Anda di halaman 1dari 14

Pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah untuk Percepatan Penyusunan RDTR-PZ

Sutaryono dan Asih Retno Dewi

PEMANFAATAN NERACA PENATAGUNAAN TANAH


UNTUK PERCEPATAN PENYUSUNAN RDTR-PZ
UTILIZATION OF LAND USE BALANCE TO
ACCELERATE THE ARRANGEMENT OF DETAILED
SPATIAL PLANNING AND ZONING REGULATION

Sutaryono dan Asih Retno Dewi


Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yogyakarta
E-mail : sutaryono@stpn.ac.id dan asihretno@stpn.ac.id

ABSTRAK
Neraca Penatagunaan Tanah (NPGT), yang merupakan perimbangan antara ketersediaan tanah dan kebutuhan penguasaan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan dapat berperan secara efektif sebagai instrumen dalam
percepatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ). Naskah ini bertujuan untuk
mengelaborasi kemungkinan percepatan penyusunan RDTR-PZ menggunakan Neraca PGT. Desk study yang mengutamakan
content analysis digunakan sebagai metode dalam kajian ini. Hasilnya menunjukkan bahwa NPGT yang meliputi neraca
perubahan, neraca kesesuaian, dan prioritas ketersediaan tanah, merupakan data dan informasi yang sangat dibutuhkan
dalam perencanaan dan kebijakan pembangunan wilayah. Instrumen ini sangat representatif untuk digunakan sebagai basis
dalam penyusunan RDTR-PZ. Apabila hal ini dapat dilakukan maka percepatan penyusunan RDTR-PZ sekaligus kendali
mutu pemanfaatan ruang, perijinan pemanfaatan ruang, kebijakan penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) dan pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilakukan secara efektif, karena sudah mendasarkan pada data dan
informasi berkenaan dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sebagaimana terdapat dalam
NPGT.

Kata kunci : Neraca Penatagunaan Tanah, RDTR-PZ, Percepatan.

ABSTRACT
The Land Use Balance (Neraca Penatagunaan Tanah - NPGT), which is a balance between land availability and land
tenure, land use and land utilization requirements according to area functions can play an effective role as an instrument in
accelerating the preparation of Detailed Spatial Planning (RDTR) and Zoning Regulations (PZ). This paper aims to elaborate
on the possible acceleration of the preparation of the RDTR-PZ using the Land Use Balance. Desk studies that prioritize
content analysis are used as a method in this study. The results show that The Land Use Balance, which includes a balance
sheet of change, a balance sheet of suitability, and priority of land availability, is data and information that is needed in regional
development planning and policy. This instrument is very representative to be used as a basis in the preparation of RDTR-PZ.
The impact is, the acceleration of the preparation of RDTR-PZ as well as quality control of spatial use, licensing of spatial
use, policies on the preparation of the Building and Environmental Planning (RTBL) and spatial use control can be carried out
effectively, because it has been based on data and information relating to land tenure, land ownership, land use and utilization
of land as contained in The Land Use Balance.

Keywords : Land Use Balance, Detailed Spatial Planning- Zoning Regulations, Acceleration.

25
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 25-38

I. PENDAHULUAN tanah tersebut diselenggarakan kegiatan penyusunan


dan penetapan neraca penggunaan tanah (NPGT).
Perkembangan wilayah merupakan sebuah
‘sunatullah’, yang harus diterima dengan segala NPGT adalah perimbangan antara ketersediaan

permasalahannya. Perkembangan peradaban tanah dan kebutuhan penguasaan, penggunaan,

dan tuntutan kebutuhan manusia yang semakin dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan

meningkat menjadi bagian terpenting penyebab RTRW. Keberadaan neraca ini seharusnya mampu

terjadinya perkembangan wilayah (Sutaryono, 2007). menjadi elemen penting dalam penyusunan RDTR.

Hal di atas menunjukkan bahwa perkembangan Kenyataannya selama ini penyusunan RDTR masih

wilayah akan selalu terjadi, mengingat kebutuhan belum mengakomodasi secara khusus data dan

manusia selalu meningkat seiring dengan informasi yang ada dalam NPGT (Sutaryono, 2016).

perkembangan peradaban. Perkembangan Hal ini disebabkan karena belum tersedianya NPGT

wilayah tentu membutuhkan ruang sebagai media pada setiap wilayah kabupaten/kota atau belum

beraktifitas, yang dalam konteks ini tanah sebagai dipahami sepenuhnya keberadaan NPGT oleh

media utamanya. Perkembangan wilayah dapat penyusun RDTR. RDTR yang tidak ada NPGT di

bermakna positif apabila proses perkembangan dalamnya menyebabkan informasi yang terkandung

terjadi secara alami dan bersifat akomodatif dalam regulasi tersebut menjadi tidak optimal.

terhadap tuntutan kebutuhan mayoritas masyarakat Hal ini berakibat pada pemanfaatan ruang dan

penghuni wilayah. Namun demikian perkembangan pengendalian pemanfaatan ruang yang kurang tepat

wilayah juga sering berkonotasi negatif. Perubahan atau bahkan mekanisme pengendalian tidak dapat

fungsi ruang yang tidak terkendali, meluasnya slum dijalankan.

area dan meningkatnya kawasan bahaya banjir Neraca Penatagunaan Tanah dapat
adalah contoh dampak negatif yang disebabkan oleh dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan.
adanya perkembangan wilayah. Beberapa studi tentang NPGT telah dilakukan

Berkenaan dengan hal di atas, maka kajian antara lain Zulfajri (2016) yang menganalisis NPGT

perkembangan wilayah tidak dapat dilepaskan berdasarkan RTRW di Kabupaten Pidie. Penelitian

dengan aspek penggunaan tanah. Penggunaan bertujuan untuk mengetahui perubahan penggunaan

tanah perlu dikelola agar bisa mencapai penggunaan lahan dan menganalisis kesesuaian penggunaan

yang optimal, serasi, dan seimbang dalam rangka lahan berdasarkan RTRW Kabupaten Pidie. Hasil

mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Untuk penelitian menunjukkan ada penggunaan lahan yang

mewujudkan penggunaan tanah sebagaimana di masih berkurang dan sudah bertambah luasnya dari

atas perlu adanya integrasi antara penggunaan tanah alokasi ruang yang telah ditetapkan dalam RTRW

dengan kebijakan penataan ruang. Dalam perspektif Kabupaten Pidie Tahun 2014-2034. Penyimpangan

land management, terintegrasinya land tenure, penggunaan lahan tersebut disebabkan karena

land use, land value, dan land development yang adanya pemekaran kabupaten/kota, pengembangan

didukung dengan land information infrastructures dan infrastruktur wilayah, usaha perkebunan, dan usaha

dibingkai melalui land policy yang tepat merupakan pertambangan.

prasyarat terwujudnya sustainable development Selanjutnya Supratikno (2016) melakukan


(Williamson et al., 2010). Menurut ketentuan Pasal penelitian untuk menganalisis neraca penggunaan
33 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang tanah pertanian dan dampaknya terhadap ketahanan
Penataan Ruang disebutkan bahwa pemanfaatan pangan pokok dan mengetahui tingkat kerawanan
ruang mengacu kepada fungsi ruang yang ditetapkan pangan untuk mendukung analisis ketahanan
dalam RTRW di antaranya dengan mengembangkan pangan pokok wilayah di wilayah Kabupaten
penatagunaan tanah. Pengembangan penatagunaan Sleman. Data kawasan budidaya pertanian dan

26
Pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah untuk Percepatan Penyusunan RDTR-PZ
Sutaryono dan Asih Retno Dewi

non-pertanian digunakan dalam analisis untuk belum berfungsinya secara optimal penataan ruang
menentukan nilai indeks luas lahan pertanian dalam dalam rangka menyelaraskan, mensinkronkan, dan
penentuan kerentanan pangan. Berdasarkan analisis memadukan berbagai rencana dan program sektor
dengan menggunakan indek penentu kerawanan (Imran dan Suwitno, 2013).
pangan didapatkan bahwa kondisi 15 kecamatan di Menurut Mulyono Sadyohutomo (2016,
Kabupaten Sleman masuk ke dalam kategori tahan 294-295), paling tidak ada 6 (enam) sumber
pangan dan 2 kecamatan yaitu Depok dan Sleman penyimpangan terhadap Rencana Tata Ruang yaitu
masuk ke dalam kategori daerah berpotensi rawan (1) Rencana Tata Ruang yang tidak akomodatif
pangan. terhadap kebutuhan masyarakat saat ini. Hal ini
Muryono dkk. (2018) melakukan kajian tentang akibat kelemahan dalam proses penyusunan rencana
optimalisasi pemanfaatan NPGT dalam penyusunan yang kurang melibatkan peran serta masyarakat,
RTRW di Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu atau perencana tidak mampu menangkap aspirasi
analisis dalam penyusunan NPGT adalah analisis masyarakat, atau perencana tidak mampu melihat
kesesuaian antara Penggunaan Tanah Terkini kecenderungan perkembangan kebutuhan tanah;
dengan RTRW yang masih berlaku. Kesesuaian ini (2) Peruntukan Ruang tidak didukung tersedianya
bisa dijadikan ukuran apakah NPGT dimanfaatkan prasarana yang memadai, terutama jalan, listrik dan
secara optimal atau tidak. Penelitian ini dilakukan air bersih. Rencana Tata Ruang tidak segera diikuti
dengan teknik analisis tumpang susun peta untuk pembangunan prasarana yang dibutuhkan sesuai
menganalisis kesesuaian dan ketidaksesuaian rencana. Akibatnya masyarakat membangun sesuai
antara Penggunaan Tanah dengan RTRW di semua dengan kondisi lokasi apa adanya yang cenderung
kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tidak teratur; ( 3) Kurangnya sosialisasi
selama periode 2010-2017. Hasil penelitian Rencana Tata Ruang sehingga masyarakat kurang
menunjukkan bahwa terjadi ketidaksesuaian mengetahui keberadaan dan pentingnya Rencana
antara NPGT dengan RTRW di Daerah Istimewa Tata Ruang; (4) Kesadaran hukum masyarakat
Yogyakarta. Ketidaksesuaian tertinggi terjadi yang kurang terhadap hak dan kewajiban dalam
Kabupaten Kulonprogo sebesar 57,11%, dan memanfaatkan ruang termasuk masalah penegakan
terendah di Kabupaten Gunungkidul sebesar hukum yang lemah terhadap penyimpangan
20,06%. Dampak dari ketidaksesuaian tersebut Rencana Tata Ruang; (5) Kesulitan pembebasan
adalah kegiatan pengendalian penggunaan tanah di tanah pada lokasi yang sesuai, akibatnya pihak
DIY menjadi tidak optimal. NPGT di DIY tidak optimal yang akan membangun mencari lokasi lain di luar
dimanfaatkan dalam penyusunan/revisi RTRW. peruntukan yang sesuai; (6) Rencana Tata Ruang
Demikian pula NPGT belum pernah digunakan belum tersedia lengkap, sarana yang berfungsi
dalam penyusunan/revisi RTRW. sebagai alat pengendalian penggunaan tanah belum

Penataan ruang pada hakikatnya dimaksudkan tersedia. Pada perkembangannya saat ini baru sedikit

untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya optimal yang sudah tersedia rencana rinci, khususnya untuk

dengan sedapat mungkin menghindari konflik kawasan strategis dan bagian wilayah perkotaan. Hal

pemanfaatan sumberdaya. Dalam lingkup tata ruang ini dikarenakan masalah waktu dan kebutuhan biaya

itulah maka pemanfaatan dan alokasi lahan menjadi yang besar untuk menyusun rencana rinci tersebut.

bagian yang tidak terpisahkan dengan konsep Sedangkan menurut Sutaryono (2016) dalam
ruang dalam pembangunan. Kenyataan yang terjadi penyelenggaraan penataan ruang, berbagai
akhir-akhir ini menegaskan salah satu isu strategis problematika berdasarkan fenomena yang ditemui
dalam penyelenggaraan penataan ruang antara lain di lapangan maupun berdasarkan data, informasi

27
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 25-38

maupun kajian-kajian yang berhubungan dengan Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan
keruangan secara umum antara lain: (1) Rencana Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (yang sering
tata ruang dan peraturan perundang-undangannya disebut dengan Online Single Submission – OSS) jo
tidak efisien dan efektif. Kurangnya informasi dan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2018
sosialisasi hal-hal yang berkaitan dengan tata ruang tentang Izin Lokasi yang mensyaratkan ketersediaan
menyebabkan kurang dipahaminya kebijaksanaan RDTR-PZ menjadikan kebutuhan ketersediaan
penataan ruang oleh masyarakat, dunia usaha RDTR-PZ semakin urgent sekaligus emergence.
maupun oleh aparat pemerintah yang nota bene Saat ini pemerintah sedang mendorong
sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam percepatan penyusunan RDTR-PZ di berbagai
kebijaksanaan penataan ruang; (2) Persepsi wilayah, mengingat capaian dan produk RDTR-PZ
dan pemahaman yang berbeda-beda terhadap masih sangat minimalis. Beberapa kendala yang
rencana tata ruang, seringkali menjadi penyebab dihadapi berkenaan dengan lambatnya capaian
terjadinya conflict of interest antar segenap stake RDTR-PZ selama ini adalah: (1) ketersediaan peta
holder; (3) Rencana tata ruang kurang mampu dengan skala detail (1:5000) yang sangat terbatas,
mengakomodasikan kepentingan segenap stake menyebabkan data dan informasi yang dibutuhkan
holder yang mempunyai kompetensi terhadap dalam penyusunan RDTR-PZ tidak terpenuhi; (2)
pemanfaatan ruang. Hal ini menyebabkan Ketersediaan sumberdaya manusia yang terbatas,
disharmoni dan konflik tata ruang tidak mendapatkan baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Dalam hal ini
ruang sebagai media penyelesaian masalah; tidak hanya SDM aparatur pemerintah yang terbatas,
(4) Kebijaksanaan dan strategi penataan ruang tetapi juga kalangan profesional yang berperan
suatu wilayah tidak konsisten dan terpadu. Hal sebagai konsultan ahli atau penyedia jasa dalam
ini sering terjadi ketika pengambil kebijaksanaan penyusunan RDTR-PZ; (3) Anggaran yang terbatas,
tidak mempunyai visi yang jelas terhadap masa baik untuk kajian, penyiapan naskah akademik
depan wilayahnya atau juga adanya pergantian hingga legislasinya. Anggaran yang dibutuhkan
kepemimpinan pemerintahan yang diikuti oleh untuk menyusun RDTR-PZ cenderung lebih besar
berubahnya kebijaksanaan penataan ruang. Di dari pada untuk penyusunan RTRW, mengingat
samping itu orientasi ekonomi yang mengedepan sifat RDTR-PZ yang detail dan membutuhkan survei
seringkali dijadikan alasan pembenar dalam langsung; (4) Adanya konflik kepentingan. Sifat
penyimpangan terhadap desain tata ruang RDTR-PZ yang detail dan mengikat, menjadikan
yang telah disepakati. Kurangnya koordinasi keengganan birokrasi pemerintah daerah untuk
antar instansi sebagai salah satu pelaksana segera memperdakan. Bahkan ada beberapa
pembangunan menjadikan tumpang tindihnya anggapan bahwa RDTR-PZ merupakan penghambat
kegiatan pembangunan yang berbasiskan ruang; (5) tumbuhnya investasi di daerah1 (Pernyataan Direktur
Munculnya dualisme kepentingan antara orientasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Kementerian
ekonomi dan kelestarian lingkungan dan unsur- ATR/BPN pada Seminar Internasional di Sekolah
unsur ekologis; dan (6) ketersediaan RDTR-PZ Tinggi Pertanahan Nasional, 19 September 2019).
yang terbatas, sehingga instrumen untuk perizinan Hal di atas menunjukkan bahwa perlu agenda-
sekaligus instrumen pengendalian pemanfaatan agenda yang dilakukan secara bersama-sama untuk
ruang menjadi tidak berjalan dengan baik. mempercepat ketersediaan RDTR-PZ.
Berbagai persoalan di atas hingga saat ini Pertanyaan yang muncul kemudian adalah
belum mendapatkan alternatif penyelesaian yang bagaimana melakukan percepatan penyusunan
memadai. Bahkan terbitnya Peraturan Pemerintah RDTR-PZ tanpa mengurangi kualitas produknya

28
Pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah untuk Percepatan Penyusunan RDTR-PZ
Sutaryono dan Asih Retno Dewi

dan dapat dioperasionalkan sebagai instrumen percepatan penyusunan RDTR-PZ.


erizinan sekaligus pengendalian pemanfaatan
ruang secara memadai? Salah satu jawaban yang
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dapat dikedepankan adalah pemanfaatan data A. Integrasi Agraria - Pertanahan
dan informasi terkait land management. Data dan dan Tata Ruang
informasi terkait land management yang digunakan Sebelum terbentuknya Kementerian Agraria
dalam percepatan penyusunan RDTR-PZ adalah dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/
Neraca Penatagunaan Tanah. BPN), urusan agraria-pertanahan dan tata ruang
adalah urusan yang terpisah pada dua kementerian/
II. METODE
lembaga. Padahal pada dua dekade yang lampau
Naskah ini disusun melalui desk study terhadap
telah dikembangkan Konsep Tata Ruang Dinamis,
beberapa regulasi dan pengalaman empirik
yakni penataan ruang yang tanggap terhadap
berkenaan dengan kondisi terkini dalam penyusunan
dinamika pembangunan serta mengintegrasikan
RDTR-PZ. Deskriptif kualitatif digunakan untuk
beberapa sektor. Konsep tersebut bertujuan
mengartikulasikan realitas dan gagasan pentingnya
agar penataan ruang itu lebih membumi dalam
pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah sebagai
pelaksanaan yang dapat didukung berbagai program
sumber data dan informasi dalam percepatan
pembangunan di lingkungan Departemen Pekerjaan
penyusunan RDTR-PZ.
Umum maupun departemen lainnya, melalui
Content analysis dilakukan untuk mengkaji kelompok kerja manajemen pertanahan, lingkungan
kondisi eksisting berkenaan dengan neraca hidup perkotaan, pendanaan dan investasi
penatagunaan tanah, operasionalisasi, dan pembangunan kota, kerja sama pemerintah-swasta
problematikanya serta peluang dimanfaatkannya dan masyarakat, serta kelompok kerja kota baru
dalam percepatan penyusunan RDTR-PZ. Analisis dan perumahan skala besar. Kelompok-kelompok
terhadap kemungkinan pemanfaatan neraca kerja itu melibatkan berbagai instansi, antara lain
penatagunaan tanah dalam percepatan penyusunan agraria, perindustrian, dalam negeri dan kantor
RDTR-PZ digunakan untuk memastikan bahwa lingkungan hidup (Renyansih & Santoso, tt). Namun
produk yang dihasilkan dapat berperan pula demikian, gagasan pengintegrasian urusan tersebut
sebagai kendali mutu pemanfaatan ruang, perijinan baru terealisasi pada tahun 2014, dalam Kabinet
pemanfaatan ruang, kebijakan penyusunan Indonesia Bersatu.
Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL),
Integrasi urusan agraria-pertanahan dengan
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
tata ruang dalam satu kementerian bukanlah
Karakteristik data dan informasi yang ada dalam ahistoris, tetapi telah mendasarkan pada amanat
NPGT dikomparasikan dengan kebutuhan data dan konstitusi dan relevan dengan kebijakan politik
informasi yang dipersyaratkan dalam penyusunan pemerintahan saat ini. Penyelenggaraan urusan
RDTR-PZ berdasarkan Peraturan Menteri Agraria pemerintahan di bidang agraria-pertanahan dan
dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2018 penataan ruang, selama ini merupakan urusan
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail yang terpisah, meskipun satu sama lain sangat
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota. terkait (Sutaryono, 2016). Dari perspektif agraria-
Keterkaitan dan sinkronnya data dan informasi pertanahan, pembangunan yang dibutuhkan adalah
pertanahan dalam NPGT dengan persyaratan data pembangunan yang berkelanjutan dan terintegrasi.
dan informasi dalam penyusunan RDTR-PZ inilah Artinya bahwa pembangunan yang dilakukan
yang merupakan peluang pemanfaatan NPG dalam berorientasi untuk keberlanjutan lingkungan yang

29
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 25-38

dilakukan secara terintegrasi antar berbagai sektor. digunakan untuk mempercepat proses penyusunan
Dalam hal ini keseimbangan antara penggunaan RDTR-PZ.
dan pemanfaatan tanah menjadi hal yang penting
B. Neraca Penatagunaan Tanah
untuk diperhatikan. Oleh karena itu penggunaan
Neraca Penatagunaan Tanah adalah
dan pemanfaatan tanah perlu diatur secara optimal
perimbangan antara ketersediaan tanah dan
melalui kebijakan penataan ruang. Namun demikian,
kebutuhan penguasaan, penggunaan, dan
hingga saat ini sinkronisasi kelembagaan berkenaan
pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan Rencana
penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan
Tata Ruang (RTRW). Neraca Penatagunaan Tanah
kebijakan penataan ruang belum sepenuhnya
meliputi neraca perubahan penggunaan tanah,
terjadi. Bahkan hingga saat ini, lembaga agraria-
neraca kesesuainan penggunaan tanah terhadap
pertanahan dan tata ruang juga belum mencerminkan
RTRW, dan prioritas ketersediaan tanah. Penyusunan
integrasi seutuhnya, mengingat adanya perbedaan
NPGT merupakan amanat Peraturan Pemerintah
kewenangan pemerintahan (Puspasari dan
No.16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah
Sutaryono 2017, 103). Kewenangan pemerintahan
khususnya Pasal 23 ayat (3) dan Undang Undang
antara bidang agraria-pertanahan dan tata ruang
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 33
menjadi pembeda mendasar dalam penggabungan
ayat (2).
kedua lembaga. Agraria-Pertanahan secara
general masih merupakan urusan pemerintah yang Tujuan disusunnya NPGT adalah untuk

dijalankan oleh instansi vertikal (BPN), sedangkan memperoleh informasi ketersediaan dan

penataan ruang merupakan urusan pemerintah kebutuhan mengenai penguasaan, penggunaan

yang telah didesentralisasi kepada pemerintah dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan

daerah. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap sebagaimana tertuang dalam RTRW. Manfaat NPGT

hubungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ adalah sebagai bahan masukan bagi perencanaan

Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan kegiatan dan pengendalian pembangunan secara

Pemerintah Daerah, utamanya berkenaan dengan makro, penyusunan/revisi RTRW, kebijakan dan

fungsi pembinaan penataan ruang oleh pemerintah pelaksanaan penyesuaian penggunaan dan

kepada pemerintah daerah. pemanfaatan tanah dengan RTRW, kebijakan


dan penyusunan program penataan pertanahan,
Dalam perspektif penataan ruang, pada
serta kebijakan pertanahan dalam menyelesaikan
dasarnya perencanaan ruang adalah land use
permasalahan pertanahan dan koordinasi lintas
planning, yang dalam konteks kelembagaan di
sektoral (Direktorat PGT BPN, 2013, 2016, 2018
Indonesia (Badan Pertanahan Nasional) sering
dalam Muryono dkk., 2018).
disebut dengan rencana tata guna tanah (Sutaryono,
2007). Meskipun perkembangan terakhir dalam Dalam penyusunan NPGT dilakukan Analisis

Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah dimana terdapat 3 (tiga)

Penatagunaan Tanah (PP 16/2004) secara implisit analisis yang dilakukan yaitu (1) Analisis Perubahan

disebutkan bahwa penatagunaan tanah atau pola Penggunaan Tanah, (2) Analisis Kesesuaian

pengelolaan tata guna tanah adalah sub sistem dari Penggunaan Tanah Terhadap RTRW, dan (3) Analisis

rencana tata ruang wilayah. Dalam regulasi tersebut Ketersediaan Tanah. Melalui Analisis Perubahan

juga dikenalkan Neraca Penatagunaan Tanah Penggunaan Tanah, dapat diketahui luas dan lokasi

yang dapat berperan sebagai salah satu instrumen perubahan penggunaan tanah dalam kurun waktu

integrasi agraria-pertanahan dan tata ruang. Secara tertentu. Langkah-langkah analisisnya dilakukan

teknis Neraca Penatagunaan Tanah ini dapat dengan meng-overlay-kan Peta penggunaan Tanah

30
Pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah untuk Percepatan Penyusunan RDTR-PZ
Sutaryono dan Asih Retno Dewi

Baru dan peta Penggunaan Tanah Lama sehingga kegiatan sesuai dengan RTRW. Sedangkan tanah-
diperoleh Peta Perubahan Penggunaan Tanah. tanah yang telah digunakan secara intensif dan telah
Dari hasil ini dilakukan inventarisasi luas, jenis, dikuasai dengan hak atas tanah (skala besar) masih
dan letak perubahan penggunaan tanah pada dikategorikan tersedia dalam penyesuaian dan
kurun waktu tertentu. Hasilnya dituangkan dalam optimalisasi penggunaan tanah.
tabel Perubahan Penggunaan Tanah, Rekapitulasi Neraca Penatagunaan Tanah dapat menjadi
Perubahan Penggunaan Tanah, dan Perkembangan acuan dalam perencanaan kegiatan pembangunan
Penggunaan Tanah. Dari peta perubahan maupun investasi yang membutuhkan tanah serta
penggunaan tanah selanjutnya di-overlaykan dengan perencanaan pembangunan lainnya, termasuk
peta RTRW sehingga diperoleh Peta Perubahan dalam perencanaan dan revisi rencana tata ruang
Penggunaan Tanah pada Fungsi Kawasan menurut wilayah. Dalam konteks integrasi pengaturan
RTRW. dan penataan pertanahan terhadap pelayanan
Analisis Kesesuaian Tanah Terhadap RTRW pertanahan, Neraca Penatagunaan Tanah antara
dilakukan dengan menyusun matriks kesesesuaian lain dapat digunakan dalam rangka Pertimbangan
penggunaan tanah terhadap arahan fungsi Teknis Pertanahan dalam rangka penerbitan Izin
kawasan dalam RTRW. Dikatakan sesuai apabila Lokasi untuk kegiatan investasi, penetapan lokasi,
penggunaan tanah yang telah sesuai dengan arahan maupun untuk perubahan penggunaan tanah.
fungsi kawasan dalam dokumen dan peta RTRW. Secara substansial Neraca Penatagunaan
Contohnya kalau menurut peta penggunaan tanah Tanah akan menghasilkan data dan informasi
adalah jenis penggunaan tanahnya sawah, maka berkenaan dengan perubahan penggunaan
dalam RTRW merupakan kawasan pertaniaan lahan tanah, kesesuaian penggunaan tanah dengan
basah. Tidak sesuai apabila penggunaan tanah RTRW dan analisis prioritas ketersediaan tanah.
tidak sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Dengan demikian Neraca Penatagunaan Tanah ini
dokumen dan peta RTRW. Misalnya penggunaan mempunyai out come berupa:
tanah untuk industri terletak pada fungsi kawasan
1) Peta Perubahan Penggunaan Tanah Pada
pertanian lahan basah. Output dari analisis ini adalah
Fungsi Kawasan, yang memberikan informasi
tersedianya peta kesesuaian penggunaan tanah
berkenaan dengan luas, jenis perubahan dan
terhadap RTRW hasil dari analisis superimpose
lokasi perubahan penggunaan tanah dalam
antara peta penggunaan tanah saat ini (existing
kurun waktu tertentu;
land use) dengan peta RTRW berdasarkan
2) Peta Kesesuaian Penggunaan Tanah Terhadap
matriks kesesuaian. Tahap selanjutnya adalah
Rencana Tata Ruang Wilayah. Berisi tentang
mendeskripsikan luas, letak dan tingkat kesesuaian
kesesuaian dan ketidaksesuaian penggunaan
penggunaan tanah terhadap RTRW.
tanah dengan arahan fungsi kawasan dalam
Analisis Ketersediaan Tanah terdiri dari 2 (dua)
RTRW. Informasi ini dapat digunakan untuk
analisis yaitu analisis prioritas Ketersediaan Tanah
melakukan evaluasi terhadap RTRW maupun
dan Analisis Ketersediaan Tanah untuk Kegiatan
dalam pemberian ijin pemanfaatan ruang;
atau Komoditas Tertentu. Pada prinsipnya analisis
3) Peta Ketersediaan Tanah. Peta ketersediaan
ketersediaan tanah mengacu pada penggunaan
tanah ini pada prinsipnya merupakan hasil
dan penguasaan tanah. Tanah-tanah yang belum
analisis ketersediaan tanah mengacu pada
digunakan secara intensif dan belum dikuasai
penggunaan dan penguasaan tanah. Tanah-
dengan hak atas tanah (skala besar) dikategorikan
tanah yang belum digunakan secara intensif
sebagai tanah-tanah yang tersedia untuk berbagai

31
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 25-38

dan belum dikuasai dengan hak atas tanah tanah kabupaten/kota dan neraca penatagunaan
(skala besar) dikategorikan sebagai tanah- tanah kecamatan. NPGT kecamatan mulai digagas
tanah yang tersedia untuk berbagai kegiatan untuk dilaksanakan setelah hampir seluruh neraca
sesuai dengan tata ruang. Sedangkan tanah- penatagunaan tanah kabupaten/kota dilaksanakan.
tanah yang telah digunakan secara intensif Penyusunan neraca penatagunaan tanah kecamatan
dan telah dikuasai dengan hak atas tanah memberikan gambaran informasi penatagunaan
(skala besar) masih dikategorikan tersedia tanah yang lebih detil sehingga dapat bermanfaat
dalam rangka penyesuaian dan optimalisasi untuk pelaksanaan pembangunan pada umumnya
penggunaan tanah. maupun untuk meletakkan program-program

4) Peta Ketersediaan Tanah untuk Kegiatan atau strategis pertanahan khususnya. Dalam penelitiannya

Komoditas Tertentu. Ketersediaan Tanah untuk mengenai Penatagunaan Tanah berbasis bidang

Kegiatan atau Komoditas Tertentu merupakan tanah di area perkotaan dan perdesaan dimana

pengembangan dari analisis ketersedian tanah. mengkaji penyusunan NPGT kecamatan berbasis

Tanah-tanah yang tersedia dianalisis lebih Peta Bidang Tanah (PBT)/parcel based di kawasan

lanjut kesesuaiannya untuk pengembangan perkotaan dan kawasan perdesaan. Kawasan

kegiatan atau komoditas tertentu yang dapat perkotaan yang dipilih adalah Kecamatan Mantrijeron

berkontribusi untuk pengembangan wilayah Kota Yogyakarta. Untuk kawasan perdesaan dipilih

dan penyesuaian penggunaan tanah dengan Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul.

tata ruang Kedua kecamatan tersebut merupakan lokasi


kegiatan Penyusunan NPGT Kecamatan tahun
Berdasarkan data dan informasi dalam Neraca
anggaran 2017. Penyusunan NPGT berbasis peta
Penatagunaan tanah sebagaimana di atas, apabila
bidang tanah menyediakan informasi penguasaan
digunakan sebagai dasar dalam penyusunan RDTR
dan pemilikan tanah yang sangat rinci. Bidang-
maupun Peraturan Zonasi maka kualitas RDTR –
bidang tanah tersebut selanjutnya menjadi acuan
PZ akan semakin baik. Bahkan operasionalisasi
dalam penyusunan peta penggunaan tanah. Bahwa
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
dalam penyusunan NPGT yang berbasis zona,
ruang yang berpedoman pada RDTR-PZ sudah
peta penggunaan tanah menjadi acuan dalam
mempertimbangkan aspek penguasaan, pemilikan,
penyusunan peta-peta lainnya. Peta bidang tanah
penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagaimana
selanjutnya digunakan sebagai acuan terhadap
terdapat dalam Neraca Penatagunaan Tanah.
peta RDTR maupun RTRW. Berdasarkan data
NPGT disusun secara sektoral dan regional
ketersediaan peta bidang tanah di kantor-kantor
(Prabowo, 2019). NPGT sektoral adalah penyusunan
pertanahan sudah saatnya untuk penyusunan
neraca penatagunaan tanah dengan kajian utama
RDTR dan peraturan zonasi berbasis bidang tanah,
terhadap penggunaan dan pemanfaatan tertentu
sehingga penggunaan/pemanfaatan tanah lebih
seperti sawah, perkebunan, perumahan, industri
akurat dan pasti.
dan lain sebagainya. Contoh penyusunan NPGT
sektoral adalah neraca sawah pada tahun 2011 C. RDTR dan Peraturan Zonasi
dan neraca perkebunan tahun 2013 (ATR/BPN, Secara umum rencana tata ruang belum
2016 dalam Prabowo, 2019). NPGT regional adalah efektif menjadi acuan dalam pemanfaatan ruang,
penyusunan neraca penatagunaan tanah dengan sehingga terjadi inkonsistensi pelaksanaan
wilayah kajian berdasarkan wilayah administrasi pembangunan terhadap rencana tata ruang serta
tertentu. Contoh penyusunan NPGT regional adalah lemahnya pengendalian dan penegakan hukum
neraca penatagunaan tanah nasional, neraca terhadap pemanfaatan ruang (Mutaáli, 2013). Hal
penatagunaan tanah provinsi, neraca penatagunaan ini menunjukkan bahwa rencana tata ruang belum

32
Pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah untuk Percepatan Penyusunan RDTR-PZ
Sutaryono dan Asih Retno Dewi

mampu menjadi guidance pembangunan wilayah. RDTR sekaligus juga dilakukan penyusunan PZ.
Dalam hal ini salah satu problem utama dalam Terintegrasinya RDTR dan PZ dimaksudkan
penyelenggaraan penataan ruang terletak pada agar perencanaan dan pengendalian pemanfaatan
ranah pengendalian pemanfaatan ruang, dimana ruang dapat lebih proporsional, mengingat selama
peraturan zonasi merupakan instrumen utama ini belum berimbangnya agenda perencanaan tata
dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Hal ini ruang dan agenda pengendalian pemanfaatan
seturut dengan pernyataan Sadyohutomo (2009) ruang. Padahal pengendalian pemanfaatan ruang
dalam Utami dan Wahyuningtyas (2016) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
menegaskan bahwa permasalahan penataan ruang penyelenggaraan penataan ruang.
yang terjadi di Indonesia disebabkan kurangnya
Persoalan terbesar dalam penataan ruang
sistem pengendalian penataan ruang baik berupa
adalah tidak tersedianya instrumen perencanaan
penyediaan prasarana fisik (public capital investment)
tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
maupun perangkat hukum (land use control) yang
secara terintegrasi dalam bentuk RDTR-PZ.
belum dimanfaatkan dan diimplementasikan secara
Padahal peluang penyimpangan pemanfaatan
optimal. Belum ditetapkannya peraturan zonasi
ruang sebagian besar adalah karena lemahnya
kawasan-kawasan khusus/kawasan budidaya
pengendalian pemanfaatan ruang. Oleh sebab itu,
juga menjadi kendala dalam pemanfaatan ruang.
ketersediaan RDTR-PZ mutlak diperlukan untuk
Penyimpangan terhadap tata ruang dan zonasi
memastikan terwujudnya tertib tata ruang.
kawasan kota tentunya membutuhkan penanganan
Berdasarkan Pasal 11 Peraturan Menteri ATR/
serius dan hal ini tidaklah mudah dilaksanakan.
KBPN Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pedoman
Zoning regulation sebagai acuan serta petunjuk
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan
operasional terhadap pemanfaatan ruang tentunya
Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota disebutkan bahwa
harus ditetapkan dan diterapkan dengan sistem
untuk mewujudkan percepatan pelayanan perizinan
pengendalian yang optimal sehingga penyimpangan
pemanfaatan ruang, diperlukan percepatan prosedur
dapat dikurangi dan dicegah.
penyusunan dan prosedur penetapan RDTR dan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)
PZ kabupaten/kota. Meskipun secara praksis waktu
dan Peraturan Zonasi (PZ) dalam konteks
percepatan penyusunan yang dipersyaratan tidak
penyelenggaraan penataan ruang pada dasarnya
logis (paling lama 6 bulan), namun munculnya
berada pada level yang berbeda. RDTR merupakan
kebijakan percepatan penyusunan RDTR-PZ
instrumen pada level perencanaan tata ruang,
menunjukkan bahwa instrumen ini sangat penting
sedangkan PZ berada pada level pengendalian
dalam rangka perencanaan sekaligus pengendalian
pemanfaatan ruang. Namun demikian berdasarkan
pemanfaatan ruang.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Untuk mendukung upaya percepatan tersebut,
Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2018
paling tidak dibutuhkan 4 (empat) prakondisi penting
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail
yang harus diwujudkan, yakni: (1) ketersediaan
Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota,
SDM yang memadai, baik secara kuantitas maupun
disebutkan bahwa Rencana Detail Tata Ruang yang
kualitas; (2) ketersediaan data dan informasi yang
selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara
dibutuhkan; (3) berperannya institusi pertanahan
terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota
sebagai salah satu stakeholder utama dalam
yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/
penyusunan RDTR-PZ; dan (4) ketersediaan
kota. Dalam hal ini, secara jelas bahwa RDTR
anggaran. Dalam hal ini, prakondisi Nomor 2 dan 4
memuat juga PZ, maka secara teknis penyusunan
menjadi prioritas dalam kajian ini.

33
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 25-38

Sumber: Ditjend Tata Ruang, 2019.


Gambar 1 : Peran Kantor Pertanahan dalam Percepatan RDTR-PZ

Ketersediaan data dan informasi yang selama RDTR dan PZ, perlu dilihat dulu fungsi dan manfaat
ini sulit diakses, baik dalam penyusunan RTRW RDTR dan PZ. RDTR dan peraturan zonasi
maupun RDTR-PZ adalah data dan informasi terkait berfungsi sebagai: (a) kendali mutu pemanfaatan
“layer-layer” pertanahan. Dalam hal ini Neraca ruang wilayah kabupaten/kota berdasarkan RTRW;
Penatagunaan Tanah dapat mengatasi persoalan (b) acuan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang
tersebut. lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang

Terkait peran institusi pertanahan, khususnya diatur dalam RTRW; (c) acuan bagi kegiatan

kantor pertanahan mempunyai peran penting dalam pengendalian pemanfaatan ruang; (d) acuan bagi

penyusunan RDTR-PZ sebagaimana diilustrasikan penerbitan izin pemanfaatan ruang; dan (e) acuan

pada Gambar 1. Gambar tersebut menunjukkan dalam penyusunan RTBL.

bahwa peran Kantor Pertanahan meliputi: (1) Adapun manfaat RDTR dan peraturan zonasi
persiapan; (2) penyusunan dan penyediaan data; (3) adalah: (a) penentu lokasi berbagai kegiatan yang
penyusunan konsep rencana; (4) penandatanganan mempunyai kesamaan fungsi dan lingkungan
draf RDTR-PZ sebelum pengajuan persetujuan permukiman dengan karakteristik tertentu; (b) alat
substansi ke kementerian; dan (5) pembahasan operasionalisasi dalam sistem pengendalian dan
dalam persetujuan substansi di kementerian. pengawasan pelaksanaan pembangunan fisik
kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh Pemerintah,
D. Operasionalisasi Neraca pemerintah daerah, swasta, dan/atau masyarakat;
Penatagunaan Tanah dalam (c) ketentuan intensitas pemanfaatan ruang untuk
Penyusunan RDTR dan setiap bagian wilayah sesuai dengan fungsinya
Peraturan Zonasi di dalam struktur ruang kabupaten/kota secara
Sebelum dipaparkan gagasan operasionalisasi keseluruhan; dan (d) ketentuan bagi penetapan
Neraca Penatagunaan Tanah dalam penyusunan kawasan yang diprioritaskan untuk disusun program

34
Pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah untuk Percepatan Penyusunan RDTR-PZ
Sutaryono dan Asih Retno Dewi

pengembangan kawasan dan pengendalian lah jawabannya. Neraca Penatagunaan Tanah


pemanfaatan ruangnya pada tingkat Bagian wilayah yang berisi data dan informasi berkenaan dengan
Perencanaan (BWP) atau sub BWP. perubahan penggunaan tanah, kesesuaiannya

Mengingat fungsi dan manfaat di atas, maka dengan rencana tata ruang wilayah serta informasi

pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah menjadi ketersediaan tanah berdasarkan penguasaan dan

sesuatu yang urgent dalam penyusunan RDTR penggunaannya, mampu memenuhi kebutuhan dan

dan PZ. Salah satu data yang digunakan dalam keterbatasan data dalam penyusunan RDTR dan PZ.

penyusunan RDTR dan PZ adalah data penguasaan, Pada tahapan pengolahan dan analisis data,
penggunaan dan pemanfaatan lahan serta data analisis kebutuhan ruang dan analisis perubahan
peruntukan lahan. Dalam praktiknya data ini tidak pemanfaatan ruang dapat menggunakan neraca
mudah didapatkan. Untuk memenuhi kebutuhan perubahan dan neraca ketersediaan tanah (Gambar
data tersebut, Neraca Penatagunaan Tanah- 2).

Gambar 2 : Ilustrasi Pemanfaatan Neraca PGT

35
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 25-38

Berdasarkan Tata Cara Kerja Neraca dalam tahapan persiapan, pengumpulan data dan
Penatagunaan Tanah (BPN, 2013), skala yang informasi, pengolahan dan analisis data serta dalam
dipersyaratkan masih terlalu kecil, yakni: (1) 1: perumusan konsep RDTR dan muatan PZ. Setiap
25.000 untuk kabupaten di Pulau Jawa, Bali, dan tahapan memberikan konsekuensi yang berbeda-
Nusa Tenggara; (2) 1: 50.000 untuk kabupaten di beda tergantung pada peran Neraca Penatagunaan
Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku; Tanah maupun Lembaga yang menanganinya.
(3) 1: 100.000 untuk kabupaten di Pulau Papua; Dalam tahapan persiapan, sekurang-kurangnya
dan (4) 1: 10.000 untuk kota. Padahal skala peta ada tiga kegiatan yang perlu dikaitkan dengan
yang dipersyaratkan untuk penyusunan RDTR & NPGT, yakni: (1) pembentukan tim penyusun, dalam
PZ dengan tingkat ketelitian minimal 1:5000, atau hal ini sumberdaya manusia di bidang pertanahan
mengikuti ketentuan mengenai sistem informasi sebagai Lembaga yang menangani NPGT perlu
geografis yang dikeluarkan oleh kementarian/ dimasukkan ke dalam tim penyusun; (2) kajian
lembaga yang berwenang. awal data sekunder, dalam hal ini perlu dimasukkan
Berkenaan dengan hal di atas, penyusunan neraca perubahan, neraca kesesuaian dan neraca
Neraca Penatagunaan Tanah perlu menyesuaikan ketersediaan tanah ke dalam daftar data dan
dengan kebutuhan tersebut, yakni meningkatkan informasi awal; dan (3) penetapan delineasi awal
ketelitian peta menjadi 1:5000 dan menurunkan level BWP, perlu disinkronkan dengan pewilayah yang
wilayah kabupaten/kota dan kecamatan menjadi dilakukan dalam penyusunan NPGT.
level desa. Bahkan apabila dimungkinkan Neraca Untuk tahapan yang lain, NPGT perlu
Penatagunaan Tanah yang disusun berbasiskan ditempatkan sebagai data dan informasi dasar yang
bidang-bidang tanah, baik melalui kegiatan memuat penguasaan dan pemilikan tanah serta
pendaftaran tanah maupun kegiatan Inventarisasi penggunaan dan pemanfaatan tanah. Berkenaan
Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan dengan hal ini, maka analisis data untuk kepentingan
Pemanfaatan Tanah (IP4T). penyusunan pola/zona ruang perlu betul-betul
Penyusunan RDTR dan PZ, saat ini telah memperhatikan data dan informasi pertanahan dalam
diatur dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata NPGT. Apabila dalam tahapan ini NPGT benar-benar
Ruang/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2018 tentang dimanfaatkan, maka percepatan penyusunan RDTR
Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/ dan PZ adalah sebuah keniscayaan.
Kota. Pada Pasal 9 Ayat (2) disebutkan bahwa Berkenaan dengan muatan RDTR dan PZ,
prosedur penyusunan RDTR dan PZ kabupaten/kota khususnya pengaturan tentang pola ruang telah
meliputi: diatur secara jelas dalam Lampiran 1 Peraturan
1) persiapan; Menteri ATR/KBPN Nomor 16 Tahun 2018 tentang

2) pengumpulan data dan informasi; Pedoman Penyusunan RDTR dan PZ Kabupaten/


Kota. Dalam hal ini rencana pola ruang merupakan
3) pengolahan dan analisis data;
rencana distribusi zona pada BWP yang akan diatur
4) perumusan konsep RDTR dan muatan PZ
sesuai dengan fungsi dan peruntukannya. Rencana
kabupaten/kota; dan
pola ruang tersebut berfungsi sebagai:
5) penyusunan dan pembahasan rancangan
1) Alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial
peraturan daerah tentang RDTR dan PZ
budaya, ekonomi, serta kegiatan pelestarian
kabupaten/kota.
fungsi lingkungan dalam BWP;
Dalam konteks penyusunan RDTR dan PZ di
2) Dasar penerbitan izin pemanfaatan ruang;
atas, Neraca Penatagunaan Tanah dapat digunakan

36
Pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah untuk Percepatan Penyusunan RDTR-PZ
Sutaryono dan Asih Retno Dewi

3) Dasar penyusunan RTBL dan rencana teknis penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan
lainnya; dan pemanfaatan tanah.

4) Dasar penyusunan rencana jaringan prasarana. 4) Pemanfaatan Neraca Penatagunaan Tanah

Berdasarkan hal di atas, jelas sekali bahwa pola dalam Penyusunan RDTR-PZ juga akan

ruang dalam RDTR dan PZ mempunyai fungsi untuk meningkatkan kinerja institusi pertanahan dan

mengalokasikan ruang dalam berbagai kegiatan, tata ruang dalam penyediaan data dan informasi

bukan mengalokasikan ruang dalam bentuk fungsi untuk berbagai penggunaan.

ruang (lindung atau budidaya). Kata kuncinya adalah


alokasi ruang untuk kegiatan. Hal ini memberikan DAFTAR PUSTAKA
implikasi pada proses penerbitan berbagai perizinan
Badan Pertanahan Nasional. (2013). Tata Cara
maupun dalam penyusunan berbagai perencanaan Kerja Penyusunan Neraca Penatagunaan
yang bersifat teknis. Tanah. Jakarta: BPN.
Kebutuhan pengaturan sebagaimana di atas
Direktorat Jenderal Tata Ruang. (2019). Tranformasi
menunjukkan bahwa yang dialokasikan adalah ruang
Direktorat Jenderal Tata Ruang menuju
dengan objek dan subjek tertentu yang mengarah
era digital. Materi Rapat Kerja Nasional
pada bidang-bidang tanah, bukan zona atau
Kementerian ATR/BPN. 6-8 Februari.
Kawasan. Jadi jelas bahwa secara ideal kebutuhan Jakarta: BPN.
data dan informasi pertanahan dalam RDTR dan PZ
Direktorat Penatagunaan Tanah. (2013). Tata Cara
berbasiskan bidang-bidang tanah, bukan lagi zona.
Kerja Penyusunan Neraca Penatagunaan
Dalam hal ini data dan informasi tentang penguasaan
Tanah. Jakarta: Badan Pertanahan
dan penggunaan tanah berbasiskan bidang-bidang
Nasional Republik Indonesia.
tanah tersebut tersedia di dalam NPGT.
Direktorat Penatagunaan Tanah. (2018). Tata Cara
IV. KESIMPULAN Kerja Penyusunan Neraca Penatagunaan
1) Penyusunan RDTR dan PZ membutuhkan Tanah Kabupaten/Kota. Jakarta: Direktorat
data terkait land management yang akurat Jenderal Penataan Agraria Kementerian
dan valid. Data dan Informasi dalam Neraca Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Penatagunaan Tanah merupakan land Nasional.

management yang dapat digunakan sebagai


Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang ATR/
basis dalam penyusunan RDTR dan PZ. BPN. (2019). Spatial development control
2) Tingkat ketelitian data pada Neraca policy to respond sustainable development
Penatagunaan Tanah perlu didetailkan menjadi and advance technology. Makalah dalam
skala 1:5000 dengan yurisdiksi desa, agar International seminar: intergrated agrarian

sinkron dengan kebutuhan input data dalam land and spatial planning policies for

penyusunan RDTR dan PZ. sustainable development. Yogyakarta:


Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.
3) Apabila hal di atas dapat dilakukan maka
kendali mutu pemanfaatan ruang, perizinan Imran, S.Y. (2013). Fungsi tata ruang dalam menjaga
pemanfaatan ruang, kebijakan penyusunan kelestarian lingkungan hidup Kota
RTBL dan pengendalian pemanfaatan ruang Gorontalo, Jurnal Dinamika Hukum, 13

akan sangat efektif, karena sudah mendasarkan (3). Diakses dari http://dinamikahukum.

pada data dan informasi berkenaan dengan fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/


viewFile/251/242.

37
JURNAL PERTANAHAN Vol. 10 No. 1 Juli 2020 25-38

Muryono, S., Bimasena, A.N., Dewi, A.R. (2018). wilayah (studi di Kabupaten Sleman
Optimalisasi pemanfaatan neraca Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
penggunaan tanah dalam penyusunan Jurnal Ketahanan Nasional, 22 (1), 22-41.
rencana tata ruang wilayah di Daerah Diakses dari https://jurnal.ugm.ac.id/jkn/
Istimewa Yogyakarta. Bhumi, 4 (2), 224- article/view/10653.
248. DOI: http://dx.doi.org/10.31292/
Sutaryono. (2007). Dinamika Penataan Ruang dan
jb.v4i2.280. Diakses dari http://jurnalbhumi.
Peluang Otonomi Daerah. Yogyakarta:
stpn.ac.id/JB/article/view/280/256.
Tugu Jogja Grafika.
Muta’ali, L. (2013). Penataan Ruang Wilayah
Sutaryono. (2016, 29 Agustus). Quovadis Integrasi
dan Kota (Tinjauan Normatif – Teknis).
Agraria dan Tata Ruang, SKH Kompas.
Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas
Geografi UGM. Sutaryono. (2016). Instrumen pengendalian melalui
roadmap pengendalian pemanfaatan
Peraturan Menteria Agraria dan Tata Ruang/Kepala
ruang: pengalaman empirik di DIY. Jurnal
Badan Pertanahan Nasional Nomor 16
Pertanahan Puslitbang Kementerian ATR/
Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan
BPN, 6 (1).
RDTR dan PZ Kabupaten/Kota.
Sutaryono. (2016). Neraca penatagunaan tanah,
Puspasari, S. & Sutaryono. (2017), Integrasi Agraria-
instrumen integrasi tata ruang dan
Pertanahan dan Tata Ruang, Yogyakarta:
pertanahan dalam penyusunan RDTR dan
STPN Press.
peraturan zonasi. dalam FIT ISI. Diakses
Prabowo, H.L. (2019). Study of parcels-based land dari https://www.academia.edu/35898478/
use planning in urban areas and rural areas NERACA_PENATAGUNAAN_TANAH_
(case study of Mantrijeron Sub-district, Instrumen_Integrasi_Tata_Ruang_dan_
Yogyakarta City and Bambanglipuro Pertanahan_dalam_Penyusunan_RDTR_
Sub-district, Bantul Regency. Journal dan_Peraturan_Zonasi_Sutaryono 
of Geospatial Information Science and
Utami, W. & Wahyuningtyas, A. (2016). Pengaturan
Engineering, 2 (1), 171-184. DOI: http://
zoning sebagai pengendali pemanfaatan
dx.doi.org/10.22146/jgise.41848.
ruang (studi kasus kawasan preservasi
Diakses dari https://jurnal.ugm.ac.id/jgise/article/ budaya Kotagede). Prosiding Seminar
view/41848 nasional 3rd CGISE dan FIT ISI 2016.
Yogyakarta: Departemen Teknik Geodesi
Renyansih & Santosa, B. (tt). Kelembagaan tata
Fakultas Teknik UGM. Diakses dari http://
ruang di lingkungan Departemen Pekerjaan
cgise.geodesi.ugm.ac.id/arsip-prosiding/.
Umum sampai Departemen Kimpraswil.
dalam Ditjend Penataan Ruang, Williamson, I., Enemark, S., & Wallace, J. (2010).
Kementerian PU. Sejarah Panataan Ruang Land Administration for Sustainable
Indonesia. Jakarta. Development. Redlands, California: Esri
Press Academic.
Sadyohutomo, M. (2016)., Tata Guna Tanah dan
Penyerasian Tata Ruang, Yogyakarta: Zulfajri. (2016). Analisis neraca penggunaan lahan
Pustaka Pelajar. dan perubahannya terhadap rencana tata
ruang wilayah Kabupaten Pidie (Skripsi).
Supratikno, S.I., Armawi, A., & Marwasta, D. (2016).
Tersedia dari http://etd.unsyiah.ac.id/baca/
Pemanfaatan neraca penatagunaan
index.php?id=22752&page=60.
tanah dalam mendukung penyusunan
sistem informasi ketahanan pangan pokok
38

Anda mungkin juga menyukai