Anda di halaman 1dari 5

Bab I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang


Indonesia menempati zona tektonik yang sangat aktif karena empat lempeng
tektonik utama dunia dan delapan lempeng kecil lainnya saling bertemu di wilayah
Indonesia yang membentuk struktur tektonik yang kompleks (Irsyam dkk. 2010).
Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini menempatkan wilayah Indonesia
sebagai wilayah yang sangat rawan terhadap gempa bumi.

Gempa bumi yang bersumber pada sesar yang berada atau dekat dengan wilayah
darat mengakibatkan jumlah korban dan kerusakan yang sangat signifikan. Seperti
gempa bumi yang terjadi di Yogyakarta – Jawa Tengah pada Mei 2006 dengan Mw
6,3 pada kedalaman 10 km mengakibatkan 5.749 jiwa meninggal dunia, 38.568
orang terluka dan menyebabkan 600.000 orang mengungsi. Gempa bumi yang
terjadi di Padang - Pariaman pada September 2009 dengan Mw 7,5 pada kedalaman
81 km mengakibatkan 1.117 jiwa meninggal dunia, 1.214 orang terluka, 181.665
bangunan rusak berat serta mengakibatkan 451.000 orang mengungsi (USGS,
2010).

Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan studi hazard gempa bumi dengan
pendekatan PSHA untuk daerah Pulau Jawa, dari hasil wilayah Sesar Lembang
terletak pada nilai PGA hingga 0,8 g, dengan kerugian (loss) bangunan terbesar
salah satunya berada di wilayah Bandung (Damanik, 2012). Studi terbaru terkait
hazard sesar Lembang didapatkan nilai percepatan gempa bumi di batuan dasar di
daerah sesar sebesar 0,6 – 0,78 g dengan peluang terlampaui 10% dalam 50 tahun
(periode ulang 500 tahun) (Pratama, 2013).

Wilayah Metropolitan Bandung Raya (wilayah administrasi Kabupaten Bandung,


Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi) adalah Kawasan
Strategis Provinsi Jawa Barat yang memiliki laju pertumbuhan penduduk dan
ekonomi yang tinggi. Infrastruktur pendukung aktivitas masyarakat seperti
permukiman, fasilitas umum, sekolah, dan perkantoran telah terbangun seluas 25%
dari total luas wilayah (MDM, 2012). Adapun demikian, wilayah Metropolitan

1
Bandung Raya dekat dengan sumber gempa bumi. Sesar Lembang yang masuk
kedalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat merupakan sesar terdekat
yang paling aktif, dengan kecepatan laju geser sebesar 6,0 mm/tahun (Meilano dkk.
2012). Gempa bumi Cisarua-Lembang pada Agustus 2011 dengan Mw 3,3 pada
kedalaman 10 km mengakibatkan kurang lebih 100 rumah warga rusak ringan
(BMKG, 2011).

Wilayah di sekitar Sesar Lembang mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat


pesat, bahkan permukiman penduduk telah merambah hingga zona sesar yang
berbahaya (Diskimrum, 2011). Dari penjelasan potensi hazard Sesar Lembang,
penduduk Kecamatan Lembang dan Cisarua yang berjumlah lebih dari 200.000
jiwa (BPS, 2012) rentan terhadap potensi bencana gempa bumi yang cukup besar.

Studi untuk memperkirakan jumlah korban dalam memodelkan dampak bencana


sedang dikembangkan di dunia untuk usaha mitigasi bencana dan dalam
perencanaan kontijensi. Sistem PAGER telah dikembangkan oleh USGS dengan
melakukan pendekatan model empiris, yaitu hubungan tingkat kematian sebagai
fungsi dari intensitas guncangan gempa (Jaiswal dkk. 2009).

Penanganan korban dan pengungsi menjadi permasalahan utama dalam sistem


penanggulangan bencana di Indonesia. Menurut informasi dari BPBD Provinsi
Jawa Barat bahwa belum adanya SOP dari BNPB dalam perencanaan dan
penentuan lokasi pengungsian menjadi permasalahan tersendiri dalam hal
kecepatan penanganan pengungsi dalam bidang kedaruratan. Sedangkan menurut
informasi dari BPBD Kabupaten Bandung Barat penentuan dan persiapan lokasi
pengungsian yang dilakukan untuk bencana longsor di Cililin pada Maret 2013
dilakukan setelah proses penaksiran (assessment) dampak bencana.

Dari kondisi tersebut diatas, dibutuhkan suatu studi terkait strategi dan perencanaan
lokasi pengungsian bencana gempa bumi disekitar zona sesar Lembang yang
digunakan untuk perencanaan penanganan pengungsi dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang
No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana. Penanganan pengungsi yang

2
cepat dan tepat, efektif dan efisien dibutuhkan strategi dan perencanaan yang
didesain dengan baik.

Pemilihan lokasi pengungsian bencana gempa bumi di dipengaruhi beberapa


kriteria antara lain; kemiringan lereng, elevasi, jarak dari sesar aktif, jarak kepada
bencana lain (longsor/banjir), akses jalan, jarak ketersediaan air (Liu dkk. 2010).
Sedangkan dalam pemilihan lokasi yang stabil dari ancaman gempa bumi, Parmono
(2011) memanfaatkan penilaian pakar yang dibobot dengan metode AHP.

Dalam penelitian ini akan dilakukan studi untuk strategi dan perencanaan lokasi
pengungsian bencana gempa bumi, berdasarkan sistem perkiraan jumlah korban
dari PAGER, dengan memanfaatkan perangkat lunak InaSAFE yang berbasis GIS,
sedangkan dalam pemilihan lokasi pengungsian yang sesuai memanfaatkan
penilaian pakar yang kemudian di bobot dalam metode AHP.

I.2 Hipotesis
Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah bahwa perangkat lunak
InaSAFE dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah korban dan pengungsi
bencana gempa bumi sehingga dapat digunakan dalam perencanaan lokasi
pengungsian.

I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut :
(1) Memperkirakan jumlah korban dan jumlah pengungsi ketika bencana
gempa bumi terjadi.
(2) Merencanakan strategi dalam pengelolaan tempat pengungsian.
(3) Penentuan lokasi yang sesuai untuk lokasi pengungsian.
(4) Membuat desain tempat pengungsian dan perkiraan jumlahnya yang sesuai
dengan estimasi jumlah pengungsi.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah perencanaan lokasi pengungsian yang
baik akan mengurangi jumlah korban dari bencana gempa bumi. Sehingga dapat
mengurangi risiko bencana di wilayah Sesar Lembang.

3
I.4 Batasan Masalah
Beberapa batasan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
(1) Penelitian dilakukan pada wilayah administratif desa yang berada di
sekitar zona Sesar Lembang.
(2) Perkiraan jumlah korban dan pengungsi dari bencana gempa bumi
didasarkan pada sistem PAGER.
(3) Perancangan lokasi pengungsian didasarkan pada standar minimum yang
ditetapkan oleh UNHCR (2007) dan BNPB (2008).
Sedangkan asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
(1) Sumber gempa yang digunakan untuk perhitungan hazard gempa bumi di
sesar Lembang adalah maksimal Mw 6,6.
(2) Perkiraan jumlah korban dari sistem PAGER sesuai dengan model loss
korban jiwa di wilayah Indonesia sehingga dapat digunakan di wilayah
Sesar Lembang.
(3) Penduduk yang terpapar oleh intesitas guncangan gempa diatas V MMI
diasumsikan mengungsi.
(4) Dalam penyusunan strategi pengelolaan tempat pengungsian, lamanya
korban mengungsi diasumsikan selama 6 bulan.

I.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:
(1) Pendahuluan, berisi pemaparan ide atau gagasan dari pelaksanaan
penelitian tesis. Terdapat beberapa subbab, yaitu Latar Belakang,
Hipotesis, Tujuan, Batasan Masalah, dan Sistematika Penulisan.
(2) Tinjauan Pustaka, menguraikan tentang kondisi geologi dan hazard Sesar
Lembang, penjelasa tentang metode DSHA, penjelasan Sistem Pager,
pengenalan perangkat lunak yang digunakan dalam tesis ini yaitu
InaSAFE, uraian mengenai studi terdahulu tentang pembuatan peta
kepadatan penduduk dalam grid, uraian studi terdahulu terkait
perencanaan lokasi pengungsian, dan penjelasan metode AHP.
(3) Metodologi Penelitian, menguraikan data-data yang digunakan,
pembuatan peta intensitas gempa, pembuatan peta exposure, penjelasan
mengenai pembobotan kriteria lokasi pengungsian yang digunakan,

4
penghitungan jumlah pengungsi, penghitungan kebutuhan hidup
pengungsi.
(4) Hasil dan Analisis, berisi tentang hasil pengolahan dan analisis.
(5) Kesimpulan dan Saran, menyimpulkan dari seluruh pengerjaan tesis.
Saran-saran khususnya untuk penelitian yang dimasa mendatang
(6) Lampiran, merupakan data-data dan hasil pendukung, yang melengkapi
bagian 4 dan 5.

Anda mungkin juga menyukai