Anda di halaman 1dari 15

JURNAL WIDYA BHUMI

IMPLIKASI PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DALAM KEGIATAN PERTANAHAN DAN


TATA RUANG

Nama Penulis Nur Hafifah,1* Shafira Maharani2, Shintia Faradila3


1
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Jalan Tata Bhumi No 5 Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta
* Koresponden email: shafiramaharnai255@gmail.com
Nomor handphone: 085233145465

ABSTRACT
This research is the application of remote sensing technology by the government in implementing
image interpretation in land use and spatial planning activities. This study aims to determine the
capability of images to show land use data and evaluate community land use adjustments.
Spatial planning is a spatial planning process system,
space utilization, and control space utilization. Spatial planning done to come up with a plan general
layout and detailed layout plans room. By region administration, spatial planning consists of spatial
planning of the national territory, arrangement provincial area space, spatial planning district/city
area. in the spatial planning that will be carried out, it will have an impact on defense in Indonesia,
the better the management of the spatial planning, the better the land management will be. so this
research aims to look at the implications of using remote sensing images in land and spatial activities.
Keywords: QRemote sensing imagery, land use, spatial planning

INTISARI
penelitian ini merupakan penerapan teknologi penginderaan jauh oleh pemerintah dalam
menerapkan interpretasi citra dalam kegiatan pertanahan dan tata ruang. penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kapabilitas citra untuk menunjukkan data tata guna lahan dan evaluasi
penyesuaian penggunaan lahan masyarakat.
Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk
menghasilkan rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang. Berdasarkan wilayah
administrasinya, penataan ruang terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang
wilayah provinsi, penataan ruang wilayah kabupaten/kota. dalam penetaan tata ruang yang akan
dilakukan akan berdampak pada pertahaan di Indonesia semakin baik penangan tata raung maka
semakin baik pula pengaturan pertanahaan. jadi peneltitian ini bertujuan untuk melihat implikasi
pemanfaatan citra penginderaan jauh dalam kegiatan pertanahan dan tata ruang.
Kata Kunci : Citra pengindraan jauh, pertanahan, tata ruang

A. Pendahuluan
Indonesia adalah satu-satunya negara dengan jumlah penduduk yang cukup
besar. Sesuai dengan statistik BPS tahun 2012, ada sekitar 237 juta orang yang
tinggal di Indonesia. Meningkatnya jumlah orang memiliki efek samping yang tidak
menguntungkan dari meningkatnya permintaan. Pemanfaatan lahan adalah
kegiatan manusia yang memanfaatkan kekayaan unsur sumber daya alam lahan
tertentu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Untuk mencegah kerusakan dan
pencemaran lingkungan, usaha-usaha pengelolaan lahan harus dilakukan seiring
dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan lahan.
Untuk mengelola dan merencanakan penggunaan lahan dalam suatu wilayah,
pemerintah menetapkan suatu acuan/rujukan teknis sehingga dalam pembangunan
wilayah dapat dikelola dan diarahkan sesuai kegunaan dan pemanfaatan lahannya.
Teknologi ini didasarkan pada proses pembelajaran tentang cara menggunakan
perangkat tertentu berdasarkan karakteristiknya atau karakteristik penggunanya.
Peraturan tentang pemanfaatan ruang kemudian dituangkan dalam bentuk peta,
yaitu Peta Rencana tata ruang Wilayah. Dengan adanya peta tersebut, pemerintah
dapat mengontrol, melindungi dan merencanakan pengelolaan dan penggunaan
lahan wilayah dengan baik.
Saat ini, tanah merupakan alam raya yang menempati posisi strategis dalam
proyek penelitian nasional. Untuk mencapai kesuksesan, rencana hampir
penyembelihan membutuhkan waktu. Dalam hal ini, upaya digunakan untuk
meningkatkan efektifitas penataan ruang guna meningkatkan pembangunan
lanjutan.
Istilah "tanah" mengacu pada statistik hari dalam seminggu yang dapat
diperdebatkan; Namun, istilah "tanah" mengacu pada persepsi seseorang terhadap
topik tersebut dalam konteks sistem politik untuk membandingkannya dengan tata
ruang yang telah ditemukan.
Hal ini merupakan salah satu bentuk arahan dan kebijakan umum pembangunan
di bidang pertanahan demi terwujudnya kondisi rakyat, sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 33 ayat (3) UUD Tahun 1945, Pasal 15 UU No. Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, UU No.5 tahun 1960 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan PP
No. 16 tahun yang lalu, Penatagunaan Tanah didirikan untuk memastikan
pertanahan dan sumber daya alam lainnya dikelola secara berkeadilan, transparan,
partisipatif, dan tabel akun, khususnya yang terkait dengan perencanaan tata ruang
agar dilanjutkan ke arah pemanfaatan.
Untuk mewujudkan pengelolaan tanah yang berkeadilan, transparan,
partisipatif, dan akuntabel tentunya dalam setiap kebijakan, program, dan
pemaparan kegiatan pembangunan yang terkait dengan bidang tanahan harus dapat
mengintemalisasikan jiwa dan semangat 4 (empat) prinsip pertanahan yakni,
kesejahteraan, keadilan, keberlanjutan, dan harmoni.
Untuk berkontribusi pada produksi barang-barang pertanian, mayoritas
penduduk perlu diinformasikan melalui prinsip-prinsip etika; prinsip keadilan agar
berkontribusi dalam menciptakan keadilan dalam menciptakan keadilan dalam
penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan tanah; Untuk memberikan kontribusi
dalam pembahasan sistem pertanian dan komponennya, prinsip harus diterapkan
pada agenda pertanahan nasional ke-11 (ketujuh), yang mencakup agenda ke-9
(semesteran), dan harus konsisten dengan semua peraturan perundang-undangan
pertanahan yang telah diterbitkan, antara lain Pasal 15 UU No. Lima tahun yang lalu,
tahun 1960, Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang diterbitkan dalam UU No.
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No. 16 tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah.
Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dari Undang-undang No. 26 Tahun
2007 seperti yang tertuang dalam pasal 3 yang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berdasarkan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, maka perlu adanya kerj asama yang
baik antara pemerintah, masyarakat dan pihak terkait dalam melaksanakan selamat
tinggal ruang. Salah satu metode untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menggunakan metode berikut, selain yang didasarkan pada usia 55 tahun:
Melakukan pengawasan berdasarkan kinerja pengaturan, pelatihan, dan
pelaksanaan penataan ruang diperlukan untuk mencapai tujuan ini.
Strategi evaluasi merupakan strategi yang paling penting dalam proses evaluasi
ruang. Evaluasi kegiatan tanah dilakukan dengan membandingkan dan
membandingkan kesesuaian antara tanah dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mendasarinya. Menurut Martha S. (tt, dalam Sarbini, 2008:5),
informasi spasial dan temporal yang diperoleh dari data jarak jauh dan sistem
informasi geografis digunakan untuk menghitung jumlah hari di alam, yaitu jumlah
hari di alam dalam hubungannya dengan penggunaan tanah. Pengumpulan data
dengan cara yang aman diperlukan untuk penyebaran informasi tanah, tetapi cara
ini dapat menghasilkan banyak wake-up call, biaya call, dan tenaga call. Proses ini
dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi j-auh, dan citra penginderaan jauh
yaitu perubahan penggunaan tanah kota multi-waktu dapat digunakan untuk
menghasilkan produk yang mudah dan cepat.
Pengawasan sebagaimana dimaksud terdiri atas tindakan pemantauan,
evaluasi, dan pelaporan. Pemerintah dan Pemerintah Daerah Sesua1 bertanggung
jawab atas penyusunan kesepakatan tersebut. Melibatkan peran masyarakat
dan/atau pengaduan kepada Pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan
pengawasan pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan.
Penataan ruang merupakan suatu komposisi sistem perencanaan selamat
tinggal ruang, penggunaan ruang, dan pengendalian penggunaan ruang. Tujuan tata
ruang rencana adalah untuk memperkuat rencana ruang umum dan rinci. Selain tim
administrasi, ada tiga jenis tim: nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Tim dibagi
menjadi tiga kategori: nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Dalam Undang-Undang Nomor Perencanaan tata ruang wilayah kota harus
memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau yang luasnya
minimal sebesar 30% dari luas wilayah kota, yang terdiri dari 20 persen ruang
terbuka hijau hijau dan 10 persen ruang terbuka hijau Rencana penyiapan dan
gunakan ruang terbuka hijau selain dimuat dalam RTRW Kota, RDTR Kota, atau RTR
Kawasan Strategis Kota, juga dimuat dalam RTR Kawasan Perkotaan yang
merupakan rencana rinci selamat tinggal ruang wilayah Kabupaten.
Menurut Aronoff (1989), kehadiran penginderaan jauh sebagai teknologi
pembangkitan objek digunakan untuk menentukan kapasitas ruang terbuka hijau
berdasarkan keberadaan vegetasi dan ruang terbuka berdasarkan klasifikasi ruang
terbuka hijau. Namun demikian, keakurasian dari identifikasi citra penginderaan
jauh masih perlu diuji dengan kegiatan turun langsung ke lapangan. Ini
masalahnya. Prosedur data mining tersebut juga mengandalkan Sistem Informasi
Geografis. Sistem Informasi Geografi merupakan alat yang dapat digunakan untuk
mengolah dan menyajikan informasi penginderaan jauh agar selanjutnya bisa
dianalisis. Hasilnya, informasi yang optimal untuk perencanaan data dan
permanfaatan data akan dihasilkan dari integrasi data Penginderaan Jauh dan
Sistem Informasi Geografi.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk penelitian dengan
judul: IMPLIKASI PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DALAM KEGIATAN
PERTANAHAN DAN TATA RUANG

a. Tata Ruang dan Wilayah


Dalam UU No.26 Tahun 2007 tentang pemanfaatan ruang, tata ruang adalah
wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat
permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki
hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budi daya.
Perencanaan tata ruang adalah proses untuk menentukan struktur ruang dan
pola ruang, yang berisi pengaturan dan penetapan rencana tata ruang. Pengaturan,
pelatihan, pelaksanaan, dan pengawasan ruang penataan semuanya termasuk
dalam proyek yang dikenal sebagai "penyelenggaraan ruang penataan." Menurut
UU No. 26 Tahun 2007, tujuan program penataan ruang adalah mewujudkan
kawasan nasional yang aman, sehat, produktif, dan lestari yang mendukung
Wawasan Nusantara dan kebijakan nasional dengan:
1) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan
2) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber
daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia
3) terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang

b. Penggunaan Lahan
Menurut Malingreau (2015), “campur tangan manusia baik secara permanen
atau periodik terhadap lahan dengan tujuan agar dapat memenuhi kebutuhan, baik
kebutuhan kebendaan, spiritual, dan gabungan keduanya” (Penggunaan Lahan)
merupakan tipe manusia baik campur tang Pengelolaan penggunaan undang-
undang yang baik dan sesuai dengan kaidah undang-undang yang berlaku
menjadikan penggunaan lahan yang ideal sehingga mampu memenuhi kebutuhan
sehari-hari manusia.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penggunaan Tanah,
ketentuan-ketentuan dalam penggunaan dan pemanfaatan lahan adalah sebagai
berikut:
1) Penggunaan dan pemanfaatan lahan di kawasan lindung atau kawasan
budidaya harus sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata
Ruang/Wilayah (RTRW).
2) Penggunaan dan pemanfaatan lahan di kawasan lindung tidak boleh
mengganggu fungsi alam, tidak mengubah bentang alam dan ekosistem alami.
3) Penggunaan lahan di kawasan budidaya tidak saling bertentangan, tidak saling
mengganggu dan memberikan peningkatan nilai tambah terhadap penggunaan
tanahnya.
4) Pemanfaatan lahan di kawasan budidaya tidak boleh ditelantarkan, harus
dipelihara dan dicegah kerusakannya.

c. Klasifikasi Penggunaan Lahan


Penutup lahan permukaan bumi dan penggunaan lahan tersebut pada suatu
wilayah merupakan informasi penggunaan lahan. Informasi tentang penggunaan
lahan berbeda dengan informasi tentang pemeliharaannya yang dapat diperoleh
langsung dari satelit citra. Sebaliknya, informasi terkait pemanfaatan berasal dari
aktivitas manusia yang terkait dengan lahan tertentu, penggunaannya, atau
fungsinya; akibatnya, tidak selalu mungkin untuk memperolehnya dari citra
pengguna yang marah, tetapi dapat diperoleh melalui asosiasi pengguna lahan (S. H.
Purwadhi, 2001). Menurut Anderson et al (1972) dalam Purwadhi (2001), klasifikasi
penggunaan lahan adalah pengelompokan beberapa jenis penggunaan lahan dalam
kelas-kelas tertentu, dan dapat dilakukan dengan pendekatan induksi untuk
menentukan hirarki pengelompokan dengan menggunakan suatu sistem.
Pemanfaatan lahan oleh individu atau kelompok masyarakat pada umumnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor fisik, sosial, ekonomi, dan teknologi (Apray, 2018).
Menurut Purwadhi (2001), klasifikasi pasir dari I Made Sand (1977) berfokus
pada hubungan antara pasir dan kotak pasir, menyoroti perbedaan antara gurun dan
kota. Klasifikasi ini secara resmi diakui di Indonesia oleh BPN (Badan Pertanahan
Nasional).
Berdasarkan pemetaan penggunaan lahan skala 1:250.000 dan skala 1:200.000,
maka bentuk penggunaan lahan dibedakan menjadi 8 kategori, yaitu
1) perkampungan, sawah, tegalan dan kebun, ladang berpindah, hutan, alang-
alang dan semak belukar, rawa, lahan lain-lain.
2) Berdasarkan pemetaan penggunaan lahan skala 1:100.000, skala 1:50.000, dan
skala 1:25.000, penggunaan lahan dibedakan dalam 10 kelas, dengan beberapa
sub-kategori :
a) Perkampungan berupa kampung, kuburan, emplesemen.
b) Tanah pertanian berupa sawah ditanami padi dua kali setahun, sawah padi
satu kali setahun, sawah ditanami setiap tahun bergantian, yaitu padi sekali
setahun, sekali setahun bukan padi, dan ladang berpindah.
c) Lahan perkebunan dengan jenis tanaman karet, kopi, jenis tanaman
perkebunan lainnya.
d) Kebun dapat berupa sawah ditanami sayuran dan tidak pernah ditanami
padi, kebun kering dengan berbagai tanaman, hutan dibedakan hutan
lebat; belukar; satu jenis tanaman.
e) Kolam ikan.
f) Tanah rawa / rawa-rawa.
g) Tanah tandus atau tanah yang tidak bernilai ekonomis.
h) Hutan penggembalaan.
i) Lain-lain (kalau ada sesuai kondisi daerahnya).
Menurut Purwadhi (2001), sistem penggunaan lahan dan penutup lahan USGS
(United States Geological Survey) yang dikembangkan oleh Anderson et al. (1972),
adalah sistem klasifikasi yang digunakan dalam citra penginderaan jauh. USGS
mengembangkan sistem klasifikasi untuk lahan/penggunaan lahan tingkat 1 dan 2,
yang dibangun untuk seluruh negara. Mengingat klasifikasi lahan/penggunaan lahan
tingkat 3 dan 4 masih ada, maka informasi ini harus diberikan kepada orang tersebut
agar dapat merespon sesuai dengan kondisi saat itu.

d. Penginderaan Jauh
Menurut Lillesand dan Kiefer (1999) (Putra, 2009), Penginderaan proses
memperoleh informasi tentang suatu objek, seseorang, atau kelompok melibatkan
ilmu dan seni dalam proses menganalisis data yang diperoleh melalui perolehan alat
dengan terhadap objek, orang, atau kelompok yang sedang dipelajari. Penginderaan
jauh merupakan suatu teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai objek dan
lingkungannya dari jarak jauh tanpa sentuhan fisik. Data sumber daya alam dan
lingkungan merupakan tujuan akhir dari proses jauh. Menurut Lo (1995), teknik ini
memanfaatkan berbagai jenis citra yang dapat dianalisis dan diinterpretasikan untuk
menghasilkan data yang dapat digunakan dalam aplikasi di bidang pertanian,
arkeologi, dataran tinggi, geografi, geologi, perencanaan, dan bidang lainnya.
Penginderaan jauh terdiri dari dua proses yang berbeda: pengumpulan data dan
analisis data. Prosedur pengolahan data meliputi: a) sumber energi, b) perjalanan
energi melalui atmosfer, c) interaksi antara energi dengan kenampakan di muka
bumi, d) sensor wahana pesawat terbang dan/atau satelit, dan e) informasi hasil
pembentukan dalam bentuk piktoral dan/ atau bentuk numerik (Sulistyo, 2011).
Komposisi analisis informasi meliputi pengujian informasi dengan menggunakan alat
interpretasi dan alat observasi untuk menganalisis informasi piktoral dan komputer
untuk menganalisis informasi sensor numerik dengan dibantu oleh rujukan
informasi tentang sumber daya yang dipelajari.

e. Citra Penginderaan Jauh


Citra adalah jenis proses bisnis kedua yang berasal dari wilayah angkasa (satelit)
atau udara (pesawat terbang). Istilah "citra" mengacu pada sekelompok tujuan
bisnis yang terkait dengan lamanya transaksi dan lamanya transaksi itu sendiri. Ini
juga merupakan kelompok tujuan bisnis yang terkait dengan panjang transaksi dan
panjang transaksi itu sendiri. Menurut Purwadhi (2000), citra penginderaan jauh
adalah gambaran suatu objek, fenomena, atau peristiwa tertentu dengan
menggunakan sensor penginderaan jauh, yang dapat diwakili oleh foto atau data.
Tanda spektral satelit citra-citra (pantulan radiasi sebagai fungsi dari panjang
gelombang) dapat dilihat di banyak unsur (Prahasta, 2008), menjadikan foto udara
(hardcopy) salah satu format analog yang paling umum.
Menurut (Gaol & Susilo, 2018), citra dijital merupakan informasi rekaman
sensor dalam bentuk raster, matriks, atau kisi dua dimensi; Salah satu elemen ini
disebut sebagai elemen gambar, dan memiliki sistem koordinat yang dapat
disesuaikan, dan intensitasnya (radiasi elektromagnetik) dapat disesuaikan
berdasarkan nilai numerik atau nilai biner tertentu. Koordinat Angka Digital
dijelaskan masing-masing menggunakan istilah "baris" (atau "garis") dan "kolom"
(atau "sampel"). Namun demikian, citra dijital juga dapat ditarik ke dalam bentuk
gambar atau citra sederhana (simbolisme) seperti halnya foto atau peta (salinan
tercetak).
Purwadhi (2001) berpendapat berdasarkan resolusi yang digunakan, citra hasil
penginderaan jarak jauh bisa dibedakan atas:
 Resolusi Spasial
Merupakan ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi yang bisa
dibedakan dengan bentuk permukaan disekitarnya, atau sesuatu yang ukurannya
bisa ditentukan. Kemampuan ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi
(recognize) dan menganalisis suatu objek di bumi selain mendeteksi (detectable)
keberadaannya.
 Resolusi Spektral
Merupakan dimensi dan jumlah daerah panjang gelombang yang sensitif terhadap
sensor.
 Resolusi Radiometrik
Merupakan ukuran sensitifitas sensor untuk membedakan aliran radiasi (radiation
flux) yang dipantulkan atau diemisikan suatu objek oleh permukaan bumi.
 Resolusi Termal
Resolusi termal disebabkan oleh keterbatasan sensor penginderaan jauh yang
merekam pancaran tenaga termal. Resolusi termal merupakan perbedaan suhu yang
masih dapat dibedakan oleh sensor penginderaan jauh sistem.
Citra Landsat adalah salah satu contoh citra yang dapat digunakan sebagai titik
referensi untuk penelitian. Menurut Prahasta (2008), Earth Resources Technology
Satellite (ERTS-1, atau Earth Resources Technology Satellite) yang diluncurkan pada
23 Juli 1972 merupakan jenis teknologi satelit yang dikembangkan oleh NASA
Amerika. Hingga saat ini telah terdapat beberapa seri cita Landsat, mulai dari
Landsat 1 (ERTS-1) pada tahun 1972 hingga Landsat 8 yang saat ini telah diorbitkan
sejak tahun 2013. Saat ini, hanya Landsat 7 dan 8 yang sedang beroperasi. Satelit
Landsat memiliki resolusi radiometrik 8 bit (DN), periode orbit 99 menit, minimal
705 kilometer di atas permukaan bumi, dan maksimal 99 derajat. Sistem Landsat 7
menggunakan sensor ETM+ dengan resolusi 7 miliar piksel, sedangkan sistem
Landsat 8 menggunakan Onboard Operational Land Imager (OLI) dan Thermal
Infrared Sensor (TIRS) dengan resolusi 11 miliar piksel.

B. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian kualitatif memiliki sifat deskriptif dan cenderung menggunakan
analisis (Rifka Ayu Sitoresmi, 2021). Dalam hal ini proses dan data dianalisis dengan
menggunakan teori yang dikembangkan sebagai alat pemusatan data dalam
hubungannya dengan fakta di lapangan. Berbeda dengan jenis penelitian kuantitatif,
pada jenis penelitian ini, peneliti ikut serta dalam peristiwa atau kondisi yang diteliti.
Untuk itu, hasil dari penelitian kualitatif memerlukan analisis kedalaman dari
penjelajah. Penelitian kualitatif, di sisi lain, mengandalkan data unik dari
pengamatan dan bentuk gelombang. Adapun jenis penelitian kualitatif yang dipakai
adalah penelitian studi kasus. Studi ini mengkaji proses menganalisis suatu
fenomena atau kondisi tertentu yang telah terjadi dan dapat dijadikan sebagai titik
tolak untuk penelitian selanjutnya. Kesimpulan artikel ini juga dapat digunakan
untuk menganalisis dan menjelaskan hipotesis. Dalam metode penerapan kualitatif
peneliti berusaha mengkaji ulang informasi terkait berupa informasi sekunder dari
beberapa sumber literatur serta menganalisis lebih lanjut pengaruhnya. Sehingga
informasi yang didapat akan berupa analitis depskriptif.
b. Tipe Data
1) Data Primer
Informasi ini diperoleh secara langsung dari objek yang dijadikan penelitian. Jika
primer data digunakan, kemungkinan besar akan ditafsirkan dalam bentuk
tanggapan individu dan kelompok. Selain itu, Anda dapat melakukannya dengan
menggunakan kuesioner berbasis internet. Dalam penelitian ini adalah sumbernya
informasi pendahuluan yang diperoleh berasal dari pengumpulan langsung di
lapangan melalui expositions interpretasi citra foto dan citra Ikonos.
2) Data Sekunder
Informasi yang disajikan di sini hanya didukung sebagian oleh data objektif.
Informasi ini digunakan untuk mendukung informasi pendahuluan yang telah
diperoleh (Ismail Nurdin, dkk. 2019:134). Data dari penelitian ini dapat berasal dari
buku, literatur, literatur sekunder yang relevan, buku, dan literatur sekunder lain
yang relevan. Dengan menggunakan berbagai metode, baik komersial maupun
nonkomersial, data yang telah dikumpulkan oleh individu diperoleh oleh individu
tersebut. Dalam hal ini, data penjualan berasal dari perbandingan gambar masa lalu
dengan gambar masa kini.

C. Hasil dan Pembahasan


a. Hasil
Kota tidak dapat digunakan dalam pengaturan yang dikenal sebagai urbanisasi.
Urbanisasi sendiri didefinisikan sangat beragam, dapat diartikan sebagai
peningkatan eksposisi menunjukkan jumlah penduduk di kota akibat pengikatan
penduduk dari desa ke kota. Selain itu, urbanisme Herbert dapat didefinisikan
sebagai proses membangun rumah berdasarkan tempat yang kuat. Pertumbuhan
penduduk non-alamiah misal karena proses pertambahan jumlah penduduk dan
kepadatan pembangunan dikarenakan imigrasi.
Jumlah objek kota Bertambah seiring perkembangan aspek sosial budaya, yakni
komposisi transisi suasana pedesaan ke kehidupan tanah dan pengelolahan tata
ruang yang dihiasi aktivitas penduduk di bidang non agraris atau merujuk ke industri.
Urbanisasi yang disebut sebagai “masalah kritis” merupakan permasalahan yang
banyak ditemukan di kota-kota negara. Menurut Mark Johannes Wiggers, dkk.,
lahan perumahan akibat peningkatan luas lahan dapat menyebabkan proses
pendaftaran atau densifikasi. 2020).
Kajian kompleks terkait pertanahan dan tata ruang serta rumah mukim di daerah
perkotaan tidak dapat dipisahkan dari perilaku terkait sikap yang mereka ambil
dalam menentukan tempat tinggal. Pertama kali prioritas diberikan ke lokasi
tertentu, kemungkinan jumlah perhatian yang lebih sedikit akan diberikan ke masjid.
Melawan daerah dengan prioritas rendah untuk tempat tinggal memiliki kepadatan
pembangunan yang rendah.
Menurut Nastiti Siegra Dewi Magita dan Muzayanah dalam Jurnal Geografi
berjudul "Praktek Penerapan Kriteria Perencanaan Pembangunan Perumahan Dan
tata ruang di Indonesia" tahun 2020 beliau mengatakan dalam proses penataan tata
ruang itu tidak dapat di pisahkan dari pemukiman penduduk. terdapat tiga golongan
lapisan penduduk dalam memilih rumah mukim. Golongan tertentu adalah
Bridgeheaders, yang merupakan standar bagi masyarakat umum. Penduduk saat ini
kemungkinan akan memiliki suhu yang sebanding dengan suhu kegiatan. Golongan
penduduk Bridgeheaders merupakan penduduk yang baru tinggal di kota dan
umumnya memilih tinggal di daerah pusat kegiatan yang dekat dengan kesenangan
menjalankan aktivitas. The Bridgeheaders adalah contoh dari sistem ekonomi
berjuang. Sehingga pilihan tempat tinggalnya cenderung diajak bersama atau
banyak orang di satu lokasi tempat tinggal. Kondisi ini juga termasuk kepadatan
rumah mukim yang didasarkan pada teori lingkungan perawatan. Sebanyak lima
strata sosial terlibat dalam mobilitas hunian atau sementara, dengan masing-masing
strata berfokus pada lokasi tertentu untuk mobilitas sementara.
Selanjutnya golongan Konsolidator adalah nama manajer umum perusahaan,
dan merupakan anggota dari grup perusahaan yang telah ada sejak lama dan
berlokasi di berbagai bagian negara. Karena itu, perekonomian negara sedang
mengalami peta ketimpangan, akibatnya letak lokasi atau tata ruang sementara
tidak dapat ditentukan oleh jumlah penduduk. Golongan ini tampak hadir di sekitar
pinggir kota, dan letak letaknya terlihat dari kenyamanannya. Akibat dari hilangnya
sifat agraris, rumah mukim dapat dibagi menjadi beberapa penduduk yang membagi
rumah mukim menjadi beberapa golongan agraris.
Golongan yang terakhir adalah golongan penduduk Status pencari, yakni
golongan Konsolidator yang sudah lama tinggal di daerah pinggiran dan status
ekonominya sudah sangat meningkat. Golongan ini lebih identitas jati diri baik dari
status sosial maupun kemampuan dalam membangun rumah hunian di sebuah
pertanahan yang kekinian sehingga bentuk ruangan perumahan saat ini banyak
dijumpai di daerah pinggiran kota. Penduduk dari tipe lingkungan ini dapat
merasakan manfaat yang nyata dari padatan bangunan rumah mukim yang belum
terbongkar. Proses pemadatan bangunan di kota dirancang untuk memastikan tidak
ada ruang maupun lingkungan yang rusak. Ketika data spasial multi-waktu atau
temporal dianalisis, prosedur tersebut di atas dapat digunakan sebagai panduan.

Dapat dilihat dari gambar peta di atas, peta di atas merupakan gambaran tata
ruang dan pemukiman warga Surabaya yang merupakan kota di provinsi Jawa Timur
di Indonesia. Ini adalah kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Letak ada
di timur laut pulau Jawa, lebih jauh ke utara di Selat Madura, yang merupakan satu-
satunya pelabuhan kota yang bertahan di Asia Tenggara. Menurut Kementerian
Lingkungan Hidup (2002), Surabaya merupakan kota metropolitan sehingga menjadi
wilayah metropolitan terbesar di Indonesia saat itu.
Surabaya adalah kota terpadat keempat di Indonesia, setelah Jakarta, Medan,
dan Makassar, menurut APBN 2020. Kota ini sangatlah padat karena memiliki
populasi 2,87 juta dalam batas kota pada sensus 2020 dan 9,5 juta.
Menurut Siti Nurliana Has dan Sulistiawaty dalam jurnal “Pemanfaatan Citra
Penginderaan Jauh Untuk Mengenali Perubahan Penggunaan Lahan Pada Kawasan
Karst Maros edisi 2018”, “Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh Untuk Mengenali
Perubahan Penggunaan Lahan Pada Kawasan Karst Teknik yang paling umum
digunakan di pembangunan rumah adalah perolehan sebuah foto udara. Karena itu,
sulit untuk ditafsirkan. Menurut Wibowo (dkk) Jovi Gem, foto udara berisi informasi
yang relevan dengan berbagai bidang, termasuk penelitian geologi dan keruangan
(Jovi Permata Wibowo).2019). Menurut Surhayadi, pada tahun 1991 diadakan
lomba foto selama beberapa hari untuk menciptakan model daerah rumah mukim
yang berpotensi mempengaruhi kepadatan penduduk, kapasitas penduduk, dan
tren rumah mukim selama lima sampai sepuluh tahun ke depan.
Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan metode penginderaan jauh dapat
digunakan untuk mengetahui pertanahan, tata ruang dan kepadatan rumah mukim
berdasarkan info parameternya. Menggunakan gambar atau citra Iconos sebagai
sumber data, atau keduanya. Dalam hal ini, penggunaan citra ikonos jelas
bertanggung jawab atas setiap resolusi terkait kejang yang mencapai tujuan. Selain
itu, Citra Ikonos adalah jenis sitron khusus yang memiliki resolusi spasial yang
terkenal karena kemampuannya menggambarkan secara visual gambar nyata yang
lebih unggul dari foto.
Citra Ikonos memiliki resolusi spasial 1 memiliki dengan saluran panjang
gelombang 0,45-0,90um (Pankromatik) dan 4 m pada panjang gelombang
multispektral. Selain itu citra ini dapat digunakan bersamaan dengan pankromatik
untuk mencapai warna asli (true color) dengan resolusi spasial 1 meter. Inilah
keterhubungan Ikonos dengan Kota Surabaya dan sekitarnya.
Interpretasi visual umumnya dilakukan dengan pengenalan objek sesuai
karakteristik spektral maupun spasial. Spektrum yang ada dicirikan oleh pancaran
lebar dari medan elektromagnetik spesifik objek di rona bengkok. Ciri-ciri berikut
dapat ditemukan pada ukuran, pola, tekstur, bentuk, bayangan, lokasi, dan asosiasi
serta objek yang ditemukan di museum.
Menurut artikel Muhammad Rizal Pahleviannur yang diterbitkan dalam jurnal
“Pemanfaatan Informasi Geospasial Melalui Interpretasi Citra Digital Penginderaan
Jauh untuk Monitoring Perubahan Penggunaan Lahan” pada tahun 2019,
interpretasi unsur-unsur citra berikut dapat digunakan untuk mencapai tujuan citra:
1. Istilah "rona" atau "dilakukan bersamaan dengan peringatan" mengacu pada
benda apa pun, termasuk citra. Peringatan masa kini dapat digunakan sebagai wujud
dengan memanfaatkan spektrum kecil yang berbeda secara signifikan dengan
spektrum tampak yang masih digunakan.
2. Ini adalah variabel kualitas yang dapat dikonfigurasi atau ditekuk agar sesuai
dengan objek tertentu.
3. Ukuran adalah bagian dari atribut objek. Ini dapat mencakup jarak, elevasi,
kesembronoan, serta volume atau isi ruang dalam database.
4. Tekstur merupakan stagnansi dari perubahan warna rona pada citra yang diamati
dapat juga dikatakan sebagai bentuk pengulangan warna rona terhadap bagian
objek yang ukurannya sangat kecil sehingga sulit untuk dibedakan satu persatu.
5. Pola adalah hubungan yang membentuk susunan spasial/pola ruangan pada
objek yang diamati.
6. Bayangan merupakan salah satu contoh aspek yang menitikberatkan pada detail
spesifik dari suatu objek yang hadir dalam gelap.
7. Situs dapat didefinisikan sebagai letak suatu objek terhadap objek lain yang ada
disekitarnya.
8. Assiasi adalah hubungan antara tujuan tertentu dengan tujuan yang ada.

b. Pembahasan

Pengaturan tata ruang dan pertanahan sangat berdampak terhadap Kepadatan


rumah mukim. Pertambahan kepadatan bangunan pemukiman pada suatu daerah
sangat penting untuk diperhatikan. Maka Untuk mengetahui terjadinya kepadatan
informasi yang diperlukan rumah mukim densifikasi pembangunan dari waktu ke
waktu. Kepadatan rumah mukim dirasiokan berdasarkan luas atap dan luas daerah
pemukiman dalam bentuk presentasi. Berdasarkan kajian spasial, kepadatan rumah
mukim di sini memiliki 3 metode pendekatan, yakni:

1. Pendekatan dari strategi administratif adalah proses mengidentifikasi individu


yang belum teridentifikasi atau melakukan analisis spasial. Keramaian
pembangunan ditinjau dari proporsi luas atap bangunan dengan luas daerah secara
administratif sehingga tutupan lahan atau tanah cover bukan termasuk bagian dari
perhitungan densifikasi wilayah.
2. Pendekatan daerah perkotaaan yang belum disebutkan secara signifikan
Didasarkan pada perbandingan rasio luas atap bangunan dengan luas daerah dari
segi fisik atau wilayah morfologikal yang menunjukkan ciri daerah kerkotaaan
sehingga hanya dihitung secara administratif dan pengurangan luas daerah agraris
saja. Ini menggelegar dan bertahan bahkan setelah ditampilkan di album foto atau
Ikonos.

Pendekatan menuju daerah. Peringatan ini didasarkan pada anggapan bahwa


tidak setiap daerah perkotaan merupakan lokasi yang cocok untuk bepergian.
Densifikasi rumah mukim hanya merujuk pada daerah perkotaan yang resmi
dikurangi dengan daerah perkotaan yang tidak bertempat di tengah alun-alun, ruang
terbuka hijau, dan daerah pariwisata.

D. Kesimpulan
Pengaturan tata ruang dan pertanahan sangat berdampak terhadap
Kepadatan rumah mukim. Daya tampung kebutuhan rumah mukim baru dapat
meningkat dari penduduk yang sangat cepat di perkotaan. Misalnya, kepadatan
rumah para mukim terjadi di kawasan perkotaaan (Prabowo Rossi, dkk. 2020). Citra
foto udara dan Citra Ikonos adalah contoh citra penginderaan jauh yang
menampilkan gambar objek dalam bingkai dengan warna, bentuk, atau keduanya
yang serupa, menjadikannya detail khusus untuk digunakan sebagai pamflet di area
perkotaan. Dengan menggunakan kenampakan distribusi barang kebutuhan rumah
tangga, dapat diketahui persebaran pemukiman di setiap wilayah administratif. Hal
ini penting untuk penyelidikan masalah penghuni rumah Muslim, serta untuk
pemantauan atau kala pemantauan. Solusi dan perhatian terkait penataan ruang
kota di masa depan berasal dari kesadaran masyarakat dan aturan pemerintah
daerah untuk penanganan rumah mukim.

Daftar Pustaka

Tabel 1. Pedoman Penulisan Daftar Pustaka in APA Style (APA 7th editions)
Tipe referensi Penulisan daftar pustaka
Jurnal Arsandi Arga Satria, Ramadhan Dimas Wahyu, 2018. “Dampak Pertumbuhan
Penduduk Terhadap Infrastruktur Di Kota Semarang”, dalam Jurnal Riptek
Volume 12 No. 1 (hal. 55-70). Semarang: Universitas Diponegoro
Ayu Rifka Sitoresmi, 2021. “Mengenal Jenis-Jenis Penelitian Lengkap dengan
Penjelasan dan Contohnya”, https://hot.liputan6.com. Diakses tanggal 3
Maret 2022.
Loekman, dkk. 2021. “Pemanfaatan Citra Dalam Pemetaan Perubahan
Penggunaan Lahan Di Kabupaten Pati”. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada
Has Siti Nurliana, Sulistyawati, 2018. “Pemanfaatan Citra Penginderaan Jauh
Untuk Mengenali Perubahan Penggunaan Lahan Pada Kawasan Karst
Maros”, dalam Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika (JSPF) Volume 14, No. 1
(hal 60-66). Makassar: UNM Parangtambung.
Isradjuningtias Agri Chairunisa, 2018. “Faktor Penyebab Penyimpangan Tata
Ruang Pembangunan Kondominium Di Kota Bandung” dalam VeJ Volume .3
No. 2 (hal 1-3). Bandung: Junior Legal Kantor Hukum
Wiggers Mark Johannes, dkk. 2020. “Monitoring Perubahan Penggunaan
Lahan Pesisir Di Kecamatan Batu Layar, Kabupaten Lombok Barat Pada
Tahun 2002 dan 2019”, dalam JMRT, Volume 3 No 2 (hal 68-74). Bali:
Universitas Udayana
Kementerian Lingkungan Hidup, 2022. Kota Metropolitan di Indonesia.
www.klhk.co.id. Diakses tanggal 16 Maret 2020.
Apray, A. D. (2018). Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam Mengkaji
Perubahan Penutup Lahan di Pegunungan Kendeng Utara. 1999, 9–32.
Gaol, J. L., & Susilo, S. B. (2018). Studi kerapatan dan perubahan tutupan
mangrove menggunakan citra satelit di Pulau Sebatik Kalimantan Utara.
Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 10(1), 99–109.
Megasari, 2015. (2015). Daftar Pustaka Daftar Pustaka. Pemikiran Islam Di
Malaysia: Sejarah Dan Aliran, 20(5), 40–43.
https://books.google.co.id/books?id=D9_YDwAAQBAJ&pg=PA369&lpg=PA
369&dq=Prawirohardjo,+Sarwono.+2010.+Buku+Acuan+Nasional+Pelayan
an+Kesehatan++Maternal+dan+Neonatal.+Jakarta+:+PT+Bina+Pustaka+Sar
wono+Prawirohardjo.&source=bl&ots=riWNmMFyEq&sig=ACfU3U0HyN3I
Purwadhi, F. S. H. (2000). Analisis pergerakan zone awan dari citra gms
untuk prediksi perubahan cuaca.
Purwadhi, S. H. (2001). Interpretasi citra digital. Jakarta: Grasindo.
Sand-Jensen, K. A. J. (1977). Effect of epiphytes on eelgrass
photosynthesis. Aquatic Botany, 3, 55–63.

Anda mungkin juga menyukai