Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

“ PENGAWASAN PEMANFAATAN RUANG BERBASIS GIS”

NAMA : WILLIAM PRIBADI

NIM : G2 F1 22 036

PROGRAM PASCA SARJANA


PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengawasan Pemanfaatan Ruang Berbasis Sistem Informasi Geografis
(GIS) memiliki latar belakang penting yang sangat relevan dalam mengatasi
berbagai tantangan kompleks yang dihadapi dunia saat ini. Salah satu isu utama
yang menjadi pusat perhatian adalah pertumbuhan populasi yang terus
meningkat dan urbanisasi yang pesat. Fenomena ini menghasilkan tekanan
besar terhadap pemanfaatan lahan, yang mana keberlanjutan dan efisiensi
dalam pengelolaannya menjadi semakin penting. Dalam hal ini, GIS menjadi
instrumen yang esensial karena memungkinkan pemantauan yang akurat
terhadap perubahan dalam pola penggunaan lahan, baik di perkotaan maupun
di pedesaan.
Informasi spasial yang disediakan oleh GIS membantu pemerintah,
organisasi, dan masyarakat untuk merencanakan perkotaan yang berkelanjutan,
mengidentifikasi daerah dengan potensi risiko banjir atau bencana alam lainnya,
serta mengoptimalkan alokasi sumber daya. Selain itu, GIS juga berperan sentral
dalam pengelolaan sumber daya alam yang semakin terbatas dan rentan
terhadap eksploitasi berlebihan.
Melalui pemetaan dan analisis yang cermat, GIS membantu dalam
pengambilan keputusan terkait dengan konservasi hutan, pertanian
berkelanjutan, dan pemantauan perubahan lingkungan yang mungkin terjadi.
Misalnya, pemerintah dapat menggunakan GIS untuk mengawasi aktivitas illegal
logging di hutan-hutan mereka atau untuk memantau perubahan tata guna
lahan yang dapat mempengaruhi habitat satwa liar. Dalam situasi darurat seperti
bencana alam, GIS menjadi alat vital untuk merespons cepat dan efektif.
Pihak berwenang dapat menggunakan teknologi ini untuk mengidentifikasi
daerah yang terkena dampak dan merencanakan tindakan penyelamatan serta
distribusi bantuan dengan lebih baik. GIS juga membantu dalam pemantauan
perubahan iklim, memungkinkan pemahaman yang lebih baik tentang
perubahan cuaca ekstrem, peningkatan suhu global, dan dampaknya terhadap
lingkungan. Selain itu, penggunaan GIS juga membantu dalam perencanaan
perkotaan yang cerdas.
Dengan analisis yang lebih mendalam tentang pola penggunaan lahan,
infrastruktur yang dibutuhkan dapat ditempatkan dengan lebih efisien. Ini
termasuk pemilihan lokasi untuk jalan raya, sekolah, rumah sakit, taman, serta
penilaian dampak lingkungan yang mungkin dihasilkan oleh proyek-proyek
tersebut. Dengan data yang diberikan oleh GIS, pengambil keputusan dapat
membuat kebijakan yang lebih berdasarkan bukti, memastikan bahwa
perkembangan perkotaan dan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara
berkelanjutan, dengan memperhitungkan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi.
Terakhir, penggunaan GIS dalam perencanaan perkotaan berkelanjutan
menyoroti urgensi dalam mengelola pertumbuhan perkotaan yang
berkelanjutan. Analisis yang lebih mendalam tentang pola penggunaan lahan
dan dampak lingkungan proyek-proyek infrastruktur menjadi sangat relevan.
Keputusan yang didasarkan pada bukti yang diberikan oleh GIS dapat
memastikan bahwa perkembangan perkotaan berjalan sejalan dengan prinsip-
prinsip keberlanjutan, menciptakan kota yang lebih berdaya tahan terhadap
perubahan. Keseluruhan, urgensi Pengawasan Pemanfaatan Ruang Berbasis GIS
tidak bisa diabaikan. Dalam menghadapi berbagai tantangan global saat ini,
teknologi ini memungkinkan kita untuk merencanakan masa depan yang lebih
cerdas, berkelanjutan, dan berdaya tahan, sehingga dapat berkontribusi pada
pencapaian tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan dan kelestarian
lingkungan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penerapan Sistem Informasi Geografis (GIS) dapat
meningkatkan efektivitas pengawasan pemanfaatan ruang untuk
mendukung perencanaan perkotaan yang berkelanjutan?
2. Apa dampak dari kurangnya pengawasan pemanfaatan ruang berbasis
GIS terhadap keberlanjutan lingkungan dan pengelolaan sumber daya
alam di wilayah perkotaan dan pedesaan?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.
2.
2.1. Penggunaan lahan
2.1.1. Definisi dan Teori penggunaan lahan
Penggunaan lahan adalah cara atau tujuan tertentu di mana suatu area atau
wilayah di bumi digunakan atau dimanfaatkan oleh manusia atau aktivitas alam
lainnya. Ini mencakup berbagai jenis penggunaan, seperti perumahan, pertanian,
industri, komersial, konservasi, hutan, rekreasi, dan banyak lagi. Penggunaan lahan
adalah refleksi dari interaksi kompleks antara faktor manusia, sosial, ekonomi, dan
lingkungan di suatu wilayah.

Teori tentang Penggunaan Lahan:


 Teori Lokasi: Teori ini menjelaskan bagaimana penggunaan lahan dipengaruhi
oleh lokasinya. Teori ini menekankan pentingnya faktor geografis, seperti
aksesibilitas, jarak ke pasar, dan fasilitas transportasi, dalam menentukan jenis
penggunaan lahan di suatu wilayah. Teori lokasi digunakan dalam perencanaan
perkotaan dan pengembangan wilayah.
 Teori Pilihan Rasional (Rational Choice Theory): Teori ini mengasumsikan
bahwa individu atau organisasi membuat keputusan rasional dalam memilih
penggunaan lahan berdasarkan perhitungan biaya dan manfaat. Ini digunakan
dalam ekonomi sumber daya alam untuk menganalisis bagaimana pemilik lahan
memutuskan antara berbagai alternatif penggunaan lahan.
 Teori Ekologi Lingkungan: Teori ini mengevaluasi dampak penggunaan lahan
pada ekosistem dan lingkungan alam. Ini termasuk pemahaman tentang
bagaimana aktivitas manusia seperti deforestasi, perubahan penggunaan
lahan, dan urbanisasi dapat mempengaruhi keanekaragaman hayati dan
keseimbangan ekosistem.
 Teori Perkotaan dan Regional: Teori ini berfokus pada penggunaan lahan
dalam konteks perkotaan dan regional. Ini mencakup konsep seperti teori
pusat-periferi (central place theory) yang menjelaskan distribusi kegiatan
ekonomi dalam suatu wilayah perkotaan dan perencanaan wilayah untuk
mengatur penggunaan lahan yang berkelanjutan.
 Teori Perubahan Penggunaan Lahan: Teori ini mencoba menjelaskan
bagaimana dan mengapa penggunaan lahan berubah dari waktu ke waktu. Ini
dapat termasuk konsep seperti suksesi ekologi dan teori konversi lahan (land
conversion theory) yang mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong
perubahan dalam penggunaan lahan.
 Teori Kebijakan Penggunaan Lahan: Teori ini membahas peran kebijakan
pemerintah dalam mengatur penggunaan lahan, termasuk zonasi, regulasi
lingkungan, dan insentif ekonomi. Teori ini digunakan dalam perencanaan tata
ruang dan kebijakan lingkungan.

Penggunaan lahan adalah area penelitian yang luas dan kompleks yang
melibatkan banyak disiplin ilmu, termasuk geografi, ekonomi, ekologi, dan
perencanaan perkotaan. Teori-teori di atas membantu untuk memahami dan
mengelola bagaimana manusia dan alam berinteraksi dalam penggunaan lahan yang
berkelanjutan.

2.1.2. Penggunaan lahan perkotaan


Penggunaan lahan perkotaan adalah konsep yang merujuk pada cara
bagaimana wilayah perkotaan atau kota-kota digunakan atau dimanfaatkan oleh
manusia untuk berbagai keperluan dan aktivitas. Ini mencakup segala aspek yang
berkaitan dengan pemanfaatan ruang di kota, termasuk perumahan, komersial,
industri, rekreasi, transportasi, ruang terbuka hijau, fasilitas umum, dan lain
sebagainya. Penggunaan lahan perkotaan memiliki dampak yang signifikan terhadap
kualitas hidup penduduk, lingkungan, dan perkembangan ekonomi kota itu sendiri.
Berikut adalah beberapa aspek penting yang terkait dengan penggunaan
lahan perkotaan:
 Perumahan: Bagian besar dari penggunaan lahan perkotaan adalah perumahan.
Ini termasuk rumah-rumah tinggal, apartemen, kondominium, dan fasilitas
perumahan lainnya. Perencanaan perumahan yang baik diperlukan untuk
memastikan ketersediaan perumahan yang terjangkau dan aman bagi penduduk
kota.
 Komersial: Penggunaan lahan komersial mencakup pusat perbelanjaan, pusat
perusahaan, restoran, toko-toko, dan fasilitas bisnis lainnya. Faktor lokasi sangat
penting dalam pengembangan pusat-pusat komersial untuk memastikan
aksesibilitas oleh penduduk kota.
 Industri: Wilayah industri berfungsi sebagai pusat aktivitas manufaktur, pabrik,
gudang, dan fasilitas-produksi lainnya. Lokasi industri harus dipertimbangkan
dengan baik untuk menghindari dampak negatif pada lingkungan dan komunitas
sekitarnya.
 Rekreasi dan Ruang Terbuka Hijau: Penggunaan lahan perkotaan juga mencakup
ruang terbuka hijau seperti taman, lapangan olahraga, dan kawasan rekreasi
lainnya. Ruang terbuka ini penting untuk kualitas hidup penduduk dan
keseimbangan lingkungan perkotaan.
 Transportasi: Jaringan jalan, jalur kereta api, bandara, dan terminal transportasi
lainnya adalah bagian penting dari penggunaan lahan perkotaan. Mereka
memungkinkan mobilitas penduduk dan aktivitas ekonomi.
 Fasilitas Umum: Penggunaan lahan juga mencakup fasilitas umum seperti
sekolah, rumah sakit, perpustakaan, kantor pemerintah, dan fasilitas sosial
lainnya. Lokasi dan aksesibilitas yang baik menjadi pertimbangan utama dalam
perencanaan fasilitas ini.

Pengelolaan dan perencanaan penggunaan lahan perkotaan yang efektif


sangat penting untuk mencapai perkotaan yang berkelanjutan, aman, dan nyaman
bagi penduduknya. Hal ini melibatkan pengambilan keputusan yang bijaksana dalam
menentukan bagaimana lahan perkotaan akan digunakan, dengan
mempertimbangkan berbagai aspek seperti keberlanjutan lingkungan, mobilitas,
ketersediaan perumahan, dan kebutuhan komunitas.
2.1.3. Perubahan penggunaan lahan dan faktor penyebab terjadinya
Perubahan penggunaan lahan perkotaan adalah fenomena yang signifikan
dalam perkembangan wilayah perkotaan di seluruh dunia. Fenomena ini
mencerminkan transformasi atau perubahan dalam cara manusia memanfaatkan
wilayah perkotaan untuk berbagai tujuan dan aktivitas. Perubahan penggunaan
lahan ini melibatkan konversi atau perubahan dari satu jenis penggunaan lahan ke
jenis penggunaan lainnya, seperti dari lahan pertanian menjadi perumahan, dari
lahan kosong menjadi pusat perbelanjaan, atau dari lahan industri menjadi lahan
parkir.
Perubahan penggunaan lahan perkotaan dapat disebabkan oleh berbagai
faktor yang kompleks dan beragam, yang seringkali mencerminkan dinamika sosial,
ekonomi, lingkungan, dan kebijakan yang terjadi dalam suatu wilayah perkotaan.
Berikut adalah beberapa contoh faktor yang dapat menyebabkan perubahan
penggunaan lahan perkotaan:
1. Pertumbuhan Penduduk: Pertumbuhan penduduk perkotaan adalah salah satu
faktor utama yang memicu perubahan penggunaan lahan. Semakin banyak
penduduk yang tinggal di wilayah perkotaan, semakin besar permintaan akan
perumahan, fasilitas komersial, dan infrastruktur yang diperlukan.
2. Pertumbuhan Ekonomi: Perkembangan ekonomi dalam suatu wilayah dapat
mendorong perubahan penggunaan lahan. Berkembangnya industri, bisnis, dan
sektor komersial dapat memicu permintaan akan lahan tambahan untuk
mendukung aktivitas ekonomi tersebut.
3. Perkembangan Infrastruktur: Pembangunan infrastruktur seperti jalan raya,
jaringan transportasi publik, bandara, dan pelabuhan dapat memerlukan
pengambilan lahan yang dapat mengubah penggunaan lahan sekitarnya.
4. Kebijakan Pemerintah: Kebijakan pemerintah, termasuk zonasi perkotaan,
perubahan peruntukan lahan, dan insentif perencanaan, dapat mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan. Pemerintah lokal dapat mengalokasikan lahan
untuk tujuan tertentu sesuai dengan kebijakan yang ada.
5. Teknologi dan Inovasi: Kemajuan teknologi dan inovasi dalam konstruksi dan
manajemen lahan dapat mempengaruhi perubahan penggunaan lahan perkotaan.
Teknik konstruksi yang lebih efisien dan desain bangunan yang baru dapat
memicu perubahan penggunaan lahan.
6. Faktor Lingkungan: Faktor lingkungan seperti risiko banjir, tanah longsor, atau
masalah lingkungan lainnya dapat membatasi penggunaan lahan tertentu dan
mengarah pada perubahan penggunaan lahan yang lebih sesuai dengan kondisi
lingkungan.
7. Perubahan Gaya Hidup dan Preferensi: Perubahan dalam gaya hidup dan
preferensi masyarakat dapat mempengaruhi permintaan akan jenis penggunaan
lahan tertentu. Misalnya, pergeseran ke arah mobilitas berkelanjutan dapat
mempengaruhi kebutuhan akan transportasi umum dan infrastruktur
berkelanjutan.
8. Tantangan Eksternal: Tantangan eksternal seperti perubahan iklim, bencana
alam, atau pandemi dapat mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
perkotaan. Masyarakat dan pemerintah dapat mengubah cara mereka
menggunakan lahan untuk mengatasi tantangan ini.

Perubahan penggunaan lahan perkotaan adalah fenomena yang kompleks


dan bervariasi di seluruh dunia. Hal ini mencerminkan dinamika yang terus
berubah dalam perkembangan wilayah perkotaan, yang dapat memiliki dampak
signifikan terhadap kualitas hidup penduduk, lingkungan, dan ekonomi kota. Oleh
karena itu, perencanaan dan pengelolaan perubahan penggunaan lahan yang
efektif adalah penting dalam mencapai perkotaan yang berkelanjutan dan
berkualitas.
Dengan memahami dampak dan implikasi perubahan penggunaan lahan
perkotaan, perencanaan dan pengelolaan wilayah perkotaan dapat dilakukan
dengan lebih bijaksana dan berkelanjutan. Penting untuk melibatkan berbagai
pemangku kepentingan, termasuk masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta,
dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan untuk menciptakan
perkotaan yang berdaya tahan dan berkualitas bagi semua penduduknya.
2.2. Pengawasan penggunaan lahan berbasis SIG
Pengawasan Penggunaan Lahan Berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG)
adalah pendekatan yang menggabungkan teknologi SIG dengan pengelolaan dan
pemantauan penggunaan lahan untuk mengoptimalkan pengambilan keputusan
terkait dengan tata ruang perkotaan dan pedesaan.

2.2.1. Sistem Informasi Geografis (SIG)


Sistem Informasi Geografis (SIG), yang sering disingkat menjadi GIS
(Geographic Information System), adalah sistem yang dirancang untuk
mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisis, dan menyajikan data yang
berhubungan dengan lokasi geografis atau spasial. SIG mengintegrasikan data
geografis, seperti peta, citra satelit, data pengukuran lapangan, dan informasi
lainnya, ke dalam satu platform yang memungkinkan pengguna untuk mengambil
keputusan berdasarkan konteks geografis.

Dengan kata lain, SIG adalah alat atau teknologi yang memungkinkan kita
untuk menjelajahi, menganalisis, dan memahami data yang terkait dengan lokasi
geografis. Beberapa karakteristik utama dari SIG meliputi:
 Data Geografis: SIG menggunakan data yang terkait dengan lokasi geografis,
seperti koordinat, batas wilayah, elevasi, dan atribut lain yang terkait dengan
objek-objek geografis.
 Analisis Spasial: SIG memungkinkan pengguna untuk melakukan analisis dan
perhitungan berbasis lokasi, seperti pemetaan, overlay, analisis jarak, dan banyak
lagi.
 Visualisasi: SIG memungkinkan pengguna untuk memvisualisasikan data dalam
bentuk peta atau grafik yang menggambarkan informasi geografis dengan jelas.
 Manajemen Data: SIG memiliki kemampuan untuk mengelola data geografis,
termasuk penyimpanan, pengambilan, dan pembaruan data.
 Pemantauan dan Pengawasan: SIG dapat digunakan untuk pemantauan dinamis
perubahan geografis, seperti perubahan cuaca, pergerakan kendaraan, atau
perubahan tata guna lahan.
 Pengambilan Keputusan: SIG membantu dalam pengambilan keputusan berbasis
lokasi, seperti pemilihan lokasi untuk proyek konstruksi, rencana evakuasi dalam
situasi darurat, atau perencanaan transportasi perkotaan.
 Interoperabilitas: SIG dapat terintegrasi dengan sistem lain, seperti basis data,
aplikasi perencanaan, dan perangkat keras geospasial lainnya.

Sistem Informasi Geografis digunakan dalam berbagai bidang, termasuk


perencanaan perkotaan, pengelolaan sumber daya alam, pemetaan, lingkungan,
pemantauan bencana, analisis pasar, transportasi, epidemiologi, dan banyak lagi.
Hal ini memungkinkan pengguna untuk menggabungkan aspek spasial dalam
pengambilan keputusan mereka, meningkatkan pemahaman tentang dunia fisik dan
hubungannya dengan berbagai fenomena dan peristiwa.

2.2.2. Konsep pengawasan berbasis SIG


Pada awalnya, data geografi hanya disajikan di atas peta dengan
menggunakan simbol, garis, dan warna. Elemen-elemen geometri ini
dideskripsikan di dalam legendanya. Selain itu, berbagai data juga dapat
dipresentasikan berdasarkan sistem koordinat yang sama. Akibatnya sebuah peta
menjadi media yang efektif baik sebagai alat presentasi maupun sebagai bank
tempat penyimpanan data geografis. Tetapi, media peta masih memiliki
keterbatasan. Informasi yang tersimpan diproses dan dipresentasikan dengan suatu
cara tertentu, dan biasanya untuk tujuan tertentu pula.
Dengan menggunakan SIG proses penyimpanan data dan presentasi
dipisahkan. Dengan demikian, data dapat dipresentasikan dalam berbagai cara dan
bentuk. Kemampuan dasar SIG adalah mengintegrasikan berbagai operasi basis data
seperti query, menganalisisnya dan menyimpan serta menampilkannya dalam
bentuk pemetaan berdasarkan letak geografisnya. Inilah yang membedakan SIG
dengan sistem informasi lainnya.
Melalui SIG data yang merepresentasikan “dunia nyata” dapat disimpan dan
diproses sedemikian rupa sehingga dapat disajikan dalam bentuk-bentuk yang
lebih sederhana dan sesuai kebutuhan. Sebagaimana pemahaman mengenai “dunia
nyata” akan semakin baik jika proses-proses manipulasi dan presentasi data yang
direlasikan dengan lokasi-lokasi geografis di permukaan bumi telah dimengerti.
Konsep pengawasan perkembangan kota berbasis Sistem Informasi Geografis
(SIG) adalah pendekatan yang mengintegrasikan teknologi SIG dengan pengelolaan
dan pemantauan pertumbuhan dan perubahan perkotaan. Dengan menggunakan
SIG, pengawasan perkembangan kota menjadi lebih efektif dan efisien. Berikut
adalah konsep-konsep utama dalam pengawasan perkembangan kota berbasis SIG:
 Pemantauan Perubahan Tata Ruang: SIG memungkinkan pemantauan yang
akurat terhadap perubahan tata ruang perkotaan. Ini mencakup pemantauan
konversi lahan dari pertanian, area hijau, atau zona terbuka menjadi perumahan,
industri, atau komersial. Pemantauan ini memungkinkan identifikasi perubahan
yang dapat memiliki dampak signifikan pada perkembangan kota.
 Pemantauan Pertumbuhan Penduduk: SIG dapat digunakan untuk memantau
pertumbuhan penduduk di berbagai wilayah perkotaan. Data demografis, seperti
jumlah penduduk dan tingkat migrasi, dapat diintegrasikan dalam SIG untuk
memahami bagaimana perkembangan kota berkaitan dengan pertumbuhan
penduduk.
 Analisis Kepadatan Penduduk: SIG memungkinkan penggunaan analisis spasial
untuk memahami sebaran dan kepadatan penduduk dalam kota. Hal ini
membantu dalam perencanaan infrastruktur seperti jaringan transportasi,
perumahan, dan fasilitas umum.
 Pengelolaan Sumber Daya: SIG digunakan untuk mengelola sumber daya
perkotaan seperti air, energi, dan limbah. Dengan pemantauan yang terus-
menerus, kota dapat mengidentifikasi pola penggunaan sumber daya dan
mengambil tindakan untuk efisiensi dan keberlanjutan.
 Analisis Kualitas Lingkungan: SIG memungkinkan pemantauan kualitas lingkungan
perkotaan, termasuk pemantauan polusi udara, kualitas air, dan zonasi hijau.
Data ini membantu dalam mengambil keputusan untuk menjaga dan
meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan.
 Analisis Mobilitas dan Transportasi: SIG dapat digunakan untuk mengawasi pola
mobilitas dan transportasi dalam kota, termasuk lalu lintas, penggunaan
transportasi publik, dan kondisi jalan raya. Ini membantu dalam perencanaan
transportasi yang lebih efisien.
 Pemantauan Bencana dan Keadaan Darurat: SIG berperan penting dalam
pemantauan bencana alam seperti banjir, gempa bumi, atau kebakaran. Ini
memungkinkan pengawasan dan respons yang cepat dalam situasi darurat.
 Perencanaan Ruang Terbuka dan Taman: SIG membantu dalam perencanaan dan
pemantauan ruang terbuka, taman, dan zona hijau dalam perkotaan. Ini
mendukung pembangunan kota yang berkelanjutan dan memberikan akses ke
lingkungan yang sehat bagi penduduk.
 Pemantauan Pembangunan Infrastruktur: SIG dapat digunakan untuk memantau
proyek-proyek konstruksi dan pembangunan infrastruktur seperti jalan raya,
jembatan, dan fasilitas umum lainnya. Ini memastikan bahwa proyek-proyek
tersebut sesuai dengan rencana dan anggaran yang telah ditetapkan.
 Integrasi Data Multi-sumber: SIG mengintegrasikan data dari berbagai sumber,
termasuk pemetaan satelit, sensor, survei lapangan, dan basis data terkait
lainnya. Integrasi data ini memungkinkan pemantauan yang holistik dan
komprehensif.

Pengawasan perkembangan kota berbasis SIG memberikan alat yang kuat


bagi pemerintah kota, perencana perkotaan, dan pemangku kepentingan lainnya
untuk membuat keputusan yang lebih informasional dan berbasis bukti. Dengan
pemahaman yang lebih baik tentang perkembangan kota, dapat diambil tindakan
yang lebih baik dalam menjaga dan meningkatkan kualitas hidup penduduk serta
keberlanjutan perkotaan.
Dalam era di mana pertumbuhan perkotaan semakin pesat dan tantangan
kompleks seperti perubahan iklim, mobilitas, dan ketahanan terhadap bencana
semakin mendesak, pengawasan perkembangan kota berbasis SIG adalah salah satu
alat yang paling efektif dan diperlukan untuk merancang masa depan perkotaan
yang lebih baik bagi semua penduduknya. Dengan data dan pemahaman yang kuat,
perkotaan dapat menjadi tempat yang lebih produktif, berkelanjutan, dan berdaya
tahan dalam menghadapi tantangan masa depan.
BAB III
PEMBAHASAN

3.
3.1. Penerapan Sistem Informasi Geografis (GIS) dapat meningkatkan
efektivitas pengawasan pemanfaatan ruang untuk mendukung
perencanaan perkotaan yang berkelanjutan

Penerapan Sistem Informasi Geografis (GIS) dapat meningkatkan efektivitas


pengawasan pemanfaatan ruang untuk mendukung perencanaan perkotaan yang
berkelanjutan dengan berbagai cara yang signifikan,yaitu :
 Pemantauan Real-Time: GIS memungkinkan pemantauan real-time terhadap
perubahan dalam pola penggunaan lahan. Dengan data yang terus-menerus
diperbarui, pemerintah kota dapat mengidentifikasi perubahan yang tidak
diinginkan atau pelanggaran peraturan tata ruang dengan cepat.
 Analisis Spasial: GIS menyediakan alat analisis spasial yang kuat. Ini
memungkinkan pemantauan dan pemahaman yang lebih baik tentang
bagaimana lahan digunakan, termasuk identifikasi zona-zona dengan potensi
risiko atau dampak lingkungan yang tinggi. Dengan analisis ini, perencana
perkotaan dapat membuat keputusan yang lebih cerdas dalam alokasi lahan.
 Integrasi Data Multi-sumber: GIS memungkinkan integrasi data dari berbagai
sumber, termasuk pemetaan satelit, sensor, survei lapangan, dan basis data
terkait lainnya. Ini menghasilkan pemahaman yang lebih lengkap tentang
pemanfaatan ruang.
 Visualisasi Data: Data geografis yang disajikan dalam bentuk peta dan grafik
visual memungkinkan pemahaman yang lebih cepat dan lebih baik oleh
pemangku kepentingan. Ini membantu dalam komunikasi antara pemerintah,
perencana perkotaan, dan masyarakat.
 Manajemen Sumber Daya: GIS digunakan untuk mengelola sumber daya
perkotaan seperti air, energi, dan limbah. Dengan pemantauan yang terus-
menerus, kota dapat mengelola sumber daya dengan lebih efisien dan
berkelanjutan.
 Pengawasan Proyek Pembangunan: GIS digunakan untuk memantau proyek-
proyek konstruksi dan pembangunan infrastruktur. Ini memastikan bahwa
proyek-proyek tersebut sesuai dengan peraturan dan rencana yang telah
ditetapkan.
 Perencanaan Transportasi: GIS membantu dalam perencanaan transportasi yang
lebih efisien dengan memantau lalu lintas, mengidentifikasi titik kemacetan, dan
merencanakan rute transportasi yang optimal.
 Pemantauan Lingkungan: SIG memungkinkan pemantauan kualitas lingkungan
perkotaan, termasuk pemantauan polusi udara, kualitas air, dan zona hijau. Ini
membantu dalam menjaga lingkungan yang sehat.
 Pemantauan Pertumbuhan Penduduk: Data demografis yang terintegrasi dalam
GIS memungkinkan pemantauan pertumbuhan penduduk, yang penting dalam
perencanaan perkotaan yang berkelanjutan. Keselarasan dengan Tujuan
 Pembangunan Berkelanjutan: Dengan menggunakan GIS, kota dapat
memastikan bahwa perkembangan perkotaan sesuai dengan tujuan
pembangunan berkelanjutan, termasuk aspek-aspek seperti keberlanjutan
lingkungan, kesetaraan, dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Dalam era pertumbuhan perkotaan yang pesat, penerapan SIG adalah salah
satu alat paling penting untuk menciptakan perkotaan yang berkelanjutan dan
berkualitas. Dengan penerapan GIS, kota-kota dapat merencanakan masa depan
mereka dengan landasan data yang kuat dan pemahaman yang lebih dalam tentang
tata ruang, kebutuhan penduduk, dan dampak lingkungan.
Pengambilan keputusan yang lebih baik adalah salah satu hasil utama dari
penerapan GIS. Keputusan yang didasarkan pada data dan analisis spasial
cenderung lebih efektif dan memiliki dampak positif yang lebih besar pada
kehidupan penduduk kota. Misalnya, perencanaan transportasi yang lebih baik
berdasarkan data lalu lintas aktual dapat mengurangi kemacetan, mengurangi emisi
polusi udara, dan meningkatkan mobilitas penduduk. Manajemen yang lebih efisien
adalah manfaat lain dari penerapan SIG. Pemantauan dan pengelolaan sumber daya,
seperti air dan energi, menjadi lebih terkontrol dan berkelanjutan.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang penggunaan sumber daya, kota
dapat mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi dalam penyediaan
layanan dasar. Selain itu, perkembangan perkotaan yang lebih baik adalah tujuan
akhir dari penerapan GIS. Dengan pemantauan yang terus-menerus, kota dapat
mengidentifikasi potensi masalah seperti pertumbuhan yang tidak terkendali,
perubahan tata guna lahan yang merugikan, atau dampak lingkungan yang negatif.
Hal ini memungkinkan kota untuk mengambil tindakan korektif lebih awal dan
menjaga kualitas hidup penduduk serta keberlanjutan perkotaan.
Dengan demikian, penerapan SIG tidak hanya menghasilkan perencanaan
perkotaan yang lebih cerdas, tetapi juga menciptakan kota-kota yang lebih baik
untuk ditinggali oleh penduduknya. Ini adalah langkah yang sangat relevan dalam
mengatasi tantangan perkotaan masa depan, termasuk pertumbuhan populasi,
perubahan iklim, dan mobilitas yang semakin kompleks. Dengan SIG, perkembangan
perkotaan dapat menjadi lebih berkelanjutan, inklusif, dan berdaya tahan,
menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi semua penduduk kota.

 Contoh Penerapan di Kota Kendari :


Berdasarkan hasil interpretasi citra yang dilakukan, struktur jenis penggunaan
lahan tahun 2015 didominasi penggunaan lahan Hutan sebesar 13633,6 Ha
atau sekitar 57,97% dari luas wilayah penggunaan lahan di Kota Kendari,
selanjutnya berturut-turut penggunaan lahan: kebun campuran 5469,2 Ha
(23,26%), lahan terbangun 2299,2 Ha (9,78%), semak belukar 896,7 Ha
(3,81%), tambak 423,5 Ha (1,80%), mangrove 323,7 Ha (1,38%), badan air
312,1 Ha (1,33%), sawah 156,6 Ha (0,67%).

Sedangkan penggunaan lahan hasil interpertasi citra tahun 2021 didominasi


oleh penggunaan lahan hutan sebesar 10896,6 Ha atau sekitar 46,33% dari
luas wilayah penggunaan lahan Kota Kendari, selanjutnya berturut-turut
penggunaan lahan: lahan terbangun 4300,5 Ha (18,30%), kebun campuran
3942,4 Ha (16,76%), sawah 2196,4 Ha (9,34%), semak belukar 1680,5 Ha
(7,14%), badan air 198,4 Ha (0,84%), tambak 164,4 Ha (0,70%), mangrove
135,4 Ha (0,60%)
Berdasarkan data sebelumnya dapat diambil beberapa kesimpulan:
1. Adanya Perubahan Penggunaan Lahan: Terjadi perubahan signifikan
dalam penggunaan lahan selama periode tersebut. Penggunaan lahan
untuk hutan mengalami penurunan sekitar 10,64%, sedangkan
penggunaan lahan terbangun meningkat sekitar 8,52%. Ini menunjukkan
adanya konversi lahan hutan menjadi lahan terbangun, yang mungkin
terkait dengan pertumbuhan perkotaan dan pembangunan infrastruktur.
2. Peningkatan Penggunaan Lahan untuk Pertanian: Pada tahun 2021,
penggunaan lahan untuk kebun campuran dan sawah mengalami
peningkatan signifikan dibandingkan dengan tahun 2015. Ini
mengindikasikan bahwa pertanian masih merupakan sektor penting dalam
pemanfaatan lahan di Kota Kendari.
3. Penurunan Luas Semak Belukar: Luas lahan semak belukar mengalami
penurunan yang cukup signifikan dari tahun 2015 ke tahun 2021. Hal ini
mungkin disebabkan oleh konversi lahan semak belukar menjadi
penggunaan lahan lainnya.
4. Lahan Terbangun Meningkat: Penggunaan lahan untuk lahan
terbangun mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2015 ke
tahun 2021. Ini dapat mengindikasikan pertumbuhan perkotaan dan
pembangunan infrastruktur yang lebih lanjut.
5. Variabilitas Penggunaan Lahan: Data menunjukkan variasi yang
signifikan dalam penggunaan lahan di Kota Kendari. Hal ini dapat
mencerminkan perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang terjadi
dalam periode waktu tersebut.

Kesimpulannya, data tersebut menggambarkan perubahan dalam


penggunaan lahan di Kota Kendari selama periode 2015 hingga 2021.
Terjadi penurunan luas hutan, peningkatan lahan terbangun, dan
peningkatan dalam sektor pertanian. Informasi ini dapat menjadi dasar
bagi pemerintah dan pemangku kepentingan untuk merencanakan
pengembangan perkotaan yang berkelanjutan, menjaga keberlanjutan
lingkungan, dan mempertimbangkan konversi lahan dengan bijak.
3.2. Dampak dari kurangnya pengawasan pemanfaatan ruang berbasis
GIS terhadap keberlanjutan lingkungan dan pengelolaan sumber
daya alam di wilayah perkotaan dan pedesaan

Kurangnya pengawasan pemanfaatan ruang berbasis Sistem Informasi


Geografis (GIS) dapat memiliki dampak yang serius terhadap keberlanjutan
lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam di wilayah perkotaan dan pedesaan.
Berikut adalah beberapa dampak dari kurangnya pengawasan dalam konteks ini:

1. Perubahan Tata Guna Lahan yang Tidak Terkendali: Tanpa pengawasan yang
memadai, tata guna lahan dapat berubah tanpa perencanaan yang jelas. Ini
dapat mengakibatkan konversi lahan hutan, pertanian, atau zona hijau menjadi
lahan terbangun atau industri. Perubahan ini dapat menghancurkan ekosistem
alami, mengurangi lahan pertanian, dan meningkatkan risiko banjir serta erosi.
Contoh : Tanpa pengawasan yang memadai, sebuah kawasan hutan yang
penting untuk konservasi dapat berubah menjadi area perumahan
yang tidak terkendali. Misalnya, hutan di dekat kota dapat dirobohkan
untuk membangun pemukiman baru. Hal ini dapat mengakibatkan
hilangnya habitat satwa liar dan mengancam keberlanjutan ekosistem

2. Kehilangan Habitat Alam: Kurangnya pengawasan dapat mengakibatkan


hilangnya habitat alami untuk flora dan fauna. Ini dapat mengancam
keberlanjutan keanekaragaman hayati dan menyebabkan penurunan populasi
spesies-spesies tertentu atau bahkan kepunahan.
Contoh: Kurangnya pengawasan terhadap penggunaan lahan di sebuah daerah
pesisir dapat mengakibatkan penghilangan hutan mangrove yang
penting sebagai habitat bagi berbagai spesies ikan dan satwa liar.
Ketika hutan mangrove dihilangkan untuk proyek pembangunan,
seperti pemukiman atau pelabuhan, maka ikan-ikan yang biasanya
hidup di sana dapat mengalami penurunan populasi.
3. Pencemaran Lingkungan: Penggunaan lahan yang tidak terawasi dapat
mengakibatkan peningkatan polusi air dan udara. Misalnya, pembangunan
industri tanpa pengawasan yang memadai dapat menghasilkan limbah
berbahaya yang mencemari sungai dan udara sekitarnya.
Contoh: Sebuah kawasan industri yang tidak diawasi dengan baik dapat
menciptakan limbah berbahaya yang mencemari sungai di sekitarnya.
Limbah-limbah beracun ini dapat mencemari air yang digunakan untuk
irigasi pertanian atau sebagai sumber air minum bagi penduduk lokal,
mengancam kesehatan mereka.

4. Krisis Air Bersih: Di pedesaan, kurangnya pengawasan dapat mengakibatkan


penurunan kualitas air tanah dan pengeboran sumur yang tidak terkendali. Ini
dapat menyebabkan krisis air bersih yang serius, mengancam kesehatan
penduduk dan kelangsungan pertanian.
Contoh: Di pedesaan, jika pembangunan sumur-sumur air tanah tidak diawasi
dengan baik, ada risiko penurunan kualitas air tanah. Pengeboran yang
tidak terkendali dan ketidakmampuan untuk mengukur dan mengelola
volume air yang diambil dapat mengakibatkan penurunan permukaan
air tanah dan penurunan pasokan air bersih bagi penduduk lokal.

5. Ketahanan Terhadap Bencana: Wilayah perkotaan dan pedesaan yang tidak


diawasi dengan baik mungkin lebih rentan terhadap bencana alam seperti banjir,
tanah longsor, atau gempa bumi. Ketidakmampuan mengidentifikasi daerah
berisiko tinggi dapat mengakibatkan kerugian yang lebih besar saat terjadi
bencana.
Contoh: Tanpa pemantauan yang memadai, pemukiman mungkin dibangun di
daerah rawan banjir atau tanah longsor. Ketika banjir atau tanah
longsor terjadi, kerugian manusia dan kerusakan infrastruktur dapat
lebih parah karena pemukiman yang terkena dampak seharusnya tidak
pernah ada di sana.

6. Ketidakpastian Pembangunan: Kurangnya pengawasan dapat menciptakan


ketidakpastian dalam perencanaan dan pengembangan wilayah. Ini dapat
menghambat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja
yang berkelanjutan.
Contoh: Kurangnya pemetaan lahan dan perencanaan yang tidak terkoordinasi
dapat menciptakan ketidakpastian bagi investor. Misalnya, investor
mungkin enggan mengembangkan hotel mewah di sebuah kawasan
pantai jika mereka tidak yakin bahwa lahan tersebut tidak akan
berubah menjadi zona industri dalam waktu dekat.

7. Pertentangan Lahan: Tanpa pemetaan dan pengawasan yang akurat, mungkin


timbul pertentangan terkait kepemilikan dan penggunaan lahan. Ini dapat
mengarah pada konflik sosial dan hukum yang merugikan semua pihak terlibat.
Contoh: Ketika tata guna lahan tidak terdokumentasi dengan baik, mungkin
timbul perselisihan antara pemilik lahan, pemerintah, dan
pengembang. Ini dapat mengakibatkan pertentangan hukum yang
panjang dan merugikan semua pihak.

8. Kehilangan Potensi Ekonomi: Wilayah yang tidak dimanfaatkan dengan baik


melalui pengawasan yang tepat mungkin kehilangan potensi ekonomi yang
dapat diperoleh dari sektor pertanian, pariwisata, atau pengembangan
ekowisata.
Contoh: Sebuah pedesaan yang memiliki potensi untuk pengembangan
ekowisata yang berkelanjutan mungkin kehilangan peluang ekonomi
jika kurangnya pengawasan menghasilkan konversi lahan hijau menjadi
lahan terbangun atau industri.
Dalam konteks ini, pengawasan pemanfaatan ruang berbasis GIS menjadi kunci
dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam.
Teknologi GIS memungkinkan pemantauan yang akurat dan real-time terhadap
perubahan dalam tata guna lahan, pemantauan kualitas air dan udara, serta analisis
risiko bencana. Dengan demikian, penerapan SIG dapat membantu pemerintah dan
pemangku kepentingan untuk membuat keputusan yang lebih baik dalam menjaga
dan meningkatkan keberlanjutan lingkungan serta pengelolaan sumber daya alam di
wilayah perkotaan dan pedesaan.

BAB III
KESIMPULAN

Untuk mengatasi masalah yang diakibatkan oleh kurangnya pengawasan


pemanfaatan ruang, diperlukan strategi yang terintegrasi. Hal ini mencakup
pengembangan rencana tata ruang yang komprehensif, penegakan hukum yang
ketat terhadap perubahan tata guna lahan ilegal, dan upaya perlindungan habitat
alam seperti hutan dan hutan mangrove. Selain itu, manajemen limbah yang ramah
lingkungan, pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan, serta penilaian risiko
bencana dengan pemetaan GIS harus menjadi bagian dari solusi.

Kerjasama antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat dalam mengikuti


rencana tata ruang yang ada juga penting, sambil memanfaatkan teknologi GIS
untuk pemantauan dan perencanaan yang lebih efektif. Edukasi masyarakat tentang
pentingnya pengelolaan lahan yang berkelanjutan juga harus ditingkatkan dalam
rangka menciptakan kesadaran dan dukungan untuk praktik yang berkelanjutan.
Dengan pendekatan holistik ini, masalah yang timbul dari kurangnya pengawasan
pemanfaatan ruang dapat diatasi, dan keberlanjutan lingkungan serta pengelolaan
sumber daya alam dapat ditingkatkan.
Penggunaan teknologi GIS juga memainkan peran yang krusial dalam semua
tahap solusi ini. Dengan GIS, pemantauan, pemetaan, dan analisis data geospasial
dapat dilakukan dengan lebih efisien dan akurat. Ini memungkinkan pengawasan
yang lebih baik terhadap perubahan tata guna lahan secara real-time, identifikasi
daerah rawan bencana, serta pemantauan kualitas dan kuantitas sumber daya alam
seperti air dan hutan.

Pentingnya pendekatan berkelanjutan dalam pengelolaan tata guna lahan tidak


hanya mencakup perlindungan lingkungan alam, tetapi juga menghormati hak-hak
dan kebutuhan masyarakat lokal. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan dan memberikan edukasi tentang dampak dari perubahan
tata guna lahan, solusi yang diimplementasikan akan lebih berkelanjutan dan
diterima secara luas. Selain itu, penegakan hukum yang ketat terhadap pelanggaran
tata guna lahan yang merugikan lingkungan dan masyarakat perlu diintensifkan. Ini
mencakup pemberian sanksi kepada mereka yang secara ilegal mengubah
penggunaan lahan atau mencemari lingkungan.

Dengan pendekatan ini, diharapkan bahwa perubahan tata guna lahan yang tidak
terkendali, kehilangan habitat alam, pencemaran lingkungan, krisis air bersih, dan
masalah lainnya dapat diatasi secara lebih efektif. Ini akan mendukung upaya
menuju tata guna lahan yang lebih berkelanjutan, lingkungan yang lebih sehat, dan
pengelolaan sumber daya alam yang lebih bijaksana.

Anda mungkin juga menyukai