Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN PARAMETER KERENTANAN SEISMIK WILAYAH KOTA PALU DAN

SEKITARNYA

Kota Palu adalah daerah seismik aktif di Indonesia, terutama karena keberadaan
sesar Palu-Koro yang sangat aktif. Pengembangan wilayah kota Palu dan
sekitarnya, harus mempertimbangkan risiko yang disebabkan oleh aktivitas seismik.
Penilaian risiko harus didukung oleh informasi karakteristik bawah permukaan.
Parameter karakteristik bawah permukaan dikaitkan dengan estimasi goncangan
tanah di lokasi selama terjadinya goncangan gempabumi. Untuk mengetahui
karakteristik bawah permukaan maka perlu dilakukan pengukuran/survey dilapangan
seperti : pengukuran periode dominan di situs menggunakan metode Horizontal-to-
Vertical Spectral Ratio (HVSR) untuk memperoleh regang geser tanah (Ground
Shear Strain), pengukuran kecepatan gelombang geser di kedalaman 30 meter (Vs
30) menggunakan metode MASW dan pengukuran Mikrotremor Array menggunakan
metode korelasi spasial otomatis (SPAC).Semua parameter ini adalah parameter
site lokal, yang kemudian dapat dikaitkan dengan deskripsi dampak potensial
bahaya seismik dari gempabumi. Pengukuran HVSR, Vs30m dan Mikrotremor
Array,yang dilakukan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
dengan melibatkan stakeholder (Universitas Indonesia dan BPBD Kota Palu) telah
dilakukanpengukuran periode dominan di 460 lokasi, pengukuran Vs30m di 44 lokasi
dan pengukuran mikrotremor array di 10 lokasi. Secara umum, hasil pengukuran
Tdom di Kota Paluberkisar periode >0.6 detik, menurut (Zhao, 2006) nilai periode
tersebut didominasi dengan tanah Lunak. Sedangkan untuk korelasi regang geser
tanah (ground shear strain) menurut (Ishihara, 1996) wilayah Kota Palu dan
sekitarnya menyebabkan lapisan tanah mudah mengalami deformasi, seperti
rekahan tanah, likuifaksi dan longsoran.Untuk pengukuran Vs30m di Kota Palu
didominasi oleh site kelas tanah D / Tanah Sedang (SD), tetapi bagian barat laut
daerah Palu adalah site kelas C / Tanah keras (SC) dan pengukuran mikrotremor
array di Kota Palu nilai Kedalaman batuan dasar berkisar 50 hingga 400 meter.
1. Interpretasi Metode HVSR

Gambar 1. Interpretasi Periode Dominan Wilayah Palu, Sulawesi Tengah

Setelah menghitung HVSR,periode dominan dapat ditentukan seperti yang


ditunjukkan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa sebagian besar daerah Palu
memiliki periode dominan yang tinggi (tanah lunak) yaitu > 0.6 detik menurut
klasifikasi Zhao (2006), termasuk wilayah bagian selatan. Namun demikian, ada
daerah setempat yang memiliki periode dominan rendah (<0.2 detik). Periode
dominan tinggi biasanya menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki sedimen
tanah yang dalam atau sangat dalam. Berdasarkan klasifikasi Periode Dominan
yang diusulkan oleh Zhao et al. (2006) Tdom> 0,6 detik menunjukkan sedimen
alluvium dan kemungkinanmemiliki sedimen yang tebal. Hasil yang
dipetakanmenunjukkan bahwa daerah Palu dan daerah garis pantai adalah alluvium
atau sedimen tebal. Hal ini dapat ditafsirkan lebih lanjut bahwa Kota Palu dan
Sekitarnya akan mengalami gerakan tanah yang kuat selama peristiwa gempa bumi.
2. IndeksKerentananSeismik (Kg)

Gambar 2. Interpretasi IndeksKerentananSeismik Wilayah Palu, Sulawesi Tengah

Indeks kerentanan seismik (Kg) adalah indeks yang menggambarkan tingkat


kerentanan lapisan tanah permukaan terhadap deformasi saat terjadi gempabumi.
Setelah parameter pengukuran Tdom diperoleh dari hasil analisis HVSR, selanjutnya
indeks kerentanan seismic diperoleh dengan mengkuadratkan nilai puncak spectrum
mikrotremor dibagi frekuensi resonansi yang dirumuskan sebagai :

Kg = A²/f0 (1)

Dimana :

Kg = indeks kerentanan seismik

A = factor amplikasi/puncak spectrum mikrotremor

f0 = frekuensi resonansi

Hasil analisis data mikrotemor selain menghasilkan nilai periode dominan, juga
menghasilkan indeks kerentanan seismik (Kg). Indeks Kerentanan Seismikdi Palu
berkisar antara 0,16 sampai dengan 24 seperti pada Gambar 2, dimana sebagian
besar wilayah Palu memiliki nilai kerentanah tinggi yang ditunjukkan dengan
dominasi warna merah.
3. Interpretasi Regang Geser Tanah (Ground Shear-Strain)

Gambar 3. Interpretasi Ground Shear-Strain Wilayah Palu, Sulawesi Tengah

Menurut (Nakamura, 2000), (Nakamura, et al., 2000), dan (Nakamura, 2007) nilai
ground shear-strain pada lapisan tanah permukaan menggambarkan kemampuan
material lapisan tanah untuk saling meregang atau bergeser saat terjadi gempabumi.
Untuk menghitung ground shear-strain lapisan tanah di permukaan pada suatu
tempat dengan mengalikan antara indeks kerentanan seismik dengan percepatan di
batuan dasar (dapat lihat persamaan 1), untuk nilai percepatan batuan dasar
berdasarkan Peta Sumber Gempabumi Baru Tahun 2017 periode 2500 tahun MCEg
(0.6 g).

= Kg x a (1)

Dimana :

ɣ = Ground Shear Strain


Kg = Indeks Kerentanan Seismik
a = Percepatan tanah dibatuan dasar (Bedrock)

Interpretasi (Ishihara, 1996) menyusun hubungan antara ground shear strain akan
menyebabkan lapisan tanah mudah mengalami deformasi, seperti rekahan tanah,
penurunan tanah, likuifaksi dan longsoran. Sebaliknya semakin kecil ground shear
strain menunjukkan lapisan tanah semakin kokoh dan sulit terjadi deformasi. Dilihat
dari hasil analisis Ground Shear Strain Gambar.3, Kota Palu dan sekitarnya
didominasi oleh rekahan dan penurunan tanah.
4. Interpretasi MASW

Gambar 4. Interpretasi Vs 30 Wilayah Palu, Sulawesi Tengah

Metode MASW digunakan untuk menentukan nilai rata-rata kecepatan gelombang


geser sampaikedalaman 30 m. Hal ini untuk menentukan klasifikasi tanah di area
lokasi pengukuran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Wilayah Palu memiliki
distribusi Vs30 yang relatif lebih rendah dari daerah yang lain. Rata-rata Vs30 lebih
dari 200m/s (tanah lunak – sedang). Hal ini akan semakin baik informasi yang
diperolah dalam penentuan Vs30m bila distribusi pengukuran MASW dilakukan lebih
rapat.
5. Interpretasi SPAC

Gambar 5. Interpretasi Estimasi Kedalaman Batuan Dasar


Wilayah Palu, Sulawesi Tengah

Metode SPAC dilakukan untuk mengetahui kedalaman batuan dasar dengan


menggunakan metode spasial auto korelasi. Pengukuran SPAC dilakukan di 10
lokasi Kota Palu dan Sekitranya. Di setiap lokasi, dilakukan lima konfigurasi
pengukuran dengan konfigurasi jarak 62,5 m, 125 m, 250 m, 500 m dan 1.000 m.
Untuk konfigurasi dengan jarak yang jauh, waktu pengukuran observasi dilakukan
selama satu jam. Namun, untuk konfigurasi jarak konfigurasi yang menengah
sampai pendek, waktu yang diperlukan untuk merekam bentuk gelombang noise
adalah 45 – 30 menit. Perkiraan kedalaman batuan dasar dihitung berdasarkan
analisis kurva dispersi. Hasil analisis perkiraan kedalaman batuan dasar di Palu dan
sekitarnya lebih dalam di bagian tenggara dan barat daya Palu. Kedalaman batuan
dasar di Palu dan sekitarnya berkisar lebih dari 50 hingga 400 meter.
6. Interpretasi Makroseismik (Tingkat kerusakan)

Gambar 6. Makroseismik Wilayah Palu dan Sekitarnya, Sulawesi Tengah

Makroseismik adalah peta yang menggambarkan tentang dampak yang terjadi


pasca gempabumi melalui pengamatan secara visual langsung kelapangan. Nilai
dampak ini mengestimasi besar guncangan yang terjadi pada saat gempabumi
berlangsung dengan pendekatan skala MMI dari kerusakan bangunan yang
diakibatkan oleh gempabumi. Pengamatan makroseismik telah dilakukan di 164
lokasi disekitar Palu dan Sekitarnya. Dari Gambar 6 Hasil analisis dari Peta
makroseismik Kota Palu dan sekitarnya estimasi goncangan saat terjadi gempabumi
berkisar antara VI – X MMI.

Parameter yang dihasilkan dari Tdom, Ground Shear Strain, Vs30m, SPAC
dan data makroseismik, secara umum dapat digunakan oleh para engineer untuk
mempertimbangkan desain seismik bangunan di daerah Palu dan sekitarnya.
Informasi dari peta tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu referensi tata ruang
di Kota Palu dan akan lebih detail bila kerapatan pengukuran parameter kerentanan
seismik ditambah. Dalam survey maksroseismik ini, pengidentifikasian tingkat
kerusakan infrastruktur tidak didasarkan pada klasifikasi kerusakan akibat
gempabumi, longsoran dan likuifaksi.
DAFTAR PUSTAKA

Bard, P.Y., Presentation : Ground Shaking Site Effect, International Training Course
on Seismology Seismic Data Analysis Hazard Assessment and Risk Mitigation,
GFZ-Potsdam, 2011

BMKG, Laporan Mikrozonasi Getaran Tanah Tahun 2012, BMKG

BMKG, Laporan Mikrozonasi Getaran Tanah Tahun 2013, BMKG

BMKG, Laporan Mikrozonasi Palu, Bidang Seismologi Teknik, Pusat Seismologi


Teknik Geofisika Potensial dan Tanda Waktu 2015, BMKG

Hamilton, Warren (1979): Tectonic of the Indonesian Region, USGS Professional


paper : 1078

Pramono, S., dkk (2017) : Investigation of Subsurface Charateristic by Using a Vs30


Parameter and a Combination of The HVSR and SPAC Methods for
Microtremor Arrays, International Journal of Technology (2017) 6 : 983-992

OYO, Operation Manual and Technical Document : McSEIS-SXW 24Bit XP, Japan,
2008

Pandhu, R., Presentasi : Pengenalan Seismik Refraksi Metode Multichannel


Analysis of Surface Wave (MASW), Diklat Teknis Seismologi Teknik Tahun
2012, Sukabumi, 2012

Parolai, S., Presentation : Site Effect Estimation, Workshop of Capacity Building in


Geomagnetism and Seismic Microzonation, BMKG-Jakarta, 2014

Sesame, Guidelines for The Implementation of The H/V Spectral Ratio Technique on
Ambient Noise Vibrations, European Commission, 2004

Anda mungkin juga menyukai