Anda di halaman 1dari 9

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO 11

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH


e-ISSN: 2502 – 4205
Vol.8., No.1, April 2023
https://journal.uho.ac.id/index.php/jpw/index

Konsep Pengembangan Intensitas Pemanfaatan Lahan Pada


Kawasan Perdagangan di Kecamatan Muntilan
Kabupaten Magelang
The Development Concept of Land Use Intensity in the Trading Area in
Muntilan District, Magelang Regency
Muhammad Zaenuddin 1), Lintang Suminar 1) 2)*)
1)Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
2) Pusat Informasi Pembangunan Wilayah LPPM Universitas Sebelas Maret, Surakarta

*)email: lintangsuminar@staff.uns.ac.id

ABSTRACT
The land use intensity is an aspect that needs to be regulated related to urban development. This study aims
to develop the concept of developing land use intensity in a commercial area in the Muntilan district so that
it can be arranged to accommodate various activities through sustainable land use. The research method uses
a quantitative approach with analysis of the intensity of land use at the study locus. The results show that the
BCR and FAR values in the area are still below the maximum value and the Open Space Ratio value has not
exceeded the calculated minimum value. The calculation of the existing building demarcation analysis still
has not exceeded the calculated provisions so that development can still be carried out horizontally and
vertically. The result of development concept is an Eco-Commercial Area by considering the intensity of land
use.
Keywords: land use intensity; trade area; city

ABSTRAK
Intensitas Pemanfaatan Lahan merupakan aspek yang perlu diatur dalam hubungannya dengan perkembangan
kota. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun konsep pengembangan intensitas pemanfaatan lahan pada
kawasan perdagangan di Kecamatan Muntilan agar dapat diatur untuk mewadahi berbagai aktivitas melalui
pemanfaatan lahan secara berkelanjutan. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan
analisis Intensitas Pemanfaatan Lahan pada lokus studi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai KDB dan
KLB kawasan masih di bawah nilai maksimal dan nilai KDH belum melampaui nilai minimum yang telah
diperhitungkan. Perhitungan analisis GSB dan GSJ secara eksisting masih belum melampaui ketentuan yang
telah diperhitungkan sehingga pembangunan masih dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
Konsep pengembangan yang dihasilkan adalah Eco-Commercial Area dengan mempertimbangkan intensitas
pemanfaatan lahannya.
Kata Kunci: intensitas pemanfaatan lahan; kawasan perdagangan; kota

PENDAHULUAN Pertambahan penduduk tidak dapat dipungkiri akan


berdampak pada meningkatnya ragam kegiatan dan
Pertumbuhan ekonomi suatu kawasan erat intensitas ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat
kaitannya dengan pertumbuhan penduduk. pada suatu lingkup wilayah (Harjasa et al., 2016).
Pertumbuhan penduduk atau dapat pula diartikan Hal ini sudah barang tentu bahwa meningkatnya
sebagai dinamika penduduk merupakan suatu penduduk dan ragam kegiatan akan menyebabkan
perubahan penduduk dari waktu ke waktu yang perkembangan kota yang tentu juga berdampak pada
disebabkan karena adanya peristiwa atau kejadian kebutuhan ruang yang dapat mewadahi aktivitas
yang berdampak pada kuantitas kependudukan. perkotaan (Mustanir, 2015) (Ruwaidah, 2016).
JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO 12

Ruang dapat dijabarkan sebagai suatu tempat yang yaitu struktur peruntukan lahan, intensitas
menjadi lokasi yang tepat dimana setiap elemen pemanfaatan lahan, tata bangunan, sistem sirkulasi
fisik cenderung berada. Hal tersebut dapat diartikan dan jalur penghubung, sistem ruang terbuka dan tata
pula bahwa kegiatan perkotaan, termasuk kegiatan hijau, tata kualitas lingkungan, dan sistem prasarana
ekonomi membutuhkan wadah atau ruang fisik dan utilitas lingkungan (Menteri Pekerjaan Umum,
berupa lahan/tanah dimana kegiatan ekonomi 2007).
tersebut dapat dinaungi dalam keberlangsungannya. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) atau
Tingginya aktivitas dan kegiatan ekonomi Building Coverage Ratio (BCR) berfungsi sebagai
dalam pemanfaatan ruang mengakibatkan alat untuk mengendalikan tutupan lahan oleh
kebutuhan ruang yang semakin terbatas dan bangunan sehingga fungsi lahan untuk penyerapan
menimbulkan dampak-dampak negatif terhadap air tetap dapat terkendali. Nilai KDB menunjukkan
kebutuhan ruang itu sendiri. Hal ini pula yang prosentase lahan yang boleh terbangun dalam suatu
dikhawatirkan terjadi di Kecamatan Muntilan, kawasan (Atianta, 2020). Koefisien Lantai
Kabupaten Magelang. Kecamatan Muntilan Bangunan (KLB) atau Floor Area Ratio (FAR)
ditetapkan sebagai kawasan cepat tumbuh pada berfungsi sebagai alat untuk mengendalikan daya
koridor jalan arteri nasional dalam Rencana Tata dukung lahan terhadap beban kegiatan yang
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Magelang berlebihan (Purnomo, 2021). Garis Sempadan
Tahun 2010-2030. Pengembangan utamanya adalah Bangunan (GSB) atau building demarcation line
sebagai kawasan perdagangan dan jasa. merupakan garis batas maksimal dari suatu persil
Kawasan perdagangan di Kecamatan dan berfungsi untuk keamanan (Ginting & Safitri,
Muntilan ini memiliki karakteristik/ciri yang 2020).
bersifat ribbon atau memanjang mengikuti ruas jalan Intensitas pemanfaatan lahan erat kaitannya
arteri primer yang menghubungkan Kota Magelang, dengan tata bangunan. Manfaat dari penataan
Kabupaten Magelang, dengan Provinsi Daerah bangunan di antaranya adalah mewujudkan kawasan
Istimewa Yogyakarta yaitu Jalan Jogja-Magelang. yang selaras, meningkatkan kualitas ruang kota, dan
Sepanjang jalan ini dapat ditemui beragam aktivitas menciptakan citra dan karakter kawasan (Yahya,
ekonomi baik informal maupun formal seperti pasar 2015).
tradisional, pasar modern, pertokoan, plaza dan juga Berdasarkan fenomena tersebut maka
tersebar pedagang informal seperti PKL (Pedagang diperlukan kajian dan rencana sebagai suatu
Kaki Lima). Selain kawasan perdagangan ini instrumen pengendali pertumbuhan serta memberi
bersifat ribbon, juga memiliki karakteristik lain pedoman terhadap wujud bangunan dan lingkungan
yaitu klaster, artinya bahwa kegiatan perdagangan pada kawasan perdagangan di Kecamatan Muntilan
mengelompok sesuai dengan jenisnya. Sebagai berupa Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan,
contoh, aktivitas jual beli ponsel akan mengelompok dalam hal ini adalah ditekankan pada komponen
dalam satu lokasi, begitu pula dengan pakaian, Intensitas Pemanfaatan Lahan agar dapat diatur
makanan, minuman, dan lain sebagainya. Di sekitar untuk mewadahi berbagai aktivitas melalui
kawasan ini terdapat beragam fasilitas umum seperti pemanfaatan lahan secara berkelanjutan.
sarana pendidikan antara lain SD, SMP, dan SMA,
sarana kesehatan yaitu Puskesmas, Poliklinik, dan METODE PENELITIAN
Rumah Sakit, sarana peribadatan meliputi Masjid,
Musala, Gereja, dan Klenteng, sarana ruang terbuka Kajian yang berjudul “Konsep
yaitu Taman Bambu Runcing, serta sarana objek Pengembangan Intensitas Pemanfaatan Lahan pada
vital transportasi yaitu Terminal dr. Prajitno Kawasan Perdagangan di Kecamatan Muntilan,
Muntilan. Kabupaten Magelang” ini menggunakan metode
Urban Design Guidelines (UDGL) penelitian yang berdasarkan pendekatan kuantitatif
merupakan suatu panduan rancang yang mengatur atau quantitative approach. Pendekatan dengan
intensitas pembangunan kota sehingga metode tersebut berupaya memproses berbagai data
pembangunan tidak melebihi daya dukung, selaras berupa numerik untuk selanjutnya dianalisis,
dengan konteks perkotaan, dan menjaga sehingga dapat ditarik suatu konklusi yang bersifat
keseimbangan alam (Pemerintah Republik rasional dan dapat dirumuskan suatu arahan
Indonesia, 2007). Dalam Peraturan Menteri berdasarkan hasil analisis yang diperoleh (Rizal et
Pekerjaan Umum No. 06 Tahun 2007 Tentang al., 2018). Selain itu, pendekatan kuantitatif mampu
Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan menjawab permasalahan kompleks yang tidak dapat
Lingkungan disebutkan bahwa komponen didefinisikan secara pasti dengan menggunakan
perancangan kota terdiri atas 8 (delapan) komponen kualitatif (Fussell et al., 2000).
JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO 13

Data dalam kajian ini diperoleh secara primer Magelang, dan Kabupaten Sleman. Kawasan
melalui pengamatan secara langsung ke lokus kajian perencanaan memiliki luas 93.57 Ha yang terdiri
maupun memanfaatkan citra satelit Google Earth. dari Kelurahan Muntilan, Desa Gunungpring, Desa
Adapun terkait dengan analisis yang digunakan Sedayu, dan Desa Tamanagung. Kawasan
untuk menghitung Intensitas Pemanfaatan Lahan perencanaan memiliki batas secara administratif
mengacu pada Peraturan Menteri Agraria Tata (Gambar 1) sebagai berikut:
Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Sebelah Utara : Desa Sedan
Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Sebelah Selatan : Desa Pucungrejo
Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Sebelah Barat : Desa Pabelan
Penertiban Persetujuan Substansi Tata Ruang Sebelah Timur : Desa Gulon
Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana
Detail Tata Ruang (Menteri Agraria dan Tata
Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional, 2021).
Analisis Intensitas Pemanfaatan Ruang digunakan
untuk mengetahui keteraturan suatu bangunan
dengan kriteria atau komponen yang harus dimuat di
dalamnya (Shaflian & Evawani, 2018). Perhitungan
tersebut mempertimbangkan 5 (lima) komponen
yaitu Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien
Lantai Bangunan (KLB), dan Koefisien Dasar Hijau
(KDH), Garis Sempadan Jalan (GSJ), dan GSB
(Garis Sempadan Bangunan). Komponen-
komponen tersebut digunakan sebagai pengendali
tata massa dan dampak dari suatu lingkungan.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dihitung
menggunakan rumus: (Luas Lantai Dasar/Luas
Lahan) x 100% dan Koefisien Dasar Bangunan
Maksimal (KDB Max) menggunakan perhitungan
KDB Max = ((A-OS) x 100%) / OS (Baron, 2012; Gambar 1. Lokasi Penelitian
Purnomo, 2021).
Perhitungan Koefisien Lantai Bangunan Kawasan Perdagangan di Kecamatan
(KLB) dihitung menggunakan rumus: (Luas Seluruh Muntilan memiliki luas sebesar 93,5779 Ha. Dengan
Lantai Bangunan/Luas Lahan) dan Koefisien Lantai luasan tersebut kawasan ini memiliki berbagai
Bangunan Maksimal pada suatu kawasan macam guna lahan, seperti perumahan, perdagangan
dirumuskan yaitu KLB Maks = A : (KDB X A) dan jasa, pendidikan, peribadatan, kesehatan,
(Hermawan & Utomo, 2017). kebudayaan, dan persawahan. Secara khusus di
Terkait dengan Koefisien Dasar Hijau (KDH) Kawasan Perdagangan di Kecamatan Muntilan,
diperhitungkan dengan rumus: (Luas Ruang penggunaan lahan didominasi oleh permukiman
Terbuka/Luas Kavling Lahan) dan Koefisien Dasar dengan kepadatan rendah dan perdagangan jasa.
Hijau Minimum (KDH Min) diperhitungkan dengan Penggunaan lahan kawasan perdagangan di
rumus: 100% - KDB Maks (Hermawan & Utomo, Kecamatan Muntilan dapat dirincikan melalui Tabel
2017; Purnomo, 2022). 1 dan diagram pada Gambar 2.
Adapun analisis terhadap Garis Sempadan
Jalan (GSJ) dan Garis Sempadan Bangunan (GSB) Tabel 1. Penggunaan Lahan Kawasan Perdagangan
diperhitungkan berdasarkan kelas fungsi jalan yaitu di Kecamatan Muntilan
arteri, kolektor, lokal maupun lingkungan. Jenis Luas (Ha)
Pendidikan 1,72
HASIL DAN PEMBAHASAN Kesehatan 0,06
Perumahan 54,93
Hasil
1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Perdagangan dan Jasa 23,89
Kawasan penelitian terletak di salah satu dari Pertanian 11,93
21 (dua puluh satu) kecamatan di Kabupaten Peribadatan 0,33
Magelang. Kawasan perencanaan terletak Kebudayaan Dan Rekreasi 0,24
disepanjang koridor Jalan Jogja-Magelang yang Pemerintahan dan Pelayanan Umum 0,44
menghubungkan Kota Magelang, Kabupaten Sumber: Survei Primer dan Analisis, 2021
JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO 14

antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung


yang dapat dibangun dan luas lahan yang ada tiap
bloknya. Penentuan koefisien dasar bangunan
ditinjau dari aspek lingkungan dengan tujuan untuk
mengatur intensitas kepadatan dasar bangunan serta
mengendalikan luas bangunan di suatu lahan pada
batas-batas tertentu sehingga tidak mengganggu
penyerapan air hujan ke tanah. Koefisien dasar
bangunan pada kawasan perencanaan cukup
beragam dari yang terkecil dari 0 % hingga yang
terbesar 99 %. Jika dilihat dari persentase KDB,
Gambar 1. Diagram Penggunaan Lahan Kawasan kawasan perencanaan tergolong sedang dengan rata-
Perdagangan di Kecamatan Muntilan rata koefisien dasar bangunan yaitu 44 % (Gambar
Sumber: Analisis, 2021 4).

Pada Tabel 1 serta diagram pada Gambar 2


dapat dilihat bahwa penggunaan lahan di kawasan
perdagangan di Kecamatan Muntilan didominasi
oleh perumahan seluas 54,93 Ha setara dengan
58,70% dari total keseluruhan penggunaan lahan di
Kawasan, kemudian diikuti oleh guna lahan
perdagangan dan Jasa dengan luas 23,89 Ha setara
dengan 25,53% dari total keseluruhan penggunaan
lahan. Sedangkan penggunaan lahan yang memiliki
luas paling sedikit adalah kesehatan dengan luas
0,06 Ha atau setara dengan 0,07% dari total luas
penggunaan lahan di kawasan ini, adapun
penggunaan lahan sebagai ruang terbuka, olahraga,
dan rekreasi belum terdapat di kawasan ini. Berikut
merupakan peta penggunaan lahan eksisiting
kawasan perdagangan di Kecamatan Muntilan Gambar 3. Peta Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
(Gambar 3). Kawasan Perdagangan di Kecamatan Muntilan
Sumber: Penulis, 2021

Adapun setelah mengetahui koefisien dasar


bangunan eksisting pada kawasan perencanaan,
selanjutnya dihitung koefisien dasar maksimal
kawasan perencanaan untuk dapat mengetahui
apakah koefisien dasar bangunan eksisting kawasan
perencanaan melebihi atau tidak dari koefisien dasar
bangunan maksimal kawasan perencanaan. Maka
dapat dihitung koefisien dasar bangunan pada
kawasan perencanaan dengan diketahui S = 0,0018,
C = 1,2 (Cukup tanah terbuka, 50% penghijauan,
infiltrasinya sedang, kemiringan 0 – 5 %).
Iinf =SxA
= Koef. Kandungan Air x Luas
Kawasan
Gambar 2. Peta Penggunaan Lahan Kawasan = 0,0018 x 935.700
Perdagangan di Kecamatan Muntilan = 1.684,26 liter/menit
Sumber: Penulis, 2021
= 28.071 liter/detik
Qinf =CxIxA
2. Analisis Intensitas Pemanfaatan Ruang
= Koefisien Infiltrasi x Intensitas
a. Koefisien Dasar Bangunan
Infiltrasi x Luas Kawasan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dapat
= 1,2 x 6,67 x 10-3 x 835.700
diartikan sebagai angka persentase perbandingan
JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO 15

= 7.489,3428 m3/detik Adapun setelah mengetahui koefisien lantai


= 7.489.342,8 liter/detik bangunan eksisting pada kawasan perencanaan,
QIHa = (I Ha x Qinf)/A selanjutnya dihitung koefisien dasar maksimal
= (1 x 7.489.342,8)/93.57 kawasan perencanaan untuk dapat mengetahui
= 80,4 liter Ha/detik apakah koefisien lantai bangunan eksisting kawasan
OS = Iinf/QIHa perencanaan melebihi atau tidak dari koefisien dasar
= 28,071 / 80,04 bangunan maksimal kawasan perencanaan. Untuk
= 35 Ha menghitung koefisien lantai bangunan maksimal
KDB Max = ((A-OS) x 100%) / 35 menggunakan rumus sebagai berikut:
= 62,59 % FAR = A : (KDB X A)
Dari perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa = 935.700 : (62,59% x 935.700)
kawasan perencanaan mempunyai KDB maksimal = 935.700 : (0,6259 x 9357.00)
sebesar 62,59 %, maka dapat diinterpretasikan = 935.700 : 585.654,63
bahwa KDB eksisting kawasan perencanaan = 1,59
terdapat 30 (tiga puluh) blok yang melebihi KDB Dari perhitungan diatas, dapat dilihat bahwa
maksimal. Namun, apabila dihitung rata-rata Koefisien Lantai Bangunan maksimal pada kawasan
kawasan perencanaan belum mencapai KDB perencanaan yaitu sebesar 1,59 (satu koma lima
maksimal. Oleh karenanya, maka kawasan sembilan). Maka dapat disimpulkan bahwa KLB
perencanaan masih dapat dilakukan pembangunan eksisting kawasan perencanaan belum dan masih
horizontal, namun lebih baik dilakukan jauh dari Koefisien Lantai Bangunan maksimal,
pembangunan secara vertikal meninjau beberapa sehingga kawasan perencanaan masih dapat
blok telah melampaui batas maksimal KDB. dilakukan pembangunan secara vertikal.

b. Koefisien Lantai Bangunan c. Koefisien Dasar Hijau


Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah angka
perbandingan luas seluruh lantai bangunan dengan persentase perbandingan antara luas seluruh ruang
luas lahan (kavling). Koefisien lantai bangunan juga terbuka di luar bangunan dan luas lahan perpetakan.
dapat diartikan sebagai jumlah lantai penuh suatu Besaran koefisien dasar hijau berkebalikan dengan
bangunan dihitung mulai dari lantai dasar sampai besaran koefisien dasar bangunan. Kawasan
dengan lantai tertinggi. Kawasan perencanaan perencanaan sendiri memiliki koefisien dasar hijau
sendiri memiliki koefisien lantai bangunan eksiting yang bervariasi dari terkecil yaitu sebesar 1 % dan
yang bervariasi, dari yang terkecil yaitu sebesar 0 yang terbesar sebesar 100 %. Jika dilihat dari
(nol) dan yang terbesar sebesar 2,00 (dua koma nol koefisien dasar hijau eksisting, kawasan
nol). Jika dilihat pada koefisien lantai bangunan perencanaan dapat dikatakan masih memiliki lahan
eksisting, dapat dikatakan bahwa kawasan hijau yang luas dengan persentase rata-ratanya
perencanaan memiliki koefisien lantai bangunan adalah 56 % (Gambar 6).
yang sedang yaitu berada pada angka 0,64 (nol koma
enam empat) (Gambar 5).

Gambar 5. Peta Koefisien Dasar Hijau (KDH)


Gambar 4. Peta Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Kawasan Perdagangan di Kecamatan Muntilan
Kawasan Perdagangan di Kecamatan Muntilan Sumber: Penulis, 2021
Sumber: Penulis, 2021
JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO 16

Adapun setelah mengetahui koefisien dasar Analisis ini memiliki tujuan untuk mengukur
hijau eksisting pada kawasan perencanaan, tingkat keselamatan bangunan, tingkat risiko
selanjutnya dihitung koefisien dasar maksimal kebakaran, dan tingkat kenyamanan bangunan.
kawasan perencanaan untuk dapat mengetahui 1) Jalan Arteri
apakah koefisien dasar hijau eksisting kawasan Jalan Arteri (Jalan Jogja-Magelang)
perencanaan melebihi atau tidak dari Koefisien direncanakan memiliki kecepatan
Dasar Hijau minimal kawasan perencanaan. Untuk berkendara 30 km per jam atau 18,6 mil per
menghitung koefisien dasar hijau minimal jam. Sehingga:
menggunakan rumus sebagai berikut: Da = 0,063.Va2 + 1,4ta.Va + 16
Koefisien Dasar Hijau = 100% - KDB Maksimal Da = 0,063 (Va)2 + 1,47 ta Va + 16
= 100% - 62,59 % Da = 0,063 (18,6)2 + 1,47 x 1 x 18,6 + 16
= 37,41 % = 21,795 + 27,342 + 16
Dari perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa = 65,13 feet
koefisien dasar hijau minimum kawasan = 19,85 meter
perencanaan yaitu sebesar 37,41 %. Maka dapat Da = Db
disimpulkan bahwa kawasan perencanaan memiliki Db = (a. Da)/Da-b)
koefisien dasar hijau eksisting yang belum dan (Da-b)Db = a.Da
masih jauh untuk melampaui koefisien dasar hijau a = Da-b
minimum kawasan perencanaan, sehingga kawasan = 19,85-b
perencanan masih dapat mengurangi kawasan ruang Dengan:
terbuka hijau namun harus tetap tidak boleh a = a1 + a2
melebihi batas minimum koefisien dasar hijau yang b = a1 + a2
telah diperhitungkan diatas. a2 = b2 = jarak dari pagar ke bangunan
Perhitungan untuk dua Jalur:
d. Garis Sempadan Jalan a1 = 2,25 + 0,25 + 2,5 = 5 m
Garis Sempadan Jalan (GSJ) kawasan a = Da – b
perencanaan berdasarkan survei data primer, a1 + a2 = Da – (b1+b2)
mayoritas bangunan telah memiliki garis sempadan = 19,85 – (5 + 5,5 + a2) – 5
jalan dengan rentang 1 – 9 meter yang diukur dari = 19,85 – 15,5 – a2
tengah jalan hingga halaman atau pekarangan yang 2 a2 = 4,35
dibatasi oleh pagar (Gambar 7). Data garis a2 = 2,17 m
sempadan jalan di kawasan perencanaan sebagai jadi sempadan pagar = 2,25 + a1 = 7,25 m
berikut: sempadan bangunan = sempadan pagar + a2
1) Jalan Arteri : 7-9 meter dari pagar/tepi kavling = 9,42 m.
2) Jalan Lokal : 2-5 meter dari pagar/tepi kavling Sehingga jalan Arteri memiliki sempadan
3) Jalan Lingkungan : 2-3 meter dari pagar/tepi sebesar 9 meter.
kavling 2) Jalan Lokal
Jalan lokal direncanakan memiliki
kecepatan berkendara 10 km per jam atau
6,21 mil per jam.
Sehingga:
Da = 0,063.Va2 + 1,4ta.Va + 16
Da = 0,063 (Va)2 + 1,47 ta Va + 16
Da = 0,063 (6,21)2 + 1,47 x 0,8 x 6,21 + 16
= 25,73 feet
= 7,84 meter
Da = Db
Db = (a. Da)/Da-b)
(Da-b)Db = a.Da
a = Da-b
= 7,84-b
Gambar 6. Peta Garis Sempadan Jalan (GSJ) Dengan:
Kawasan Perdagangan di Kecamatan Muntilan a = a1 + a2
Sumber: Penulis, 2021 b = a1 + a2
a2 = b2 = jarak dari pagar ke bangunan
JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO 17

Perhitungan untuk dua jalur: Pembahasan


a1 = 1,75 + 0,25 = 2 m Konsep Pengembangan Kawasan
a = Da – b
a1 + a2 = Da – (b1+b2) Konsep eco-commercial area mengarah pada
= 7,84 – (2 + 3 + a2) – 2 pencapaian nilai ekologis. Di sisi lain, konsepsi ini
= 7,84 – 7 – a2 dapat dinyatakan sebagai pengembangan dari
2 a2 = 0,84 konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable
a2 = 0,42 m development). Hal ini dikarenakan dalam
jadi sempadan pagar = 1,75 + a1 = 3,75 m penerapannya konsep ini harus
semp. bangunan = sempadan pagar + a2 = mengharmonisasikan tiga pilar berkelanjutan yaitu
4,17 m sosial, ekonomi, dan ekologi. Permasalahan
Sehingga jalan lokal memiliki sempadan lingkungan yang kerap terjadi di Indonesia berakar
sebesar 4 meter. pada keterbelakangan pembangunan yang belum
sepenuhnya mengarah pada pembangunan
e. Garis Sempadan Bangunan berkelanjutan (Adharani & Nurzaman, 2017). Oleh
Garis Sempadan Bangunan (GSB) kawasan karena itu, definisi eco-commercial area harus
perencanaan berdasarkan survei data primer, mengarah pada pembangunan berkelanjutan.
memiliki jarak kurang dari 5 (lima) meter hingga Komponen dalam pembangunan berkelanjutan
lebih dari 10 (sepuluh) meter, dengan dominasi dikenal dengan tiga pilar keberlanjutan yang
bangunan memiliki jarak pada rentang 5 (lima) mencakup aspek sosial, ekonomi, dan ekologis.
hingga 10 (sepuluh) meter (Gambar 8). Garis Dalam pengembangannya UN Commission on
Sempadan Bangunan ini diukur dari tengah jalan Sustainable Development (UNCSD) mencantumkan
hingga batas bangunan terluar. Sama dengan garis aspek insitusi/kelembagaan sebagai pilar yang
sempadan jalan yang telah dijelaskan sebelumnya, keempat. Kriteria pembangunan berkelanjutan
bahwa garis sempadan bangunan yang memiliki menurut Puslitbangkim Kementerian Pekerjaan
jarak kecil didominasi oleh bangunan dengan fungsi Umum meliputi empat aspek yaitu: a) ekologi, b)
perumahan, adapun bangunan dengan garis sosial, c) ekonomi dan d) kelembagaan.
sempadan relatif besar didominasi oleh fungsi Harmonisasi dari keempat aspek tersebut
sebagai perdagangan dan jasa. diharapkan dapat mewujudkan kelestarian
lingkungan menuju keberlanjutan ekosistem yang
Tabel 2. Garis Sempadan Bangunan (GSB) didukung oleh sistem kelembagaan yang capable.
Kawasan Perdagangan di Kecamatan Muntilan Pembangunan berkelanjutan dilaksanakan dengan
Rentang GSB Jumlah Bangunan Persentase pencapaian tujuan pembangunan lingkungan,
< 5 Meter 1.177 45 % pembangunan sosial dan pembangunan ekonomi.
5 Meter - 10 Meter 1.441 55 %
> 10 Meter 4 0% Dalam hal ini bertujuan untuk mewujudkan area
Sumber: Peneliti, 2021 komersial/perdagangan jasa yang berwawasan
lingkungan. Hal tersebut sejalan dengan hasil
penelitian (Arifiah & Suhartoyo, 2022) yang
mengemukakan bahwa dalam mendukung konsep
eco city, diperlukan kebijakan yang mengatur
penataan ruang terbuka hijau untuk mencapai
keberlanjutan. Peran pemerintah selain dalam hal
regulasi, dana, bantuan teknis juga perlu penyiapan
komponen-komponen berupa komponen fisik,
sosial, dan ekonomi. Dalam mencapai tujuan
tersebut, keseimbangan aspek intensitas lahan perlu
dipertimbangkan. Intensitas lahan yang tidak sesuai
dengan standar akan berpengaruh salah satunya
pada estetika kota (Asyiawati & Oktavya, 2014).
Pada Gambar 9 merupakan rencana pengembangan
Kawasan Perdagangan di Kecamatan Muntilan.
Gambar 7. Peta Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Kawasan Perdagangan di Kecamatan Muntilan
Sumber: Penulis, 2021
JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO 18

Gambar 8. Rencana Pembagian Blok Kawasan Perencanaan


Sumber: Penulis, 2021

Tabel 3. Konsep Pengembangan Blok Kawasan Perencanaan


Blok Konsep Pengembangan
Struktur Peruntukan Lahan Intensitas Pemanfaatan Lahan
1 Dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan KDB: 0-70 %,
pendidikan. KLB: 0,5-1,5,
KDH: 30-100 %
2 Dikembangkan menjadi kawasan perdagangan KDB: 30-90 %,
dan jasa serta pemerintahan dan pelayanan umum KLB: 0,5-1,5,
KDH: 10-70 %
3 Dikembangkan menjadi kawasan ruang terbuka KDB: 0-70 %,
hijau dan perumahan. Namun yang ditonjolkan KLB: 0-1,5,
adalah Ruang Terbuka Hijau KDH: 30-100 %
4 Dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan KDB: 0-70 %,
ruang terbuka hijau. Namun yang ditonjolkan KLB: 0,5-1,
adalah perumahan. KDH: 30-100 %
5 Dikembangkan menjadi kawasan perumahan dan KDB: 0-50 %,
ruang terbuka hijau KLB: 0-1,
KDH: 50-100 %
Sumber: Analisis, 2021

dengan Koefisien Dasar Hijau, kawasan


KESIMPULAN perencanaan masih belum melampaui nilai
minimum yang diperhitungkan. Apabila meninjau
Berdasarkan tinjauan gambaran umum
dari perhitungan dalam analisis Garis Sempadan
terhadap kawasan perencanaan dan telah melalui
Jalan dan Garis Sempadan Bangunan secara
serangakaian proses analisis pada komponen tata
eksisting masih belum melampaui ketentuan yang
bangunan dan lingkungan yaitu Intensitas
telah diperhitungkan sehingga pembangunan masih
Pemanfaatan Lahan, maka dapat disimpulkan bahwa
dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
kawasan perencanaan memiliki nilai intensitas
Namun, dalam pengembangannya perlu
pemanfaatan lahan yang masih di bawah nilai
memperhatikan keberlanjutan lingkungan. Hal
maksimal baik berupa Koefisien Dasar Bangunan
tersebut melalui pengembangan konsep Eco-
dan Koefisien Lantai Bangunannya. Adapun terkait
JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO 19

Commercial Area yang dapat mengharmonisasikan Best Use, Lahan di Jl. Kahuripan Raya Kav
tiga pilar berkelanjutan yaitu sosial, ekonomi, dan 30-34 Sidoarjo, Jawa Timur. Jurnal Teknik
ekologi dalam suatu area komersial area yang ITS, 6(1).
dijewantahkan dalam pembangunan fisik kawasan https://doi.org/10.12962/j23373539.v6i1.2301
salah satunya dengan mempertimbangkan intensitas 1
pemanfaatan lahannya. Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional. (2021). Peraturan
Ucapan Terimakasih: Terimakasih kepada pihak Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
Kecamatan Muntilan yang telah memberikan izin Badan Pertahanan Nasional Republik
dalam pelaksanaan penelitian ini, dan berbagai Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Tata
pihak yang turut serta dalam membantu sehingga Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali,
penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi,
DAFTAR PUSTAKA Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata
Ruang.
Adharani, Y., & Nurzaman, R. A. (2017). Fungsi
Menteri Pekerjaan Umum. (2007). Pedoman Umum
Perizinan Dalam Pengendalian Pemanfaatan
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
Ruang di Kawasan Bandung Utara Dalam
(Issue 06).
Kerangka Pembangunan Berkelanjutan. Bina
Mustanir, M. (2015). Pengaruh Pelebaran Jalan
Hukum Lingkungan, 2(1), 1–13.
terhadap Pemanfaatan Ruang Koridor Jalan
https://doi.org/10.24970/jbhl.v2n1.1
Mertoyudan Kabupaten Magelang. Jurnal
Arifiah, S. R., & Suhartoyo. (2022). Implementasi
Pembangunan Wilayah & Kota, 11(1), 42.
Kebijakan Penataan Ruang Terbuka Hijau
https://doi.org/10.14710/pwk.v11i1.8656
Sebagai Upaya Mewujudkan Tata Kelola
Pemerintah Republik Indonesia. (2007). Undang-
Kawasan Kota Berbasis Lingkungan (Eco
Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun
City) yang Berkelanjutan. Administrative Law
2007 Tentang Penataan Ruang.
& Governance Journal, 5(3), 227–238.
Purnomo, A. B. (2021). Koefisien Dasar Bangunan
Asyiawati, Y., & Oktavya, N. E. (2014). Strategi
(KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Pengendalian Pemanfaatan Lahan Sekitar
Sebagai Dasar Gubahan Massa. Matrik Serial
Kawasan Kalimalang Kota Bekasi Secara
Humaniora Dan Sains, 2(2), 111–121.
Berkelanjutan. Jurnal Perencanaan Wilayah
Purnomo, A. B. (2022). Koefisien Dasar Bangunan
Dan Kota, 14(1), 1–10.
(KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Atianta, L. (2020). Suhu Permukaan Lahan Dan
Sebagai Dasar Gubahan Massa. Metrik Serial
Intensitas Pemanfaatan Ruang Di Perkotaan
Humaniora Dan Sains, 2(2), 111–121.
Yogyakarta. Jurnal Pengembangan Kota,
Rizal, M., Saputra, D. N., & Iis Hafrida. (2018).
8(2), 151–162.
Metodologi Penelitian Kualitatif. In
https://doi.org/10.14710/jpk.8.2.151-162
Angewandte Chemie International Edition,
Fussell, S. R., Kraut, R. E., & Siegel, J. (2000).
6(11), 951–952.
Coordination of Communication: Effects of
Ruwaidah, E. (2016). Identifikasi Pemanfaatan
Shared Visual Context on Collaborative Work.
Ruang Pada Koridor Jl. Langko-Pejanggik-
Proceedings of the 2000 ACM Conference on
Selaparang Ditinjau Terhadap RTRW Kota
Computer Supported Cooperative Work, 21–
Mataram. Jurnal Sangkareang Mataram, 2(1),
30.
28–32. http://www.untb.ac.id
Ginting, N., & Safitri, U. (2020). Perencanaan
Shaflian, I. A., & Evawani, E. (2018). Bricolage a
Intensitas Pembangunan Pada Desa Wisata
design approach for improving high density
Tongging. Talenta Conference Series: Energy
area. Journal of Social Sciences Research,
and Engineering (EE), 3(1), 1–6.
2018(Special Issue 6), 760–767.
https://doi.org/10.32734/ee.v3i1.863
https://doi.org/10.32861/jssr.spi6.760.767
Harjasa, P., Zulkaidi, D., Ekomadyo, A. S.,
Yahya, M. (2015). Kajian Tata Bangunan dan
Bandung, T., Kebijakan, P., & Itb, S. (2016).
Lingkungan pada Koridor Jalan Perintis
Pengaruh Perubahan Guna Lahan dan
Kemerdekaan Kota Makassar. Prosiding Temu
Intensitas Guna Lahan terhadap Kualitas
Ilmiah IPLBI, 033–038.
Ruang Kota. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI,
105–110.
Hermawan, A., & Utomo, C. (2017). Pemodelan
Alokasi Luas Lahan Pada Analisa Highest and

Anda mungkin juga menyukai