PENDAHULUAN
1. Pemetaan
Menurut Prasetyo (dalam Sandy, 1972) mengemukakan bahwa pemetaan merupakan suatu
usaha untuk menyampaikan, menganalisis dan mengklasifikasikan data yang bersangkutan, serta
menyampaikan ke dalam bentuk peta dengan mudah, memberi gambaran yang jelas, rapi dan
bersih. Peta yang menggambarkan fenomena geografikal tidak hanya sekedar pengecilan suatu
fenomena saja, tetapi jika peta itu dibuat dan didesain dengan baik, maka akan menjadi alat
bantu yang baik untuk kepentingan melaporkan, memperagakan, menganalisis dan secara umum
untuk memahami suatu objek atau kenampakan di muka bumi. Peta menggunakan simbol dua
dimensi untuk mencerminkan fenomena geografikal yang dilakukan secara sistematis dan
memerlukan kecakapan untuk membuat dan membacanya. Peta merupakan teknik komunikasi
yang tergolong dalam cara grafis dan untuk efisiensinya harus mempelajari atribut atau elemen-
elemen dasarnya prasetyo (dalam Sinaga, 1995).
Orang yang ahli dalam bidang pemetaan disebut kartografi. Ada beberapa ahli kartografi
menjelaskan pengertian peta sebagai berikut:
a. Menurut ICA (international Carrografhic Associstion) peta adalah suatu gambaran atau
representasi ada kaitannya dengan permukaan bumi atau benda-benda angkasa. Pada umumnya,
peta digambarkan pada suatu bidang datar dan diperkecil atau diskalakan.
b. Menurut Erwin Raisz peta adalah gambaran konvensional dari permukaan bumi yang di
perkecil sebagai kenampakan jika dilihat dari atas dengan ditambah tulisan-tulisan sebagai tanda
pengenal.
Semua peta mempunyai satu hal yang sifatnya umum yaitu menambah pengetahuan dan
pemahaman geografikal bagi si pengguna peta. Dalam perencanaan pembangunan hampir semua
memerlukan peta sebelum perencanaan tersebut dimulai. Hal ini sesuai dengan fungsi peta
dalam perencanaan suatu keg/iatan seperti yang dikemukakan oleh Prasetyo (dalam Sinaga
1995) adalah sebagai berikut:
a. Memberikan informasi pokok dari aspek keruangan tentang karakter dari suatu daerah.
b. Sebagai alat untuk menjelaskan penemuan-penemuan penelitian yang dilakukan.
c. Sebagai suatu alat menganalisis dalam mendapatkan suatu kesimpulan.
d. Sebagai alat untuk menjelaskan rencana-rencana yang diajukan demikian pula dalam suatu
kegiatan penelitian, peta berfungsi sebagai berikut:
1. Alat bantu sebelum melakukan survei untuk mendapatkan gambaran tentangdaerah yang akan
diteliti.
2. Sebagai alat yang digunakan selama penelitian, misalnya memasukkan datayang ditemukan
di lapangan.
3. Sebagai alat untuk melaporkan hasil penelitian.
Ditinjau dari isinya, peta dikelompokkan menjadi peta umum dan petakhusus. Peta umum
berisi gambaran umum tentang permukaan bumi, sepertigunung, bukit, pemukiman dan lain-
lain. Peta khusus/tematik adalah peta yang memperlihatkan data-data secara kualitatif dan atau
kuantitatif pada unsurunsur yang spesifik. Unsur-unsur tersebut ada hubungannya dengan detail
topografi Prasetyo (dalam Aziz, Lukman dan Rachman, 1977). Contoh peta tematik: peta
kepadatan penduduk, peta penggunaan tanah, peta mata pencaharian dan sebagainya. Sinaga
(1995) mengemukakan bahwa peta berdasarkan skalanya, dibedakan menjadi:
1) Peta skala sangat besar yaitu peta berskala >1 : 10.000.
2) Peta slaka besar yaitu peta berskala 1 : 100.000 – 1 : 10.000.
3) Peta skala sedang yaitu peta berskala 1 : 100.000 – 1 : 1.000.000.
4) Peta skala kecil yaitu peta berskala >1 : 1.000.000.
Ada beberapa cara untuk menyatakan skala peta sebagai berikut:
a) Skala angka, yaitu skala yang menunjukkan perbandingan antara jarak di petadengan jarak
sebenarnya di lapangan, yang dinyatakan dengan angka ataupecahan. Contoh: Skala angka 1 :
50.000 Skala pecahan 1/50.000 Skala tersebut menyatakan bahwa satuan jarak pada peta
mewakili 50.000satuan jarak horisontal di permukaan bumi. Jadi 1 cm di peta mewakili 50.000
cm di lapangan.
b) Skala verbal, yaitu skala yang dinyatakan dengan kalimat atau skala yangmenunjukkan jarak
inci di peta sesuai dengan sejumlah mil di lapangan. Peta skala ini banyak digunakan di negara
Inggris dan bekas negara jajahannya. Contoh: 1 inci to one mile = 1 : 63.660
c) Skala grafis, yaitu skala yang ditunjukkan dengan garis lurus, yang dibagibagidalam bagian
sama. Setiap bagian menunjukkan kesatuan panjang yang sama pula.
Contoh dari skala angka 1 : 50.000, menjadi skala grafis, sebagai berikut: 500 M 0 500 M
Pada umumnya yang dipentingkan dalam peta tematik adalah penyajian data dalam bentuk
simbol, karena simbol menyampaikan isi peta dan sebagai media komunikasi yang baik antara
pembuat peta dengan pengguna peta. Pembuat peta harus berusaha membuat simbol yang
sederhana, mudah digambar tetapi cukup teliti, sedangkan bagi penguna peta, simbol itu harus
jelas dan mudah dibaca atau dipahami. Seorang kartografi harus dapat mendesain peta dan
merekayasa, mengkombinasikan berbagai data menjadi simbol-simbol yang menarik dan mudah
dimengerti sehingga peta yang dihasilkan mempunyai nilai tinggi baik isi maupun unsur
seninya. Peta merupakan teknik komunikasi yang tergolong dalam cara grafis dan untuk
efisiensinya harus mempelajari atribut atau elemen-elemen dasarnya Prasetyo (dalam Sinaga,
1995).
4. Longsor Lahan
Longsor adalah suatu bentuk erosi yang pengakutan atau pemindahan atau gerakan tanah
terjadi pada saat yang bersamaan dan dengan volume yang besar (Sitanala, 2010). Menurut
Kodoati dan Rustam (2006) Longsor adalah gerakan massa tanah dalam jumlah besar yang
bergerak pada bidang geser tertentu, dimana pada biang tersebut tahanan tanah dalam menahan
tanah melampaui. Yayasan Idep (2005) mendefenisikan tanah longsor sebagai terj\adinya
perbgerakan tanah atau batuan dalam jumlah besar secara tiba-tiba atau berangsur yang
umumnya terjadi di daerah terjal yang tidak stabil. Factor lain yang mempengaruhi terjadinya
bencana ini adalah lereng yang gundul serta kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh. Air hujan
adalah penyebab utama terjadinya tanah longsor. Ulah manusiapun biasa menjadi penyebab
tanah longsor seperti penambangan tanah, pasir dan batuan yang tidak terkendali.
Ada perbedaan antara longsor lahan dan erosi. Longsor memindahkan massa tanah dengan
volume yang besar, adakalahnya dosertai oleh batuan dan pepohonan, dalam waktu adalah
memindahkan partikel-partikel tanah dengan volume yang relative lebih kecil pada setiap kali
kejadian dan langsung dala, waktu yang relative lama. Dua bentuk longsor yang sering terjadi di
daerah pegunungan adalah.
a. Guguran, yaitu pelepasan batuan atau tanah dari lereng curam dengan gaya bebas atau
bergelinding dengan kecepatan tinggi sampai sangat tinggi. Bentuk longsor ini terjadi pada
lereng yang sangat curam.
b. Peluncuran, yaitu pergerakan bagian atas tanah dalam volume besar akibat keruntuhan
gesekan antara bongkahan bagian atas dan bagian bawah tanah. Bentuk longsor ini umumnya
terjadi apabila terdapat bidang luncur pada kedalaman tertentu dan tanah bagian atas dari bidang
luncur tersebut telah jenuh air.
5. Jenis-Jenis Longsoran
b. Faktor Aktif
Faktor aktif merupakan faktor yang dapat berpengaruh terhadap longsor lahan diantaranya
adalah aktivitas manusia dalam pengolahan atau penggunaan lahan, dan faktor iklim terutama
curah hujan.
9. Kemiringan Lereng
Menurut Karnawati ( 2001 ), kelerengan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses
terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait dengan kondisi kemiringan
lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih 15o perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan
bencana tanah longsor dan tentunya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang
mendukung. Pada dasarnya sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah perbukitan atau
pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring
bepotensi tanah longsor. Potensi terjadinya gerakkan pada lereng juga tergantung pada kondisi
batuan dan tanah penyusun lerengnya, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup, dan
penggunaan lahan pada lereng tersebut.
Lebih jauh Karnawati ( 2001 ), menyebutkan terdapat 3 tipologi lereng yang rentan untuk
bergerak/ longsor, yaitu :
a. Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih
kompak.
b. Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng.
c. Lereng yang tersususUn oleh blok-blok batuan.
Kemantapan suatu lereng tergantung kepada gaya penggerak dan gaya penahan yang ada
pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang yang berusaha membuat lereng
longsor, sedangkan gaya penahan adalah gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng
tersebut. Jika gaya penahan ini lebih besar dari pada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak
akan mengalami gangguan atau berarti lereng tersebut mantap ( Das, 1993; Notosiswojo dan
Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003 ).
11. Geologi
Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakkan tanah adalah struktur geologi,
sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami ( pelarutan ), dan gempa. Struktur
geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakkan tanah adalah kontak batuan dasar dengan
pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan merupakan
zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak
retakan yang memudahkan air meresap (Surono, 2003).
12. Penggunaan Lahan
Penggunaan Lahan merupakan aktivitas manusia pada dan dalam kaitannyadengan lahan,
yang biasanya tidak secara langsung tampak dari citra. Penggunaan lahan telah dikaji dari
beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga tidak ada satu defenisi yang benar-benar tepat
di dalam keseluruhan konteks yang berbeda. Hal ini mungkin, misalnya melihat penggunaan
lahan dari sudut pandang kemampuan lahan dengan jalan mengevaluasi lahan dalam
hubungannya dengan bermacam-macam karakteristik alami yang disebutkan diatas. Penggunaan
lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu, misalnya permukiman,
perkotaan dan persawahan. Penggunaan lahan juga merupakan pemanfaatan lahan dan
lingkungan alam untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam penyelenggaraan kehidupannya.
Pengertian penggunaan lahan biasanya digunakan untuk mengacu pemanfaatan masa kini
(present or current land use). Oleh karena aktivitas manusia di bumi bersifat dinamis, maka
perhatian sering ditujukan pada perubahan penggunaan lahan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
Penutup lahan yang menggambarkan Konstrukasi vegetasi dan buatan yang menutup
permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra
penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup dalam penutup lahan: (1)
struktur fisik yang dbangun oleh manusia, (2) fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanah
pertanian dan kehidupan binatang, (3) tife pembangunan. Jadi, berdasrkan pada pengamatan
penutup lahan, diharapkan untuk dapat menduga kegiatan manusia dan penggunaan lahan.
Namun, ada aktivitas manusia yang tidak dihubungkan secara langsungdengan tife penutup
lahan seperti aktivitas rekreasi. Masalah-masalah lain termasuk penggunaan ganda yang dapat
menjadi secara multan atau terjadi secara alternatif, penyusunan penggunaan vertika, dan ukuran
areal minimum dari pemetaan. Selanjutnya, pemetaan penggunaan lahan dan penutup lahan
membuat beberapa keputusan bijak harus dibuat dan peta hasil tidak dapat dihindari
mengandung beberapa informasi yang digeneralisasikan menurut skala dan tujuan aplikasinya.
(Sutanto, 1996).
Informasi penggunaan lahan adalah penutup lahan permukaan bumi dan penggunaan
penutup lahan tersebut pada suatu daerah. Informasi penggunaan lahan berbeda dengan
informasi penutup lahan yang dapat dikenali secara langsung dari citra satelit penginderaan jauh.
Sementara informasi penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia dalam suatu lahan
atau penggunaan lahan atau fungsi lahan, sehingga tidak selalu dapat ditaksir secara langsung
dari citra penginderaan jauh, namun secara tidak langsung dapat dikenali dari asosiasi penutup
lahannya (Purwadhi, 1999). Contohnya kegiatan rekreasi tidak dapat secara langsung dikenali
dari citra satelit penginderaan jauh. Kegiatan berburu merupakan rekreasi yang dapat dilakukan
di hutan, di daerah penggembalaan, di daerah pertanian, baik lahan basah maupun lahan kering.
Oleh karena itu, informasi lengkap untuk menentukan penggunaan lahan seperti rekreasi, daerah
konservasi air, perlindungan perburuan, diperlukan sumber informasi tambahan. Informasi
tambahan juga diperlukan dalam pengenalan batas abstrak (batas administrasi, batas rekreasi,
batas operasional pelabuhan) suatu daerah tidak terlihat pada citra."
13. Arcgis
ArcGis merupakan software berbasis GIS yang di kembangkan oleh ESRI (Envornment
science and Search Institue). Produk utama ArcGis terdiri dari tiga komponen utama yaiu:
ArcView Berfungsi sebagai pengelola data komperhensif, pemetaan dan analisis, ArcInfo
merupakan fitur yang menyediakan fungsi-fungsi yang ada di dalam GIS yaitu meliputi
keperluan analisa dari fitur Geoprocessing. ArcGis pertama kali diluncurkan kepada public
sebagai software yang komersial pada tahun 1999 dengan versi ArcGis 8.0 dengan
pekembangan dan tuntutan akan fitur yang dibutuhkan ESRI selalu memberikan pembahuruan
pada ArcGis. ArcGis telah Keluar versi yang terbaru update 2016 yaitu ArcGis 13.0 pada versi
terbarunya, desktop memiliki beberapa fitur diantaranya:
a. ArcMap, yaitu aplikasi utama yang digunakan dalam pengolahan data GIS. ArcMap memiliki
kemampuan untuk visualisasi, editing, pembuatan peta tematik, pengolaan dari data tabular
(excel), memilih query, menggunakan fitur geoprocessing untuk menganalisa dan customize
data ataupun melakukan output berupa tampilan peta. Operator juga dapat mengolah data sesuai
keinginannya.
b. ArcGlobe, merupakan salah stu aplikasi yang memiliki tampilan seperti googleearth yang
memiliki fungsi sebagai tampilan dalam permukaan bumi dengan menggunakan vitra digital. c.
ArcCatalog, merupakan aplikasi yang memiliki fitur untuk membuat data vector dan
mengelompokkannya sesuai fungsi yang diinginka. Dengan kemampuan tools untuk menjelajah
informasi, mengatur data, membagi data dan mendokumentasikan data spasial maupun data-data
yang berkaitan dengan informasi geografis.
d. ArcScene, merupakan aplikasi yang memiliki fitur serupa dengan ArcMap, tetapi
kelebihannya terdapat fitur 3D yang digunakan dimana worksheetnya dapat diolah dengan
tampilan X,Y, dan Z.
e. Arcgis Online, merupakan suatu wadah aplikasi pemetaan berbasis cloud storage yang
dikelola oleh ESRI dan dapat memudahkan penggunanya untuk membuat, membagikan dan
mengakses peta, data serta aplikasinya dimana saja.
14. Webgis
Webgis Merupakan pengembangan dari aplikasi SIG berbasis web yang terintegrasi satu
sama lain. Webgis memiliki fitur yang bisa mendukung dalam menampilkan dan menganalisis
data untuk bisa diakses secara bebas (Geosriwijaya.com).
Adapun keuntungan dari penggunaan Webgis diantaranya:
a. Pengguna (user) tidak memerlukan software khusus untuk bisa mengakses informasi Webgis,
yaitu cukup dengan menggunakan internet browser yang bisa diakses melalui desktop.
b. Tersedianya peta-peta informasi secara digital yang disusun atas struktur dan managemen
data yang baik sehingga bisa dimengerti dan dipahami secara mudah.
c. Mendukung dalam perencanaan makro, pengambilan kebijakan, dan tata kelola dari
pemerintahan.
d. Membantu dalam mencari lokasi tertentu dengan mengetikan keyword dengan mudah dan
cepat.
e. Mencari informasi berupa geografi, demografi, dan psikografi.
Dengan adanya peta persebaran longsor ini bertujuan agar dapat memberikan
kemudahan bagi pemerintah dan masyarakat untuk mengetahui lokasi yang
rentan terjadi longsor sehingga dapat menanggulanginya dan masyarakat
juga dapat berantisipasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ananto, K. S. 1991. Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air. Kalam Mulia. Jakarta.
Arifin, S. dan Ita, C. 2006. Implementasi Pengindraan Jauh dan SIG untuk Inventarisasi Daerah
Rawan Bencana Longsor. Pengindraan Jauh LAPAN. Vol 3, hal 80-81.
Aziz, T. Lukman dan Rachman, R. 1977. Peta Tematik. Disertasi tidak diterbitkan. Yogyakarta:
Program Pascasarjana Fakultas Teknik Sipil dan Pembangunan-UGM.
Badan Geologi, 2006. Gerakan Tanah. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
Dwikorita Karnawati. 2005. Bencana Alam Gerak Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Firdaus, H.S., Sukojo, B.M., 2015. Pemetaan Daerah Rawan Longsor dengan Metode
Penginderaan Jauh dan Operasi Berbasis Spasial, Studi Kasus Kota Batu Jawa
Timur. J. Geosaintek 1, 25–34.
Hardiyatmo, H.C., 2012, Penanganan Tanah Longsor dan Erosi, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Karwati, D. 2005. Bencana Alam Gerakan Massa Tanah di Indonesia dan Upaya
Penanggulangannya. GMUP. Yogyakarta.
Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakkan Tanah Indonesia Tahun 2000 (Evaluasi dan
Rekomendasi). Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Karnawati, D. 2003. Himbauan Untuk Antisipasi Longsoran Susulan. Tim Longsoran Teknik
Geologi UGM Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.
Purwantrianani. 2009. Penentuan Sebaran Daerah Rentan Longsor Lahan Menggunakan Sistem
Informasi Geografis di Kecamatan Kandangan Kabupaten Temanggung Profinsi
Jawa Tengah. Disertasi tidak diterbitkan. Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas
Teknik-UNY.
Surono. 2003. Potensi Bencana Geologi di Kabupaten Garut. Prosiding Semiloka Mitigasi
Bencana Longsor di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut.
Sitanala Arsyad. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Susanto dan Rachman. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Kanisius.
Yogyakarta.
Susetyo, B, D dan Perdana, P, A. 2017. Uji Ketelitian surface Model (DMS) sebagai Data
Dasar dalam Pembentukan Kontur Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI).
Researchgate.Net. Bogor.
Wesley, L.D. 1977. Mekanika Tanah. Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.