Anda di halaman 1dari 12

PERCEPATAN MAKSIMUM BATUAN DASAR KOTA SEMARANG DENGAN PEMODELAN SUMBER GEMPA TlTlK - - .. - -. .

(PEAK BASE ACCELERATION OF SEMARANG CITY WITH POINT SOURCE MODEL)

ABSTRAK

Studi ini akan menyajikan analisis resiko gempa yang bertujuan untuk mengestimas~ percepatan ~naksimum batuan dasar (PBA) dan respon spektra batuan dasar Kota Semarang periode ~ ~ l a ngempa 500 tahun. Analisis resilto gempa ini berdasarkan kondisi geologi dan sejarah g kegempaan dengan metode Gumbel yang memodelltan sumbel- gempa sebagai model point source. Hasil akhir dari studi ini bermanfaat untuk desain bangunan tahan gempa sehingga kerugian altibat gempa dapat diperkccil. Surnber gempa yang digunakan adalah gempa-gempa dengan kedalamari kurang alau sama dengan 200 km dalam radius 500 km dari Kota Semarang. Tiga fungsi atenuasi dipilih untuk rnenentukan besarnya ground motion. Fungsi atenuasi Youngs (1997) digunakan untuk mempresentasikan zona subduksi Jawa sedangkan fungsi atenuasi Boore et al. (1997) dan Sadigh (1997) digunakan untuk mempresentasikan sesar-sesar di seltitar Semarang. Hasil analisis menunjukltan bahwa PBA Kota Semarang untuk periode ulang gempa 500 tahun adalah 0.12 g.

Kata kunci

: analisis resiko gempa, point source, percepatan maksimum batuan dasar, dan respon spektra

ABSTRACT

This study presents seismic hazard analysis that aims to estimate peak ground acceleration Semarang for 500'- year return period earthquake. The seismic hazard analysis is based on geology and history condition by method of Gumbel which models seismic sources in point source model. The result of the study can be used as earthquake resisting building designs, therefore, earthquake victims can be decreased. The seisniic sources considered are the earthquakes potential to a depth of 200 km within radius of 500 Ion from Semarang. Three attenuation models are chosen for determination of t l ~ e ground motion. The attenuation model of Youngs (1997) is selected to represent the subduction e~~vironrnent Java and attenuation models of Boore eta/. (1997) and Sadigh (1997) are selected to of represent shallow crustal fault surrounding Semarang. The result of the analysis shows that peak base acceleration of Semarang is 0.12 g for 500 - year return period. Key words : Seismic hazard analysis, point source, peak base acceleration, and design spectrum response

'O Dosen Fakultas Teknik Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang

102

Percepatan Maksimum Batuan Dasar Kota Semararig

kerugian yang c u k q besar yang rnungkin


1.1 Latar Belakang

timbul di kemudian hari.


1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan catatan rnaupun kondisi seismotektoniknya, kepulauan lndonesia rnerupakan daerah yang relatif rawan terhadap bencana alam bumi. Hal ini dikarenakan kepulauan lndonesia terletak pada kerangka tektonik yang didominasi oleh interaksi dari empat lempeng utama yang saling berbeda jenis (kerak samudra - kerak benua) yaitu iempeng Eurasia, lempeng Hindia-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng Philipina, Dengan rnemperhatikan latar be : 'tang yang telah diuraikan, tujuan penelitian ini akan rnencakup : (1) Penentuan percepalan maksimur di batuan dasar (peak base acceleration) kota Sernarang untuk periode ulang 200 tahun, 500 tahun dan 1000 tahun untuk

rnernvalidasi peraturan gempa di lndonesia, dengan menggunakan pemodelan surnber gempa, fungsi atenuasi, dan pendekatan statistik yang cukup rnernadai. (2) Pembuatan respons spektra batuan dasar kota Semarang sebagai yarnbaran karakteristik gelombang gempa di batuan dasar kota Semarang.

d~manaakibat interaksi tersebut menciptakan jalur subduksilpenunjarnan dan jalur tubrukan yang yang terus tinggi alttif dan yang rnengakibatkan tingkat di kepulauan lndonesia lnerniliki aktivitas seisrnik mempengaruhi seisrnisitas di antara wilayah-wilayah Indonesia. Tingginya tingkat resiko gempa pada kota-kota di Pulau Sumatra. Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi lltara serta lrian Jaya dapat dilihat pada beberapa gempa bumi besar yang terjadi dala~n15 tahun terakhir yaitu gempa dan Flores Liwa (1992), (1994), gempa gpmpa

II. METODOLOGI PENELlTlAN


2.1 Pengumpulan Data Gernpa

Data gernpa yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulltan oleh yaitu dari data-data yang

Banyuwangi

dikeluarkan nasional,

lernbaga Badan

kegempaan dan

Bengk~~lu dan Banggai (2000), Nabire, Alor dan gempa Aceh yang berkekuatan mega (2004), Nias dan Padang (2005), serta Yogyaltarta (2006). Semarang rnerupakan salah satu kota besar di pulau yang Jawa cukup yang dengan tinggi populasi sehingga bagi pendudult merupakan

Meteorologi

Geofisika (BMG), maupm lernbaga-lernbaga internasional seperti U.S. Geological Survey (USGS), Epicenter The Intel-national dan Seismological katalog-katalog Center (ISC), The Preliminary Determination of (PDE), individual seperti Newcornb & NlcCann (1987) dan Pacheco & Sykes (1992). Data gempa yang akan dipakai dalam analisis resiko gempa adalah data gernpa di lndonesia dari Pebruari 1903 sampai dengan Juli 2006 yang dibatasi dengan rnagnituda (Mw)
2

ternpat

potensial dan

penanaman modal dan investasi. Karena itu, pembangunan struktur infrastruktur hendaltnya sudah menyertakan analisis resiko gernpa
---

secara

utuh

untuk

menghindari

5.0,
--

Jurnal Pondasi Vo1.13 N O . Desember 2007 ~

103

kedalaman 5 200 km dan radius 5 500 km dari kota Semarang.


2.2 Pengolahan Data Gempa

2.2.2 Pemisahan Gempa Utama dan Gempa

2.2.1 Konversi Magnituda Kejadian gempa di Indonesia direkam oleh beberapa instrumen yang mempunyai perbedaan metode dalam penentuan ukuran gempa. Beberapa s~~rnber data I katalog menggunakan ukuran suflace wave magnitude (Ms), sedangkan yang lain menggunakan skala magnitude lain seperti Richter local magnitude (ML), body wave magnitude (mb), atau moment magnitude (Mw) untuk menentukan ukuran gempa. Berdasarkan ha1 tersebut, diperlukan konversi skala magnituda yang sama sebelum menggunakan data gempa tersebut di dalam analisis resiko gempa. Untuk kejadian gempa yang terjadi di wilayah Indonesia, Firmansjah (1999) telah menemukan koreiasi antara Ms dengan mb dan antara Ms dengan Mw sebagai berikut,

lkutan Penentuan rate gempa dalam analisis resiko gempa didasarkan atas kejadian gempa yang independen atau gempa atau utama. gempa Kejadian-kejadian dependen

ikutan, seperti foreshock dan aftershock yang terjadi dalam suatu rangkaian kejadian gempa. harus diidentifikasi sebelum menghitung rate gempa. Beberapa diajukan oleh kriteria beberapa empiris peneliti telah untuk

mengidentifikasi gempa-gempa ikutan seperti Arabasz & Knopoff Robinson ('1976), Gardner & Uhrhammer (1986) dan (1974),

Firmansjah (1999). Dalam studi ini, pemisahan antara mainshock dengan foreshock dan aftershock digunakan kriteria dari Uhrhammer (1986)

Gambar 2.1 kcriteria time and distance windows dar'i beberapa kriteria
2.3 Mekanisme Surnber Gernpa

signifiltan mekanisme aKan karena yang

dala~n nilai

percepatan

yang

Dengan nlasing-masing pada dapat


-

mengetahui sumber

dihasilkan lderitifiltasi dan evaluasi mekanisme sumber-sumber gelnpa dilakukan berdasarkan data-data geologi, seismologi dan geofisika. Untuk mengidentifiltasi sumber-sumber gempa diperlukan kondisi tektonik regional sejarah geologi dan data seismisitas.

gempa atenuasi perbedaan

memberikan gambaran yang lebih mudah pemakaian fungsi menghasilkan pemakaian fungsi atenuasi yang berbeda

104

Percepatan Maksimurn Batuan Dasar Kota Semarang

2.4 Fungsi Atenuasi Dalam studi ini digunakan 3 fungsi atenuasi dengan standar error yang relatif rendah sesuai dengan penelitian yang telah dilakuka~i oleh LAPI-ITB, yaitu Youngs (1997) untuk mempresentasikan mempresentasikan (shallow crusta0. 2.5 Perhitungan Peak Base Acceleration mekanisme meltanisme subduksi, strike Bilore et al. dan Sadigh (1997) untuk

Pada tahap ini dihitung peak base acceleration masing-masing s~lrnber gempa sortiran dengan fungsi atenuasi dengan variasi waktu sesuai dengan masing-masing mekanisme gempanya. Adapun untuli rumus-run~us fungsi atenuasi dapat dilihat pada bagian tinjauan pustaka. Pada tahap ini dilakukan penyotiran data gempa untuk r dan Mw sesuai dengan yang disyaratkan, dalam ha1 ini r 5 500 km dan Mw
2 5.0.

slip

(PW (1) Tentukan nilai r : ,

5, = kOiljir siie - hiij,ui)2 + (iintong siiie -iintong)' Jx 110.828


(2) Hitung r =
'

L' (r:

+ h2)

(3) Ambil data dengan r 5 500 km

(4) Ambil nilai Mw r 5.0 ( 5 ) Jika dalam tahun yang sarna didapati data lebih dari satu maka pilih data yang mempunyai

nilai PBA yang paling besar.


2.6

Perhitungan PBA untulc T = 200, 500 '

spektra untuk masing-masing periode ulang dan atau fungsi atenuasi yang menggambarkan karakteritik gelombang

dan1000Tahun Pada tahap ini dihitung percepatan maksimum batuan dasar kota Semarang dengan rnenggunakan model Point Source (Gumbel Tipe I) dan lnetode 1-east Square untuk periode ulang (T) = 200, 500, dan 1000 tahun. Adapun rumus untuk menghitung percepatan rencana dengan model Gumbel dan Least Square dapat dilihat pada pustaka. 2.7 Pembuatan Respon Spektra Batuan bagian studi

gerflpa di batuan dasar kota Sernarang.

Ill. TINJAUAN PUSTAKA


3.1 Mekanisrne Gempa

Pergerakan dari patahan atau sesar dapat dibedakan berdasarkan 2 (dua) arah pergerakan di atas (strike dan dip), yaitu Dip Slip Movement Pergerakan patahan mernpunyai arah yang sejajar dengan kemiringan (slope) dip, atau tegak lurus dengan strike. Tipe patahan yang mempunyai pergerakan seperti dapat

Dasar Setelah didapat nilai hubungan periode ulang (T) dengan percepatan untuk masing-masing waktu kemudian akan dibuat k u ~ a respon Jurnal Pondasi Vo1.13 No.2 Desernber 2007

105

diklasifikasiltan menurut arah pergerakan dan besarnya sudut dip, yaitu


(1) Normal fault (Gambar 3.la), komponen

(2) Reverse fault (Gambar 3.lb), komponen

horisontal dari kemiringan diperpendek (compressional) terhadap patahan. dan di material di atas naik relat~f bidang bawah bidang patahan bergerak material

horisontal dari kemiringan diperpanjang dan material di atas bidang patahan (disebut hanging wall) patahan (foot wall). bergerak turun relatif terhadap material di bawah bidang

Gambar 3.1 Dip slip movement : a. Normal fault, b.Reverse fault Strike Slip ~ o v e m e n t Pergerakan patahan yang terjadi mempunyai arah sejajar dengan garis strike (Gambar 3.2). Bidang patahan mendekati vertikal dan

menyebabkan pergerakan besar.

Gambar 3.2 Patahan jenis strike slip fault


3.2 Fungsi Atenuasi

signifiltan dihasilkan.

dalam

nilai

percepatan cukup data

yang untuk

Fungsi atenuasi merupakan salah satu faktor yalig cukup kritis dalam analisis resiko gempa. Pemakaian fungsi atenuasi yang berbeda dapat menghasilkan perbedaan yang
106

Karena tidak

adanya

menurunkan suatu fungsi atenuasi wilayah

Percepafan Maksimurn Batuan Dasar Kota ~ e m a r a n g

Indonesia, pemakaian fungsi atenuasi yang dituruiltan di wilayah lain tidak dapat dihindari. 3.2.1 Youngs (1997) Persamaan ini membedakan dua tipe gempa subduksi, yaitu gempa interface dan intraslab. Gempa subduksi interface adalah gempa dengan sudut penunjaman landai yang

terjadi pada batas antara lempeng subdultsi dan lempeng diatasnya, sedangkan gempa intraslab terjadi pada lempeng subduksi dengan sudut tajam : normal fault akibat tegangan tarik ke bawah pada lernpeng tersebut.

Fungsi atenuasi untuk kondisi site rock diberikan oleh persamaan berikut, Ln (y) = 0.2418 + 1.4.14bi + C, + c,(Io-M)~+
0 In(y) =

C In(R,,, ,

+ 1 . 7 8 1 8 e ~ . ~+ 0.00607H + 0.384621 ~"~)

Cq - C5M

R ,

= jarak terdekat dari hipocenter ke site

Tabel 3.1 Koefisien yang digunakan dalam fungsi atenuasi Youngs (1997) untuk mengestimasi pseudoacceleration rensponse spectra dengan 5% damping untuk rock site

3.2.2 Boore, Joyner, Fumal (1997) Persamaan estimasi ground motionnya : I. t


t, +
l.,(M-F;)

+ b,(~-6)' + b5 In r + bv In (VSNA)

r = \'(rib2 + h2)

Jurnal Pondasi Vol. 13 No.2 Desember 2007

107

dimana : blss = untuk gempa strike slip, ,b ,

untuk gempa reverse slip, dan

b 1 4 ~meltanisme tidak diketahui ~,


Tabel 3.2 Koefisien yang digunakan dalam fungsi aten~~asi Boore et al. (1997) untuk mengestimasi pseudoaceleration response spectra dengan 5% damping

Ln (y) = c ~ + c ~ M + c ~ ( ~ . ~ - MIn[rrup+exp(C5+C6M)]+C7 )~.~+c~ In(rrup 2) ..... (3.4) +

Tabel 3.3 Koefisien yang digunakan dalam fungsi atenuasi Sadigh (1997) untuk mengestimasi pseudoacceleration response spectra dengan 5% damping untuk rock site (M S 6.5) Period 2 9 -9 6 4

C1

C2

C3

C4

C5

1 0.25 1

C6

C7 0.000

Standar Error 1.39 - 0.14M 2

108

Percepatan Maksirnurn Batuan Dasar Kota Sernarang

Tabel 3.4 Koefisien yan,g'digunakandalam fungsi atenuasi Sadigh (1997) Untuk mengestimasi pseudoaccelerationresponse spectra dengan 5% damping untuk rock site (M > 6.5)

0.75 1.00

-1.858 -2.355 -3.057

1.1 1.1 1.1

-0.050 -0.055 -0065

-1.865 -1.800 -1.725

-0.4845 -0.4845 -0.4845

0.524 0.524 0.524

0.000 0.000 0.000

1.50

1.52-0.14M2 0.51 1.53-0.14M2 0.52 1.53-0.14M2

3.3 Model Point Source (Gumbel Tipe I)

Pemakaian teorema probabilitas total yang berkaitan dengan nilai ekstrim juga dilakukan ynng dalam analisis resiko dalam gempa. bentuk Pengaruh dari setiap kejadian gempa pada titik ditinjau ditentukan percepatan dengan menggunakan fungsi-

Bentuk persamaan di atas tersebut dapat disederhanakan menjadi: In G M) = -u.'PM In (-In G(M)) = lnct - PM ldntik dengan persarnaan linier : y=A+Bx di mana, y = In (-In G(M)) u = eA

fungsi atenuasi dengan asumsi masing-masing kejadian gernpa adalah indpenden terhadap titik tersebut. Distribusi gempa menurut Gurnbel :
G (M) = e(--.ex~-!3M) . M t O ,

p = -B
x = percepatan atau M Persamaan garis di atas terdiri dari titik-titik 3, y, di lnana : xi = a = percepatan gempq ke-j ,

Di rnana,
a = jumlah gempa rata-rata pertahun

= parameter yang menyatakan hub antara

distribusi gempa dengan magnnituda

M = magnituda gempa

Jurnal Pondasi Vo1.13 No.2 Desember' 2007

109

dikarenakan

selain

data

yang

dipakai

menye~takanmagnituda maksimum baik yang pernah terjadi dalarn sejarah kegempaan rnaupun berdasarkan geologinya ke dalam zona subduksi (ini dipakai dalam pemodelan surnber gempa 2 dirnensi dan 3 dimensi). Selain itu juga karena pengaruh jarak dan kedalaman sumber gernpa zona subduksi yang jauh dari site (Sernarang). PBA yang merupakan bagian respons spektra (Gambar 4.2) pada T=O sebesar 0,12g lebih besar dari nilai percepatan SNI sebesar

meng4ami perkenibangan dalam jumlah, juga pemodelan yang dipaka~berbeda. Pemodelan sumber gernpa yang dipakai pada SNI adalah pelnodelan sumber gempa 2 dimensi sehingga mempengaruhi hasil analisis. Percepatan untuk setiap fungsi atenuasi (Tabel 4.1) mernberikan hasil yang berbeda untuk mekanisme subduksi dan dip

slip. Untuk mekanisme dip slip dengan


atenuasi BJF dan Sadigh lnernberikan hasil percepatan yang tidak jauh berbeda sedangkan dibandingkan dengan percepatan dengan atenuasi Youngs memberikan hasil yang jauh berbeda. Hasil pada mekanisme subduksi ini jauh lebih kecil karena pada pemodelari yang dipaltai di sini tidak

0,lO g.

Percepatan maksimum pada respons spektra terjadi pada T=0,2 detik sebesar 0,284g dan mengecil Respons dengan spektra bertarnbahnya ini waktu. rnengganibarkan

karakteristik gelombang gempa di batuan dasar kota Sernarang.

Gambar 4.1 Peta distribusi gempa utama

Jurnal Pondasi Vol. 13 No.? Desember 2007

111

Tabel 4.1 Percepatan untuk setiap fungsi atenuasi


Periode
nu nos
T

= 500 Tahun
~ata-rata

Respon spektra Percepatan di Batuan Daoar T = 500 Tahun

. . .

1.3

PO,/Od.

,dWW

Gambar 4.2 Respons spektra percepatan di batuan dasar T = 500 Tahun

V. Kesimpulan
Nilai percepatan gempa maksimum di batuan kota Semarang untuk periode ulang (T)

motionnya.

Motionnya

ini

nantinya

akan

dasar ke permukaan dirambatkan dari b a t ~ ~ a n tanah rnelalui lapisan tanah yang berbedabeda dan akan didapatltan motion di perrnukaan tanah. Pemodelan sumber gempa yang digunakan pada peneliti: n ini yaitu untuk mendapatltan nilai PBA adalah dengan model point source yaitu memodelkan sumber gempa sebaga~ titik. Pemodelan lain untuk mendapatkan nilai PBA seperti pe nodelan sumber gempa 2 dimensi atau sumber gempa 3 dirnensi bisa digunakan.

500 tahun yang sebesar 0.12 g ini

jika

dibandingkan dengan peta gempa pada SNI


: 03-1726.: 1 17 rnemberikan faktor Itearnanan

yang lebih baik sehingga respons spektra hasil penelitian ini cukup memadai untuk dipakai sebagai daerah ground dasar data perencanaan dan bangunan di Pada Semarang motionnya kota sekitarnya.

penelitian ini tidak sarnpai dibuat synthetic sebagai gambaran pada karakteristik gelomba~ng gempa di batuan Semarang sehingga penelitian berikutnya akan dibuat ground 112

Percepatan Maksimum Brtutuan Dasar Kota ~emara";

DAFKAR PUSTAKA

Boore, D.M., W.B. Joyner, and T.E. Fumal 1997. Equations for estimating horizontal response spectra and peak acceleration from western North American earthquakes: a summary of recent work. Seismological Research Letters 68 (1997) 128-153. Day, R. W., 2002. Geotechnical Earthquake Engineering Handbook. New York: McGraw-Hill. Firmansyah, J., lrsyam Masyhur 1999. Development of Seismic Hazard Map for Indonesia, Prosiding Konferensi Nasional Rekayasa Kegempaan. Bandung: Institut Teknologi Bandung. lrsyam M., 2004, Pengantar Dinaniika Tanah dan Rekayasa Gempa, Bandung: lnstitut Teknologi Bandung. Kramer, S. L., 1996. Geotechnical Earthquake Engineering. New Jersey: Prentice Hall Inc. ILAPI-ITB, 2000. Development o f Attenuation Model and Engineering Practice 1.avel Acceptance Criteria, Report for ARC0 Bali North Inc., Terang Sirasun Development.

Plummer, et al. 2003. Physical Geology-ninth edition. New York: McGraw Hill. Purwana, 0. A, 2001, Mikrozonasi Genipa Untuk Kota Semarang, Tesis Magister, lnstitut Teknologi Bandung. Sadigh, K., C.Y. Chang, J.A. Egan, F. Makdisi, and R.R. Youngs 1997. Attenuation relationships for shallow crustal earthquake based on California strong motion data, Seismological Research Letters 68 (1997) 180-189. SNI-1726-2002, Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk SfruktiirBangunan Gedung. Bandung: Puslitbang Teknologi Perrnukiman. Youngs, R.R., S.J. Chiou, W.J. Silva, J.R. Humprey 1997. Strong ground motion attenuation relationships for subduction zone earthquake, Seismological Research Letters 68 (1997) 58-74. Zen, M., T., H. Haryono, R. A. Latif, 1978. Seismic Strain Energy Release and Crustal Deformation in the Indonesian Region, Proceeding to PIT HAGI. Jakarta, 239 - 258.

Jurnal Pondasi Vo1.13 No.2 Desember 2007

113

Anda mungkin juga menyukai