PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Survei tanah adalah metode atau cara mengumpulkan data dengan
turun langsung ke lapangan. Data yang diperoleh berupa data fisik, kimia,
biologi, lingkungan, dan iklim. Kegiatan survei terdiri dari kegiatan di
lapangan, analisis di laboratorium, mengklasifikasikan tanah kedalam sistem
taksonomi atau sistem klasifikasi tanah, melakukan pemetaan tanah atau
interpretasi atau penafsiran dari survei tanah dan ahli teknologi pertanian.
Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi iklim, relief, tanah,
hidrologi, dan vegetasi. Faktor-faktor ini hingga batas tertentu mempengaruhi
potensi dan kemampuan lahan untuk mendukung suatu tipe penggunaan
tertentu. Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam
proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan
merupakan proses penilaian lahan untuk tujuan tertentu, yang meliputi
pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi,
iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat
perbandingan berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan.
Berdasarkan tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi
kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan. Evaluasi kesesuaian lahan
merupakan proses pendugaan potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu
dan dilakukan dengan cara tertentu yang akan mendasari dalam pengambilan
keputusan (Rayes, 2007). Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi
dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai
harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Guna mendukung
pengembangan komoditas pertanian di Kecamatan Jatipurno maka diperlukan
evaluasi kesesuaian lahan untuk tahap perencanaan, budidaya pada areal
pertanian nantinya. Menurut Boix dan Zinck (2008) penentuan kesesuaian
lahan sangat diperlukan untuk mengetahui jalar persyaratan tumbuh tanaman
dalam perencanaan dan pengembangan komoditas pertanian.
Survei tanah adalah metode atau cara mengumpulkan data dengan
1
2
turun langsung ke lapangan. Data yang diperoleh berupa data fisik, kimia,
biologi, lingkungan, dan iklim. Kegiatan survei terdiri dari kegiatan di
lapangan, analisis di laboratorium, mengklasifikasikan tanah ke dalam sistem
taksonomi atau sistem klasifikasi tanah, melakukan pemetaan tanah atau
interpretasi atau penafsiran dari survei tanah dan ahli teknologi pertanian.
1. Tujuan Praktikum
Tujuan diadakannya praktikum survei tanah dan evaluasi lahan
yaitu:
a. Menentukan Satuan Peta Tanah (SPT) di Kecamatan Gondangrejo,
Kabupaten Karanganyar.
b. Menentukan jenis tanah di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar.
c. Mengetahui kemampuan lahan di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar.
d. Mengetahui kelas kesesuaian lahan bagi tanaman sorgum, gandum, ubi
kayu, ubi jalar, dan talas di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar.
2. Manfaat Praktikum
Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah dapat melakukan
Evaluasi Lahan dan menentukan jenis tanah di Kecamatan Gondangrejo,
Kabupaten Karanganyar supaya dapat mengetahui kesesuaian lahan
terhadap tanaman sorgum, gandum, ubi kayu, ubi jalar, dan talas di
Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Survei
Survei merupakan pengamatan atau penyelidikan kritis dari persoalan
tertentu di suatu daerah/lokasi. Survei bertujuan untuk mendapatkan
keterangan valid dan untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan.
Survei dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada
responden individu/kelompok (Sudaryo et al., 2019)
Perlu dilakukan serangkaian kegiatan yang disebut survei tanah untuk
menyajikan kelas kesesuaian lahan dalam suatu peta. Survei tanah adalah
pengamatan yang dilakukan sistematis, disertai dengan mendeskripsikan,
mengklasifikasikan dan memetakan tanah di suatu daerah tertentu. Hasil dari
survei tanah adalah peta tanah beserta legenda peta dan laporan. Peta tanah
menyajikan informasi tentang jenis (klasifikasi tanah), lokasi (sebaran) dan
luasan masing-masing yang terdapat pada masing-masing satuan peta. Perlu
data yang terbaru dan data dapat diolah dengan efisien dari segi waktu. Sistem
informasi geografis memiliki keunggulan dalam bidang analisis dalam
pengolahan data secara efisien serta dapat melakukan analisis kesesuaian
lahan pada penggunaan lahan tertentu (Naibaho et al., 2019).
Survei tanah adalah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu
daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot jenis
dan ketersediaan hara tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat
tanah. Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu
pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan
memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan. Metode yang
digunakan dalam adalah metode Survey Grid Bebas tingkat survei semi detail
(kerapatan pengamatan 1 sampel tiap 12,25 hektar). Pengambilan sampel
tanah di lapangan menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm. Sampel
tanah diambil dari beberapa titik secara zig zag lalu dikompositkan kemudian
dijadikan satu sampel. Dari tiap pengambilan contoh tanah tersebut, maka
dicatat hasil pembacaan koordinat pada GPS (Lombu et al., 2017).
3
4
bahan baku tepung terigu. Tepung terigu dapat diproses lebih lanjut
menjadi roti, kue, spaghetti, macaroni, dan lain-lain (Nurmala, 1998).
Gandum merupakan tanaman pangan dengan produksi terbesar kedua di
dunia setelah jagung dan lebih besar produksinya daripada padi. Produksi
dunia gandum tahun 2009 mencapai 682,4 juta ton
(Wicaksono et al., 2016).
Tanaman gandum umumnya ditanam di wilayah dataran tinggi
dengan ketinggian antara 900-2000 mdpl, akan tetapi lahan yang tersedia
sangat terbatas. Disisi lain, dengan kondisi agroklimat yang cukup ekstrim
seperti kelembaban yang cukup tinggi, rendahnya intensitas, pendeknya
lama penyinaran matahari serta suhu yang relatif lebih dingin
menyebabkan pertumbuhan atau masa panen gandum menjadi lebih
panjang. Kendala dalam budidaya gandum salah satunya yaitu cekaman
lingkungan di dataran rendah khususnya cekaman suhu
(Sukresna dan Nur, 2018).
Salah satu faktor tumbuh tanaman yang perlu diperhatikan dalam
budidaya tanaman gandum adalah ketersediaan unsur hara tanah. Apabila
ketersediaan unsur hara di dalam tanah tidak mencukupi kebutuhan
tanaman maka tanaman tidak dapat berproduksi optimal. Untuk itu, para
petani biasanya melakukan pemupukan dengan pupuk anorganik atau
pupuk buatan karena dengan pupuk tersebut tanam[1]an dapat segera
memanfaatkannya. Namun jika penggunaan pupuk anorganik ini
berlangsung terus dengan jumlah yang terus meningkat maka dapat
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hara dalam tanah, dan
rusaknya struktur tanah, sehingga dapat menurunkan produktivitas tanah
pertanian (Patola dan Hadi, 2015).
Di Indonesia gandum dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian >
800 m di atas permukaan laut dengan suhu 10-28oC, namun masih bisa
dibudidayakan pada ketinggian ± 400 m di atas permukaan laut meskipun
produktivitas yang diperoleh lebih rendah (Nur et al., 2012). Varietas
gandum yang telah dikembangkan di Indonesia termasuk varietas Nias,
9
4. Ubi Jalar
Ubi jalar merupakan salah satu dari tiga komoditas tanaman
pangan unggulan daerah Sumatera Barat yang akan dikembangkan melalui
program pengembangan kawasan tanaman pangan. Potensi ubi jalar dapat
dilihat dari segi konsumsi, gizi, maupun kesehatan. Indonesia menempati
urutan ke-4 dari segi luas areal dan produksi ubi jalar di dunia setelah
Tiongkok, Vietnam, dan Uganda. Walaupun sampai tahun 2007 Sumatera
Barat belum tercatat dalam 10 provinsi penghasil ubi jalar utama di
Indonesia, namun luas panen ubi jalar di daerah ini mencapai 4.393 hektar
tiap tahun (Sumilah et al., 2019).
Warna kulit umbi pada ubi jalar bervariasi mulai dari krem hingga
ungu tua, begitu juga dengan warna daging umbi bervariasi mulai dari
putih, krem, kuning, orange dan ungu. Perbedaan Perbedaan warna umbi
ubi jalar mengindikasikan perbedaan komponen kandungannya. Umbi
ubi jalar yang berwarna kuning/orange mengandung senyawa betakaroten,
sedangkan umbi yang berwarna ungu mengandung senyawa antosianin.
Kadar antosianin ubi jalar bervariasi pada masing-masing varietas dan
dipengaruhi oleh musim serta lingkungan tempat tumbuh seperti cahaya,
suhu, sumber nitrogen, serangan patogen, dan beberapa zat pengatur
tumbuh (Purbasari dan Sumadji, 2018).
Ubi jalar merupakan tanaman pangan yang potensial untuk
dikembangkan karena mempunyai tingkat keragaman genetik yang tinggi.
Ubi jalar dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Salah
satu faktor utama yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman ubi jalar
adalah temperatur, kelembaban udara, curah hujan, penyinaran matahari ,
keadaan angin, keadaan tanah, letak geografi tanah, topografi tanah dan
sifat tanah (Utari et al., 2017).
Tanaman ubi jalar dapat tumbuh pada daerah dengan kisaran suhu
antara 10 sampai dengan 40 C. suhu optimal untuk pertumbuhan ubi jalar
adalah 21 sampai dengan 27 C. Ubi jalar dapat tumbuh dengan subur pada
kondisi lingkungan yang panas dan lembab. Dibutuhkan paling sedikit
12
empat bulan musim panas untuk mendukung pertumbuhan ubi jalar. Selain
itu ubi jalar membutuhkan cahaya matahari penuh dengan durasi
penyinaran 11-12 jam per hari. Untuk pertumbuhan vegetatif
membutuhkan 750-1500 mm air hujan (Sembiring, 2021).
Pertumbuhan ubi jalar memerlukan udara panas dan lembab
dengan kandungan air yang cukup. Oleh karena itu biasanya ubi jalar
cocok ditanam di daerah tepi pantai. Meskipun tanaman ubi jalar
membutuhkan air namun tanaman ini sangat tidak cocok dengan daerah
yang banyak air untuk produksinya. Suhu yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan sekitar 24 C sampai 27 C. Selain itu tanaman ini mampu
tumbuh sepanjang tahun dengan syarat berada di lahan yang terbuka dan
tidak tergenang air (Suparman, 2007).
5. Talas
Talas (Colocasia Esculenta L. Scott) adalah tumbuhan umbi-
umbian yang diduga telah ditanam jauh sebelum adanya padi, tersebar luas
di wilayah Asia, Afrika, dan Oseania. Umbi tanaman ini menjadi bahan
makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia dan Kepulauan Oseania.
Nama-nama daerah bersesuaian dan mirip dengan pengucapan talas dan
keladi. Dalam Bahasa Inggris lebih dikenal dengan sebutan Taro. Hampir
seluruh bagian tanaman talas telah diambil manfaatnya. Umbinya selain
digunakan sebagai makanan pokok dengan beragam teknik olahan, tangkai
dan daun mudanya dimasak sebagai sayur, atau dijadikan campuran
makanan ternak. Pemanfaatan umbi talas perlu kehati-hatian karena ada
beberapa jenis yang mengandung bahan penyebab gatal dan gangguan
pencernaan. Jenis talas yang berdaun lebar biasanya dimanfaatkan sebagai
payung darurat atau bungkus makanan dan ikan basah. Talas juga
memiliki manfaat di bidang kesehatan dan pemeliharaan lingkungan.
Masyarakat banyak memanfaatkan tanaman talas sebagai obat untuk
radang kulit bernanah, bisul, berak darah, tersiram air panas, gatal-gatal,
diare, pembalut luka baru dan sebagai alternatif obat luka
(Rubiono et al., 2020).
13
15
16
titik tersebut. Hasil akhir dari tahap ini berupa jumlah titik survei beserta
titik koordinat, screenshot lokasi survey, disertai deskripsi masing- masing
site sampling.
3. Tahap 3 : Pembuatan Satuan Peta Tanah
Co-assistant memberikan data pengamatan morfologi tanah (hasil
penelitian sebelumnya) sehingga praktikan dapat mengklasifikasikan jenis
tanah di lokasi survei dan juga memberi peta jenis tanah lokasi survei. Peta
jenis tanah dan Peta SPL (Satuan Peta Lahan) di tahap 1 kemudian
diintersect untuk menjadi Peta SPT (Satuan Peta Tanah). Peta SPT
digunakan sebagai acuan penentuan titik lokasi pembuatan pedon pewakil.
Hasil akhir tahap ini adalah Peta SPT (Satuan Peta Tanah) dan titik lokasi
pedon pewakil untuk kemudian ditambahkan deskripsi tentang
pertimbangan memilih titik lokasi tersebut.
4. Tahap 4 : Evaluasi Kemampuan dan Kesesuaian Lahan
Co-assistant memberikan data primer berupa hasil analisis
laboratorium kepada praktikan untuk kemudian dilakukan pengkelasan
kemampuan dan kesesuaian lahan jenis komoditas tertentu (pembagian
komoditas setiap praktikan ada di lampiran). Hasil akhir tahap ini berupa
hasil matching antara hasil analisis laboratorium dan tabel kriteria
kemampuan dan kesesuaian lahan untuk komoditas tertentu
5. Tahap 5 : Pembuatan Laporan
Pembuatan laporan akhir disesuaikan sesuai format yang diberikan
Co-assistant (lampiran).
6. Tahap 6 : Responsi Praktikum
Responsi akan dilaksanakan via daring menggunakan aplikasi yang
telah ditentukan.
17
Lereng permukaan A(l0) B(l1) C(l2) D(l3) A(l0 E(l4) F(l5) G(l6)
)
Kepekaan erosi KE1,KE2 KE3 KE4,KE5 KE6 (*) (*) (*) (*)
Tingkat erosi e0 e1 e2 e3 (**) e4 e5 (*)
Kedalaman tanah k0 k1 k2 k3 (*) (*) (*) (*)
Tekstur lap. Atas t1,t2,t3 t1,t2,t3 t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 (*) t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 t5
Tekstur lap.bawah Sda sda sda sda (*) sda sda sda
Permeabilitas P2,P3 P2,P3 P2,P3 P2,P3 P1 (*) (*) P5
Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) d0
Kerikil/batuan b0 b0 b1 b2 b3 (*) (*) b4
Ancaman banjir O0 O1 O2 O3 O4 (**) (**) (*)
(***)
Garam/salinitas g0 g1 g2 g3 (**) g3 (*) (*)
Keterangan :
(*) = dapat mempunyai sembarang sifat
(**) = tidak berlaku
(***)
= umumnya terdapat di daerah beriklim kering
Kriteria faktor penghambat/pembatas klasifikasi kemampuan lahan :
a. Kecuraman lereng
A (l0) = 0 sampai 3% (datar)
B (l1) = 3 sampai 8% (landai atau berombak)
C (l2) = 8 sampai 15% (agak miring atau bergelombang) D (l3) = 15
sampai 30% ( miring atau berbukit)
E (l4) = 30 sampai 45% (agak curam)
F (l5) = 45 sampai 65% (curam)
G (l6) = lebih dari 65% (sangat curam)
b. Kepekaan erosi tanah (nilai K) (perhitungan pada Lampiran 2)
18
f. Permeabilitas
P1 = lambat (kurang 0,5 cm/jam)
P2 = agak lambat (0,5 – 2,0 cm/jam)
P3 = sedang (2,0 – 6,25 cm/jam)
P4 = agak cepat (6,25 – 12,5 cm/jam)
P5 = cepat (lebih dari 12,5 cm/jam)
g. Drainase
d0 = berlebihan (excessively drained), air lebih segera keluar dari
tanah dan sangat sedikit air yang tahan oleh tanah sehingga
tanaman akan segera mengalami kekurangan air.
d1 = baik : tanah mempunyai peredaran udara yang baik. Seluruh
profil tanah dari atas sampai ke bawah (150cm) berwarna
terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak berwarna
terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning,
coklat atau kelabu.
d2 = agak baik : tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah
perakaran . Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning,
coklat atau kelabu pada lapisan atas bagian atas lapisan bawah
sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah).
d3 = agak buruk : lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara
baik; tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu atau
coklat. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bagian
bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah).
d4 = buruk : bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat
warna atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat dan
kekuning.
d5 = sangat buruk : seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna
kelabu dan tanah lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat
bercak-bercak berwarna kebiruan, atau terdapat air yang
menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama
sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.
20
Faktor-Faktor Khusus :
a. Kerikil
b0 = tidak ada atau sedikit : 0 sampai 15% volume tanah.
b1 = sedang : 15 sampai 50% volume tanah; pengolahan tanah
mulai agak sulit pertumbuhan tanaman agak terganggu.
b2 = banyak : 50% sampai 90% volume tanah.
b3 = sangat banyak : lebih dari 90% volume tanah.
b. Batuan Kecil
b0 = tidak ada atau sedikit : 0 sampai 15% volume tanah.
b1 = sedang : 15% sampai 50% volume tanah; pengolahan tanah
mulai agak sulit dan pertumbuhan tanaman agak terganggu.
b2 = banyak : 50 sampai 90% volume tanah; pengolahan tanah
sangat sulit dan pertumbuhan tanaman terganggu.
b3 = sangat banyak : lebih dari 90% volume tanah; pengolahan
tanah tidak mungkin dilakukan dan pertumbuhan tanaman
terganggu.
c. Batuan lepas
b0 = tidak ada : kurang dari 0,01% luas areal.
b1 = sedikit : 0,01% sampai 3% permukaan tanah tertutup;
pengolahan tanah dengan agak terganggu tetapi tidak
mengganggu pertumbuhan tanaman.
b2 = sedang : 3% sampai 15% permukaan tanah tertutup;
pengolahan tanah mulai agak sulit dan luas areal produktif
berkurang.
b3 = banyak : 15% sampai 90% permukaan tanah tertutup;
pengolahan tanah dan penanaman menjadi sangat sulit.
b4 = sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah
tertutup; tanah sama sekali tidak dapat digunakan untuk
produksi pertanian.
d. Batuan Tersingkap (rock)
b0 = tidak ada : kurang dari 2% permukaan tanah tertutup.
21
24
25
C. Kemampuan Lahan
1. Peta Kemampuan Lahan
Permeabilitas 0,68 p3 I
Permeabilitas 0,12 p1 V
Drainase Sedang d2 II
Permeabilitas 0,34 p2 I
Permeabilitas 2,53 p4 VI
Drainase Baik d1 I
Permeabilitas 3,5 p4 VI
Drainase Baik d1 II
D. Kesesuaian Lahan
1. Sorgum
tanah
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S2 Pemupukan S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N;wa S3;wa
Faktor penghambat Curah Hujan
Sumber : Data Pengamatan
pembuatan
Drainase agak baik S2 S1
saluran irigasi
Tekstur C S2 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 80 s/d 100 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 31,87 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 38,19 S2 S1
pH H2O 6,1 S1 S1
C-organik (%) 3,29 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S2 Pemupukan S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N;wa S3;wa
Faktor penghambat Curah Hujan
42
tanaman penutup
tanah
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S2 Pemupukan S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 15 s/d 30 N S3
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
N;wa,
Kelas kesesuaian lahan N; wa,eh
eh
Faktor penghambat Curah hujan dan bahaya erosi
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N ; tc, wa Irigasi N ; tc
Faktor penghambat Temperature
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Irigasi dan Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Kelas kesesuaian lahan N ; tc, wa, eh N ; tc
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah.
Faktor penghambat Temperature
Tabel 4.4.3.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk Tanaman Ubi Kayu
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase sedang S1 S1
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Umumnya tidak
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S2 dapat dilakukan, S1
kecuali pada
58
lapisan padas
lunak dan tipis
dengan
membongkarnya
waktu pengolahan
tanah
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 36,49 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 46,3 S1 S1
pH H2O 5,6 S1 S1
C-organik (%) 5,50 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S1 S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh S2; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi
59
Tabel 4.4.3.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk Tanaman Ubi Kayu
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase agak baik S1 S1
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Umunya tidak
dapat dilakukan,
kecuali pada
lapisan padas
Kedalaman efektif tanah (cm) 80 s/d 100 S2 lunak dan tipis S2
dengan
membongkarnya
waktu pengolahan
tanah
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 31,87 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 38,19 S1 S1
pH H2O 6,1 S1 S1
C-organik (%) 3,29 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 teras, penanaman S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
60
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman S2; rc,
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh
sejajar kontur eh
Faktor penghambat Media perakaran dan bahaya erosi
Tabel 4.4.3.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk Tanaman Ubi Kayu
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase baik S1 S1
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S2 - S2
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 23,25 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 63,5 S1 S1
61
pH H2O 5,9 S1 S1
C-organik (%) 2,32 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
sangat
P2O5 (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman S2; rc,
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh
sejajar kontur eh
Faktor penghambat Media perakaran, Bahaya erosi
Tabel 4.4.3.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 5 untuk Tanaman Ubi Kayu
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
62
Tabel 4.4.4.1 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 1 untuk Tanaman Ubi Jalar
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S2 - S2
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S2 Irigasi S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase agak baik S1 S1
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 26,36 S1 S1
Penambahan
Kejenuhan basa (%) 33,32 S2 S1
Bahan Organik
pH H2O 6 S1 S1
C-organik (%) 3,30 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
Bahaya erosi ringan S3 teras, penanaman S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
67
tanah
Tabel 4.4.4.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk Tanaman Ubi Jalar
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S2 - S2
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S2 Irigasi S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase sedang S1 S1
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 36,49 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 46,3 S1 S1
pH H2O 5,6 S1 S1
C-organik (%) 5,50 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
68
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi Ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh S2; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi
Tabel 4.4.4.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk Tanaman Ubi Jalar
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S2 - S2
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S2 Irigasi S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase agak baik S1 S1
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
69
Tabel 4.4.4.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk Tanaman Ubi Jalar
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S2 - S2
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S2 Irigasi S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase baik S1 S1
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 23,25 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 63,5 S1 S1
pH H2O 5,9 S1 S1
C-organik (%) 2,32 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
sangat
P2O5 (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
Bahaya erosi sedang S3 teras, penanaman S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
71
tanah
Tabel 4.4.4.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 5 untuk Tanaman Ubi Jalar
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S2 - S2
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S2 Irigasi S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase Baik S1 S1
Tekstur SL S3 - S2
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 25,11 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 35,72 S1 S1
pH H2O 6,8 S1 S1
C-organik (%) 2,54 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
72
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 15 s/d 30 N S3
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman
Kelas kesesuaian lahan N; eh S3; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi
kedua yaitu lereng dengan kemiringan 8-15% dan bahaya erosi sedang.
Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah
pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman
penutup tanah pada lahan ubi jalar. Tindakan tersebut dapat meningkatkan
kelas kesesuaian dengan pengurangan faktor penghambat menjadi S2
(Cukup Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial dengan faktor
penghambat temperatur dan bahaya erosi.
SPT 5 memiliki tingkat kesesuaian lahan N (Tidak Sesuai) untuk
penanaman komoditas ubi jalar. Faktor penghambat pada lahan ini adalah
kemiringan lereng 15-30% dan bahaya erosi sedang. Upaya yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pembuatan teras,
penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah pada
lahan ubi jalar. Tindakan tersebut dapat meningkatkan kelas kesesuaian
dengan pengurangan faktor penghambat menjadi S3 (Sesuai Marginal)
untuk kesesuaian lahan potensial dengan faktor penghambat bahaya erosi.
5. Talas
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi Sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh Pembuatan teras S2; eh
Faktor penghambat Bahaya erosi
K2O yang sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut adalah pemupukan untuk meningkatkan ketersediaan hara
pada tanah di lahan komoditas talas. Faktor penghambat kedua yaitu
kemiringan lereng 3-8 % dan bahaya erosi ringan. Upaya yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pembuatan teras,
penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah pada
lahan talas. Tindakan tersebut dapat meningkatkan kelas kesesuaian
dengan pengurangan faktor penghambat menjadi S2 (Cukup Sesuai) untuk
kesesuaian lahan potensial.
SPT 2 memiliki tingkat kesesuaian lahan S2 (Cukup Sesuai) untuk
penanaman komoditas talas. Faktor penghambat pertama yaitu drainase
sedang atau agak cepat. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut adalah perbaikan sistem drainase, seperti pembuatan
saluran drainase. Faktor penghambat kedua yaitu ketersediaan hara P2O5
yang rendah dan K2O yang sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pemupukan untuk meningkatkan
ketersediaan hara pada tanah di lahan komoditas talas. Faktor penghambat
ketiga yaitu kemiringan lereng 3-8 % dan bahaya erosi ringan. Upaya yang
dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pembuatan
teras, penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah
pada lahan talas. Tindakan tersebut dapat meningkatkan kelas kesesuaian
dengan pengurangan faktor penghambat menjadi S2 (Cukup Sesuai) untuk
kesesuaian lahan potensial.
SPT 3 memiliki tingkat kesesuaian lahan S2 (Cukup Sesuai) untuk
penanaman komoditas talas. Faktor penghambat pertama yaitu
ketersediaan hara P2O5 yang rendah dan K2O yang sangat rendah. Upaya
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah
pemupukan untuk meningkatkan ketersediaan hara pada tanah di lahan
komoditas talas. Faktor penghambat kedua yaitu kemiringan lereng 8-15 %
dan bahaya erosi sedang. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut adalah pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan
83
84
85
pembuatan irigasi dan usaha pengurangan laju erosi, pembuatan teras, penanaman
sejajar kontur, penanaman tanaman penutup tanah.
Menurut Sukarman et al. (2018) evaluasi lahan diklasifikasikan sesuai
untuk pengembangan komoditas tertentu jika secara biofisik maupun secara sosial
ekonomi tergolong sesuai. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas ubi
kayu di Kecamatan Gondangrejo pada evaluasi lahan aktual memiliki kelas
kesesuaian lahan yg hampir sama tiap SPT. SPT 1-4 memiliki kelas kesesuaian
lahan S3 (Kurang Sesuai) dengan faktor pembatas yang sama yaitu na
(ketersediaan hara) dan eh (bahaya erosi). SPT 1 memiliki permasalahan
kandungan hara K2O sangat rendah yang dapat diatasi dengan pemupukan,
kemiringan lereng 3-8% dan bahaya erosi ringan yang dapat diatasi dengan
penanaman sejajar kontur atau penanaman tanaman penutup tanah.
SPT 2 memiliki permasalahan kandungan hara P2O5 rendah dan
kandungan K2O sangat rendah yang dapat diatasi dengan pemupukan, kemiringan
lereng 3-8% dan bahaya erosi ringan yang dapat diatasi dengan penanaman sejajar
kontur atau penanaman tanaman penutup tanah. SPT 3 memiliki permasalahan
kandungan hara P2O5 rendah dan kandungan K2O sangat rendah yang dapat
diatasi dengan pemupukan, kemiringan lereng 8-15% dan bahaya erosi sedang
yang dapat diatasi dengan penanaman sejajar kontur atau penanaman tanaman
penutup tanah. SPT 4 memiliki permasalahan kandungan hara P2O5 sangat rendah
dan kandungan K2O sangat rendah yang dapat diatasi dengan pemupukan,
kemiringan lereng 8-15% dan bahaya erosi sedang yang dapat diatasi dengan
penanaman sejajar kontur atau penanaman tanaman penutup tanah. SPT ke 5
memiliki tingkat kesesuaian lahan N (tidak sesuai) dengan faktor pembatas eh
(bahaya erosi). SPT 5 memiliki permasalahan kemiringan lereng 15-30% dan
bahaya erosi sedang yang dapat diatasi dengan penanaman sejajar kontur atau
penanaman tanaman penutup tanah. Menurut Mahmudi et al. (2016) kecocokan
antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan
atau komoditas yang dikaji memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan
tersebut potensial dikembangkan untuk komoditas tertentu.
87
Tanaman ubi jalar pada evaluasi lahan aktual memiliki kelas keseuaisan
lahan yang hampir sama tiap SPT. SPT 1-4 memiliki kelas kesesuaian lahan S3
(sesuai marginal) dengan faktor penghambat ketersediaan hara (na) dan bahaya
erosi (eh) dan memiliki kesesuaian lahan potensial berupa S2 dengan faktor
penghambat bahaya erosi (eh). Menurut Ngaji et al., (2018) menyatakan bahwa
wilayah dengan kelas S2 merupakan wilayah yang cukup sesuai sehingga
diperlukan perbaikan faktor pembatas untuk menaikkan kelasnya menjadi satu
tingkat diatasnya. Selain itu faktor pembatas berupa retensi hara dapat dilakukan
usaha perbaikan dengan pemupukan atau pengapuran. Hal ini merupakan salah
satu usaha yang memiliki tingkatan sedang-tinggi (Pasaribu et al., 2018). Untuk
SPT ke 5 memiliki tingkat kesesuaian lahan yang sangat tidak baik yaitu N (lahan
marginal) dengan faktor penghambat bahaya erosi (eh) dan memiliki tingkat
kesesuaian lahan potensial S3 dengan faktor penghambat bahaya erosi (eh).
Menurut Suryawan et al. (2020), hasil penilaian kesesuaian lahan aktual
dan potensial untuk tanaman yang akan dievaluasi di suatu daerah atau wilayah
dilakukan berdasarkan hasil matching (pencocokan) antara karakteristik pada
setiap sistem penggunaan lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Komoditas
talas pada evaluasi lahan aktual memiliki kelas kesesuaian lahan yg hampir sama
tiap SPT. SPT 1-4 memiliki kelas kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai) dengan SPT
1 berupa S3; na, eh dengan kesesuaian lahan potensial berupa S2; eh. Pada SPT 2
berupa S3; na, eh, rc dengan kesesuaian lahan potensial berupa S2; eh. SPT 3
berupa S3; na, eh dengan kesesuaian lahan potensial menjadi S2; eh. SPT 4
berupa S3; na, eh dan dapat memiliki kesesuaian lahan potensial berupa S2; eh.
Faktor penghambat SPT 1-4 berupa bahaya erosi. Menurut Munthe et al. (2017),
permasalahan pada faktor pembatas/penghambat tersebut dapat diperbaiki pada
kelas kesesuaian lahan potensial yaitu melalui pembuatan teras, penanaman
sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah pada lahan talas sehingga
kesesuaian lahan potensialnya menjadi S2. Untuk SPT ke 5 memiliki tingkat
kesesuaian lahan yang sangat tidak baik yaitu N (sesuai marginal); eh, yang mana
dapat ditingkatkan kesesuaian lahan potensialnya menjadi S3; eh, rc sehingga
lahan di Kecamatan Gondangrejo kurang cocok untuk ditanami komoditas talas.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan praktikum, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Survei dan evaluasi lahan di kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar dilaksanakan pada lima SPT. Klasifikasi tanah berdasarkan
data yang tersedia, ordo tanah untuk SPT 1, 2, 3, dan 4 adalah inceptisol,
SPT 5 adalah mollisol.
2. Kemampuan lahan ditunjukkan dengan kelas kemampuan lahan.
Pengelompokan di kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat.
Kemampuan lahan pada SPT 1 adalah II-I1,e1,d2. SPT 2 menunjukkan
hasil bahwa lahan ini termasuk dalam kelas V-p1. SPT 3 termasuk dalam
kelas kemampuan lahan III-I2,e2. SPT 4 dan SPT 5 memiliki kelas
kemampuan lahan VI-p4.
3. Evaluasi kesesuaian lahan di kecamatan Gondangrejo dilakukan dengan
mencocokkan kelima SPT dengan beberapa komoditas pertanian, yaitu
sorgum, gandum, ubi kayu, ubi jalar, dan talas.
4. Komoditas sorgum pada evaluasi lahan aktual tidak cocok ditanam di
Kecamatan Gondangrejo karena menunjukkan kelas kesesuaian lahan N
(tidak sesuai) pada semua SPT. Hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial
sorgum pada semua SPT kurang cocok untuk ditanam karena termasuk ke
dalam kelas kesesuaian lahan S3.
5. Komoditas gandum pada evaluasi lahan aktual dan lahan potensial tidak
cocok ditanam di Kecamatan Gondangrejo karena menunjukkan kelas
kesesuaian lahan N (tidak sesuai) pada semua SPT.
6. Komoditas ubi kayu pada evaluasi lahan aktual menunjukkan kelas
kesesuaian lahan tidak sesuai pada SPT 5 dan sesuai marginal (kurang
cocok) pada SPT 1, 2, 3, dan 4. Hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial
ubi kayu pada SPT 5 kurang cocok untuk ditanam karena termasuk ke
dalam kesesuaian lahan kelas S3, sedangkan SPT 1, 2, 3, dan 4 cocok
88
89
ditanam ubi kayu karena termasuk ke dalam kesesuaian lahan kelas S2.
7. Komoditas ubi jalar pada evaluasi lahan aktual menunjukkan kelas
kesesuaian lahan tidak sesuai pada SPT 5 dan sesuai marginal (kurang
cocok) pada SPT 1, 2, 3, dan 4. Hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial
ubi jalar pada SPT 5 kurang cocok untuk ditanam karena termasuk ke
dalam kesesuaian lahan kelas S3, sedangkan SPT 1, 2, 3, dan 4 cocok
ditanam ubi jalar karena termasuk ke dalam kesesuaian lahan kelas S2.
8. Komoditas talas pada evaluasi lahan aktual menunjukkan kelas kesesuaian
lahan tidak sesuai pada SPT 5 dan sesuai marginal (kurang cocok) pada
SPT 1, 2, 3, dan 4. Hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial talas pada
SPT 5 kurang cocok untuk ditanam karena termasuk ke dalam kesesuaian
lahan kelas S3, sedangkan SPT 1, 2, 3, dan 4 cocok ditanam talas karena
termasuk ke dalam kesesuaian lahan kelas S2.
B. Saran