaran digital ke Master Kontaktor


kondisi ON

D1=HI: semua lampu pada fasa R


menyala/hidup

D2=HI: semua lampu pada fasa S


menyala/hidup

D3=HI: semua lampu pada fasa T


menyala/hidup

Status Ain (Analog Input) : menggunakan


scaling 0-1000

A0=336 (referensi) : masukan analog dari


arus beban fasa R=3,36 A

A1=337 (referensi) : masukan analog dari


arus beban fasa S=3,37 A

A2=334 (referensi) : masukan analog dari


arus beban fasa T=3,34 A

D4-D6=LO: tidak terkoneksi

D7 =HI: kondisi normal

54

Dengan analisa yang sama untuk 3 sampai 5


PJU yang mengalami gangguan. Metode

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (49-57)

Analisa Identifikasi gangguan tersebut di atas


juga berlaku untuk Jaringan fasa S dan fasa T.

Analisa Penggunaan Sistem Monitoring


dan kendali PJU dengan SMS dari
handphone

Gambar 2.7. memperlihatkan suatu prosedur


pemadaman PJU fasa R pada panel 25 dimana
perintah dari handphone tersebut dikirimkan
ke server dan kemudian server
memerintahkan ke panel 25 untuk
memadamkan PJU fasa R.

Gambar 2.7. Sistem Monitoring dan


kendali PJU menggunakan SMS dari
Handphone

Padam RT

untuk mematikan lampu

Adapun format pengiriman SMS nya adalah


sebagai berikut : perintah nomorpanel

Jenis jenis perintah :

Status

untuk mendapatkan informasi status

panel dari informasi yang terakhir yang


didapat oleh server. (Perintah ini dapat
dikirim oleh level admin dan teknisi)

PadamA = Padam RST = Padam RTS =


padamSRT = padam STR = padam TRS =
padam TSR = mematikan seluruh lampu pada
panel. (Perintah ini hanya dapat dikirim oleh
level admin)

PadamR

Padam T

untuk mematikan lampu yang

untuk mematikan lampu yang

terhubungan dengan fasa T. (Perintah ini hanya


dapat dikirim oleh level admin)

Padam RS

untuk mematikan lampu yang

terhubungan dengan fasa S danT. (Perintah ini


hanya dapat dikirim oleh level admin)

Nyala A = Nyala RST = nyala RTS =

nyala SRT = nyala STR = Nyala TRS = nyala


TSR

menghidupkan seluruh lampu pada

untuk mematikan lampu yang

terhubungan dengan fasa S. (Perintah ini hanya


dapat dikirim oleh level admin)

Padam ST

panel. (Perintah ini hanya dapat dikirim oleh


level admin)

terhubungan dengan fasa R. (Perintah ini hanya


dapat dikirim oleh level admin)

Padam S

yang terhubungan dengan fasa R danT.


(Perintah ini hanya dapat dikirim oleh level
(admin)

untuk mematikan lampu yang

terhubungan dengan fasa R dan S. (Perintah


ini hanya dapat dikirim oleh level admin)

Nyala R

untuk menghidupkan lampu

yang terhubungan dengan fasa R. (Perintah


ini hanya dapat dikirim oleh level admin)

Nyala S

untuk menghidupkan

lampu yang terhubungan dengan fasa S.


(Perintah ini hanya dapat dikirim oleh level
admin)

Nyala T

untuk menghidupkan lampu yang

terhubungan dengan fasa T.

(Perintah ini hanya dapat dikirim oleh level


admin)

Nyala RS

Nyala RT

untuk menghidupkan lampu

yang terhubungan dengan fasa R dan T.


(Perintah ini hanya dapat dikirim oleh Level
admin)
untuk menghidupkan lampu

yang terhubungan dengan fasa R dan S.


(Perintah ini hanya dapat dikirim oleh level
admin)

Nyala ST

untuk menghidupkan lampu

yang terhubungan dengan fasa S dan T.


(Perintah ini hanya dapat dikirim oleh level
admin)

Sistem Monitoring dan Kendali Penerangan Jalan Umum (PJU) (Berbasis SM-GSM) (Yamato)
55

Analisa hubungan antara jadwal penyalaan


lampu dan efisiensi daya

Periode

Jadwal

Tabel.2-2. Jadwal penyalaan lampu dari jam


06.00 18.00 dan dari jam 18.00 06.00 serta
efisiensi daya untuk jadwal sebelumnya dan
jadwal sekarang

Jadwal

Waktu

Tabel 2-2 : Hubungan antara jadwal


nyala lampu dan efisiensi daya
sebelumnya
sekarang

06.00-18.00

0%
0W
0%

22.00-23.00
100%
150 W

18.00-19.00
100%

100%
150 W

150 W
100%
150 W

23.00-24.00
100%
150 W

19.00-20.00
100%

0%
0W

150 W
100%
150 W

24.00-01.00
100%
150 W

20.00-21.00
100%

0%
0W

150 W
100%
150 W

01.00-02.00
100%
150 W

21.00-22.00
100%

0%
0W

150 W
100%
150 W

02.00-03.00
100%
150 W

0%
0W

Daya ( W )
03.00-04.00
100%
150 W

1800 W

0%
0W
1050 W

04.00-05.00
Persentase
100%
150 W
100%
150 W

100%

58%
05.00-06.00
100%
150 W
100%
150 W

Pemakaian

Dari Tabel 2-2 dapat dijelaskan sbb. :

Persentase pemakaian daya adalah sebesar


58% sehingga terjadi penghematan/efisiensi
daya sebesar 42% atau 750 Watt.

INTEGRASI SISTEM MONITORING DAN


KENDALI PJU DENGAN SISTEM
INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

Data yang diperoleh dari pesan-pesan yang


dikirim oleh Mikrokontroller panel ke server,
akan secara otomatis tampil di SIG.

Gambar 2.8. menunjukkan ketika fasa R,S dan


T mati, maka Panel 25 berwarna merah kotak.

Gambar 2.8. Peta SIG yang


menunjukkan Panel 25 berwarna merah
(Fasa R, S dan T mati/pa dam)

Setelah Fasa R, S dan T dihidupkan symbol


panel 25 akan berwarna hijau.

KESIMPULAN DAN SARAN

Jadwal Waktu Penyalaan Lampu dapat diatur,


baik untuk Lampu Fasa R, S dan T.

Jenis PJU yang digunakan adalah jenis Single


Pole dengan daya 150 Watt yang dapat
beroperasi maksimum 100%.

Antara jam 23.00 sampai dengan jam 04.00


PJU berada dalam kondisi padam terutama

untuk jalan-jalan yang sepi dan kurang


strategis (tidak ada orang/kendaraan yang
lewat).

Hasil Arus Referensi ( Arus Pengukuran Ratarata ) beban penuh untuk 5 buah PJU jaringan
fasa R, S dan T masing-masing adalah 3,36 A;
3,37 A dan 3,34 A.

Kesimpulan
Apabila terdapat 1 atau lebih PJU yang
mengalami gangguan baik pada fasa R, S atau
T maka nilai arus totalnya pada fasa

56

Jurnal Teknologi Vol. II, Edisi 18, Periode Januari-Juni 2011 (49-57)

tersebut lebih kecil dari nilai arus


referensinya. Maka panel akan mengirimkan
pesan via SMS ke Server dan Handphone
petugas/teknisi yang meng-informasi-kan
adanya gangguan pada PJU. Dengan
demikian informasi gangguan PJU dilakukan
secara ter-Sentralisasi dan ter-Integrasi
dengan melalui SMS-GSM ke Server dan
Handphone petugas/teknisi.

Dengan demikian diperoleh sistem


sentralisasi dan ter- integrasi dalam
penanganan sistem PJU.

Penjadwalan waktu menyala dan pemadaman


PJU agar penggunaan daya dapat lebih
efisien.

standar toleransi umum maksimum sebesar


5%.

Saran

Ada beberapa hal yang perlu memperoleh


perhatian untuk pengembangan/ perbaikan
pada penerapan sistem monitoring dan
kendali PJU yakni :

Jadwal Penyalaan/Pemadaman PJU dapat


dikembangkan dengan menggu - nakan sensor
trafik dengan ttujuan untuk mengontrol trafik
dan sensor matahari.

2) Pengembangan terhadap deteksi


gang

Dari tabel penjadwalan ( tabel 2-2 ) didapat


pemakaian daya dari jam 18.00 sampai
dengan jam 06.00 sebesar 58% berarti
terdapat penghematan daya / Efisiensi Daya
sebesar 42%.

guan
yaitu
deteksi
gangguan

Hasil pengukuran arus menunjukkan deviasi


rata-rata 1,29%. Deviasi rata-rata 1,29%
tersebut masih layak / baik karena kurang dari

terhadap setiap tiang PJU.

Analysis of an advanced control system for


reducing the energy consumption of public
street lighting systems, IEEE 2009
DAFTAR PUSTAKA
www.ekoplc.net
Afnarius, Surya, Syukur, Masril, Wandra Vonny,
Aulia, Pembangunan Sistem Informasi Lampu
Jalan Berbasiskan SMS Gateway dan GIS,
Seminar Nasional ,Riset Teknologi Informasi
2008

Chen, Yun, Liu, Zhaoyu, Distributed


Intelligent City Street Lamp Monitoring and
Control System Based on Wireless
Communication chip nRF401, IEEE Vol.2
2009

www.e-streetlight.com

Xuesong, Suo; Aijun, Yun; Cangxu eng; Jun,


Liu, Mstret Lamp control System Based On
Power Carrier Wave, IEEE 2008

RIWAYAT PENULIS
Musa Bin Mohd Mokjin, Design &
Development of Street Light Monitoring and
Management System, Universiti Teknologi
Malaysia, 2006

Stancu, L; Andrei, P.C.; Andrei, H; Ivanovici,


T; Cepisca, C; Dogar-Ulieru,V, Measurement

Ir.
Tan Ciang Yamato, Staf
Pengajar

Program

Studi

Elektro, Fakultas

Teknikm Universitas Pakuan Bogor.

Sistem Monitoring dan Kendali Penerangan Jalan Umum (PJU) (Berbasis SM-GSM) (Yamato)
57

Anda mungkin juga menyukai