Anda di halaman 1dari 14

Kolokium Jalan dan Jembatan

PETA RESPON SPEKTRA INDONESIA DI PERMUKAAN UNTUK


BERBAGAI KONDISI TANAH DENGAN MODEL SUMBER GEMPA 3-D

M. Asrurifak1), Masyhur Irsyam1), Bambang Budiono1), Wahyu Triyoso1),


Fahmi Aldiamar2), Anita Firmanti3)
1)
Institut Teknologi Bandung, m_asrurifak@yahoo.com

Abstrak

Studi ini dimaksudkan untuk memperoleh peta spektra hazard di permuakaan tanah
untuk berbagai kondisi tanah. Peta spektra hazard yang diamplifikasi meliputi spektra
periode getar pendek (0.2 detik) dan periode getar 1 detik untuk periode ulang gempa
2500 tahun. Data dan parameter sumber gempa yang digunakan untuk mendapatkan
hasil spektra hazard adalah dari catalog gempa terbaru dan informasi sesar aktif terkini
yang didapat dari referensi yang sudah dipublikasi maupun dari hasil analisa serta
diskusi anggota Tim Revisi Peta Gempa Indonesia 2010. Model sumber gempa yang
digunakan adalah 3-D meliputi: sumber gempa fault, sumber gempa subduksi dan
sumber gempa background. Hasil analisa dari studi ini menampilkan peta spektra
hazard periode ulang gempa 2500 tahun dan peta respon spektra disain di permuaan
tanah untuk kondisi tanah klas C (tanah keras), klas D (tanah sedang) dan klas E
(tanah lunak).

Kata kunci: spectra hazard, amplifikasi, model sumber 3-D

1. Pendahuluhan

Wilayah Indonesia yang dikenal sebagai wilayah dengan aktifitas gempa yang sangat
tinggi. Oleh karena itu, perencanaan bangunan-bangunan sipil di wilayah Indonesia
harus didesain terhadap beban gempa. SNI 03-1726-2002 telah disusun sebagai
standard perencanaan bangunan tahan gempa, dimana didalamya antara lain memuat
peta gempa Wilayah Indonesia.

Peta percepatan puncak dibatuan dasar yang ada di SNI-03-1726-2002 adalah


merupakan peta percepatan gempa yang nilainya diambil dari rerata hasil yang
dilakukan oleh empat penelitian dari berbagai latar belakang, yaitu Jodi Firmansyah &
Masyhur Irsyam dari Perguruan Tinggi (ITB), Theo F Najoan dari Puslitbang Sumber
Daya Air, Departemen Pekerjaan Umum, Teddy Boen & Haresh Shah dari Konsultan
Swasta dan Engkon Kertapati dari Badan Geologi, Departemen Mineral dan Sumber
Daya Energi. Konsep pembuatan peta hazard gempa oleh beberapa peneliti ini
dilakukan dengan mengacu pada konsep UBC-1997 yang analisanya menggunakan
Teorema Probabilitas Total (McGuire, 1976) untuk model sumber gempa dua dimensi
(2D). Dengan adanya pengembangan model sumber gempa 3D ditambah dengan
data-data gempa besar terbaru yang tidak pernah diprediksi sebelumnya, seperti
gempa Aceh (Mw 9.0–9.3), maka parameter-parameter sumber gempa yang digunakan
untuk pembuatan peta hazard pada SNI tersebut diatas menjadi berubah.

Pertemuan yang membahas rencana perubahan SNI 03-1726-2002 telah dilaksanakan


oleh Departemen PU dan HAKI pada bulan Juli 2006, dimana telah di rencanakan

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

merevisi peta gempa Indonesia pada tahun 2008. Pertemuan lanjutan dilaksanakan
pada bulan September 2007 yang dihadiri oleh wakil-wakil dari Departemen PU, HAKI,
HATTI, Universitas, LIPI, Badan Geologi serta dari USGS dengan tujuan untuk
mengkawal pembuatan peta hazard Indonesia yang baru. Tanggal 27 Oktober 2008 di
Jakarta pada pertemuan yang dikoordinir oleh Departemen Pekerjaan Umum dan
dihadiri oleh ahli-ahli dari Perguruan Tinggi, Konsultan Swasta maupun organisasi-
organisasi terkait telah menyepakati bersama bahwa SNI 03-1726-2002 segera
direvisi, dan acuan yang akan digunakan adalah IBC-2006 dengan penyesuaian untuk
kondisi wilayah Indonesia. Pada tahun 2009 telah dilakukan tiga kali pertemuan yaitu di
kantor Menristek pada bulan Juli yang dihadiri oleh wakil-wakil dari Menristek,
Departemen PU, Universitas dan LIPI kemudian bulan Sempember yang dihadiri oleh
wakil-wakil dari Departemen PU, Menristek dan Universitas yang mana pada
pertemuan ini telah disepakati bahwa peta hazard gempa Indonesia harus selesai
pada akhir tahun 2009 dan akhirnya rapat 30 November 2009 di Inspektorat Jendral
Departemen Pekerjaan Umum, yang dihadiri oleh stakeholder dibentuk Tim Revisi
Peta Gempa Indonesia 2010 dan ditargetkan Peta Gempa akan selesai awal bulan
Maret 2010.

2. Seismotektonik Wilayah Indonesia

Wilayah Indonesia yang terletak di daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar dan
sembilan lempeng tektonik kecil (Bird dkk, 2003) merupakan lempeng-tempeng yang
yang menciptakan jalur-jalur subduksi dan jalur-jalur sesar yang terus aktif (Gambar
2.1), hal ini mengakibatkan kepulauan lndonesia memiliki aktivitas kegempaan tertinggi
didunia.

Zona subduksi atau penunjaman dan sesar atau patahan, dengan ditambah informasi
dari data geofisika, geodesi dan kegempaan selanjutnya dapat disebut sebagai zona
sumber gempa bumi /seismic source zone (Algermisen et.al, 1982; Crouse, 1992;
Adams dan Basham, 1994 ; Kertapati dkk, 2006). Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa suatu zona sumber gempa adalah suatu zona yang dapat diidentifikasi dari data
geologi, geodesi, geofisika, dan dari aspek kegempaan sehingga mempunyai potensi
untuk menimbulkan gempa bumi di waktu mendatang.

Gambar 1. Model pelat tektonik wilayah Indonesia dan sekitarnya berdasarkan pada
Bird dkk., 2003 dan vektor kecepatan pergerakan dari data survey GPS
mulai tahun 1991 sampai dengan 2001 (ITRF-2000)

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

3. Model Sumber Gempa

Model tatanan seismotektonik wilayah Indonesia terbaru yang telah dipublikasi dan
dievaluasi oleh beberapa peneliti dipakai sebagai acuan model sumber gempa dan
dijadikan input parameter PSHA. Parameter-parameter yang diperlukan dalam
membuat model sumber gempa meliputi seismogenic zones, focal mechanisms dan
earthquake catalogues. Kondisi seismogenic ini termasuk geometri atau geomorfologi
lempeng tektonik seperti fault dan zona subduksi. Model-model sumber gempa yang
digunakan dalam studi ini adalah sumber gempa background, sumber gempa fault dan
sumber gempa subduksi. Model ini diperlukan sebagai hubungan antara data kejadian
gempa dengan model perhitungan yang digunakan dalam menentukan tingkat resiko
gempa.

Model Sumber Gempa Fault


Mode sumber gempa fault ini uga disebut sebagai sumber tiga dimensi karena dalam
perhitungan probabilitas jarak, yang dilibatkan adalah jarak dari site ke hypocenter.
Jarak ini memerlukan data dip dari fault yang akan dipakai sebagai perhitungan
probabilitas tersebut. Input parameter yang diperlukan dalam analisa probabilitas
dengan model sumber gempa fault adalah: koordinat lintasan fault (lat, long),
mekanisme pergerakan fault (strike-slip, dip-slip), slip-rate, dip, panjang dan lebar fault.
Penentuan lokasi sesar (fault trace) ini didapat dari data-data peneliti yang sudah
dipublikasi yang kemudian di trace ulang dengan menggunakan data Shuttle Radar
Topographic Mission (SRTM) yang berbentuk peta geomorfologi dan data gempa
historic yang sudah direlokasi (Gambar 2). Penentuan nilai slip-rate) bisa didapat
melalui metoda survey GPS. Data GPS pada titik-titik yang telah dipilih dapat analisa
pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke
survei berikutnya, sehingga dari hasil ini dapat diketahui karakteristik deformasi dan
geodinamika sesar yang dikaji berdasarkan hasil hitungan dan model matematis yang
berupa analisa regangan tektonik (Gambar 3).

Sesar Matano

Sesar Lawanopo

Gambar 2. Penampakan sesar Lawanopo dan sesar Matano dari data SRTM serta
model mekanisme gempa yang terjadi disekitarnya (Meilano, 2010).

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

Gambar 3. Contoh model analisa perhitungan slip-rate Palu-Koro dari data GPS (Tim
Geodesi ITB)

Model Sumber Gempa Subduksi


Sumber gempa subduksi dimodelkan dengan data-data parameter yang meliputi lokasi
subduksi yang dituangkan dalam koordinat lintang dan bujur, a dan b-value dari areal
subduksi yang bisa didapatkan dari data gempa dengan metode least square
(Gutenberg-Richter, 1944) atau metode Maximum Likelihood (Aki, 1965). Batas
kedalaman dari sumber gempa ini adalah 50 km atau merupakan daerah Megathrust.
Untuk sumber gempa yang lebih dalam (>50 km) daerah Benioff diwakili oleh model
sumber gempa deep background.

Penentuan sudut subduksi (Megathrust) dilakukan dengan membuat potongan


melintang pada daerah Megathrust (Gambar 4) dengan data-data gempa historis yang
sudah di relokasi dan tanpa ada sorting (independence dan dependence shock). Hasil
potongan melintang tersebut akan tampak distribusi lokasi sumber gempa yang ada
sehingga bisa dipisahkan peruntukan dari masing-masing gempa yang ada menjadi
model sumber gempa yang akan digunakan sebagai input parameter dalam PSHA.

Model Sumber Gempa Background (gridded seismicity)


Suatu daerah yang data seismogenic-nya belum teridentifikasi dengan baik bisa
digunakan sebagai suatu model sumber gempa bila didaerah tersebut terdapat data-
data gempa historik. Model sumber gempa ini disebut sebagai sumber gempa
background. Pemodelan yang digunakan untuk sumber gempa background ini adalah
gridded yang berdasar pada laju gempa (earthquake rates) secara spatially smoothed
(Frankel, 1995).

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

Gambar 4. Pengambilan data gempa historis yang sudah direlokasi (Engdahl dkk,
2007) pada daerah subduksi (atas) dan model potongan melintang daerah
subduksi dengan Tomografi seismik gelombang P (Widiyantoro, 2009) (a)
dan dengan software Z-Map (b).

4. Katalog Gempa

Dalam membuat model sumber gempa, data kejadian gempa historik yang pernah
terjadi di wilayah Indonesia dan sekitarnya perlu dikumpulkan dari berbagai sumber
baik itu lembaga nasional maupun internasioanal seperti: Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia, Nasional Earthquake Information Center
U.S. Geological Survey (NEIC-USGS), dimana data ini merupakan gabungan dari
katalog gempa yang dikeluarkan oleh USGS, The Bureau Central International de
Seismologie (BCIS), International Seimological Summeries (ISS), International
Seimological Center (ISC), Preliminary Determination of Epicenter (PDE). The
Advanced National Seismic System (ANSS) composite catalog dari world-wide
earthquake catalog. Katalog Centennial yang mana merupakan kompilasi katalog Abe,
Abe & Noguchi, Newcomb & McCann, serta Pacheco & Sykes dimana gempa-gempa
menegah sampai besar telah direlokasi dan dikoreksi. Katalog gempa yang sudah
direlokasi oleh Engdahl (2007) yang didapat dari Prof. Sri Widiyantoro, dimana catalog
ini berguna untuk mengontrol geometri dari subduksi atau patahan. Data yang diambil
adalah dalam perioda yang dimulai dari tahun 1900 sampai tahun 2009 dengan
batasan kordinat 10˚LU - 12˚LS dan 90˚BT - 145˚BT, sedangkan untuk analisa annual
rate digunakan data dari tahun 1964 sampai tahun 2009.

5. Seismic Hazard Analysis

Analisa hazard gempa (seismic hazard analysis) yang digunakan adalah model
Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) yang dikembangkan oleh Cornell (1968
dan 1971), kemudian dilanjutkan oleh Merz dan Cornell (1973). Teori ini
mengasumsikan magnitude gempa M dan jarak R sebagai variabel acak independen

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

yang menerus. Dalam bentuk umum teori probabilitas total ini dapat dinyatakan
sebagai berikut:
P[I ≥ i] = rmP[I ≥ im dan r]fM(m).fR(r) dm dr

dimana: fM = fungsi kepadatan dari magnitude


fR = fungsi kepadatan dari jarak hiposenter
P[I ≥ i | m dan r] = kondisi probabilitas acak intensitas I yang melampaui nilai i
pada suatu lokasi akibat magnitude gempa M dan jarak hiposenter R.

Perhitungan PSHA dalam studi ini dilakukan dengan menggunakan software dari
USGS (Harmsen, 2007) dan input parameter yang digunakan adalah seperti yang akan
dijelaskan dalam model sumber gempa datas.

Besar nilai hazard ini didapat dari fungsi empirik dari hasil penelitian lapangan yang
memberikan gambaran nilai penurunan percepatan gelombang gempa dari suatu
sumber gempa sampai di site yang ditinjau. Fungsi ini disebut sebagai fungsi atenuasi.
Nilai atenuasi ini tergantung pada: magnitude gempa, jarak ke site, mekanisme sumber
gempa, kondisi tanah setempat dan kondisi model tektonik dari sumber gempa
tersebut. Untuk wilayah Indonesia, pemilihan fungsi atenuasi berdasarkan pada model
sumber gempa dan sebagian besar sudah menggunakan Next Generation Attenuation
(NGA) dimana data gempa yang digunakan adalah data gempa global (worldwide
data). Fungsi atenuasi untuk gempa shallow crustal (model sumber gempa shallow
background dan fault) menggunakan Boore-Atkinson NGA (2008), Campbell-Bozorgnia
NGA (2008) dan Chiou-Youngs NGA (2008). Sumber gempa subduksi interface
(Megathrust) menggunakan Geomatrix subduction (Youngs et al, SRL, 1997),
Atkinson-Boore BC rock & global source. (Atkinson & Boore, 2003) dan Zhao et al.,
dengan variabel Vs-30. (Zhao et al, 2006). Sumber gempa deep intraslab (model sumber
gempa deep background) menggunakan AB intraslab seismicity Puget Sound region
BC-rock condition (Atkinson and Boore, 1995), Geomatrix slab seismicity rock, 1997
(Youngs et al, 1997) dan AB 2003 intraslab seismicity world data region BC-rock
condition. (Atkinson and Boore, 2003). Pemilihan fungsi atenuasi ini didasarkan pada
kesamaan kondisi geologi dan tektonik dari wilayah dimana fungsi atenuasi itu dibuat.

Analisa respon spektra di permukaan ini didapat dari proses amplifikasai spektra
hazard di batuan dasar dengan kecepatan geser (Vs-30 = 760 m/dt), dimana nilai
amplifikasi didapatkan dari perbandingan nilai spektra kondisi Vs-30 = 760, 360, 180
dan 100 m/detik dimana kondisi ini menggambarkan batas antara tanah klas-B
(batuan), klas-C (tanah keras atau batuan lunak), klas-D (tanah sedang/kaku) dan klas-
D (tanah lunak). Analisa ini dilakukan dengan menggunakan atenuasi NGA yang sudah
mempunyai fasilitas analisa dengan berbagai variabel Vs30.

6. Hasil Analisa Hazard

Hasil dari analisa hazard probabilistik ini berupa peta percepatan di batuan dasar pada
kondisi PGA, spektra 0.2 detik dan 1.0 detik untuk perioda ulang 2500 tahun atau 2%
probabilitas terlampaui dalam 50 tahun umur rencana bangunan. Peta spektra ini bisa
dilihat pada Gambar 5 s/d 7.

Hasil dari analisa respon spektra berupa peta percepatan di permukaan tanah pada
spektra 0.2 detik dan 1.0 detik untuk 2500 tahun atau 2% probabilitas terlampaui dalam
50 tahun bisa dilihat pada Gambar 7 s/d 9 masing-masing untuk tanah klas-C (tanah
keras atau batuan lunak), klas-D (tanah sedang/kaku) dan klas-E (tanah lunak). Untuk
periode 1-detik bisa dilihat pada Gambar 10 s/d 12 masing-masing untuk tanah klas-C,
klas-D dan klas-E.

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

Gambar 5. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar pada kondisi PGA (T = 0
detik) untuk periode ulang 2500 tahun.

Gambar 6. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar pada kondisi spektra T = 0.2
detik untuk periode ulang 2500 tahun.

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

Gambar 7. Peta hazard gempa Indonesia di batuan dasar pada kondisi spektra T =
1.0 detik untuk periode ulang 2500 tahun.

Gambar 8. Peta respon spektra 0.2 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun
untuk tanah klas-C (tanah keras dan batuan lunak)

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

Gambar 9. Peta respon spektra 0.2 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun
untuk tanah klas-D (tanah sedang/kaku)

Gambar 10. Peta respon spektra 0.2 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun
untuk tanah klas-E (tanah lunak)

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

Gambar 11. Peta respon spektra 1.0 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun
untuk tanah klas-C (tanah keras dan batuan lunak)

Gambar 12. Peta respon spektra 1.0 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun
untuk tanah klas-D (tanah sedang/kaku)

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

Gambar 13. Peta respon spektra 1.0 detik di permukaan periode ulang 2500 tahun
untuk tanah klas-E (tanah lunak)

7. Diskusi dan Kesimpulan

Studi ini menampilkan peta spektra hazard dengnan periode ulang gempa 2500 tahun
di batuan dasar dan peta respon spektra disain di permukaan tanah untuk kondisi
tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak pada periode getar pendek (0.2 detik) dan
periode getar 1-detik.

Peta hasil studi PSHA untuk percepatan puncak (PGA), spektra 0.2 detik dan 1.0 detik
di batuan dasar untuk periode ulang gempa 500 dan 2500 tahun digunakan sebagai
usulan pengembangan peta gempa wilayah Indonesia yang sudah ada di SNI 03-1726-
2002.

Nilai hazard seperti yang ada pada peta diatas menunjukkan bahwa akibat dari sumber
gempa sesar/fault nilai hazard memberikan pengaruh yang besar pada daerah yang
jaraknya dekat dengan sumber hal ini berdeba dengan peta gempa yang ada di SNI
03-1726-2002.

Secara umum nilai percepatan respon spektra disain semakin membesar sehubungan
dengan kondisi tanah yang semakin lunak, kecuali pada nilai percepatan lebih besar
dari 0.8g yang justru mengalami penurunan.

Peta respon spektra di permukaan tanah untuk periode pendek dan periode 1-detik
berdasarkan pada IBC-2009 bisa digunakan sebagai pertimbangan perencanaan
stuktur bangunan tahan gempa untuk berbagai kondisi tanah.

Referensi

Arabasz, W.J. and Robinson, R. , 1976, ‗Microseismicity and Geologic Structure in the Northern
South Island, New Zealand,‘ New Zealand Journal of Geology and Geophysics, Vol. 19,
No. 2, pp. 561-1367.
Asrurifak M., Irsyam M., Budiono B., Triyoso W., Hendriyawan., (2010): Development of
Spectral Hazard Map for Indonesia with a Return Period of 2500 Years using

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

Probabilistic Method, J. Civil Engineering Dimension, Vol. 12, No. 1, March 2010, 52-62
ISSN 1410-9530 print / ISSN 1979-570X online.
Atkinson, G.M., and Boore, D.M., 2007, Erratum—Earthquake ground-motion prediction
equations for eastern North America: Bulletin of the Seismological Society of America,
v. 97, p. 1032.
Atkinson, G.M., Boore, D.M, 2003, "Empirical Ground-Motion Relations forSubduction-Zone
Earthquakes and Their Application to Cascadia and OtherRegions," Bulletin of the
Seismological Society of America, Vol. 93, No. 4, pp 1703-1729.
Atkinson, G., Boore, D., 1995. New ground motion relations for eastern North America. Bull.
Seismol. Soc. Am. 85, 17– 30.
Beca Carter Hollings & Ferner, 1979, ‗Indonesian Earthquake Study,‘ Vol. 1-7.
Bird, P., 2003, An updated digital model of plate boundaries: Geochemistry, Geophysics,
Geosystems, v. 4, no. 3, 1027, doi:10.1029/2001GC000252,
(http://element.ess.ucla.edu/ publications/2003_PB2002/2001GC000252.pdf).
Boore, D., and Atkinson, G., 2007, Next generation attenuation relations to be published in
Earthquake Spectra.
Campbell, K., and Bozorgnia, Y., 2007, Next generation attenuation relations to be published in
Earthquake Spectra.
Chiou, B., and Youngs, R., 2007, Next generation attenuation relations to be published in
Earthquake Spectra.
Cornell, C.A. 1968, ‗Engineering Seismic Risk Analysis,‘ Bulletin of the Seismological Society of
America, Vol. 58.
Crouse, C.B., ‗Ground Motion Attenuation Equations for Earthquake on the Cascadia
Subduction Zone,‘ Earthquake Spectra, 7(2), 201-236, 1991.
Engdahl, E. R., Villasenor, A., DeShon, H. R. & Thurber, C. H., (2007). Teleseismic relocation
and assessment of seismicity (1918–2005) in the region of the 2004 Mw 9.0 Sumatra–
Andaman and 2005 Mw 8.6 Nias island great earthquakes, Bull. Seismol. Soc. Am., 97,
S43-S61.
Firmansyah, J. and Irsyam, M. 2001, ‗Development of Attenuation Model and Engineering
Practice for Confident Level Acceptence Criteria,‘ Research Report to BP-Arco Bali
North, LAPI ITB.
Frankel, A., 1995, Mapping seismic hazard in the central and eastern United States:
Seismological Research Letters, v. 66, n.4 p. 8-21
Frankel, A.D., Petersen, M.D., Mueller, C.S., Haller, K.M., Wheeler, R.L., Leyendecker, E.V.,
Wesson, R.L., Harmsen, S.C., Cramer, C.H., Perkins, D.M., Rukstales, K.S., 2002,
Documentation for the 2002 Update of the National Seismic Hazard Maps: U.S.
Geological Survey Open-File Report 02-420.
Gardner, J.K., and Knopoff L., 1974, Is the sequence of earthquakes in southern California, with
aftershocks removed, Poissonian?: Bulletin of the Seismological Society of America, v.
64, p. 1363–1367.
Gutenberg, B. and Richter, C. (1944). Frequency of earhquakes in California. Bull. Seism. Soc.
Am., 34:185–188.
Hall, R, &, Wilson, M.E.J., 2000, Neogene sutures in eastern Indonesia, Journal of Asian Earth
Sciences 18 (2000) 781–808.
Harmsen, S., 2007, USGS Software for Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA), Draft
Document, (unpublished).
Idriss, I.M. 1990, ‗Response of Soft Soil Sites During Earthquake,‘ in J.M. Duncan, ed.,
Proceedings, H. Bolton Seed Memorial Symposium, BiTech Publishers, Vancouver,
British Columbia, Vol. 2.
International Bulding Code, 2000, International Code Council, Inc. Key, D. E., Earthquake
Design Practice for Buildings, Thomas Telford, 1988
Irsyam M., Asrurifak M., Hendriyawan, Budiono B., Triyoso W., Anita Firmanti A., (2010):
Development of Spectral Hazard Maps for Proposed Revision of Indonesia Seismic
Building Code, Geomechanic and Geoengineering an International Journal, Vol. 5. No.
1, 35-47, DOI: 10.1080/17486020903452725.
Irsyam, M., Dangkua, D.T., Hendriyawan, Hoedajanto, D., Hutapea, B.M., Kertapati, E., Boen,
T., and Petersen, M.D., 2008, Proposed Seismic Hazard Maps of Sumatra and Java
Islands and Microzonation Study of Jakarta City, Indonesia, Journal of Earth System
Science, accepted for publication.

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

Kijko, A. and Sellevol, M.A. 1992, ‗Estimation of Earthquake Hazard Parameters from
Incomplete Data Files Part II, Incorporation of Magnitude Heterogeinity,‘ Bulletin of the
Seismological Society of America, Vol. 82, No. 1, pp. 120-134.
Kulkarni, R.B., Youngs, R.R., and Coppersmith, K.J. 1984,’Assessment of Confidence Interval
for Results of Seismic Hazard Analysis,‘ Proceedings, 8th World Conference on
Earthquake Engineering, San Fransisco, Vol. 1.
McCaffrey, R. 1996. Slip Partitioning at Convergent Plate Boundaries of SE Asia, in Hall, R. and
Blundell, D. (eds.), 1996. Tectonic Evolution of Southeast Asia, Geological Society
Special Publication No. 106, London, pp. 3-18.
Meilano I., (2009), Slip-rate Estimation from Crustal Deformation Observation, Workshop Peta
Zonasi Gempa Indonesia Terpadu Untuk Membangun Kesiapsiagaan Masyarakat,
RISTEK 21 Juli 2009, Jakarta
Merz, H.A. and Cornell, C.A (1973). Aftershocks in Engineering Seismic Risk Analysis. Report
R73-25. Massachusetts: Department of Civil Engineering, MIT, Cambridge.
Pacheco, J.F., and Sykes, L.R., ‗Seismic Moment Catalog of Large Shallow Earthquakes, 1900
to 1989,‘ Bulletin of the Seismological Society of America, Vol. 82, No. 3, pp. 1306-
1349, 1992.
Petersen, M.D., Dewey, J., Hartzell, S., Mueller, C., Harmsen, S., Frankel, A.D., and Rukstales,
K., 2004, Probabilistic seismic hazard analysis for Sumatra, Indonesia and across the
southern Malaysian Peninsula: Tectonophysics, v. 390, p. 141–158.
Prawirodirdjo, L., Bock, Y., Genrich, J.F., Puntodewo, S.S.O., Rais, J., Subarya, C., and
Sutisna, S., 2000, One century of tectonic deformation along the Sumatran fault from
triangulation and Global Positioning System surveys: Journal of Geophysical Research,
v. 105, p. 28,343–28,361.
Rangin, C., Le Pichon, X., Mazzotti, S., Pubellier, M., Chamot-Rooke, N., Aurelio, M.,
Walpersdorf, A., and Quebral, R., 1999, Plate convergence measured by GPS across
the Sundaland/Philippine Sea Plate deformed boundary—The Philippines and eastern
Indonesia: Geophysical Journal International, v. 139, p. 296–316.
Reiter, L. 1990. Earthquake Hazard Analysis: Issues and Insights. Columbia University Press,
New York.
Sengara, I W., Hendarto, Natawidjaja, D.H., triyoso, W., (2006), ―Preliminary Probabilistik
Seismic Hazard analysis of sumatera for Input to Indonesia Seismic Zonation‖, Seminar
on The active Geosphere KAGI 21 ITB Univ. Kyoto and Institut Teknologi Bandung.
Shah, H.C., Boen, T., 1996. Seismic Hazard Model for Indonesia, RMS internal document. 21
pp. (unpublished but cited in GSHAP, 1999).
Sieh, K., Natawidjaja, D., 2000. Neotectonics of the Sumatran fault, Indonesia. J. Geophys.
Res. 105, 28295–28326.
Silver, E.A., Reed, D., McCaffrey, R. 1983, ‗Back Arc Thrusting in the Eastern Sunda Arc,
Indonesia: A Consequence of Arc Continent Collisin,‘ Journal of Geophysical Research,
Vol. 88, No. B9, pp 7429-7448.
Simandjuntak, T.O. and Barber, A.J. 1996. Contrasting Tectonic Styles in the Neogene
Orogenic Belts of Indonesia, in Hall, R. and Blundell, D. (eds.). 1996 Tectonic Evolution
of Southeast Asia, Geological Society Special Publication No. 106, London, pp. 3-18.
Simons W. J. F., el al. 2007. A Decade of GPS in Southeast Asia: Resolving Sunda Land
Motion And Boundaries, J. Geophysics. Res., 112.B06420. doi: 10.1029/
2005JB003868
Socquet, A., Vigny, C., Chamot-Rooke, N., Simons, W., Rangin, C., and Ambrosius, B., 2006,
India and Sunda plates motion and deformation along their boundary in Myanmar
determined by GPS: Journal of Geophysical Research, v. 111, B05406, doi:
10.1029/2005JB003877, 11 p.
Standar Nasional Indonesia (2002), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002), Badan Standardisasi Nasional.
Stepp, J.C. 1973, ‗Analysis of the Completeness of the Earthquake Hazard Sample in the Puget
Sound Area,‘ NOAA Technical Report, ERL 267-ESL 30, Boulder, CO.
Uhrhammer, R.A. 1986, ’Characteristics of Northern and Central California Seismicity,‘
Earthquake Notes, Vol. 57, No. 1, pp. 21.
USGS, NEIC. 2008, Seismic Hazard of Western Indonesia, Map prepare by United State of
Geology Survey, URL http://earthquake.usgs.gov/research/hazmap/product_data/

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.


Kolokium Jalan dan Jembatan

Weichert, D.H. 1980, ‗Estimation of the Earthquake Recurrence Parameters for Unequal
Observation Periods for Different Magnitudes,‘ Bulletin of the Seismological Society of
America, Vol. 70, No. 4, pp. 1337-1346.
Wells, D.L., and Coppersmith, K.J., 1994, New empirical relationships among magnitude,
rupture length, rupture width, and surface displacements: Bulletin of the Seismological
Society of America, v. 84, p. 974–1002.
Widiyantoro, S., (2008), Seismic tomography reveals a saddle-shaped structure of the
subducted oceanic lithosphere in the upper mantle beneath North Sumatra,
Proceedings of the Indonesian Association of Geophysics (HAGI) Annual Meeting.
Wiemer, S. (2001). A software package to analyze seismicity: ZMAP. Seismological Research
Letters, 72(2):373–382.
Youngs, R.R., Chiou, S.J., Silva, W.J., Humphrey, J.R., 1997. Strong ground motion attenuation
relationships for subduction zone earthquakes. Seismol. Res. Lett. 68, 58–73.
Zhao John X., Zhang, J., Asano, A., Ohno, Y., Oouchi, T., Takahashi, T., Ogawa, H., Irikura, K.,
Thio, H., Somerville, P., et al.,2006, Attenuation Relations of Strong Motion in Japan
using site classification based on predominant period, Bull. Seismol. Soc. Am., 96, 898

Asruifak,M., Irsyam,M., Budiono,B., Triyoso,W., Adiamar,F., Firmanti,A.

Anda mungkin juga menyukai