Anda di halaman 1dari 93

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Survei tanah adalah metode atau cara mengumpulkan data dengan
turun langsung ke lapangan. Data yang diperoleh berupa data fisik, kimia,
biologi, lingkungan, dan iklim. Kegiatan survei terdiri dari kegiatan di
lapangan, analisis di laboratorium, mengklasifikasikan tanah kedalam sistem
taksonomi atau sistem klasifikasi tanah, melakukan pemetaan tanah atau
interpretasi atau penafsiran dari survei tanah dan ahli teknologi pertanian.
Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi iklim, relief, tanah,
hidrologi, dan vegetasi. Faktor-faktor ini hingga batas tertentu mempengaruhi
potensi dan kemampuan lahan untuk mendukung suatu tipe penggunaan
tertentu. Evaluasi lahan merupakan salah satu komponen yang penting dalam
proses perencanaan penggunaan lahan (land use planning). Evaluasi lahan
merupakan proses penilaian lahan untuk tujuan tertentu, yang meliputi
pelaksanaan dan interpretasi survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi,
iklim, dan aspek lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat
perbandingan berbagai penggunaan lahan yang dikembangkan.
Berdasarkan tujuan evaluasi, klasifikasi lahan dapat berupa klasifikasi
kemampuan lahan atau klasifikasi kesesuaian lahan. Evaluasi kesesuaian lahan
merupakan proses pendugaan potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu
dan dilakukan dengan cara tertentu yang akan mendasari dalam pengambilan
keputusan (Rayes, 2007). Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi
dan/atau arahan penggunaan lahan yang diperlukan, dan akhirnya nilai
harapan produksi yang kemungkinan akan diperoleh. Guna mendukung
pengembangan komoditas pertanian di Kecamatan Jatipurno maka diperlukan
evaluasi kesesuaian lahan untuk tahap perencanaan, budidaya pada areal
pertanian nantinya. Menurut Boix dan Zinck (2008) penentuan kesesuaian
lahan sangat diperlukan untuk mengetahui jalar persyaratan tumbuh tanaman
dalam perencanaan dan pengembangan komoditas pertanian.
Survei tanah adalah metode atau cara mengumpulkan data dengan

1
2

turun langsung ke lapangan. Data yang diperoleh berupa data fisik, kimia,
biologi, lingkungan, dan iklim. Kegiatan survei terdiri dari kegiatan di
lapangan, analisis di laboratorium, mengklasifikasikan tanah ke dalam sistem
taksonomi atau sistem klasifikasi tanah, melakukan pemetaan tanah atau
interpretasi atau penafsiran dari survei tanah dan ahli teknologi pertanian.

B. Tujuan dan Manfaat Praktikum

1. Tujuan Praktikum
Tujuan diadakannya praktikum survei tanah dan evaluasi lahan
yaitu:
a. Menentukan Satuan Peta Tanah (SPT) di Kecamatan Gondangrejo,
Kabupaten Karanganyar.
b. Menentukan jenis tanah di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar.
c. Mengetahui kemampuan lahan di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar.
d. Mengetahui kelas kesesuaian lahan bagi tanaman sorgum, gandum, ubi
kayu, ubi jalar, dan talas di Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar.
2. Manfaat Praktikum
Manfaat yang diperoleh dari praktikum ini adalah dapat melakukan
Evaluasi Lahan dan menentukan jenis tanah di Kecamatan Gondangrejo,
Kabupaten Karanganyar supaya dapat mengetahui kesesuaian lahan
terhadap tanaman sorgum, gandum, ubi kayu, ubi jalar, dan talas di
Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Survei
Survei merupakan pengamatan atau penyelidikan kritis dari persoalan
tertentu di suatu daerah/lokasi. Survei bertujuan untuk mendapatkan
keterangan valid dan untuk memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan.
Survei dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada
responden individu/kelompok (Sudaryo et al., 2019)
Perlu dilakukan serangkaian kegiatan yang disebut survei tanah untuk
menyajikan kelas kesesuaian lahan dalam suatu peta. Survei tanah adalah
pengamatan yang dilakukan sistematis, disertai dengan mendeskripsikan,
mengklasifikasikan dan memetakan tanah di suatu daerah tertentu. Hasil dari
survei tanah adalah peta tanah beserta legenda peta dan laporan. Peta tanah
menyajikan informasi tentang jenis (klasifikasi tanah), lokasi (sebaran) dan
luasan masing-masing yang terdapat pada masing-masing satuan peta. Perlu
data yang terbaru dan data dapat diolah dengan efisien dari segi waktu. Sistem
informasi geografis memiliki keunggulan dalam bidang analisis dalam
pengolahan data secara efisien serta dapat melakukan analisis kesesuaian
lahan pada penggunaan lahan tertentu (Naibaho et al., 2019).
Survei tanah adalah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu
daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot jenis
dan ketersediaan hara tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat
tanah. Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu
pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan
memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan. Metode yang
digunakan dalam adalah metode Survey Grid Bebas tingkat survei semi detail
(kerapatan pengamatan 1 sampel tiap 12,25 hektar). Pengambilan sampel
tanah di lapangan menggunakan cangkul pada kedalaman 0-20 cm. Sampel
tanah diambil dari beberapa titik secara zig zag lalu dikompositkan kemudian
dijadikan satu sampel. Dari tiap pengambilan contoh tanah tersebut, maka
dicatat hasil pembacaan koordinat pada GPS (Lombu et al., 2017).

3
4

Pengamatan dan pengambilan sampel tanah ditentukan lokasinya


berdasarkan teknik purposive sampling, yaitu pengamatan dan pengambilan
sampel tanah yang lokasinya berdasarkan pertimbangan peneliti terhadap
kondisi tanah, kelerengan, penggunaan lahan yang dominan serta kakao yang
terdapat di tempat penelitian. Survei dimulai dengan melakukan survei
pendahuluan di lapangan yaitu meninjau dan menentukan lokasi serta
melakukan pengambilan titik. Pengambilan sampel tanah utuh dengan
menggunakan ring sampel sampai kedalaman 0-20 cm dari lapisan tanah
bagian atas. Sampel-sampel tanah tersebut dimasukkan ke dalam kantong
plastik yang berbeda-beda lalu diberi label berdasarkan tempat
pengambilannya, kemudian membawa sampel-sampel tanah tersebut ke
laboratorium untuk dianalisis sesuai dengan kebutuhan yang diteliti
(Jasmin et al., 2017).
Areal calon lokasi proyek yang telah dilakukan survey dan informasi
yang telah tersedia mencukupi bagi kepentingan penyusun studi kelayakan
bisnis, maka survey lapang tidak diperlukan lagi. Apabila data belum tersedia,
maka survey dilakukan pada tingkat survey yang mampu memberikan
informasi sifat-sifat lahan di atas. Hasil survei tanah selain disajikan dalam
bentuk naskah juga dalam peta-peta dengan skala yang sesuai dengan tingkat
survey yang dilakukan. Apabila dipandang perlu, amak data tanah juga
disajikan dalam bentuk tabel. Pedoman pengamatan survey lapang dan
penulisan deskripsi morfologi profil tanah menggunakan pedoman-pedoman
umum yang berlaku dan diakui di Indonesia. Klasifikasi tanah ditetapkan
dengan menggunakan “Terms of Reference” Survey Kapabilitas Tanah,
Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan, Pusat Penelitian Tanah dengan
disertai padanan nama tanah sistem taksonomi Tanah yang berlaku saat ini
(FoEh, 2020).
B. Kemampuan dan Kesesuaian Lahan
Pengertian kemampuan lahan menurut peraturan menteri negara
lingkungan hidup No 17 tahun 2009 tentang pedoman penentuan daya dukung
lingkungan hidup dalam penataan ruang wilayah adalah karakteristik lahan
5

yang mencakup sifat-sifat tanah, topografi, drainase, dan kondisi lingkungan


hidup lain untuk mendukung kehidupan atau kegiatan pada suatu hamparan
lahan. Kemampuan lahan adalah penilaian atas kemampuan lahan untuk
penggunaan tertentu yang dinilai dari masing-masing faktor penghambat.
Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan tidak diikuti
dengan usaha konservasi tanah yang baik akan mempercepat terjadi erosi.
Apabila tanah sudah tererosi maka produktivitas lahan akan menurun
(Arsyad, 2010).
Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) adalah
penilaian lahan (komponen-komponen lahan) secara sistematik dan
mengelompokkannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat
yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari.
Analisis Kemampuan Lahan dilaksanakan untuk memperoleh gambaran
tingkat kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan, sebagai
acuan bagi arahan-arahan kesesuaian lahan pada tahap analisis berikutnya.
Data-data yang dibutuhkan meliputi peta-peta hasil analisis Satuan
Kemampuan Lahan (SKL) (Duwila et al., 2019).
Informasi kemampuan lahan diperoleh dengan melakukan matching
terhadap informasi kemampuan lahan seperti lereng, tekstur tanah, drainase,
permeabilitas, kenampakan erosi, kedalaman tanah, batuan permukaan, dan
kerawanan bencana. Matching yang digunakan mengacu pada Arsyad (2010).
Penentuan kelas kemampuan lahan dengan matching ini didasarkan pada sifat-
sifat parameter dalam tiap kelas sesuai tabel matching. Kemampuan lahan
mampu digunakan sebagai faktor untuk penentuan arahan penggunaan lahan
berdasarkan fisik lahan (Sagita et al., 2017).
Salah satu metode yang sering digunakan untuk memilih lahan dengan
pertimbangan biofisik lahan dan sosial ekonomi adalah kesesuaian lahan.
Kesesuaian lahan adalah kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan
tertentu. berwawasan lingkungan dan memperhatikan dampak perubahan
iklim. Evaluasi lahan adalah salah satu instrumen yang biasa digunakan dalam
menilai kesesuaian lahan untuk berbagai komoditas pertanian di suatu
6

wilayah. Lahan dapat diklasifikasikan sesuai untuk pengembangan komoditas


tertentu jika secara biofisik maupun secara sosial ekonomi tergolong sesuai.
Parameter yang digunakan dalam menilai suatu lahan adalah karakteristik
lahan, di antaranya adalah unsur iklim, yaitu curah hujan rata-rata tahunan,
temperatur udara rata-rata tahunan dan kelembaban udara
(Sukarman et al., 2018).
Pemodelan evaluasi kesesuaian lahan dibutuhkan sebagai tindak lanjut
dari permasalahan budidaya dan strategi peningkatan keefektifan dalam
produksi. Dengan adanya evaluasi kesesuaian lahan, diharapkan dapat
memetakan lokasi-lokasi potensial (S1, S2, dan S3) komoditas budidaya.
Kajian mengenai kesesuaian lahan telah banyak dilakukan. Metode dasar
evaluasi yang biasa digunakan adalah metode pencocokan (matching)
(Nurkholis dan Imas, 2020).
C. Komoditas
1. Sorgum
Tanaman sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan tanaman asli
dari wilayah - wilayah tropis dan subtropis di bagian Pasifik tenggara dan
Australia, wilayah yang terdiri dari Australia, Selandia Baru dan Papua.
Sorgum merupakan tanaman dari keluarga Poaceae dan marga Sorghum.
Sorgum sendiri memiliki 32 spesies. Diantara spesies-spesies tersebut,
yang paling banyak dibudidayakan adalah spesies Sorghum bicolor
(japonicum) (Rifa’i, 2015).
Sorgum merupakan salah satu jenis bahan pangan pokok yang
memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan padi.Sorgum memiliki
potensi yang besar untuk dibudidayakan dan dikembangkan secara
komersial. Hal ini dikarenakan Sorgum memiliki daya adaptasi yang
luas, produktivitas tinggi, tahan terhadap hama penyakit tanaman serta
lebih tahan terhadap kondisi marginal (kekeringan, salinitas, dan lahan
masam) (Waskito et al, 2017).
Toleransi sorgum terhadap kekeringan dipengaruhi oleh sistem
perakaran tanaman, karakteristik daun, dan pengaturan osmotik. Sorgum
7

memiliki akar yang lebat,ekstensif, dan bercabang sehingga apabila terjadi


kekeringan, perkalian cepat menyerap air dan tersedia bagi tanaman,
ditandai oleh peningkatan nilai potensial air tanaman, sehingga recovery
berlangsung lebih cepat.Selain itu, akar sorgum mampu tumbuh lebih
dalam sampai kedalaman 120-180 cm apabila terjadi cekaman kekeringan
(Aqil et al. 2014).
Analisis topografi dilakukan guna memperoleh gambaran tentang
pengelolaan tanaman Sorgum yang tepat. Pengaruh topografi terhadap
kesesuaian tanaman Sorgum sangat besar, hal ini karena tanaman Sorgum
membutuhkan pengelolaan yang baik. Berdasarkan sifat dan jenis
pengelolaan tanaman Sorgum, maka kemiringan topografi yang baik untuk
penanaman tanaman Sorgum adalah kurang dari 40% (Ishak et al, 2012).
Sorgum merupakan tanaman yang cocok ditanam di dataran
rendah, dengan ketinggian 1-500 mdpl. Sorgum dapat berproduksi dengan
baik pada lingkungan yang curah hujannya terbatas atau tidak teratur.
Curah hujan yang dibutuhkan tanaman ini adalah 600 mm/tahun. Tanaman
Sorgum mampu hidup hingga suhu 470C (Tri dkk, 2019).
2. Gandum
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan bahan pangan sumber
karbohidrat yang dikonsumsi masyarakat Indonesia terbesar kedua setelah
beras, yaitu sebesar 18 kg per kapita. Tingginya volume impor menjadikan
Indonesia sebagai negara importir gandum terbesar kedua di dunia setelah
Mesir. Gandum merupakan tanaman serealia yang tumbuh di daerah
subtropis, namun tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis
dengan ketinggian >800 m dpl dengan curah hujan sekitar 139 mm per
tahun (Widowati et al., 2016).
Gandum (Triticum aestivum L.) merupakan salah satu tanaman
serealia yang dibutuhkan untuk pangan manusia. Selain digunakan sebagai
bahan makanan untuk manusia, juga dapat dijadikan pakan ternak.
Beberapa minuman alkohol juga dibuat dari fermentasi biji gandum.
Peranan gandum dalam industri makanan, khususnya di Indonesia, sebagai
8

bahan baku tepung terigu. Tepung terigu dapat diproses lebih lanjut
menjadi roti, kue, spaghetti, macaroni, dan lain-lain (Nurmala, 1998).
Gandum merupakan tanaman pangan dengan produksi terbesar kedua di
dunia setelah jagung dan lebih besar produksinya daripada padi. Produksi
dunia gandum tahun 2009 mencapai 682,4 juta ton
(Wicaksono et al., 2016).
Tanaman gandum umumnya ditanam di wilayah dataran tinggi
dengan ketinggian antara 900-2000 mdpl, akan tetapi lahan yang tersedia
sangat terbatas. Disisi lain, dengan kondisi agroklimat yang cukup ekstrim
seperti kelembaban yang cukup tinggi, rendahnya intensitas, pendeknya
lama penyinaran matahari serta suhu yang relatif lebih dingin
menyebabkan pertumbuhan atau masa panen gandum menjadi lebih
panjang. Kendala dalam budidaya gandum salah satunya yaitu cekaman
lingkungan di dataran rendah khususnya cekaman suhu
(Sukresna dan Nur, 2018).
Salah satu faktor tumbuh tanaman yang perlu diperhatikan dalam
budidaya tanaman gandum adalah ketersediaan unsur hara tanah. Apabila
ketersediaan unsur hara di dalam tanah tidak mencukupi kebutuhan
tanaman maka tanaman tidak dapat berproduksi optimal. Untuk itu, para
petani biasanya melakukan pemupukan dengan pupuk anorganik atau
pupuk buatan karena dengan pupuk tersebut tanam[1]an dapat segera
memanfaatkannya. Namun jika penggunaan pupuk anorganik ini
berlangsung terus dengan jumlah yang terus meningkat maka dapat
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hara dalam tanah, dan
rusaknya struktur tanah, sehingga dapat menurunkan produktivitas tanah
pertanian (Patola dan Hadi, 2015).
Di Indonesia gandum dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian >
800 m di atas permukaan laut dengan suhu 10-28oC, namun masih bisa
dibudidayakan pada ketinggian ± 400 m di atas permukaan laut meskipun
produktivitas yang diperoleh lebih rendah (Nur et al., 2012). Varietas
gandum yang telah dikembangkan di Indonesia termasuk varietas Nias,
9

Timor, Selayar, Guri, dan Dewata. Karakteristik Indonesia sebagai


negara tropis menyebabkan produktivitas tanaman gandum relatif lebih
rendah dibandingkan produktivitas budidaya gandum sub-tropis
(Pramuditya dan Tinjung, 2019).
3. Ubi Kayu
Ubi kayu merupakan tanaman pangan dan perdagangan (cash
crop). Sebagai tanaman perdagangan, ubi kayu menghasilkan starch,
tepung ubi kayu, etanol, gula cair, sorbitol, monosodium glutamat, tepung
aromatik dan pellets. Tanaman ubi kayu tumbuh di daerah antara 30o
lintang selatan dan 30o lintang utara, yakni daerah dengan suhu rata-rata
lebih dari 18oC dengan curah hujan di atas 500 mm/ tahun. Tanaman ubi
kayu dapat tumbuh pada ketinggian 2.000 mdpl atau di daerah sub-tropika
dengan suhu rata-rata 16oC. Pada ketinggian tempat sampai 300 mdpl
tanaman ubi kayu dapat menghasilkan umbi dengan baik tetapi tidak dapat
berbunga. Pada ketinggian tempat 800 mdpl tanaman ubi kayu dapat
menghasilkan bunga dan biji (Prihandana et al., 2008).
Ubi kayu merupakan tanaman berumur panjang, dipanen pada
umur >9 bulan, dan perkembangan kanopi hingga umur 3-4 bulan berjalan
lambat, dengan demikian sinar matahari, air, dan nutrisi yang tersedia di
antara barisan tanaman ubi kayu dapat dimanfaatkan oleh tanaman sela
yang berumur pendek. Kondisi ini didukung oleh jarak tanam ubi kayu
yang lebar, yaitu 80-120 x 60-100 cm. Tanaman aneka kacang sangat
kompatibel untuk ditumpangsarikan dengan ubi kayu, karena mempunyai
pola pertumbuhan, perkembangan kanopi, dan kebutuhan nutrisi yang
berbeda dengan tanaman ubi kayu. Tumpang sari ubi kayu dengan
tanaman aneka kacang efektif mempertahankan kesuburan tanah. Hasil ubi
kayu meningkat 10-23% akibat residu kedelai, setelah dua tahun
tumpangsari ubi kayu dengan kedelai (Sundari dan Siti, 2018).
Tanaman ubi kayu membutuhkan kondisi iklim panas dan lembab.
Kondisi iklim yang ideal adalah daerah yang bersuhu minimum 10oC,
kelembaban udara (rH) 60% - 65% dengan curah hujan 700 mm – 1.500
10

mm/tahun, tempatnya terbuka dan mendapat penyinaran sinar matahari 10


jam/hari. Daerah yang beriklim kering atau yang bercurah hujan rendah
berpengaruh kurang baik terhadap produksi ubi kayu, yakni ubinya
berserat, berkayu, dan produksinya rendah. Disamping itu tanaman ubi
kayu di daerah beriklim kering mudah di serang hama tungau merah.
Sebaliknya, daerah beriklim basah atau bercurah hujan tinggi,
pertumbuhan tanaman ubi kayu cenderung kearah vegetatif terus, dan
mudah di serang penyakit yang disebabkan cendawan
(Thamrin et al., 2015).
Ubi kayu banyak ditanam di lahan kering beriklim basah dan lahan
kering beriklim kering pada tanah Inceptisol, Ultisol dan Alfisol, baik
secara monokultur maupun ditumpangsarikan dengan tanaman pangan
lainnya. Tanah Ultisol cukup luas di Indonesia sehingga sangat prospektif
untuk pengembangan pertanian tanaman pangan diantaranya tanaman ubi
kayu. Namun usaha tersebut banyak berhadapan dengan masalah
kemasaman tinggi, bahan organik rendah, ketersediaan unsur hara rendah,
dan senyawa-senyawa bersifat meracun tanaman (Radjit et al., 2015).
Tanaman ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan tanaman yang
sangat potensial, memiliki berbagai varietas atau klon yang dapat langsung
dikonsumsi sebagai makanan atau menjadi bahan baku bagi industri untuk
berbagai macam industri seperti makanan, makanan ternak, kertas, kayu
lapis dan lainnya seperti bahan baku pembuatan etanol. Di sisi lain, potensi
pengembangan ubi kayu terganjal pada adanya anggapan bahwa
dibandingkan tanaman pangan pada umumnya yang rata-rata hanya
berumur empat bulan, ubi kayu berumur lebih panjang yaitu tujuh hingga
12 bulan. Selain itu, harga jualnya terbilang rendah dan dianggap sebagai
tanaman yang menguruskan tanah, karena boros mengambil unsur hara
dan dianggap kurang mampu melindungi tanah dari pukulan air hujan dan
menjadikan lahan ubi kayu peka terhadap erosi. Padahal, kondisi ini sangat
tergantung kepada kesuburan tanah, produktivitas, pemupukan, serta
pemeliharaan lahan (Pramudita et al., 2016).
11

4. Ubi Jalar
Ubi jalar merupakan salah satu dari tiga komoditas tanaman
pangan unggulan daerah Sumatera Barat yang akan dikembangkan melalui
program pengembangan kawasan tanaman pangan. Potensi ubi jalar dapat
dilihat dari segi konsumsi, gizi, maupun kesehatan. Indonesia menempati
urutan ke-4 dari segi luas areal dan produksi ubi jalar di dunia setelah
Tiongkok, Vietnam, dan Uganda. Walaupun sampai tahun 2007 Sumatera
Barat belum tercatat dalam 10 provinsi penghasil ubi jalar utama di
Indonesia, namun luas panen ubi jalar di daerah ini mencapai 4.393 hektar
tiap tahun (Sumilah et al., 2019).
Warna kulit umbi pada ubi jalar bervariasi mulai dari krem hingga
ungu tua, begitu juga dengan warna daging umbi bervariasi mulai dari
putih, krem, kuning, orange dan ungu. Perbedaan Perbedaan warna umbi
ubi jalar mengindikasikan perbedaan komponen kandungannya. Umbi
ubi jalar yang berwarna kuning/orange mengandung senyawa betakaroten,
sedangkan umbi yang berwarna ungu mengandung senyawa antosianin.
Kadar antosianin ubi jalar bervariasi pada masing-masing varietas dan
dipengaruhi oleh musim serta lingkungan tempat tumbuh seperti cahaya,
suhu, sumber nitrogen, serangan patogen, dan beberapa zat pengatur
tumbuh (Purbasari dan Sumadji, 2018).
Ubi jalar merupakan tanaman pangan yang potensial untuk
dikembangkan karena mempunyai tingkat keragaman genetik yang tinggi.
Ubi jalar dapat tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi. Salah
satu faktor utama yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman ubi jalar
adalah temperatur, kelembaban udara, curah hujan, penyinaran matahari ,
keadaan angin, keadaan tanah, letak geografi tanah, topografi tanah dan
sifat tanah (Utari et al., 2017).
Tanaman ubi jalar dapat tumbuh pada daerah dengan kisaran suhu
antara 10 sampai dengan 40 C. suhu optimal untuk pertumbuhan ubi jalar
adalah 21 sampai dengan 27 C. Ubi jalar dapat tumbuh dengan subur pada
kondisi lingkungan yang panas dan lembab. Dibutuhkan paling sedikit
12

empat bulan musim panas untuk mendukung pertumbuhan ubi jalar. Selain
itu ubi jalar membutuhkan cahaya matahari penuh dengan durasi
penyinaran 11-12 jam per hari. Untuk pertumbuhan vegetatif
membutuhkan 750-1500 mm air hujan (Sembiring, 2021).
Pertumbuhan ubi jalar memerlukan udara panas dan lembab
dengan kandungan air yang cukup. Oleh karena itu biasanya ubi jalar
cocok ditanam di daerah tepi pantai. Meskipun tanaman ubi jalar
membutuhkan air namun tanaman ini sangat tidak cocok dengan daerah
yang banyak air untuk produksinya. Suhu yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan sekitar 24 C sampai 27 C. Selain itu tanaman ini mampu
tumbuh sepanjang tahun dengan syarat berada di lahan yang terbuka dan
tidak tergenang air (Suparman, 2007).
5. Talas
Talas (Colocasia Esculenta L. Scott) adalah tumbuhan umbi-
umbian yang diduga telah ditanam jauh sebelum adanya padi, tersebar luas
di wilayah Asia, Afrika, dan Oseania. Umbi tanaman ini menjadi bahan
makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia dan Kepulauan Oseania.
Nama-nama daerah bersesuaian dan mirip dengan pengucapan talas dan
keladi. Dalam Bahasa Inggris lebih dikenal dengan sebutan Taro. Hampir
seluruh bagian tanaman talas telah diambil manfaatnya. Umbinya selain
digunakan sebagai makanan pokok dengan beragam teknik olahan, tangkai
dan daun mudanya dimasak sebagai sayur, atau dijadikan campuran
makanan ternak. Pemanfaatan umbi talas perlu kehati-hatian karena ada
beberapa jenis yang mengandung bahan penyebab gatal dan gangguan
pencernaan. Jenis talas yang berdaun lebar biasanya dimanfaatkan sebagai
payung darurat atau bungkus makanan dan ikan basah. Talas juga
memiliki manfaat di bidang kesehatan dan pemeliharaan lingkungan.
Masyarakat banyak memanfaatkan tanaman talas sebagai obat untuk
radang kulit bernanah, bisul, berak darah, tersiram air panas, gatal-gatal,
diare, pembalut luka baru dan sebagai alternatif obat luka
(Rubiono et al., 2020).
13

Tanaman talas (Colocasia esculenta L.) merupakan salah satu


tanaman pangan umbi-umbian yang banyak dibudidayakan di Indonesia.
Talas memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Umbi, pelepah, dan
daunnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan, obat, maupun
pembungkus. Daun, sisa umbi, dan kulit umbi dapat dimanfaatkan sebagai
pakan ternak. Talas banyak dibudidayakan di daerah Papua dan Jawa
(Bogor, Sumedang, dan Malang) sebagai bahan makanan atau bahan baku
industri. Morfologi talas dideskripsikan sebagai tumbuhan berumbi
(bonggol di bawah tanah), yang memiliki daun berbentuk perisai atau hati
berukuran 20-50 cm dengan tangkai model pelepah sejumlah 2-5 batang,
dan panjang tangkai 1 m. Warna daun hijau, sementara tangkainya bisa
hijau atau keunguan tergantung pada variannya. Tinggi tanaman berkisar
antara 0.4-1.5 m. Umbi berbentuk silinder atau bulat dengan panjang 30
cm x 15 cm dengan berat mencapai 4 kg. Talas merupakan tanaman herba
menahun dengan perakaran serabut dan pendek. Tanaman talas biasa
dibudidayakan secara konvensional dengan sistem monokultur atau
polikultur (Habibah dan I Wayan, 2020).
Talas tumbuh baik di daerah tropis maupun subtropis. Talas
memerlukan tanah yang subur dengan temperatur sekitar 21–27°C dengan
curah hujan 1.750 mm per tahun. Tanaman ini dapat hidup pada dataran
rendah sampai ketinggian 2700 m di atas permukaan laut namun tidak
tahan terhadap temperatur sangat rendah (beku). Derajat keasaman tanah
yang paling baik untuk tanaman talas berkisar antara 5,5 – 6,5 dan tinggi
tanaman sekitar 40 – 200 cm. Tanaman talas membutuhkan tanah yang
lembab dan cukup air. Apabila tidak tersedia air yang cukup atau musim
kemarau yang panjang, tanaman talas akan sulit tumbuh
(Azzahra et al., 2020).
Bibit untuk budidaya talas dapat diperoleh dari berbagai macam
bahan tanam seperti anakan, stolon dan umbi. Penanaman talas dengan
bibit yang berasal dari umbi memberikan bobot per umbi dan hasil per
hektar lebih tinggi daripada talas asal bibit anakan. Bahan tanam yang
14

berasal dari anakan lebih sering digunakan oleh petani di Indonesia.


Penggunaan stolon sebagai bahan tanam lebih jarang ditemukan
dibandingkan dengan macam bahan tanam dari umbi dan anakan. Varietas
yang dibudidayakan di Indonesia diantaranya talas Hijau, talas Coklat dan
talas Hijau Garis Ungu. Varietas talas Hijau paling banyak tersebar di
Indonesia. Ukuran tanaman relatif kecil dengan warna hampir seluruhnya
hijau, memiliki stolon panjang dan umbi berukuran sedang. Talas Coklat
berukuran relatif kecil dengan warna tangkai daun coklat tua dan umbi
berukuran sedang. Varietas talas Hijau Garis Ungu umbinya dapat
mencapai panjang 12-18 cm dengan bobot minimum 100 gram dan
maksimum 930 gram dengan ukuran tanaman lebih besar
(Zelin dan Hidayat, 2019).
Talas merupakan sumber pangan yang penting karena umbinya
merupakan bahan pangan yang memiliki nilai gizi yang cukup baik.
Tumbuhan talas dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pangan
sumber kalori non beras. Umbi talas mengandung 1,9% protein, lebih
tinggi jika dibandingkan dengan ubi kayu (0,8%) dan ubi jalar (1,8%),
meskipun kandungan karbohidratnya (23,78) lebih sedikit dibandingkan
dengan ubi kayu (37,87) dan ubi jalar (27,97). Komponen makronutrien
dan mikronutrien yang terkandung di dalam umbi talas meliputi protein,
karbohidrat, lemak, serat kasar, fosfor, kalsium, besi, tiamin, riboflavin,
niasin, dan vitamin C (Silaban et al., 2019).
III. METODOLOGI

A. Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum survei dan evaluasi lahan dilaksanakan dalam bentuk
berkelompok dan mandiri secara daring menggunakan aplikasi yang
ditentukan (Zoom, Google Meet, dsb). Lokasi praktikum terdapat di
Kecamatan Mojogedang, Kecamatan Gondangrejo, Kecamatan Kebonagung,
dan Kecamatan Nawangan. Praktikum dilaksanakan pada Jumat, 23 April
2021 dan Jumat, 30 April 2021.
B. Alat dan Bahan
1. Aplikasi Arcview/ Arcgis.
2. Aplikasi pengolah data (Ms. Excel).
3. Data Sekunder (Peta dasar: peta jenis tanah, peta kemiringan, peta
administrasi, peta penggunaan lahan).
4. Data Primer (hasil analisis laboratorium masing-masing lokasi).
C. Pelaksanaan Praktikum
1. Tahap 1 : Persiapan Peta (SPL)
Praktikan membuat Satuan Peta Lahan sebagai dasar penentuan
titik survei dan pegangan atau panduan di lokasi survei. Pembuatan Peta
Penggunaan Lahan ini dilakukan dengan menggabungkan peta
administrasi lokasi tujuan, peta kontur/kemiringan, dan peta penggunaan
lahan lokasi tujuan. Hasil akhir dari tahap ini adalah Satuan Peta Lahan
yang nantinya akan dikirimkan ke co-assistant masing-masing praktikan
dan disertai dasar pemilihan metode penentuan titik survei dan skala yang
digunakan.
2. Tahap 2 : Pelaksanaan Survei
Praktikan melakukan survei lapangan sesuai titik yang sudah
ditentukan sebelumnya secara tidak langsung menggunakan Aplikasi
Google Earth Pro dan Street View serta meng-screenshot kondisi sekitar
lokasi pengamatan. Praktikan juga memilih metode survei, cara plotting
site sampling, membuat jalur survei, dan bagaimana urutan pengambilan

15
16

titik tersebut. Hasil akhir dari tahap ini berupa jumlah titik survei beserta
titik koordinat, screenshot lokasi survey, disertai deskripsi masing- masing
site sampling.
3. Tahap 3 : Pembuatan Satuan Peta Tanah
Co-assistant memberikan data pengamatan morfologi tanah (hasil
penelitian sebelumnya) sehingga praktikan dapat mengklasifikasikan jenis
tanah di lokasi survei dan juga memberi peta jenis tanah lokasi survei. Peta
jenis tanah dan Peta SPL (Satuan Peta Lahan) di tahap 1 kemudian
diintersect untuk menjadi Peta SPT (Satuan Peta Tanah). Peta SPT
digunakan sebagai acuan penentuan titik lokasi pembuatan pedon pewakil.
Hasil akhir tahap ini adalah Peta SPT (Satuan Peta Tanah) dan titik lokasi
pedon pewakil untuk kemudian ditambahkan deskripsi tentang
pertimbangan memilih titik lokasi tersebut.
4. Tahap 4 : Evaluasi Kemampuan dan Kesesuaian Lahan
Co-assistant memberikan data primer berupa hasil analisis
laboratorium kepada praktikan untuk kemudian dilakukan pengkelasan
kemampuan dan kesesuaian lahan jenis komoditas tertentu (pembagian
komoditas setiap praktikan ada di lampiran). Hasil akhir tahap ini berupa
hasil matching antara hasil analisis laboratorium dan tabel kriteria
kemampuan dan kesesuaian lahan untuk komoditas tertentu
5. Tahap 5 : Pembuatan Laporan
Pembuatan laporan akhir disesuaikan sesuai format yang diberikan
Co-assistant (lampiran).
6. Tahap 6 : Responsi Praktikum
Responsi akan dilaksanakan via daring menggunakan aplikasi yang
telah ditentukan.
17

D. Macam dan Cara Pengamatan Data/Informasi


1. Evaluasi Kemampuan Lahan
Tabel 3.4.1 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan (Sistem Klasifikasi
USDA)
Kelas Kemampuan Lahan
Faktor Penghambat/
Pembatas I II III IV V VI VII VIII

Lereng permukaan A(l0) B(l1) C(l2) D(l3) A(l0 E(l4) F(l5) G(l6)
)
Kepekaan erosi KE1,KE2 KE3 KE4,KE5 KE6 (*) (*) (*) (*)
Tingkat erosi e0 e1 e2 e3 (**) e4 e5 (*)
Kedalaman tanah k0 k1 k2 k3 (*) (*) (*) (*)
Tekstur lap. Atas t1,t2,t3 t1,t2,t3 t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 (*) t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 t5
Tekstur lap.bawah Sda sda sda sda (*) sda sda sda
Permeabilitas P2,P3 P2,P3 P2,P3 P2,P3 P1 (*) (*) P5
Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) d0
Kerikil/batuan b0 b0 b1 b2 b3 (*) (*) b4
Ancaman banjir O0 O1 O2 O3 O4 (**) (**) (*)
(***)
Garam/salinitas g0 g1 g2 g3 (**) g3 (*) (*)

Keterangan :
(*) = dapat mempunyai sembarang sifat
(**) = tidak berlaku
(***)
= umumnya terdapat di daerah beriklim kering
Kriteria faktor penghambat/pembatas klasifikasi kemampuan lahan :
a. Kecuraman lereng
A (l0) = 0 sampai 3% (datar)
B (l1) = 3 sampai 8% (landai atau berombak)
C (l2) = 8 sampai 15% (agak miring atau bergelombang) D (l3) = 15
sampai 30% ( miring atau berbukit)
E (l4) = 30 sampai 45% (agak curam)
F (l5) = 45 sampai 65% (curam)
G (l6) = lebih dari 65% (sangat curam)
b. Kepekaan erosi tanah (nilai K) (perhitungan pada Lampiran 2)
18

KE1 = 0,00 sampai 0,10 (sangat rendah)


KE2 = 0,11 sampai 0,20 (rendah)
KE3 = 0,21 sampai 0,32 (sedang)
KE4 = 0,33 sampai 0,43 (agak tinggi)
KE5 = 0,44 sampai 0,55 (tinggi)
KE6 = 0,56 sampai 0,64 (sangat tinggi)
c. Kerusakan erosi yang telah terjadi
e0 = tidak ada erosi
e1 = ringan : kurang dari 25% lapisan atas hilang
e2 = sedang : 25 sampai 75% lapisan atas hilang
e3 = agak berat : lebih dari 75% lapisan atas sampai kurang dari 25%
lapisan bawah hilang
e4 = berat : lebih dari 25% lapisan bawah hilang
e5 = sangat berat : erosi parit
d. Kedalaman Tanah
k0 = lebih dari 90 cm (dalam)
k1 = 90 sampai 50 cm (sedang)
k2 = 50 sampai 25 cm (dangkal)
k3 = kurang dari 25 cm (sangat dangkal)
e. Tekstur Tanah (Hasil analisis laboratorium didasarkan Segitiga tektur
tanah USDA)
t1 = tanah bertekstur halus, meliputi tekstur liat berpasir, liat berdebu
dan liat.
t2 = tanah bertekstur agak halus, meliputi tekstur lempung liat
berpasir, lempung berliat dan lempung berliat berdebu.
t3 = tanah bertekstur sedang, meliputi tekstur lempung, lempung
berdebu dan debu.
t4 = tanah bertekstur agak kasar, meliputi lempung berpasir, lempung
berpasir halus dan lempung berpasir sangat halus.
t5 = tanah bertekstur kasar, meliputi tekstur pasir berlempung dan
pasir.
19

f. Permeabilitas
P1 = lambat (kurang 0,5 cm/jam)
P2 = agak lambat (0,5 – 2,0 cm/jam)
P3 = sedang (2,0 – 6,25 cm/jam)
P4 = agak cepat (6,25 – 12,5 cm/jam)
P5 = cepat (lebih dari 12,5 cm/jam)
g. Drainase
d0 = berlebihan (excessively drained), air lebih segera keluar dari
tanah dan sangat sedikit air yang tahan oleh tanah sehingga
tanaman akan segera mengalami kekurangan air.
d1 = baik : tanah mempunyai peredaran udara yang baik. Seluruh
profil tanah dari atas sampai ke bawah (150cm) berwarna
terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak berwarna
terang yang seragam dan tidak terdapat bercak-bercak kuning,
coklat atau kelabu.
d2 = agak baik : tanah mempunyai peredaran udara baik di daerah
perakaran . Tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning,
coklat atau kelabu pada lapisan atas bagian atas lapisan bawah
sampai sekitar 60 cm dari permukaan tanah).
d3 = agak buruk : lapisan atas tanah mempunyai peredaran udara
baik; tidak terdapat bercak-bercak berwarna kuning, kelabu atau
coklat. Bercak-bercak terdapat pada seluruh lapisan bagian
bawah (sekitar 40 cm dari permukaan tanah).
d4 = buruk : bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat
warna atau bercak-bercak berwarna kelabu, coklat dan
kekuning.
d5 = sangat buruk : seluruh lapisan sampai permukaan tanah berwarna
kelabu dan tanah lapisan bawah berwarna kelabu atau terdapat
bercak-bercak berwarna kebiruan, atau terdapat air yang
menggenang di permukaan tanah dalam waktu yang lama
sehingga menghambat pertumbuhan tanaman.
20

Faktor-Faktor Khusus :
a. Kerikil
b0 = tidak ada atau sedikit : 0 sampai 15% volume tanah.
b1 = sedang : 15 sampai 50% volume tanah; pengolahan tanah
mulai agak sulit pertumbuhan tanaman agak terganggu.
b2 = banyak : 50% sampai 90% volume tanah.
b3 = sangat banyak : lebih dari 90% volume tanah.
b. Batuan Kecil
b0 = tidak ada atau sedikit : 0 sampai 15% volume tanah.
b1 = sedang : 15% sampai 50% volume tanah; pengolahan tanah
mulai agak sulit dan pertumbuhan tanaman agak terganggu.
b2 = banyak : 50 sampai 90% volume tanah; pengolahan tanah
sangat sulit dan pertumbuhan tanaman terganggu.
b3 = sangat banyak : lebih dari 90% volume tanah; pengolahan
tanah tidak mungkin dilakukan dan pertumbuhan tanaman
terganggu.
c. Batuan lepas
b0 = tidak ada : kurang dari 0,01% luas areal.
b1 = sedikit : 0,01% sampai 3% permukaan tanah tertutup;
pengolahan tanah dengan agak terganggu tetapi tidak
mengganggu pertumbuhan tanaman.
b2 = sedang : 3% sampai 15% permukaan tanah tertutup;
pengolahan tanah mulai agak sulit dan luas areal produktif
berkurang.
b3 = banyak : 15% sampai 90% permukaan tanah tertutup;
pengolahan tanah dan penanaman menjadi sangat sulit.
b4 = sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah
tertutup; tanah sama sekali tidak dapat digunakan untuk
produksi pertanian.
d. Batuan Tersingkap (rock)
b0 = tidak ada : kurang dari 2% permukaan tanah tertutup.
21

b1 = sedikit : 15% sampai 90% permukaan tanah tertutup;


pengolahan tanah dan penanaman agak terganggu.
b2 = sedang : 10% sampai 50% permukaan tanah tertutup;
pengolahan tanah dan penanaman terganggu.
b3 = banyak : 50% sampai 90% permukaan tanah tertutup;
pengolahan tanah dan penanaman sangat terganggu.
b4 = sangat banyak : lebih dari 90% permukaan tanah
tertutup; tanah sama sekali tidak dapat digarap.
e. Ancaman Banjir/Genangan
O0 = tidak pernah : dalam periode satu tahun tanah tidak
pernah tertutup banjir untuk waktu lebih dari 24 jam.
O1 = kadang-kadang : banjir yang menutupi tanah lebih dari 24
jam terjadinya tidak teratur dalam periode kurang dari satu
bulan.
O2 = selama waktu satu bulan dalam setahun tanah secara
teratur tertutup banjir untuk jangka waktu lebih dari 24
jam.
O3 = selama waktu 2 sampai 5 bulan dalam setahun, secara
teratur selalu dilanda banjir yang lamanya lebih dari 24
jam.
O4 = selama waktu 6 bulan atau lebih tanah selalu dilanda
banjir secara teratur yang lamanya lebih dari 24 jam.
f. Salinitas
go = bebas = 0 sampai 0,15% garam larut ; 0 sampai 4 (EC x
103) mmhosper cm pada suhu 250C).
go1 = terpengaruh sedikit = 0,15 sampai 0,3% garam laut; 4
sampai 8 (EC x 103) mmhos/cm pada suhu 25%C.
go2 = terpengaruh sedang = 0,35 sedang 0,65% garam larut; 8
sampai 15 (EC x 103).
3 =
go terpengaruh hebat = lebih dari 0,65% garam larut; lebih dari
15 (ECx 103)mmhos/cm pada suhu 250C.
22

2. Evaluasi Kesesuaian Lahan


Tabel 3.4.2 Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan yang dipakai
pada metode evaluasi lahan menurut Ritung et al. (2011).
No. Karakteristik Lahan Uraian
1 Temperatur rata-rata suhu udara rata-rata tahunan ( )
Tahunan
2 Curah hujan jumlah curah hujan tahunan atau curah hujan
pada masa pertumbuhan (mm)
3 Kelembaban udara merupakan tingkat kebasahan udara atau
jumlah uap air yang di udara
merupakan pengaruh laju perkolasi air ke
dalam tanah terhadap aerasi udara dalam
4 Drainase
tanah
perbandingan butir-butir pasir (0,05-2,0
mm), debu (0,002-0,05 mm), dan liat
5 Tekstur
(<0,002 mm)
6 Bahan kasar bahan yang berukuran > 2 mm (%)
kedalaman lapisan tanah yang dapat
dimanfaatkan untuk perkembangan
7 Kedalaman efektif
perakaran tanaman (cm)
tingkat kandungan serat, dimana semakin
tinggi kandungan serat, maka semakin
rendah tingkat kematangan gambut. Tingkat
kematangan gambut dibedakan atas: saprik
8 Kematangan gambut (matang), setengah matang (hemik), dan
belum matang (fibrik)
9 Ketebalan gambut tebal lapisan gambut (cm)
10 KTK tanah kemampuan tanah mempertukarkan kation
(me/100g tanah)
11 Kejenuhan basa (KB) jumlah basa-basa terekstrak NH4OAc pada
setiap 100 g contoh tanah
merupakan [H+] di dalam larutan tanah,
semakin tinggi[H+], maka nilai pH semakin
12 pH tanah masam, sebaliknya semakin rendah [H+],
maka pH semakin basis
13 C organik Kandungan karbon organik di dalam tanah
(%)
14 Total N Total kandungan N dalam tanah (%)
15 P2O5 kandungan P2O5 terekstrak HCl 25% dalam
tanah (mg/100g tanah)
23

16 K2O kandungan K2O terekstrak HCl 25% dalam


tanah (mg/100 gtanah)

Besarnya kandungan garam mudah larut


dalam tanah yang dicerminkan oleh daya
17 Salinitas
hantar listrik (mmhos/cm)
18 Alkalinitas Besarnya kandungan sodium (Na) dapat
tukar (%)
Kedalaman bahan sulfidik diukur dari
permukaan tanah sampai batas atas lapisan
19 Kedalaman sulfidik
sulfidik (cm)
20 Lereng Kemiringan lahan (%)
21 Batuan di permukaan Volume batuan yang dijumpai di permukaan
tanah (%)
22 Singkapan batuan Volume batuan yang muncul ke permukaan
tanah (%)

23 Bahaya longsor Pergerakan massa batuan atau tanah


Jumlah tanah hilang dari suatu lahan,
diprediksi menggunakan rumus USLE
24 Bahaya erosi
(ton/ha/tahun)
25 Genangan Menyatakan tinggi dan lama genangan
(cm/bulan)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Wilayah

Gambar 4.1.1 Peta Administrasi Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten


Karanganyar

Gambar 4.1.2 Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Gondangrejo,


Kabupaten Karanganyar
Kecamatan Gondangrejo merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Karanganyar yang terdiri dari 13 desa, 78 dusun, 112 RW, dan 508
RT. Luas Kecamatan Gondangrejo yaitu 568.000 Ha dan berada di ketinggian

24
25

150 mdpl. Batas wilayah sebelah utara Kabupaten Sragen, sebelah


timur Kecamatan Kebakramat dan Jaten. Batas sebelah selatan Kota Surakarta,
sebelah barat Kabupaten Boyolali. Lahan pertanian di Kecamatan
Gondangrejo terdiri dari 1.131 Ha tanah sawah dan 3.936,95 Ha tanah kering.
Lahan sawah terdiri dari 586 Ha sawah irigasi dan 1.157 Ha sawah non-irigasi
(BPS Kabupaten Karanganyar).
Kecamatan Gondangrejo memiliki jenis tanah berupa asosiasi
glumosol kelabu tua dan mediteran coklat kemerahan. Produksi tanaman
pangan di Kecamatan Gondangrejo berupa jagung, padi sawah, kedelai dan
kacang tanah. Produksi tanaman perkebunan terdiri dari tebu, kapuk, dan
kelapa. Produksi buah-buahan berupa pisang dan rambutan. Budidaya ikan
berupa lele, karper, tawes, nila merah, gurame. Jenis hewan ternak yang
dibudidayakan yaitu sapi potong, sapi perah, kambing, domba, babi, kelinci.
Jenis hewan unggas yang dibudidayakan yaitu ayam ras/pedaging, ayam
buras/kampung, itik, burung puyuh, ayam petelur (BPS Kabupaten
Karanganyar).
B. Satuan Peta Tanah

Gambar 4.2.1 Peta Satuan Peta Tanah Kecamatan Gondangrejo,


Kecamatan Karanganyar
26

Gambar 4.2.2 Peta Jenis Tanah Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten


Karanganyar
Klasifikasi jenis tanah adalah salah satu usaha untk membeda-bedakan
tanah berdasarkan sifat-sifat yang dimilikinya. Sistem klasifikasi tanah akan
menghasilkan tata nama suatu jenis tanah. Pengklasifikasian penting dilakukan
karena tanah-tanah yang memiliki sifat yang beda memerlukan perlakuan
pengelolaan yang berbeda. Klasifikasi jenis tanah dilakukan dengan metode
matching antara data-data jenis tanah dengan syarat sistem klasifikasi.
Langkah dalam klasifikasi tanah yaitu dengan melakukan diagnostik horison
berupa penentuan epipedon dan endopedon. Epipedon yaitu horizon yang
terbentuk pada atau dekat permukaan. Endopedon yaitu horizon yang
terbentuk di bawah permukaan tanah.
Berdasarkan data sekunder jenis tanah menunjukan terdapat dua jenis
tanah di Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah yaitu
Inceptisol dan Molisol.
27

Tabel 4.2.1 Diagnostik Horison SPT 1

Horison Syarat Pemerian Nama


Diagnostik
Epipedon - Ketebalan > 18 cm. - Ketebalan = 25 Umbrik
- Kejenuhan Basa cm
<50% (pH ±6) - Kejenuhan Basa
- Warna gelap (value <50%
chrome < 3) - pH 6
- Bahan organik >1% - Chrome= 3
atau >0.6% C- - Bahan Organik
Organik sedikit
Endopedon - Horizon mulai - Horizon mulai Kambik
berkembang berkembang
- Tekstur pasir - Tekstur Pasir
sangat halus, pasir halus
halus berlempung berlempung
atau lebih halus
Sumber: Data Sekunder
1) Memiliki epipedon Umbrik dan endopedon Kambik
(USDA/Soil Taxonomy) Inceptisols
(SKTN) Latosol
(FAO) Kambisol
Tabel 4.2.2 Diagnostik Horison SPT 2

Horison Syarat Pemerian Nama


Diagnostik
Epipedon - Warna value > 3 - Warna value = 5 Okrik
jika lembab dan >5 - pH 5.6
jika kering - Kandungan
- Kandungan bahan Bahan organik
organik <1% sedikit
(terlalu rendah - Ketebalan solum
untuk dimasukkan 16 cm
ke dalam epipedon
molik atau umbrik)
- Kejenuhan basa
<50% (pH ±6)
- Ketebalan solum <
18 cm
28

Endopedon - Horizon mulai - Tekstur clay Kambik


berkembang - Value 4
- Nilai warna 4 atau
lebih dan kroma 1
atau kurang atau
sembarang value
warna dan kroma 2
atau kurang
Sumber: Data Sekunder
1) Memiliki epipedon Okrik dan endopedon Kambik
(USDA/Soil Taxonomy) Inceptisols
(SKTN) Latosol
(FAO) Kambisol
Tabel 4.2.3 Diagnostik Horison SPT 3

Horison Syarat Pemerian Nama


Diagnostik
Epipedon - Ketebalan > 18 cm. - Ketebalan = 28 Umbrik
- Kejenuhan Basa cm
<50% (pH ±6) - Kejenuhan Basa
- Warna dengan <50%
value warna, 3 atau - pH 6
kurang, jika - Value = 3
lembab, dan 5 atau - Bahan Organik
kurang jika kering; sedang
dan
- Bahan organik >1%
atau >0.6% C-
Organik
- Kandungan bahan
organik berkurang
secara tidak teratur
dengan
bertambahnya
kedalaman
Endopedon - Horizon mulai - Horizon mulai Kambik
berkembang berkembang

Sumber: Data Sekunder


1) Memiliki epipedon Umbrik dan endopedon Kambik
29

(USDA/Soil Taxonomy) Inceptisols


(SKTN) Latosol
(FAO) Kambisol
Tabel 4.2.4 Diagnostik Horison SPT 4

Horison Syarat Pemerian Nama


Diagnostik
Epipedon - Ketebalan > 18 cm. - Ketebalan 30 cm Umbrik
- Kejenuhan Basa - Kejenuhan Basa
<50% (pH ±6) <50%
- Warna dengan - Warna dengan
value warna, 3 atau value 3
kurang, jika - Bahan organik
lembab, dan 5 atau sedang
kurang jika kering;
dan
- Bahan organik >1%
atau >0.6% C-
Organik
- Kandungan bahan
organik berkurang
secara tidak teratur
dengan bertambahnya
kedalaman
Endopedon - Horizon mulai - Ketebalan 15 cm Kambik
berkembang - Pasir halus
berlempung

Sumber: Data Sekunder


1) Memiliki epipedon Umbrik dan endopedon Kambik
(USDA/Soil Taxonomy) Inceptisols
(SKTN) Latosol
(FAO) Kambisol
Tabel 4.2.5 Diagnostik Horison SPT 5

Horison Syarat Pemerian Nama


Diagnostik

Epipedon - Ketebalan > 18 - Ketebalan 20 Mollik


cm cm
- Kejenuhan Basa - Kejenuhan basa
30

>50% >50% (pH >6)


- Bahan organik >1% - Bahan organik
atau >0.6% C- sedang
Organik
Endopedon - Horizon mulai - Nilai warna <3 Kambik
berkembang

Sumber: Data Sekunder


1) Memiliki epipedon Mollik dan endopedon Kambik
(USDA/Soil Taxonomy) Mollisol
(SKTN) Mollisol
(FAO) Andosol
SPT 1, 3 dan 4 memiliki epipedon umbrik dan kambik sedangkan SPT
2 memiliki epipedon okrik serta endopedon kambik dan SPT 3 memiliki
epipedon molik dan endopedon kambik. Epipedon umbrik memiliki syarat
ketebalan > 18 cm, kejenuhan basa <50%, bahan organik >1% atau sedang.
Epipedo okrik memiliki sayar hampir sama dengan umbrik dan molik namun
kandungan bahan organik yang terlalu rendah atau tipis untuk dimasukkan ke
dalam epipedon molik dan umbrik. Epipedon molik yaitu epipedon dengan
syarat memiliki kejenuhan basa >50%. Pada kategori ordo tanah-tanah yang
diwakili oleh SPT 1, 2, 3 dan 4 dapat diklasifikasikan ke dalam ordo Inspetisol
karena memiliki epipedon umbrik/okrik dan endopedon kambik, dimana batas
atasnya di dalam 100 cm dari permukaan mineral dan batas bawahnya pada
kedalaman 25 cm selain itu kejenuhan basa <50% dengan pendekatan pH
sekitar 6 (masam). Sedangkan SPT 5 diklasifikasikan kategori ordo Molisol
karena memiliki epipedon molik dan memiliki kejenuhan basa lebih dari 50%
yaitu dengan pendekatan pH.
31

C. Kemampuan Lahan
1. Peta Kemampuan Lahan

Gambar 4.3.1 Peta Kemampuan Lahan Kecamatan Gondangrejo,


Kabupaten Karanagnyar
2. Pembahasan Kemampuan Lahan
a. Kemampuan Lahan SPT 1
Tabel 4.3.1 Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan SPT 1

SPT 1 Klasifikasi Kelas

Lereng permukaan 3 s/d 8 B(I1) II

Kepekaan erosi Ringan KE2 I

Tingkat erosi Ringan e1 II

Kedalam tanah (cm) >120 k1 I

Tekstur Lapisan atas Halus t1 I

Tekstur Lapisan Bawah Sedang t3 I

Permeabilitas 0,68 p3 I

Drainase Agak baik d2 II

Kerikil/ Batuan <0,1 b0 I

Ancaman Banjir Tidak ada o0 I


32

Garam/ salinitas Bebas g0 I

Kelas Kemampuan II-I1,e1,d2

Sumber : Hasil Pengamatan


SPT 1 memiliki kelas kemampuan yaitu II-I1,e1,d2 yang
dikarenakan faktor pembatas dari SPT tersebut adalah lereng
permukaan, tingkat erosi dan drainase. Tanah pada kelas ini terletak
pada lereng yang landai/ berombak (3-8%), sehingga akan
menyebabkan erosi dengan tingkat erosi ringan. Tanah – tanah dalam
kelas II memberikan pilihan penggunaan yang kurang dan tuntutan
pengelolaan yang lebih berarti dari tanah kelas I kepada penggarap.
Menurut Arsyad (2010) tanah dalam pengklasifikasian kelas II
memerlukan sistem pertanaman konservasi khusus, tindakan –
tindakan pencegahan erosi, pengendalian air lebih, atau metode
pengelolaan jika dipergunakan untuk tanaman semusim dan tanaman
yang memerlukan pengelolaan tanah.
b. Kemampuan Lahan SPT 2
Tabel 4.3.2 Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan SPT 2

SPT 2 Klasifikasi Kelas

Lereng permukaan 3 s/d 8 B(I1) II

Kepekaan erosi Ringan KE2 I

Tingkat erosi Ringan e1 II

Kedalam tanah (cm) 60 s/d 85 k1 II

Tekstur Lapisan atas Halus t1 I

Tekstur Lapisan Bawah Halus t3 I

Permeabilitas 0,12 p1 V

Drainase Sedang d2 II

Kerikil/ Batuan <0,1 b0 I

Ancaman Banjir Tidak ada o0 I


33

Garam/ salinitas Bebas g0 I

Kelas Kemampuan V-p1

Sumber : Hasil Pengamatan


SPT 2 memiliki kelas kemampuan lahan V-p1 yang dikarenakan
faktor pembatas dari kelas tersebut adalah permeabilitas. Tanah pada
kelas ini terletak pada lereng yang landai atau berombak (3 s/d 8%)
sehingga memiliki kepekaan erosi dan tingkat erosi yang ringan.
Menurut Arsyad (2006), Tanah – tanah di dalam lahan kelas V tidak
terancam erosi akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak untuk
dihilangkan sehingga membatasi pilihan penggunaanya, oleh karena
itu lahan ini sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan,
hutan produksi atau hutan lindung dan suaka alam.
c. Kemampuan Lahan SPT 3
Tabel 4.3.3 Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan SPT 3

SPT 3 Klasifikasi Kelas

Lereng permukaan 8 s/d 15 C(I2) III

Kepekaan erosi Sedang KE3 II

Tingkat erosi Sedang e2 III

Kedalam tanah (cm) 60 s/d 90 k1 II

Tekstur Lapisan atas Halus t1 I

Tekstur Lapisan Bawah Agak Halus t2 I

Permeabilitas 0,34 p2 I

Drainase Agak baik d2 II

Kerikil/ Batuan <0,1 b0 I

Ancaman Banjir Tidak ada o0 I

Garam/ salinitas Bebas g0 I

Kelas Kemampuan III-I2,e2

Sumber : Hasil Pengamatan


34

SPT 3 memiliki kemampuan kelas III-I2,e2 yang dikarenakan


faktor pembatas dari SPT ini adalah kemiringan lereng dan tingkat
erosi. tanah pada kelas ini terletak pada lereng yang agak miring (8-
15%) sehingga memiliki kepekaan erosi sedang yang dapat dibuktikan
dengan tingkat erosi sedang. Usaha yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan erosi pada lahan kelas III-e2 adalah dengan pemilihan
teknik konservasi tanah dan air yang tepat salah satunya adalah
dengan pembuatan teras gulud (Banuwa et al., 2008). Cara lain untuk
menekan erosi adalah dengan pemberian mulsa. Pemberian mulsa
juga membantu mempertahankan partikel tanah dan meningkatkan
agregasi dan stabilitas agregat tanah, sehingga dapat mengurangi
dampak erosi lahan (Ping LY et al., 2012).
d. Kemampuan Lahan SPT 4
Tabel 4.3.4 Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan SPT 4

SPT 4 Klasifikasi Kelas

Lereng permukaan 8 s/d 15 C(I2) III

Kepekaan erosi Sedang KE3 II

Tingkat erosi Sedang e2 III

Kedalam tanah (cm) 60 s/d 85 k1 II

Tekstur Lapisan atas Sedang t3 I

Tekstur Lapisan Bawah Sedang t3 I

Permeabilitas 2,53 p4 VI

Drainase Baik d1 I

Kerikil/ Batuan <0,1 b0 I

Ancaman Banjir Tidak ada o0 I

Garam/ salinitas Bebas g0 I

Kelas Kemampuan VI-p4

Sumber : Hasil Pengamatan


SPT 4 memiliki kelas kemampuan lahan VI-p4 yang
35

dikarenakan faktor pembatas berupa permeabilitas. Tanah pada kelas


ini terletak pada lereng yang agak miring (8-15%) sehingga memiliki
kepekaan erosi sedang yang dibuktikan dengan tingkat erosi sedang.
Lahan kelas VI mempunyai ancaman kerusakan yang sangat sulit
untuk dihilangkan. Namun demikian lahan kelas VI masih dapat
digunakan untuk beberapa penggunaan, seperti yang disebutkan dalam
Budiarta (2014), penggunaan lahan yang dapat diupayakan adalah
hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam.
e. Kemampuan Lahan SPT 5
Tabel 4.3.5 Hasil Pengamatan Kemampuan Lahan SPT 5

SPT 5 Klasifikasi Kelas

Lereng permukaan 15 s/d 30 D(I3) IV

Kepekaan erosi Berat KE4 IV

Tingkat erosi Sedang e2 II

Kedalam tanah (cm) >120 k0 I

Tekstur Lapisan atas Sedang t3 I

Tekstur Lapisan Bawah Sedang t3 I

Permeabilitas 3,5 p4 VI

Drainase Baik d1 II

Kerikil/ Batuan <0,1 b0 I

Ancaman Banjir Tidak ada o0 I

Garam/ salinitas Bebas g0 I

Kelas Kemampuan VI-p4

Sumber : Hasil Pengamatan


SPT 5 memiliki kelas kemampuan lahan VI-p4 dengan faktor
pembatas permeabilitas. Tanah pada kelas ini terletak pada lereng (15-
30%) sehingga peka terhadap erosi dengan tingkat erosi sedang.
Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat,
lahan dengan kelas kemampuan VI penggunaannya tidak sesuai untuk
36

kegiatan pertanian, dan terbatas untuk tanaman keras dan hutan.


Menurut Mahendra et al. (2016), umumnya lahan kelas VI terletak
pada lereng curam, sehingga jika dipergunakan untuk penggembalaan
dan hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk menghindari
erosi.
3. Pembahasan
Hasil dari analisis terhadap kelas kemampuan lahan dari SPT 1
sampai dengan SPT 5, menghasilkan hasil data dengan nilai kelas
kemampuan lahan yang berbeda dan faktor pembatas yang berbeda. Kelas
kemampuan lahan pada SPT I termasuk kelas II-I1,e2,d2 yang dikarenakan
faktor pembatas dari SPT tersebut adalah lereng permukaan, tingkat erosi
dan drainase. Kelas kemampuan lahan pada SPT 2 termasuk kelas V-p1
yang dikarenakan faktor pembatas dari SPT tersebut adalah permeabilitas.
Kelas kemampuan lahan pada SPT 3 termasuk termasuk kelas III-I2,e2
yang dikarenakan faktor pembatas dari SPT tersebut adalah lereng
permukaan dan tingkat erosi. Kelas kemampuan lahan SPT 4 dan SPT 5
termasuk kelas kemampuan lahan VI-p4 yang dikarenakan faktor
pembatas dari SPT tersebut adalah permeabilitas.
Tanah pada kelas I, II, III, dan IV sesuai untuk lahan pertanian
intensif, sedangkan untuk kelas V, VI, VII, dan VIII merupakan kelas yang
bisa dikatakan sudah tidak boleh diperuntukan lagi untuk lahan pertanian,
tetapi untuk cagar alam, atau hutan lindung. Dalam beberapa hal tanah
kelas V dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis
tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungaan
dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi dengan pengelolaan dan tindakan
konservasi tanah dan air yang baik. Lahan kelas kemampuan lahan kelas V
merupakan lahan yang paling rendah kemampuannya dengan
kemungkinan penggunaan paling terbatas, misalnya hanya cocok untuk
hutan lindung atau cagar alam. Tanah dalam lahan kelas V sebaiknya
dilakukan agroforestri, untuk penghasilan sekaligus penerapan konservasi.
37

D. Kesesuaian Lahan
1. Sorgum

Gambar 4.4.1.1 Peta Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Sorgum

Gambar 4.4.1.2 Peta Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Sorgum


38

Tabel 4.4.1.1 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 1 untuk Tanaman Sorgum


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Pembuatan
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 N S3
saluran irigasi
Kelembaban (%) 81,93 S2 S1
Media Perakaran (rc)
Drainase agak baik S2 S1
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 26,36 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 33,32 S3 S1
pH H2O 6 S1 S1
C-organik (%) 3,30 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) Rendah S1 S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S2 Pemupukan S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
Bahaya erosi ringan S3 teras, penanaman S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
39

tanah

Bahaya Banjir (fh)


Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N; wa S3;wa
Faktor penghambat Curah Hujan
Sumber : Hasil Pengamatan

Tabel 4.4.1.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk Tanaman Sorgum


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Pembuatan
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 N S3
saluran Irigasi
Kelembaban (%) 81,93 S2 S1
Media Perakaran (rc)
Pembuatan
Drainase sedang S2 S1
saluran irigasi
Tekstur C S2 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 36,49 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 46,3 S2 S1
pH H2O 5,6 S1 S1
C-organik (%) 5,50 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
40

sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S2 Pemupukan S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N;wa S3;wa
Faktor penghambat Curah Hujan
Sumber : Data Pengamatan

Tabel 4.4.1.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk Tanaman Sorgum


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
pembuatan
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 N S3
saluran irigasi
Kelembaban (%) 81,93 S2 S1
Media Perakaran (rc)
41

pembuatan
Drainase agak baik S2 S1
saluran irigasi
Tekstur C S2 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 80 s/d 100 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 31,87 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 38,19 S2 S1
pH H2O 6,1 S1 S1
C-organik (%) 3,29 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S2 Pemupukan S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N;wa S3;wa
Faktor penghambat Curah Hujan
42

Tabel 4.4.1.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk Tanaman Sorgum


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Pembuatan
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 N S3
saluran irigasi
Kelembaban (%) 81,93 S2 S1
Media Perakaran (rc)
Drainase baik S1 S1
Tekstur SC S2 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 23,25 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 63,5 S1 S1
pH H2O 5,9 S1 S1
C-organik (%) 2,32 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
sangat
P2O5 (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S2 Pemupukan S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
Bahaya erosi sedang S3 S2
teras, penanaman
sejajar kontur,
penanaman
43

tanaman penutup
tanah

Bahaya Banjir (fh)


Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N; wa S3; wa
Faktor penghambat Curah Hujan

Tabel 4.4.1.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 5 untuk Tanaman Sorgum


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Pembuatan
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 N S3
saluran irigasi
Kelembaban (%) 81,93 S2 S1
Media Perakaran (rc)
Pembuatan
Drainase baik S1 S1
saluran irigasi
Tekstur SL S3 - S2
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 25,11 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 35,72 S2 S1
pH H2O 6,8 S1 S1
C-organik (%) 2,54 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
44

sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S2 Pemupukan S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 15 s/d 30 N S3
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
N;wa,
Kelas kesesuaian lahan N; wa,eh
eh
Faktor penghambat Curah hujan dan bahaya erosi

Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar terbagi menjadi 5


SPT. Berdasarkan hasil pengamatan, SPT 1 hingga SPT 5 memiliki tingkat
kesesuaian lahan aktual N (tidak sesuai) untuk penanaman Sorgum. Faktor
penghambatnya sama yaitu pada curah hujan. Kondisi ketersediaan air
pada SPT 1 hingga SPT 4 sama yaitu memiliki curah hujan 1763,81 mm/
tahun. Untuk mencapai kelas kesesuaian lahan potensial makan diperlukan
usaha perbaikan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor
tersebut adalah pembuatan saluran irigasi. Sehingga dengan demikian akan
dicapai kelas kesesuaian lahan potensial untuk tanaman Sorgum di
45

Kecamatan Gondangrejo yaitu S3 (sesuai marginal).


Berdasarkan hasil pengamatan pada SPT 5, memiliki tingkat
kesesuaian lahan aktual N (tidak sesuai) untuk penanaman Sorgum. Faktor
penghambat yang pertama adalah bahaya erosi. Kondisi lahan pada SPT 5
memiliki kemiringan lereng 15-30% yang menyebabkan bahaya erosi
tingkat sedang. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor
tersebut adalah pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan
penanaman tanaman penutup tanah. Faktor penghambat kedua yaitu curah
hujan, SPT 5 memiliki curah hujan 1763,81 mm/ tahun. Upaya yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki faktor penghambat tersebut yaitu pembuatan
saluran irigasi. Sehingga dengan demikian akan dicapai kelas kesesuaian
lahan potensial untuk tanaman Sorgum di Kecamatan Gondangrejo yaitu
S3 (sesuai marginal).
2. Gandum

Gambar 4.4.2.1 Peta Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Gandum


46

Gambar 4.4.2.2 Peta Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Gandum

Tabel 4.4.2.1 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 1 untuk Tanaman Gandum


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 N N
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 N Irigasi S3
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Perbaikan sistem
drainase, seperti
Drainase agak baik S3 S2
pembuatan
saluran drainase
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 26,36 S1 S1
Pengapuran atau
Kejenuhan basa (%) 33,32 S2 penambahan S1
bahan organik
pH H2O 6 S1 S1
C-organik (%) 3,30 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
47

N total (%) sedang S1 S1


P2O5 (mg/100g) Rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S2
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N ; tc, wa Irigasi N ; tc
Faktor penghambat Temperature

Tabel 4.4.2.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk Tanaman Gandum


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 N N
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 N Irigasi S3
Kelembaban (%) 81,93
48

Media Perakaran (rc)


Perbaikan sistem
drainase, seperti
Drainase sedang S3 S2
pembuatan
saluran drainase
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 36,49 S1 S1
Pengapuran atau
Kejenuhan basa (%) 46,3 S2 penambahan S1
bahan organik
pH H2O 5,6 S1 S1
C-organik (%) 5,50 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) Rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S2
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
49

Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1


Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N ; tc, wa Irigasi N ; tc
Faktor penghambat Temperature

Tabel 4.4.2.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk Tanaman Gandum


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 N N
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 N Irigasi S3
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Perbaikan sistem
drainase, seperti
Drainase agak baik S3 S2
pembuatan
saluran drainase
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 80 s/d 100 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 31,87 S1 S1
Pengapuran atau
Kejenuhan basa (%) 38,19 S2 penambahan S1
bahan organik
pH H2O 6,1 S1 S1
C-organik (%) 3,29 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) Rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S2
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
50

Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N ; tc, wa Irigasi N ; tc
Faktor penghambat Temperature

Tabel 4.4.2.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk Tanaman Gandum


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 N N
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 N Irigasi S3
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Perbaikan sistem
drainase, seperti
Drainase baik S3 S2
pembuatan
saluran drainase
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S1 S1
51

Retensi Hara (nr)


KTK liat (cmol) 23,25 S1 S1
Pengapuran atau
Kejenuhan basa (%) 63,5 S2 penambahan S1
bahan organik
pH H2O 5,9 S1 S1
C-organik (%) 2,32 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
sangat
P2O5 (mg/100g) S2 Pemupukan S1
rendah
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S2
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan N ; tc, wa Irigasi N ; tc
Faktor penghambat Temperature
52

Tabel 4.4.2.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 5 untuk Tanaman Gandum


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 N N
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 N Irigasi S3
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Perbaikan sistem
drainase, seperti
Drainase baik S3 S2
pembuatan
saluran drainase
Tekstur SL S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 25,11 S1 S1
Pengapuran atau
Kejenuhan basa (%) 35,72 S2 penambahan S1
bahan organik
pH H2O 6,8 S1 S1
C-organik (%) 2,54 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S2
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 15 s/d 30 N S3
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
53

Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Irigasi dan Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Kelas kesesuaian lahan N ; tc, wa, eh N ; tc
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah.
Faktor penghambat Temperature

Daerah Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar terbagi


menjadi 5 SPT. Berdasarkan hasil analisis SPT 1 memiliki tingkat
kesesuaian aktual N (Tidak sesuai) untuk penanaman gandum. Faktor
penghambat pertama yaitu temperature. Temperature pada SPT 1 tidak
cocok digunakan untuk penanaman gandum karena >25°C. Tidak ada
upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut. Tidak
adanya tindakan untuk perbaikan maka kelas kesusaian pada SPT 1 tetap N
(Tidak sesuai) . Faktor penghambat kedua yaitu curah hujan. Upaya yang
dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut yaitu dengan
pembuatan irigasi sehingga air yang dapat tersedia secara optimal.
Tindakan dengan tingkat perlakuan sedang dapat meningkatkan kelas
kesesuaian curah hujan menjadi S3 (Cukup sesuai) untuk kesesuaian lahan
potensial.
SPT 2 memiliki tingkat kesesuaian aktual N (Tidak sesuai) untuk
54

penanaman gandum. Faktor penghambat pertama yaitu temperature.


Temperature pada SPT 2 tidak cocok digunakan untuk penanaman gandum
karena >25°C. Tidak ada upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut. Tidak adanya tindakan untuk perbaikan maka kelas
kesusaian pada SPT 2 tetap N (Tidak sesuai) . Faktor penghambat kedua
yaitu curah hujan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor
tersebut yaitu dengan pembuatan irigasi sehingga air yang dapat tersedia
secara optimal. Tindakan dengan tingkat perlakuan sedang dapat
meningkatkan kelas kesesuaian curah hujan menjadi S3 (Cukup sesuai)
untuk kesesuaian lahan potensial.
SPT 3 memiliki tingkat kesesuaian aktual N (Tidak sesuai) untuk
penanaman gandum. Faktor penghambat pertama yaitu temperature.
Temperature pada SPT 3 tidak cocok digunakan untuk penanaman gandum
karena >25°C. Tidak ada upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut. Tidak adanya tindakan untuk perbaikan maka kelas
kesusaian pada SPT 3 tetap N (Tidak sesuai) . Faktor penghambat kedua
yaitu curah hujan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor
tersebut yaitu dengan pembuatan irigasi sehingga air yang dapat tersedia
secara optimal. Tindakan dengan tingkat perlakuan sedang dapat
meningkatkan kelas kesesuaian curah hujan menjadi S3 (Cukup sesuai)
untuk kesesuaian lahan potensial.
SPT 4 memiliki tingkat kesesuaian aktual N (Tidak sesuai) untuk
penanaman gandum. Faktor penghambat pertama yaitu temperature.
Temperature pada SPT 4 tidak cocok digunakan untuk penanaman gandum
karena >25°C. Tidak ada upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut. Tidak adanya tindakan untuk perbaikan maka kelas
kesusaian pada SPT 4 tetap N (Tidak sesuai) . Faktor penghambat kedua
yaitu curah hujan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor
tersebut yaitu dengan pembuatan irigasi sehingga air yang dapat tersedia
secara optimal. Tindakan dengan tingkat perlakuan sedang dapat
meningkatkan kelas kesesuaian curah hujan menjadi S3 (Cukup sesuai)
55

untuk kesesuaian lahan potensial.


SPT 5 memiliki tingkat kesesuaian aktual N (Tidak sesuai) untuk
penanaman gandum. Faktor penghambat pertama yaitu temperature.
Temperature pada SPT 5 tidak cocok digunakan untuk penanaman gandum
karena >25°C. Tidak ada upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut. Tidak adanya tindakan untuk perbaikan maka kelas
kesusaian pada SPT 5 tetap N (Tidak sesuai) . Faktor penghambat kedua
yaitu curah hujan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor
tersebut yaitu dengan pembuatan irigasi sehingga air yang dapat tersedia
secara optimal. Faktor penghambat ketiga yaitu kemiringan lereng. Upaya
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut yaitu dengan
usaha pengurangan laju erosi, pembuatan teras, penanaman sejajar kontur,
penanaman tanaman penutup tanah. Tindakan dengan tingkat perlakuan
sedang dapat meningkatkan kelas kesesuaian curah hujan menjadi S3
(Cukup sesuai) dan kemiringan lereng menjadi S3 (Cukup sesuai) untuk
kesesuaian lahan potensial.
3. Ubi Kayu

Gambar 4.4.3.1 Peta Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Ubi Kayu


56

Gambar 4.4.3.2 Peta Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Ubi Kayu


Tabel 4.4.3.1 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 1 untuk Tanaman Ubi Kayu
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase agak baik S1 S1
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 26,36 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 33,32 S1 S1
pH H2O 6 S1 S1
C-organik (%) 3,30 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) Rendah S1 S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
57

Bahaya Erosi (eh)


Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh S2; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi

Tabel 4.4.3.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk Tanaman Ubi Kayu
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase sedang S1 S1
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Umumnya tidak
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S2 dapat dilakukan, S1
kecuali pada
58

lapisan padas
lunak dan tipis
dengan
membongkarnya
waktu pengolahan
tanah
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 36,49 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 46,3 S1 S1
pH H2O 5,6 S1 S1
C-organik (%) 5,50 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S1 S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh S2; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi
59

Tabel 4.4.3.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk Tanaman Ubi Kayu
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase agak baik S1 S1
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Umunya tidak
dapat dilakukan,
kecuali pada
lapisan padas
Kedalaman efektif tanah (cm) 80 s/d 100 S2 lunak dan tipis S2
dengan
membongkarnya
waktu pengolahan
tanah
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 31,87 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 38,19 S1 S1
pH H2O 6,1 S1 S1
C-organik (%) 3,29 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 teras, penanaman S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
60

tanah

Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman S2; rc,
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh
sejajar kontur eh
Faktor penghambat Media perakaran dan bahaya erosi

Tabel 4.4.3.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk Tanaman Ubi Kayu
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase baik S1 S1
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S2 - S2
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 23,25 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 63,5 S1 S1
61

pH H2O 5,9 S1 S1
C-organik (%) 2,32 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
sangat
P2O5 (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman S2; rc,
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh
sejajar kontur eh
Faktor penghambat Media perakaran, Bahaya erosi

Tabel 4.4.3.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 5 untuk Tanaman Ubi Kayu
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
62

Ketersediaan Air (wa)


Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase baik S1 S1
Tekstur SL S3 - S2
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 25,11 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 35,72 S1 S1
pH H2O 6,8 S1 S1
C-organik (%) 2,54 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 15 s/d 30 N S3
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
63

Singkapan batuan (%) 0 S1 S1


Penanaman
Kelas kesesuaian lahan N; eh S3; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi dan media perakaran

Daerah Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar terbagi


menjadi 5 SPT. Berdasarkan hasil analisis SPT 1 memiliki tingkat
kesesuaian aktual S3 (Kurang Sesuai) untuk penanaman ubi kayu. Faktor
penghambat pertama yaitu ketersediaan hara K2O sangat rendah. Upaya
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah
pemupukan untuk meningkatkan ketersediaan hara K2O pada lahan ubi
kayu. Tindakan pemupukan dengan tingkat perlakuan sedang dapat
meningkatkan kelas kesesuaian menjadi S1 (Sangat Sesuai) untuk
kesesuaian lahan potensial. Faktor penghambat kedua yaitu kemiringan
lereng 3-8% dan bahaya erosi ringan. Upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki faktor tersebut antara lain usaha pengurangan laju erosi,
pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, penanaman tanaman penutup
tanah. Tindakan dengan tingkat perlakuan sedang dapat meningkatkan
kelas kesesuaian kemiringan lereng menjadi S1 (Sangat Sesuai) dan kelas
bahaya erosi menjadi S2 (Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial.
SPT 2 memiliki tingkat kesesuaian aktual S3 (Kurang Sesuai)
untuk penanaman ubi kayu. Faktor penghambat pertama yaitu ketersediaan
hara P2O5 rendah dan K2O sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pemupukan untuk meningkatkan
ketersediaan hara P2O5 dan K2O pada lahan ubi kayu. Tindakan
pemupukan dengan tingkat perlakuan sedang dapat meningkatkan kelas
kesesuaian menjadi S1 (Sangat Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial.
Faktor penghambat kedua yaitu kemiringan lereng 3-8% dan bahaya erosi
ringan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut
antara lain usaha pengurangan laju erosi, pembuatan teras, penanaman
sejajar kontur, penanaman tanaman penutup tanah. Tindakan dengan
tingkat perlakuan sedang dapat meningkatkan kelas kesesuaian kemiringan
64

lereng menjadi S1 (Sangat Sesuai) dan kelas bahaya erosi menjadi S2


(Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial.
SPT 3 memiliki tingkat kesesuaian aktual S3 (Kurang Sesuai)
untuk penanaman ubi kayu. Faktor penghambat pertama yaitu ketersediaan
hara P2O5 rendah dan K2O sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pemupukan untuk meningkatkan
ketersediaan hara P2O5 dan K2O pada lahan ubi kayu. Tindakan
pemupukan dengan tingkat perlakuan sedang dapat meningkatkan kelas
kesesuaian menjadi S1 (Sangat Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial.
Faktor penghambat kedua yaitu kemiringan lereng 3-8% dan bahaya erosi
sedang. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut
antara lain usaha pengurangan laju erosi, pembuatan teras, penanaman
sejajar kontur, penanaman tanaman penutup tanah. Tindakan dengan
tingkat perlakuan sedang dapat meningkatkan kelas kesesuaian kemiringan
lereng dan kelas bahaya erosi menjadi S2 (Sesuai) untuk kesesuaian lahan
potensial.
SPT 4 memiliki tingkat kesesuaian aktual S3 (Kurang Sesuai)
untuk penanaman ubi kayu. Faktor penghambat pertama yaitu ketersediaan
hara P2O5 rendah dan K2O sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pemupukan untuk meningkatkan
ketersediaan hara P2O5 dan K2O pada lahan ubi kayu. Tindakan
pemupukan dengan tingkat perlakuan sedang dapat meningkatkan kelas
kesesuaian menjadi S1 (Sangat Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial.
Faktor penghambat kedua yaitu kemiringan lereng 8-15% dan bahaya erosi
sedang. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut
antara lain usaha pengurangan laju erosi, pembuatan teras, penanaman
sejajar kontur, penanaman tanaman penutup tanah. Tindakan dengan
tingkat perlakuan sedang dapat meningkatkan kelas kesesuaian kemiringan
lereng dan kelas bahaya erosi menjadi S2 (Sesuai) untuk kesesuaian lahan
potensial.
SPT 5 memiliki tingkat kesesuaian aktual N (Tidak Sesuai) untuk
65

penanaman ubi kayu. Faktor penghambat yaitu kemiringan lereng 15-30%


dan bahaya erosi sedang. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut antara lain usaha pengurangan laju erosi, pembuatan teras,
penanaman sejajar kontur, penanaman tanaman penutup tanah. Tindakan
dengan tingkat perlakuan sedang dapat meningkatkan kelas kesesuaian
kemiringan lereng menjadi S3 (Tidak Sesuai) dan kelas bahaya erosi
menjadi S2 (Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial.
4. Ubi Jalar

Gambar 4.4.4.1 Peta Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Ubi Jalar

Gambar 4.4.4.2 Peta Evaluasi Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Ubi


Jalar
66

Tabel 4.4.4.1 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 1 untuk Tanaman Ubi Jalar
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S2 - S2
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S2 Irigasi S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase agak baik S1 S1
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 26,36 S1 S1
Penambahan
Kejenuhan basa (%) 33,32 S2 S1
Bahan Organik
pH H2O 6 S1 S1
C-organik (%) 3,30 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
Bahaya erosi ringan S3 teras, penanaman S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
67

tanah

Bahaya Banjir (fh)


Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh S2; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi

Tabel 4.4.4.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk Tanaman Ubi Jalar
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S2 - S2
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S2 Irigasi S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase sedang S1 S1
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 36,49 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 46,3 S1 S1
pH H2O 5,6 S1 S1
C-organik (%) 5,50 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
68

Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi Ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh S2; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi

Tabel 4.4.4.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk Tanaman Ubi Jalar
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S2 - S2
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S2 Irigasi S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase agak baik S1 S1
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
69

Kedalaman efektif tanah (cm) 80 s/d 100 S1 S1


Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 31,87 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 38,19 S1 S1
pH H2O 6,1 S1 S1
C-organik (%) 3,29 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh S2; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi
70

Tabel 4.4.4.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk Tanaman Ubi Jalar
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S2 - S2
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S2 Irigasi S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase baik S1 S1
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 23,25 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 63,5 S1 S1
pH H2O 5,9 S1 S1
C-organik (%) 2,32 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
sangat
P2O5 (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
Bahaya erosi sedang S3 teras, penanaman S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
71

tanah

Bahaya Banjir (fh)


Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh S2; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi

Tabel 4.4.4.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 5 untuk Tanaman Ubi Jalar
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S2 - S2
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S2 Irigasi S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase Baik S1 S1
Tekstur SL S3 - S2
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 25,11 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 35,72 S1 S1
pH H2O 6,8 S1 S1
C-organik (%) 2,54 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
72

Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 15 s/d 30 N S3
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Penanaman
Kelas kesesuaian lahan N; eh S3; eh
sejajar kontur
Faktor penghambat Bahaya erosi

Daerah Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar terbagi


menjadi 5 SPT. Berdasarkan hasil analisis, SPT 1 memiliki tingkat
kesesuaian lahan S3 (Sesuai Marginal) untuk penanaman komoditas ubi
jalar. Faktor penghambat pertama yaitu ketersediaan hara K2O yang
sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor
tersebut adalah pemupukan untuk meningkatkan ketersediaan hara pada
tanah di lahan komoditas ubi jalar. Faktor penghambat kedua yaitu bahaya
erosi ringan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor
tersebut adalah pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan
penanaman tanaman penutup tanah pada lahan ubi jalar. Tindakan tersebut
73

dapat meningkatkan kelas kesesuaian dengan pengurangan faktor


penghambat menjadi S2 (Cukup Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial
dengan faktor penghambat bahaya erosi.
SPT 2 memiliki tingkat kesesuaian lahan S3 (Sesuai Marginal)
untuk penanaman komoditas ubi jalar. Faktor penghambat pertama yaitu
K2O yang sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut adalah dengan pemupukan untuk meningkatkan
ketersediaan hara pada lahan ubi jalar. Faktor penghambat kedua yaitu
bahaya erosi ringan. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut adalah pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan
penanaman tanaman penutup tanah pada lahan ubi jalar. Tindakan tersebut
dapat meningkatkan kelas kesesuaian dengan pengurangan faktor
penghambat menjadi S2 (Cukup Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial
dengan faktor penghambat temperatur dan bahaya erosi.
SPT 3 memiliki tingkat kesesuaian lahan S3 (Sesuai Marginal)
untuk penanaman komoditas ubi jalar. Faktor penghambat pertama yaitu
K2O yang sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut adalah dengan pemupukan untuk meningkatkan
ketersediaan hara pada lahan ubi jalar. Faktor penghambat kedua yaitu
lereng dengan kemiringan 8-15% dan bahaya erosi sedang. Upaya yang
dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pembuatan
teras, penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah
pada lahan ubi jalar. Tindakan tersebut dapat meningkatkan kelas
kesesuaian dengan pengurangan faktor penghambat menjadi S2 (Cukup
Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial dengan faktor penghambat
bahaya erosi.
SPT 4 memiliki tingkat kesesuaian lahan S3 (Sesuai Marginal)
untuk penanaman komoditas ubi jalar. Faktor penghambat pertama yaitu
K2O dan P2O5 yang sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk
memperbaiki faktor tersebut adalah dengan pemupukan untuk
meningkatkan ketersediaan hara pada lahan ubi jalar. Faktor penghambat
74

kedua yaitu lereng dengan kemiringan 8-15% dan bahaya erosi sedang.
Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah
pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman
penutup tanah pada lahan ubi jalar. Tindakan tersebut dapat meningkatkan
kelas kesesuaian dengan pengurangan faktor penghambat menjadi S2
(Cukup Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial dengan faktor
penghambat temperatur dan bahaya erosi.
SPT 5 memiliki tingkat kesesuaian lahan N (Tidak Sesuai) untuk
penanaman komoditas ubi jalar. Faktor penghambat pada lahan ini adalah
kemiringan lereng 15-30% dan bahaya erosi sedang. Upaya yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pembuatan teras,
penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah pada
lahan ubi jalar. Tindakan tersebut dapat meningkatkan kelas kesesuaian
dengan pengurangan faktor penghambat menjadi S3 (Sesuai Marginal)
untuk kesesuaian lahan potensial dengan faktor penghambat bahaya erosi.
5. Talas

Gambar 4.4.5.1 Peta Kesesuaian Lahan Aktual Tanaman Talas


75

Gambar 4.4.5.2 Peta Kesesuaian Lahan Potensial Tanaman Talas


Tabel 4.4.5.1 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 1 untuk Tanaman Talas
Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase agak baik S1 S1
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 26,36 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 33,32 S2 S1
pH H2O 6 S1 S1
C-organik (%) 3,30 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
76

Salinitas (dS/m) <1 S1 S1


Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh Pembuatan teras S2; eh
Faktor penghambat Bahaya erosi

Tabel 4.4.5.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 2 untuk Tanaman Talas


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Perbaikan sistem
drainase, seperti
Drainase sedang S2 S1
pembuatan
saluran drainase
Tekstur C S1 S1
77

Bahan kasar (%) <15 S1 S1


Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 36,49 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 46,3 S1 S1
pH H2O 5,6 S1 S1
C-organik (%) 5,50 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 3 s/d 8 S2 S1
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi ringan S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh, rc Pembuatan teras S2; eh
Faktor penghambat Bahaya erosi
78

Tabel 4.4.5.3 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 3 untuk Tanaman Talas


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase agak baik S1 S1
Tekstur C S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 80 s/d 100 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 31,87 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 38,19 S1 S1
pH H2O 6,1 S1 S1
C-organik (%) 3,29 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
79

Bahaya Banjir (fh)


Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh Pembuatan teras S2; eh
Faktor penghambat Bahaya erosi

Tabel 4.4.5.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 4 untuk Tanaman Talas


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase Baik S1 S1
Tekstur SC S1 S1
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) 60 s/d 85 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 23,25 S1 S1
Kejenuhan basa (%) 63,5 S1 S1
pH H2O 5,9 S1 S1
C-organik (%) 2,32 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) Sedang S1 S1
sangat
P2O5 (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
80

Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 8 s/d 15 S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi Sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
Kelas kesesuaian lahan S3; na, eh Pembuatan teras S2; eh
Faktor penghambat Bahaya erosi

Tabel 4.4.5.5 Evaluasi Kesesuaian Lahan SPT 5 untuk Tanaman Talas


Kesesuaian Lahan
Persyaratan Penggunaan/
Aktual Potensial
Karakteristik Lahan
Nilai Kelas Usaha Perbaikan Kelas
Temperatur (tc)
Temperatur rerata (oC) 25,81 S1 S1
Ketersediaan Air (wa)
Curah hujan (mm/tahun) 1763,81 S1 S1
Kelembaban (%) 81,93
Media Perakaran (rc)
Drainase baik S1 S1
Tekstur SL S3 - S3
Bahan kasar (%) <15 S1 S1
Kedalaman efektif tanah (cm) >150 S1 S1
Retensi Hara (nr)
KTK liat (cmol) 25,11 S1 S1
81

Kejenuhan basa (%) 35,72 S1 S1


pH H2O 6,8 S1 S1
C-organik (%) 2,54 S1 S1
Ketersediaan Hara (na)
N total (%) sedang S1 S1
P2O5 (mg/100g) rendah S2 Pemupukan S1
sangat
K2O (mg/100g) S3 Pemupukan S1
rendah
Toksisitas (xc)
Salinitas (dS/m) <1 S1 S1
Bahaya Erosi (eh)
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Lereng (%) 15 s/d 30 N S3
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Usaha
pengurangan laju
erosi, pembuatan
teras, penanaman
Bahaya erosi sedang S3 S2
sejajar kontur,
penanaman
tanaman penutup
tanah
Bahaya Banjir (fh)
Genangan/ banjir tidak ada S1 S1
Tinggi genangan (cm) - S1 S1
Lama genangan (hari) - S1 S1
Penyiapan Lahan (lp)
Batuan permukaan (%) <0,1 S1 S1
Singkapan batuan (%) 0 S1 S1
S3; eh,
Kelas kesesuaian lahan N; eh Pembuatan teras
rc
Faktor penghambat Bahaya erosi dan media perakaran

Daerah Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar terbagi


menjadi 5 SPT. Berdasarkan hasil analisis, SPT 1 memiliki tingkat
kesesuaian lahan S2 (Cukup Sesuai) untuk penanaman komoditas talas.
Faktor penghambat pertama yaitu ketersediaan hara P2O5 yang rendah dan
82

K2O yang sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut adalah pemupukan untuk meningkatkan ketersediaan hara
pada tanah di lahan komoditas talas. Faktor penghambat kedua yaitu
kemiringan lereng 3-8 % dan bahaya erosi ringan. Upaya yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pembuatan teras,
penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah pada
lahan talas. Tindakan tersebut dapat meningkatkan kelas kesesuaian
dengan pengurangan faktor penghambat menjadi S2 (Cukup Sesuai) untuk
kesesuaian lahan potensial.
SPT 2 memiliki tingkat kesesuaian lahan S2 (Cukup Sesuai) untuk
penanaman komoditas talas. Faktor penghambat pertama yaitu drainase
sedang atau agak cepat. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut adalah perbaikan sistem drainase, seperti pembuatan
saluran drainase. Faktor penghambat kedua yaitu ketersediaan hara P2O5
yang rendah dan K2O yang sangat rendah. Upaya yang dapat dilakukan
untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pemupukan untuk meningkatkan
ketersediaan hara pada tanah di lahan komoditas talas. Faktor penghambat
ketiga yaitu kemiringan lereng 3-8 % dan bahaya erosi ringan. Upaya yang
dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pembuatan
teras, penanaman sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah
pada lahan talas. Tindakan tersebut dapat meningkatkan kelas kesesuaian
dengan pengurangan faktor penghambat menjadi S2 (Cukup Sesuai) untuk
kesesuaian lahan potensial.
SPT 3 memiliki tingkat kesesuaian lahan S2 (Cukup Sesuai) untuk
penanaman komoditas talas. Faktor penghambat pertama yaitu
ketersediaan hara P2O5 yang rendah dan K2O yang sangat rendah. Upaya
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah
pemupukan untuk meningkatkan ketersediaan hara pada tanah di lahan
komoditas talas. Faktor penghambat kedua yaitu kemiringan lereng 8-15 %
dan bahaya erosi sedang. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
faktor tersebut adalah pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan
83

penanaman tanaman penutup tanah pada lahan talas. Tindakan tersebut


dapat meningkatkan kelas kesesuaian dengan pengurangan faktor
penghambat menjadi S2 (Cukup Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial.
SPT 4 memiliki tingkat kesesuaian lahan S2 (Cukup Sesuai) untuk
penanaman komoditas talas. Faktor penghambat pertama yaitu
ketersediaan hara P2O5 dan K2O yang sangat rendah. Upaya yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pemupukan untuk
meningkatkan ketersediaan hara pada tanah di lahan komoditas talas.
Faktor penghambat kedua yaitu kemiringan lereng 8-15 % dan bahaya
erosi sedang. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor
tersebut adalah pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan
penanaman tanaman penutup tanah pada lahan talas. Tindakan tersebut
dapat meningkatkan kelas kesesuaian dengan pengurangan faktor
penghambat menjadi S2 (Cukup Sesuai) untuk kesesuaian lahan potensial.
SPT 5 memiliki tingkat kesesuaian lahan S3 (Sesuai Marginal)
untuk penanaman komoditas talas. Faktor penghambat pertama yaitu
tekstur tanah pada media perakaran adalah lempung berpasir (SL). Upaya
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut sulit, bahkan
tidak bisa diperbaiki. Faktor penghambat kedua yaitu ketersediaan hara
P2O5 yang rendah dan K2O yang sangat rendah. Upaya yang dapat
dilakukan untuk memperbaiki faktor tersebut adalah pemupukan untuk
meningkatkan ketersediaan hara pada tanah di lahan komoditas talas.
Faktor penghambat ketiga yaitu kemiringan lereng 15-30 % dan bahaya
erosi sedang. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki faktor
tersebut adalah pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan
penanaman tanaman penutup tanah pada lahan talas. Tindakan yang
dilakukan untuk memperbaiki bahaya erosi tersebut dapat meningkatkan
kelas kesesuaian dengan pengurangan faktor penghambat menjadi S3
(Sesuai Marginal) untuk kesesuaian lahan potensial.
V. KOMPREHENSIF

Praktikum survei tanah dan evaluasi lahan dilaksanakan di Kecamatan


Gondangrejo pada lima SPT. Evaluasi lahan dilakukan untuk mengetahui kelas
kemampuan lahan dan kesesuaian lahan terhadap beberapa jenis komoditas
pertanian. Menurut Harjianto et al., (2016), Klasifikasi kemampuan lahan
merupakan upaya untuk mengevaluasi lahan untuk penggunaan tertentu,
sedangkan evaluasi kemampuan lahan adalah penilaian lahan (komponen-
komponen lahan) secara sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa
kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat
dalam penggunaannya secara lestari. Kelas kemampuan lahan pada masing-
masing SPT tentunya memiliki perbedaan. SPT 1 memiliki kelas kemampuan
lahan II-I1,e1,d2 dengan faktor pembatas lereng permukaan, tingkat erosi dan
drainase, SPT 2 memiliki kelas kemampuan lahan V-p1 dengan faktor pembatas
permeabilitas, SPT 3 memiliki kelas kemampuan lahan III-I2,e2 dengan faktor
pembatas kemiringan lereng dan tingkat erosi, SPT 4 dan SPT 5 memiliki kelas
kemampuan lahan VI-p4 dengan faktor pembatas permeabilitas. SPT 1 memiliki
kelas kemampuan lahan yang lebih baik dibanding 4 kelas kemampuan lahan
lainnya yaitu II-I1,e1,d2. Tanah – tanah dalam kelas II memberikan pilihan
penggunaan yang kurang dan tuntutan pengelolaan yang lebih berarti dari tanah
kelas I kepada penggarap. Tanah pada kelas ini terletak pada lereng yang landai/
berombak (3-8%), sehingga akan menyebabkan erosi dengan tingkat erosi ringan.
Evaluasi kesesuaian lahan pada 5 SPT dilakaukan dengan jenis komoditas
tanaman pertanian yang berbeda diantaranya sorgum, gandum, ubi kayu, ubi jalar
dan talas. Menurut Umar et al., (2017), kelas kesesuaian lahan dapat dibedakan
atas empat kategori yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan
tidak sesuai (N). Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi kelas kesesuaian
lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kelas kesesuaian lahan aktual dinilai
berdasar kondisi di lapangan sedangkan kelas kesesuaian lahan potensial
merupakan hasil tindakan perbaikan dari kelas kesesuaian lahan aktual. Sorgum
merupakan tanaman yang dapat menjadi salah satu alternatif pengganti bahan

84
85

baku pembuatan tepung terigu. Untuk mengetahui produktivitas tanaman sorgum


terdapat beberapa kendala diantaranya adalah kurangnya informasi tentang
sumberdaya lahan, maka dari itu diperlukan adanya evaluasi kesesuaian lahan.
Menurut Nora et al. (2015) dengan dilakukannya evaluasi lahan diharapkan akan
diperoleh data karakteristik berdasarkan kesesuaian lahannya. Kecamatan
Gondangrejo Kabupaten Karanganyar berdasarkan peta kesesuaian lahan aktual
dari SPT 1 hingga SPT 5 memiliki kelas kesesuaian lahan N (tidak sesuai).
Menurut Rahmawaty (2016), untuk meningkatkan kelas kesesuaian lahan menjadi
setingkat lebih baik diperlukan adanya usaha perbaikan. Usaha perbaikan untuk
penanaman Sorgum di wilayah Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar maka perlu
dilakukan usaha pembuatan saluran irigasi untuk perbaikan curah hujan dan
pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, serta penanaman tanaman penutup
tanah untuk perbaikan bahaya erosi. Dengan demikian, kesesuaian lahan potensial
dari SPT 1 hingga SPT 5 untuk tanaman Sorgum di Kecamatan Gondangrejo,
Kabupaten Karanganyar menjadi S3 (sesuai marginal).
Tanaman gandum untuk Kecamatan Gondangrejo memiliki kelas
kesesuaian lahan N (tidak sesuai) dengan faktor pembatas temperature pada SPT
1-4 dan temperature, lereng pada SPT 5. SPT 1-5 memiliki permasalahan yang
sama yaitu kondisi temperature yang tidak sesuai untuk tanaman gandum dan
curah hujan. Temperature di Kecamatan Gondangrejo lebih dari 25 °C sehingga
mempunyai kelas kemampuan lahan aktual N (tidak sesuai) dan kondisi curah
hujan yang berkisar 1763,81 menyebabkan kelas kemampuan lahan aktual yaitu N
(tidak sesuai). SPT 5 memiliki permasalahan yang lebih banyak dibanding SPT
yang lainnya karena kondisi temperature yang tidak sesuai dan kondisi curah
hujan yang tinggi ditambah juga dengan kondisi kemiringan lereng pada SPT 5
15-30 % sehingga mempunyai kelas kemampuan lahan aktual N (tidak sesuai).
Usaha perbaikan perlu dilakukan dengan meningkatkan kesesuaian lahan untuk
komoditas gandum. Kondisi temperature tidak dapat dilakukan perbaikan karena
hal tersebut merupakan kondisi alami yang sulit untuk di kendalikan. Usaha
perbaikan yang dapat di Kecamatan Gondangrejo untuk komoditas gandum yaitu
86

pembuatan irigasi dan usaha pengurangan laju erosi, pembuatan teras, penanaman
sejajar kontur, penanaman tanaman penutup tanah.
Menurut Sukarman et al. (2018) evaluasi lahan diklasifikasikan sesuai
untuk pengembangan komoditas tertentu jika secara biofisik maupun secara sosial
ekonomi tergolong sesuai. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas ubi
kayu di Kecamatan Gondangrejo pada evaluasi lahan aktual memiliki kelas
kesesuaian lahan yg hampir sama tiap SPT. SPT 1-4 memiliki kelas kesesuaian
lahan S3 (Kurang Sesuai) dengan faktor pembatas yang sama yaitu na
(ketersediaan hara) dan eh (bahaya erosi). SPT 1 memiliki permasalahan
kandungan hara K2O sangat rendah yang dapat diatasi dengan pemupukan,
kemiringan lereng 3-8% dan bahaya erosi ringan yang dapat diatasi dengan
penanaman sejajar kontur atau penanaman tanaman penutup tanah.
SPT 2 memiliki permasalahan kandungan hara P2O5 rendah dan
kandungan K2O sangat rendah yang dapat diatasi dengan pemupukan, kemiringan
lereng 3-8% dan bahaya erosi ringan yang dapat diatasi dengan penanaman sejajar
kontur atau penanaman tanaman penutup tanah. SPT 3 memiliki permasalahan
kandungan hara P2O5 rendah dan kandungan K2O sangat rendah yang dapat
diatasi dengan pemupukan, kemiringan lereng 8-15% dan bahaya erosi sedang
yang dapat diatasi dengan penanaman sejajar kontur atau penanaman tanaman
penutup tanah. SPT 4 memiliki permasalahan kandungan hara P2O5 sangat rendah
dan kandungan K2O sangat rendah yang dapat diatasi dengan pemupukan,
kemiringan lereng 8-15% dan bahaya erosi sedang yang dapat diatasi dengan
penanaman sejajar kontur atau penanaman tanaman penutup tanah. SPT ke 5
memiliki tingkat kesesuaian lahan N (tidak sesuai) dengan faktor pembatas eh
(bahaya erosi). SPT 5 memiliki permasalahan kemiringan lereng 15-30% dan
bahaya erosi sedang yang dapat diatasi dengan penanaman sejajar kontur atau
penanaman tanaman penutup tanah. Menurut Mahmudi et al. (2016) kecocokan
antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan
atau komoditas yang dikaji memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan
tersebut potensial dikembangkan untuk komoditas tertentu.
87

Tanaman ubi jalar pada evaluasi lahan aktual memiliki kelas keseuaisan
lahan yang hampir sama tiap SPT. SPT 1-4 memiliki kelas kesesuaian lahan S3
(sesuai marginal) dengan faktor penghambat ketersediaan hara (na) dan bahaya
erosi (eh) dan memiliki kesesuaian lahan potensial berupa S2 dengan faktor
penghambat bahaya erosi (eh). Menurut Ngaji et al., (2018) menyatakan bahwa
wilayah dengan kelas S2 merupakan wilayah yang cukup sesuai sehingga
diperlukan perbaikan faktor pembatas untuk menaikkan kelasnya menjadi satu
tingkat diatasnya. Selain itu faktor pembatas berupa retensi hara dapat dilakukan
usaha perbaikan dengan pemupukan atau pengapuran. Hal ini merupakan salah
satu usaha yang memiliki tingkatan sedang-tinggi (Pasaribu et al., 2018). Untuk
SPT ke 5 memiliki tingkat kesesuaian lahan yang sangat tidak baik yaitu N (lahan
marginal) dengan faktor penghambat bahaya erosi (eh) dan memiliki tingkat
kesesuaian lahan potensial S3 dengan faktor penghambat bahaya erosi (eh).
Menurut Suryawan et al. (2020), hasil penilaian kesesuaian lahan aktual
dan potensial untuk tanaman yang akan dievaluasi di suatu daerah atau wilayah
dilakukan berdasarkan hasil matching (pencocokan) antara karakteristik pada
setiap sistem penggunaan lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman. Komoditas
talas pada evaluasi lahan aktual memiliki kelas kesesuaian lahan yg hampir sama
tiap SPT. SPT 1-4 memiliki kelas kesesuaian lahan S2 (cukup sesuai) dengan SPT
1 berupa S3; na, eh dengan kesesuaian lahan potensial berupa S2; eh. Pada SPT 2
berupa S3; na, eh, rc dengan kesesuaian lahan potensial berupa S2; eh. SPT 3
berupa S3; na, eh dengan kesesuaian lahan potensial menjadi S2; eh. SPT 4
berupa S3; na, eh dan dapat memiliki kesesuaian lahan potensial berupa S2; eh.
Faktor penghambat SPT 1-4 berupa bahaya erosi. Menurut Munthe et al. (2017),
permasalahan pada faktor pembatas/penghambat tersebut dapat diperbaiki pada
kelas kesesuaian lahan potensial yaitu melalui pembuatan teras, penanaman
sejajar kontur, dan penanaman tanaman penutup tanah pada lahan talas sehingga
kesesuaian lahan potensialnya menjadi S2. Untuk SPT ke 5 memiliki tingkat
kesesuaian lahan yang sangat tidak baik yaitu N (sesuai marginal); eh, yang mana
dapat ditingkatkan kesesuaian lahan potensialnya menjadi S3; eh, rc sehingga
lahan di Kecamatan Gondangrejo kurang cocok untuk ditanami komoditas talas.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan praktikum, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Survei dan evaluasi lahan di kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar dilaksanakan pada lima SPT. Klasifikasi tanah berdasarkan
data yang tersedia, ordo tanah untuk SPT 1, 2, 3, dan 4 adalah inceptisol,
SPT 5 adalah mollisol.
2. Kemampuan lahan ditunjukkan dengan kelas kemampuan lahan.
Pengelompokan di kelas didasarkan atas intensitas faktor penghambat.
Kemampuan lahan pada SPT 1 adalah II-I1,e1,d2. SPT 2 menunjukkan
hasil bahwa lahan ini termasuk dalam kelas V-p1. SPT 3 termasuk dalam
kelas kemampuan lahan III-I2,e2. SPT 4 dan SPT 5 memiliki kelas
kemampuan lahan VI-p4.
3. Evaluasi kesesuaian lahan di kecamatan Gondangrejo dilakukan dengan
mencocokkan kelima SPT dengan beberapa komoditas pertanian, yaitu
sorgum, gandum, ubi kayu, ubi jalar, dan talas.
4. Komoditas sorgum pada evaluasi lahan aktual tidak cocok ditanam di
Kecamatan Gondangrejo karena menunjukkan kelas kesesuaian lahan N
(tidak sesuai) pada semua SPT. Hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial
sorgum pada semua SPT kurang cocok untuk ditanam karena termasuk ke
dalam kelas kesesuaian lahan S3.
5. Komoditas gandum pada evaluasi lahan aktual dan lahan potensial tidak
cocok ditanam di Kecamatan Gondangrejo karena menunjukkan kelas
kesesuaian lahan N (tidak sesuai) pada semua SPT.
6. Komoditas ubi kayu pada evaluasi lahan aktual menunjukkan kelas
kesesuaian lahan tidak sesuai pada SPT 5 dan sesuai marginal (kurang
cocok) pada SPT 1, 2, 3, dan 4. Hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial
ubi kayu pada SPT 5 kurang cocok untuk ditanam karena termasuk ke
dalam kesesuaian lahan kelas S3, sedangkan SPT 1, 2, 3, dan 4 cocok

88
89

ditanam ubi kayu karena termasuk ke dalam kesesuaian lahan kelas S2.
7. Komoditas ubi jalar pada evaluasi lahan aktual menunjukkan kelas
kesesuaian lahan tidak sesuai pada SPT 5 dan sesuai marginal (kurang
cocok) pada SPT 1, 2, 3, dan 4. Hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial
ubi jalar pada SPT 5 kurang cocok untuk ditanam karena termasuk ke
dalam kesesuaian lahan kelas S3, sedangkan SPT 1, 2, 3, dan 4 cocok
ditanam ubi jalar karena termasuk ke dalam kesesuaian lahan kelas S2.
8. Komoditas talas pada evaluasi lahan aktual menunjukkan kelas kesesuaian
lahan tidak sesuai pada SPT 5 dan sesuai marginal (kurang cocok) pada
SPT 1, 2, 3, dan 4. Hasil evaluasi kesesuaian lahan potensial talas pada
SPT 5 kurang cocok untuk ditanam karena termasuk ke dalam kesesuaian
lahan kelas S3, sedangkan SPT 1, 2, 3, dan 4 cocok ditanam talas karena
termasuk ke dalam kesesuaian lahan kelas S2.
B. Saran

Berdasarkan kegiatan praktikum yang sudah dilaksanakan, maka saran yang


dapat kami berikan sebagai berikut:

1. Sebaiknya penjelasan tentang pembuatan peta-peta yang dibutuhkan


menggunakan software ArcGIS atau ArcView diperjelas lagi dan
diberikan langkah-langkah yang lebih rinci agar praktikan tidak kesulitan
membuat peta.
2. Sebaiknya penjelasan tentang pembuatan laporan lebih dijelaskan secara
rinci agar praktikan tidak kebingungan saat mengerjakan.
3. Kami berharap praktikum STELA Online ini dapat memberikan banyak
manfaat bagi kami dan teman-teman ilmu tanah angkatan 2018 lainnya.
Sangat disayangkan bahwa praktikum ini tidak bisa dilaksanakan survei
yang sesungguhnya dikarenakan Pandemi Covid-19.
DAFTAR PUSTAKA
Aqil M. dan Subagio H. 2014. Perakitan dan Pengembangan Varietas Unggul
Sorgum untuk Pangan, Pakan, dan Bioenergi. J. Iptek Tanaman Pangan
Vol. 9 (1) : 39-49.
Arsyad S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Azzahra, H., Yola D.M.L., Sandra D.H., Ninuk P. 2020. Teknik Budidaya
Tanaman Talas (Colocasia esculenta Scho) sebagai Upaya Peningkatan
Hasil Produksi Talas di Desa Situgede. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat.
2(3): 412–416.
Banuwa IS, Sinukaban N, Tarigan SD, dan Darusman D. 2018. Evaluasi
Kemampuan lahan DAS Sekampung Hulu. Jurnal Tanah Tropika, 13(2),
145-153.
Budiarta, I. G. 2014. Analisis Kemampuan Lahan Untuk Arahan Penggunaan
Lahan Pada Lereng Timur Laut Gunung Agung Kabupaten Karangasem-
Bali. Jurnal Media Komunikasi Geografi Vol. 15 (1) : 19-32.
Duwila, R., Raymond Ch. T. dan Esli D. T. 2019. Analisis Kemampuan Lahan di
Pulau Sulabesi Kabupaten Kepulauan Sula. Jurnal Spasial. 6(3): 703-713.
FoEh, J. E. H. J. 2020. Perencanaan Bisnis (Business Plan): Aplikasi dalam
Bidang Sumberdaya Alam. Yogyakarta: Deepublish.
Habibah, N., dan I Wayan A. 2020. Analisis Sistem Budidaya Tanaman Talas
(Colocasia esculenta L.) di Kelurahan Bubulak, Bogor Barat, Jawa Barat.
Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat. 2 (5): 771–781.
Ishak et al. 2012. Zonasi Kesesuaian Lahan Untuk Pengembangan Tanaman
Sorgum Manis (Sorgum Bicolor (L) Moench) Di Kabupaten Sumedang
Berdasar Analisis Geologi, Penggunaan Lahan, Iklim, Dan Topografi.
Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik Vol. 14(3) : 173 – 183.
Jasmin, S., Ramlan, Anthon M. 2017. Identifikasi Sifat Fisik Tanah Alih Fungsi
Lahan Hutan menjadi Perkebunan Kakao (Theobroma cacao L.) di Desa
Parigimpu’u Kecamatan Parigi Barat Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal
Agrotekbis. Vol. 5(5):556-563.
Lombu, C. B., Abdul R., Supriadi. 2017. Pemetaan Status Hara P, pH, dan C
Organik Tanah Sawah di Desa Hilibadalu Kecamatan Sogaeadu
Kabupaten Nias. Jurnal Pertanian Tropik. Vol 4(3):240-251.
Mahendra et al. 2016. Evaluasi Kemampuan Lahan Untuk Arahan Penggunaan
Lahan Di Daerah Aliran Sungai Lawo, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian
Kehutanan Wallacea Vol. 5(1) : 1-11.
Mahmudi, A., Suharini, E. dan Sriyono. 2016. Kesesuaian Lahan untuk Tempat
Perkemahan di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Geo
Image. 1(1): 7–12.
Munthe, R.R., Posma M, Purba M. 2017. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk
Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jack.) dan Kelengkeng
(Euphoria longan Lamk.) di Kecamatan Na Ix - X Kabupaten Labuhan
Batu Utara. Jurnal Agroekoteknologi. 5(1): 144-151.
Naibaho, J. N., Jooudie N. L., Maria M. 2019. Kesesuaian Lahan Tanaman
Kedelai di Sebagian Wilayah Desa Sea dan Warembungan Kecamatan
Pineleng Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Cocos. Vol
1(2)1-12.
Nganji, M. U., Simanjuntak, B. H., & Suprihati, S. (2018). Evaluasi Kesesuaian
Lahan Komoditas Pangan Utama di Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat
Kabupaten Sumba Tengah. Agritech. 38(2): 172-177.
Nora et al. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Lahan Sawah di
Kecamatan Hamparan perak Kabupaten Deli. J. Pertanian Tropik Vol. 2
(3) : 237-248.
Nurkholis, A. dan Imas S. S. 2020. Optimalisasi Model Prediksi Kesesuaian
Lahan Kelapa Sawit Menggunakan Algoritma Pohon Keputusan Spasial.
Jurnal Teknologi dan Sistem Komputer. 8(3): 192-200.
Pasaribu, A, Nasution Z, dan Sembiring, M (2018). Evaluasi Kesesuaian Lahan
untuk Tanaman Jagung (Zea mays L.) dan Tanaman Ubi Jalar (Ipomea
batatas L.) di Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhanbatu Utara.
Jurnal Agroteknologi FP USU.6(4): 779-786
Patola E., dan Hadi A. 2015. Uji Pemberian Pupuk Hayati Biotamax dan Macam
Pupuk Kandang terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Gandum
(Triticum Aestivum L.). Jurnal JOGLO 28(1).
Ping LY, Sung CTB, Joo GK and Moradi A. 2012. Effects of Four Soil
Conservation Methods on Soil Aggregate Stability. Malaysian Journal of
Soil Science, 16, 43-56.
Pramudita, M. H., Wani H. U. dan Sugeng P. 2016. Implementasi Pemeliharaan
Lahan pada Tanaman Ubikayu: Pengaruh Pengelolaan Lahan Terhadap
Hasil Tanaman dan Erosi. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan. 1(2): 87-
91.
Pramuditya M. A. H., dan Tinjung M. P. 2019. Persepsi Petani terhadap Budidaya
Gandum Tropis. Jurnal AGRIC 31(2): 177-191.
Prihandana, Rama dkk. 2008. Bioetanol Ubi Kayu: Bahan Bakar Masa Depan.
Jakarta: Agromedia Pustaka
Purbasari, K., & Sumadji, A. R. 2018. Studi Variasi Ubi Jalar (Ipomoea batatas
L.) Berdasarkan Karakter Morfologi di Kabupaten Ngawi. Florea: Jurnal
Biologi dan Pembelajarannya. 5(2):78-84.
Radjit, B. S. dkk. 2015. Teknologi untuk Meningkatkan Produktivitas dan
Keuntungan Usahatani Ubikayu di Lahan Kering Ultisol. IPTEK Tanaman
Pangan. 9(1): 51-62.
Rahmawaty. 2016. Kesesuaian Lahan Tanaman Jati. J. Penelitian Ekosistem
Dipterokarpa Vol 2(2) : 73-82.
Rayes, L., 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Rifa’i et al. 2015. Keragaan 36 Aksesi Sorgum (Sorghum Bicolor L.). Jurnal
Produksi Tanaman, Vol. 3(4) :. 330 – 337.
Rubiono, G., Mega S., Eko S., Wardhana. 2020. Mungkinkah Memadukan Sifat
Anti Air Daun Talas dengan Karakter Fitokonstituen Anti Bakterial?
(Kajian Efek Daun Talas sebagai Dasar Studi Materi
Antivirus/Antibakteri). Prosiding Seminar Nasional Riset Teknologi
Terapan. 1(1).
Sagita, P. T., Gunawan, T. dan Zuharnen, Z. 2017. Integrasi Citra Penginderaan
Jauh dan Sistem Informasi Geografis Untuk Pemetaan Kemampuan Lahan
Sebagai Dasar Perencanaan Penggunaan Lahan di Kabupaten Lombok
Utara, Nusa Tenggara Barat. Jurnal Bumi Indonesia. 6(2): 1-11.
Sembiring, A. T. (2021). Respon Pemberian Pupuk Organik Padat Dan Beberapa
Varietas Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L) Terhadap Pertumbuhan Dan
Produksi Tanaman. Kumpulan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas sains
dan Teknologi. 1(1): 4-4.
Silaban, E.A.S., E. Harso K., Diana S.H. 2019. Inventarisasi dan Identifikasi Jenis
Tanaman Talas-Talasan dari Genus Colocasia dan Xanthosoma di
Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Jurnal Agroekoteknologi.
7(1): 46-54.
Sudaryo et al. 2019. Metode Penelitian Survei Online dengan Google Forms.
Yogyakarta: Penerbit ANDI
Sukarman, Anny M. dan Setiyo P. 2018. Modifikasi Metode Evaluasi Kesesuaian
Lahan Berorientasi Perubahan Iklim. Jurnal Sumberdaya Lahan.12(1): 1-
11.
Sukarman, S., Mulyani, A., dan Purwanto, S. 2018. Modifikasi Metode Evaluasi
Kesesuaian Lahan Berorientasi Perubahan Iklim. Jurnal Sumberdaya
Lahan. 12(1): 1-11.
Sukresna S.C., dan Nur E.S. 2018. Respon Tanaman Gandum (Triticum aestivum
L.) pada Berbagai Jumlah dan Frekuensi Pemberian Air. Jurnal Produksi
Tanaman 6(2): 308-315.
Sumilah, S., Devy, N. F., & Hardiyanto, H. 2019. Morphological Characterization
of Leaf and Flower of Local Sweet Potato [Ipomea batatas L.] From Agam
and Solok District, West Sumatra Province. Buletin Plasma Nutfah. 25(2):
91-98.
Sundari, T dan Siti M. 2018. Identifikasi Kesesuaian Genotipe Kedelai untuk
Tumpang Sari dengan Ubi Kayu. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 23(1):
29-37.
Suparman. 2007. Bercocok Tanam Ubi Jalar. Jakarta: Azka Press.
Suryawan, I.B., I Gusti P.R.A., I Nyoman D. 2020. Evaluasi Kesesuaian Lahan
untuk Beberapa Tanaman Pangan dan Perkebunan di Kecamatan Burau
Kabupaten Luwu Timur Sulawesi Selatan. Jurnal Agroekoteknologi
Tropika. 9(1): 62-75.
Thamrin, M., Ainul M dan Samsul E. P. 2015. Analisis Usahatani Ubi Kayu
(Manihot utilissima). Agrium. 18(1): 57-64.
Tri L., Eries D. dan Rion A. 2019. Teknologi Pengelolaan Lahan Pasca Tambang
Timah. Ponorogo : Uwais Inspirasi Indonesia.
Utari, D. S., Kardhinata, E. H., & Damanik, R. I. 2017. Analisis Karakter
Morfologis dan Hubungan Kekerabatan Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea
Batatas L.) Di Dataran Tinggi dan Dataran Rendah Sumatera Utara:
Analysis morphological characteristic and genetic relationship of sweet
potato (Ipomoea batatas L.) in the Highlands and Lowlands of North
Sumatra. Jurnal Online Agroekoteknologi. 5(4): 870-881.
Waskito, Alida M. dan Purba Marpaung. 2017. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Tanaman Padi Sawah,Padi Gogo (Oryzasativa L.), dan Sorgum (Shorgum
bicolor) Di KecamatanSei Bamban Kabupaten Serdang Bedagai. Jurnal
Agroekoteknologi FP Vol.5 (1) : 226-232.
Wicaksono et al. 2016. Pertumbuhan dan hasil gandum (Triticum aestivum L.)
yang diberi perlakuan pupuk silikon dengan dosis yang berbeda di dataran
medium Jatinangor. Jurnal Kultivasi 15(3).
Widowati et al. 2016. Karakterisasi Morfologi dan Sifat Kuantitatif Gandum
(Triticum aestivum L.) di Dataran Menengah. Jurnal Agron Indonesia
44(2): 162-169.
Zelin, O., dan Hidayat B.S. 2019. Pengaruh Macam Bahan Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tiga Varietas Talas (Colocasia esculenta L.).
Jurnal Berkala Ilmiah Pertanian. 2(3): 122-126.

Anda mungkin juga menyukai