Anda di halaman 1dari 89

KARAKTERISASI BIOCHAR LIMBAH KELAPA MUDA (Cocus

Nucifera L.) DAN BAMBU (Bambuseae) BERDASARKAN UKURAN


PARTIKEL SEBAGAI AMELIORAN TANAH

SKRIPSI

OLEH

ARESTHA LEO LITA


1610232028

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KARAKTERISASI BIOCHAR LIMBAH KELAPA MUDA (Cocus
Nucifera L.) DAN BAMBU (Bambuseae) BERDASARKAN UKURAN
PARTIKEL SEBAGAI AMELIORAN TANAH

SKRIPSI

Oleh

ARESTHA LEO LITA


1610232028

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

PROGRAM STUDI ILMU TANAH


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
BIODATA

Penulis dilahirkan di Kota Batam, pada tanggal 17 Agustus 1998 sebagai


anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Endri Z dan Ibu Besty
Morina. Jenjang pendidikan Tanam Kanak-Kanak (TK) ditempuh di TK Baitul
Magfiroh Batu Aji Kota Batam (2003-2004) Pendidikan Sekolah Dasar (SD)
ditempuh di SDN 002 Batu Aji Kota Batam (2004-2010). Pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di SMPN 3 Kecamatan Payakumbuh (2010-2013).
Untuk pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) penulis selesaikan di SMAN 1
Kecamatan Guguak Kabupaten 50 Kota (2013-2016). Pada tahun 2016 penulis
diterima di jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas melalui
jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).

Padang, 08 Januari 2021

A.L.L
‫الر ِحي ِْم‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬
َّ ِ‫ِب ْس ِم هللا‬

Alhamdulillahi Rabbil’Alamin….
Rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada-Mu Ya Allah yang telah
memberikan Rahmat-Mu yang begitu besar kepadaku. Atas izin-Mu aku bisa
menyelesaikan skripsi yang sederhana, namun sangat berharga dan menjadi
salah satu langkah awal menuju masa depanku. Semoga dengan pencapaian ini
mampu membawaku kepada kesuksesan. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin..

Teruntuk kedua orang tua ku Ayahanda Endri Z dan Ibunda Besty Morina ku
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kasih dan sayangmu
kepadaku yang tiada putusnya. Terima kasih untuk selalu mendoakan dan
menguatkan langkah hidupku hingga saat ini. Untuk tanteku Misnora terima
kasih yang selalu memberi dukungan dan motivasi setiap saat dan terima kasih
untuk adik sematawayagku Iqbal Rizkyka yang selalu mengerti dalam segala
keadaan. Hanya pencapaian ini yang sekarang bisa ku berikan. Semoga kelak
kemudian aku bisa memberikan pencapaian lebih untuk keluarga. Aamiin Ya
Rabbal ‘Alamin..

Terimakasih Ibu Prof. Dr. Ir. Herviyanti, MS dan Ibu Dr. Gusmini SP.MP.
Terimakasih telah menjadi orang tua Etha selama di kampus, selalu
membimbing, memberi arahan, nasehat, serta motivasi selama menjalani
kehidupan perkuliahan sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dan
terimakasih kepada seluruh dosen ilmu tanah yang telah memberikan ilmu
serta bimbingannya, semoga menjadi ladang amal ibadah bagi bapak dan ibu
dosen semuanya. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin..

Terima kasih untuk Ilmu Tanah angkatan 2016 yang menemani sedari awal di
jurusan tercinta ini, BP 028, KMJT, GMIT, Extraordinary Human, Tim
Magang di Bogor dan warga Kos Bunda yang telah menemani hari-hari di
semester akhir. Saudari Seperjuangan dan semua yang terlibat semasa
perkuliahan dan penelitian yang tidak bisa ku sebutkan satu persatu. Berkat
bantuan, kritikan, dan saran dari kalian aku dapat menyelasaikan skripsi dan
studi ini. Mohon maaf jika aku tidak dapat membalas kebaikan kalian. Semoga
kita dipertemukan dengan kesuksesan dan kebahagiaan. Aamiin Ya Rabbal
‘Alamin..

ARESTHA LEO LITA, SP.


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
dengan judul : “Karakterisasi Biochar Limbah Kelapa Muda (Cocus Nucifera
L.) dan Bambu (Bambuseae) Berdasarkan Ukuran Partikel Sebagai
Amelioran Tanah”.
Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada
Ibu Prof. Dr. Ir. Herviyanti, MS dan Dr. Gusmini, SP. MP selaku pembimbing I dan
pembimbing II yang telah memberikan bantuan, arahan, nasehat dan saran kepada
penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini. Penghormatan dan
penghargaan penulis sampaikan kepada orang tua yang telah memberi semangat,
dorongan serta doa. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada
kepada seluruh dosen dan teman-teman seperjuangan yang telah memberikan
motivasi, semangat dan bantuanya kepada penulis sehingga selesainya penulisan
skripsi ini.

Dalam skripsi ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan yang dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini agar menjadi lebih
baik. Semoga hasil penelitian yang telah penulis dapatkan ini dapat memberikan
kontribusi dan manfaat bagi keberlanjutan ilmu pengetahuan pada umumnya dan
ilmu pertanian pada khususnya. Amin.

Padang, 08 Januari 2021

A.L.L
KARAKTERISASI BIOCHAR LIMBAH KELAPA MUDA (Cocus Nucifera
L.) DAN BAMBU (Bambuseae) BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL
SEBAGAI AMELIORAN TANAH

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari interaksi bahan baku biochar


limbah kelapa muda dan biochar bambu dengan ukuran partikel biochar sebagai
amelioran tanah. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2019 sampai
November 2020 di Laboratorium kimia Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Andalas. Laboratorium Universitas Negeri Padang dan Laboratorium
Kimia Balai Penelitian Tanah. Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) faktorial 2 x 5 dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah
bahan baku biochar yaitu limbah kelapa muda dan bambu. Faktor kedua adalah
ukuran partikel biochar yaitu <0.5; 0.5–1; 1–2; 2–2 dan 2.8–4.75 mm. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: (1) Karakteristik terbaik pada jenis bahan baku dan
ukuran partikel biochar ditemukan pada biochar limbah kelapa muda ukuran
partikel lebih halus yaitu <0.5 mm dimana parameter zat volatil (57.77%), DHL
(11.10 dS m-1), potensi pengapuran lebih tinggi (7.11 %), C-anorganik (0.376 g
Canorgkg-1), KTK (78.07 cmol/kg), K-dd, Ca-dd dan Na-dd (39.35; 43.03; 17.44
cmol/kg) masing-masingnya. (2) Bahan baku yang terbaik dijadikan biochar adalah
limbah kelapa muda karena memiliki kelembaban, pH dan Mg-dd lebih tinggi
21.47%; 0.82 unit dan 2.7 cmol/kg dibanding biochar bambu. (3) Ukuran partikel
biochar <0.5 hingga 2 mm menunjukan ukuran yang terbaik dimana Mg-dd lebih
tinggi 5.19 cmol/kg. (4) Analisis FTIR menunjukan bahwa biochar limbah kelapa
muda lebih baik dibanding biochar bambu pada ukuran partikel <0,5 mm karena
ikatan yang muncul lebih banyak dan absorban lebih besar sehingga dapat
meningkatkan nilai KTK.

Kata kunci: ameliorant, Biochar bambu, Biochar limbah kelapa muda, FTIR,
ukuran partikel.
CHARACTERIZATION OF BIOCHAR DERIVED FROM YOUNG
COCONUT WASTE (Cocus Nucifera L.) AND BAMBOO (Bambuseae) AT
DIFFERENT PARTICLE SIZE AS SOIL AMELIORANT

Abstract

This research was aimed to study the interaction between raw materials of
biochar derived from young coconut waste and bamboo and the particle size of the
Biochar as soil ameliorant. The research was conducted from November 2019 to
November 2020 at the Soil Chemical Laboratory of the Department of Soil Science
Faculty of Agriculture Andalas University, Chemical Laboratory Padang State
University and the Chemical Laboratory of the Soil Research Institute Bogor. This
research was in from of factorial 2 x 5 with 3 replications. The treatment units were
allocated based on completely randomized design (CRD). The first factor was
biochar raw material namely young coconut waste and bamboo. The second factor
was biochar particle size namely <0.5 mm; 0.5-1; 1-2; 2-2.8 and 2.8-4.75 mm. The
results showed that: (1) The best characteristics of the types of biochar raw
materials and the particle size was found under young coconut waste having the
finest particle size (<0.5 mm). It was indicated by the volatile matter (57.77%), EC
(11.10 dS m-1), liming potential (7.11 %), C-Inorganic (0.376 g Canorgkg-1), CEC
(78.07 cmol/kg), as well as K-, Ca-, and Na-exchangeable for (39.35; 43.03; 17.44
cmol/kg) respectively. (2) The young coconut waste was considered as better raw
material used for biochar because it had higher moisture content (21.47%), pH
value (0.82 units) and Mg-exchangeable (2.7 cmol/kg) than those of biochar
bamboo. (3) The biochar particle size <0.5 to 2 mm showed the best for the Mg-
exchangeable (5.19 cmol/kg). (4) FTIR analysis showed that biochar young
coconut waste was better than bamboo biochar at a particle size <0.5 mm because
it had more bonds and larger absorbent capacity so that it could increase the CEC
value.

Key words: ameliorant, bamboo biochar, FTIR, particle size, young coconut waste
biochar.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................... v
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................. 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 6
A. Sejarah Biochar dalam Pertanian ......................................... 6
B. Sumber Biomassa Biochar .................................................... 7
C. Karakteristik Biochar............................................................. 8
D. Peranan Biochar sebagai Amelioran Tanah .......................... 11
BAB III. METODA PENELITIAN ................................................
A. Waktu dan Tempat ............................................................... 15
B. Bahan dan Alat ..................................................................... 15
C. Rancangan Percobaan ............................................................ 15
D. Pelaksanaan Percobaan ........................................................ 16
E. Pengamatan Biochar di Laboratorium .................................. 18
F. Prosedur Analisis Biochar di Laboratorim ............................ 19

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................... 23


A. Hasil Pembakaran Biochar ..................................................... 23
B. Hasil Karakterisasi Biochar dilaboratorium ........................... 24

BAB V. PENUTUP .......................................................................... 53


A. Kesimpulan ........................................................................... 53
B. Saran ....................................................................................... 53
RINGKASAN ................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 57
LAMPIRAN ..................................................................................... 65
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Hasil karakterisasi biochar dari berbagai bahan baku.............. 9
2. Hasil pemisahan ukuran partikel biochar.................................. 18
3. Parameter analisis karakterisasi biochar.................................. 18
4. Hasil proses pembakaran biochar ............................................ 25
5. Hasil analisis zat volatile biochar ........................................... 30
6. Hasil analisis karbon tetaap biochar ..................................... 32
7. Hasil analisis daya hantar listrik biochar .................................. 35
8. Data hasil analisis potensi pengapuran biochar ...................... 37
9. Data hasil analisis C-anorganik biochar.................................. 39
10. Data hasil analisis KTK biochar.............................................. 41
11. Data hasil analisis kation basa (K+, Ca2+, Na+ - dd) ............... 46
12. Data hasil ikatan pita serapan biochar .................................... 52
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Mekanisme penjerapan logam berat oleh Biochar................... 13
2. SEM biochar bambu pada suhu 500 ° C ................................... 14
3. Pengeringan bahan baku biochar................................................ 16
4. Prinsip dan proses pembuatan biochar metode Kon-tiki............. 17
5. Alat Elektromagnetic Sieve Shaker............................................ 17
6. Sampel analisis proksimat biochar limbah kelapa muda dan 19
bambu........................................................................................
7. Sampel analisis pH, DHL dan potensial penagpuran................ 21
8. Sampel Analisis C-anorganik.................................................... 22
9. Sampel Analisis KTK dan basa - basa...................................... 24
10. Biochar berdasarkan ukuran partikel........................................ 26
11. Grafik hasil analisis kelembaban dan kadar abu........................ 28
12. Grafik hasil analisis pH biochar ............................................... 34
13. Grafik analisis Mg2+-dd biochar............................................... 47
14. Hasil analisis FTIR pada biochar limbah kelapa muda ............. 50
15. Hasil analisis FTIR pada biochar bambu.................................. 51
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Jadwal kegiatan penelitian.......................................................... 66
2. Alat yang digunakan dalam penelitian….................................... 66
3. Bahan kimia dan non-kimia yang digunakan di Laboratorium. 67
4. Analisis sidik ragam.................................................................... 68
5. Dokumentasi............................................................................... 72
6. Data hasil XRF bahan baku biochar........................................... 73
1

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Amelioran merupakan suatu bahan pembenah tanah yang diaplikasikan
kedalam tanah untuk membantu pertumbuhan tanaman dengan cara memperbaiki
sifat kimia dan fisika tanah seperti kepadatan tanah, porositas tanah, temperatur
tanah dan kesuburan tanah. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai amelioran
seperti kompos, arang dan arang aktif. (Siruru et. al., 2018). Tidak semua jenis
biomassa yang cocok untuk dijadikan kompos karena memiliki rasio C/N yang
tinggi sehingga sulit terdekomposisi oleh karena itu maka dibuatlah biochar.
Biochar (Biomassa Charcoal) atau yang sering disebut arang merupakan
salah satu sumber bahan amelioran tanah yang sangat popular saat ini. Biochar
dihasilkan dari proses pyrolisis atau pembakaran biomassa dalam kondisi oksigen
yang terbatas. Biochar berbeda dengan bahan organik, biochar tersusun dari cincin
karbon aromatik sehingga lebih stabil dan tahan lama yang berfungsi sebagai
cadangan karbon di dalam tanah dalam jangka panjang.
Biochar adalah bahan kaya karbon. Sehingga tidak hanya digunakan sebagai
bahan bakar terbarukan, tetapi juga sebagai perbaikan kualitas tanah (Lehmann dan
Joseph, 2009). Balai Penelitian Tanah (2015) menginformasikan beberapa
karakteristik biochar yang dihasilkan khususnya yang berasal dari bahan baku
limbah pertanian. Jumlah arang yang dihasilkan dalam satu kali pembakaran
berkisar 22-53,5% tergantung jenis bahan baku yang digunakan, suhu pembakaran
dan alat pembakaran yang digunakan. Lamanya pembakaran dengan alat
pembakaran yang sama juga dapat menghasilkan produksi biochar yang berbeda
karena dipengaruhi oleh suhu.
Biochar itu sendiri dapat dibuat dari bahan- bahan limbah hasil pertanian yang
tidak digunakan lagi. Sebagaimana pemanfaatan limbah di era globalisasi seperti
saat ini sangat diabaikan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena kurangnya
pengetahuan masyarakat atas unsur yang terkandung di dalam limbah tersebut yang
dapat menguntungkan jika dimanfaatkan dengan baik. Banyak bahan baku yang
dapat dimanfaatkan sebagai biochar antara lain seperti limbah kelapa muda, limbah
kulit pinang, tempurung kelapa, tongkol jagung, sekam padi, dan kulit kakao.
2

Kebanyakan masyarakat hanya berfikir bahwa limbah hanya mendatangkan


dampak negatif. Sebenarnya berbagai jenis limbah terutama limbah yang bersifat
alami atau organik dapat dimanfaatkan dalam berbagai aktivitas tertutama dalam
aktivitas pertanian salah satunya adalah limbah kelapa muda. Limbah ini sangat
diabaikan oleh masyarakat dan jika dilihat dari strukturnya limbah kelapa muda
sulit untuk terdekomposisi karena kandungan lignin dan selulosa yang tinggi.
Limbah kelapa muda terbentuk dari berbagai bentuk hasil olahan yang
dimanfaatkan oleh masyarakat dari hasil produksi tanaman kelapa (Cocus Nucifera
L). Indonesia sebagai negara yang kaya dengan hasil alam dapat memproduksi
kelapa hingga 2.871.280 ton/hari, sedangkan untuk provinsi Sumatera Barat
produksi kelapa sebesar 84.121 ton/hari dan untuk Kota Padang memproduksi
kelapa sebesar 1.146 ton/hari (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2017).
Dari hasil produksi itulah pastinya akan ada sisa atau limbah yang
dihasilkannya dalam jumlah yang cukup besar, tidak terkecuali pada limbah kelapa
muda yang banyak diminati masyarakat umum. Berdasarkan hasil data dari Dinas
Lingkungan Hidup Kota Padang Sumatera Barat tahun 2018 menyatakan bahwa
limbah kelapa muda mencapai 7 ton/hari namun belum bisa dimanfaatkan secara
maksimal.
Limbah yang berasal dari biomassa ini akan menjadi masalah jika tidak
dimanfaatkan dengan baik, dan pada akhirnya akan menjadi limbah yang tidak
berguna dan berpotensi mencemari lingkungan. Maka dari itu untuk memacu
kesadaran dan guna mendukung kesejahteraan masyarakat khususnya para petani
secara program dan berkelanjutan diharapkan pemanfaatan limbah kelapa muda
yang dijadikan sebagai biochar bisa sebagai salah satu upaya dalam mengurangi
pencemaran lingkungan dan terciptanya amelioran yang bersifat organik dalam
memperbaiki kesuburan tanah dan media tanam serta meningkatkan pertumbuhan
dan produksi dari berbagai jenis tanaman.
Pemanfaatan limbah pertanian khususnya yang sulit terdekomposisi tersebut
dapat dilakukan dengan terlebih dahulu merubahnya menjadi biochar (arang)
melalui proses pembakaran tidak sempurna (pyrolisis). Biochar diproduksi dengan
tujuan untuk diaplikasikan pada tanah sebagai cara untuk meningkatkan
produktivitas tanah, penyimpanan karbon (C), atau penyaringan air tanah yang
3

meresap. Menurut Park et. al. (2018); Koelmanns et. al. (2006) Arang memiliki
struktur berpori dan area permukaan internal yang besar sehingga meningkatkan
pertumbuhan tanaman dengan mengurangi faktor stres abiotik seperti
meningkatkan kapasitas menahan air.
Aplikasi teknologi untuk mengubah limbah pertanian menjadi suatu bahan
pembenah tanah yang sekaligus dapat meningkatkan keamanan pangan dan
mengurangi kerusakan lingkungan adalah teknologi yang murah dan bisa
diterapkan secara luas baik dalam sekala kecil maupun besar. Setiap tahun limbah
kehutanan, perkebunan, pertanian, dan peternakan yang mengandung karbon
ratusan juta ton sering menjadi masalah dalam hal pembuangannya. Limbah jenis
ini merupakan bahan yang sangat potensial untuk diubah menjadi biochar dalam
berbagai tingkat teknologi untuk perbaikan sifat tanah.
Herviyanti et. al,. 2020 menyatakan pemanfaatan limbah kelapa muda
sebagai sumber biochar dapat meningkatkan sifat kimia dari Ultisol. Penambahan
2% C-organik (693 g / 8 kg berat tanah) pada biochar limbah kelapa muda dapat
meningkatkan pH dan mengurangi pertukaran Al dan H, sehingga meningkatkan
P-tersedia, C-organik dan KTK sebesar 1,70 ppm P; 0,99% C dan 9,12 cmol[+].
Kg-1; dibandingkan dengan 0% dari biochar. Menurut hasil penelitian (Kondo dan
Arsyad, 2018) didapatkan kandungan selulosa sebesar 37,9 %; hemiselulosa 15,5
% dan lignin 33,5 % pada serat sabut kelapa.
Selain limbah kelapa muda yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan biochar, bambu juga merupakan salah satu biomassa alternatif
pengganti kayu yang sudah banyak digunakan untuk suatu percobaan penelitian
sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pembanding sifat karakteristik biochar
limbah kelapa muda. Menurut hasil penelitian Hernandez-Mena et.al.,(2014)
Analisis proksimat dari biomassa mentah bambo D. giganteus Munro yang dipanen
di Brazil berdasarkan pada standar ASTM metode (ASTM E871-82, ASTM E1755-
01, ASTM E872-82) di dapatkan nilai komposisi struktural selulosa 47,5 %,
hemiselulosa 15,35%, lignin 26,25%, ekstraktif 4,9% dan silica 0,7%. Yang et, al.
(2007) mengemukakan bahwa penguapan maksimal H2O dari bahan organik terjadi
pada suhu 220 ºC, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi yaitu pada suhu 220–315
4

ºC terjadi dekomposisi hemiselulosa, suhu 315–400 ºC terjadi dekomposisi selulosa


dan suhu di atas 400 ºC terjadi dekomposisi lignin.
Bambu merupakan material serbaguna yang setiap jenisnya memiliki ciri dan
sifat yang berbeda. Sifat yang dimiliki bambu antara lain: (1) memiliki kandungan
selulosa yang tinggi (2) serabut yang panjang (3) rendah lignin (4) tumbuh dengan
cepat dan menghasilkan biomassa yang maksimal. Jenis-jenis bambu yang ada di
Indonesia seperti Bambusa Arundinacea, Dendrocalamus strictus, Dendrocalamus
Asper, dan Bambusa vulgaris.
Menurut Situmeang (2013) biochar berbahan baku dari limbah bambu dapat
memperbaiki kualitas tanah dengan berbagai cara, antara lain meningkatkan
porositas, BV dan ketersediaan air, meningkatkan pH, C-Organik, K, dan KTK,
mengurangi pencucian N, dan meningkatkan aktivitas populasi mikroba. Bambu
adalah tanaman sumber penghasil kayu yang dapat tumbuh dengan cepat dari waktu
ke waktu.
Perbedaan bentuk biochar akan berpengaruh terhadap kualitas pembenah
tanah dan kemampuannya dalam memperbaiki kualitas tanah, khususnya dalam
ketersediaan hara, retensi hara, dan retensi air (Glaser et. al., 2002). Sehingga
kualitas biochar ditentukan oleh proses pembuatan dan bahan baku yang digunakan
nantinya. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah yang berasal
dari hasil olahan pertanian seperti limbah kelapa muda dan biomassa yang berasal
dari bambu.
Jenis bahan baku merupakan faktor penting yang menentukan aplikasi dari
biochar dan efeknya dalam tanah, karena sifat-sifatnya dipengaruhi oleh sifat dari
bahan asli. Misalnya, kapasitas tukar kation tanah biochar yang berasal dari pupuk
kandang lebih tinggi dari biochar bahan baku kayu ( Eucalyptus) (Singh et. al.,
2010), Biochar limbah kayu dan kertas umumnya memiliki nilai EC lebih rendah
dari pada biochar pupuk kandang (Singh et. al. 2010; Rajkovich et. al. 2012) untuk
itu perlu dilakukanya karakterisasi sifat kimia biochar yang berbahan baku limbah
kelapa muda dan bambu untuk mengetahui apa keunggulan dari setiap bahan baku
tersebut.
Shen et. al., (2009) menyatakan ukuran partikel biomassa merupakan
parameter yang dapat mempengaruhi hasil pirolisis dan menyelidiki pengaruh
5

ukuran partikel terhadap produk dan komposisi bio-oil terhadap biomassa dari
tanaman Australian mallee wood pada suhu 500 ˚C. Hasil percobaannya
menghasilkan bio-oil meningkat 12- 14%, gas berkurang 8-10% sebanding dengan
pengurangan ukuran partikel biomassa.
Kumar et. al., (2010) melakukan percobaan pirolisis terhadap kayu eucaliptus
untuk mendapatkan pengaruh ukuran partikel terhadap yield produknya. Hasilnya
menunjukkan bahwa arang dan cairan meningkat secara signifikan dibandingkan
dengan hasil gas dengan ukuran partikel antara 1 hingga 5 mm. Dari pendapat
tersebut diketahui bahwa ukuran partikel biomassa berpengaruh terhadap hasil
biochar namun pada biochar limbah kelapa muda dan bambu belum ada penelitian
yang mengkaji tentang pengaruh ukuran partikel terhadap sifat kimia biochar.
Sebelum pengaplikasian biochar kedalam tanah penting untuk melakukan
karakterisasi sifat biochar untuk penggunaan yang optimal. Maka perlunya
penelitian karakterisasi biochar dan menentukan ukuran biochar yang paling efektif
digunakan dalam memperbaiki beberapa sifat kimia tanah.
Dari permasalahan yang telah dijabarkan di atas penulis melakukan penelitan
tentang: “KARAKTERISASI BIOCHAR (LIMBAH KELAPA MUDA (Cocus
nucifera L.) DAN BAMBU (Bambuseae) BERDASARKAN UKURAN
PARTIKEL SEBAGAI AMELIORAN TANAH”.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) untuk mempelajari karakteristik antara
jenis bahan baku biochar dengan ukuran partikel biochar terhadap karakteristik
biochar sebagai amelioran tanah (2) untuk mempelajari pengaruh utama biochar
limbah kelapa muda dan biochar bambu terhadap karakteristik biochar (3) untuk
mempelajari pengaruh utama ukuran partikel biochar terhadap karakteristik
biochar.
6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Sejarah Biochar Dalam Pertanian
Pemanfaatan arang sebagai bahan amelioran tanah untuk melestarikan atau
memperbaiki kualitas tanah dimulai setelah ditemukannya tanah Terra preta de
Indio di lembah Amazon. Menurut Glaser et. al. (2001), Lehmann et. al. (2003),
dan Neves et. al. (2003) Terra preta de indio merupakan tanah yang banyak
mengandung karbon dua puluh kali lebih tinggi sehingga berwarna hitam serta
mengandung nitrogen dan fosfor tiga kali lebih tinggi dibandingkan tanah mineral
di sekelilingnya dan juga mengandung sejumlah besar bahan arang residu-residu
dari hasil pembakaran biomasa (Sombroek et. al., 2003).
Sifat menarik dari Terra preta de indio dimana biochar diidentifikasi sebagai
suatu soil conditioner, suatu bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk
memperbaiki pertumbuhan dan kesehatan tanaman, yang memiliki potensi untuk
merevolusi konsep pengelolaan tanah. Benefit biochar di dalam tanah terutama
terletak pada dua bagian, yaitu daya retensi dan adsorpsinya yang sangat tinggi
terhadap unsur unsur hara dan kestabilannya yang sangat tinggi di dalam tanah
(Cornell University, 2010).
Pemanfaatan arang secara sengaja pada lahan di Lembah Amazon
kemungkinan besar telah menjadi kebiasaan para petani suku Amerindian pra
Columbus sebelum kehadiran Eropa (Erickson, 2003). Hingga hari ini, ratusan
hingga ribuan tahun setelah daerah bumi gelap Amazon (Amazonian dark earth)
ditinggalkan, simpanan karbon arang dalam jumlah besar masih tersisa. Total
simpanan karbon (C) sangat tinggi, yaitu 250 ton C/ha jauh lebih besar dari pada
nilai tipikal setempat dengan bahan induk yang sama, yaitu 100 ton C/ha pada tanah
Amazon (Glaser et al., 2001).
Biochar atau arang sudah sejak lama dikenal di Indonesia, terutama sebagai
sumber energi (bahan bakar dan sumber panas). Arang juga dijadikan komoditas
ekspor ke beberapa negara seperti Jepang dan Norwegia untuk bahan baku industri.
Pada tahun 2000, Indonesia mengekspor sekitar 150.000 ton arang kayu bakau, dan
tempurung kelapa ke Jepang. Dalam beberapa tahun terakhir dibeberapa negara
seperti Jepang dan Australia mulai berkembang penggunaan arang (biochar) di
7

bidang pertanian, yaitu salah satunya dimanfaatkan sebagai bahan pembenah tanah.
(Balittanah, 2015).
Di Indonesia sendiri, pemanfaatan biochar untuk pertanian dan kehutanan
mulai berkembang pada awal tahun 2000. Limbah pertanian yang dapat
dimanfaatkan untuk pembenah tanah cukup banyak tersedia, baik di lahan sawah
maupun lahan kering. Limbah pertanian terdiri atas 2 jenis yaitu: bahan yang mudah
terdekomposisi seperti jerami, batang jagung, limbah sayuran dan bahan yang sulit
terdekomposisi seperti sekam padi, kulit buah kakao, kayu-kayuan, tempurung
kelapa, tempurung kelapa sawit, dan tongkol jagung. Limbah pertanian tersebut
belum dimanfaatkan dengan baik untuk memperbaiki kualitas tanah. Pemanfaatan
limbah pertanian khususnya yang sulit terdekompoisisi tersebut dapat dilakukan
dengan terlebih dahulu dikonversi menjadi biochar (arang) melalui proses
pembakaran tidak sempurna pyrolysis (Balittanah, 2015)

B. Sumber Biomassa Biochar


Sumber bahan baku biochar terbaik adalah limbah organik khususnya limbah
pertanian. Potensi bahan baku biochar tergolong melimpah yaitu berupa limbah sisa
pertanian yang sulit terdekomposisi atau dengan rasio C/N tinggi. Yuwono (2008)
juga memperkuat bahwa C/N dan lignin akan mempengaruhi kualitas bahan
organik. Kualitas bahan organik akan menentukan kecepatan mineralisasi residu
tanaman yang merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi dekomposisi
dan pelepasan unsur hara.
Limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biochar juga
beragam, dan telah banyak dijadikan penelitian. Diantaranya yaitu jerami padi
(Maftu’ah dan Nursyamsi, 2015), cangkang kelapa sawit (Santi dan Goenadi,
2012), jerami jagung dan tandan kosong kelapa sawit (Maftu’ah dan Nursyamsi,
2015), serbuk gergaji (Komarayatiet et. al., 2012), dan sekam padi (Maftu’ah dan
Nursyamsi, 2015).
Di Indonesia, potensi penggunaan biochar sangat besar mengingat bahan
bakunya seperti tempurung kelapa, sekam padi, kulit buah kakao, tempurung kelapa
sawit, tongkol jagung, dan bahan lain yang sejenis, banyak tersedia. Dari berbagai
hasil penelitian diketahui bahwa (1) proporsi sekam padi adalah 16-28% dari
8

jumlah gabah kering yang digiling (2) proporsi tempurung dari buah kelapa sebesar
15-19%; (3) proporsi tempurung kelapa sawit 6,4% dari produksi tandan buah segar
(TBS); dan (4) proporsi tongkol jagung 21% dari bobot tongkol kering. (Balittanah,
2015)
Mengingat limbah pertanian yang digunakan sebagai bahan baku biochar
berasal dari limbah pertanian yang cukup beragam, maka sifat kimia dan fisik
biochar yang dihasilkan berbeda. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian (Glaser et.
al., 2002; Ogawa et. al., 2006), menyatakan kualitas sifat kimia dan fisik biochar
ditentukan oleh jenis bahan baku, metode karbonisasi, dan bentuk biochar yang
dihasilkan (padat, serbuk, dan karbon aktif).
Menurut Bambang (2012), bahan baku pembuatan biochar umumnya adalah
residu biomasa pertanian atau kehutanan, termasuk potongan kayu seperti kayu
sono, sekam padi dan tempurung kelapa. Efektivitas biochar dalam meningkatkan
kualitas tanah sangat tergantung pada sifat kimia dan fisik biochar yang ditentukan
oleh jenis bahan baku (Gani, 2009).

C. Karakteristik Biochar
Secara karakteristik, Zhao et. al., (2013) menemukan bahwa pH bervariasi
dalam kisaran alkali untuk semua biochar, tertinggi 10,5. Spokas et al., (2011)
melaporkan bahwa biochar yang berasal dari kotoran hewan atau biomassa
cenderung memiliki pH lebih tinggi dari pada biochar pirolisis dari spesies
tanaman. Untuk kandungan unsur hara dan logam dalam biochar yang mana
berkontribusi besar terhadap kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman juga
ditemukan bervariasi tergantung pada sumber bahan baku (Cantrell et. al., 2012).
Bird et. al., (2011) melaporkan bahwa biochar serasah alga dan unggas kaya
akan nutrisi anorganik yang dapat diekstraksi seperti P, K, Ca, dan Mg, tetapi kadar
nutrisi ini lebih rendah pada biochar yang bahan bakunya mengandung ligno-
selulosa. Untuk mengkarakterisasi biochar yang berasal dari limbah untuk total
kandungan nutrisi seperti N, P, K, Ca, Mg, Cu, Zn, Al, Fe, dan Mn, Zhao et al.,
(2013) melaporkan bahwa nutrisi (N, P, K, Ca, dan Mg) tinggi, berkisar antara 0,18
dan 5,62%, 0,12 dan 10,8%, 0,079 dan 13,7%, 0,12 dan 41,8%, dan 0,058 dan
2,80%, masing-masing, sedangkan kandungan logam termasuk Cu, Zn, Al, Fe, dan
9

Mn, relatif rendah, masing-masing sebesar 0,078, 0,15, 1,93, 2,21, dan 1,02%.
Septiana (2017) juga melaporkan bahwa kadar C biochar berkisar antara 24.72–
61.44%.
Kadar C biochar tertinggi berasal dari limbah kayu dan tongkol jagung
sedangkan kadar C terendah berasal dari sekam padi. Tinggi dan rendahnya kadar
C biochar ini mempengaruhi kadar abu biochar tersebut. Menurut Enders et al.,
(2012), semakin tinggi kadar C maka semakin rendah kadar abu biochar. Menurut
(Sismiyanti et al,.2018) Bahan organik berkualitas rendah yang dioptimalkan untuk
dimanfaatkan sebagai bahan biochar adalah jerami padi,sekam padi, dan tandan
kosong kelapa sawit, dengan karakteristik kimia biochar yang dihasilkan memiliki
C-total (28,86%), N-total (1,27%), P-total (0,28%), K-total (0,76%), S-total
(0,21%), kadar abu (25,42%), C/N (22,72),C/P (103,07), dan C/S (137,43).

Tabel 1. Hasil karakterisasi biochar dari berbagai bahan baku


Tempurung Sampah Ranting Cangkang
Sekam Kulit Tempurung
karakteristik kelapa organik legume kelapa
Padi1 Kakao1 kelapa2
Sawit1 Kota3 pohon4 sawit5
pH 8,3 10,8 9,9 8,2 9,60 9,4 8,15
C-Total (%) 30,76 33,04 80,59 49,18 31,41 18,11 25,62
N(%) 0,05 0,83 0,34 1,61 1,67 0,58 1,32
P(%) 0,23 0,33 0,10 0,25 0,72 0,1 0,07
K(%) 0,06 11,25 8,4 0,04 0,93 1,11 0,08
KTK Td Td 11,78 Td 23,87 7,05 4,58
(cmol(+)/kg)
Kapasitas
memengang 40 50,5 Td 62,6 Td Td 25,3
air (%)
Suhu
pembakaran 250-350 250-350 190-280 250-350 300-400 Td 500
(˚C)
Sumber : 1Nurida et.al., (2009); 2Sukartono dan Utomo (2012); 3Widowati et.al., (2012); 4Dariah
et.al., (2013); 5Santi dan Goenadi (2012), td= tidak ada data
Fungsi biochar khususnya dalam bidang pertanian sangat tergantung pada
karakteristik biochar tersebut. Karakteristik biochar tersebut meliputi 1) pH, 2)
kemampuan meretensi air, 3) kandungan C-total, 4) Kapasitas tukar kation dan 5)
kandungan unsur hara. Perbedaan bahan baku dan proses produksi biochar (tipe alat
pembakaran, suhu pembakaran, dan lama pembakaran) akan menghasilkan sifat
10

fisik-kimia biochar yang berbeda. Karakteristik beberapa jenis biochar dapat dilihat
pada Tabel 1 (Balittanah, 2015)
Kandungan hara dan KTK dalam biochar relatif rendah sehingga tidak
mampu mensuplai hara sedangkan pH, kandungan C-total, dan kemampuan
memegang air cukup tinggi sehingga biochar lebih sesuai disebut sebagai
pembenah tanah untuk meningkatkan kandungan bahan organik, meningkatkan
ketersediaan air tanah dan menurunkan kemasaman tanah. Agar biochar bisa
berfungsi dengan baik sebagai pembenah tanah, maka kandungan karbon menjadi
sangat penting yaitu minimal sebesar 20%.
Selain bahan baku, metode yang digunakan dalam proses pembuatan biochar
sangat mempengaruhi karakterisasi biochar. Perkembangan metode pembuatan
biochar berawal dari metode tradisional seperti soil-pid yaitu pembuatan biochar
menggunakan lubang persegi empat sebagai tempat untuk membakar di dalam
tanah. Lalu berlanjut pada metode konvensional seperti menggunakan drum dan
Kon-Tiki merupakan salah satu metode modern dalam pembuatan biochar pada saat
ini.
Berdasarkan prinsip-prinsip Kon-Tiki lebih ke arah pyrolisis modern untuk
produksi biochar skala besar dalam pertanian. Kon-Tiki nyatakan untuk produksi
biochar berkualitas tinggi dalam jumlah besar dan biaya rendah. Prinsip pertama
dari Kon-Tiki yaitu mengunakan gas pyrolisis sebagai gas dasar dengan demikian
dapat menciptakan api tanpa asap yang dapat mengakibatakan polusi udara.
Keuntungan menggunakan metode Kon-Tiki adalah biomassa tidak perlu
homogen, dicincang atau dipotong kasar hingga 120 cm. Ketika proses
pengarangan biomassa basah sangat lebih lama dibanding dengan yang kering dan
biomassa berukuran kecil. Bila menggunakan ranting segar dan cabang kapasitas
Kon-Tiki sesuai dengan jumlah biomassa yang terkumpul. Namun cabang tidak
cocok dibakar diatas tumpukan kayu besar yang sangat lambat membusuk, atau
dibakar sebagian besar abu dalam pembakaran berasap, maka cabang dapat hangus
dalam Kon-Tiki (Schmidt HP dan Taylor P, 2014).
Selama karbonisasi, gugus fungsional asam hilang sehingga unsur garam
alkali dan alkali tanah diperkaya (Ueno et. al., 2008; Fuertes et. al., 2010). Garam-
garam ini termasuk (i) garam yang mudah larut, (ii) karbonat, (iii) logam oksida
11

dan hidroksida dan (iv) silikat, terutama ketika bahan baku mengandung partikel
tanah (Okuno et. al., 2005; Singh et. al., 2010 ; Vassilev et. al., 2013b; Wang
et. al., 2014). Sebagian besar garam ini memberikan alkalinitas yang cukup besar
kepada biochar (Vassilev et. al., 2013), meskipun ini tergantung pada bahan baku
dan proses produksi (Xie et. al., 2015). Akibatnya, biochar dengan kadar abu
rendah, seperti yang diproduksi menggunakan bahan baku kayu, umumnya
memiliki nilai pH lebih rendah dari pada biochar dengan kadar abu yang lebih
tinggi, seperti yang diproduksi menggunakan rumput, Cropresidues atau pupuk
kandang (Lehmann et. al., 2011; Mukherjee et. al., 2011; Smider dan Singh 2014).
Secara berturut – turut gugus fungsional bahan organik dalam biochar ini
mewakili gugus –OH pada selulosa, C-O atau deformasi OH karboksilat, deformasi
C-H dari phenolic (lignin), C = O dari amida, C = C dari lignin atau struktur
aromatik lainya atau aliphatik karboksilat, dan COOH atau COOR. (Artz et. al.,
2008)

D. Peranan Biochar Sebagai Amelioran Tanah


Menurut Kuppusamy et.al.,(2016) pentingnya studi biochar sebagai
amandemen dalam jangka panjang di lapangan diperlukan untuk mempelajari
perubahan kimia dalam permukaan biochar dan sifat fisik tanah dalam berbagai
kondisi. Biochar atau yang lebih kita kenal sebagai arang merupakan materi padat
yang terbentuk dari proses pembakaran biomasa. Biochar dapat ditambahkan ke
tanah dengan tujuan untuk meningkatkan fungsi tanah dan mengurangi emisi dari
biomasa yang secara alami terurai menjadi gas rumah kaca.
Menurut Gleser (2001), biochar memiliki sifat stabil yang dapat dijadikan
pembenah tanah. Penggunaan biochar sebagai suatu alternatif sumber bahan
organik segar dalam pengelolaan tanah untuk tujuan pemulihan dan peningkatan
kualitas kesuburan tanah kurang optimal sehingga sekarang ini menjadi fokus
perhatian penting para ilmuan tanah dan lingkungan. Pengaplikasian biochar
diharapkan akan dapat memberikan peningkatan kesuburan tanah khususnya dalam
memenuhi kebutuhan unsur hara seperti nitrogen, serta menjaga kondisi sifat kimia
tanah seperti pH, KTK, dan C-organik tanah.
12

Sebagai bahan pembenah tanah, biochar banyak digunakan untuk mengatasi


permasalahan pada tanah. Aplikasi biochar dapat meningkatkan pH pada tanah
Masam (Solaiman dan Anawar, 2015) meningkatkan KTK tanah (Tambunan et. al.,
2014), menyediakan unsur hara N, P dan K (Schnell et. al., 2011). Pemberian
biochar sekam padi 7,5 t/ha meningkatkan pH dan KTK tanah 0,07 unit dan 1,16
cmol/kg dibanding tanpa biochar (Nurida et.al.,2012). Pemberian biochar
tempurung kelapa dan biochar kotoran sapi 15 t/ha meningkatkan nilai pH dan KTK
tanah 0,2; 0,16 unit dan 1,7; 1,76 cmol/kg dibanding tanpa biochar (Sukartono dan
Utomo 2012). Pemberian biochar kulit buah kakao 5 t/ha meningkatkan pH dan
KTK tanah 8,3 unit dan 0,68 cmol/kg sebelum pengaplikasian biochar pada tekstur
tanah berpasir (Nurida et.al.,2013). Pemberian biochar sekam padi 43 t/ha
meningkatkan KTK tanah 0,3 cmol/kg dibanding tanpa biochar (Haefele et.al.,
2011). Pemberian biochar jerami 24 t/ha dapat meningkatkan pH tanah 0,24 unit
dan dibanding tanpa biochar dan meningkatkan P-tersedia 4,9-142,9% dan
menurunkan Al-dd sekitar 47,4-61,5% pada tanah masam (Zhu et. al., 2014).
Biochar menjaga kelembaban tanah sehingga kapasitas menahan air tinggi
(Endriani et. al., 2013) dan meningkatkan pertumbuhan serta serapan hara pada
tanaman (Satriawan dan Handyanto, 2015). mereduksi aktivitas senyawa Fe dan Al
yang berdampak negatif terhadap peningkatan P-tersedia (Nigussie et. al., 2012).
Selain itu, pemberian biochar pada tanah juga mampu meremediasi tanah yang
tercemar logam berat seperti (Pb, Cu, Cd dan Ni) (Ippolito et. al., 2012). Stabilisasi
logam berat dalam tanah dengan penerapan biochar dapat melibatkan sejumlah
mekanisme seperti ilustrasikan pada Gambar. 1 (Lu et. al., 2012).
Lu et. al., (2012) pada gambar di atas memberikan contoh mekanisme
penyerapan Pb2+oleh lumpur biochar: 1. Efek kation Pb2+ dengan Ca2+, Mg2+ dan
kation lainnya yang ada pada biochar terpresipitasi bersama dan kompleksasi antara
bagian dalam dengan kompleks materi humat dan oksida-oksida mineral dari
biochar; 2. Kompleksasi permukaan logam berat dengan gugus fungsional yang
berbeda dan kompleksasi dengan mineral oksida hidroksil bebas dan mengendap
pada permukaan lainnya; 3. Fisik adsorpsi bagian dalam dan presipitasi permukaan
yang berkontribusi terhadap stabilisasi Pb2+
13

Gambar 1. Mekanisme penjerapan logam berat oleh Biochar (Lu et.al., 2012)
Biochar baik digunakan sebagai media tanam karena biochar mempunyai
struktur yang remah sehingga dapat membantu aerase dan drainase tanah. Peran
biochar terhadap peningkatan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh jumlah yang
ditambahkan, terbukti pemberian sebesar 40-80g biochar/polybag (4-8ton
biochar/ha) dilaporkan dapat meningkatan produktivitas padi secara nyata antara
20-220% (Gani, 2010). Hernandez-Mena et.al.,(2014) menunjukkan bahwa biochar
menunjukkan porositas yang tinggi, dengan pori-pori membujur ukuran mulai dari
mikro hingga makro. Besarnya pori-pori, berasal dari susunan ikatan pembuluh
mentah biomassa, penting untuk meningkatkan kualitas tanah karena bisa menjadi
habitat untuk simbiosis mikroorganisme (Thies dan Rillig 2009).
Aplikasi biochar ke lahan pertanian (lahan kering dan basah) dapat
meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air dan hara, memperbaiki
kegemburan tanah, mengurangi penguapan air dari tanah dan menekan
perkembangan penyakit tanaman tertentu serta menciptakan habitat yang baik
untuk mikroorganisme simbiotik (Balittanah, 2015). Aplikasi biochar berpotensi
antara lain sebagai remediasi limbah karena memiliki KTK yang tinggi dan luas
permukaan spesifik; perbaikan kesuburan tanah dengan efek pengapuran,
memperkaya volatile matter dan peningkatan volume pori; penyerapan karbon
karena kandungan karbon dan abu. (Tomczyk et. al,.2020)
14

Biochar bambu memberikan kerapatan partikel yang lebih tinggi dan


kerapatan curah yang lebih rendah dari pada partikel mentah biomassa. Kompresi
dan peletisasi biochar selanjutnya diindikasikan untuk densifikasi energi. Arang
yang diproduksi pada suhu 500° C terkandung sekitar 68% dari kandungan energi
dalam bahan mentah. Kadar abu biochar bambu lebih kecil dibandingkan dengan
biochar tebu yaitu 8,57%. Menurut Lee et. al,. (2013) Analisis akhir menunjukkan
bahwa biochar bambu sangat mengandung karbon, dengan kandungan karbon
82,1%. Kandungan karbon yang tinggi dari biochar menguntungkan dalam hal
memaksimalkan jumlah karbon penyimpanan dan dapat digunakan sebagai sumber
energi atau untuk adsorpsi polutan tanah (Lee et. al., 2013b). Dua citra SEM dari
arang yang dihasilkan pada suhu reaktor akhir 500 ° C disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. SEM biochar bambu pada suhu 500 ° C.


Pada gambar diatas dapat dilihat biochar dari bambu mengembangkan
porositas tinggi, menghadirkan pori-pori longitudinal dengan berbagai ukuran pori
mikro hingga makro (10-200 µm). Pori-pori besar tersebut berasal dari ikatan
pembuluh darah mentah biomassa dan penting untuk meningkatkan kualitas tanah
karena dapat menjadi habitat simbiosis mikroorganisme (Thies and Rilling, 2009).
Tan et. al,. (2011) melaporkan bahwa biochar bambu menghadirkan kinerja yang
baik sebagai adsorban untuk menghilangkan unsur merkuri dari pembakaran
batubara, yang dapat ditingkatkan menggunakan proses aktivasi fisik atau kimia.
15

BAB III METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2019 sampai November
2020 di Laboratorium kimia Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Andalas, Padang. Laboratorium Universitas Negeri Padang untuk analisis FTIR dan
Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanah Bogor untuk analisis KTK dan basa -
basa. Jadwal kegiatan penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

B. Bahan dan Alat


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Biochar dari limbah kelapa
muda dan bambu. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pembakaran
(Kon-Tiki), timbangan, karung, ember dan lebih lengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 2. Bahan kimia yang digunakan di Laboratorium terlampir pada
Lampiran 3.

C. Rancangan Percobaan
Karakteriasi Biochar
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
yang terdiri dari 2 x 5 dengan 3 ulangan.
Faktor pertama adalah jenis biochar (A) yang terdiri atas 2 taraf:
A1 = biochar limbah kelapa muda
A2 = biochar bambu
Faktor kedua adalah tingkat kehalusan biochar yang terdiri atas 5 :
B1 = biochar ukuran 2,80 – 4,74 mm
B2 = biochar ukuran 2,00 – 2,80 mm
B3 = biochar ukuran 1,00 – 2,00 mm
B4 = biochar ukuran 0,50 – 1,00 mm
B5 = biochar ukuran ≤ 0,50 mm (500 µm)
Data hasil pengamatan diuji F menggunakan analisis sidik ragam dan jika
pengujian berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut wilayah berganda
Duncan (DNMRT) pada taraf 5%.
16

D. Pelaksanaan Percobaan
1. Persiapan Bahan baku Biochar
Limbah kelapa muda yang diperoleh dari tempat penjualan kelapa muda di
kawasan Limau Manis, Kota Padang. Bahan baku tersebut dipotong hingga ukuran
sekitar 3 x 15 cm. Biochar bambu dibuat menggunakan bambu betung dan dipotong
sepanjang lebih kurang 30 x 6 cm. Kemudian bahan baku limbah kelapa muda dan
bambu betung dikeringkan selama satu minggu di dalam rumah kaca dengan kadar
air limbah kelapa muda 18,24% dan bambu 20,48%. Seperti yang disajikan pada
Gambar 3.

(a) (b)
Gambar 3. (a) Limbah kelapa muda dan (b) bambu yang telah dipotong dan
dikeringkan

2. Proses Pembuatan Biochar


Pada proses pembuatan biochar dilakukan pembakaran sebanyak 10 kg dan
3x ulangan pada masing-masing bahan baku. Alat yang digunakan untuk
pembuatan biochar yaitu Kon-Tiki yang terbuat dari baja yang memiliki diameter
100 cm dan tinggi 90 cm dengan bagian bawah berbentuk kerucut yang curam
sehingga biochar yang dihasilkan dipadatkan dengan baik dan akan membuat api
konsisten dipermukaan seperti yang disajikan pada Gambar 4.
Sebelum melakukan pembakaran bahan baku disusun dalam Kon-Tiki
sebanyak 10 kg dan api dihidupkan. Selajutnya ketika suhu di Kon-Tiki mencapai
sekitar 500-7000C hampir tidak ada asap yang terlihat. Udara pembakaran konstan
di atas tepi logam dari dinding luar dan ke dalam tungku. Dilakukan pengadukan di
dalam Kon-Tiki agar seluruh bahan baku terbakar menjadi biochar. Apabila
seluruh bahan baku telah terbakar menjadi arang disiram secara perlahan dengan
17

air hingga api padam tanpa terlihat asap yang keluar dan setelah dingin biochar
dikeluarkan dari alat Kon-Tiki.

(1.a) limbah kelapa muda (1.b) biochar limbah kelapa (1.c) biochar limbah kelapa
sebelum pembakaran muda dalam proses pembakaran muda setelah api dipadamkan

(2.a) penyusunan bambu (2.b) biochar bambu dalam (3.c) biochar bambu setelah
sebelum pembakaran proses pembakaran api dipadamkan
Gambar 4. Prinsip dan proses pembuatan biochar menggunakan Kon-Tiki
Hasil biochar tersebut dikering anginkan lalu diambil sebanyak 1 kg pada
setiap ulangan untuk dimasukan ke dalam oven suhu 40˚C selama 1x24 jam agar
suhu homogen. Lalu biochar dihaluskan menggunakan batu gilingan dan diayak
berdasarkan ukuran partikel menggunakan Electromagnetic Sieve Shaker dengan
ukuran ayakan 0,5 mm, 1 mm, 2 mm, 2,8 mm dan 4,75 mm seperti pada Gambar 4.

Gambar 5. Electromagnetic Sieve Shake ayakan pemisahan partikel biochar.


18

Setelah melakukan pemisahan partikel biochar limbah kelapa muda dan


biochar bambu menggunakan Electromagnetic Sieve Shake diperoleh masing-
masing berat hasil ayakan seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pemisahan ukuran partikel biochar.
No. Bahan Baku Ukuran ayakan Hasil (g)
< 0,5 mm 100.28
0,5 – 1 mm 136.65
1 limbah kelapa muda 1 – 2 mm 142.14
2 – 2,8 mm 109.39
2,8 – 4,75 mm 149.56
< 0,5 mm 115.95
0,5 – 1 mm 131.57
2 Bambu 1 – 2 mm 162.47
2 – 2,8 mm 73.11
2,8 – 4,75 mm 179.98
Selanjutnya dilakukan karakterisasi biochar berdasarkan ukuran partikel
dari beberapa parameter seperti Proksimat (kelembaban, zat volatil, kadar abu dan
karbon tetap), pH, DHL, Potensi pengapuran, KTK, K-dd, C-dd, Mg-dd, Na-dd, C-
anorganik dan FTIR pada masing-masing sampel.

E. Pengamatan Biochar di Laboratorium


Parameter yang digunakan untuk mengkarakterisasi biochar limbah kelapa
muda dan bambu di Laboratorium seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Analisis karakterisasi biochar
No. Parameter Metode
1. Proksimat : ASTM D1762-84 (American Society for
Kadar air, zat volatil, kadar Testing and Materials)
abu, dan karbon tetap
2. pH Calomel electrode-glass
3. Daya hantar listrik Calomel electrode-glass
4. Potensi pengapuran Kalkimeter Sherrod et, al., 2002
5. C-anorganik Titrimetric Wang et al., 2014
6. KTK USDA-NRCS 2011 soil survey report CEC
7. Basa – basa (K, Ca, Mg dan Leaching Sumner and Miller., 1996
Na)
8. FTIR Attenuated Total Reflektance (ATR-FTIR)
Referensi: Singh et al., 2017
19

F. Prosedur analisis biochar di Laboratorium

1. Proksimat

Alat yang digunakan adalah cawan porselen beserta penutup, desikator,


penjepit cawan, ayakan, lumpang dan alu, timbangan analitik, dan furnish.
Cara Kerja :
a. Kelembaban
Dimasukan cawan yang berisi 1 g biochar kedalam 105˚C selama 18 jam, lalu
dipindahkan cawan porselen ke desikator, ditimbang dan dicatat berat cawan, berat
penutup dan berat kering biochar.
BB−BK 105˚C
Rumus : % kelembaban = X 100%
BB

b. Volatile matter (bahan yang mudah menguap)


Biochar yang telah di keluarkan pada suhu 105˚C lalu dimasukan ke dalam
furnish 950˚C selama 10 menit. Didinginkan cawan porselen berserta penutup ke
dalam desikator. Dicatat berat wadah, penutup dan berat kering biochar.
BK 105˚C−BK 950˚C
Rumus : % VM = X 100%
BK 105˚C

c. Kadar abu
Biochar dalam cawan porselen dan penutup dipanaskan pada suhu 105˚C, lalu
dipindahkan ke dalam furnace pada suhu 750˚C selama 6 jam, lalu didinginkan
hingga suhu 105˚C. Dipindahkan cawan porselen ke dalam desikator, dinginkan
hingga suhu sekitar. Dicatat berat cawan, penutup dan berat abu. Contoh hasil kadar
abu seperti yang ditampilkan pada Gamabar 5.
BK 750˚C
Rumus : %ash = BK 105˚C X 100%
BK 105˚C− BK 950˚C− BK 750˚C
Rumus : % karbon tetap = X 100%
BK 105˚C

Gambar 6. Sampel analisis proksimat biochar limbah kelapa muda dan bambu
20

2. pH Biochar
Alat dan bahan :
Alat dan bahan yang digunakan adalah pH meter, botol kocok 100 ml, gelas
ukur 50 ml, shaker, buffer (pH 4, 7 dan 10), dan DIW (deionisasi water).
Cara kerja :
Ditimbang biochar sebanyak 5 g (sesuai ukuran ayakan) lalu masukan
kedalam botol kocok 100 ml, lalu ditambahkan DIW sebanyak 50 ml dan dishaker
selama 1 jam, dan didiamkan suspensi tegak selama 30 menit. Selanjutnya diukur
menggunakan pH meter lalu dicatat nilai yang diperoleh.

3. EC (konduktivitas listrik) pada biochar


Alat dan bahan :
Alat dan bahan yang digunakan adalah EC meter, botol kocok 100 ml, gelas
ukur 50 ml, shaker, buffer (pH 4, 7 dan DIW (deionisasi water).
Cara kerja :
Ditimbang biochar sebanyak 5 g (sesuai ukuran ayakan) lalu masukan
kedalam botol kocok 100 ml, ditambahkan DIW sebanyak 50 ml, dan dikocok
selama 1 jam, didiamkan suspensi tegak selama 30 menit. Selanjutnya diukur
menggunakan EC meter lalu catat nilai yang diperoleh.

4. Pengukuran potensi pengapuran pada biochar


Alat dan bahan :
Alat dan bahan yang digunakan adalah tabung polipropilen 30 ml, gelas ukur
10 ml, shaker, larutan HCl 1 M, NaOH standar 0,5 M, dan bubuk CaCO3 murni,
pipet hisap, titrator.
Cara kerja:
Ditimbang sampel biochar 0,5 g lalu masukan ke dalam tabung polipropilen
35 ml. Ditambahkan HCl 1M sebanyak 10 ml, dikocok selama 2 jam pada suhu
25˚C. Biarkan campuran bertahan semalam (16 jam) seperti yang disajikan pada
(Gambar 6). Dititrasi menggunakan NaOH 0,5 M sampai pH 7. Dicatat NaOH yang
terpakai ( a = ml). Diformasikan titrasi kosong (tanpa biochar) menggunakan HCl
1 M sebanyak 10 ml, catat larutan NaOH yang terpakai ( b = ml ) .
21

M X (b−a) X 10−3 X 100,09 X 100


Rumus = % CaCO3 eqivalen = 2XW

Keterangan:
M = stanadar molaritas NaOH (mol L-1)
W = berat sampel biochar (g)
-3
10 = konversi volume mL ke L
100,09 = massa molar dari CaCO3 equivalent
2 = 1 mol CaCO3 mengkonsumsi 2 mol H+
100 = pengali untuk mendapatkan % CaCO3 equivalent
b = volume dari NaOH yang terpakai oleh blanko (mL)
a = volume dari NaOH yang terpakai oleh sampel (mL)

Gambar 7. Sampel analisis pH, DHL dan potensial pengapuran biochar

5. C – Anorganik Biochar ( metode titrimetric)


Alat dan bahan:
Alat dan bahan yang digunkan adalah tabung polipropilen 35 ml, toples kaca
0,5 L dengan penutup karet, jarum suntik (25 ml dan 100 ml ) dan pipet, alat titrasi,
arutan standar NaOH 0,5 M, larutan standar HCl 2 M, larutan standar HCl 0,2 M,
DIW dan larutan BaCl2 1 M.
Cara kerja:
Ditimbang sampel biochar 1g masukan kedalam tabung polipropilen,
sampel dibasahi menggunakan 5 ml DIW, letakan kedalam toples kaca (0,5 L).
Diletakkan pula tabung polipropilen kedua dengan menambahkan 20 ml NaOH 0,5
ml. Tutup toples dengan penutup kedap udara yang dilengkapi dengan karet
penutup seperti yang disajikan pada (Gambar 7). Ditambahkan 10 ml HCl 2 M
menggunakan jarum suntik melalui spectrum. Diikuti dengan menambahkan DIW
22

10 ml bukan HCl (sebagai control), disimpan selama 5 hari, pada akhir inkubasi
keluarkan tabung polipropilen yang di tambahkan NaOH pada waktu 0.
Ditambahkan BaCl2 1 M untuk mengendapkan ion karbonat dan diukur OH- yang
tidak terpakai dengan titrasi menggunakan larutan standar HCl 0,2 M hingga pH
8,3.
12 X ( V kontrol− V sampel)
Rumus C-Anorganik (g/kg) = 2XW

Keterangan :
V kontrol = total volume asam yang terpakai dari sampel control (mL)
V sampel = total volume asam yang terpakai dari sampel asam (mL)
W = berat sampel (g)
12 = massa molar C (mg mmol-1)
2 = jumlah mmol OH- yang dinetralkan oleh setiap mmol CO2 terlarut

Gambar 8. Sampel analisis C-anorganik biochar

6. Menentukan kation yang dapat diekstraksi dengan metode penjumlahan


dan KTK metode pencucian.
Alat dan bahan :
Alat dan bahan yang digunkan adalah ekstraktor dengan 24 tempat jarum
suntik, labu ukur 100 ml berserta penutup, botol kocok 60 ml berserta penutup,
seperangkat 24 tempat jarum suntik atas 60 ml, seperangkat 24 tempat jarum suntik
bawah 60 ml, tabung penghubung dengan panjang 25 mm, timbangan analitik,
shaker, gelas ukur 50 ml, dan saringan bubuk tanpa abu. Dan bahan yang digunakan
NH4OAc 1 M, pH 7, HCl 10%, Isopropanol 99% atau ethanol 60%, KCl 2 M, dan
DIW .
23

Cara kerja:
Ditimbang 1g biochar lalu masukan ke dalam botol kocok 60 ml dan beri
label. Ditambahkan 40 ml NH4OAc , pH 7, lalu dikocok selama 15 jam, lalu di
ekstraksi.
Proses ekstraksi :
Ditimbang 0,7 g filter pulp ke setiap jarum suntik dan catat berat yang tepat,
diletakan jarum suntik di rak dan rendam masing-masing dengan DIW biarkan
selama 5 menit. Dinaikan jarum suntik atas dan jarum suntik bawah ke ekstraktor,
lalu hubungkan jarum suntik atas dan jarum suntik bawah dengan tabung
penghubung. Biochar dipindahkan ke jarum suntik atas, gunakan 10 ml NH4OAc
jika perlu untuk mencuci biochar yang tertinggal dibotol pengocok seperti yang
disajikan pada (Gambar 8). Setiap jarum suntik atas harus berakhir dengan 50ml
total ekstrakan. Diatur waktu ekstrasi selama 2 jam, lalu pindahkan larutan yang di
ekstraksi ke labu ukur 100 ml (V). Beri label untuk penentuan kation dan diukur
menggunakan AAS (basa-basa).
Selanjutnya untuk analisis KTK Ditambahkan 10 ml alkohol pada sempel
biochar 3x hingga 30 ml alkohol terkumpul di jarum suntik bawah dan dibuang,
lalu ditambahkan 50 ml 2M KCl pada sampel biochar dan biarkan selama 15 menit,
selanjutnya diekstrak dan dipindahkan ke labu ukur 100 ml, selanjutnya ganti jarum
suntik yang lebih rendah. Ditambahkan 40 ml 2 M KCl menggunakan Gelas ukur
ke jarum suntik atas ( ekstrak = V). Ditingkatkan volume menggunakan KCl 2 M
aduk hingga rata. Larutan siap di analisis untuk NH4+ menggunaka kolorimetri atau
metode lain yang sesuai.
Rumus :
mg
konsentrasi kation ( ) x V(mL) x Kation valensi
-1 L
Basa–basa (cmolc/kg ) = Massa atom kation x W

mg
konsentrasi NH4 + ( )x V (mL)
L
KTK (cmolc/kg-1) = berat molekul dari NH4+ + × W

Keterangan :

V = volume ekstrak
W = berat biochar
24

Gambar 9. Sampel Analisis KTK dan basa – basa pada biochar


25

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Proses Pembuatan Biochar


Pada proses pyrolisis terhadap bahan baku limbah kelapa muda dan bahan
baku bambu sehingga terbentuknya biochar diperoleh data seperti disajikan pada
tabel 4.

Tabel 4. Hasil dari pembakaran biochar limbah kelapa muda dan bambu.
KA Suhu Berat
Waktu KA
bahan Rata- kering Rendemen
Bahan baku pembakaran Biochar
baku rata biochar
0
% Menit C % Kg %
Limbah kelapa
muda 18.24 41.00 681.67 81.27 1.48 14.83

bambu 20.48 23.00 669.33 123.72 1.88 18.78

Pembuatan biochar menggunakan metode Kon-Tiki berbahan baku limbah


kelapa muda membutuhkan waktu kurang lebih 41 menit dengan suhu rata-rata
681,67 0C. Pembuatan biochar dengan alat Kon-Tiki ini menggunakan suhu kisaran
500-7000C karena pada suhu tersebut diperoleh keadaan sedikit asap sehingga tidak
mengakibatan polusi udara. Bahan baku yang telah dikeringkan pada suhu 1050C
selama 1x24 jam memiliki kadar air sebesar 18,24%. Setelah dilakuakan
pembakaran diperoleh hasil berat kering biochar sebesar 1,48 Kg dari 10 Kg berat
awal bahan baku dan biochar tersebut memiliki kadar air 81,27% sehingga
diperoleh rendemen sebesar 14,83% untuk biochar limbah kelapa muda.
Biochar bambu menggunakan metode yang sama membutuhkan waktu
kurang lebih 23 menit untuk proses pembakaran dengan suhu rata-rata 669,330C.
Bahan baku bambu yang telah dikeringkan memiliki kandungan kadar air sebesar
20,48% dan memperoleh berat kering biochar sebesar 1,88 Kg dari 10 Kg berat
awal bahan baku memiliki kadar air 123,72% sehingga diperoleh rendemen biochar
bambu sebesar 18,78.%
Dari perbandingan kedua data pembakaran diatas diketahui bahwa bambu
memiliki kadar air yang lebih besar 2,24 % jika dibandingkan dengan limbah kelapa
muda tetapi dalam proses pembakarannya biochar bambu lebih cepat karena berat
26

volume bambu lebih rendah dibandingkan limbah kelapa muda dan sifat bambu
yang lebih berkayu dibandingkan dengan limbah kelapa muda yang sifatnya lebih
berserabut sehingga lama untuk terbakar dengan sempurna. Sehingga rendemen
yang terbentuk menjadi biochar lebih besar yang berbahan baku bambu. Menurut
Hernandez-Mena et.al.,(2014) biochar bambu menyajikan kepadatan partikel yang
lebih tinggi dan bulk density yang rendah dari partikel biomassa mentah.

B. Karakterisasi Biochar
Pemisahan biochar limbah kelapa muda dan biochar bambu berdasarkan
ukuran partikel menggunakan ayakan electromagnetic sieve shake diperoleh hasil
seperti disajikan pada Gambar 9. Dapat dilihat bahwa ukuran partiekel biochar
paling halus memiliki kerapatan partikel lebih besar dibandingkan biochar ukuran
partikel 2,8 – 4,75 mm.

LKM <0,5 mm LKM 0,5 – 1 mm LKM 1 – 2 mm LKM 2 – 2,8 mm LKM 2,8-4,75mm

B <0,5 mm B 0,5 – 1 mm B 1 – 2 mm B 2 – 2,8 mm B 2,8 – 4,75 mm


LKM = Limbah kelpa muda
B = Bambu
Gambar 10. Biochar berdasarkan ukuran partikel.
Setelah melakukan analisis karakterisasi biochar berdasarkan ukuran
partikel dari beberapa parameter seperti proksimat (kelembaban, zat volatil, kadar
abu dan karbon terikat), pH, DHL(daya hantar listrik, potensi pengapuran, KTK,
K-dd, C-dd, Mg-dd, Na-dd, C-anorganik dan FTIR telah didapatkan hasil sebagai
berikut:
27

1. Analisis proksimat biochar


Analisis proksimat merupakan salah satu parameter yang penting untuk
mengkarakterisasi biochar karena dapat diketahui seberapa persen kelembaban, zat
volatil, kadar abu dan karbon terikat yang terkandung pada biochar tersebut.
Analisis proksimat dari biochar limbah kelapa muda dan bambu didasarkan pada
standar metode ASTM D1762-84 suhu yang ditingkatkan untuk biochar (Singh et
al., 2017). Setiap jenis bahan baku biochar memiliki masing-masing nilai proksimat
yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan kandungan lignin,
selulosa dan hemiselulosa pada setiap bahan baku. Perbedaan tersebut dipengaruhi
oleh sifat yang ada pada bahan baku apakah termasuk pada tanaman berkayu,
rerumputan atau tanaman air.
a. Kelembaban dan Kadar abu pada Biochar
Berdasarkan hasil tabel sidik ragam pada Lampiran 5 menampilkan bahwa
perbedaan jenis bahan baku dengan ukuran partikel biochar tidak berinteraksi
terhadap nilai kelembaban dan kadar abu. Pengaruh tunggal jenis bahan baku
terhadap ukuran partikel berbeda sangat nyata terhadap nilai kelembaban dan kadar
abu. Hasil uji lanjutan DNMRT pada taraf 5% dapat dilihat pada Gambar 11.
Dari Gambar 11(A) dapat dilihat bahwa pengaruh jenis bahan baku antara
biochar limbah kelapa dan biochar bambu berbeda pada setiap ukuran partikel
berbeda sangat nyata terhadap nilai kelembaban. Biochar limbah kelapa muda pada
berbagai ukuran partikel memiliki tingkat kelembaban yang lebih tinggi 21,47%
dibandingkan dengan biochar bambu. Hal tersebut diduga karena ketika diamati
dari segi bentuknya bahan baku limbah kelapa muda lebih memiliki banyak serat
dibandingkan bambu sehingga kemungkinan kapasitas untuk penyimpanan air lebih
besar.
Pada Gambar 11 (B) dapat dilihat bahwa pengaruh ukuran partikel biochar
pada kedua jenis bahan baku berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kelembaban
dimana semakin besar ukuran partikel biochar semakin tinggi pula kelembabanya
yaitu biochar ukuran partikel kecil dari 0,5 mm lebih rendah 0,66%; 2,91%; 6,08%
; 9,83% dari biochar ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 –
4,75 mm. Hal tersebut diduga karena semakin besar ukuran partikel biochar maka
luas permukaan spesifik (SSA) dan kerapatan antar partikel rendah. Sehingga
28

keadaan tersebut dapat memperbesar kemungkinan daya serap dan simpan air yang
tinggi. Kelembaban biochar bukan bagian dari material namun kapasitas biochar
untuk menyerap dan mempertahankan kelembaban terkait dengan luas permukaan
dan porositasnya. Dimana fungsi utama dari penentuan kelembaban adalah untuk
menentukan dasar berat kering yang stabil (Riley 2007).

(A)
45
a
40
35 Kelembaban
30 abu
Nilai (%)

25
a
20 b
15 b
10
5
0
Limbah Kelapa Muda Bambu

(B)
45
40
a
35
b
Nilai (%)

30 c Kelembaban
d d
25 abu
a
20 b c
d
15 e
10
5
0
<0.5 0.5 - 1.00 1.00 - 2.00 2.00 - 2.80 2.80 - 4.75
Jenis Ukuran (mm)

Gambar 11. Pengaruh (A) jenis biochar dengan (B) ukuran biochar terhadap nilai
kelembaban dan kadar abu

Pada Gambar 11 (A) dapat dilihat bahwa pengaruh jenis bahan baku biochar
limbah kelapa muda dan bambu pada berbagai ukuran partikel sangat nyata
terhadap nilai kadar abu. Biochar limbah kelapa muda pada berbagai ukuran
partikel memiliki kadar abu yang lebih tinggi 6,65 % dibandingkan dengan biochar
29

bambu. Hal ini diduga karena sumbangan dari bahan baku itu sendiri bahwa bahan
baku limbah kelapa muda memiliki kandungan lignin lebih tinggi dibandingkan
bambu sehingga mineral yang diikat dalam kompleks tanaman lebih tinggi dan juga
pada umumnya bahan baku limbah kelapa muda memiliki beberapa unsur mineral
lebih tinggi dibanding bambu seperti Mg dan Ca lebih tinggi 2,54% dan 5,81%
dibandingkan bahan baku bambu seperti data pada Lampiran 6. Pada dasarnya
kadar abu merupakan rasio antara jumlah senyawa anorganik dengan jumlah
senyawa total (organik + anorganik), sehingga besar kecilnya kadar abu selain
ditentukan oleh jumlah mineral juga ditentukan oleh besar kecilnya senyawa
organik (Siruru, et al. 2018)
Pada Gambar 11(B) dapat dilihat pengaruh ukuran partikel biochar pada
kedua jenis bahan baku berpengaruh sangat nyata terhadap nilai kadar abu dimana
dapat dilihat bahwa kadar abu meningkat dengan kecilnya ukuran partikel biochar.
Biochar yang memiliki ukuran partikel yang kecil dari 0,5 mm memiliki nilai kadar
abu lebih tinggi 3,91%;5,18%;7,07%; dan 9,19% dari biochar ukuran partikel 0,5
– 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75. Hal ini diduga karena semakin halus
ukuran partikel biochar maka luas permukannya juga semakin besar sehingga kadar
abu yang diperoleh lebih tinggi karena biochar lebih mudah terbakar menjadi abu
pada keadaan suhu 750 ˚C.
Abu yang terkandung dalam biochar adalah oksida-oksida logam yang
terdiri dari mineral-mineral yang tidak dapat menguap, mempunyai sifat tidak
mudah terbakar. Oleh karena itu kadar abu memiliki hasil berbanding terbalik
dengan zat volatile dimana semakin besar ukuran partikel maka zat volatile
meningkat sedangkan kadar abu menurun. Abu yang dihasilkan berasal dari bahan
baku yang memiliki unsur mineral seperti kalsium, kalium, natrium, magnesium,
dan silika. Sehingga kadar abu dalam biochar ini banyak mempengaruhi mutu
biochar karena dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan pori-pori pada biochar
sehingga luas permukaannya akan menjadi berkurang (Scroder Eliabeth, 2006)

b. Kandungan Zat Volatil


Berdasarkan hasil tabel sidik ragam pada Lampiran 5 menampilkan
interaksi antara perbedaan jenis bahan baku dengan ukuran partikel biochar berbeda
30

nyata terhadap nilai zat volatil. Hasil uji lanjutan DNMRT pada taraf 5% dapat
dilihat pada Tabel 5. Pengaruh bahan baku biochar pada setiap ukuran partikel
sangat berbeda nyata dimana nilai zat volatil pada biochar limbah kelapa muda lebih
tinggi jika dibandingkan dengan biochar bambu pada semua ukuran partikel
biochar. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa biochar limbah kelapa muda ukuran
partikel < 0,5 mm; 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki
zat volatil lebih tinggi 23,54 %; 24,43%; 27,1 % 29,97 % dan 30,19% dibanding
biochar bambu. Tinggi rendahnya nilai zat volatil yang didapatkan pada masing-
masing biochar dikarena adanya komponen kimia zat ekstraktif yang berbeda-beda
dari setiap bahan baku.
Tabel 5. Pengaruh jenis dan ukuran partikel biochar terhadap zat volatil (volatile
matter).
Jenis Biochar
Ukuran Ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…….. % ……
57,77 c 34,23 b
<0.5
A B
59,19 b 34,76 ab
0.5 - 1.00
A B
62,81 ab 35,71 ab
1.00 - 2.00
A B
66,24 ab 36,37 ab
2.00 - 2.80
A B
67,11 a 36,92 a
2.80 - 4.75
A B
KK = 3.49%
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 5 dapat dilihat pengaruh ukuran partikel biochar pada berbagai
jenis bahan baku berbeda sangat nyata. Pada biochar limbah kelapa muda berukuran
partikel <0,5 mm memiliki nilai zat volatil paling rendah dari ukuran partikel
lainnya dimana lebih rendah sebesar 1,42% dan 5,04% jika dibandingakan dengan
ukuran partikel 0,5 – 1 mm dan 1 – 2 mm. Sedangkan ukuran partikel 1 – 2 mm; 2
– 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki kandungan zat volatile yang hampir sama.
Begitupun pada biochar bambu yang berukuran partikel <0,5 mm memiliki zat
volatile yang paling rendah, dimana lebih rendah sebesar 2,69% jika dibandingkan
31

dengan biochar berukuran partikel 2,8 – 4,75 mm. Sedangkan ukuran partikel 0,5 –
1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki kandungan zat volatil
yang hampir sama.
Dapat dinyatakan bahwa zat volatil biochar sangat ditentukan oleh jenis
bahan baku dimana biochar limbah kelapa muda memiliki nilai zat volatil lebih
tinggi dari biochar bambu pada ukuran yang lebih besar yaitu pada penelitian ini
2,85 – 4,71 mm hal ini berbanding terbalik dengan kadar abu yang telah dibahas
sebelumnya yaitu pada gambar 11 B. Semakin halus ukuran partikel biochar
kandungan zat volatilnya rendah sehingga abu yang diperoleh lebih tinggi. Dapat
dilihat juga bahwa pengaruh yang berbeda nyata didapatkan pada biochar yang
memiliki ukuran partikel yang terkecil dan terbesar yaitu <0,5 mm dan 2,8 – 4,75
mm dengan perbedaan nilai 9,34% pada biochar limbah kelapa muda dan 2,69%
pada biochar bambu. Hal ini diduga karena semakin besar ukuran partikel maka
luas permuakan spesifik dan kerapatan partikel semakin rendah sehingga zat lebih
mudah menguap dibandingkan dengan ukuran partikel <0,5 mm.
Kandungan zat volatile dalam biochar adalah senyawa-senyawa selain air,
abu dan karbon. Zat volatil berkaitan dengan sekelompok besar senyawa yang
didefinisikan secara operasional yang dihasilkan dari dekomposisi secara termal.
Bahan yang terkandung pada zat volatile yaitu gas (hidrogen, karbon monoksida,
karbon dioksida, metana), air yang terikat secara kimia, hidrokarbon berbobot
molekul rendah, serta hidrokarbon dengan berat molekul tinggi yang dapat
dikondensasi (tars, amonia, sulfur dan senyawa organik yang mengandung oksigen,
beberapa senyawa anorganik, dan asam organik) (Riley 2007; Shafizadeh 1982;
Brown 1958) . Zat - zat tersebut menguap pada pemanasan suhu 950˚C ketika itu
bahan organik dilepaskan secara termal.

c. Karbon Tetap Biochar


Berdasarkan hasil tabel sidik ragam pada Lampiran 5 menampilkan bahwa
interaksi antara perbedaan jenis bahan baku dengan ukuran partikel biochar berbeda
nyata terhadap nilai karbon tetap. Hasil uji lanjutan DNMRT pada taraf 5% dapat
dilihat pada Tabel 5 pengaruh jenis bahan baku biochar pada setiap ukuran partikel
berbeda nyata dimana nilai karbon tatap pada biochar limbah kelapa muda lebih
32

tinggi jika dibandingkan dengan biochar bambu pada semua ukuran partikel
biochar. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa biochar limbah kelapa muda ukuran
partikel < 0,5 mm; 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki
karbon tetap lebih tinggi 17,28 %; 17,35 %; 19,46 %; 24,63 % dan 24,10 % dari
biochar bambu. Hal ini dapat dinyatakan bahwa nilai karbon tetap pada biochar
sangat ditentukan oleh jenis bahan bakunya dimana limbah kelapa muda lebih
banyak kandungan karbon tetapnya dikarenakan memiliki kandungan lignin yang
lebih tinggi yaitu 33,5% (Kondo dan Arsyad 2018) dibanding bambu hanya 26,25%
(Laidy E, et al., 2014)
Tabel 6. Pengaruh jenis dan ukuran partikel biochar terhadap karbon tetap.
Jenis Biochar
Ukuran Ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…….. % ……
33,34 c 16,06 c
<0.5
A B
38,52 b 21,17 b
0.5 - 1.00
A B
42,88 ab 23,42 b
1.00 - 2.00
A B
49,40 ab 24,77 ab
2.00 - 2.80
A B
51,96 a 27,86 a
2.80 - 4.75
A B
KK = 7,52%
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%.

Pengaruh ukuran partikel biochar pada berbagai jenis bahan baku berbeda
nyata terhadap nilai karbon tetap. Pada biochar limbah kelapa muda berukuran
partikel <0,5 mm memiliki nilai karbon terikat lebih rendah dari ukuran partikel
lainnya dimana, lebih rendah 5,18%; 9,54%; 16,06% dan 18,62% jika
dibandingakan dengan ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm.; 2 – 2,8 mm dan
2,8 – 4,75 mm. Begitupun pada biochar bambu yang berukuran partikel <0,5 mm
memiliki karbon terikat paling rendah dimana lebih rendah 5,11 %; 7,36 %; 8,71 %
dan 11,8 % jika dibanding ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan
33

2,8 – 4,75 mm. Hal ini diduga karena semakin halus ukuran partikel biochar maka
semakin luas permukaan spesifik biochar sehingga semakin sedikit karbon yang
dapat tertinggal karena biochar dengan ukuran partikel yang halus memiliki kadar
abu yang lebih tinggi seperti pada Gambar 11(B). Namun pada biochar yang
memiliki nilai karbon tetap yang tinggi direkomendasi untuk diaplikasikan ke
dalam tanah karena dapat menyumbangkan banyak unsur karbon yang berperan
sebagai amandemen tanah.
Karbon tetap merupakan bahan bakar padat yang tertinggal dalam reaktor
setelah proses pyrolysis. Karbon tetap sebenarnya bukan karbon murni tetapi hanya
massa kering yang bukan zat volatil atau abu, dan karena itu didominasi oleh
struktur karbon aromatik yang menyatu. Jadi kandungan utama dari karbon terikat
adalah karbon dan sedikit ikutannya mengandung hidrogen, oksigen, sulfur dan
nitrogen yang tidak terbawa gas (Iskandar dan Rofiatin, 2017)

2. Analisis pH, Daya Hantar listrik, dan Potensi Pengapuran


a. pH
Berdasarkan analisis statistik tabel sidik ragam Lampiran 5 memperlihatkan
bahwa pada analisis pH menunjukan hasil bahan baku dan ukuran biochar tidak
berinteraksi. Dapat dilihat hasil uji lanjut DMNRT taraf 5% seperti Gambar 12 yang
menunjukan bahwa pengaruh tunggal antara jenis bahan baku biochar limbah
kelapa muda dan bambu berbeda sangat nyata pada setiap ukuran partikel.
Sedangkan pada perbedaan ukuran partikel biochar tidak berbeda nyata terhadap
nilai pH pada setiap bahan baku biochar.
Pada Gambar 12(A) menunjukan hasil nilai pH yang diperoleh pada setiap
jenis bahan baku berbeda sangat nyata dimana biochar limbah kelapa muda
memiliki nilai pH 10,8 unit sedangkan biochar bambu hanya memiliki nilai pH 9,98
unit. Hal ini diperkuat dengan pendapat (Lehmann et. al., 2011; Mukherjee et. al.,
2011; Smider dan Singh 2014) biochar dengan kadar abu rendah, seperti yang
diproduksi menggunakan bahan baku kayu, umumnya memiliki nilai pH lebih
rendah dari pada biochar yang diproduksi menggunakan rumput, tanaman residu
atau pupuk kandang memiliki kadar abu yang lebih tinggi. Lehmann 2007;
34

Mukherjee et. al., 2011 juga mengatakan bahwa nilai pH biochar berkisar antara
3,1 dan 12,0.

(A) (B)
12 a 12
b a a a a a
10 10

pH (unit)
pH (unit)

8 8
6 6
4 4
2 2
0 0
Limbah Kelapa Muda Bambu <0.5 0.5 - 1.00 1.00 - 2.00 2.00 - 2.80 2.80 - 4.75

Jenis Biochar Jenis Ukuran (mm)

Gambar 12. Pengaruh (A) jenis biochar dengan (B) ukuran biochar terhadap nilai
pH.

Pada Gambar 12(B) dapat dilihat bahwa jenis ukuran partikel biochar pada
kedua jenis bahan baku sangat tidak mempengaruhi nilai pH baik itu pada ukuran
partikel terkecil 0,5 mm hingga ukuran partikel terbesar 2,8 – 4,75 mm. Jadi dapat
disimpulkan bahwa sebesar apapun ukuran partikel biochar yang digunakan maka
nilai pH akan tetap sama. Data hasil nilai pH yang didapatkan sesuai dengan
pendapat (Mukherjee dan Lal 2014) bahwa biochar pada umumnya memiliki nilai
pH yang digolongkan basa sehingga pengaplikasian biochar pada tanah-tanah
masam sangat membantu menaikan nilai pH tanah tersebut. Sebagian besar biochar
yang digunakan untuk amandemen tanah bersifat basa.

b. DHL (daya hantar listrik)


Berdasarkan analisis statistik tabel sidik ragam pada Lampiran 5
memperlihatkan bahwa interaksi antara jenis bahan baku biochar dan jenis ukuran
partikel berbeda nyata terhadap daya hantar listrik. Dapat dilihat hasil uji lanjut
DMNRT taraf 5% seperti Tabel 7 terlihat pengaruh bahan baku biochar pada setiap
ukuran partikel berbeda sangat nyata dimana nilai daya hantar listrik biochar limbah
35

kelapa muda lebih tinggi jika dibandingkan dengan biochar bambu pada semua
ukuran partikel biochar.
Biochar limbah kelapa muda pada ukuran partikel <0,5 mm; 0,5 – 1 mm; 1
– 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm mm memiliki nilai DHL lebih tinggi 8,85
dS m-1; 8,48 dS m-1; 8,33 dS m-1; 7,94 dS m-1 dan 7,44 dS m-1 dari pada biochar
bambu secara berturut. Hal ini diduga karena biochar yang berasal dari bahan baku
yang lebih padat memiliki nilai DHL lebih rendah. Seiring dengan pendapat (Singh
et al. 2010; Rajkovich et al. 2012) bahwa biochar limbah kayu dan kertas umumnya
memiliki nilai DHL lebih rendah dari pada biochar yang berasal dari pupuk
kandang. Dapat dinyatakan bahwa DHL sangat ditentukan oleh jenis bahan baku
biochar dimana biochar limbah kelapa muda memiliki nilai DHL lebih baik dari
biochar bambu pada ukuran yang lebih halus yaitu pada penelitian ini <0,5 mm.
Tabel 7. Hasil daya hantar listrik biochar limbah kelapa muda dan bambu
Jenis Biochar
Ukuran ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…….dS m-1…….
11,10 a 2,25 a
<0.5
A B
10,43 b 1,95 b
0.5 - 1.00
A B
10,03 bc 1,70 bc
1.00 - 2.00
A B
9,53 cd 1,59 c
2.00 - 2.80
A B
8,93 d 1,49 c
2.80 - 4.75
A B
KK = 6,18%
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 7 juga dapat dilihat ukuran partikel mempengaruhi nilai DHL
biochar pada kedua jenis bahan baku dimana, semakin besar ukuran partikel biochar
maka semakin rendah nilai DHL yang didapatkan. Biochar limbah kelapa muda
ukuran partikel <0,5 mm mimiliki nilai DHL lebih tinggi 0,67 dS m-1; 1,07 dS m-1;
1,57 dS m-1 dan 2,17 dS m-1 dari ukuran partikel antara 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 –
2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Begitupun pada biochar bambu pada
36

ukuran partikel <0,5 mm lebih tinggi 0,30 dS m-1; 0,55 dS m-1; 0,66 dS m-1 dan 0,76
dS m-1 dari ukuran partikel antara 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan ukuran
partikel antara 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Hal ini dapat diduga karena semakin
halus ukuran partikel biochar maka semakin mudah garam-garam yang terkandung
pada biochar larut dalam larutan air sehingga konsentrasi garam lebih tinggi.
Daya hantar listrik atau biasa disebut dengan jumlah dan sifat garam yang
larut dalam larutan dan merupakan uji salinitas tanah yang paling banyak digunakan
dalam penelitian (Pansu dan Gautheyrou 2006). Hal ini didasarkan pada prinsip
bahwa larutan dengan konsentrasi garam yang lebih tinggi memiliki kemampuan
lebih besar untuk mengalirkan arus listrik. Rasio biochar terhadap air dalam
suspensi juga mempengaruhi nilai daya hantar listrik, nilai daya hantar listrik
menurun dengan meningkatnya pengenceran. Dalam sampel dengan kandungan
garam yang larut tinggi, waktu kesetimbangan juga mempengaruhi nilai daya hantar
listrik, dengan waktu kesetimbangan yang lebih lama terkait dengan nilai daya
hantar listrik yang lebih tinggi (Singh et al. 2010).
Sama dengan pH, daya hantar listrik sampel biochar juga tergantung pada
bahan baku. Tingginya nilai pH dapat dinyatakan bisa sejalan dengan tingginya
jumlah garam. Pemahaman tentang jumlah garam yang larut dalam larutan biochar
penting karena tingginya tingkat aplikasi biochar ke tanah dapat mempengaruhi
tanaman sensitif garam (Joseph et al. 2009). Efek ini telah dikaitkan dengan
meningkatnya konsentrasi residu atau abu yang disebabkan oleh hilangnya zat
volatil selama pirolisis (Cantrell et al. 2012). Memang, perbedaan dalam daya
hantar listrik pada biochar yang diproduksi menggunakan bahan baku yang berbeda
telah dikaitkan dengan perbedaan dalam kadar abu (Rehrah et al. 2014).

c. Potensi Pengapuran
Setelah melakukan analisis statistik tabel sidik ragam pada Lampiran 5
memperlihatkan bahwa interaksi antara jenis bahan baku biochar dan jenis ukuran
partikel berbeda sangat nyata terhadap nilai potensi pengapuran biochar. Dapat
dilihat hasil uji lanjut DMNRT taraf 5% seperti Tabel 8 pengaruh bahan baku
biochar pada setiap ukuran partikel berbeda sangat nyata terhadap potensi
pengapuran dimana, pada biochar limbah kelapa muda lebih tinggi jika
37

dibandingkan dengan biochar bambu pada semua ukuran partikel biochar. Pada
biochar limbah kelapa muda berukuran partikel kecil dari 0,5 mm memiliki nilai
potensi pengapuran lebih tinggi 1,25%; ukuran partikel 0,5 – 1 mm lebih tinggi
0,76% dari biochar bambu. Biochar limbah kelapa muda ukuran partikel 1 – 2; 2 –
2,8 dan 2,8 – 4,75 mm memiliki nilai potensi pengapuran yang sama antara biochar
limbah kelapa muda dan biochar bambu. Hal ini diduga karena kandungan Ca pada
bahan baku limbah kelapa muda lebih tinggi dibandingkan bahan baku bambu
seperti data yang tertera pada Lampiran 6 dan pada ukuran partikel biochar yang
halus lebih mudah berreaksi dalam larutan ketika melakukan analisis di
laboratorim. Kapur dalam hal ini hadir dalam bentuk kalsit (CaCO3) atau dolomit
(CaMg (CO3) 2) (Wang et al. 2014; Yuan dan Xu 2012; Yuan et al. 2011) Garam-
garam ini dapat berkontribusi baik pada sifat pengapuran dan nilai nutrisi biochar
(Yuan et al. 2011a)
Tabel 8. Hasil potensi pengapuran biochar limbah kelapa muda dan bambu
Jenis Biochar
Ukuran Ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…….. % ……
7,11 a 5,86 a
<0.5
A B
5,86 b 5,10 b
0.5 - 1.00
A B
5,10 c 4,85 c
1.00 - 2.00
A A
4,85 d 4,60 d
2.00 - 2.80
A A
4,60 e 4,60 d
2.80 - 4.75
A A
KK = 2,52 %
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 8 juga dapat dilihat bahwa perbedaan ukuran partikel biochar
terhadap jenis bahan baku biochar berbeda sangat nyata dimana semakin besar
ukuran partikel biochar maka potensi pengapuran semakin kecil. Pada biochar
limbah kelapa muda ukuran partikel <0,5 mm memiliki potensial pengapuran lebih
tinggi 1,25%; 2,01%; 2,26% dan 2,51% dari biochar ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1
38

– 2; 2 – 2,8 dan 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Begitupula pada biochar bambu
yang berukuran partikel <0,5 mm memiliki potensi pengapuran tertinggi yaitu
0,76%; 1,01%; 1,26 % dari ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm dan 2 – 4,75
mm. Potensi pengapuran pada biochar sangat ditentukan oleh jenis bahan bakunya
dimana limbah kelapa muda memilki nilai potensi pengapuran lebih baik dibanding
bambu pada ukuran yang lebih halus yaitu <0,5 mm karena pada biochar diharapkan
potensi pengapuran yang tinggi sehingga dapat berperan sebagai kapur dalam
meningkatkan pH pada tanah masam.
Dari penjelasan data diatas dapat disimpulkan bahwa perbedaan yang
signifikan antara kedua jenis bahan baku terdapat pada biochar yang memiliki
ukuran partikel kecil dari 0,5 mm sedangkan pada biochar yang memiliki ukuran
partikel < 1 mm tidak memperlihatkan perbedaan yang sangat nyata diantara
biochar limbah kelapa muda dan biochar bambu. Tujuan dari analisis ini yaitu untuk
mengetahui kesetaraan pengapuran (%CaCO3-eq) indeks yang sesuai untuk
memperkirakan tingkat aplikasi biochar yang diperlukan untuk menaikkan pH
tanah ke nilai tertentu. Sehingga biochar yang memiliki potensi kapur yang tinggi
dapat menggantikan peranan kapur yang diberikan ke dalam tanah masam sehingga
dapat bertujuan menaikan nilai pH tanah tersebut.
Dalam mengkarakterisasi biochar dimana pH, daya hantar listrik dan
potensi pengapuran pada biochar merupakan tiga sifat kimia yang secara rutin
diukur untuk aplikasi biochar ke dalam tanah. Dari ketiga data diatas memiliki
hubungan yang sejalan dimana, apabila semakin tinggi nilai pH pada biochar maka
semakin tinggi daya hantar listrik dan potensi pengapuranya.

3. Analisis C-anorganik Biochar


Setelah melakukan analisis statistik tabel sidik ragam pada Lampiran 5
diperlihatkan interaksi antara jenis bahan baku biochar dan jenis ukuran partikel
berbeda sangat nyata terhadap hasil C-anorganik biochar. Dapat dilihat hasil uji
lanjut DMNRT taraf 5% pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa pengaruh jenis bahan
baku berbeda sangat nyata pada setiap ukuran partikel terhadap hasil C-anorganik.
Biochar limbah kelapa muda pada ukuran partikel < 0,5 mm; 0,5 – 1 mm; 1 – 2
mm; 2 – 2,8 mm dan ukuran partikel 2,8 – 4,75 mm lebih tinggi 0,099 g Canorg kg-1
39

;0,107 g Canorg kg -1; 0,100 g Canorgkg -1; 0,117 g Canorgkg -1 dan 0,080 g Canorgkg -1
dari pada biochar bambu. Setiap jenis biochar menunjukkan kandungan C-
anorganik bervariasi tetapi umumnya rendah, berkisar antara 0,05 - 17,3 g Cinorg
kg-1 biochar sebagaimana diukur dengan metode titrimetri (Singh et al, 2017). Nilai
C-anorganik sangat ditentukan oleh bahan bakunya dimana biochar limbah kelapa
muda memiliki nilai C-anorganik lebih tinggi dari biochar bambu pada ukuran lebih
halus yaitu pada penelitian ini 0,5 mm.
Tabel 9. Hasil analisis C-Anorganik pada Biochar
Jenis Biochar
Ukuran Ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…… (g kg ) ……
-1

0,376 a 0,277 a
<0.5
A B
0,367 ab 0,260 b
0.5 - 1.00
A B
0,357 bc 0,257 b
1.00 - 2.00
A B
0,347 c 0,230 c
2.00 - 2.80
A B
0,307 d 0,227 c
2.80 - 4.75
A B
KK =1.16%

Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%.

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa pengaruh ukuran partikel biochar pada
berbagai jenis bahan baku biochar berbeda sangat nyata dimana pada biochar
limbah kelapa muda berukuran partikel < 0,5 mm memiliki nilai C – anorganik
tertinggi dari semua ukuran partikel yaitu lebih tinggi 0,009 g Canorg kg -1; 0,019 g
Canorgkg -1; 0,029 g Canorg kg -1 dan 0.069 g Canorg kg -1 dari ukuran partikel 0,5 – 1
mm; 1 – 2 mm; 2 – 2.8 mm dan ukuran partikel 2.8 – 4.75 mm secara berturut.
begitupun pada biochar bambu ukuran partikel < 0.5 mm memiliki nilai C-
anorganik tertinggi dari dari semua ukuran partikel dimana lebih tinggi 0,017 g
Canorg kg -1; 0,020 g Canorg kg -1; 0,047 g Canorg kg -1
dan 0.050 g Canorg kg -1
dari
ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 dan 2.8 – 4.75 mm. Dari penjelasan
data perlu diketahui bahwa C-anorganik merupakan komponen umum dari fraksi
40

abu dalam biochar. Sesuai dengan hasil kadar abu yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa kadar abu biochar limbah kelapa muda lebih tinggi dibandingkan dengan
biochar bambu dan seiring besarnya ukuran partikel kadar abu semakin sedikit.
Karbon anorganik (C) adalah penyusun umum fraksi abu di biochar.
Terutama ada dalam bentuk kalsit (CaCO3) atau dolomit [CaMg (CO3)2] (Wang et
al., 2014; Yuan dan Xu 2012; Yuan et al., 2011b), meskipun fase lainnya seperti
kalicinite (KHCO3), juga telah terdeteksi di beberapa biochar (Prakongkep et al.,
2015). Karbonat dalam biochar dapat diperoleh dari CO2 berevolusi dari C-organik
yang membusuk secara termal selama pirolisis lambat dan terperangkap dalam
arang bersifat basa (Yuan et al., 2011b); pengencer yang mengandung karbonat
(misalnya partikel tanah) bercampur dengan biomassa asli (Singh et al., 2010) dan
karbonat yang ada dalam biomassa asli (Suárez-García et al., 2002; Vassilev et al.,
2010). Pada suhu yang lebih besar dari 600°C karbonat terurai dan terjadi
pengayaan secara bersamaan dalam oksida logam yang sedikit larut (Jones et al.,
2015).
4. Analisis KTK (Kapasitas Tukar Kation)
Setelah melakukan analisis statistik data hasil KTK biochar tabel sidik
ragam pada Lampiran 5 memperlihatkan pengaruh interaksi jenis bahan baku
biochar dan ukuran partikel biochar berbeda sangat nyata terhadap nilai KTK.
Dapat dilihat hasil uji lanjut DMNRT taraf 5% pada Tabel 10 secara umum bahwa
nilai KTK masing-masing bahan baku berbeda sangat nyata dimana biochar limbah
kelapa muda lebih tinggi dibanding biochar bambu pada semua ukuran partikel.
Biochar limbah kelapa muda ukuran partikel < 0,5 mm memiliki nilai KTK lebih
tinggi 21,22 cmol/kg dari biochar bambu. Namun pada biochar ukuran partikel 0,5
– 1 mm biochar bambu lebih tinggi 6,81 cmol/kg dari biochar limbah kelapa muda
dan pada ukuran partikel 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki nilai
KTK yang hampir sama pada kedua bahan baku. Dapat dinyatakan bahwa KTK
biochar sangat ditentukan oleh bahan bakunya dimana biochar limbah kelapa muda
memiliki nilai KTK lebih baik dari biochar bambu pada ukuran lebih halus pada
penelitian ini yaitu <0,5 mm. Hal ini dapat dikarenakan hasil analisis pH biochar
limbah kelapa muda lebih tinggi dibandingkan biochar bambu seperti yang telah
dibahas sebelumnya pada Gambar 12 A.
41

Pada tabel 10 dapat dilihat pengaruh ukuran partikel biochar pada setiap
jenis bahan baku biochar berbeda sangat nyata terhadap nilai KTK biochar dimana
pada biochar limbah kelapa muda berukuran partikel <0,5 mm memiliki KTK lebih
tinggi sebesar 36,22 cmol/kg dan 36,76 cmol/kg dibanding ukuran partikel 0,5 – 1
mm dan 1 – 2 mm. Sedangkan biochar limbah kelapa muda yang berukuran partikel
1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki nilai KTK yang hampir sama.
Begitupun pada biochar bambu dimana ukuran partikel < 0,5 mm memiliki KTK
lebih tinggi sebesar 8,18 cmol/kg dan 14,18 cmol/kg dibanding ukuran partikel 0,5
– 1 mm dan 1 – 2 mm. Sedangkan biochar bambu yang berukuran partikel 1 – 2
mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm memiliki nilai KTK yang hampir sama.
Table 10. Hasil Analisis KTK pada Biochar
Jenis Biochar
Ukuran Ayakan (mm)
Limbah Kelapa Muda Bambu
…….. (cmol/kg ) ……
78,07 a 56,85 a
<0.5
A B
41,85 b 48,66 b
0.5 - 1.00
B A
41,31 bc 42,66 bc
1.00 - 2.00
A A
36,07 c 33,56 c
2.00 - 2.80
A A
33,56 c 31,26 c
2.80 - 4.75
A A
KK = 4.0%
Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom
yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut
DNMRT pada taraf 5%

Peningkatan nilai KTK ini diduga terjadi karena semakin halusnya ukuran
partikel biochar mengakibatkan luas permukaan spesifik dari biochar juga semakin
besar dan mengakibatkan pertukaran kation semakin besar karena memiliki banyak
muatan negatif. Perbedaan hasil yang signifikan antara kedua jenis bahan baku
terdapat pada biochar yang berukuran kecil dari 0,5 mm sedangkan biochar yang
memiliki ukuran partikel besar dari 0,5 tidak berpengaruh nyata terhadap bahan
baku. Hal ini sejalan dengan tentang hasil potensi pengapuran yang telah dibahas
sebelumnya. Perbedaan nilai dalam KTK ini diduga oleh sejumlah faktor yang
42

mempengaruhi sifat permukaan biochar, seperti suhu pembakaran dan bahan baku
(Budai et al., 2014; Suliman et al., 2016) namun pada penelitian ini yang faktor
yang mempengaruhi yaitu jenis bahan baku dan jenis ukuran partikel biochar.
Hasil KTK ini juga sejalan dengan nilai pH pada Gambar 8 yang telah
dibahas sebelumnya, apabila nilai pH tinggi maka nilai KTK akan tinggi karena
disosiasi hidroksil meningkat dengan meningkatnya pH, adanya muatan variabel
tergantung nilai pH berarti KTK meningkat dengan meningkatnya pH. Hal ini
sesuai dengan penelitian Kim et al, 2012 dimana pada biochar diasamkan dari
larutan pH 7 hingga 3, potensi KTK nilai menurun pada biochar berbahan baku
Switchgrass 450 ºC dari 48,4 menjadi 23,7 cmol c kg-1 , pada Switchgrass 600 ºC
menurun dari 19,1 hingga 11,6 cmol c kg-1 , dan Switchgrass 800ºC turun dari 12,7
menjadi 5,4 cmol c kg-1. Akibatnya, nilai KTK perlu dirujuk ke pH di mana mereka
ditentukan.
Pada Tabel 10 dapat dilihat biochar yang memiliki ukuran partikel 1 - 2 mm
tidak memiliki perbedaan signifikan terhadap ukuran partikel 2 – 2,8 mm dan 2,8 –
4,75 mm pada kedua jenis bahan baku. Berbicara tentang KTK pada biochar,
dimana biochar digunakan sebagai bahan amelioran yang dihasilkan dengan proses
pirolisis limbah organik yang memiliki muatan negatif, sehingga berperan pada
adsorpsi kation-kation atau yang biasa disebut dengan kapasitas tukar kation
(KTK). Sebagai untuk menentukan efek biochar dari terhadap sifat-sifat tanah dan
potensinya sebagai amelioran tanah, penting untuk mengetahui penentuan yang
tepat dan akurat dari kontribusinya terhadap kapasitas pertukaran kation tanah
(KTK) tanah. Namun, dalam literatur perkiraan nilai KTK untuk biochar sangat
bervariasi, umumnya berkisar antara 5 hingga 50 cmol (+) Kg- 1 (Singh et al., 2010)
dan bahkan mencapai nilai setinggi 69 hingga 204 cmol (+) Kg- 1 (Yuan et al., 2011)
Selain pH, bahan organik juga dapat mempengaruhi KTK dimana menurut
Soegiman (1982) bahan organik akan menghasilkan asam-asam organik yang
mampu meningkatkan muatan negatif melalui disosiasi gugus karboksil (COO-).
Gugus yang terdisosiasi ini akan menghasilkan gugus-gugus negatif sehingga
meningkatkan KTK tanah. Nilai KTK mengacu pada jumlah muatan negatif di
permukaan bahan organik (Camberato 2001). Muatan negatif akan menarik ion
bermuatan positif, seperti K, Ca, Mg dan Na di dalam tanah. KTK yang lebih tinggi
43

dalam suatu senyawa berarti memiliki kapasitas yang lebih baik untuk mengikat
dan mempertahankan nutrisi tertentu.

5. Analisis K-dd, Ca-dd, Na-dd dan Mg-dd pada Biochar


Peningkatan nilai KTK sebelumnya sejalan dengan peningkatan nilai basa-
basa yang terdapat pada biochar. Dimana setelah melakukan analisis statistik pada
Lampiran 5 memperlihatkan bahwa interaksi bahan baku biochar dan ukuran
partikel biochar berpengaruh nyata terhadap nilai K-dd, Ca-dd, dan Na-dd
sedangkan pada nilai Mg tidak berinteraksi antara bahan baku dan ukuran partikel.
Dapat dilihat hasil uji lanjut DMNRT taraf 5% seperti pada Tabel 11. Secara umum
dapat dilihat bahwa nilai basa-basa tertinggi dimiliki oleh biochar limbah kelapa
muda jika dibandingkan dengan biochar bambu pada semua ukuran partikel dan
semakin kecil ukuran partikel biochar maka semakin besar nilai basa -basa yang
dimiliki oleh biochar tersebut dimana ukuran partikelnya yaitu kecil dari 0,5 mm.
Pada Tabel 11 memperlihatkan pengaruh bahan baku biochar pada ukuran
partikel berbeda nyata dimana nilai K-dd pada biochar limbah kelapa muda lebih
tinggi jika dibandingkan dengan biochar bambu pada semua ukuran partikel dimana
biochar limbah kelapa muda lebih tinggi 19,76 cmol/kg; 21,42 cmol/kg; 21,52
cmol/kg; ; 22,19 cmol/kg dan 17,7 cmol/kg dari biochar bambu pada ukuran
partikel <0,5 mm; 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan ukuran partikel 2,8 – 4,75
mm secara berturut.
Pada Tabel 11 dapat dilihat juga bahwa pengaruh ukuran partikel pada jenis
bahan baku berbeda sangat nyata terhadap nilai K-dd dimana biochar limbah kelapa
muda yang memiliki ukuran partikel <0,5 mm memiliki nilai K-dd lebih tinggi 2,76
cmol/kg; 4,01 cmol/kg; dan 10,07 cmol/kg dari ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2
mm dan 2 – 2,8 mm; 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Begitupun biochar bambu
dimana ukuran partikel <0,5 memiliki K-dd lebih tinggi 4,49 cmol/kg; 5,77
cmol/kg; 6,44 cmol/kg dan 8,01 cmol/kg dari ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2
mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm secara berturut.
Dari penjelasan data diatas dapat dilihat bahwa pada biochar limbah kelapa
muda yang memiliki ukuran partikel antara 1 – 2 mm dan 2 – 2,8 mm tidak memiliki
nilai K-dd yang berbeda nyata. Namun pada biochar bambu tetap memperlihatkan
44

perbedaan yang nyata pada setiap jenis ukuran partikel biochar. Dapat disimpulkan
bahwa semakin halus ukuran biochar semakin tinggi nilai K-dd, hal ini diduga
karena ukuran yang halus dari biochar maka semakin besar luas permukaan spesifik
biochar maka dapat meningkatkan muatan negatif sehingga terjadi peningkatan
nilai KTK maka kation-kation basa seperti K-dd juga meningkat.
Pada Tabel 11 memperlihatkan pengaruh bahan baku biochar pada setiap
ukuran partikel berbeda sangat nyata terhadap nilai Ca-dd dimana pada biochar
limbah kelapa muda memiliki nilai Ca-dd lebih tinggi jika dibandingkan dengan
biochar bambu pada semua ukuran partikel yaitu lebih tinggi 19,77 cmol/kg; 13,46
cmol/kg; 5,83 cmol/kg; 3,51 cmol/kg dan 3,64 cmol/kg pada ukuran partikel <0,5
mm; 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan ukuran partikel 2,8 – 4,75 mm secara
berturut. Peningkatan kandungan Ca-dd pada biochar selain akibat pengaruh dari
peningkatan KTK, peningkatan Ca-dd juga dipengaruhi oleh bahan baku dimana
limbah kelapa muda lebih banyak megandung unsur Ca sehingga mampu
membebaskan Ca2+ yang ada pada biochar dan mengisi kompleks pertukaran
sehingga kandungan Ca-dd meningkat. Hal ini diduga karena perbedaan kandungan
Ca pada setiap bahan baku dimana Ca pada limbah kelapa muda lebih tinggi 5,81%
dibanding Ca pada bahan baku bambu seperti data pada Lampiran 6.
Pada Tabel 11 dilihat juga bahwa ukuran partikel biochar mempengaruhi
nilai Ca-dd terhadap kedua jenis bahan baku dimana biochar limbah kelapa muda
yang memiliki ukuran partikel <0,5 mm memiliki nilai Ca-dd lebih tinggi 14,56
cmol/kg; 25,23 cmol/kg; 27,78 cmol/kg dan 31,9 cmol/kg dari ukuran partikel 0,5
– 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Begitupun pada
biochar bambu dimana ukuran partikel <0,5 memiliki Ca-dd lebih tinggi 8,24
cmol/kg; 11,27 cmol/kg; 11,51 cmol/kg; 15,76 cmol/kg dari ukuran partikel 0,5 – 1
mm; 1 – 2 mm 2 – 2,8 mm dan 2,8 – 4,75 mm secara berturut. Dapat disimpulkan
bahwa semakin halus ukuran biochar semakin tinggi nilai Ca-dd, hal ini diduga
karena semakin halus ukuran biochar maka semakin besar luas permukaan spesifik
biochar maka dapat meningkatkan muatan negatif sehingga terjadi peningkatan
nilai KTK maka kation-kation basa seperti Ca-dd juga meningkat.
Pada Tabel 11 memperlihatkan pengaruh bahan baku biochar pada setiap
ukuran partikel berbeda nyata dimana nilai Na-dd pada biochar limbah kelapa muda
45

lebih tinggi jika dibandingkan dengan biochar bambu pada semua ukuran partikel
memperlihatkan nilai Na-dd biochar limbah kelapa muda lebih tinggi dibandingkan
biochar bambu pada setiap ukuran partikel dimana lebih tinggi 4,6 cmol/kg; 7,29
cmol/kg; 7,02 cmol/kg; 7,41 cmol/kg dan 5,87 cmol/kg pada ukuran partikel <0,5
mm; 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 7,41 2 – 2,8 mm dan secara berturut 2,8 – 4,75 mm.
Pada Tabel 11 dilihat juga bahwa ukuran partikel mempengaruhi nilai Na-
dd pada kedua jenis bahan baku dimana biochar limbah kelapa muda yang memiliki
ukuran partikel <0,5 mm memiliki nilai Na-dd lebih tinggi 1,8 cmol/kg; 1,95
cmol/kg; 4,58 cmol/kg dari ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2; 2 – 2,8 mm dan 2,8
– 4,75 mm. Begitupula pada biochar bambu, dimana biochar bambu yang memiliki
ukuran partikel <0,5 memiliki nilai Na-dd lebih tinggi 3,7 cmol/kg; ; 4,3 cmol/kg;
4,7 cmol/kg dan 5,78 cmol/kg dari ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 1 – 2 mm; 2 – 2,8
mm dan 2,8 – 4,75 mm. Dapat disimpulkan bahwa semakin halus ukuran biochar
semakin tinggi nilai Na-dd, hal ini diduga karena semakin halus ukuran biochar
maka semakin besar luas permukaan spesifik biochar maka dapat meningkatkan
muatan negatif sehingga terjadi peningkatan nilai KTK maka kation-kation basa
seperti Na-dd juga meningkat.
Dari data K-dd, Ca-dd, Na-dd tersebut dapat dilihat bahwa kandungan Na
yang paling sedikit diantara yang lainya. Hal ini wajar karena apabila tanah yang
diaplikasikan dengan biochar yang memiliki kandungan Na yang tinggi maka dapat
menyebabkan tanaman sensitif garam. Sesuai dengan pendapat (Foth and Turk
1972) bahwa kandungan Na di dalam tanah biasa diekspresikan dengan sodisitas
sebagai bagian dari kation garam total yang biasa diekspresikan dengan salinitas.
Salinitas dan sodisitas yang terlalu tinggi membawa pengaruh buruk bagi tanaman,
baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamaan. Salinitas yang tinggi
menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena turunnya tekanan osmotik,
sehingga menyulitkan pengambilan unsur hara oleh akar.
46

Table 11. Hasil Basa-Basa pada Biochar

Jenis Biochar
Limbah Kelapa Limbah Kelapa Limbah Kelapa
Ukuran Ayakan (mm) Muda Bambu Muda Bambu Muda Bambu

K-dd Ca-dd Na-dd


……… cmol kg ………

39,35 a 19,59 a 43,03 a 23,26 a 17,44 a 12,78 a


<0.5
A B A B A B
36,59 b 15,16 b 28,48 b 15,01 b 16,36 ab 9,07 b
0.5 - 1.00
A B A B A B
35,34 c 13,82 c 17, 80 c 11,98 c 15,49 bc 8,48 b
1.00 - 2.00
A B A B A B
35,34 d 13,16 d 15,25 d 11,74 d 15,49 bc 8,08 b
2.00 - 2.80
A B A B A B
29,28 e 11,58 e 11,13 e 7,49 e 12,86 d 6,99 c
2.80 - 4.75
A B A B A B
KK = 0,83% KK = 4,34% KK = 1,81%

Angka – angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf besar yang sama dan pada kolom yang sama diikuti oleh huruf kecil yang sama
berbeda tidak nyata menurut Uji Lanjut DNMRT pada taraf 5%.
47

Hasil sidik ragam pada Lampiran 5 memperlihatkan bahwa interaksi bahan


baku biochar dengan ukuran partikel biochar menunjukan pengaruh tidak nyata
terhadap kandungan Mg-dd pada biochar, akan tetapi pengaruh tunggal jenis bahan
baku biochar berbeda nyata pada setiap ukuran partikel biochar. Pada gambar 13(a)
dapat dilihat kandungan Mg-dd biochar limbah kelapa muda pada setiap ukuran
partikel lebih tinggi 2,7 cmol/kg jika dibandingkan dengan nilai Mg-dd pada
biochar bambu yaitu 8,42 cmol/ kg dan 5,71 cmol/kg. Hal ini diduga kandungan
Mg pada bahan baku limbah kelapa muda lebih tinggi 2,5% (pada Lampiran 6) di
bandingkan bahan baku bambu sehingga dapat mempengaruhi nilai Mg-dd yang
diperoleh pada masing-masing biochar.

(A) (B)
10 a
9 a 10
8
Mg-dd (cmol kg)

Mg-dd (cmol/kg)

b
7 8
b c
6 c
5 6 c
4
4
3
2 2
1
0 0
Limbah Kelapa Bambu <0.5 0.5 - 1.00 1.00 - 2.002.00 - 2.802.80 - 4.75
Muda
Jenis Biochar Ukuran Biochar

Gambar 13. Pengaruh (A) jenis biochar dengan (B) ukuran biochar terhadap
nilai Mg-dd.

Pada Gambar 13 (b) memperlihatkan kandungan Mg-dd biochar berbeda


nyata pada setiap ukuran partikel pada kedua jenis bahan baku dimana biochar
ukuran partikel <0,5 mm memiliki kandungan Mg-dd tinggi 2,55 cmol/kg dari
ukuran partikel 0,5 – 1 mm; 3,95 cmol/kg dari ukran partikel 1 – 2 mm; 4,24
cmol/kg dari ukuran partikel 2 – 2,8 mm dan 5,19 cmol/kg dari ukuran partikel 2,8
– 4,75 mm. Berdasarkan ukuran partikel biochar apabila semakin halus maka nilai
Mg-dd semakin tinggi. Hal ini diduga karena ukuran partikel yang halus dari
biochar dapat meningkatkan muatan negatif dan memiliki luas permukaan yang
48

besar sehingga dapat meningkatkan nilai KTK meningkat maka kation-kation basa
seperti Mg-dd juga meningkat. Perbedaan nilai sangat berbeda nyata pada biochar
dapat dilihat pada ukuran partikel kecil dari 0,5 mm dan ukuran partikel antara 0,5
– 1 mm. Sementara itu pada biochar besar dari 1 mm – 4,75 mm memperlihatkan
perbedaan yang tidak nyata terhadap nilai Mg-dd pada partikel biochar.

6. Karakteristik Gugus Fungsional Pada Biochar Limbah Kelapa Muda dan


Bambu dengan FTIR

Pengamatan gugus fungsi menggunakan Fourier Transform Infrared


Spectrophotometer (FTIR) Perkin Elmerk Frouteir dengan pola struktur gugus
fungsi biochar yang dihasilkan pada penelitian ini disajikan dalam bentuk grafik
analisis spektrofotometri inframerah bahwa adsorban yaitu bilangan gelombang
(cm-1), dan transmitan intensitas spektrum (%T) memiliki hubungan berbanding
terbalik semakin besar nilai adsorban maka transmitanya rendah seperti pada
(Gambar 10) dan gugus fungsi yang terbentuk (Tabel 8). Terdapat 6 sampel hasil
analisis FTIR yaitu biochar limbah kelapa muda berukuran partikel < 0,5 mm; 0,5
– 1 mm dan 1 – 2 mm serta biochar bambu berukuran partikel partikel < 0,5 mm;
0,5 – 1 mm dan 1 – 2 mm. Dasar pemilihan ukuran partikel ini dipilih karena sampel
yang di baca oleh alat sangat kecil dan terdapat perbedaan pada setiap masaing-
masing sampel.
Pada Tabel 8. Dimana pada biochar limbah kelapa muda berukuran partikel
<5 mm munculnya ikatan (OH) dari serapan air dan ikatan hydrogen biochar pada
kelompok O-H terjadi pada panjang gelombang 3339 cm-1. Kemudian muncul
ikatan (C=C) pada panjang gelombang 1608 cm-1 dan terjadi potongan fenolik
pada O-H, -C(CH3) yaitu perubahan bentuk C-H pada panjang gelombang 1375 cm-
1
. Selanjutnya munculnya ikatan (C-O) polisakarida di wilayah karbohidrat terjadi
pada panjang gelombang 1062 cm-1, munculnya ikatan (Si-O) dari mineral lempung
yang terkait dengan biochar pada panjang gelombang 1007 cm-1, munculnya ikatan
(M-O-H) O-H pembengkokan pita dari mineral lempung terkait dengan biochar
terjadi pada panjang gelombang 872 cm-1 dan yang terakhir terjadinya
pembungkukan puncak O-H trio-quarto pada panjang gelombang 748 cm-1.
49

Pada biochar limbah kelapa muda berukuran partikel antara 0,5 – 1 mm


terjadi beberapa perubahan dimana ikatan H-O-H mengalami pembengkokan pita
oleh air pada panjang gelombang 1633 cm-1 dan terjadi potongan fenolik O-H,
-C(CH3) perubahan bentuk C-H. pada panjang gelombang 1368 cm-1. Selanjutnya
munculnya ikatan (M-O-H) O-H dimana terjadinya pembengkokan pita dari
mineral lempung terkait dengan biochar pada panjang gelombang 875 cm-1 dan
pembungkukan puncak O – H trio-quarto pada panjang gelombang 749 cm-1.
Sebagai perbandingan terakhir terdapat tiga ikatan pada biochar limbah
kelapa muda berukuran partikel 1 – 2 mm yaitu ikatan H-O-H mengalami
pembengkokan pita oleh air pada panjang gelombang 1634 cm-1. Selanjutnya
munculnya iktan (C-O) polisakarida di wilayah karbohidrat dan ikatan (Si-O) dari
mineral lempung yang terkait dengan biochar pada panjang gelombang 1033 cm-1.

Selain biochar limbah kelapa muda, ada berberapa perbedaan ikatan yang
muncul pada biochar bambu yaitu pada ukuran partikel <5 mm munculnya ikatan
pita aromatik (C = C) dan Ikatan (COO-) anion karboksilat, getaran Amida-II yang
terjadi pada panjang gelombang 1573 cm-1, munculnya ikatan C(=O)(O-)2 atau
karbonat ketika pita asimetris meregang ini terjadi pada panjang gelombang 1404
cm-1, munculnya ikatan (M-O-H) O-H pembengkokan pita dari mineral lempung
terkait dengan biochar pada panjang gelombang 874 cm-1 dan munculnya
pembengkokan puncak pada ikatan O-H duo-quarto pada panjang gelombang 806
cm-1dan trio-quarto pada panjang gelombang 752 cm-1.

Pada biochar bambu berukuran partikel antara 0,5 – 1 mm ikatan yang


muncul sama pada ukuran <0,5 hanya saja terdapat penambahan ikatan pada
panjang gelombang 1036 cm-1 yaitu ikatan (C-O) polisakarida, di wilayah
karbohidrat dan munculnya ikatan (Si-O) dari mineral lempung yang terkait dengan
biochar. Pada ukuran partikel 1 – 2 mm hilangnya ikatan (COO-) anion karboksilat,
getaran Amida-II dan karbonat disaat pita asimetris meregang yang ada pada ukuran
<0,5 dan 0,5 – 1 mm. Dari seluruh ikatan yang muncul dapat diketahui bahwa
semakin besar ukuran partikel maka semakin sedikit ditemukan ikatan yang muncul
dan daya adsorpsi pada biochar menjadi sedikit.
50

A1 A2 A3
Gambar 14. Spektrum FTIR biochar limbah kelapa muda (A1) < 0,5 mm; (A2) 0,5 – 1 mm; (A3) 1 – 2 mm
51

B1 B2 B3
Gambar 15. Spektrum FTIR biochar bambu (B1) <0,5 mm; (B2) 0,5 – 1 mm; (B3) 1 – 2 mm
52

Tabel 12. Pita Serapan Infra Merah dari Gugus Fungsional Biochar
Jenis Bahan Baku
Limbah Kelapa Muda Bambu
Rentang Pita Jenis Ikatan Jenis Ukuran (mm)
(cm-1) (Singh et al., 2017)
A1 A2 A3 B1 B2 B3
<0.5 0.5–1.0 1.0–2.0 <0.5 0.5–1.0 1.0–2.0
3670-3630 ν (OH) dari ikatan non-hidrogen pada kelompok O-H - - - - - -
3600–3200 ν (OH) dari serapan air dan ikatan hydrogen biochar pada kelompok O-H + - - - - -
3080–3020 Aromatik ν (CH) - - - - - -
2990–2950 Alifatik asimetris ν (CH) dari terminal kelompok -CH3 - - - - - -
2950–2920 Alifatik asimetris ν (CH) dari kelompok -CH2 - - - - - -
2890–2870 Alifatik simetris ν (CH) dari terminal kelompok -CH3 - - - - - -
2870–2840 Alifatik simetris ν (CH) dari terminal kelompok -CH3 - - - - - -
1740–1650 ν (C = O) dari asam karboksilat, amida, ester dan keton - - - - - -
1650–1610 H-O-H pembengkokan pita oleh air (ν2 mode) - + + - - -
1610–1580 ν (C = C) + - - + + +
1590–1520 ν (COO–) anion karboksilat, getaran Amida-II - - - + + -
1510–1485 Getaran kerangka aromatik - - - - - -
1480–1440 Perubahan bentuk CH2 (memotong getaran) - - - - - -
1450–1400 Karbonat (ν3 ; asimetris meregang) - - - + + -
1390–1310 potongan fenolik O-H, -C(CH3) C-H deformasi + + - - - -
1280–1200 Asam karboksilat C-OH meregang, deformasi O-H, karboksil, ester / amida - - - - - -
1160-1020 ν (C-O) polisakarida, wilayah karbohidrat + - + - + +
1140–1000 ν (Si-O) dari mineral lempung yang terkait dengan biochar + - + - + +
940 – 820 ν (M-O-H) O-H pembengkokan pita dari mineral lempung terkait dengan biochar + + - + + +
900 – 700 Pembungkukan puncak O-H : 900-850 ‘solo’;850-780’duo’;775-700’trio-quarto’ + + - + + +
800 – 780 quartz ‘doublet’ - - - - - -
53

BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan Rancangan Acak
Lengkap Faktorial 2 x 5 dengan 3 kali ulangan mengenai karakterisasi biochar
limbah kelapa muda dan bambu berdasarkan ukuran partikel sebagai amelioran
tanah menunjukan hasil penelitian bahwa:

1. Karakteristik terbaik pada jenis bahan baku dan ukuran partikel biochar
ditemukan pada biochar limbah kelapa muda ukuran partikel lebih halus
yaitu <0.5 mm dimana parameter zat volatil (57.77%), DHL (11.10 dS m-1),
potensi pengapuran lebih tinggi (7.11 %), C-anorganik (0.376 g Canorg kg-1),
KTK (78.07 cmol/kg), K-dd, Ca-dd dan Na-dd (39.35; 43.03; 17.44 cmol/kg)
masing-masingnya
2. Bahan baku yang terbaik dijadikan biochar adalah limbah kelapa muda
karena memiliki kelembaban, pH dan Mg-dd lebih tinggi 21.47%; 0.82 unit
dan 2.7 cmol/kg dibanding biochar bambu.
3. Ukuran partikel biochar <0.5 hingga 2 mm menunjukan ukuran yang terbaik
dimana Mg-dd lebih tinggi 5.19 cmol/kg
4. Analisis FTIR menunjukan bahwa biochar limbah kelapa muda lebih baik
dibanding biochar bambu pada ukuran partikel <0,5 mm karena ikatan yang
muncul lebih banyak dan absorban lebih besar sehingga dapat meningkatkan
nilai KTK.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian karakterisasi biochar limbah kelapa muda dan
bambu, disarankan untuk menggunakan biochar limbah kelapa muda berukuran
partikel 0,5 – 2 mm sebagai bahan amelioran tanah karena pada ukuran tersebut
memiliki karakteristik kimia yang lebih baik sehingga ketika diaplikasikan ke tanah
memberikan efek yang lebih bagus serta mengurangi pencemaran lingkungan
karena penambahan limbah yang terus meningkat.
54

RINGKASAN

Biochar dapat dibuat dari limbah hasil pertanian yang tidak digunakan lagi
seperti limbah kelapa muda, limbah kulit pinang, tempurung kelapa, tongkol
jagung, sekam padi dan kulit kakao. Limbah yang berasal dari biomassa ini akan
menjadi masalah jika tidak dimanfaatkan dengan baik dan pada akhirnya akan
mnegakibatkan pencemaran lingkungan. Karena setiap tahun limbah kehutanan,
perkebunan, pertanian dan perternakan yang mengandung karbon ratusan juta ton
sering menjadi masalah dalam hal pembuangannya.
Indonesia sebagai negara yang kaya dengan hasil alam dapat memproduksi
kelapa sangat banyak dari hasil produksi itulah pastinya akan ada sisa atau limbah
yang dihasilkannya dalam jumlah yang cukup besar tidak terkecuali pada limbah
kelapa muda yang banyak diminati masyarakat umum. Dinas Lingkungan Hidup
Kota Padang Sumatera Barat tahun 2018 menyatakan bahwa limbah kelapa muda
mencapai 7 ton/hari namun belum bisa dimanfaatkan secara maksimal.
Suatu upaya untuk memacu kesadaran dan guna mendukung kesejahteraan
masyarakat khususnya para petani secara program dan berkelanjutan diharapkan
pemanfaatan limbah kelapa muda yang dijadikan biochar dalam mengurangi
pencemaran lingkungan dan terciptanya amelioran yang bersifat organik dalam
memperbaiki kesuburan tanah dan media tanam serta meningkatkan produksi dari
berbagai jenis tanaman. Selain limbah kelapa muda yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan biochar bambu juga merupakan salah satu biomassa
alternatif pengganti kayu yang sudah banyak digunakan untuk suatu percobaan
penelitian sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pembanding sifat karakteristik
biochar limbah kelapa muda. Jenis bahan baku dan ukuran partikel biochar
merupakan faktor terpenting dalam penelitian ini karena perbedaan bentuk biochar
akan berpengaruh terhadap kemampuanya sebagai pembenah tanah, khususnya
dalam ketersediaan hara, retensi hara, dan retensi air. Biochar diproduksi dengan
tujuan untuk diaplikasikan pada tanah untuk meningkatkan produktivitas tanah,
penyimpanan karbon dalam tanah, penyaringan air tanah yang meresap, strukturnya
yang berpori dan luas permukaan yang besar sehingga dapat meningkatkan
55

pertumbuhan tanaman dengan cara mengurangi factor stress abiotik seperti


meningkatkan kapasitas menahan air.
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan November 2019 sampai November
2020 di Laboratorium kim ia Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Andalas, Padang. Laboratorium Universitas Negeri Padang untuk analisis FTIR dan
Laboratorium Kimia Balai Penelitian Tanah Bogor untuk analisis KTK dan basa -
basa Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan bentuk faktorial 2 x 5 dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah bahan
baku biochar yaitu limbah kelapa muda dan bambu. Faktor kedua adalah ukuran
partikel biochar yaitu <0,5 mm; 0,5-1 mm; 1-2 mm; 2-2,8mm dan 2,8-4,75mm.
Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F, menggunakan analisis ragam dan
jika hasil pengujian berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut DNMRT
pada taraf 5 %.
Bahan baku limbah kelapa muda dan bambu dipotong-potong lalu
dikeringkan selama satu minggu dalam rumah kaca. Biomassa tersebut ditimbang
masing-masing 10 kg untuk dibakar sebanyak 3x ulangan. Pembakaran biomassa
meggunakan suhu sekitar 500-700˚C upaya mengurangi polusi udara dan ketika
seluruh biomassa telah terbakar menjadi biochar maka dilakukan penyiraman
menggunakan air secara perlahan hingga tidak ada asap yang terlihat lalu diamkan
beberapa saat kemudian biochar dikeluarkan dari alat Kon-Tiki lalu dijemur. Hasil
biochar setiap pembakaran ditimbang sebanyak 1kg lalu di masukan ke dalam oven
40 ˚C selama 1x24 jam agar keadaan suhu homogen. Biochar dihaluskan dan diayak
berdasarkan ukuran partikel menggunakan ayakan 0,5 mm; 1 mm; 2 mm; 2,8 mm
dan 4,75 mm lalu dilakukan karakterisasi biochar berdasarkan ukuran partikel dari
beberapa parameter seperti Proksimat (kelembaban, zat volatil, kadar abu dan
karbon tetap), pH, DHL, Potensi pengapuran, KTK, K-dd, C-dd, Mg-dd, Na-dd, C-
anorganik dan FTIR. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Karakteristik terbaik
pada jenis bahan baku dan ukuran partikel biochar ditemukan pada biochar limbah
kelapa muda ukuran partikel lebih halus yaitu <0.5 mm dimana parameter zat volatil
(57.77%), DHL (11.10 dS m-1), potensi pengapuran lebih tinggi (7.11 %), C-
anorganik (0.376 g Canorg kg-1), KTK (78.07 cmol/kg), K-dd, Ca-dd dan Na-dd
(39.35; 43.03; 17.44 cmol/kg) masing-masingnya. (2) Bahan baku yang terbaik
56

dijadikan biochar adalah limbah kelapa muda karena memiliki kelembaban, pH dan
Mg-dd lebih tinggi 21.47%; 0.82 unit dan 2.7 cmol/kg dibanding biochar bambu.
(3) Ukuran partikel biochar <0.5 hingga 2 mm menunjukan ukuran yang terbaik
dimana Mg-dd lebih tinggi 5.19 cmol/kg. (4) Analisis FTIR menunjukan bahwa
biochar limbah kelapa muda lebih baik dibanding biochar bambu pada ukuran
partikel <0,5 mm karena ikatan yang muncul lebih banyak dan absorban lebih besar
sehingga dapat meningkatkan nilai KTK.
57

DAFTAR PUSTAKA

ASTM (2013a) Standard D1762-84: Standard Test Method for Chemical Analysis
of Wood Charcoal. ASTM International, West Conshohocken, PA.

Artz, R.R.E, Chapman, S.J., Robertsso, A.H.J, Potts, J.M., Defarge, F.L, Gogo, S.,
Comont, L., Disnar, J.N. and Francez, A.J. 2008. FTIR spectroscopy can be
used a screening tool for organic matter quality in generating cutover peat
lands. Journal Soil Biology and Biochemistry. 40, 515-527.

Balai Penelitian Tanah. 2015. Petunjuk Teknis Biochar. Badan penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen pertanian bogor. 47 hal

Bambang. 2012. Potential Mechanisms for Achieving Agricultural Benefits from


Biochar Application To Temperate Soils: a review. Plant and Soil. 337, 1–
18.

Bird, M.I., Christopher M.W., Pedro H. de Paula Silva., Adrian M.B and Rocky de
Nys. 2011. Algal biochar – production and properties. Bioresource
Technology. 102,1886–1891

Budai, A, Liang W., Morten G., Line T.St., Michael J. Antal J.r., Samuel A., Alba
D.A., Andres A.C. and Daniel P.R. 2014. Surface Properties and Chemical
Composition of Corncob andMiscanthus Biochars: Effects of Production
Temperature and Method. J. Agric. Food Chem. 62, 3791−3799

Camberato, J.J. 2001. Cation Exchange Capacity – Everything you want to know
and much more. Clemson University, Crop and Soil environmental Science

Cantrell K.B., Hunt P.G., Uchimiya M., Novak J.M., Ro K.S. 2012. Impact of
Pyrolysis Temperature and Manure Source on Physicochemical
Characteristics of Biochar. Bioresour Technol. 107, 419–428

Cornell University. 2010. Biochar soil management. Soil Fertility Management and
Soil Biogeochemistry. Department of Crop and Soil Sciences, Cornel
University.

Dariah, A., Nurida N.L. and Sutono. 2013. The Effect of Biochar on Soil Quality
and Maize Production in Upland in Dry Climate Region. In Proceeding
11thinternational Conference the East and Southeast Asia federation of Soil
Science Societies. Bogor, Indonesia

Direktorat Jederal Perkebunan. 2017. Statistik Perkebunan Indonesia 2015 – 2017


Kelapa. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian
Pertanian. Jakarta. 85 hal.
58

Enders, A., Hanley K., Whitman T., Joseph S., Lehmann J. 2012. Karakterisasi
Biochar untuk Menikmati Recalcitrance dan Kinerja Agronomi. Bioresour
Technol. 114, 644–653.

Endriani, Sunarti dan Ajidirman. 2013. Pemanfaatan Biochar Cangkang Kelapa


Sawit Sebagai Soil Amandement Ultisol. Sungai Bahar Jambi. J. Penelitian
Univeritas Jambi Seri Sains. Vol 5 (1).

Erickson, C. 2003. Historical ecology and future explorations. In: J. Lehmann, D.C.
Kern, B. Glaser, and W.I. Woods (eds.), Amazonian Dark Earths: origin,
properties, management. Dordrecht, Kluwer Academic Publishers Pages:
455-500.

Foth, H.D. and Turk, 1972. Fundamentals of Soil Science, fifth edition. Toppan
Printing Co. (S) Pte. Ltd. Singapore. 454 .

Fuertes, A.B., Camps Arbestain M., Sevilla M., Macia-Agullo J.A., Fiol S., Lo´pez
R., Smernik R.J., Aitkenhead W.P., Arce F. and Macias F. 2010. Chemical
and Structural Properties of Carbonaceous Products Obtained by Pyrolysis
and Hydrothermal Carbonisation of Corn Stover. Aust J Soil Res. 48, 618–
626.

Gani, A. 2009. Biochar Peneyelamat Lingkungan. Balai Besar Penelitian Tanaman


Padi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 31 (6): 15-16.

Gani, A. 2010. Multi guna Arang Hayati Biochar. Sinar Tani Edisi 13-19 Oktober
2010.

Glaser, B., Haumaier L., Guggenberger G., Zech W. 2001. The ‘Terra Preta’
Phenomenon: a model for sustainable agriculture in the humid tropics.
Naturwissenschaften. 88(1), 37–41.

Glaser, B., Lehmann J. and Zech W. 2002. Ameliorating Physical and Chemical
Properties of Highly Weathered Soiks in The Tropics with Charcoal – A
review. Biology and fertility of soils. 35, 219–230.

Haefele, S.M., Konboon Y.,Wongboon W., Amarante S., Maarifat A.A., Pfeiffer
E.M., and Knoblauch C. 2011. Effects and Fate of Biochar from Rice
Residues in Ricebased Systems. Field Crop. Res. 123 (3), 430-440.

Hernandez-Mena, L., Pecora A., Beraldo A., 2014. Pirolisis Lambat Biomassa
Bambu: Analisis Sifat Biochar. Teknik Kimia Transaksi. 37, 115-120.

Herviyanti, Maulana A, Prima S, Aprisal A, Crisna S.D, and Lita A.L. 2019. Effect
of Biochar from Young Coconut Waste to Improve Chemical Properties of
Ultisols And Growth Coffee [Coffea Arabica L.] Plant Seeds. IOP Conf.
Series: Earth and Environmental Science. 497.
59

Ippolito, J. A., Laird D. A. dan Busscher W. J. 2012.Environmental Benefits of


Biochar. J. Environ. Qual. 41, 967 –972.

Iskandar, T. dan Umi R. 2017. Karakteristik Biochar Berdasarkan Jenis Biomassa


dan Parameterproses Pyrolisis. Jurnal Teknik Kimia. Vol 12, No1.

Joseph, S., Peacocke C., Lehmann J. and Monroe P. 2009. Developing A Biochar
Classifi Cation and Test Methods. In Biochar for Environmental
Management: Science and Technology. 1st edn. (Eds J Lehmann, S Joseph)
Earthscan, London. 107–126.

Komarayati, S., Gusmailina, dan Pari G. 2012. Arang dan Cuka Kayu: Produk
Hasil Hutan Bukan Kayu untuk Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman dan
Serapan Hara. Penelitian Hasil Hutan. 31 (1), 49-62.

Kondo Yan dan Arsyad Muhammad. 2018. Analisis Kandungan Lignin, Sellulosa
dan Hemisellulosa Serat Sabut Kelapa Akibat Perlakuan Alkali. Vol 5 (2),
94-97

Kumar, U., Maroufi S., Rajarao R., Mayyas M., Mansuri I., Joshi R. K. 2010.
Cleaner Production of Iron by Using Waste Macadamia Biomass as a
Carbon Resource. J. Clean. Prod. 158, 218–224.

Kuppusamy, S., Thavamani, P. and Megharaj, M .2016. Agronomic and Remedial


Benefits and Risks of Applying Biochar to Soil. Current knowledge and
future research directions Environment International. 87, 1-12.

Lee, Y., Park J., Ryu C., Gang K.S., Yang W., Park Y.K., Jung J., Hyun S. 2013.
Comparison of Biochar Properties from Biomass Residues Produced by
Slow Pyrolysis at 500°C. Bioresource Technology 148, 196–201.

Lehmann, J., Silva J.P.D., Steiner C., Nehls T., Zech W., Glaser B. 2003. Nutrient
Availability and Leaching in an Archaeological Anthrosol and a Ferralsol
of the Central Amazon Basin: fertilizer, manure and charcoal amendments.
Plant and Soil. 249, 343–357.

Lehmann J and Joseph, S. 2009. Biochar for Environmental Management: An


Introduction. Science and Technology (Johannes Lehmann and Stephen
Joseph Eds.). First published by Earthscan in the UK and USA in 2009.
Pages: 12 .

Lehmann, J., J.P. da Silva Junior, Steiner C., Nehls T., Zech W and Glaser B.
2011. Nutrient Availabilibility and Leaching in an Archaeological
Anthrosol and a Ferralsol of the Central Amazon Basin: Fertilizer, manure
and charcoal amendments. Plant and Soil. 249, 343-357.
60

Lu, H., Zhang Y.Y, Huang X., Wang S., Qiu R., 2012. Relative Distribution of Pb2+
Sorption Mechanismsby Sludge-Derived Biochar. WatRes 46,854–862

Neves, E.G., James B.P., Robert N.B. and Carlos A.D.S, 2003. Historical and
Socio-Cultural Origins of Amazonian Dark Earths. J. Lehmann, et al. (eds.),
Amazonian Dark Earths: Origin, Properties, Management, 29-50.

Nurida, N.L., Dariah A. dan Rachman A. 2009. Kualitas Limbah Pertanian Sebagai
Bahan Baku Pembenah Berupa Biochar untuk Rehabilitasi Lahan.
Prosiding Seminar Nasional dan dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Hal
209-215.

Nurida, N.L.,dan Rachman A.. 2012. Alternatif Pemulihan Lahan Kering Masam
Terdegradasi dengan Formula Pembenah Tanah Biochar di Typic
Kanhapludults Lampung. Prosiding Teknologi Pemupukan dan Pemulihan
Lahan terdegradasi. Hal 639-648

Nurida, N.L., Dariah A. dan Rachman A. 2013. Peningkatan Kualitas Tanah


Dengan Pembenah Tanah Biochar Limbah Pertanian. Jurnal tanah dan
Iklim 37(2); 69-78.

Madison, W.I., Sherrod L.A., Dunn G., Peterson G.A. and Kolberg R.L. 2002. Soil
Science Society of America, Inorganic carbon analysis by modified
pressure-calcimeter method. J Soil Sci Soc Am . 66,299–305.

Maftu’ah, E. dan Nursyamsi D. 2015. Potensi Berbagai Bahan Organik Rawa


Sebagai Sumber Biochar. Seminar Nasional Masyarakat Biodiv Indonesia.
(4), 776-781.

Mukherjee, A, Zimmerman AR, Harris W. 2011. Surface Chemistry Variations


Among a Series of Laboratory Produced Biochars. Geoderma.163, 247–
255.

Mukherjee, A. and Lal R. 2014. The Biochar Dilemma. Soil Research. 52, 217–230

Nigussie, A., Kissi E., Misganaw M. and Ambaw G. 2012. Effect of Biochar
Application on Soilproperties and Nutrient Uptake of Lettuces (Lactuca
Sativa) Grown in Chromium Pollutedsoils. American-Eurasian Journal of
AgriculturL& Environmental Science. 12(3) pages: 369-376.

Ogawa, M. 2006. Carbon Sequestration by Carbonization of Biomass and


Ferestation: Three Case Studies. 133-146.

Okuno, T., Sonoyama N., Hayashi JI., Li CZ., Sathe C., Chiba T. 2005. Primary
Release of Alkali and Alkaline Earth Metallic Species During the Pyrolysis
of Pulverized Biomass. Energy and Fuels. 19, 2164–2171.
61

Pansu, M., Gautheyrou J. 2006. Handbook of Soil Analysis: Mineralogical,


Organic and Inorganic Methods. SpringerVerlag. Berlin.19, 993.

Park, B.B., Yani R.D., Sahm J.M., Lee D.K and Abrahamson L.P. 2004. Wood Ash
Effect on Plant and Soil in a Willow Bioenergy Plantation. Water, Air and
Soil Pollution. 159, 209-224.

Rajkovich, S., Enders A., Hanley K., Hyland C., Zimmerman A.R., Lehmann J.
2012. Corn Growth and Nitrogen Nutrition After Additions of Biochars
With Varying Properties to a Temperate Soil. Biology and Fertility of Soils.
48, 271–284.

Rehrah, D., Reddy M.R., Novak J.M., Bansode R.R., Schimmel K.A., Yu J., Watts
D.W. and Ahmedna M. 2014. Production and Characterization of Biochars
From Agricultural Byproducts for Use in Soil Quality Enhancement.
Journal of Analytical and Applied Pyrolysis. 108,301

Riley, J.T. 2007. Routine Coal and Coke Analysis: Collection, Iinterpretation, and
Use of Analytical Data. ASTM International, West Conshohocken, PA

Santi, L. P dan Goenadi D.H. 2012. Pemanfataan Biochar Asal Cangkang Kelapa
Sawit sebagai Bahan Pembawa Mikroba Pemantap Agregat. Buana Sains
12, 7-14.

Satriawan B. D and Handayanto E. 2015. Effects of Biochar and Crop Residues


Application on Chemical Properties of a Degraded Soil of South Malang,
and P Uptake by Maize. Journal of Degraded. 2, 271-280.

Schmidt, H.P and Taylor P. 2014. Kon-Tiki Flame Curtain Pyrolysis For The
Democratization Of Biochar Production. Ithaka Institute Australia Arbaz,
Switzerland. Journal Biochar. 14 -24.

Schnell, R. W., Vietor D. M., Provin T. L., Munster C. L., dan Capareda S. 2011.
Capacity of Biochar Application to Maintain Energy Crop Productivity: Soil
Chemistry, Sorghum Growth, and Runoff Water Quality Effects. Jurnal of
Enviromental Quality. 41(4), 44-51.

Scroder, Eliabeth. 2006. Experiment on the Generation of Activated Carbon From


Biomass. Institute for Nuclear and energy Technologies Forschungs
Karlsruhe. hal 106-111, Germany.

Singh, B., Singh B.P. and Cowie A.L. 2010. Characterisation and Evaluation of
Biochar for Their Application as a Soil Amandemen. Australian journal of
soil research. 48, 516-525.

Singh, B., Camps-Arbestain M., and Lehmann J. 2017. Biochar a Guide to


Analytical Methods. Massey University. Australia 310 pages.
62

Siruru, H., Syafii W., Wistara N.J. and Pari G. 2018. Pengaruh Durasi Steam
Terhadap Kualitas Arang Aktif Limbah Sagu. UNPATTI. Ambon. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis.16, 2.

Sismiyanti, Hermansah dan Yulnafatmawita. 2018. Klasifikasi Beberapa Sumber


Bahan Organik dan Optimalisasi Pemanfaatannya Sebagai Biochar.
Universitas Andalas. Padang. Vol : 8-16 .

Situmeang, Y.P. dan Sudewa, K.A. 2013. Respon Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Jagung pada Aplikasi Biochar Limbah Bambu. Prosiding Seminar
Nasional. Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa. Denpasar hal: 144-
147.

Smider, B. and Singh B. 2014. Agronomic Performance of a High Ash Biochar in


Two Contrasting Soils. Agriculture, Ecosystems and Environment. 191, 99-
107.

Soegiman. 1982. Ilmu Tanah. Terj. Buckman, H. O., dan Brady, N.C. The Nature
Properties of Soil. Bhratara karya aksara Jakarta. 788 hal

Soliman, Z. M and H. M. Anawar. 2015. Aplication of Biochars for Soil


Constraints: Challenges and Solution. Pedos. 25, 631-638.

Sombroek, W.G., M.L. Ruivo, P.M. Fearnside, B. Glaser, and J. Lehmann. 2003.
Amazonian Dark Earths as Carbon Stores and Sinks. In : J. Lehmann, D.C.
Kern, B. Glaser and W.I. Woods (eds.), Amazonian dark earths: origin,
properties, management. Dordrecht, Kluwer Academic Publishers. 125-139.

Spokas K.A., Cantrell K.B., Novak J.M., Archer D.W., Ippolito J.A., Collins H.P.,
Boateng A.A., Lima I.M., Lamb M.C., McAloon A.J., Lentz R.D., Nichols
K.A. 2012. Biochar: a synthesis of its agronomic impact beyond carbon
sequestration. J Environ Qual. 41, 973–989.

Sulaiman, W., Harsh J.B., Abu-Lail N.I., Fortuna A.M., Dallmeyer, I. and Garcia-
Perez, M. 2016. Influence of Feedstock Source and Pyrolysis Temperature
on Biochar Bulk and Surface Properties. Biomass Bioenergy. 84,37–48.

Sumner, M.E. and Miller W.P. 1996 Cation Exchange Capacity and Exchange
Coeffi Cients. In Methods of Soil Analysis. Part 3. Chemical Methods.
SSSA Book Series No. 5. (Ed. DL Sparks) pp. 1201–1229. Soil Science
Society of America, Madison, WI.

Thies, J.E. and Rillig M.C. 2009. Characteristics of Biochar: biological properties
(Ch. 6). In: Lehmann J, Joseph S (eds) Biochar for Environmental
Management. Earthscan, Gateshead, 85–105.
63

Tomczyk, A., Sokołowska Z. and Boguta P. 2020. Biochar Physicochemical


Properties: pyrolysis temperature and feedstock kind effects Institute of
Agrophysics. Polish Academy of Sciences. Dos´wiadczalna Lublin, Poland.
19, 191–215.

Shen, J., Xiao S.W., Manuel G.P., Daniel M.,Martin J. and Chun-Z.L, 2009. Effects
of Particle Size on the Fast Pyrolysis of Oil Mallee Woody Biomass. J. Shen
et al./Fuel 88, 1810–1817

Sukartono, W.H., Utomo Z., Kusuma Z. and Nugroho W.H. 2011. Soil Fertility
Status, Nutrient Uptake, and Maize (Zea Mays L.) Yield Following Biochar
and Cattel Manure Application on Sandy Soils of Lombok, Indonesia.
Journal of Tropical Agriculture. 49 (1-2), 47-52.

Ueno, M., Kawamitsu Y., Komiya Y., and Liya S. 2008 In Proceedings of the XXVI
Congress of the International Society of Sugar Cane Technologists. ICC,
Durban, 29 July–2 August 2007. pp. 1194–1201. International Society of
Sugar Cane Technologists, Quatre-Bornes, Mauritius.

Vassilev, S.V., Baxter D., Andersen L.K., Vassileva C.G. 2010 An overview of the
Chemical Composition of Biomass. Fuel 89(5), 913–933.

Vassilev, S.V., Baxter D., Andersen L.K. and Vassileva, C.G. 2013. An Overview
of the Composition and Application of Biomass Ash. Part 2. Potential
utilisation, technological and ecological advantages and challenges. 105
pages: 19-39

Wang, T., Camps-Arbestain M., Hedley M., Singh B.P., Calvelo Pereira R., Wang
C. 2014. Determination of C- Carbonate in Biochars. Soil Research. 52,495–
504

Widowati, Asnah dan Sutoyo. 2012. Pengaruh Penggunaan Biochar dan Pupuk
Kalium Terhadap Pencucian dan Serapan Kalium pada Tanaman Jagung.
Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Kelaman: Buana Sains. Tribhuana Press. Vol
12:No. 1. Hal: 83-90

Xie, T., Reddy K.R., Wang C., Yargicoglu E. and Spokas K. 2015. Characteristics
and Applications of Biochar for Environmental Remediation: a review.
Critical Reviews in Environmental Science and Technology. 45, 939-969.

Yang, H., Yan R., Chen H., Lee D. H. and Zheng, C. 2007. Characteristics of
Hemicellulose, Cellulose and Lignin Pyrolysis. Fuel. 86(12–13), 1781–
1788.

Yuan, J.H., Xu R.K. and Zhang H. 2011. The Forms of Alkalis in the Biochar
Produced from Crop Residues at Diff Erent Temperatures. Bioresource
Technology. 12, 3488-3497.
64

Yuwono, M. 2008. Dekomposisi dan Mineralisasi beberapa Macam Bahan


Organik. Agronomi 12 (1) pages: 1-8

Zhao, L., Xinde C., Ondrej M., and Andrew Zimmerman. 2013. Heterogeneity of
Biochar Properties as a Function of Feedstock Sources and Production
Temperatures. Journal of Hazardous Materials. 1-28.

Zhu, Q., Peng X., Huang T., Xie Z. and Holden N.M. 2014. Effect of Biochar
Addition on Maize Growth and Nitrogen Use Efficiency In Acid Red Soil.
Pedospere 24 (6), 699-708.
65

Lampiran 1. Jadwal Kegiatan Penelitian

2019 – 2020
No Kegiatan November Desember Januari – Juni Juli Agustus – November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan bahan baku biochar limbah
1
kelapa muda dan bambu
Pembuatan biochar limbah kelapa muda
2
dan bambu
Persiapan sampel (pemisahan ukuran
3
partikel biochar)

Analisis karakteristik biochar


(Proksimat, pH, DHL, Potensi pengapuran,
4
C-anorganik, KTK dan basa-basa, FTIR)

5 Pengolahan data

6 Penulisan skripsi
66

Lampiran 2. Alat yang digunakan Selama Penelitian

No Nama Alat Jumlah


1 Ayakan 0,5mm, 1,00mm, 2,00mm, 2,80mm 4,75mm, 1 buah
2 Penjepit Cawan 1 buah
3 Gelas Ukur 5 ml, 10 ml, 50 ml dan 100 ml 1 buah
4 Titrator 1 buah
5 Pipet Tetes 1 buah
6 Pipet Takar 1 buah
7 Labu Ukur 100 ml 1 buah
8 Labu Ukur 250 ml 1 buah
9 Labu Ukur 250 ml 1 buah
10 Stoples Kaca 5 buah
11 Erlenmeyer 100 ml 30 buah
12 Botol kocok 30 buah
13 Cawan Porselen beserta tutup 30 buah
14 Tabung Polypropylen 30 buah
15 EC meter 1 unit
16 pH meter 1 unit
17 Seperangkat Leaching Jarum Suntik 1 unit
18 Spectrophotometer (FTIR) Perkin Elmerk Frouteir 1 unit
19 Mesin Pengocok 1 unit
20 Autoanalyzer 1 unit
21 Mesin Grinder 1 unit
22 Timbangan Analitik 1 unit
23 Furnace 1 unit
24 AAS
67

Lampiran 3. Bahan kimia dan non-kimia yang digunakan di Laboratorium

No Nama Bahan Jumlah


1 Aquadest 50.000 ml
2 Etanol % 1.000 ml
3 DIW 8L
4 Asam klorida 250 g
5 Amonium Asetat pH 7 (NH4OaC) 450 g
6 Natrium Hidroksida (NaOH) 250 g
7 Kalium Klorida (KCL) 60 g
8 Bubuk CaCO3 74,28 g
9 Asam sulfat pekat (H2SO4) 500 ml
10 Buffer pH 4 2 ampul
11 Buffer pH 7 2 ampul
12 Plastik 1 buah
13 Kertas label 20 buah
14 Karung 20 buah
15 Botol / tabung film 20 buah
16 Masker 1 kotak
17 Kotak Sampel 30 kotak
68

Lampiran 4. Analisis sidik ragam

1. Kelembaban
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 3859,20 428,80 161,30 ** 2,39 3,46
A 1 3456,13 3456,13 1300,11 ** 4,35 8,10
B 4 399,62 99,90 37,58 ** 2,87 4,43
AxB 4 3,45 0,86 0,32 tn 2,87 4,43
Galat 20 53,17 2,66
Total 29 3912,37 KK = 5,81%

2. Zat Volatil
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 5730,24 636,69 216,40 ** 2,39 3,46
A 1 5519,56 5519,56 1876,00 ** 4,35 8,10
B 4 158,93 39,73 13,50 ** 2,87 4,43
AxB 4 51,75 12,94 4,40 * 2,87 4,43
Galat 20 58,84 2,94
Total 29 5789,09 KK= 3,49%

3. Kadar Abu
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 617.86 68.65 17.39 ** 2.39 3.46
A 1 322,75 322,75 81,75 ** 4,35 8,10
B 4 288,63 72,16 18,28 ** 2,87 4,43
AxB 4 6,47 1,62 0,41 tn 2,87 4,43
Galat 20 78,96 3,95
Total 29 696,81 KK = 12,25%

4. Karbon Tetap
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 4108.99 456.55 74.46 ** 2.39 3.46
A 1 3172.20 3172.20 517.38 ** 4.35 8.10
B 4 859.88 214.97 35.06 ** 2.87 4.43
AxB 4 76.91 19.23 3.14 * 2.87 4.43
Galat 20 122.63 6.13
Total 29 4231.62 KK = 7.52%
69

5. pH
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 0,07 0,01 11,90 ** 2,39 3,46
A 1 0,07 0,07 107,14 ** 4,35 8,10
-29 -30
B 4 1,55 x 10 3,89 x 10 0,00 tn 2,87 4,43
-34 -34
AxB 4 4,55 x 10 1,13 x 10 0,00 tn 2,87 4,43
Galat 20 0,014 7 x 10-4
Total 29 0,09 KK = 0,26%

6. EC
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 515.01 57.22 429.77 ** 2.39 3.46
A 1 505.61 505.61 3797.41 ** 4.35 8.10
B 4 7.65 1.91 14.37 ** 2.87 4.43
AxB 4 1.74 0.43 3.27 * 2.87 4.43
Galat 20 2.66 0.13
Total 29 517.67 KK = 6.18%

7. Potensi pengapuran
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 17.51 1.95 111.17 ** 2.39 3.46
A 1 1.89 1.89 108.00 ** 4.35 8.10
B 4 14.11 3.53 201.59 ** 2.87 4.43
AxB 4 1.51 0.38 21.54 ** 2.87 4.43
Galat 20 0.35 0.02
Total 29 17.86 KK= 2.52%

8. C-anorganik
Sumber F-tabel
Db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 0.09 0.01 820.10 ** 2.39 3.46
A 1 0.07 0.07 6200.10 ** 4.35 8.10
B 4 0.01 0.003 273.60 ** 2.87 4.43
AxB 4 0.001 0.00027 21.60 ** 2.87 4.43
Galat 20 0.00053 0.00003
Total 29 0.09 KK= 1.16%
70

9. KTK
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 540533,09 60059,23 188,31 ** 2,39 3,46
A 1 5386,80 5386,80 16,89 ** 4,35 8,10
B 4 464255,60 116064 363,92 ** 2,87 4,43
AxB 4 70890,69 17723 55,57 ** 2,87 4,43
Galat 20 6378,60 318,93
Total 29 546911,69 KK= 4,02%

10. K-dd
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 343125.29 38125 8984.48 ** 2.39 3.46
A 1 315753.55 315754 74410.0 ** 4.35 8.10
B 4 25403.44 6350.86 1496.63 ** 2.87 4.43
AxB 4 1968.29 492.07 115.96 ** 2.87 4.43
Galat 20 84.87 4.24
Total 29 343210.15 KK= 0.83%

11. Ca-dd
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 303290.16 33698.9 521.79 ** 2.39 3.46
A 1 64076.01 64076.0 992.14 ** 4.35 8.10
B 4 208344.35 52086.1 806.49 ** 2.87 4.43
AxB 4 30869.80 7717.45 119.50 ** 2.87 4.43
Galat 20 1291.67 64.58
Total 29 304581.83 KK= 4.34%

12. Na-dd
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 402005.29 44667.25 5400.89 ** 2.39 3.46
A 1 500.72 500.72 60.54 ** 4.35 8.10
B 4 230122.38 57530.6 6956.25 ** 2.87 4.43
AxB 4 171382.19 42845.5 5180.62 ** 2.87 4.43
Galat 20 165.41 8.27
Total 29 402170.70 KK= 1.81%
71

13. Mg-dd
Sumber F-tabel
db JK KT F-hitung
Keragaman 5% 1%
Perlakuan 9 16184.65 1798.29 14.80 ** 2.39 3.46
A 1 5506.15 5506.15 45.31 ** 4.35 8.10
B 4 9774.49 2443.62 20.11 ** 2.87 4.43
AxB 4 904.01 226.00 1.86 tn 2.87 4.43
Galat 20 2430.55 121.53
Total 29 18615.20 KK = 15.60%

Keterangan :
A : Jenis Bahan Baku Biochar
B : Ukuran Ayakan
A x B : Interaksi dari bahan baku biochar dengan ukuran partikel biochar
* : Berbeda nyata
** : Berbeda sangat nyata
tn : Berbeda tidak nyata
72

Lampiran 5. Dokumentasi analisis FTIR


73

Lampiran 6. Data Hasil XRF Bahan Baku Biochar

a. Data Hasil XRF Limbah Kelapa Muda

Limbah kelapa muda


Unsur Geologi
Senyawa Nilai Unit Senyawa Nilai Unit
Mg 3,876 % MgO 5,413 %
Si 2,705 % SiO 4,655 %
P 7,177 % P2O5 12,861 %
S 6,328 % SO3 11,905 %
Cl 5,832 % Cl 4,2 %
K 41,438 % K2O 33,595 %
Ca 25,074 % CaO 21,663 %
Ti 0,349 % Ti 0,208 %
Cr 0,051 % Cr 0,031 %
Mn 0,135 % Mn 0,08 %
Fe 4,069 % Fe2O3 3,441 %
Cu 0,074 % Cu 0,043 %
Zn 0,184 % Zn 0,107 %
Se 0,001 % Se 0 %
Rb 0,195 % Rb 0,114 %
Pd 0,205 % Pd 0,136 %
Ag 2,196 % Ag 1,487 %
Sn 0,052 % Sn 0,024 %
Ba 0,044 % Ba 0,027 %
Eu 0,006 % Eu 0,004 %
Hg 0,003 % Hg 0,002 %
Pb 0,007 % Pb 0,004 %
(Herviyanti, 2020)
74

b. Data Hasil XRF Bambu

Bambu
Unsur Geologi
Senyawa Nilai Unit Senyawa Nilai Unit
Na 0 % Na2O 0 %
Mg 1,335 % MgO 1,867 %
Si 13,29 % SiO2 22,469 %
P 8,966 % P2O5 15,411 %
S 0 % SO3 0 %
Cl 1,714 % Cl 1,211 %
K 49,428 % K2O 39,066 %
Ca 19,264 % CaO 15,86 %
Ti 0,229 % Ti 0,13 %
Cr 0,05 % Cr 0,028 %
Mn 0,372 % Mn 0,211 %
Fe 1,529 % Fe2O3 1,242 %
Co 0,003 % Co 0,002 %
Cu 0,073 % Cu 0,041 %
Zn 0,192 % Zn 0,108 %
Se 0 % Se 0 %
Rb 0,119 % Rb 0,067 %
Pd 0,41 % Pd 0,283 %
Ag 2,941 % Ag 1,954 %
Cd 0 % Cd 0 %
Ba 0,069 % Ba 0,041 %
Eu 0 % Eu 0 %
Re 0,004 % Re 0,002 %
Pt 0,001 % Pt 0,001 %
Hg 0,004 % Hg 0,002 %
Pb 0,006 % Pb 0,004 %
(Herviyanti, 2020)
75

Anda mungkin juga menyukai