Abstrak
Pemanfaatan ruang di Kota Bandung didominasi oleh aspek permukiman dengan tingkat penggunaan lahan
mencapai 62,56 % untuk perumahan. Jumlah penduduk tahun 2011, mencapai 3.468.463 jiwa (Badan Pusat
Statistik Kota Bandung 2013), menyebabkan penataan kota dan tingkat kebutuhan rumah meningkat, yaitu
3,60 % atau 707.128 unit sampai tahun 2015. Salah satu permasalahan yang harus dibenahi adalah
pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang yang disebabkan oleh aspek perizinan, perubahan fungsi lahan
pertanian produktif dan aplikasi peruntukan lahan yang berpengaruh pada pengendalian permukiman
sebesar 77,9%. Metode penelitian yang digunakan eksplanatori, yaitu mengkaji bagaimana suatu kebijakan
pemerintah dapat diaplikasikan, dalam hal ini pemanfaatan ruang yang berdampak terhadap pengendalian
permukiman. Pendekatan dilakukan secara kuantitatif. Sampling menggunakan teknik non probability,
dengan teknik purposif yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Aplikasi di lokasi
penelitian menunjukkan bahwa rencana tata ruang belum dapat dijadikan alat acuan pemberian perizinan
pemanfaatan ruang di daerah, untuk itu perlu penerapan kebijakan secara terpadu sesuai dengan arah
kebijakan pembangunan yang sedang digalakkan. Peraturan daerah tentang pemanfaatan ruang terpadu di
Kota Bandung, sebagai salah satu acuan normatif dalam penyelesaian konflik pemanfatan ruang termasuk
pengendalian permukiman perlu segera diberlakukan.
Kata Kunci : Pemanfaatan ruang, pengendalian, perizinan, perubahan fungsi lahan, kebijakan
Abstract
Bandung space utilization dominated by residential land uses with levels reached 62.56% for housing. In
2011 the population reached 3,468,463 inhabitants (Bandung BPS 2013), led to the arrangement of the city
and increase the level of housing need, which is 3.60% or 707,128 units by 2015. One of the issues that must
be addressed is the violation against land-use due to licensing aspects, productive agricultural land-use
changes and land-use applications that affecting the settlement control (77.9%). Explanatory research
methods examine how a government policy was applied to the use of urban space affect the settlement
control. Explanatory research methods examine how a government policy was applied to the use of urban
space affect on the settlement control. Quantitative approach is used by using non-probability sampling, with
purposive technique with specific considerations. Application in the study site, spatial planning has not
become a reference for licensing space utilization, so that we need concerted policy implementation in
accordance with the direction of development policies. Local regulations which concern on the use of space
integrated in the city of Bandung which is one of a normative reference on conflict resolution in particular
utilization of space settlement control, needs to be enforced.
Keywords : Space utilization, control, permit, land-use change, policy
120
Jurnal Permukiman Vol. 8 No. 3 November 2013 : 120-127
tingkat penggunaan lahan untuk perumahan Kondisi Kota Bandung dalam alih fungsi
mencapai 62,56 %, hal ini mengalami perubahan pemanfaatan ruang menjadi ruang terbangun
fungsi lahan dari lahan kosong berupa sawah terpolakan berdasarkan model pusat
menjadi perumahan sebanyak 10 %, kondisi lahan pengembangan (growth pole), yaitu proses
kosong saat ini yaitu berupa tegalan/sawah 31,53 pertumbuhan fisik kota terjadi tidak serentak.
%, industri 3,65 %, fasilitas sosial 3,33% dan Dimulai pada pusat pengembangan utama,
ekonomi perdagangan 2,68 % (Pusat Litbang menyebar ke sekitarnya dan ke sepanjang jaringan
Permukiman 2011). jalan utama (Jalan Sudirman-Ahmad Yani ) dan
jalan kolektor serta pusat-pusat kegiatan sekunder
Kondisi ini menyebabkan menurunnya kualitas
hingga sekarang dengan intensitas yang berbeda-
permukiman, kemacetan, kawasan kumuh,
beda, sehingga hal ini menimbulkan salah satu
pencemaran dan hilangnya ruang publik dan ruang
dampak terhadap perkembangan perumahan yang
terbuka hijau. Sehubungan hal tersebut untuk
sporadis dan tidak terpolakan sesuai rencana
artikulasi sosial dan kesehatan masyarakat,
pemanfataan ruang.
diperlukan pengendalian kebijakan secara
operasional termasuk sarana prasarana Alih fungsi pemanfaatan ruang di Kota Bandung,
lingkungannya. Hal ini merupakan salah satu tugas terpolakan menurut fase pertumbuhan model
pemerintah pusat dan daerah (pasal 6 ayat 1 poin c Friedmann. Hal ini berpengaruh pada
dan pasal 9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011). pengendalian permukiman, dimana pada tingkat
fase secara spasial dari aspek normatif harus
Koordinasi dalam penataan ruang diharapkan
memenuhi persyaratan geografis, letak bangunan
tercapainya keselarasan aspirasi pembangunan
dan lingkungan, kebutuhan ruang, sifat ruang,
provinsi/kabupaten/kota, sebagaimana tercantum
pengelompokan etnik. Mengenai hal ini secara
pada pasal 13 huruf a dan pasal 22 huruf c
lengkap tercantum pada Tabel 1.
(Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan pasal
9 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011). Tabel 1 Pemanfaatan Ruang Model Friedmann
Pelanggaran pemanfaatan ruang yang tidak sesuai Fase
Fase Kedua Fase Ketiga Fase Keempat
Pertama
dengan rencana penataan ruang dikenakan sanksi
Tidak Terjadi pusat Tumbuh Interaksi spasial
berupa kurungan minimal satu tahun dan terdapat pengembangan pusat-pusat yang kuat dan
maksimal lima tahun atau denda sebesar minimal hierarki utama dan hierarki kota efektif sebagai
Rp. 1 miliar dan maksimal Rp. 5 miliar. Peraturan dan daerah serta interaksi kota
tersebut berlaku baik bagi aparat maupun spasial hinterland spasial metropolitan
pengelola atau pemilik (pasal 69, 70, 71, 72, 73, 74 Sumber : Bappeda Kota Bandung, Laporan Akhir, 2011
dan 75 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan Berdasarkan teori pemanfaatan ruang model
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 serta Friedmann di Kota Bandung, diperlukan kebijakan
Perpres Nomor 54 Tahun 2008). perluasan kota untuk memenuhi kebutuhan ruang
Hal tersebut menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie terbangun yang dilakukan pemerintah daerah.
(2012:14), diperlukan penegakan hukum sebagai Pelaksanaannya melalui pengembangan pusat-
proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau pusat sekunder secara menyebar dan horizontal,
berfungsinya norma-norma secara nyata serta akan tetapi dengan pola tidak merubah fungsi
sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau lahan produktif dari pertanian menjadi
hubungan–hubungan hukum pada kehidupan permukiman.
bermasyarakat dan bernegara.
Keterkaitan penataan ruang dan pengendalian
Menurut Hikmahanto Juwana, bagi masyarakat permukiman diperlukan pembinaan sesuai dengan
Indonesia, lemah kuatnya penegakan hukum oleh kewenangannya masing-masing. Baik antar
aparat akan menentukan persepsi ada tidaknya pemerintah pusat maupun daerah kota/kabupaten,
hukum. Masyarakat Indonesia masih dalam taraf melalui koordinasi program instansi terkait dengan
yang ’takut’ pada hukum dan belum dapat penataan ruang, sosialisasi Peraturan Undang-
dikategorikan sebagai masyarakat yang ’taat’ pada Undang terkait maupun Standar Pedoman, Manual
hukum (Juwana, 2010 : 56) hal ini dihubungkan bidang penataan ruang dan permukiman, serta
dengan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi
permukiman, masih sangat rentan terjadinya maupun pendidikan dan latihan dengan pola
berbagai pelanggaran. pembinaan menurut kewenangan masing-masing
pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/
kota.
121
Legal Aspek Pengendalian … (Lia Yulia Iriani)
Pemanfaatan ruang di Kota Bandung, meliputi budaya, untuk mencegah perkembangan secara
perdagangan, permukiman, perkantoran, jasa, sporadis diperlukan pengendalian melalui
industri, pariwisata, dengan komposisi penduduk perizinan sesuai peraturan yang berlaku.
48,86 % tinggal di perkotaan. Hal ini disebabkan
wilayah kota sebagai pusat kegiatan dan menyerap
tenaga kerja diantaranya sektor perdagangan,
industri dan jasa, terdapat 2,48 % penyimpangan
penggunaan lahan (Bappeda Kota Bandung, 2010). 7% 5% industri
122
Jurnal Permukiman Vol. 8 No. 3 November 2013 : 120-127
123
Legal Aspek Pengendalian … (Lia Yulia Iriani)
mengkaji besarnya pengaruh dari variabel perizinan, mekanisme, dan hak masyarakat yang
pelanggaran pemanfaatan ruang terhadap berperan serta dalam penyelenggaraan tata ruang
pengendalian permukiman, aspek perubahan (Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996).
fungsi lahan dan perizinan sebagai faktor
HASIL DAN PEMBAHASAN
pengendali.
Penataan Ruang sebagai Alat Pengatur
Pola pikir penelitian, berdasarkan beberapa aspek Pembangunan Kota
sebagai berikut : Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) dilaksanakan
a. Peraturan perundangan terkait dengan sesuai dengan fungsinya, yaitu pertama sebagai
penataan ruang, diantaranya kebijakan dasar alat pengatur (regulatory planning) dalam proses
yang termuat dalam UUD 45 beserta pembangunan kota yang tertuang dalam rumusan-
perubahannya, Undang-Undang Nomor 26 rumusan yang cenderung bersifat deterministik.
Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 5 Tahun Kedua, pedoman bagi upaya-upaya aktif
pemerintah/pengelola kota dalam mempengaruhi
1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria,
bahkan mengeksekusi proses-proses pembangu-
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang nan (development planning). Ketiga, sebagai alat
Pemerintahan Daerah, dan peraturan perangsang pasar yang dapat berpengaruh
pelaksanaannya, sebagai landasan operasional; terhadap perkembangan kota walaupun mungkin
b. Peraturan bidang permukiman diantaranya secara tidak langsung (market incentive). Keempat,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang sebagai pengendali dalam berkembangnya
Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman secara sporadis atau tidak tertata dan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang tidak layak huni.
Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Sebagai suatu produk perencanaan yang harus
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang dilaksanakan sesuai fungsi dan tujuan, pemerintah
Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor daerah harus mendapatkan legislasi dalam bentuk
44 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang- Peraturan Daerah Tata Ruang Kabupaten/Kota.
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Produk hukum lainnya berupa peraturan tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Hal tersebut
Hidup, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 merupakan dukungan legislasi yang dapat
tentang Pertahanan Negara, Undang-Undang dipergunakan untuk penertiban bentuk
Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi penyimpangan dan langkah penegakan hukum
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang yang terjadi di daerah.
Sumber Daya Air, Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup, Dampak Perubahan Fungsi Lahan
c. Pola hubungan kewenangan penataan ruang Arah pembangunan perumahan terutama dalam
antara pemerintah pusat dengan pemerintah mengatasi backlog yang cukup tinggi di Kota
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota; Bandung adalah penyediaan perumahan bagi
d. Konsep pelibatan masyarakat dalam penataan masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),
ruang; dilarang mengalihfungsikan prasarana, sarana, dan
e. Arah kebijakan nasional berdasarkan utilitas umum diluar fungsinya dan harus sesuai
perkembangan tuntutan reformasi dan dengan perencanaan fisik prasarana dan sarana
dinamika politik nasional maupun kota sesuai isu strategis penataan kota sebagai salah
internasional, penyelenggaraan pemerintahan satu misi dan arah kebijakan dalam menunjang visi
yang baik (good governance), antisipasi isu-isu kota.
global; Dampak perubahan fungsi lahan dari pertanian
f. Model penataan ruang yang dihasilkan produktif menjadi permukiman diantaranya adalah
merupakan kebijakan operasional berdasarkan terjadinya tuntutan dan dinamika perkembangan
implementasi secara langsung dilapangan kota. Hal ini perlu diimbangi dengan perizinan dan
sehingga akibat yang ditimbulkan dari penataan diharapkan tidak terjadi penurunan daya dukung
ruang dapat dikendalikan sesuai dengan arah lingkungan.
program kebijakan pelaksanaan pembangunan
nasional. Salah satu akibat menurunnya daya dukung
lingkungan di Kota Bandung adalah terjadinya
Beberapa aspek tersebut di atas berhubungan banjir, disebabkan karena topografinya berupa
dengan pengendalian perumahan dan kawasan cekungan dan menurunnya Ruang Terbuka Hijau
permukiman, yang menyangkut kelembagaan, (RTH) yang berfungsi sebagai daerah resapan air.
124
Jurnal Permukiman Vol. 8 No. 3 November 2013 : 120-127
Hal ini sebagai salah satu akibat pelanggaran terhadap pengendalian permukiman. Pengujian
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan dilakukan secara simultan dan parsial.
Rencana Tata Ruang Kota (RTRK) dan perlu segera
Sebelum mendapat hasil uji hipotesis terlebih
ditangani, diantaranya melalui penertiban
dahulu dilakukan pengkajian pengaruh struktural
bangunan sesuai dengan fungsinya.
dan koefisien jalur X1, X2, X3 terhadap Y, secara rinci
Kebijakan Penataan Kota dijelaskan dalam gambar di bawah ini :
Kebijakan yang ditetapkan dalam rangka
meningkatkan penataan kota adalah dengan ε
mengupayakan perluasan dan pemerataan
pelayanan prasarana dan sarana kota, serta
pengembangan aktifitas kota yang sesuai dengan
daya dukung dan daya tampung lingkungan,
melalui program penataan prasarana dan sarana X1
kota, program penataan transportasi kota dan pyx=0, 470
program penataan lingkungan permukiman dan
rx1x2=0, pyx1=0, 317
peñatagunaan lahan, dimana kepadatan bangunan 837
suatu wilayah dihitung berdasarkan Koefisien X2 Y
Dasar Bangunan (KDB) kawasan dan pola rx1x3=0, pyx2=0, 403
perumahan apakah menyebar atau mengelompok. 814
Perhitungan Koefisien Dasar Bangunan, secara Pyx3=0, 223
lengkap tercantum pada Tabel 2. X3
x2x3=0, 761
Tabel 2 Koefesien Dasar Bangunan Gambar 2 Pengaruh Struktur dan Koefisien Jalur X1, X2, X3
Rating KDB terhadap Y.
5 ≤ %
Keterangan :
25< KDB 50%
4 10 < KDB < 25 %
X1 = Aspek perizinan
50< KDB 75%
3
125
Legal Aspek Pengendalian … (Lia Yulia Iriani)
X1, (0,223 x 0,814 x 0,317) =0,058 = 5,8% dirumuskan yaitu besarnya pelanggaran
X2, (0,223 x 0,761 x 0,403) = 0,068 = 6,8% pemanfaatan ruang akan berpengaruh pada
- Pengaruh total X3 ke Y pengendalian permukiman di Kota Bandung
5,0 % + 5,8% + 6,8 % = 17,6 % ditentukan oleh aspek perizinan, perubahan fungsi
(4) Pengaruh bersama-sama X1, X2, X3 terhadapY lahan, dan penatagunaan lahan, secara empiris
0,265 + 0,338 + 0,176 = 0,779 = 77,9 % telah teruji kebenarannya.
- Pengaruh variabel lain (epsilon) Faktor lain yang turut mempengaruhi variabel
(0,470)2 = 0,221 = 22,1 % pelanggaran pemanfaatan ruang terhadap
Jadi pengaruh seluruh variabel = 77,9 % + 22,1 % pengendalian permukiman di luar ketiga aspek
=100% tersebut yaitu sebesar 21,50 %.
Analisis Parsial Adapun faktor lain yang mempengaruhi variabel
Analisis parsial pengaruh pelanggaran tersebut di atas antara lain koordinasi antar
pemanfaatan ruang terhadap pengendalian lembaga, kesiapan stakeholder yang berwenang
permukiman di Kota Bandung. menerapkan aturan perencanaan kota, peran serta
(1) Aspek Perizinan masyarakat dan penerapan kebijakan sesuai
Pengaruh aspek perizinan terhadap pengendalian dengan peraturan yang berlaku.
permukiman di Kota Bandung, yaitu sebesar 26,5
%. Pengaruhnya bersifat signifikan, artinya makin KESIMPULAN DAN SARAN
kurangnya penerapan dan pengawasan perizinan Kesimpulan
pada pembangunan permukiman, maka akan Pemanfaatan ruang secara parsial maupun
timbul permukiman kumuh yang tidak terkendali simultan berpengaruh terhadap pengendalian
sesuai dengan pemanfaatan ruang. permukiman. Artinya semakin tinggi pelanggaran
(2) Aspek Perubahan Fungsi Lahan aspek perizinan, semakin tinggi pula ketidak
Pengaruh perubahan fungsi lahan dari lahan sesuaian pengembangan permukiman yang tidak
pertanian produktif sangat signifikan terencana sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota
mempengaruhi terjadinya dampak permukiman (RTRK).
secara sporadis di Kota Bandung yaitu sebesar 33,8 Pelaksanaan skala prioritas dalam menyelesaikan
%. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan fungsi permasalahan pemanfaatan ruang di Kota Bandung
lahan apabila tidak dikendalikan dengan sarana sesuai isu dan rencana strategis dipengaruhi oleh
prasarana lingkungan permukiman akan tiga variabel yaitu perizinan, perubahan fungsi
berdampak terhadap menurunnya daya dukung lahan dan penatagunaan lahan.
lingkungan diantaranya terjadi banjir, karena
rendahnya resapan air tanah. Faktor lain yang mempengaruhi berupa koordinasi
dengan stakeholder, kelembagaan masyarakat yang
(3) Aspek Penatagunaan Lahan berperan dalam perencanaan kota, insentif dan
Penatagunaan lahan berpengaruh terhadap disinsentif dari pemerintah daerah setempat dalam
tumbuhnya kawasan permukiman kumuh di Kota penerapan kebijakan pengembangan permukiman
Bandung, yaitu sebesar 17,6 %. Pengaruhnya bisa untuk MBR. Faktor tersebut merupakan aspek yang
bersifat positif apabila adanya koordinasi dengan saling berkaitan dalam pembangunan dan
instansi terkait dan pelaksanaan pembangunan penataan kota, untuk menghasilkan Kota Bandung
sesuai dengan peruntukannya sebagaimana yang yang bersih, bersahaja dan bermartabat.
ditetapkan dalam Rencana Detil Tata Ruang Kota
(RDTRK), sehingga perencanaan penataan kota Saran
akan efektif. Proses pemanfaatan ruang merupakan wujud
operasional rencana tata ruang dalam pelaksanaan
Analisis Simultan pembangunan. Perlu penetapan peraturan daerah
Analisis simultan pengaruh pemanfaatan ruang sebagai rujukan formal dalam penyelesaian konflik
terhadap pengendalian permukiman di Kota pemanfatan ruang. Hal ini berpengaruh pada
Bandung. Berdasarkan hasil pengujian statistik, pengendalian permukiman di Kota Bandung yaitu
menjelaskan bahwa secara simultan pelanggaran sebesar 77,9 %
sistem pemanfaatan ruang telah memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap pengendalian Sehubungan dengan besarnya pengaruh
permukiman di Kota Bandung yaitu sebesar 77,9 pemanfaatan ruang terhadap pengendalian
%. permukiman, maka diperlukan penertiban dalam
pelaksanaan aplikasi kebijakan tersebut
Hal ini mencerminkan bahwa hubungan antar dilapangan.
variabel telah sesuai dengan hipotesis yang
126
Jurnal Permukiman Vol. 8 No. 3 November 2013 : 120-127
127