Anda di halaman 1dari 11

AGROINOTEK: Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Volume 1 no 2 Tahun 2020 pp.: 53- 63


avalilable at http://www.agroinotek.ub.ac.id
____________________________________________________________________________________________________

Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan di


kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
Zeny Larasati Diyah Maghfiroh1*), Chendy Tafakresnanto2)
1)
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, Indonesia
2)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Malang, Jawa Tmur, Indonesia
*)
Correspnding author e-mail: zeny@ub.ac.id

Diterima: 2 Juni 2020 /Disetujui: 6 Oktober 2021

Abstrak: Bentuk lahan mencerminkan karakteristik lahan, seperti material induk, kemiringan lereng, dan tanah
sehingga dapat digunakan sebagai dasar evaluasi lahan untuk menentukan tingkat kemampuan dan kesesuaian
lahan. Kesesuaian lahan merupakan gambaran kesesuaian tingkat atau potensi lahan untuk penggunaan lahan
tertentu, termasuk penggunaan pertanian. Tingkat kesesuaian lahan ditentukan oleh faktor pembatas (kendala),
sehingga tingkat kesesuaian lahan juga menunjukkan produktivitas lahan. Produktivitas lahan pertanian
biasanya ditentukan dalam periode satu tahun, sehingga melibatkan pola rotasi tanaman dalam setahun.
Penelitian tentang keterkaitan antara bentuk lahan, penggunaan lahan, kesesuaian lahan, dan produktivitas lahan
dapat dilakukan dengan menggunakan metode Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk menentukan penggunaan
lahan yang direkomendasikan dan estimasi produktivitas lahan pada berbagai bentuk lahan. Penelitian dilakukan
di Kecamatan Besuk dan Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bentuk lahan menentukan penggunaan lahan, dibuktikan dengan bentuk lahan aluvial dan
vulkanik (79,76-94,76%) didominasi oleh penggunaan lahan “sawah” dan bentuk lahan laut (80,33%)
didominasi oleh tambak. Produktivitas tanah yang tinggi ditunjukkan dengan tanah yang sangat cocok (S1) dan
cocok untuk tanah (S2) pada bentuk lahan aluvial dan vulkanik. Bentuk lahan aluvial dan vulkanik dapat
direkomendasikan sebagai "penggunaan lahan sawah" dengan komoditas padi-sawah, jagung, bawang merah,
dan tembakau; sedangkan bentuk lahan laut dapat direkomendasikan sebagai “penggunaan lahan tambak”.

Kata kunci: Bentuk lahan, kesesuaian lahan, produktivitas lahan, kesesuaian lahan, GIS

Landform to Determine Land Suitability And Land Productivity In The Probolinggo Regency, East
Java. Abstract: Landforms reflect the characteristics of land, such as parent material, slope, and soil so can be
used as a base of land evaluation to determine the level of land capability and land suitability. Land suitability is
a depiction of match levels or land potential for certain landuse, including agricultural uses. The level of land
suitability is determined by the limiting factor (constraints), so the level of land suitability also suggested the
land productivity. Agricultural land productivity is usually defined in a one year period, so involving a pattern of
crop rotation in a year. Research on the linkages between landforms, land use, land suitability, and land
productivity can be done by using methods of Geographic Information Systems (GIS) to determine the
recommended land use and estimation of land productivity on various landforms. Research was conducted in the
Besuk Subdistrict and Paiton Subdistrict , Probolinggo Regency, East Java Province. Results showed that
landform determined land use, it is evidenced by the alluvial and volcanic landforms (79,76-94,76%) dominated
by “sawah” landuse and marine landform (80.33%) dominated by the fishpond. The high productivity of land is
indicated by the highly suitable land (S1) and suitable land (S2) on alluvial and volcanic landform. Alluvial and
volcanic landforms can be recommended as “sawah landuse” with the commodities of sawah-rice, corn, onion,
and tobacco; while the marine landform can be recommended as “fishpond landuse”.
Keywords : landform, land use, land productivity, land conformity, GIS

Pendahuluan
Probolinggo memiliki kontribusi yang besar untuk memenuhi kebutuhan pangan Jawa Timur.
Hal ini disebabkan oleh luasnya lahan yang diperuntukkan budidaya tanaman pertanian, khususnya
lahan sawah, yaitu seluas 37,055 ha pada tahun 2018. Padi-sawah memiliki produktivitas rata-rata
sebesar 5.16 ton/ha dengan luas panen 56.109 ha dan produksi mencapai 289.339 ton, dan produksi
jagung sebesar 195,617 ton (BPS, 2019). Rata-rata produktivitas padi dan jagung ini lebih rendah

53
Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan

dibandingkan dengan potensi produktivitas padi-sawah dan jagung. Komoditas hortikultura andalan
Kabupaten Probolinggo adalah bawang merah dengan total produksi 56.060 ton./tahun Kabupaten
Probolinggo pada tahun 2018 mempunyai areal perkebunan tembakau seluas 8,913 ha dengan
produksi sebesar 12,576 ton (BPS, 2019). Rata-rata produktivitas bawang merah dan tembakau di
daerah ini juga masih lebih rendah dibandingkan dengan potensi produktivitas bawang merah dan
tembakau di lahan sawah.
Untuk mencapai produktivitas lahan yang lebih tinggi perlu dikaji faktor-faktor yang
mempengaruhinya, termasuk bentuk lahan, penggunaan lahan, dan kesesuaian lahan. Bentuk lahan
(landform) merupakan kenampakan dari permukaan bumi akibat proses genesis, sehingga
menimbulkan bentuk yang khas dengan dicirikan sifat fisik material alami yang dominan, serta
perkembangannya dapat dikaitkan dengan karakteristik tertentu (Sunarto et al., 2014). Bentuk lahan
mencerminkan karakteristik lahan, seperti: bahan induk, kelerengan, dan jenis tanah, sehingga dapat
digunakan untuk menentukan penggunaan lahan (land use). Penggunaan lahan merupakan
pencampuran yang kompleks dari berbagai pola kepemilikan lahan, lingkungan biofisik lahan,
struktur sosial-ekonomi, dan teknologi pengelolaannya (Kaiser, 1995; Santiphop et al., 2012; Cintina,
& Pukite, 2018). Penggunaan lahan pertanian dan kehutanan mencerminkan kegiatan manusia
mengelola lahan dengan cara membudidayakan tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
(Benyu et al., 2007; Pender & Gebremedhin, 2008; Quaye et al., 2010; Suprakto et al, 2014).
Karakteristik bentuk lahan dapat digunakan sebagai dasar untuk evaluasi lahan serta pada batas-
batas tertentu untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dan kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan
merupakan penggambaran tingkat kecocokan atau potensi sebidang lahan untuk penggunaan tertentu
(Sitorus, 1985). Tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya tanaman pertanian ditentukan oleh faktor
pembatas (kendala) yang membatasi pertumbuhan dan produksi tanaman, sehingga tingkat kesesuaian
lahan juga berkaitan dengan produktivitas lahan (Kuria et al., 2011; Teka & Haftu, 2012; Mesgaran
et al., 2017). Menurut Heady and Dillon (1961), produktivitas lahan berkaitan dengan kapasitas lahan
untuk menyerap input produksi dan menghasilkan output dalam proses produksi pertanian.
Penelitian mengenai keterkaitan antara bentuk lahan, penggunaan lahan, kesesuaian lahan, dan
produktivitas lahan dapat dilakukan dengan Mentode-metode Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk
mengetahui arahan penggunaan lahan dan estimasi produktivitas lahan pada berbagai bentuk lahan
(Kuria et al., 2011; Halder, 2013; Abdel-Rahman et al., 2016; El Baroudy, 2016).
Rendahnya rata-rata produktivitas lahan pertanian di daerah penelitian diduga karena arahan
penggunaan lahan masih bersifat umum untuk semua kondisi lahan, belum ada arahan spesifik
pengelolaan lahan sesuai dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis keterkaitan antara bentuk lahan, penggunaan lahan, kesesuaian lahan dan produktivitas
lahan, serta untuk menentukan arahan penggunaan lahan pada bentuk-bentuk lahan yang dominan,
sesuai dengan karakteristik lahannya.

Bahan dan Metode


Penelitian dilaksanakan selama Desember 2019 hingga April 2020 di wilayah Kecamatan
Besuk dan Paiton, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Alat yang digunakan dalam penelitian
adalah Software ArcGIS 10.2 dan Global Mapper, Avenza Map, dan Global Positioning System
(GPS). Bahan yang digunakan dalam penelitian Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000
lembar 1608-242; 1608-331; 1608-224; 1608-313 (BIG, 2016), Peta Tanah Semi Detail Kabupaten
Probolinggo skala 1:50.000 (BPSDLP, 2016), Peta Geologi Digital skala 1:100.000 lembar
Probolinggo 1608-2 dan lembar Besuki 1608-3, Citra Bing Map aplikasi SAS Planet tahun 2017,
Citra Spot 6, DEM SRTM resolusi 30 m (GOV) dan Peta Status Kawasan Hutan Kabupaten
Probolinggo (KLHK, 2014).
Dalam penelitian ini Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei lapangan,
pengolahan data spasial menggunakan software ArcGIS 10.2 danpenentuan kesesuain lahan
menggunakan konsep FAO 1976. Metode survei untuk verifikasi data hasil interpretasi dengan
kondisi riil di lapangan (groudcheck), dilakukan dengan cara penjelajahan area serta melakukan
wawancara terhadap petugas penyuluh lapangan (PPL) dan petani terkait produktivitas tanaman dan
54
Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan

masukan teknologi. Selain itu, dilakukan pengambilan sampel tanah untuk mengetahui tingkat
kesuburan tanah. Hasil dari kegiatan survei lapangan berupa peta analisis, yang terdiri dari data
spasial dan tabular bentuk lahan dan penggunaan lahan terkoreksi. Data ini digunakan untuk evaluasi
lahan dan penilaian produktivitas lahan. Pelaksanaan penelitian terdiri atas persiapan, pengambilan
data lapangan (survei lapangan), dan analisis data.
Kegiatan persiapan meliputi inventarisasi alat-alat dan bahan-bahan penelitian berupa peta
pendukung dan data penelitian, pembuatan peta dasar, dan penentuan titik pengamatan. Peta dasar
berisi jalan-jalan, sungai, kontur, dan batas administrasi. Pengolahan data RBI menggunakan data
kontur yang berfungsi untuk mengetahui keadaan topografi wilayah penelitian. Kontur dari peta RBI
diperbaiki sesuai dengan interval kontur 12,5 m. Data kontur digunakan untuk pembuatan data digital
elevation model (DEM) yang berfungsi untuk menentukan batas DAS, jalan, operasi-operasi hidrologi
dalam analisis spasial. Pembuatan peta menggunakan software ArcGIS 10.2 dengan tool model
builder untuk pemotongan secara cepat dan tool clip/tool dissolve untuk pemotongan secara manual.
Penentuan titik pengamatan berdasarkan peta bentuk lahan dan peta penggunaan lahan, sehingga
didapatkan total 23 titik pengamatan dari tiga bentuk lahan dan tujuh penggunaan lahan.
Analisis data berupa evaluasi lahan dan analisis arahan penggunaan lahan. Analisis evaluasi
lahan dengan metode matching. Karakteristik lahan diperoleh dari bentuk lahan dan komponennya
(satuan lahan) yang terkoreksi. Metode penilaian kesesuaian lahan menggunakan kerangka kerja FAO
1976. Kriteria kesesuaian lahan tanaman mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk
Komoditas Pertanian (Balai Penelitian Tanah, 2003). Arahan penggunaan lahan diperoleh dari metode
matching data kesesuaian lahan, produktivitas lahan dan status kawasan hutan, yang sesuai dengan
potensi sumberdaya lahan (daya dukung lahan) dan komoditas yang akan dikembangkan.

Hasil dan Pembahasan

Kondisi Umum Wilayah


Lokasi penelitian secara geografis terletak pada koordinat 113°26’23.66”-113°36’ 30.60” BT
dan 7°41’44.03”-7°50’41.96” LS. Wilayah Kecamatan Besuk mengalami musim kemarau selama
Juni-Oktober dan musim penghujan selama November-Mei, dan termasuk zona iklim D3 (bulan basah
3-4 bulan berturut-turut dan bulan kering 4-6 bulan). Wilayah Kecamatan Paiton mengalami musim
kemarau pada April-November dan musim penghujan selama Desember-Maret, dan termasuk zona
iklim D4 (3 bulan basah berturut-turut dan bulan kering >6 bulan). Kondisi lahan di Kecamatan
Paiton lebih kering dibandingkan dengan lahan kering di Kecamatan Besuk (Oldemen et al., 1975).
Daerah penelitian didominasi (60.30%) oleh bahan induk vulkan. Bahan vulkan ini berupa
basal (3,653 ha), andesit basal (1,854 ha), dan granodiorit (92 ha). Selain itu, dijumpai bahan aluvium
marin (endapan lumpur) sebesar 437 ha (4.71%), dan bahan aluvium sungai (endapan liat dan pasir)
sebesar 863 ha (9.30%).
Tanah di lokasi penelitian terdiri dari tanah-tanah yang belum berkembang lanjut, yaitu Ordo
Entisols, Ordo Inceptisols, dan Ordo Alfisols, dengan dominasi oleh tanah Oxyaquic Eutrudepts
(Ordo Inceptisols atau Kambisol).
Daerah penelitian sebagian besar (43.52%) mempumyai bentuk wilayah datar dengan lereng 0-
3% (BBSDLP, 2016). Bentuk-bentuk wilayah di daerah penelitian: bentuk wilayah datar dengan
lereng 0-3% seluas 4,041 ha (43.52%), berombak dengan lereng 3-8% seluas 2.023 ha (21.79%),
bergelombang dengan lereng 8-15% seluas 406 ha (4.38%) dan berbukit dengan lereng 15-40% seluas
429 ha (4.62%). Bentuk lahan pada daerah penelitian terdiri atas 10 subgrup bentuk lahan, dengan
dominasi 60,30% grup Vulkanik. Sedangkan grup Aluvial seluas 863 ha (9.30%) dan Marin sebesar
437 ha (4.71%).
Penggunaan lahan daerah penelitian berupa hutan bakau (Hb) seluas 49 ha (0.53%) dan tambak
(Tb) seluas 362 ha (3.80%) tersebar di bagian utara daerah penelitian, sedangkan hutan (Ht) seluas
942 ha (10.14%) tersebar di bagian timur daerah penelitian, dengan dominasi 57.83% penggunaan
lahan sawah.

55
Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan

Lahan yang sesuai (S) untuk pengembangan delapan komoditas pertanian seluas 5,546 ha
(59.73%) dan lahan tidak sesuai (N) seluas 3,738 ha (40.27%). Lahan yang sesuai (S) didominasi oleh
lahan sawah (59.73%).
Padi dibudidayakan di areal lahan seluas 5,369 ha, terdiri dari lahan sangat sesuai (S1) seluas
1,708 ha dan lahan cukup sesuai (S2) seluas 3,661 ha dengan faktor pembatas berupa retensi hara (nr)
dan media perakaran (rc). Budidaya padi dilakukan dua kali tanam dalam setahun, yaitu: musim hujan
(MH) November-Desember dan musim kemarau (MK-1) Maret-April.
Tanaman jagung dibudidayakan pada lahan seluas 5,546 ha, terdiri dari lahan sangat sesuai (S1)
seluas 5.280 ha dan lahan sesuai (S2) seluas 266 ha dengan faktor pembatas berupa retensi hara (nr)
dan ketersediaan oksigen (oa). Budidaya tanaman jagung dilakukan pada MK-2 selama Agustus-
November.
Bawang merah dibudidaykaan pada lahan seluas 5,049 ha, terdiri dari lahan sesuai (S2) seluas
359 ha dengan faktor pembatas berupa retensi hara (nr), dan lahan sesuai marjinal (S3) seluas 4,690
ha dengan faktor pembatas berupa ketersediaan oksigen (oa). Periode budidaya bawang merah adalah
MK-1 atau MK-2 tergantung dari kondisi curah hujan dan kondisi air tanah.
Tanaman tebu dibudidayakan pada lahan seluas 5,545 ha, terdiri dari lahan sesuai (S2) seluas
5.508 ha dengan faktor pembatas berupa retensi hara (nr) dan ketersedian oksigen (oa), untuk lahan
sesuai marjinal (S3) seluas 37 ha dengan faktor pembatas berupa ketersedian oksigen (oa).
Tembakau dibudidayakan pada areal seluas 5,488 ha, terdiri dari lahan sesuai (S2) seluas 4,315
ha dengan faktor pembatas berupa retensi hara (nr) dan ketersedian oksigen (oa), untuk lahan sesuai
marjinal (S3) seluas 1,173 ha dengan faktor pembatas berupa ketersedian oksigen (oa). Tanaman
tembakau dibudidayakan di lahan sawah, terutama di Kecamatan Besuk pada MK-2, setelah tanaman
padi atau palawija, tergantung curah hujan dan ketersediaan air. Rincian hasil evaluasi lahan untuk
setiap jenis tanaman disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rincian kelas kesesuaian lahan per komoditas daerah penelitian

Keterangan: S1 = Sangat sesuai, S2 = Sesuai, S3 = Sesuai marjinal, N = tidak sesuai

Pengaruh Bentuk Lahan Terhadap Penggunaan Lahan


Bentuk lahan digunakan sebagai kerangka kerja dalam menentukan evaluasi lahan karena
bentuk lahan mencakup elemen-elemen sumberdaya lahan, seperti jenis tanah, bahan induk, vegetasi
penutup, tersedianya air tanah, dan air permukaan (Hadisumarno, 1982; Dazzi & Monteleone, 2002;
Ali & Moghanm, 2013; Mokarram & Sathyamoorthy, 2016). Bentuk lahan berkembang melalui
serangkaian proses geomorfologis melalui proses-proses morfogenesis, litologi, morfometri, dan
morfokronologi (Wirthmannn, 2000; Lenaerts et al., 2013).

56
Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan

Berdasarkan proses geomorfologisnya, daerah penelitian terdiri dari tiga grup bentuk lahan
yaitu Aluvial (A), Marin (M), dan Vulkanik (V). Bentuk lahan Aluvial secara genesis terbentuk dari
proses aktivitas sungai secara fluvial berupa jalur aliran sungai dan dataran aluvial (Nanson & Croke,
1992; Abbasnejad, 1997; Farpoor & Irannejad, 2013). Lahan aluvial ini berbentuk datar (lereng 0-3%)
yang tersusun atas bahan aluvium sungai (endapan liat dan pasir) dan penggunaan lahannya
didominasi untuk sawah (94.76%). Penggunalan lahan sawah ini sangat sesuai karena tanahnya kaya
hara dan mempunyai sifat hidromorfik (Alva & Petersen, 1979; Moormann, 1981; Pekeč et al., 2009;
Pekec et al., 2013).
Bentuk lahan Marin secara genesis terbentuk dari proses-proses marin yang bersifat konstruktif
(pengendapan) dan destruksi (abrasi) berupa pesisir lumpur dengan bentuk wilayah datar (lereng 0-
3%) yang tersusun atas bahan aluvium marin (endapan lumpur) dan penggunaan lahannya didominasi
oleh tambak (80.33%). Penggunaan tambak ini ini sangat sesuai mengingat lahan terkena air pasang
surut dan tanahnya mempunyai sifat hidromorfik yang sangat kuat.
Bentuk lahan Vulkanik secara genesis terbentuk akibat adanya aktivitas vulkanik atau gunung
berapi berupa lereng vulkanik bawah dan dataran vulkanik (Thouret, 1999). Bentuk wilayah bervariasi
mulai dari datar (lereng 0-3%) hingga berbukit (lereng 15-40%) yang tersusun atas bahan andesit
basal, basal, dan granodiorit. Bentuk lahan Vulkanik didominasi penggunaan lahan sawah (79.76%),
terutama pada bentuk wilayah datar sampai berombak seluas 4.212 ha (94.34%). Tanah-tanah pada
bentuk lahan Vulkanik dan digunakan untuk sawah ini diklasifikasikan ke dalam Subgrup Oxyaquic
Eutrudepts. Beberapa hasil penelitian mengindikasikan bahwa tanah-tanah Oxyaquic Eutrudepts dapat
dikelola sebagai lahan sawah yang produktif (Sosiawan dan Anisa, 2019). Dengan demikian, bentuk
lahan dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan penggunaan lahan (Fang et al., 2005).
Keterkaitan antara bentuk lahan dengan penggunaan lahan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh bentuk lahan terhadap penggunaan lahaan daerah penelitian

Keterangan: Afq-f = Aluvial, endapan liat dan pasir, datar; Mf-f = marin, endapan lumpur, datar; Vab-h =
vulkanik, andesit basal, berbukit; Vab-r = vulkanik, andesit basal, bergelombang; Vab-u = vulkanik, andesit
basal, berombak; Vab-f = vulkanik, andesit basal, datar; Vb-r = vulkanik, basal, bergelombang; Vb-u = vulkanik,
basal, berombak; Vb-f = vulkanik, basal, datar; Vg-h = vulkanik, granodiorit, berbukit.

Penggunaan Lahan dan Kesesuaian Lahan


Penggunaan lahan aktual pada saat ini menjadi salah satu indikator dalam penilaian kesesuaian
lahan untuk budidaya tanaman pertanian di suatu wilayah. Kesesuaian lahan yang dihasilkan dari
evaluasi lahan ini mempunyai fungsi memberikan informasi tentang kondisi lahan dengan

57
Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan

penggunaannya dan memberikan alternatif yang berkaitan dengan pengelolaan lahan (Sitorus, 1985;
FAO FESLM, 1993). Jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan adalah: padi, jagung, bawang merah,
tembakau, tebu, mangga, kelapa, dan kopi robusta. Tabel 3 menunjukkan bahwa lahan sawah
dimanfaatkan untuk budidaya tanaman padi, jagung, tebu, bawang merah, dan tembakau. Lahan-lahan
sawah ini dikelola untuk budidaya tanaman padi, palawija, tembakau, dan tebu dengan tingkat kendala
yang masih dapat dikelola. Sedangkan lahan tambak dan hutan bakau mempunyai kendala-kendala
lahan yang serius sehingga hanya dapat digunakan untuk budidaya perikanan air payau (spesifik),
seperti: udang dan bandeng.
Lahan tegalan dan semak belukar merupakan lahan kering yang mempunyai kendala-kendala
yang tergolong sedang, masih dapat dikelola untuk budidaya tanaman pertanian yang kebutuhan
airnya relatif sedikit, seperti: jagung, tebu, tembakau, mangga dan kelapa. Pengelolaan lahan oleh
petani senantiasa harus mempertimbangkan kendala-kendala lahan tersebut. Lahan-lahan hutan hanya
sesuai untuk pengembangan kopi robusta dan lahan hutan bakau tidak dapat dimanfaatkan untuk
budidaya tanaman pertanian (Tabel 3). Evaluasi lahan juga dilakukan untuk menganalisis keterkaitan
antara kondisi kualitas lahan dan penggunaannya, serta memberikan alternatif penggunaan lahan yang
dapat diharapkan berhasil dan berkelanjutan (Sitorus, 1985; Beek et al., 1997; Liao et al., 2002; Feher
& Wander, 2012).

Tabel 3. Lahan sesuai pada berbagai penggunaan lahan daerah penelitian

Kesesuaian Lahan dan Produktivitas Lahan


Produktivitas lahan merupakan kemampuan lahan untuk memproduksi suatu jenis tanaman.
Tanaman padi pada lahan-lahan S1 memiliki produktivitas 6 ton/ha/musim tanam (seluas 20% areal)
dan >7 ton /ha/musim tanam, (seluas 80% areal). Hal ini menunjukkan bahwa lahan dengan tingkat
kesesuaian S1 tidak mempunyai faktor pembatas yang serius untuk budidaya tanaman padi (FAO,
1976). Sedangkan lahan-lahan S2 (Sesuai) memiliki produktivitas padi 5 ton/ha, dan 6 ton/ha/musim
tanam. Hal ini menunjukkan adanya faktor pembatas berupa retensi hara (nr) dan media perakaran
(rc). Untuk meminimumkan efek faktor pembatas tersebut dalam budidaya tanaman padi dilakukan
upaya-upaya yang tepat, seperti: penentuan pola tanam dan pemupukan yang sesuai. Hasil-hasil
penelitian membuktikan bahwa pola tanam dan teknologi budidaya tanaman mempengaruhi
produktivitas lahan dalam setahun dan menjadi faktor penting untuk pengembangan pertanian
berkelanjutan (Ahirwar and Khan, 2019). Tanaman jagung pada lahan yang sangat sesuai (S1)
memiliki produktivitas tinggi, sedangkan kesesuaian lahan-lahan sesuai (S2) memiliki produktivitas
”sedang”, faktor pembatasnya adalah retensi hara (nr) dan ketersediaan oksigen (oa).
Tanaman bawang merah pada lahan-lahan yang sesuai (S2) memiliki nilai produktivitas >9
ton/ha per musim tanam, dengan faktor pembatas retensi hara (nr). Sedangkan pada lahan-lahan
marjinal-sesuai (S3) mempunyai nilai produktivitas <9 ton/ha, dengan faktor pembatasnya adalah
drainage atau ketersediaan oksigen (oa) di zone perakarannya. Hasil-hasil penelitian membuktikan
58
Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan

bahwa ketersediaan hara dalam tanah dan drainase tanah sangat menentukan hasil umbi bawang
merah, sehingga diperlukan perlakuan pemupukan dan pengolahan tanah secara tepat (Alliaume et al.,
2017).
Tanaman tembakau pada lahan-lahan-lahan S2 dan S3 mempunyai produktivitas rata-rata < 4.5
ton/ha. Hal ini terjadi karena lahan-lahan S2 mempunyai faktor pembatas berupa rendahnya retensi
hara (nr) sedangkan pada lahan-lahan S3 faktor pembatasnya adalah drainage yang terhambat atau
rendahnya ketersediaan oksigen (oa) di zone perakaran. Efek faktor-faktor pembatas tersebut diduga
karena petani belum sepenuhnya menerapkan teknologi budidaya tembakau yang direkomendasikan,
mulai dari pengolahan tanah, pemilihan benih, penentuan pola tanam dan pemupukan. Hasil-hasil
penelitian menunjukkan perlunya perlakuan pemupukan dan pengolahan tanah yang tepat untuk
meningkatkan hasil tembakau (Turšić et al., 2004; Olivet, et al., 2014; Zou et al., 2017; Reichert et al.,
2019).
Jenis tanaman yang sesuai dan pola pergiliran tanaman yang tepat dalam setahun, dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya yang ada, intensitas penggunaan lahan meningkat,
penggunaan waktu lebih efisien serta meningkatkan produktivitas lahan (Witt et al., 2000; Karlen et al.,
2006; Davis et al., 2012; Zohry, & Ouda, 2018; Zhao et al., 2020). Sebaran peta produktivitas lahan
disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Produktivitas Lahan Daerah Penelitian

Arahan Penggunaan Lahan


Arahan penggunaan lahan merupakan rencana penggunaan lahan pertanian di suatu daerah yang
mencakup jenis tanaman dan pola-tanamnya berdasarkan tingkat kesesuaian lahan dan
mempertimbangkan status kawasan. Arahan penggunaan lahan disusun berdasarkan indikator-
indikator: bentuk lahan, penggunaan lahan, kelas kesesuaian lahan, nilai produktivitas dan status
kawasan dengan menggunakan metode matching atau pencocokan semua indikator. Menurut Ritung et
al. (2007), dalam penyusunan arahan penggunaan lahan, lahan-lahan yang sudah digunakan dan
bersifat permanen, seperti sawah tetap dipertahankan selama termasuk kelas kesesuaian lahan yang
sangat sesuai (S1) dan sesuai (S2) serta tidak membahayakan bagi lingkungan sekitar. Sedangkan
lahan yang belum digunakan secara intensif, seperti semak belukar dapat diarahkan sebagai areal
ekstensifikasi untuk jenis-jenis tanaman yang sesuai dengan memperhatikan status kawasan (Ritung

59
Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan

dan Hidayat, 2003). (Tabel 4.). Bentuk lahan di daerah penelitian dikelompokkan menjadi 13 arahan
penggunaan lahan.

Tabel 4. Arahan penggunaan lahan di daerah penelitian

Budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan banyak dijumpai pada lahan sawah.
Lahan sawah termasuk kawasan terbangun, sehingga diarahkan untuk pengembangan jenis tanaman
yang mempunyai nilai strategis dan unggul sesuai daya dukung lahannya. Arahan penggunaan lahan
untuk jenis tanaman padi, jagung, bawang merah, dan tembakau diarahkan pada penggunaan lahan
sawah. Budidaya tanaman padi dilakukan pada MH, yaitu bulan November-Desember dan MK-1
bulan Maret-April. Budidaya tanaman jagung dan bawang merah dilakukan pada MK-1 atau MK-2,
yaitu bulan April atau Agustus tergantung dari kondisi curah hujan dan kondisi air. Budidaya
tanaman tembakau dilakukan pada MK-2, setelah tanaman padi atau palawija, tergantung curah
hujan dan air pada saat itu, hal ini karena tembakau sangat rentan terhadap curah hujan (Rajavel et
al., 2012; Joy et al., 2014; Guang et al., 2019). Lahan-lahan tegalan dan semak belukar yang
merupakan lahan kering dengan bentuk wilayah datar-berombak (lereng >8%) diarahkan untuk
budidaya jenis-jenis tanaman jagung, mangga, tebu, dan kelapa.
Pengembangan perikanan air payau (tambak) diarahkan pada bentuk lahan Marin, dimana
kondisi saat ini berupa tambak bandeng dan udang. Arahan penggunaan lahan untuk kawasan
konservasi ditetapkan untuk lahan-lahan yang selalu tergenang dan terkena air pasang laut pada
bentuk lahan Marin. Pada saat ini penggunaan lahannya berupa hutan bakau. Hutan bakau yang ada
seluas 49 ha (0.53%) harus dilestarikan tidak boleh dibuka untuk pengembangan pertanian agar
kelestarian ekosistemnya dapat terjaga (Suprakto et al., 2014). Penyebaran arahan komoditas
pertanian disajikan pada Gambar 2.

60
Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan

Gambar 2. Peta arahan komoditas pertanian daerah penelitian


Kesimpulan
Bentuk lahan mempunyai keterkaitan dengan penggunaan lahan. Bentuk-bentuk lahan Aluvial
dan Vulkanik didominasi (79.76-94.76%) oleh penggunaan lahan sawah. Bentuk lahan Marin
didominasi (80,33%) oleh penggunaan lahan tambak. Produktivitas lahan yang tinggi terdapat pada
bentuk lahan Aluvial dan Vulkanik dengan kelas kesesuaian lahan S1 dan S2. Bentuk lahan Aluvial
dan Vulkanik digunakan sebagai pengembangan tanaman padi, jagung, bawang merah, dan tembakau.
Bentuk lahan Marin untuk pengembangan tambak. Budidaya padi dilakukan pada MH, budidaya
jagung dan bawang merah dilakukan pada MK-1 atau MK-2, sedangkan budidaya tembakau dilakukan
pada MK-2.

Daftar Pustaka
Abbasnejad,A. (1997) Geotectonic investigation of alluvial fans in Kerman area. Scientific Quart. J. Geosci., 25–
26, 38–47.
Abdel-Rahman, M. A., Natarajan, A., & Hegde, R. (2016). Assessment of land suitability and capability by
integrating remote sensing and GIS for agriculture in Chamarajanagar district, Karnataka, India. The
Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Science, 19(1), 125-141.
Ahirwar, L. & Khan, M.A. (2019). Assessment of System Productivity of Rice-Maize Cropping System Under
Irrigated Ecosystem. Jornal of Pharmacognosy and Phytochemistry, 8(2), 2003-2006.
Ali, R.R. & Moghanm, F. S. (2013). Variation of soil properties over the landforms around Idku lake, Egypt, The
Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Sciences, 16, 91–101.
Alliaume, F., Rossing, W.A.H., Tittonell, P., & Dogliotti, S. (2017). Modelling Soil Tillage and Mulching
Effects on Soil Water Dynamics in Raised-Bed Vegetable Rotations. Journal of Agronomy European, 82,
268-281.
Alva, A., & Petersen, L. (1979). Soil physical properties in relation to rice yield and water consumption under flooded
and unflooded conditions. Plant and Soil, 52(3), 353-363.
Beek, K. J., de Bie, C.A.J.M., & Driessen, P. M. (1997). Land evaluation for sustainable land management.
In XXVI Brazilian soil science congress, Rio de Janeiro, Brazil, 23-26 July 1997, 20 p.
Benyu, Z., Wenxiu, Z., and Changlan, G. (2007). Study on Intensive Utilization of Cultivated Land Resources
and Its Evaluation in New Situation. Journal of Anhui Agricultural Sciences, 35(19), 5842.
BPS. (2019). Kabupaten Probolinggo Dalam Angka 2019. Badan Pusat Statistik Kabupaten Probolinggo
(Statistics Probolinggo Regency). Jl. Raya Lumajang Km.5 Sumbertaman Probolinggo, Telp/Fax. (0335)
422117, Mailbox : bps3513@bps.go.id

61
Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan

Cintina, V., & Pukite, V. (2018). Analysis of Influencing Factors of Use of Agricultural Land. Research for
Rural Development,1, 181-182.
Davis, A. S., Hill, J. D., Chase, C. A., Johanns, A. M., & Liebman, M. (2012). Increasing cropping system
diversity balances productivity, profitability and environmental health. PloS one, 7(10), e47149.
Dazzi,C., & Monteleone,S. (2002). Soils and soil landform relationships along an elevational transect in a
gypsiferous hilly area in central Sicily, Italy. In : Zdruli P. (ed.), Steduto,P. (ed.), Kapur,S. (ed.). 7.
International meeting on Soils with Mediterranean Type of Climate (selected papers). Bari : CIHEAM,
2002. p. 73-86.
El Baroudy, A. A. (2016). Mapping and evaluating land suitability using a GIS-based model. Catena, 140, 96-
104.
Fang, H., Liu, G., and Kearney, M. (2005). Georelational Analysis of Soil Type, Soil Salt Content, Landform,
and Land Use in the Yellow River Delta, China. Environmental Management, 35(1), 72-83.
FAO FESLM. (1993). An International for Evaluation Sustainable Land Management. World Soil Resources
Reports, 73. Rome.
FAO. (1976). A Framework for Land Evaluation. FAO Soil Bulletin 32, Soil Resources Management and
Conservation Service Land and Water Development Division. Rome Italy: FAO.
Farpoor, M.H., & Irannejad, M. (2013). Soil genesis and clay mineralogy on Aliabbas River Alluvial Fan,
Kerman Province. Arab J. Geosci, 6, 921–928.
Feher, A. & Wander, M. (2012). Assessment of Sustainable Land Use. In book: Ecosystem health and
sustainable agriculture 3. Rural development and land use. pp.243-255, 316-317. Publisher: SLU - CSD
Uppsla - Uppsala Universitet, Uppsala (Sweden)
Guang,J., Shao,X., Miao,Q., Yang,X., Gao,C., Ding,F. & Yuan,Y. (2019). Effects of Irrigation Amount and
Irrigation Frequency on Flue-Cured Tobacco Evapotranspiration and Water Use Efficiency Based on
Three-Year Field Drip-Irrigated Experiments. Agronomy, 9, 624, 14p.
Hadisumarno, S. (1982). Geografi Fisik dan Manfaatnya Bagi Beberapa Aspek Pembangunan di Indonesia
(Physical Geography and Its Use For Several Development Aspects in Indonesia). Yogyakarta: Fakultas
Geografi, UGM.
Halder, J. C. (2013). Land suitability assessment for crop cultivation by using remote sensing and GIS. Journal
of geography and Geology, 5(3), 65.
Heady, E.O. & Dillon, J.L. (1961). Agricultural production functions. Ames, Iowa : Iowa State University
Press
Joy,J.S., Islam,M.N., Hasan,M.Z. & Islam,M.A. (2014). Selection of effective irrigation practice for optimum
yield of tobacco. J. Bangladesh Agril. Univ., 12(1), 171–176.
Kaiser,E.J., Chapin, F.S., & Godschalk, D.R. (1995). Urban land use planning. Urbana : University of Illinois
Press
Karlen,D.L., Hurley, E. G., Andrews, S. S., Cambardella, C. A., Meek, D. W., Duffy, M. D., & Mallarino, A. P.
(2006). Crop rotation effects on soil quality at three northern corn/soybean belt locations. Agronomy
journal, 98(3), 484-495.
Kuria, D., Ngari, D., & Waithaka, E. (2011). Using geographic information systems (GIS) to determine land
suitability for rice crop growing in the Tana delta. Journal of geography and regional planning, 4(9),
525-532.
Lenaerts, T., Nyssen, J., Spalevic, V. & Frankl, A. (2013). Regional geomorphological mapping of Montenegro:
landform genesis and present processes. Conference: IV International Symposium “Agrosym 2013“ At:
Jahorina, Sarajevo, Bosnia and Herzegovina. p.974-981.
Liao,Cm., Li, L., Yan, Zq. & Peng,D. (2002). Sustainable use of land resource and its evaluation in county
area. Chin. Geograph.Sci., 12, 61–67.
Mesgaran, M. B., Madani, K., Hashemi, H., & Azadi, P. (2017). Iran’s land suitability for agriculture. Scientific
reports, 7(1), 1-12.
Mokarram,M. & Sathyamoorthy,D. (2016). Investigation of the relationship between landform classes and
electrical conductivity (EC) of water and soil using a fuzzy model in a GIS environment. Solid Earth, 7,
873–880.
Moormann,F.R. (1981) The Classification of “Paddy Soils” as Related to Soil Taxonomy. In: Proceedings
of Symposium on Paddy Soils. Springer, Berlin, Heidelberg. https://doi.org/10.1007/978-3-642-
68141-7_10
Nanson, G. C. & Croke, J. C. (1992). A genetic classification of floodplains. Geomorphology, 4 (6), 459-486.
Olivet, Y. E., Renedo, V. M. S. G., & Martos, J. L. H. (2014). Reduced tillage for tobacco (Nicotiana tabacum
L.) production in East Cuba. Soil physical properties and crop yield. Spanish journal of agricultural
research, (3), 611-622.
62
Bentuk lahan menentukan kesesuaian lahan dan produktivitas lahan

Pekeč,S., Ivanišević,P., Orlović,S., Belić,M., Nešić,L.J. & Knežević,M. (2009). Physical characteristic of
hydromorphic soils in a protected part of alluvial plains of central Danube basin. Soil and Plant, 58( 3),
197-204.
Pekec,S.M., Vrbek,B., Orlovic,S. & Ballian,D. (2013). Water dynamics and physical characteristics of
hydromorphic soils in Southern Backa. Periodicum Biologorum, 15(3), 349-354.
Pender, J., & Gebremedhin, B. (2008). Determinants of agricultural and land management practices and impacts
on crop production and household income in the highlands of Tigray, Ethiopia. Journal of African
Economies, 17(3), 395-450.
Quaye, A. K., Hall, C. A., & Luzadis, V. A. (2010). Agricultural land use efficiency and food crop production in
Ghana.Environment, development and sustainability, 12(6), 967-983.
Rajavel, M. & Samui, R.P. & Kanade, K.G.. (2012). Assessment of water requirement of tobacco at Rajamundry
(Andhra Pradesh). Mausam., 63, 231-238.
Reichert, J.M., Pellegrini, A., & Rodrigues, M.F. (2019). Tobacco Growth, Yield and Quality Affected by Soil
Constraints on Steeplands. Industrial Crops and Products, 128, 512-526.
Ritung, S. & Hidayat, A. (2003). Potensi dan Ketersediaan Lahan Untuk Pengembangan Pertanian di Provinsi
Sumatera Barat. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, 263-282 hal.
Ritung, S., Wahyunto, Agus,F., & Hidayat, H. (2007). Panduan Evaluasi Kesesuaian Lahan Dengan Contoh Peta
Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh Barat. Bogor: Balai Penelitian Tanah dan World
Agroforestry Centre (ICRAF).
Santiphop, T., Shrestha, R. P., & Hazarika, M. K. (2012). An analysis of factors affecting agricultural land use
patterns and livelihood strategies of farm households in Kanchanaburi Province, Thailand. Journal of
Land Use Science, 7(3), 331-348.
Sitorus, S.R.P. (1985). Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: Tarsito. 185 hal.
Sosiawan, H. & Annisa, W. (2019). Yield Response and Water Productivity for Rice Growth With Several
Irrigations Treatment in West Java. Sriwijaya. Journal of Environment, 4(2), 109-116.
Sunarto, Marfai,M.A., & Setiawan,M.A. (2014). Geomorfologi dan Dinamika Pesisir Jepara. Yogyakarta: UGM
Press. ISBN: 979-420-867-1. 228 hal.
Suprakto, B., Soemarno, M., & Arfiati, D. (2014). Development of mangrove conservation area based on land
suitability and environmental carrying capacity (Case study from Probolinggo Coastal Area, East Java,
Indonesia). International Journal of Ecosystem, 4(3), 107-118.
Teka, K., & Haftu, M. (2012). Land suitability characterization for crop and fruit production in Midlands of
Tigray, Ethiopia. Momona Ethiopian Journal of Science, 4(1), 64-76.
Thouret,J.C. (1999). Volcanic geomorphology. An overview. Earth-Science Reviews, 47, 95–131.
Turšić, I., Čavlek, M., Ćosić, T., Tratnik, M., Šoštarić, J., Petošić, D., & Kovačević, I. (2004). Effects of soil
tillage on the yield and quality of tobacco in Croatia. Acta Agronomica Hungarica, 52(3), 221-226.
Wirthmannn, A. (2000). The Determining Factors of Landform Development. In: Geomorphology of the
Tropics. Springer, Berlin, Heidelberg. https://doi.org/10.1007/978-3-662-11834-4_3
Witt, C., Cassman, K. G., Olk, D. C., Biker, U., Liboon, S. P., Samson, M. I., & Ottow, J. C. G. (2000). Crop
rotation and residue management effects on carbon sequestration, nitrogen cycling and productivity of
irrigated rice systems. Plant and Soil, 225(1-2), 263-278.
Zhao, J., Yang, Y., Zhang, K., Jeong, J., Zeng, Z., & Zang, H. (2020). Does crop rotation yield more in China? A
meta-analysis. Field Crops Research, 245, 107659.
Zohry,A., & Ouda, S. (2018). Crop Rotation Increases Land Productivity. In Crop Rotation. An Approach to
Secure Future Food. Ed. by S.Ouda, A.El-Hafeez Zohry, & T.Noreldin. pp. 39-54. Springer Nature
Switzerland AG.
Zou, C., Pearce, R. C., Grove, J. H., & Coyne, M. S. (2017). No-tillage culture and nitrogen fertilizer
management for burley tobacco production. The Journal of Agricultural Science, 155(4), 599-612.

63

Anda mungkin juga menyukai