SKRIPSI
OLEH
SKRIPSI
Oleh
A.L.L
الر ِحي ِْم
َّ الر ْح َم ِن
َّ ِِب ْس ِم هللا
Alhamdulillahi Rabbil’Alamin….
Rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada-Mu Ya Allah yang telah
memberikan Rahmat-Mu yang begitu besar kepadaku. Atas izin-Mu aku bisa
menyelesaikan skripsi yang sederhana, namun sangat berharga dan menjadi
salah satu langkah awal menuju masa depanku. Semoga dengan pencapaian ini
mampu membawaku kepada kesuksesan. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin..
Teruntuk kedua orang tua ku Ayahanda Endri Z dan Ibunda Besty Morina ku
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kasih dan sayangmu
kepadaku yang tiada putusnya. Terima kasih untuk selalu mendoakan dan
menguatkan langkah hidupku hingga saat ini. Untuk tanteku Misnora terima
kasih yang selalu memberi dukungan dan motivasi setiap saat dan terima kasih
untuk adik sematawayagku Iqbal Rizkyka yang selalu mengerti dalam segala
keadaan. Hanya pencapaian ini yang sekarang bisa ku berikan. Semoga kelak
kemudian aku bisa memberikan pencapaian lebih untuk keluarga. Aamiin Ya
Rabbal ‘Alamin..
Terimakasih Ibu Prof. Dr. Ir. Herviyanti, MS dan Ibu Dr. Gusmini SP.MP.
Terimakasih telah menjadi orang tua Etha selama di kampus, selalu
membimbing, memberi arahan, nasehat, serta motivasi selama menjalani
kehidupan perkuliahan sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dan
terimakasih kepada seluruh dosen ilmu tanah yang telah memberikan ilmu
serta bimbingannya, semoga menjadi ladang amal ibadah bagi bapak dan ibu
dosen semuanya. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin..
Terima kasih untuk Ilmu Tanah angkatan 2016 yang menemani sedari awal di
jurusan tercinta ini, BP 028, KMJT, GMIT, Extraordinary Human, Tim
Magang di Bogor dan warga Kos Bunda yang telah menemani hari-hari di
semester akhir. Saudari Seperjuangan dan semua yang terlibat semasa
perkuliahan dan penelitian yang tidak bisa ku sebutkan satu persatu. Berkat
bantuan, kritikan, dan saran dari kalian aku dapat menyelasaikan skripsi dan
studi ini. Mohon maaf jika aku tidak dapat membalas kebaikan kalian. Semoga
kita dipertemukan dengan kesuksesan dan kebahagiaan. Aamiin Ya Rabbal
‘Alamin..
Dalam skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan yang dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih
baik. Semoga hasil penelitian yang telah penulis dapatkan ini dapat memberikan
kontribusi dan manfaat bagi keberlanjutan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu pertanian pada khususnya. Amin.
A.L.L
KARAKTERISASI BIOCHAR LIMBAH KELAPA MUDA (Cocus Nucifera
L.) DAN BAMBU (Bambuseae) BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL
SEBAGAI AMELIORAN TANAH
Abstrak
Kata kunci: ameliorant, Biochar bambu, Biochar limbah kelapa muda, FTIR,
ukuran partikel.
CHARACTERIZATION OF BIOCHAR DERIVED FROM YOUNG
COCONUT WASTE (Cocus Nucifera L.) AND BAMBOO (Bambuseae) AT
DIFFERENT PARTICLE SIZE AS SOIL AMELIORANT
Abstract
This research was aimed to study the interaction between raw materials of
biochar derived from young coconut waste and bamboo and the particle size of the
Biochar as soil ameliorant. The research was conducted from November 2019 to
November 2020 at the Soil Chemical Laboratory of the Department of Soil Science
Faculty of Agriculture Andalas University, Chemical Laboratory Padang State
University and the Chemical Laboratory of the Soil Research Institute Bogor. This
research was in from of factorial 2 x 5 with 3 replications. The treatment units were
allocated based on completely randomized design (CRD). The first factor was
biochar raw material namely young coconut waste and bamboo. The second factor
was biochar particle size namely <0.5 mm; 0.5-1; 1-2; 2-2.8 and 2.8-4.75 mm. The
results showed that: (1) The best characteristics of the types of biochar raw
materials and the particle size was found under young coconut waste having the
finest particle size (<0.5 mm). It was indicated by the volatile matter (57.77%), EC
(11.10 dS m-1), liming potential (7.11 %), C-Inorganic (0.376 g Canorgkg-1), CEC
(78.07 cmol/kg), as well as K-, Ca-, and Na-exchangeable for (39.35; 43.03; 17.44
cmol/kg) respectively. (2) The young coconut waste was considered as better raw
material used for biochar because it had higher moisture content (21.47%), pH
value (0.82 units) and Mg-exchangeable (2.7 cmol/kg) than those of biochar
bamboo. (3) The biochar particle size <0.5 to 2 mm showed the best for the Mg-
exchangeable (5.19 cmol/kg). (4) FTIR analysis showed that biochar young
coconut waste was better than bamboo biochar at a particle size <0.5 mm because
it had more bonds and larger absorbent capacity so that it could increase the CEC
value.
Key words: ameliorant, bamboo biochar, FTIR, particle size, young coconut waste
biochar.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 6
A. Sejarah Biochar dalam Pertanian ......................................... 6
B. Sumber Biomassa Biochar .................................................... 7
C. Karakteristik Biochar............................................................. 8
D. Peranan Biochar sebagai Amelioran Tanah .......................... 11
BAB III. METODA PENELITIAN ................................................
A. Waktu dan Tempat ............................................................... 15
B. Bahan dan Alat ..................................................................... 15
C. Rancangan Percobaan ............................................................ 15
D. Pelaksanaan Percobaan ........................................................ 16
E. Pengamatan Biochar di Laboratorium .................................. 18
F. Prosedur Analisis Biochar di Laboratorim ............................ 19
Tabel Halaman
1. Hasil karakterisasi biochar dari berbagai bahan baku.............. 9
2. Hasil pemisahan ukuran partikel biochar.................................. 18
3. Parameter analisis karakterisasi biochar.................................. 18
4. Hasil proses pembakaran biochar ............................................ 25
5. Hasil analisis zat volatile biochar ........................................... 30
6. Hasil analisis karbon tetaap biochar ..................................... 32
7. Hasil analisis daya hantar listrik biochar .................................. 35
8. Data hasil analisis potensi pengapuran biochar ...................... 37
9. Data hasil analisis C-anorganik biochar.................................. 39
10. Data hasil analisis KTK biochar.............................................. 41
11. Data hasil analisis kation basa (K+, Ca2+, Na+ - dd) ............... 46
12. Data hasil ikatan pita serapan biochar .................................... 52
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Mekanisme penjerapan logam berat oleh Biochar................... 13
2. SEM biochar bambu pada suhu 500 ° C ................................... 14
3. Pengeringan bahan baku biochar................................................ 16
4. Prinsip dan proses pembuatan biochar metode Kon-tiki............. 17
5. Alat Elektromagnetic Sieve Shaker............................................ 17
6. Sampel analisis proksimat biochar limbah kelapa muda dan 19
bambu........................................................................................
7. Sampel analisis pH, DHL dan potensial penagpuran................ 21
8. Sampel Analisis C-anorganik.................................................... 22
9. Sampel Analisis KTK dan basa - basa...................................... 24
10. Biochar berdasarkan ukuran partikel........................................ 26
11. Grafik hasil analisis kelembaban dan kadar abu........................ 28
12. Grafik hasil analisis pH biochar ............................................... 34
13. Grafik analisis Mg2+-dd biochar............................................... 47
14. Hasil analisis FTIR pada biochar limbah kelapa muda ............. 50
15. Hasil analisis FTIR pada biochar bambu.................................. 51
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Jadwal kegiatan penelitian.......................................................... 66
2. Alat yang digunakan dalam penelitian….................................... 66
3. Bahan kimia dan non-kimia yang digunakan di Laboratorium. 67
4. Analisis sidik ragam.................................................................... 68
5. Dokumentasi............................................................................... 72
6. Data hasil XRF bahan baku biochar........................................... 73
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amelioran merupakan suatu bahan pembenah tanah yang diaplikasikan
kedalam tanah untuk membantu pertumbuhan tanaman dengan cara memperbaiki
sifat kimia dan fisika tanah seperti kepadatan tanah, porositas tanah, temperatur
tanah dan kesuburan tanah. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai amelioran
seperti kompos, arang dan arang aktif. (Siruru et. al., 2018). Tidak semua jenis
biomassa yang cocok untuk dijadikan kompos karena memiliki rasio C/N yang
tinggi sehingga sulit terdekomposisi oleh karena itu maka dibuatlah biochar.
Biochar (Biomassa Charcoal) atau yang sering disebut arang merupakan
salah satu sumber bahan amelioran tanah yang sangat popular saat ini. Biochar
dihasilkan dari proses pyrolisis atau pembakaran biomassa dalam kondisi oksigen
yang terbatas. Biochar berbeda dengan bahan organik, biochar tersusun dari cincin
karbon aromatik sehingga lebih stabil dan tahan lama yang berfungsi sebagai
cadangan karbon di dalam tanah dalam jangka panjang.
Biochar adalah bahan kaya karbon. Sehingga tidak hanya digunakan sebagai
bahan bakar terbarukan, tetapi juga sebagai perbaikan kualitas tanah (Lehmann dan
Joseph, 2009). Balai Penelitian Tanah (2015) menginformasikan beberapa
karakteristik biochar yang dihasilkan khususnya yang berasal dari bahan baku
limbah pertanian. Jumlah arang yang dihasilkan dalam satu kali pembakaran
berkisar 22-53,5% tergantung jenis bahan baku yang digunakan, suhu pembakaran
dan alat pembakaran yang digunakan. Lamanya pembakaran dengan alat
pembakaran yang sama juga dapat menghasilkan produksi biochar yang berbeda
karena dipengaruhi oleh suhu.
Biochar itu sendiri dapat dibuat dari bahan- bahan limbah hasil pertanian yang
tidak digunakan lagi. Sebagaimana pemanfaatan limbah di era globalisasi seperti
saat ini sangat diabaikan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan masyarakat atas unsur yang terkandung di dalam limbah tersebut yang
dapat menguntungkan jika dimanfaatkan dengan baik. Banyak bahan baku yang
dapat dimanfaatkan sebagai biochar antara lain seperti limbah kelapa muda, limbah
kulit pinang, tempurung kelapa, tongkol jagung, sekam padi, dan kulit kakao.
2
meresap. Menurut Park et. al. (2018); Koelmanns et. al. (2006) Arang memiliki
struktur berpori dan area permukaan internal yang besar sehingga meningkatkan
pertumbuhan tanaman dengan mengurangi faktor stres abiotik seperti
meningkatkan kapasitas menahan air.
Aplikasi teknologi untuk mengubah limbah pertanian menjadi suatu bahan
pembenah tanah yang sekaligus dapat meningkatkan keamanan pangan dan
mengurangi kerusakan lingkungan adalah teknologi yang murah dan bisa
diterapkan secara luas baik dalam sekala kecil maupun besar. Setiap tahun limbah
kehutanan, perkebunan, pertanian, dan peternakan yang mengandung karbon
ratusan juta ton sering menjadi masalah dalam hal pembuangannya. Limbah jenis
ini merupakan bahan yang sangat potensial untuk diubah menjadi biochar dalam
berbagai tingkat teknologi untuk perbaikan sifat tanah.
Herviyanti et. al,. 2020 menyatakan pemanfaatan limbah kelapa muda
sebagai sumber biochar dapat meningkatkan sifat kimia dari Ultisol. Penambahan
2% C-organik (693 g / 8 kg berat tanah) pada biochar limbah kelapa muda dapat
meningkatkan pH dan mengurangi pertukaran Al dan H, sehingga meningkatkan
P-tersedia, C-organik dan KTK sebesar 1,70 ppm P; 0,99% C dan 9,12 cmol[+].
Kg-1; dibandingkan dengan 0% dari biochar. Menurut hasil penelitian (Kondo dan
Arsyad, 2018) didapatkan kandungan selulosa sebesar 37,9 %; hemiselulosa 15,5
% dan lignin 33,5 % pada serat sabut kelapa.
Selain limbah kelapa muda yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan biochar, bambu juga merupakan salah satu biomassa alternatif
pengganti kayu yang sudah banyak digunakan untuk suatu percobaan penelitian
sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pembanding sifat karakteristik biochar
limbah kelapa muda. Menurut hasil penelitian Hernandez-Mena et.al.,(2014)
Analisis proksimat dari biomassa mentah bambo D. giganteus Munro yang dipanen
di Brazil berdasarkan pada standar ASTM metode (ASTM E871-82, ASTM E1755-
01, ASTM E872-82) di dapatkan nilai komposisi struktural selulosa 47,5 %,
hemiselulosa 15,35%, lignin 26,25%, ekstraktif 4,9% dan silica 0,7%. Yang et, al.
(2007) mengemukakan bahwa penguapan maksimal H2O dari bahan organik terjadi
pada suhu 220 ºC, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi yaitu pada suhu 220–315
4
ukuran partikel terhadap produk dan komposisi bio-oil terhadap biomassa dari
tanaman Australian mallee wood pada suhu 500 ˚C. Hasil percobaannya
menghasilkan bio-oil meningkat 12- 14%, gas berkurang 8-10% sebanding dengan
pengurangan ukuran partikel biomassa.
Kumar et. al., (2010) melakukan percobaan pirolisis terhadap kayu eucaliptus
untuk mendapatkan pengaruh ukuran partikel terhadap yield produknya. Hasilnya
menunjukkan bahwa arang dan cairan meningkat secara signifikan dibandingkan
dengan hasil gas dengan ukuran partikel antara 1 hingga 5 mm. Dari pendapat
tersebut diketahui bahwa ukuran partikel biomassa berpengaruh terhadap hasil
biochar namun pada biochar limbah kelapa muda dan bambu belum ada penelitian
yang mengkaji tentang pengaruh ukuran partikel terhadap sifat kimia biochar.
Sebelum pengaplikasian biochar kedalam tanah penting untuk melakukan
karakterisasi sifat biochar untuk penggunaan yang optimal. Maka perlunya
penelitian karakterisasi biochar dan menentukan ukuran biochar yang paling efektif
digunakan dalam memperbaiki beberapa sifat kimia tanah.
Dari permasalahan yang telah dijabarkan di atas penulis melakukan penelitan
tentang: “KARAKTERISASI BIOCHAR (LIMBAH KELAPA MUDA (Cocus
nucifera L.) DAN BAMBU (Bambuseae) BERDASARKAN UKURAN
PARTIKEL SEBAGAI AMELIORAN TANAH”.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) untuk mempelajari karakteristik antara
jenis bahan baku biochar dengan ukuran partikel biochar terhadap karakteristik
biochar sebagai amelioran tanah (2) untuk mempelajari pengaruh utama biochar
limbah kelapa muda dan biochar bambu terhadap karakteristik biochar (3) untuk
mempelajari pengaruh utama ukuran partikel biochar terhadap karakteristik
biochar.
6
bidang pertanian, yaitu salah satunya dimanfaatkan sebagai bahan pembenah tanah.
(Balittanah, 2015).
Di Indonesia sendiri, pemanfaatan biochar untuk pertanian dan kehutanan
mulai berkembang pada awal tahun 2000. Limbah pertanian yang dapat
dimanfaatkan untuk pembenah tanah cukup banyak tersedia, baik di lahan sawah
maupun lahan kering. Limbah pertanian terdiri atas 2 jenis yaitu: bahan yang mudah
terdekomposisi seperti jerami, batang jagung, limbah sayuran dan bahan yang sulit
terdekomposisi seperti sekam padi, kulit buah kakao, kayu-kayuan, tempurung
kelapa, tempurung kelapa sawit, dan tongkol jagung. Limbah pertanian tersebut
belum dimanfaatkan dengan baik untuk memperbaiki kualitas tanah. Pemanfaatan
limbah pertanian khususnya yang sulit terdekompoisisi tersebut dapat dilakukan
dengan terlebih dahulu dikonversi menjadi biochar (arang) melalui proses
pembakaran tidak sempurna pyrolysis (Balittanah, 2015)
jumlah gabah kering yang digiling (2) proporsi tempurung dari buah kelapa sebesar
15-19%; (3) proporsi tempurung kelapa sawit 6,4% dari produksi tandan buah segar
(TBS); dan (4) proporsi tongkol jagung 21% dari bobot tongkol kering. (Balittanah,
2015)
Mengingat limbah pertanian yang digunakan sebagai bahan baku biochar
berasal dari limbah pertanian yang cukup beragam, maka sifat kimia dan fisik
biochar yang dihasilkan berbeda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Glaser et.
al., 2002; Ogawa et. al., 2006), menyatakan kualitas sifat kimia dan fisik biochar
ditentukan oleh jenis bahan baku, metode karbonisasi, dan bentuk biochar yang
dihasilkan (padat, serbuk, dan karbon aktif).
Menurut Bambang (2012), bahan baku pembuatan biochar umumnya adalah
residu biomasa pertanian atau kehutanan, termasuk potongan kayu seperti kayu
sono, sekam padi dan tempurung kelapa. Efektivitas biochar dalam meningkatkan
kualitas tanah sangat tergantung pada sifat kimia dan fisik biochar yang ditentukan
oleh jenis bahan baku (Gani, 2009).
C. Karakteristik Biochar
Secara karakteristik, Zhao et. al., (2013) menemukan bahwa pH bervariasi
dalam kisaran alkali untuk semua biochar, tertinggi 10,5. Spokas et al., (2011)
melaporkan bahwa biochar yang berasal dari kotoran hewan atau biomassa
cenderung memiliki pH lebih tinggi dari pada biochar pirolisis dari spesies
tanaman. Untuk kandungan unsur hara dan logam dalam biochar yang mana
berkontribusi besar terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman juga
ditemukan bervariasi tergantung pada sumber bahan baku (Cantrell et. al., 2012).
Bird et. al., (2011) melaporkan bahwa biochar serasah alga dan unggas kaya
akan nutrisi anorganik yang dapat diekstraksi seperti P, K, Ca, dan Mg, tetapi kadar
nutrisi ini lebih rendah pada biochar yang bahan bakunya mengandung ligno-
selulosa. Untuk mengkarakterisasi biochar yang berasal dari limbah untuk total
kandungan nutrisi seperti N, P, K, Ca, Mg, Cu, Zn, Al, Fe, dan Mn, Zhao et al.,
(2013) melaporkan bahwa nutrisi (N, P, K, Ca, dan Mg) tinggi, berkisar antara 0,18
dan 5,62%, 0,12 dan 10,8%, 0,079 dan 13,7%, 0,12 dan 41,8%, dan 0,058 dan
2,80%, masing-masing, sedangkan kandungan logam termasuk Cu, Zn, Al, Fe, dan
9
Mn, relatif rendah, masing-masing sebesar 0,078, 0,15, 1,93, 2,21, dan 1,02%.
Septiana (2017) juga melaporkan bahwa kadar C biochar berkisar antara 24.72–
61.44%.
Kadar C biochar tertinggi berasal dari limbah kayu dan tongkol jagung
sedangkan kadar C terendah berasal dari sekam padi. Tinggi dan rendahnya kadar
C biochar ini mempengaruhi kadar abu biochar tersebut. Menurut Enders et al.,
(2012), semakin tinggi kadar C maka semakin rendah kadar abu biochar. Menurut
(Sismiyanti et al,.2018) Bahan organik berkualitas rendah yang dioptimalkan untuk
dimanfaatkan sebagai bahan biochar adalah jerami padi,sekam padi, dan tandan
kosong kelapa sawit, dengan karakteristik kimia biochar yang dihasilkan memiliki
C-total (28,86%), N-total (1,27%), P-total (0,28%), K-total (0,76%), S-total
(0,21%), kadar abu (25,42%), C/N (22,72),C/P (103,07), dan C/S (137,43).
fisik-kimia biochar yang berbeda. Karakteristik beberapa jenis biochar dapat dilihat
pada Tabel 1 (Balittanah, 2015)
Kandungan hara dan KTK dalam biochar relatif rendah sehingga tidak
mampu mensuplai hara sedangkan pH, kandungan C-total, dan kemampuan
memegang air cukup tinggi sehingga biochar lebih sesuai disebut sebagai
pembenah tanah untuk meningkatkan kandungan bahan organik, meningkatkan
ketersediaan air tanah dan menurunkan kemasaman tanah. Agar biochar bisa
berfungsi dengan baik sebagai pembenah tanah, maka kandungan karbon menjadi
sangat penting yaitu minimal sebesar 20%.
Selain bahan baku, metode yang digunakan dalam proses pembuatan biochar
sangat mempengaruhi karakterisasi biochar. Perkembangan metode pembuatan
biochar berawal dari metode tradisional seperti soil-pid yaitu pembuatan biochar
menggunakan lubang persegi empat sebagai tempat untuk membakar di dalam
tanah. Lalu berlanjut pada metode konvensional seperti menggunakan drum dan
Kon-Tiki merupakan salah satu metode modern dalam pembuatan biochar pada saat
ini.
Berdasarkan prinsip-prinsip Kon-Tiki lebih ke arah pyrolisis modern untuk
produksi biochar skala besar dalam pertanian. Kon-Tiki nyatakan untuk produksi
biochar berkualitas tinggi dalam jumlah besar dan biaya rendah. Prinsip pertama
dari Kon-Tiki yaitu mengunakan gas pyrolisis sebagai gas dasar dengan demikian
dapat menciptakan api tanpa asap yang dapat mengakibatakan polusi udara.
Keuntungan menggunakan metode Kon-Tiki adalah biomassa tidak perlu
homogen, dicincang atau dipotong kasar hingga 120 cm. Ketika proses
pengarangan biomassa basah sangat lebih lama dibanding dengan yang kering dan
biomassa berukuran kecil. Bila menggunakan ranting segar dan cabang kapasitas
Kon-Tiki sesuai dengan jumlah biomassa yang terkumpul. Namun cabang tidak
cocok dibakar diatas tumpukan kayu besar yang sangat lambat membusuk, atau
dibakar sebagian besar abu dalam pembakaran berasap, maka cabang dapat hangus
dalam Kon-Tiki (Schmidt HP dan Taylor P, 2014).
Selama karbonisasi, gugus fungsional asam hilang sehingga unsur garam
alkali dan alkali tanah diperkaya (Ueno et. al., 2008; Fuertes et. al., 2010). Garam-
garam ini termasuk (i) garam yang mudah larut, (ii) karbonat, (iii) logam oksida
11
dan hidroksida dan (iv) silikat, terutama ketika bahan baku mengandung partikel
tanah (Okuno et. al., 2005; Singh et. al., 2010 ; Vassilev et. al., 2013b; Wang
et. al., 2014). Sebagian besar garam ini memberikan alkalinitas yang cukup besar
kepada biochar (Vassilev et. al., 2013), meskipun ini tergantung pada bahan baku
dan proses produksi (Xie et. al., 2015). Akibatnya, biochar dengan kadar abu
rendah, seperti yang diproduksi menggunakan bahan baku kayu, umumnya
memiliki nilai pH lebih rendah dari pada biochar dengan kadar abu yang lebih
tinggi, seperti yang diproduksi menggunakan rumput, Cropresidues atau pupuk
kandang (Lehmann et. al., 2011; Mukherjee et. al., 2011; Smider dan Singh 2014).
Secara berturut – turut gugus fungsional bahan organik dalam biochar ini
mewakili gugus –OH pada selulosa, C-O atau deformasi OH karboksilat, deformasi
C-H dari phenolic (lignin), C = O dari amida, C = C dari lignin atau struktur
aromatik lainya atau aliphatik karboksilat, dan COOH atau COOR. (Artz et. al.,
2008)
Gambar 1. Mekanisme penjerapan logam berat oleh Biochar (Lu et.al., 2012)
Biochar baik digunakan sebagai media tanam karena biochar mempunyai
struktur yang remah sehingga dapat membantu aerase dan drainase tanah. Peran
biochar terhadap peningkatan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh jumlah yang
ditambahkan, terbukti pemberian sebesar 40-80g biochar/polybag (4-8ton
biochar/ha) dilaporkan dapat meningkatan produktivitas padi secara nyata antara
20-220% (Gani, 2010). Hernandez-Mena et.al.,(2014) menunjukkan bahwa biochar
menunjukkan porositas yang tinggi, dengan pori-pori membujur ukuran mulai dari
mikro hingga makro. Besarnya pori-pori, berasal dari susunan ikatan pembuluh
mentah biomassa, penting untuk meningkatkan kualitas tanah karena bisa menjadi
habitat untuk simbiosis mikroorganisme (Thies dan Rillig 2009).
Aplikasi biochar ke lahan pertanian (lahan kering dan basah) dapat
meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air dan hara, memperbaiki
kegemburan tanah, mengurangi penguapan air dari tanah dan menekan
perkembangan penyakit tanaman tertentu serta menciptakan habitat yang baik
untuk mikroorganisme simbiotik (Balittanah, 2015). Aplikasi biochar berpotensi
antara lain sebagai remediasi limbah karena memiliki KTK yang tinggi dan luas
permukaan spesifik; perbaikan kesuburan tanah dengan efek pengapuran,
memperkaya volatile matter dan peningkatan volume pori; penyerapan karbon
karena kandungan karbon dan abu. (Tomczyk et. al,.2020)
14
C. Rancangan Percobaan
Karakteriasi Biochar
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
yang terdiri dari 2 x 5 dengan 3 ulangan.
Faktor pertama adalah jenis biochar (A) yang terdiri atas 2 taraf:
A1 = biochar limbah kelapa muda
A2 = biochar bambu
Faktor kedua adalah tingkat kehalusan biochar yang terdiri atas 5 :
B1 = biochar ukuran 2,80 – 4,74 mm
B2 = biochar ukuran 2,00 – 2,80 mm
B3 = biochar ukuran 1,00 – 2,00 mm
B4 = biochar ukuran 0,50 – 1,00 mm
B5 = biochar ukuran ≤ 0,50 mm (500 µm)
Data hasil pengamatan diuji F menggunakan analisis sidik ragam dan jika
pengujian berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut wilayah berganda
Duncan (DNMRT) pada taraf 5%.
16
D. Pelaksanaan Percobaan
1. Persiapan Bahan baku Biochar
Limbah kelapa muda yang diperoleh dari tempat penjualan kelapa muda di
kawasan Limau Manis, Kota Padang. Bahan baku tersebut dipotong hingga ukuran
sekitar 3 x 15 cm. Biochar bambu dibuat menggunakan bambu betung dan dipotong
sepanjang lebih kurang 30 x 6 cm. Kemudian bahan baku limbah kelapa muda dan
bambu betung dikeringkan selama satu minggu di dalam rumah kaca dengan kadar
air limbah kelapa muda 18,24% dan bambu 20,48%. Seperti yang disajikan pada
Gambar 3.
(a) (b)
Gambar 3. (a) Limbah kelapa muda dan (b) bambu yang telah dipotong dan
dikeringkan
air hingga api padam tanpa terlihat asap yang keluar dan setelah dingin biochar
dikeluarkan dari alat Kon-Tiki.
(1.a) limbah kelapa muda (1.b) biochar limbah kelapa (1.c) biochar limbah kelapa
sebelum pembakaran muda dalam proses pembakaran muda setelah api dipadamkan
(2.a) penyusunan bambu (2.b) biochar bambu dalam (3.c) biochar bambu setelah
sebelum pembakaran proses pembakaran api dipadamkan
Gambar 4. Prinsip dan proses pembuatan biochar menggunakan Kon-Tiki
Hasil biochar tersebut dikering anginkan lalu diambil sebanyak 1 kg pada
setiap ulangan untuk dimasukan ke dalam oven suhu 40˚C selama 1x24 jam agar
suhu homogen. Lalu biochar dihaluskan menggunakan batu gilingan dan diayak
berdasarkan ukuran partikel menggunakan Electromagnetic Sieve Shaker dengan
ukuran ayakan 0,5 mm, 1 mm, 2 mm, 2,8 mm dan 4,75 mm seperti pada Gambar 4.
1. Proksimat
c. Kadar abu
Biochar dalam cawan porselen dan penutup dipanaskan pada suhu 105˚C, lalu
dipindahkan ke dalam furnace pada suhu 750˚C selama 6 jam, lalu didinginkan
hingga suhu 105˚C. Dipindahkan cawan porselen ke dalam desikator, dinginkan
hingga suhu sekitar. Dicatat berat cawan, penutup dan berat abu. Contoh hasil kadar
abu seperti yang ditampilkan pada Gamabar 5.
BK 750˚C
Rumus : %ash = BK 105˚C X 100%
BK 105˚C− BK 950˚C− BK 750˚C
Rumus : % karbon tetap = X 100%
BK 105˚C
Gambar 6. Sampel analisis proksimat biochar limbah kelapa muda dan bambu
20
2. pH Biochar
Alat dan bahan :
Alat dan bahan yang digunakan adalah pH meter, botol kocok 100 ml, gelas
ukur 50 ml, shaker, buffer (pH 4, 7 dan 10), dan DIW (deionisasi water).
Cara kerja :
Ditimbang biochar sebanyak 5 g (sesuai ukuran ayakan) lalu masukan
kedalam botol kocok 100 ml, lalu ditambahkan DIW sebanyak 50 ml dan dishaker
selama 1 jam, dan didiamkan suspensi tegak selama 30 menit. Selanjutnya diukur
menggunakan pH meter lalu dicatat nilai yang diperoleh.
Keterangan:
M = stanadar molaritas NaOH (mol L-1)
W = berat sampel biochar (g)
-3
10 = konversi volume mL ke L
100,09 = massa molar dari CaCO3 equivalent
2 = 1 mol CaCO3 mengkonsumsi 2 mol H+
100 = pengali untuk mendapatkan % CaCO3 equivalent
b = volume dari NaOH yang terpakai oleh blanko (mL)
a = volume dari NaOH yang terpakai oleh sampel (mL)
10 ml bukan HCl (sebagai control), disimpan selama 5 hari, pada akhir inkubasi
keluarkan tabung polipropilen yang di tambahkan NaOH pada waktu 0.
Ditambahkan BaCl2 1 M untuk mengendapkan ion karbonat dan diukur OH- yang
tidak terpakai dengan titrasi menggunakan larutan standar HCl 0,2 M hingga pH
8,3.
12 X ( V kontrol− V sampel)
Rumus C-Anorganik (g/kg) = 2XW
Keterangan :
V kontrol = total volume asam yang terpakai dari sampel control (mL)
V sampel = total volume asam yang terpakai dari sampel asam (mL)
W = berat sampel (g)
12 = massa molar C (mg mmol-1)
2 = jumlah mmol OH- yang dinetralkan oleh setiap mmol CO2 terlarut
Cara kerja:
Ditimbang 1g biochar lalu masukan ke dalam botol kocok 60 ml dan beri
label. Ditambahkan 40 ml NH4OAc , pH 7, lalu dikocok selama 15 jam, lalu di
ekstraksi.
Proses ekstraksi :
Ditimbang 0,7 g filter pulp ke setiap jarum suntik dan catat berat yang tepat,
diletakan jarum suntik di rak dan rendam masing-masing dengan DIW biarkan
selama 5 menit. Dinaikan jarum suntik atas dan jarum suntik bawah ke ekstraktor,
lalu hubungkan jarum suntik atas dan jarum suntik bawah dengan tabung
penghubung. Biochar dipindahkan ke jarum suntik atas, gunakan 10 ml NH4OAc
jika perlu untuk mencuci biochar yang tertinggal dibotol pengocok seperti yang
disajikan pada (Gambar 8). Setiap jarum suntik atas harus berakhir dengan 50ml
total ekstrakan. Diatur waktu ekstrasi selama 2 jam, lalu pindahkan larutan yang di
ekstraksi ke labu ukur 100 ml (V). Beri label untuk penentuan kation dan diukur
menggunakan AAS (basa-basa).
Selanjutnya untuk analisis KTK Ditambahkan 10 ml alkohol pada sempel
biochar 3x hingga 30 ml alkohol terkumpul di jarum suntik bawah dan dibuang,
lalu ditambahkan 50 ml 2M KCl pada sampel biochar dan biarkan selama 15 menit,
selanjutnya diekstrak dan dipindahkan ke labu ukur 100 ml, selanjutnya ganti jarum
suntik yang lebih rendah. Ditambahkan 40 ml 2 M KCl menggunakan Gelas ukur
ke jarum suntik atas ( ekstrak = V). Ditingkatkan volume menggunakan KCl 2 M
aduk hingga rata. Larutan siap di analisis untuk NH4+ menggunaka kolorimetri atau
metode lain yang sesuai.
Rumus :
mg
konsentrasi kation ( ) x V(mL) x Kation valensi
-1 L
Basa–basa (cmolc/kg ) = Massa atom kation x W
mg
konsentrasi NH4 + ( )x V (mL)
L
KTK (cmolc/kg-1) = berat molekul dari NH4+ + × W
Keterangan :
V = volume ekstrak
W = berat biochar
24
Tabel 4. Hasil dari pembakaran biochar limbah kelapa muda dan bambu.
KA Suhu Berat
Waktu KA
bahan Rata- kering Rendemen
Bahan baku pembakaran Biochar
baku rata biochar
0
% Menit C % Kg %
Limbah kelapa
muda 18.24 41.00 681.67 81.27 1.48 14.83
volume bambu lebih rendah dibandingkan limbah kelapa muda dan sifat bambu
yang lebih berkayu dibandingkan dengan limbah kelapa muda yang sifatnya lebih
berserabut sehingga lama untuk terbakar dengan sempurna. Sehingga rendemen
yang terbentuk menjadi biochar lebih besar yang berbahan baku bambu. Menurut
Hernandez-Mena et.al.,(2014) biochar bambu menyajikan kepadatan partikel yang
lebih tinggi dan bulk density yang rendah dari partikel biomassa mentah.
B. Karakterisasi Biochar
Pemisahan biochar limbah kelapa muda dan biochar bambu berdasarkan
ukuran partikel menggunakan ayakan electromagnetic sieve shake diperoleh hasil
seperti disajikan pada Gambar 9. Dapat dilihat bahwa ukuran partiekel biochar
paling halus memiliki kerapatan partikel lebih besar dibandingkan biochar ukuran
partikel 2,8 – 4,75 mm.
keadaan tersebut dapat memperbesar kemungkinan daya serap dan simpan air yang
tinggi. Kelembaban biochar bukan bagian dari material namun kapasitas biochar
untuk menyerap dan mempertahankan kelembaban terkait dengan luas permukaan
dan porositasnya. Dimana fungsi utama dari penentuan kelembaban adalah untuk
menentukan dasar berat kering yang stabil (Riley 2007).
(A)
45
a
40
35 Kelembaban
30 abu
Nilai (%)
25
a
20 b
15 b
10
5
0
Limbah Kelapa Muda Bambu
(B)
45
40
a
35
b
Nilai (%)
30 c Kelembaban
d d
25 abu
a
20 b c
d
15 e
10
5
0
<0.5 0.5 - 1.00 1.00 - 2.00 2.00 - 2.80 2.80 - 4.75
Jenis Ukuran (mm)
Gambar 11. Pengaruh (A) jenis biochar dengan (B) ukuran biochar terhadap nilai
kelembaban dan kadar abu
Pada Gambar 11 (A) dapat dilihat bahwa pengaruh jenis bahan baku biochar
limbah kelapa muda dan bambu pada berbagai ukuran partikel sangat nyata
terhadap nilai kadar abu. Biochar limbah kelapa muda pada berbagai ukuran
partikel memiliki kadar abu yang lebih tinggi 6,65 % dibandingkan dengan biochar
29
bambu. Hal ini diduga karena sumbangan dari bahan baku itu sendiri bahwa bahan
baku limbah kelapa muda memiliki kandungan lignin lebih tinggi dibandingkan
bambu sehingga mineral yang diikat dalam kompleks tanaman lebih tinggi dan juga
pada umumnya bahan baku limbah kelapa muda memiliki beberapa unsur mineral
lebih tinggi dibanding bambu seperti Mg dan Ca lebih tinggi 2,54% dan 5,81%
dibandingkan bahan baku bambu seperti data pada Lampiran 6. Pada dasarnya
kadar abu merupakan rasio antara jumlah senyawa anorganik dengan jumlah
senyawa total (organik + anorganik), sehingga besar kecilnya kadar abu selain
ditentukan oleh jumlah mineral juga ditentukan oleh besar kecilnya senyawa
organik (Siruru, et al. 2018)
Pada Gambar 11(B) dapat dilihat pengaruh ukuran partikel biochar pada
kedua jenis bahan baku berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar abu dimana
dapat dilihat bahwa kadar abu meningkat dengan kecilnya ukuran partikel biochar.
Biochar yang memiliki ukuran partikel yang kecil dari 0,5 mm memiliki nilai kadar
abu lebih tinggi 3,91%;5,18%;7,07%; dan 9,19% dari biochar ukuran partikel 0,5
– 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75. Hal ini diduga karena semakin halus
ukuran partikel biochar maka luas permukannya juga semakin besar sehingga kadar
abu yang diperoleh lebih tinggi karena biochar lebih mudah terbakar menjadi abu
pada keadaan suhu 750 ˚C.
Abu yang terkandung dalam biochar adalah oksida-oksida logam yang
terdiri dari mineral-mineral yang tidak dapat menguap, mempunyai sifat tidak
mudah terbakar. Oleh karena itu kadar abu memiliki hasil berbanding terbalik
dengan zat volatile dimana semakin besar ukuran partikel maka zat volatile
meningkat sedangkan kadar abu menurun. Abu yang dihasilkan berasal dari bahan
baku yang memiliki unsur mineral seperti kalsium, kalium, natrium, magnesium,
dan silika. Sehingga kadar abu dalam biochar ini banyak mempengaruhi mutu
biochar karena dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada biochar
sehingga luas permukaannya akan menjadi berkurang (Scroder Eliabeth, 2006)
nyata terhadap nilai zat volatil. Hasil uji lanjutan DNMRT pada taraf 5% dapat
dilihat pada Tabel 5. Pengaruh bahan baku biochar pada setiap ukuran partikel
sangat berbeda nyata dimana nilai zat volatil pada biochar limbah kelapa muda lebih
tinggi jika dibandingkan dengan biochar bambu pada semua ukuran partikel
biochar. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa biochar limbah kelapa muda ukuran
partikel < 0,5 mm; 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki
zat volatil lebih tinggi 23,54 %; 24,43%; 27,1 % 29,97 % dan 30,19% dibanding
biochar bambu. Tinggi rendahnya nilai zat volatil yang didapatkan pada masing-
masing biochar dikarena adanya komponen kimia zat ekstraktif yang berbeda-beda
dari setiap bahan baku.
Tabel 5. Pengaruh jenis dan ukuran partikel biochar terhadap zat volatil (volatile
matter).
Jenis Biochar
Ukuran Ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…….. % ……
57,77 c 34,23 b
<0.5
A B
59,19 b 34,76 ab
0.5 - 1.00
A B
62,81 ab 35,71 ab
1.00 - 2.00
A B
66,24 ab 36,37 ab
2.00 - 2.80
A B
67,11 a 36,92 a
2.80 - 4.75
A B
KK = 3.49%
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%.
Pada Tabel 5 dapat dilihat pengaruh ukuran partikel biochar pada berbagai
jenis bahan baku berbeda sangat nyata. Pada biochar limbah kelapa muda berukuran
partikel <0,5 mm memiliki nilai zat volatil paling rendah dari ukuran partikel
lainnya dimana lebih rendah sebesar 1,42% dan 5,04% jika dibandingakan dengan
ukuran partikel 0,5 – 1 mm dan 1 – 2 mm. Sedangkan ukuran partikel 1 – 2 mm; 2
– 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki kandungan zat volatile yang hampir sama.
Begitupun pada biochar bambu yang berukuran partikel <0,5 mm memiliki zat
volatile yang paling rendah, dimana lebih rendah sebesar 2,69% jika dibandingkan
31
dengan biochar berukuran partikel 2,8 – 4,75 mm. Sedangkan ukuran partikel 0,5 –
1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki kandungan zat volatil
yang hampir sama.
Dapat dinyatakan bahwa zat volatil biochar sangat ditentukan oleh jenis
bahan baku dimana biochar limbah kelapa muda memiliki nilai zat volatil lebih
tinggi dari biochar bambu pada ukuran yang lebih besar yaitu pada penelitian ini
2,85 – 4,71 mm hal ini berbanding terbalik dengan kadar abu yang telah dibahas
sebelumnya yaitu pada gambar 11 B. Semakin halus ukuran partikel biochar
kandungan zat volatilnya rendah sehingga abu yang diperoleh lebih tinggi. Dapat
dilihat juga bahwa pengaruh yang berbeda nyata didapatkan pada biochar yang
memiliki ukuran partikel yang terkecil dan terbesar yaitu <0,5 mm dan 2,8 – 4,75
mm dengan perbedaan nilai 9,34% pada biochar limbah kelapa muda dan 2,69%
pada biochar bambu. Hal ini diduga karena semakin besar ukuran partikel maka
luas permuakan spesifik dan kerapatan partikel semakin rendah sehingga zat lebih
mudah menguap dibandingkan dengan ukuran partikel <0,5 mm.
Kandungan zat volatile dalam biochar adalah senyawa-senyawa selain air,
abu dan karbon. Zat volatil berkaitan dengan sekelompok besar senyawa yang
didefinisikan secara operasional yang dihasilkan dari dekomposisi secara termal.
Bahan yang terkandung pada zat volatile yaitu gas (hidrogen, karbon monoksida,
karbon dioksida, metana), air yang terikat secara kimia, hidrokarbon berbobot
molekul rendah, serta hidrokarbon dengan berat molekul tinggi yang dapat
dikondensasi (tars, amonia, sulfur dan senyawa organik yang mengandung oksigen,
beberapa senyawa anorganik, dan asam organik) (Riley 2007; Shafizadeh 1982;
Brown 1958) . Zat - zat tersebut menguap pada pemanasan suhu 950˚C ketika itu
bahan organik dilepaskan secara termal.
tinggi jika dibandingkan dengan biochar bambu pada semua ukuran partikel
biochar. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa biochar limbah kelapa muda ukuran
partikel < 0,5 mm; 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki
karbon tetap lebih tinggi 17,28 %; 17,35 %; 19,46 %; 24,63 % dan 24,10 % dari
biochar bambu. Hal ini dapat dinyatakan bahwa nilai karbon tetap pada biochar
sangat ditentukan oleh jenis bahan bakunya dimana limbah kelapa muda lebih
banyak kandungan karbon tetapnya dikarenakan memiliki kandungan lignin yang
lebih tinggi yaitu 33,5% (Kondo dan Arsyad 2018) dibanding bambu hanya 26,25%
(Laidy E, et al., 2014)
Tabel 6. Pengaruh jenis dan ukuran partikel biochar terhadap karbon tetap.
Jenis Biochar
Ukuran Ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…….. % ……
33,34 c 16,06 c
<0.5
A B
38,52 b 21,17 b
0.5 - 1.00
A B
42,88 ab 23,42 b
1.00 - 2.00
A B
49,40 ab 24,77 ab
2.00 - 2.80
A B
51,96 a 27,86 a
2.80 - 4.75
A B
KK = 7,52%
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%.
Pengaruh ukuran partikel biochar pada berbagai jenis bahan baku berbeda
nyata terhadap nilai karbon tetap. Pada biochar limbah kelapa muda berukuran
partikel <0,5 mm memiliki nilai karbon terikat lebih rendah dari ukuran partikel
lainnya dimana, lebih rendah 5,18%; 9,54%; 16,06% dan 18,62% jika
dibandingakan dengan ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm.; 2 – 2,8 mm dan
2,8 – 4,75 mm. Begitupun pada biochar bambu yang berukuran partikel <0,5 mm
memiliki karbon terikat paling rendah dimana lebih rendah 5,11 %; 7,36 %; 8,71 %
dan 11,8 % jika dibanding ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan
33
2,8 – 4,75 mm. Hal ini diduga karena semakin halus ukuran partikel biochar maka
semakin luas permukaan spesifik biochar sehingga semakin sedikit karbon yang
dapat tertinggal karena biochar dengan ukuran partikel yang halus memiliki kadar
abu yang lebih tinggi seperti pada Gambar 11(B). Namun pada biochar yang
memiliki nilai karbon tetap yang tinggi direkomendasi untuk diaplikasikan ke
dalam tanah karena dapat menyumbangkan banyak unsur karbon yang berperan
sebagai amandemen tanah.
Karbon tetap merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam reaktor
setelah proses pyrolysis. Karbon tetap sebenarnya bukan karbon murni tetapi hanya
massa kering yang bukan zat volatil atau abu, dan karena itu didominasi oleh
struktur karbon aromatik yang menyatu. Jadi kandungan utama dari karbon terikat
adalah karbon dan sedikit ikutannya mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan
nitrogen yang tidak terbawa gas (Iskandar dan Rofiatin, 2017)
Mukherjee et. al., 2011 juga mengatakan bahwa nilai pH biochar berkisar antara
3,1 dan 12,0.
(A) (B)
12 a 12
b a a a a a
10 10
pH (unit)
pH (unit)
8 8
6 6
4 4
2 2
0 0
Limbah Kelapa Muda Bambu <0.5 0.5 - 1.00 1.00 - 2.00 2.00 - 2.80 2.80 - 4.75
Gambar 12. Pengaruh (A) jenis biochar dengan (B) ukuran biochar terhadap nilai
pH.
Pada Gambar 12(B) dapat dilihat bahwa jenis ukuran partikel biochar pada
kedua jenis bahan baku sangat tidak mempengaruhi nilai pH baik itu pada ukuran
partikel terkecil 0,5 mm hingga ukuran partikel terbesar 2,8 – 4,75 mm. Jadi dapat
disimpulkan bahwa sebesar apapun ukuran partikel biochar yang digunakan maka
nilai pH akan tetap sama. Data hasil nilai pH yang didapatkan sesuai dengan
pendapat (Mukherjee dan Lal 2014) bahwa biochar pada umumnya memiliki nilai
pH yang digolongkan basa sehingga pengaplikasian biochar pada tanah-tanah
masam sangat membantu menaikan nilai pH tanah tersebut. Sebagian besar biochar
yang digunakan untuk amandemen tanah bersifat basa.
kelapa muda lebih tinggi jika dibandingkan dengan biochar bambu pada semua
ukuran partikel biochar.
Biochar limbah kelapa muda pada ukuran partikel <0,5 mm; 0,5 – 1 mm; 1
– 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm mm memiliki nilai DHL lebih tinggi 8,85
dS m-1; 8,48 dS m-1; 8,33 dS m-1; 7,94 dS m-1 dan 7,44 dS m-1 dari pada biochar
bambu secara berturut. Hal ini diduga karena biochar yang berasal dari bahan baku
yang lebih padat memiliki nilai DHL lebih rendah. Seiring dengan pendapat (Singh
et al. 2010; Rajkovich et al. 2012) bahwa biochar limbah kayu dan kertas umumnya
memiliki nilai DHL lebih rendah dari pada biochar yang berasal dari pupuk
kandang. Dapat dinyatakan bahwa DHL sangat ditentukan oleh jenis bahan baku
biochar dimana biochar limbah kelapa muda memiliki nilai DHL lebih baik dari
biochar bambu pada ukuran yang lebih halus yaitu pada penelitian ini <0,5 mm.
Tabel 7. Hasil daya hantar listrik biochar limbah kelapa muda dan bambu
Jenis Biochar
Ukuran ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…….dS m-1…….
11,10 a 2,25 a
<0.5
A B
10,43 b 1,95 b
0.5 - 1.00
A B
10,03 bc 1,70 bc
1.00 - 2.00
A B
9,53 cd 1,59 c
2.00 - 2.80
A B
8,93 d 1,49 c
2.80 - 4.75
A B
KK = 6,18%
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%.
Pada Tabel 7 juga dapat dilihat ukuran partikel mempengaruhi nilai DHL
biochar pada kedua jenis bahan baku dimana, semakin besar ukuran partikel biochar
maka semakin rendah nilai DHL yang didapatkan. Biochar limbah kelapa muda
ukuran partikel <0,5 mm mimiliki nilai DHL lebih tinggi 0,67 dS m-1; 1,07 dS m-1;
1,57 dS m-1 dan 2,17 dS m-1 dari ukuran partikel antara 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 –
2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Begitupun pada biochar bambu pada
36
ukuran partikel <0,5 mm lebih tinggi 0,30 dS m-1; 0,55 dS m-1; 0,66 dS m-1 dan 0,76
dS m-1 dari ukuran partikel antara 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan ukuran
partikel antara 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Hal ini dapat diduga karena semakin
halus ukuran partikel biochar maka semakin mudah garam-garam yang terkandung
pada biochar larut dalam larutan air sehingga konsentrasi garam lebih tinggi.
Daya hantar listrik atau biasa disebut dengan jumlah dan sifat garam yang
larut dalam larutan dan merupakan uji salinitas tanah yang paling banyak digunakan
dalam penelitian (Pansu dan Gautheyrou 2006). Hal ini didasarkan pada prinsip
bahwa larutan dengan konsentrasi garam yang lebih tinggi memiliki kemampuan
lebih besar untuk mengalirkan arus listrik. Rasio biochar terhadap air dalam
suspensi juga mempengaruhi nilai daya hantar listrik, nilai daya hantar listrik
menurun dengan meningkatnya pengenceran. Dalam sampel dengan kandungan
garam yang larut tinggi, waktu kesetimbangan juga mempengaruhi nilai daya hantar
listrik, dengan waktu kesetimbangan yang lebih lama terkait dengan nilai daya
hantar listrik yang lebih tinggi (Singh et al. 2010).
Sama dengan pH, daya hantar listrik sampel biochar juga tergantung pada
bahan baku. Tingginya nilai pH dapat dinyatakan bisa sejalan dengan tingginya
jumlah garam. Pemahaman tentang jumlah garam yang larut dalam larutan biochar
penting karena tingginya tingkat aplikasi biochar ke tanah dapat mempengaruhi
tanaman sensitif garam (Joseph et al. 2009). Efek ini telah dikaitkan dengan
meningkatnya konsentrasi residu atau abu yang disebabkan oleh hilangnya zat
volatil selama pirolisis (Cantrell et al. 2012). Memang, perbedaan dalam daya
hantar listrik pada biochar yang diproduksi menggunakan bahan baku yang berbeda
telah dikaitkan dengan perbedaan dalam kadar abu (Rehrah et al. 2014).
c. Potensi Pengapuran
Setelah melakukan analisis statistik tabel sidik ragam pada Lampiran 5
memperlihatkan bahwa interaksi antara jenis bahan baku biochar dan jenis ukuran
partikel berbeda sangat nyata terhadap nilai potensi pengapuran biochar. Dapat
dilihat hasil uji lanjut DMNRT taraf 5% seperti Tabel 8 pengaruh bahan baku
biochar pada setiap ukuran partikel berbeda sangat nyata terhadap potensi
pengapuran dimana, pada biochar limbah kelapa muda lebih tinggi jika
37
dibandingkan dengan biochar bambu pada semua ukuran partikel biochar. Pada
biochar limbah kelapa muda berukuran partikel kecil dari 0,5 mm memiliki nilai
potensi pengapuran lebih tinggi 1,25%; ukuran partikel 0,5 – 1 mm lebih tinggi
0,76% dari biochar bambu. Biochar limbah kelapa muda ukuran partikel 1 – 2; 2 –
2,8 dan 2,8 – 4,75 mm memiliki nilai potensi pengapuran yang sama antara biochar
limbah kelapa muda dan biochar bambu. Hal ini diduga karena kandungan Ca pada
bahan baku limbah kelapa muda lebih tinggi dibandingkan bahan baku bambu
seperti data yang tertera pada Lampiran 6 dan pada ukuran partikel biochar yang
halus lebih mudah berreaksi dalam larutan ketika melakukan analisis di
laboratorim. Kapur dalam hal ini hadir dalam bentuk kalsit (CaCO3) atau dolomit
(CaMg (CO3) 2) (Wang et al. 2014; Yuan dan Xu 2012; Yuan et al. 2011) Garam-
garam ini dapat berkontribusi baik pada sifat pengapuran dan nilai nutrisi biochar
(Yuan et al. 2011a)
Tabel 8. Hasil potensi pengapuran biochar limbah kelapa muda dan bambu
Jenis Biochar
Ukuran Ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…….. % ……
7,11 a 5,86 a
<0.5
A B
5,86 b 5,10 b
0.5 - 1.00
A B
5,10 c 4,85 c
1.00 - 2.00
A A
4,85 d 4,60 d
2.00 - 2.80
A A
4,60 e 4,60 d
2.80 - 4.75
A A
KK = 2,52 %
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%.
Pada Tabel 8 juga dapat dilihat bahwa perbedaan ukuran partikel biochar
terhadap jenis bahan baku biochar berbeda sangat nyata dimana semakin besar
ukuran partikel biochar maka potensi pengapuran semakin kecil. Pada biochar
limbah kelapa muda ukuran partikel <0,5 mm memiliki potensial pengapuran lebih
tinggi 1,25%; 2,01%; 2,26% dan 2,51% dari biochar ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1
38
– 2; 2 – 2,8 dan 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Begitupula pada biochar bambu
yang berukuran partikel <0,5 mm memiliki potensi pengapuran tertinggi yaitu
0,76%; 1,01%; 1,26 % dari ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm dan 2 – 4,75
mm. Potensi pengapuran pada biochar sangat ditentukan oleh jenis bahan bakunya
dimana limbah kelapa muda memilki nilai potensi pengapuran lebih baik dibanding
bambu pada ukuran yang lebih halus yaitu <0,5 mm karena pada biochar diharapkan
potensi pengapuran yang tinggi sehingga dapat berperan sebagai kapur dalam
meningkatkan pH pada tanah masam.
Dari penjelasan data diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang
signifikan antara kedua jenis bahan baku terdapat pada biochar yang memiliki
ukuran partikel kecil dari 0,5 mm sedangkan pada biochar yang memiliki ukuran
partikel < 1 mm tidak memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata diantara
biochar limbah kelapa muda dan biochar bambu. Tujuan dari analisis ini yaitu untuk
mengetahui kesetaraan pengapuran (%CaCO3-eq) indeks yang sesuai untuk
memperkirakan tingkat aplikasi biochar yang diperlukan untuk menaikkan pH
tanah ke nilai tertentu. Sehingga biochar yang memiliki potensi kapur yang tinggi
dapat menggantikan peranan kapur yang diberikan ke dalam tanah masam sehingga
dapat bertujuan menaikan nilai pH tanah tersebut.
Dalam mengkarakterisasi biochar dimana pH, daya hantar listrik dan
potensi pengapuran pada biochar merupakan tiga sifat kimia yang secara rutin
diukur untuk aplikasi biochar ke dalam tanah. Dari ketiga data diatas memiliki
hubungan yang sejalan dimana, apabila semakin tinggi nilai pH pada biochar maka
semakin tinggi daya hantar listrik dan potensi pengapuranya.
;0,107 g Canorg kg -1; 0,100 g Canorgkg -1; 0,117 g Canorgkg -1 dan 0,080 g Canorgkg -1
dari pada biochar bambu. Setiap jenis biochar menunjukkan kandungan C-
anorganik bervariasi tetapi umumnya rendah, berkisar antara 0,05 - 17,3 g Cinorg
kg-1 biochar sebagaimana diukur dengan metode titrimetri (Singh et al, 2017). Nilai
C-anorganik sangat ditentukan oleh bahan bakunya dimana biochar limbah kelapa
muda memiliki nilai C-anorganik lebih tinggi dari biochar bambu pada ukuran lebih
halus yaitu pada penelitian ini 0,5 mm.
Tabel 9. Hasil analisis C-Anorganik pada Biochar
Jenis Biochar
Ukuran Ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…… (g kg ) ……
-1
0,376 a 0,277 a
<0.5
A B
0,367 ab 0,260 b
0.5 - 1.00
A B
0,357 bc 0,257 b
1.00 - 2.00
A B
0,347 c 0,230 c
2.00 - 2.80
A B
0,307 d 0,227 c
2.80 - 4.75
A B
KK =1.16%
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%.
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa pengaruh ukuran partikel biochar pada
berbagai jenis bahan baku biochar berbeda sangat nyata dimana pada biochar
limbah kelapa muda berukuran partikel < 0,5 mm memiliki nilai C – anorganik
tertinggi dari semua ukuran partikel yaitu lebih tinggi 0,009 g Canorg kg -1; 0,019 g
Canorgkg -1; 0,029 g Canorg kg -1 dan 0.069 g Canorg kg -1 dari ukuran partikel 0,5 – 1
mm; 1 – 2 mm; 2 – 2.8 mm dan ukuran partikel 2.8 – 4.75 mm secara berturut.
begitupun pada biochar bambu ukuran partikel < 0.5 mm memiliki nilai C-
anorganik tertinggi dari dari semua ukuran partikel dimana lebih tinggi 0,017 g
Canorg kg -1; 0,020 g Canorg kg -1; 0,047 g Canorg kg -1
dan 0.050 g Canorg kg -1
dari
ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 dan 2.8 – 4.75 mm. Dari penjelasan
data perlu diketahui bahwa C-anorganik merupakan komponen umum dari fraksi
40
abu dalam biochar. Sesuai dengan hasil kadar abu yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa kadar abu biochar limbah kelapa muda lebih tinggi dibandingkan dengan
biochar bambu dan seiring besarnya ukuran partikel kadar abu semakin sedikit.
Karbon anorganik (C) adalah penyusun umum fraksi abu di biochar.
Terutama ada dalam bentuk kalsit (CaCO3) atau dolomit [CaMg (CO3)2] (Wang et
al., 2014; Yuan dan Xu 2012; Yuan et al., 2011b), meskipun fase lainnya seperti
kalicinite (KHCO3), juga telah terdeteksi di beberapa biochar (Prakongkep et al.,
2015). Karbonat dalam biochar dapat diperoleh dari CO2 berevolusi dari C-organik
yang membusuk secara termal selama pirolisis lambat dan terperangkap dalam
arang bersifat basa (Yuan et al., 2011b); pengencer yang mengandung karbonat
(misalnya partikel tanah) bercampur dengan biomassa asli (Singh et al., 2010) dan
karbonat yang ada dalam biomassa asli (Suárez-García et al., 2002; Vassilev et al.,
2010). Pada suhu yang lebih besar dari 600°C karbonat terurai dan terjadi
pengayaan secara bersamaan dalam oksida logam yang sedikit larut (Jones et al.,
2015).
4. Analisis KTK (Kapasitas Tukar Kation)
Setelah melakukan analisis statistik data hasil KTK biochar tabel sidik
ragam pada Lampiran 5 memperlihatkan pengaruh interaksi jenis bahan baku
biochar dan ukuran partikel biochar berbeda sangat nyata terhadap nilai KTK.
Dapat dilihat hasil uji lanjut DMNRT taraf 5% pada Tabel 10 secara umum bahwa
nilai KTK masing-masing bahan baku berbeda sangat nyata dimana biochar limbah
kelapa muda lebih tinggi dibanding biochar bambu pada semua ukuran partikel.
Biochar limbah kelapa muda ukuran partikel < 0,5 mm memiliki nilai KTK lebih
tinggi 21,22 cmol/kg dari biochar bambu. Namun pada biochar ukuran partikel 0,5
– 1 mm biochar bambu lebih tinggi 6,81 cmol/kg dari biochar limbah kelapa muda
dan pada ukuran partikel 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki nilai
KTK yang hampir sama pada kedua bahan baku. Dapat dinyatakan bahwa KTK
biochar sangat ditentukan oleh bahan bakunya dimana biochar limbah kelapa muda
memiliki nilai KTK lebih baik dari biochar bambu pada ukuran lebih halus pada
penelitian ini yaitu <0,5 mm. Hal ini dapat dikarenakan hasil analisis pH biochar
limbah kelapa muda lebih tinggi dibandingkan biochar bambu seperti yang telah
dibahas sebelumnya pada Gambar 12 A.
41
Pada tabel 10 dapat dilihat pengaruh ukuran partikel biochar pada setiap
jenis bahan baku biochar berbeda sangat nyata terhadap nilai KTK biochar dimana
pada biochar limbah kelapa muda berukuran partikel <0,5 mm memiliki KTK lebih
tinggi sebesar 36,22 cmol/kg dan 36,76 cmol/kg dibanding ukuran partikel 0,5 – 1
mm dan 1 – 2 mm. Sedangkan biochar limbah kelapa muda yang berukuran partikel
1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki nilai KTK yang hampir sama.
Begitupun pada biochar bambu dimana ukuran partikel < 0,5 mm memiliki KTK
lebih tinggi sebesar 8,18 cmol/kg dan 14,18 cmol/kg dibanding ukuran partikel 0,5
– 1 mm dan 1 – 2 mm. Sedangkan biochar bambu yang berukuran partikel 1 – 2
mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki nilai KTK yang hampir sama.
Table 10. Hasil Analisis KTK pada Biochar
Jenis Biochar
Ukuran Ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…….. (cmol/kg ) ……
78,07 a 56,85 a
<0.5
A B
41,85 b 48,66 b
0.5 - 1.00
B A
41,31 bc 42,66 bc
1.00 - 2.00
A A
36,07 c 33,56 c
2.00 - 2.80
A A
33,56 c 31,26 c
2.80 - 4.75
A A
KK = 4.0%
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%
Peningkatan nilai KTK ini diduga terjadi karena semakin halusnya ukuran
partikel biochar mengakibatkan luas permukaan spesifik dari biochar juga semakin
besar dan mengakibatkan pertukaran kation semakin besar karena memiliki banyak
muatan negatif. Perbedaan hasil yang signifikan antara kedua jenis bahan baku
terdapat pada biochar yang berukuran kecil dari 0,5 mm sedangkan biochar yang
memiliki ukuran partikel besar dari 0,5 tidak berpengaruh nyata terhadap bahan
baku. Hal ini sejalan dengan tentang hasil potensi pengapuran yang telah dibahas
sebelumnya. Perbedaan nilai dalam KTK ini diduga oleh sejumlah faktor yang
42
mempengaruhi sifat permukaan biochar, seperti suhu pembakaran dan bahan baku
(Budai et al., 2014; Suliman et al., 2016) namun pada penelitian ini yang faktor
yang mempengaruhi yaitu jenis bahan baku dan jenis ukuran partikel biochar.
Hasil KTK ini juga sejalan dengan nilai pH pada Gambar 8 yang telah
dibahas sebelumnya, apabila nilai pH tinggi maka nilai KTK akan tinggi karena
disosiasi hidroksil meningkat dengan meningkatnya pH, adanya muatan variabel
tergantung nilai pH berarti KTK meningkat dengan meningkatnya pH. Hal ini
sesuai dengan penelitian Kim et al, 2012 dimana pada biochar diasamkan dari
larutan pH 7 hingga 3, potensi KTK nilai menurun pada biochar berbahan baku
Switchgrass 450 ºC dari 48,4 menjadi 23,7 cmol c kg-1 , pada Switchgrass 600 ºC
menurun dari 19,1 hingga 11,6 cmol c kg-1 , dan Switchgrass 800ºC turun dari 12,7
menjadi 5,4 cmol c kg-1. Akibatnya, nilai KTK perlu dirujuk ke pH di mana mereka
ditentukan.
Pada Tabel 10 dapat dilihat biochar yang memiliki ukuran partikel 1 - 2 mm
tidak memiliki perbedaan signifikan terhadap ukuran partikel 2 – 2,8 mm dan 2,8 –
4,75 mm pada kedua jenis bahan baku. Berbicara tentang KTK pada biochar,
dimana biochar digunakan sebagai bahan amelioran yang dihasilkan dengan proses
pirolisis limbah organik yang memiliki muatan negatif, sehingga berperan pada
adsorpsi kation-kation atau yang biasa disebut dengan kapasitas tukar kation
(KTK). Sebagai untuk menentukan efek biochar dari terhadap sifat-sifat tanah dan
potensinya sebagai amelioran tanah, penting untuk mengetahui penentuan yang
tepat dan akurat dari kontribusinya terhadap kapasitas pertukaran kation tanah
(KTK) tanah. Namun, dalam literatur perkiraan nilai KTK untuk biochar sangat
bervariasi, umumnya berkisar antara 5 hingga 50 cmol (+) Kg- 1 (Singh et al., 2010)
dan bahkan mencapai nilai setinggi 69 hingga 204 cmol (+) Kg- 1 (Yuan et al., 2011)
Selain pH, bahan organik juga dapat mempengaruhi KTK dimana menurut
Soegiman (1982) bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik yang
mampu meningkatkan muatan negatif melalui disosiasi gugus karboksil (COO-).
Gugus yang terdisosiasi ini akan menghasilkan gugus-gugus negatif sehingga
meningkatkan KTK tanah. Nilai KTK mengacu pada jumlah muatan negatif di
permukaan bahan organik (Camberato 2001). Muatan negatif akan menarik ion
bermuatan positif, seperti K, Ca, Mg dan Na di dalam tanah. KTK yang lebih tinggi
43
dalam suatu senyawa berarti memiliki kapasitas yang lebih baik untuk mengikat
dan mempertahankan nutrisi tertentu.
perbedaan yang nyata pada setiap jenis ukuran partikel biochar. Dapat disimpulkan
bahwa semakin halus ukuran biochar semakin tinggi nilai K-dd, hal ini diduga
karena ukuran yang halus dari biochar maka semakin besar luas permukaan spesifik
biochar maka dapat meningkatkan muatan negatif sehingga terjadi peningkatan
nilai KTK maka kation-kation basa seperti K-dd juga meningkat.
Pada Tabel 11 memperlihatkan pengaruh bahan baku biochar pada setiap
ukuran partikel berbeda sangat nyata terhadap nilai Ca-dd dimana pada biochar
limbah kelapa muda memiliki nilai Ca-dd lebih tinggi jika dibandingkan dengan
biochar bambu pada semua ukuran partikel yaitu lebih tinggi 19,77 cmol/kg; 13,46
cmol/kg; 5,83 cmol/kg; 3,51 cmol/kg dan 3,64 cmol/kg pada ukuran partikel <0,5
mm; 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan ukuran partikel 2,8 – 4,75 mm secara
berturut. Peningkatan kandungan Ca-dd pada biochar selain akibat pengaruh dari
peningkatan KTK, peningkatan Ca-dd juga dipengaruhi oleh bahan baku dimana
limbah kelapa muda lebih banyak megandung unsur Ca sehingga mampu
membebaskan Ca2+ yang ada pada biochar dan mengisi kompleks pertukaran
sehingga kandungan Ca-dd meningkat. Hal ini diduga karena perbedaan kandungan
Ca pada setiap bahan baku dimana Ca pada limbah kelapa muda lebih tinggi 5,81%
dibanding Ca pada bahan baku bambu seperti data pada Lampiran 6.
Pada Tabel 11 dilihat juga bahwa ukuran partikel biochar mempengaruhi
nilai Ca-dd terhadap kedua jenis bahan baku dimana biochar limbah kelapa muda
yang memiliki ukuran partikel <0,5 mm memiliki nilai Ca-dd lebih tinggi 14,56
cmol/kg; 25,23 cmol/kg; 27,78 cmol/kg dan 31,9 cmol/kg dari ukuran partikel 0,5
– 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Begitupun pada
biochar bambu dimana ukuran partikel <0,5 memiliki Ca-dd lebih tinggi 8,24
cmol/kg; 11,27 cmol/kg; 11,51 cmol/kg; 15,76 cmol/kg dari ukuran partikel 0,5 – 1
mm; 1 – 2 mm 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Dapat disimpulkan
bahwa semakin halus ukuran biochar semakin tinggi nilai Ca-dd, hal ini diduga
karena semakin halus ukuran biochar maka semakin besar luas permukaan spesifik
biochar maka dapat meningkatkan muatan negatif sehingga terjadi peningkatan
nilai KTK maka kation-kation basa seperti Ca-dd juga meningkat.
Pada Tabel 11 memperlihatkan pengaruh bahan baku biochar pada setiap
ukuran partikel berbeda nyata dimana nilai Na-dd pada biochar limbah kelapa muda
45
lebih tinggi jika dibandingkan dengan biochar bambu pada semua ukuran partikel
memperlihatkan nilai Na-dd biochar limbah kelapa muda lebih tinggi dibandingkan
biochar bambu pada setiap ukuran partikel dimana lebih tinggi 4,6 cmol/kg; 7,29
cmol/kg; 7,02 cmol/kg; 7,41 cmol/kg dan 5,87 cmol/kg pada ukuran partikel <0,5
mm; 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 7,41 2 – 2,8 mm dan secara berturut 2,8 – 4,75 mm.
Pada Tabel 11 dilihat juga bahwa ukuran partikel mempengaruhi nilai Na-
dd pada kedua jenis bahan baku dimana biochar limbah kelapa muda yang memiliki
ukuran partikel <0,5 mm memiliki nilai Na-dd lebih tinggi 1,8 cmol/kg; 1,95
cmol/kg; 4,58 cmol/kg dari ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2; 2 – 2,8 mm dan 2,8
– 4,75 mm. Begitupula pada biochar bambu, dimana biochar bambu yang memiliki
ukuran partikel <0,5 memiliki nilai Na-dd lebih tinggi 3,7 cmol/kg; ; 4,3 cmol/kg;
4,7 cmol/kg dan 5,78 cmol/kg dari ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8
mm dan 2,8 – 4,75 mm. Dapat disimpulkan bahwa semakin halus ukuran biochar
semakin tinggi nilai Na-dd, hal ini diduga karena semakin halus ukuran biochar
maka semakin besar luas permukaan spesifik biochar maka dapat meningkatkan
muatan negatif sehingga terjadi peningkatan nilai KTK maka kation-kation basa
seperti Na-dd juga meningkat.
Dari data K-dd, Ca-dd, Na-dd tersebut dapat dilihat bahwa kandungan Na
yang paling sedikit diantara yang lainya. Hal ini wajar karena apabila tanah yang
diaplikasikan dengan biochar yang memiliki kandungan Na yang tinggi maka dapat
menyebabkan tanaman sensitif garam. Sesuai dengan pendapat (Foth and Turk
1972) bahwa kandungan Na di dalam tanah biasa diekspresikan dengan sodisitas
sebagai bagian dari kation garam total yang biasa diekspresikan dengan salinitas.
Salinitas dan sodisitas yang terlalu tinggi membawa pengaruh buruk bagi tanaman,
baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamaan. Salinitas yang tinggi
menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena turunnya tekanan osmotik,
sehingga menyulitkan pengambilan unsur hara oleh akar.
46
Jenis Biochar
Limbah Kelapa Limbah Kelapa Limbah Kelapa
Ukuran Ayakan (mm) Muda Bambu Muda Bambu Muda Bambu
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama
berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut DNMRT pada taraf 5%.
47
(A) (B)
10 a
9 a 10
8
Mg-dd (cmol kg)
Mg-dd (cmol/kg)
b
7 8
b c
6 c
5 6 c
4
4
3
2 2
1
0 0
Limbah Kelapa Bambu <0.5 0.5 - 1.00 1.00 - 2.002.00 - 2.802.80 - 4.75
Muda
Jenis Biochar Ukuran Biochar
Gambar 13. Pengaruh (A) jenis biochar dengan (B) ukuran biochar terhadap
nilai Mg-dd.
besar sehingga dapat meningkatkan nilai KTK meningkat maka kation-kation basa
seperti Mg-dd juga meningkat. Perbedaan nilai sangat berbeda nyata pada biochar
dapat dilihat pada ukuran partikel kecil dari 0,5 mm dan ukuran partikel antara 0,5
– 1 mm. Sementara itu pada biochar besar dari 1 mm – 4,75 mm memperlihatkan
perbedaan yang tidak nyata terhadap nilai Mg-dd pada partikel biochar.
Selain biochar limbah kelapa muda, ada berberapa perbedaan ikatan yang
muncul pada biochar bambu yaitu pada ukuran partikel <5 mm munculnya ikatan
pita aromatik (C = C) dan Ikatan (COO-) anion karboksilat, getaran Amida-II yang
terjadi pada panjang gelombang 1573 cm-1, munculnya ikatan C(=O)(O-)2 atau
karbonat ketika pita asimetris meregang ini terjadi pada panjang gelombang 1404
cm-1, munculnya ikatan (M-O-H) O-H pembengkokan pita dari mineral lempung
terkait dengan biochar pada panjang gelombang 874 cm-1 dan munculnya
pembengkokan puncak pada ikatan O-H duo-quarto pada panjang gelombang 806
cm-1dan trio-quarto pada panjang gelombang 752 cm-1.
A1 A2 A3
Gambar 14. Spektrum FTIR biochar limbah kelapa muda (A1) < 0,5 mm; (A2) 0,5 – 1 mm; (A3) 1 – 2 mm
51
B1 B2 B3
Gambar 15. Spektrum FTIR biochar bambu (B1) <0,5 mm; (B2) 0,5 – 1 mm; (B3) 1 – 2 mm
52
Tabel 12. Pita Serapan Infra Merah dari Gugus Fungsional Biochar
Jenis Bahan Baku
Limbah Kelapa Muda Bambu
Rentang Pita Jenis Ikatan Jenis Ukuran (mm)
(cm-1) (Singh et al., 2017)
A1 A2 A3 B1 B2 B3
<0.5 0.5–1.0 1.0–2.0 <0.5 0.5–1.0 1.0–2.0
3670-3630 ν (OH) dari ikatan non-hidrogen pada kelompok O-H - - - - - -
3600–3200 ν (OH) dari serapan air dan ikatan hydrogen biochar pada kelompok O-H + - - - - -
3080–3020 Aromatik ν (CH) - - - - - -
2990–2950 Alifatik asimetris ν (CH) dari terminal kelompok -CH3 - - - - - -
2950–2920 Alifatik asimetris ν (CH) dari kelompok -CH2 - - - - - -
2890–2870 Alifatik simetris ν (CH) dari terminal kelompok -CH3 - - - - - -
2870–2840 Alifatik simetris ν (CH) dari terminal kelompok -CH3 - - - - - -
1740–1650 ν (C = O) dari asam karboksilat, amida, ester dan keton - - - - - -
1650–1610 H-O-H pembengkokan pita oleh air (ν2 mode) - + + - - -
1610–1580 ν (C = C) + - - + + +
1590–1520 ν (COO–) anion karboksilat, getaran Amida-II - - - + + -
1510–1485 Getaran kerangka aromatik - - - - - -
1480–1440 Perubahan bentuk CH2 (memotong getaran) - - - - - -
1450–1400 Karbonat (ν3 ; asimetris meregang) - - - + + -
1390–1310 potongan fenolik O-H, -C(CH3) C-H deformasi + + - - - -
1280–1200 Asam karboksilat C-OH meregang, deformasi O-H, karboksil, ester / amida - - - - - -
1160-1020 ν (C-O) polisakarida, wilayah karbohidrat + - + - + +
1140–1000 ν (Si-O) dari mineral lempung yang terkait dengan biochar + - + - + +
940 – 820 ν (M-O-H) O-H pembengkokan pita dari mineral lempung terkait dengan biochar + + - + + +
900 – 700 Pembungkukan puncak O-H : 900-850 ‘solo’;850-780’duo’;775-700’trio-quarto’ + + - + + +
800 – 780 quartz ‘doublet’ - - - - - -
53
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan Rancangan Acak
Lengkap Faktorial 2 x 5 dengan 3 kali ulangan mengenai karakterisasi biochar
limbah kelapa muda dan bambu berdasarkan ukuran partikel sebagai amelioran
tanah menunjukan hasil penelitian bahwa:
1. Karakteristik terbaik pada jenis bahan baku dan ukuran partikel biochar
ditemukan pada biochar limbah kelapa muda ukuran partikel lebih halus
yaitu <0.5 mm dimana parameter zat volatil (57.77%), DHL (11.10 dS m-1),
potensi pengapuran lebih tinggi (7.11 %), C-anorganik (0.376 g Canorg kg-1),
KTK (78.07 cmol/kg), K-dd, Ca-dd dan Na-dd (39.35; 43.03; 17.44 cmol/kg)
masing-masingnya
2. Bahan baku yang terbaik dijadikan biochar adalah limbah kelapa muda
karena memiliki kelembaban, pH dan Mg-dd lebih tinggi 21.47%; 0.82 unit
dan 2.7 cmol/kg dibanding biochar bambu.
3. Ukuran partikel biochar <0.5 hingga 2 mm menunjukan ukuran yang terbaik
dimana Mg-dd lebih tinggi 5.19 cmol/kg
4. Analisis FTIR menunjukan bahwa biochar limbah kelapa muda lebih baik
dibanding biochar bambu pada ukuran partikel <0,5 mm karena ikatan yang
muncul lebih banyak dan absorban lebih besar sehingga dapat meningkatkan
nilai KTK.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian karakterisasi biochar limbah kelapa muda dan
bambu, disarankan untuk menggunakan biochar limbah kelapa muda berukuran
partikel 0,5 – 2 mm sebagai bahan amelioran tanah karena pada ukuran tersebut
memiliki karakteristik kimia yang lebih baik sehingga ketika diaplikasikan ke tanah
memberikan efek yang lebih bagus serta mengurangi pencemaran lingkungan
karena penambahan limbah yang terus meningkat.
54
RINGKASAN
Biochar dapat dibuat dari limbah hasil pertanian yang tidak digunakan lagi
seperti limbah kelapa muda, limbah kulit pinang, tempurung kelapa, tongkol
jagung, sekam padi dan kulit kakao. Limbah yang berasal dari biomassa ini akan
menjadi masalah jika tidak dimanfaatkan dengan baik dan pada akhirnya akan
mnegakibatkan pencemaran lingkungan. Karena setiap tahun limbah kehutanan,
perkebunan, pertanian dan perternakan yang mengandung karbon ratusan juta ton
sering menjadi masalah dalam hal pembuangannya.
Indonesia sebagai negara yang kaya dengan hasil alam dapat memproduksi
kelapa sangat banyak dari hasil produksi itulah pastinya akan ada sisa atau limbah
yang dihasilkannya dalam jumlah yang cukup besar tidak terkecuali pada limbah
kelapa muda yang banyak diminati masyarakat umum. Dinas Lingkungan Hidup
Kota Padang Sumatera Barat tahun 2018 menyatakan bahwa limbah kelapa muda
mencapai 7 ton/hari namun belum bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Suatu upaya untuk memacu kesadaran dan guna mendukung kesejahteraan
masyarakat khususnya para petani secara program dan berkelanjutan diharapkan
pemanfaatan limbah kelapa muda yang dijadikan biochar dalam mengurangi
pencemaran lingkungan dan terciptanya amelioran yang bersifat organik dalam
memperbaiki kesuburan tanah dan media tanam serta meningkatkan produksi dari
berbagai jenis tanaman. Selain limbah kelapa muda yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan biochar bambu juga merupakan salah satu biomassa
alternatif pengganti kayu yang sudah banyak digunakan untuk suatu percobaan
penelitian sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pembanding sifat karakteristik
biochar limbah kelapa muda. Jenis bahan baku dan ukuran partikel biochar
merupakan faktor terpenting dalam penelitian ini karena perbedaan bentuk biochar
akan berpengaruh terhadap kemampuanya sebagai pembenah tanah, khususnya
dalam ketersediaan hara, retensi hara, dan retensi air. Biochar diproduksi dengan
tujuan untuk diaplikasikan pada tanah untuk meningkatkan produktivitas tanah,
penyimpanan karbon dalam tanah, penyaringan air tanah yang meresap, strukturnya
yang berpori dan luas permukaan yang besar sehingga dapat meningkatkan
55
dijadikan biochar adalah limbah kelapa muda karena memiliki kelembaban, pH dan
Mg-dd lebih tinggi 21.47%; 0.82 unit dan 2.7 cmol/kg dibanding biochar bambu.
(3) Ukuran partikel biochar <0.5 hingga 2 mm menunjukan ukuran yang terbaik
dimana Mg-dd lebih tinggi 5.19 cmol/kg. (4) Analisis FTIR menunjukan bahwa
biochar limbah kelapa muda lebih baik dibanding biochar bambu pada ukuran
partikel <0,5 mm karena ikatan yang muncul lebih banyak dan absorban lebih besar
sehingga dapat meningkatkan nilai KTK.
57
DAFTAR PUSTAKA
ASTM (2013a) Standard D1762-84: Standard Test Method for Chemical Analysis
of Wood Charcoal. ASTM International, West Conshohocken, PA.
Artz, R.R.E, Chapman, S.J., Robertsso, A.H.J, Potts, J.M., Defarge, F.L, Gogo, S.,
Comont, L., Disnar, J.N. and Francez, A.J. 2008. FTIR spectroscopy can be
used a screening tool for organic matter quality in generating cutover peat
lands. Journal Soil Biology and Biochemistry. 40, 515-527.
Balai Penelitian Tanah. 2015. Petunjuk Teknis Biochar. Badan penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen pertanian bogor. 47 hal
Bird, M.I., Christopher M.W., Pedro H. de Paula Silva., Adrian M.B and Rocky de
Nys. 2011. Algal biochar – production and properties. Bioresource
Technology. 102,1886–1891
Budai, A, Liang W., Morten G., Line T.St., Michael J. Antal J.r., Samuel A., Alba
D.A., Andres A.C. and Daniel P.R. 2014. Surface Properties and Chemical
Composition of Corncob andMiscanthus Biochars: Effects of Production
Temperature and Method. J. Agric. Food Chem. 62, 3791−3799
Camberato, J.J. 2001. Cation Exchange Capacity – Everything you want to know
and much more. Clemson University, Crop and Soil environmental Science
Cantrell K.B., Hunt P.G., Uchimiya M., Novak J.M., Ro K.S. 2012. Impact of
Pyrolysis Temperature and Manure Source on Physicochemical
Characteristics of Biochar. Bioresour Technol. 107, 419–428
Cornell University. 2010. Biochar soil management. Soil Fertility Management and
Soil Biogeochemistry. Department of Crop and Soil Sciences, Cornel
University.
Dariah, A., Nurida N.L. and Sutono. 2013. The Effect of Biochar on Soil Quality
and Maize Production in Upland in Dry Climate Region. In Proceeding
11thinternational Conference the East and Southeast Asia federation of Soil
Science Societies. Bogor, Indonesia
Enders, A., Hanley K., Whitman T., Joseph S., Lehmann J. 2012. Karakterisasi
Biochar untuk Menikmati Recalcitrance dan Kinerja Agronomi. Bioresour
Technol. 114, 644–653.
Erickson, C. 2003. Historical ecology and future explorations. In: J. Lehmann, D.C.
Kern, B. Glaser, and W.I. Woods (eds.), Amazonian Dark Earths: origin,
properties, management. Dordrecht, Kluwer Academic Publishers Pages:
455-500.
Foth, H.D. and Turk, 1972. Fundamentals of Soil Science, fifth edition. Toppan
Printing Co. (S) Pte. Ltd. Singapore. 454 .
Fuertes, A.B., Camps Arbestain M., Sevilla M., Macia-Agullo J.A., Fiol S., Lo´pez
R., Smernik R.J., Aitkenhead W.P., Arce F. and Macias F. 2010. Chemical
and Structural Properties of Carbonaceous Products Obtained by Pyrolysis
and Hydrothermal Carbonisation of Corn Stover. Aust J Soil Res. 48, 618–
626.
Gani, A. 2010. Multi guna Arang Hayati Biochar. Sinar Tani Edisi 13-19 Oktober
2010.
Glaser, B., Haumaier L., Guggenberger G., Zech W. 2001. The ‘Terra Preta’
Phenomenon: a model for sustainable agriculture in the humid tropics.
Naturwissenschaften. 88(1), 37–41.
Glaser, B., Lehmann J. and Zech W. 2002. Ameliorating Physical and Chemical
Properties of Highly Weathered Soiks in The Tropics with Charcoal – A
review. Biology and fertility of soils. 35, 219–230.
Haefele, S.M., Konboon Y.,Wongboon W., Amarante S., Maarifat A.A., Pfeiffer
E.M., and Knoblauch C. 2011. Effects and Fate of Biochar from Rice
Residues in Ricebased Systems. Field Crop. Res. 123 (3), 430-440.
Hernandez-Mena, L., Pecora A., Beraldo A., 2014. Pirolisis Lambat Biomassa
Bambu: Analisis Sifat Biochar. Teknik Kimia Transaksi. 37, 115-120.
Herviyanti, Maulana A, Prima S, Aprisal A, Crisna S.D, and Lita A.L. 2019. Effect
of Biochar from Young Coconut Waste to Improve Chemical Properties of
Ultisols And Growth Coffee [Coffea Arabica L.] Plant Seeds. IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science. 497.
59
Joseph, S., Peacocke C., Lehmann J. and Monroe P. 2009. Developing A Biochar
Classifi Cation and Test Methods. In Biochar for Environmental
Management: Science and Technology. 1st edn. (Eds J Lehmann, S Joseph)
Earthscan, London. 107–126.
Komarayati, S., Gusmailina, dan Pari G. 2012. Arang dan Cuka Kayu: Produk
Hasil Hutan Bukan Kayu untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan
Serapan Hara. Penelitian Hasil Hutan. 31 (1), 49-62.
Kondo Yan dan Arsyad Muhammad. 2018. Analisis Kandungan Lignin, Sellulosa
dan Hemisellulosa Serat Sabut Kelapa Akibat Perlakuan Alkali. Vol 5 (2),
94-97
Kumar, U., Maroufi S., Rajarao R., Mayyas M., Mansuri I., Joshi R. K. 2010.
Cleaner Production of Iron by Using Waste Macadamia Biomass as a
Carbon Resource. J. Clean. Prod. 158, 218–224.
Lee, Y., Park J., Ryu C., Gang K.S., Yang W., Park Y.K., Jung J., Hyun S. 2013.
Comparison of Biochar Properties from Biomass Residues Produced by
Slow Pyrolysis at 500°C. Bioresource Technology 148, 196–201.
Lehmann, J., Silva J.P.D., Steiner C., Nehls T., Zech W., Glaser B. 2003. Nutrient
Availability and Leaching in an Archaeological Anthrosol and a Ferralsol
of the Central Amazon Basin: fertilizer, manure and charcoal amendments.
Plant and Soil. 249, 343–357.
Lehmann, J., J.P. da Silva Junior, Steiner C., Nehls T., Zech W and Glaser B.
2011. Nutrient Availabilibility and Leaching in an Archaeological
Anthrosol and a Ferralsol of the Central Amazon Basin: Fertilizer, manure
and charcoal amendments. Plant and Soil. 249, 343-357.
60
Lu, H., Zhang Y.Y, Huang X., Wang S., Qiu R., 2012. Relative Distribution of Pb2+
Sorption Mechanismsby Sludge-Derived Biochar. WatRes 46,854–862
Neves, E.G., James B.P., Robert N.B. and Carlos A.D.S, 2003. Historical and
Socio-Cultural Origins of Amazonian Dark Earths. J. Lehmann, et al. (eds.),
Amazonian Dark Earths: Origin, Properties, Management, 29-50.
Nurida, N.L., Dariah A. dan Rachman A. 2009. Kualitas Limbah Pertanian Sebagai
Bahan Baku Pembenah Berupa Biochar untuk Rehabilitasi Lahan.
Prosiding Seminar Nasional dan dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Hal
209-215.
Nurida, N.L.,dan Rachman A.. 2012. Alternatif Pemulihan Lahan Kering Masam
Terdegradasi dengan Formula Pembenah Tanah Biochar di Typic
Kanhapludults Lampung. Prosiding Teknologi Pemupukan dan Pemulihan
Lahan terdegradasi. Hal 639-648
Madison, W.I., Sherrod L.A., Dunn G., Peterson G.A. and Kolberg R.L. 2002. Soil
Science Society of America, Inorganic carbon analysis by modified
pressure-calcimeter method. J Soil Sci Soc Am . 66,299–305.
Mukherjee, A. and Lal R. 2014. The Biochar Dilemma. Soil Research. 52, 217–230
Nigussie, A., Kissi E., Misganaw M. and Ambaw G. 2012. Effect of Biochar
Application on Soilproperties and Nutrient Uptake of Lettuces (Lactuca
Sativa) Grown in Chromium Pollutedsoils. American-Eurasian Journal of
AgriculturL& Environmental Science. 12(3) pages: 369-376.
Okuno, T., Sonoyama N., Hayashi JI., Li CZ., Sathe C., Chiba T. 2005. Primary
Release of Alkali and Alkaline Earth Metallic Species During the Pyrolysis
of Pulverized Biomass. Energy and Fuels. 19, 2164–2171.
61
Park, B.B., Yani R.D., Sahm J.M., Lee D.K and Abrahamson L.P. 2004. Wood Ash
Effect on Plant and Soil in a Willow Bioenergy Plantation. Water, Air and
Soil Pollution. 159, 209-224.
Rajkovich, S., Enders A., Hanley K., Hyland C., Zimmerman A.R., Lehmann J.
2012. Corn Growth and Nitrogen Nutrition After Additions of Biochars
With Varying Properties to a Temperate Soil. Biology and Fertility of Soils.
48, 271–284.
Rehrah, D., Reddy M.R., Novak J.M., Bansode R.R., Schimmel K.A., Yu J., Watts
D.W. and Ahmedna M. 2014. Production and Characterization of Biochars
From Agricultural Byproducts for Use in Soil Quality Enhancement.
Journal of Analytical and Applied Pyrolysis. 108,301
Riley, J.T. 2007. Routine Coal and Coke Analysis: Collection, Iinterpretation, and
Use of Analytical Data. ASTM International, West Conshohocken, PA
Santi, L. P dan Goenadi D.H. 2012. Pemanfataan Biochar Asal Cangkang Kelapa
Sawit sebagai Bahan Pembawa Mikroba Pemantap Agregat. Buana Sains
12, 7-14.
Schmidt, H.P and Taylor P. 2014. Kon-Tiki Flame Curtain Pyrolysis For The
Democratization Of Biochar Production. Ithaka Institute Australia Arbaz,
Switzerland. Journal Biochar. 14 -24.
Schnell, R. W., Vietor D. M., Provin T. L., Munster C. L., dan Capareda S. 2011.
Capacity of Biochar Application to Maintain Energy Crop Productivity: Soil
Chemistry, Sorghum Growth, and Runoff Water Quality Effects. Jurnal of
Enviromental Quality. 41(4), 44-51.
Singh, B., Singh B.P. and Cowie A.L. 2010. Characterisation and Evaluation of
Biochar for Their Application as a Soil Amandemen. Australian journal of
soil research. 48, 516-525.
Siruru, H., Syafii W., Wistara N.J. and Pari G. 2018. Pengaruh Durasi Steam
Terhadap Kualitas Arang Aktif Limbah Sagu. UNPATTI. Ambon. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis.16, 2.
Situmeang, Y.P. dan Sudewa, K.A. 2013. Respon Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Jagung pada Aplikasi Biochar Limbah Bambu. Prosiding Seminar
Nasional. Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa. Denpasar hal: 144-
147.
Soegiman. 1982. Ilmu Tanah. Terj. Buckman, H. O., dan Brady, N.C. The Nature
Properties of Soil. Bhratara karya aksara Jakarta. 788 hal
Sombroek, W.G., M.L. Ruivo, P.M. Fearnside, B. Glaser, and J. Lehmann. 2003.
Amazonian Dark Earths as Carbon Stores and Sinks. In : J. Lehmann, D.C.
Kern, B. Glaser and W.I. Woods (eds.), Amazonian dark earths: origin,
properties, management. Dordrecht, Kluwer Academic Publishers. 125-139.
Spokas K.A., Cantrell K.B., Novak J.M., Archer D.W., Ippolito J.A., Collins H.P.,
Boateng A.A., Lima I.M., Lamb M.C., McAloon A.J., Lentz R.D., Nichols
K.A. 2012. Biochar: a synthesis of its agronomic impact beyond carbon
sequestration. J Environ Qual. 41, 973–989.
Sulaiman, W., Harsh J.B., Abu-Lail N.I., Fortuna A.M., Dallmeyer, I. and Garcia-
Perez, M. 2016. Influence of Feedstock Source and Pyrolysis Temperature
on Biochar Bulk and Surface Properties. Biomass Bioenergy. 84,37–48.
Sumner, M.E. and Miller W.P. 1996 Cation Exchange Capacity and Exchange
Coeffi Cients. In Methods of Soil Analysis. Part 3. Chemical Methods.
SSSA Book Series No. 5. (Ed. DL Sparks) pp. 1201–1229. Soil Science
Society of America, Madison, WI.
Thies, J.E. and Rillig M.C. 2009. Characteristics of Biochar: biological properties
(Ch. 6). In: Lehmann J, Joseph S (eds) Biochar for Environmental
Management. Earthscan, Gateshead, 85–105.
63
Shen, J., Xiao S.W., Manuel G.P., Daniel M.,Martin J. and Chun-Z.L, 2009. Effects
of Particle Size on the Fast Pyrolysis of Oil Mallee Woody Biomass. J. Shen
et al./Fuel 88, 1810–1817
Sukartono, W.H., Utomo Z., Kusuma Z. and Nugroho W.H. 2011. Soil Fertility
Status, Nutrient Uptake, and Maize (Zea Mays L.) Yield Following Biochar
and Cattel Manure Application on Sandy Soils of Lombok, Indonesia.
Journal of Tropical Agriculture. 49 (1-2), 47-52.
Ueno, M., Kawamitsu Y., Komiya Y., and Liya S. 2008 In Proceedings of the XXVI
Congress of the International Society of Sugar Cane Technologists. ICC,
Durban, 29 July–2 August 2007. pp. 1194–1201. International Society of
Sugar Cane Technologists, Quatre-Bornes, Mauritius.
Vassilev, S.V., Baxter D., Andersen L.K., Vassileva C.G. 2010 An overview of the
Chemical Composition of Biomass. Fuel 89(5), 913–933.
Vassilev, S.V., Baxter D., Andersen L.K. and Vassileva, C.G. 2013. An Overview
of the Composition and Application of Biomass Ash. Part 2. Potential
utilisation, technological and ecological advantages and challenges. 105
pages: 19-39
Wang, T., Camps-Arbestain M., Hedley M., Singh B.P., Calvelo Pereira R., Wang
C. 2014. Determination of C- Carbonate in Biochars. Soil Research. 52,495–
504
Widowati, Asnah dan Sutoyo. 2012. Pengaruh Penggunaan Biochar dan Pupuk
Kalium Terhadap Pencucian dan Serapan Kalium pada Tanaman Jagung.
Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Kelaman: Buana Sains. Tribhuana Press. Vol
12:No. 1. Hal: 83-90
Xie, T., Reddy K.R., Wang C., Yargicoglu E. and Spokas K. 2015. Characteristics
and Applications of Biochar for Environmental Remediation: a review.
Critical Reviews in Environmental Science and Technology. 45, 939-969.
Yang, H., Yan R., Chen H., Lee D. H. and Zheng, C. 2007. Characteristics of
Hemicellulose, Cellulose and Lignin Pyrolysis. Fuel. 86(12–13), 1781–
1788.
Yuan, J.H., Xu R.K. and Zhang H. 2011. The Forms of Alkalis in the Biochar
Produced from Crop Residues at Diff Erent Temperatures. Bioresource
Technology. 12, 3488-3497.
64
Zhao, L., Xinde C., Ondrej M., and Andrew Zimmerman. 2013. Heterogeneity of
Biochar Properties as a Function of Feedstock Sources and Production
Temperatures. Journal of Hazardous Materials. 1-28.
Zhu, Q., Peng X., Huang T., Xie Z. and Holden N.M. 2014. Effect of Biochar
Addition on Maize Growth and Nitrogen Use Efficiency In Acid Red Soil.
Pedospere 24 (6), 699-708.
65
2019 – 2020
No Kegiatan November Desember Januari – Juni Juli Agustus – November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan bahan baku biochar limbah
1
kelapa muda dan bambu
Pembuatan biochar limbah kelapa muda
2
dan bambu
Persiapan sampel (pemisahan ukuran
3
partikel biochar)
5 Pengolahan data
6 Penulisan skripsi
66
1. Kelembaban
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 3859,20 428,80 161,30 ** 2,39 3,46
A 1 3456,13 3456,13 1300,11 ** 4,35 8,10
B 4 399,62 99,90 37,58 ** 2,87 4,43
AxB 4 3,45 0,86 0,32 tn 2,87 4,43
Galat 20 53,17 2,66
Total 29 3912,37 KK = 5,81%
2. Zat Volatil
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 5730,24 636,69 216,40 ** 2,39 3,46
A 1 5519,56 5519,56 1876,00 ** 4,35 8,10
B 4 158,93 39,73 13,50 ** 2,87 4,43
AxB 4 51,75 12,94 4,40 * 2,87 4,43
Galat 20 58,84 2,94
Total 29 5789,09 KK= 3,49%
3. Kadar Abu
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 617.86 68.65 17.39 ** 2.39 3.46
A 1 322,75 322,75 81,75 ** 4,35 8,10
B 4 288,63 72,16 18,28 ** 2,87 4,43
AxB 4 6,47 1,62 0,41 tn 2,87 4,43
Galat 20 78,96 3,95
Total 29 696,81 KK = 12,25%
4. Karbon Tetap
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 4108.99 456.55 74.46 ** 2.39 3.46
A 1 3172.20 3172.20 517.38 ** 4.35 8.10
B 4 859.88 214.97 35.06 ** 2.87 4.43
AxB 4 76.91 19.23 3.14 * 2.87 4.43
Galat 20 122.63 6.13
Total 29 4231.62 KK = 7.52%
69
5. pH
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 0,07 0,01 11,90 ** 2,39 3,46
A 1 0,07 0,07 107,14 ** 4,35 8,10
-29 -30
B 4 1,55 x 10 3,89 x 10 0,00 tn 2,87 4,43
-34 -34
AxB 4 4,55 x 10 1,13 x 10 0,00 tn 2,87 4,43
Galat 20 0,014 7 x 10-4
Total 29 0,09 KK = 0,26%
6. EC
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 515.01 57.22 429.77 ** 2.39 3.46
A 1 505.61 505.61 3797.41 ** 4.35 8.10
B 4 7.65 1.91 14.37 ** 2.87 4.43
AxB 4 1.74 0.43 3.27 * 2.87 4.43
Galat 20 2.66 0.13
Total 29 517.67 KK = 6.18%
7. Potensi pengapuran
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 17.51 1.95 111.17 ** 2.39 3.46
A 1 1.89 1.89 108.00 ** 4.35 8.10
B 4 14.11 3.53 201.59 ** 2.87 4.43
AxB 4 1.51 0.38 21.54 ** 2.87 4.43
Galat 20 0.35 0.02
Total 29 17.86 KK= 2.52%
8. C-anorganik
Sumber F-tabel
Db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 0.09 0.01 820.10 ** 2.39 3.46
A 1 0.07 0.07 6200.10 ** 4.35 8.10
B 4 0.01 0.003 273.60 ** 2.87 4.43
AxB 4 0.001 0.00027 21.60 ** 2.87 4.43
Galat 20 0.00053 0.00003
Total 29 0.09 KK= 1.16%
70
9. KTK
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 540533,09 60059,23 188,31 ** 2,39 3,46
A 1 5386,80 5386,80 16,89 ** 4,35 8,10
B 4 464255,60 116064 363,92 ** 2,87 4,43
AxB 4 70890,69 17723 55,57 ** 2,87 4,43
Galat 20 6378,60 318,93
Total 29 546911,69 KK= 4,02%
10. K-dd
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 343125.29 38125 8984.48 ** 2.39 3.46
A 1 315753.55 315754 74410.0 ** 4.35 8.10
B 4 25403.44 6350.86 1496.63 ** 2.87 4.43
AxB 4 1968.29 492.07 115.96 ** 2.87 4.43
Galat 20 84.87 4.24
Total 29 343210.15 KK= 0.83%
11. Ca-dd
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 303290.16 33698.9 521.79 ** 2.39 3.46
A 1 64076.01 64076.0 992.14 ** 4.35 8.10
B 4 208344.35 52086.1 806.49 ** 2.87 4.43
AxB 4 30869.80 7717.45 119.50 ** 2.87 4.43
Galat 20 1291.67 64.58
Total 29 304581.83 KK= 4.34%
12. Na-dd
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 402005.29 44667.25 5400.89 ** 2.39 3.46
A 1 500.72 500.72 60.54 ** 4.35 8.10
B 4 230122.38 57530.6 6956.25 ** 2.87 4.43
AxB 4 171382.19 42845.5 5180.62 ** 2.87 4.43
Galat 20 165.41 8.27
Total 29 402170.70 KK= 1.81%
71
13. Mg-dd
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 16184.65 1798.29 14.80 ** 2.39 3.46
A 1 5506.15 5506.15 45.31 ** 4.35 8.10
B 4 9774.49 2443.62 20.11 ** 2.87 4.43
AxB 4 904.01 226.00 1.86 tn 2.87 4.43
Galat 20 2430.55 121.53
Total 29 18615.20 KK = 15.60%
Keterangan :
A : Jenis Bahan Baku Biochar
B : Ukuran Ayakan
A x B : Interaksi dari bahan baku biochar dengan ukuran partikel biochar
* : Berbeda nyata
** : Berbeda sangat nyata
tn : Berbeda tidak nyata
72
Bambu
Unsur Geologi
Senyawa Nilai Unit Senyawa Nilai Unit
Na 0 % Na2O 0 %
Mg 1,335 % MgO 1,867 %
Si 13,29 % SiO2 22,469 %
P 8,966 % P2O5 15,411 %
S 0 % SO3 0 %
Cl 1,714 % Cl 1,211 %
K 49,428 % K2O 39,066 %
Ca 19,264 % CaO 15,86 %
Ti 0,229 % Ti 0,13 %
Cr 0,05 % Cr 0,028 %
Mn 0,372 % Mn 0,211 %
Fe 1,529 % Fe2O3 1,242 %
Co 0,003 % Co 0,002 %
Cu 0,073 % Cu 0,041 %
Zn 0,192 % Zn 0,108 %
Se 0 % Se 0 %
Rb 0,119 % Rb 0,067 %
Pd 0,41 % Pd 0,283 %
Ag 2,941 % Ag 1,954 %
Cd 0 % Cd 0 %
Ba 0,069 % Ba 0,041 %
Eu 0 % Eu 0 %
Re 0,004 % Re 0,002 %
Pt 0,001 % Pt 0,001 %
Hg 0,004 % Hg 0,002 %
Pb 0,006 % Pb 0,004 %
(Herviyanti, 2020)
75