Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN

PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

3.1 PENDEKATAN PEKERJAAN


3.1.1 Pendekatan Mix Scanning Planning
Pada dasarnya Kajian Kelayakan Kawasan Industri Di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten
Kutai Kartanegara ini merupakan lokasi pemusatan kegiatan industri kecil dan industri
menengah yang menghasilkan produk sejenis, menggunakan bahan baku sejenis dan atau
mengerjakan proses produksi yang sama, dilengkapi sarana dan prasarana penunjang.
Dengan demikian pendekatan pengembangan merupakan integrasi dan konektivitas
semua sumberdaya pada Kawasan Industri yang bersangkutan, yang dilengkapi dengan
dukungan sarana dan prasarana serta sistem pengelolaan yang berkelanjutan ke dalam
suatu sistem perwilayahan berbasis kegiatan industri.
Pendekatan Mixed Scanning Planning Approach (MSPA) adalah sistem perencanaan
kewilayahan yang mempertimbangkan bahwa wilayah makro tetap menjadi bagian dari
sistem wilayah yang lebih mikro, walaupun tidak secara menyeluruh, dan sebaliknya.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-1
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Pendekatan ini dapat memberikan pemahaman keruangan secara lebih lengkap, karena
mempertimbangkan keseluruhan sistem yang mempengaruhi, baik sistem eksternal
maupun internal.
Secara teori, pendekatan MSPA merupakan kombinasi antara pendekatan rasional
menyeluruh dengan pendekatan terpilah (incremental), yaitu menyederhanakan pende-
katan menyeluruh dalam lingkup wawasan secara sekilas dan memperdalam tinjauan atas
unsur yang strategis terhadap permasalahan menyeluruh. Ciri utama pendekatan
perencanaan ini adalah:
 Perencanaan mengacu pada garis kebijakan umum yang ditentukan pada tingkat tinggi
(atas);
 Perencanaan dilatarbelakangi oleh suatu wawasan menyeluruh serta memfokuskan
pendalaman penelaahan pada unsur-unsur yang diutamakan;
 Dinilai sebagai penghematan waktu dan dalam dalam lingkup penelaahan, analisis, serta
proses teknis penyusunan rencana karena terdapat penyederhanaan dalam penelaahan
dan analisis makro.
 Untuk menunjang dan analisis sekilas, maka proses pemantauan, pengumpulan
pendapat, komunikasi, dan konsultasi dengan masyarakat yang berkepentingan dan
pemerintah dilakukan secara menerus mulai dari perumusan sasaran dan tujuan
rencana pembangunan.
Dengan pendekatan Mixed Scanning Planning Approach, maka secara lebih substantif,
pendekatan dalam pekerjaan ini dapat dibagi atas:
 Pendekatan eksternal, yang berarti bahwa dalam penataan ruang dipertimbangkan
faktor-faktor determinan yang dianggap mempengaruhi dalam penentuan arah
pengembangan, seperti kebijakan-kebijakan yang mengikat atau harus diacu, kondisi
dinamika global, dan lain-lain. Dari pendekatan ini nantinya akan teridentifikasi
gambaran tentang peluang yang tercipta dan tantangan yang harus dijawab dalam
penataan ruang suatu wilayah atau daerah.
 Pendekatan internal, yang berarti bahwa dalam penataan ruang dipertimbangkan
faktor-faktor lingkungan strategis yang berpengaruh, seperti kondisi fisik dan
lingkungan, kependudukan, perekonomian, kelembagaan, dll. Pendekatan ini terkait
dengan potensi yang dimiliki dan permasalahan yang akan dihadapi dalam penataan
ruang suatu wilayah.
3.1.2 Pendekatan Sustainability Development
Pendekatan sustainability development saat ini umum digunakan dalam hal-hal yang
terkait dengan kebijakan lingkungan atau etika bisnis, terutama sejak dipublikasikannya
istilah ini dalam dokumen Bruntland Report oleh World Commission on Environt-ment and
Development (WCED), tahun 1987. Dalam dokumen tersebut, sustainability development
diartikan sebagai: ”development that meets the needs of the present without compromising

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-2
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

the ability of future generations to meet their own needs. In a way that "promote[s]
harmony among human beings and between humanity and nature". Dalam ekonomi,
pengembangan seperti ini mempertahankan atau meningkatkan modal saat ini untuk
menghasilkan pendapatan dan kualitas hidup yang lebih baik. Modal yang dimaksud disini
tidak hanya berupa modal fisik yang bersifat privat, namun juga dapat berupa infrastruktur
publik, sumberdaya alam (SDA), dan sumberdaya manusia (SDM).
Di Indonesia, pembangunan berkelanjutan ini muncul dari pemikiran untuk menanggapi
tantangan global di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan, melalui pengembangan ketiga
komponen tersebut secara sinergi. Konsep ini memperhatikan kualitas pertumbuhan,
bukan hanya kuantitasnya saja. Dengan demikian, secara singkat pembangunan
berkelanjutan ini dapat diartikan sebagai upaya menumbuhkan perekonomian dan
pembangunan sosial tanpa mengganggu kelangsungan lingkungan hidup yang sangat
penting artinya bagi generasi saat ini dan masa mendatang. Oleh karena itu, pembangunan
keberlanjutan menempatkan 3 pilar utama yang satu sama lainnya saling terkait dan
mendukung, yaitu: 1) pertumbuhan ekonomi, 2) pemerataan sosial, dan 3) pelestarian
lingkungan hidup.

Gambar 3.1 Tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan

Dengan didasari oleh pendekatan eksternal, internal, dan sustainability, maka diharapkan
penataan ruang yang akan dilakukan merupakan:
1. Penataan ruang yang berdaya guna dan berhasil guna, artinya penataan ruang yang
mewujudkan kualitas ruang yang sesuai dengan potensi dan fungsi ruang.
2. Penataan ruang yang terpadu, artinya penataan ruang yang dianalisis dan dirumuskan
menjadi satu kesatuan dari berbagai kegiatan pemanfaatan ruang yang dilaksanakan
oleh Pemerintah maupun masyarakat.
3. Penataan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang, artinya penataan ruang yang dapat
menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan struktur dan pola
ruang bagi persebaran penduduk antar wilayah, pertumbuhan dan per-kembangan
antarsektor, antardaerah, dan antara sektor dengan daerah.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-3
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

4. Penataan ruang yang berkelanjutan, artinya penataan ruang yang menjamin keles-
tarian kemampuan daya dukung sumberdaya alam.
Untuk menjalankan kedua pendekatan tersebut, maka diperlukan data dan informasi
wilayah makro mulai dari level nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta data dan
informasi wilayah mikro daerah, seperti peruntukan industri (KPI), daerah industri (KI), dan
sentra-sentra industri kecil menengah (Kawasan industri) pada masing-masing kab/kota.
3.1.3 Pendekatan Yuridis
Ismail Saleh, 1990 dalam bukunya Hukum dan ekonomi menyatakan bahwa “apabila kita
mengundang para investor, maksudnya tidak lain untuk lebih membangun Negara,
memberikan kesejahteraan lahir batin dan memberikan kemakmuran kepada rakyat.
Untuk itu digunakan dua pendekatan dalam pelaksanaan investasi, yaitu pendekatan
kepentingan nasional dan kepentingan ekonomi. Dua pendekatan tersebut harus disusun
dalam satu jalur hukum yang serasi dan saling mendukung. Dengan pendekatan dari segi
ekonomi bertujuan agar investasi, baik domestik maupun asing ikut membantu ekonomi
Indonesia. Dilihat dari pendekatan kepentingan nasional, tujuan yang ingin dicapai dalam
investasi ini tidak lain adalah untuk memberikan kesejahteraan dan kemakmuran lahir dan
batin kepada Negara”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris, yaitu
1. pendekatan yuridis normatif digunakan dengan alasan bahwa kawasan industri
merupakan institusi yang menjalankan perannya berdasarkan norma-norma hukum,
2. pendekatan yuridis empiris digunakan untuk melihat bagaimana pembangunan
kawasan industri berjalan dalam realitanya. Sedangkan data yang diperoleh dianalisa
secara kualitatif.
Sumantoro, 1986 dalam bukunya Hukum Ekonomi mengemukakan bahwa investasi
mempunyai peranan dan sumbangan penting dalam pembangunan. Di dalam lingkup
rencana pembangunan, pemerintah mengarahkan agar investasi mempunyai peranan
dalam pembangunan, sehingga diharapkan kegiatan-kegiatan investasi tidak hanya
berorientasi kepada motif mendapatkan keuntungan saja, melainkan juga diarahkan
kepada pemenuhan tugas pembangunan pada umumnya. Untuk itu sebaiknya investasi
diarahkan pada serangkaian pengaturan oleh pemerintah agar dapat berperan serta dalam
mencapai tujuan-tujuan pembangunan menurut prioritas sebagaimana tercantum pada
setiap rencana pembangunan, seperti :
a. Peningkatan produksi nasional/penggalian potensi-potensi ekonomi;
b. Penciptaan lapangan kerja;
c. Peningkatan pemerataan hasil-hasil pembangunan/partisipasi rakyat dalam
pembangunan/kegiatan ekonomi;
d. Pemerataan kegiatan pembangunan daerah

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-4
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

3.2 METEDOLOGI PEKERJAAN


Pola pikir pekerjaan ini diawali dengan pemahaman terhadap KAK (Kerangka Acuan Kerja),
lalu dilanjutkan terhadap penyusunan dan penajaman metodologi mengenai Kajian
Kelayakan Kawasan Industri Di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara, serta
penyusunan rencana kerja. Di dalam tahapan persiapan ini juga mengumpulkan data-data
sekunder yang terkait dengan lokasi Ki di Kecamatan Kota Bangun , seperti kebijakan dari
Nasional, Provinsi, Kab/Kota serta karakteristik Daerah. Pengumpulan data ini bertujuan
untuk memberikan gambaran awal lokasi perencanaann dan mendeliniasi kawasan
perencanaan.
Setelah didapatkan data dan informasi awal, maka dilakukan deliniasi Kawasan industri
yang ditetapkan sebagai calon lokasi KI yang akan di bangun. Adapun analisis yang
digunakan dalam Kawasan Industri Di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai
Kartanegara, yaitu
1. Analisa kesesuaian fungsi kawasan Kawasan industri harus memperhatikan kesesuaian
dengan:
a. RTRW Kabupaten Kutai Kartanegara;
b. Karakteristik kesesuaian dengan potensi wilayah;
c. Ketentuan mengenai kesesuaian kawasan industri dengan rencana pola ruang
diatur untuk kawasan budidaya dan kawasan lindung.
2. Analisa Kelayakan Lokasi
Analisa kelayakan lokasi ini terkait terhadap fisik dasar lokasi kawasan industri dan
ketersediaan infrastruktur. Adapun data fisik dasamya dan infrastruktur antara lain:
a. Iklim dan curah hujan;
b. Hidrologi;
c. Jenis dan sifat tanah;
d. Topografi;
e. Jenis infrastruktur pendukung (Jalan, Air, Listrik, Telekomunikasi), dll.
3. Analisa Pasar dan Pemasaran
Aspek pasar dan pemasaran merupakan analisis dari kondisi pasar dan pemasaran.
Aspek pasar dan pemasaran menempati urutan pertama dalam studi kelayakan.
Pengembangan industri hams diarahkan berdasarkan kondisi pasar yang dihadapi
(market oriented). Pengembangan usaha dapat dikatakan layak bila tidak terdapat
masalah pemasaran yang dapat menghambat jalannya pengembangan usaha, masih
terbukanya peluang pemasaran sehingga seluruh hasil produksi yang dihasilkan dapat
diterima oleh pasar.
4. Analisa Teknis dan Teknologi
Aspek teknis dan teknologi merupakan pengamatan pada kondisi teknis dan peralatan
yang digunakan dalam proses produksi. Aspek teknis meliputi proses pembangunan
bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dibangun.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-5
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Pengembangan usaha dapat dikatakan layak dalam aspek teknis jika secara teknis dan
teknologi mampu menunjang pengembangan usaha tersebut.
5. Analisa Ekologi/Lingkungan
Aspek ekologi dan lingkungan merupakan pengamatan pada kondisi sumberdaya
lingkungan (sumber air, lahan dan bahan baku) untuk mendukung keberlanjutan usaha
tersebut. Pengembangan usaha dikatakan layak pada aspek ekologi dan lingkungan
bila bisnis tidak memberikan dampak yang merugikan bagi lingkungan dan pengelolaan
limbah tidak mengganggu kehidupan masyarakat sekitar.
6. Analisa Sosial, Budaya dan kelembagaan
Aspek sosial budaya dan kelembagaan merupakan pengamatan pada aspek
manajemen, hukum dan dukungan aturan yang hidup di masyarakat untuk
menggambarkan apakah usaha tersebut dapat dikelola dengan baik. Pengembangan
usaha dikatakan layak pada aspek sosial, budaya dan kelembagaan bila pengembangan
usaha tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah dan budaya.
7. Analisa Finansial
Analisis kelayakan fnansial dilakukan dengan melakukan perhitungan secara finansial
untuk mengetahui kelayakan usaha secara privat, dalam hal ini kelayakan yang dilihat
dari sudut pandang individu atau pelaku usaha. Perhitungan secara finansial ini
menggunakan komponen biaya dan manfaat untuk memudahkan pengelompokan
kedua bagian tersebut dan juga menggunakan kriteria investasi untuk mengetahui
tingkat kelayakan usaha secara kuantitatif.
8. Analisis Kelembagaan
Analisis terhadap kelayakan kelembagaan yang dilakukan terhadap kajian hukum
terhadap peraturan perundang undangan, struktur organisasi, dan sumber daya
manusia yang diperlukan (tingkat pendidikan dan kualitas).
Setelah didapatkan analisis yang tertuang di dalam KAK, maka langkah selanjutnya
menyusun Konsep Rencana Kawasan Industri, meliputi:
1. Kesesuaian kawasan industri dengan struktur dan pola ruang pada permukaan bumi;
2. Arahan kawasan industri yang berisi usulan program utama, lokasi, besaran, sumber
pendanaan, instansi pelaksana, serat waktu dan tahapan pelaksanaan kawasan
industri;
3. Persyaratan kawasan industri yang berisi tentang jenis-jenis kegiatan yang
diperbolehkan, bersyarat secara terbatas, bersyarat tertentu dan kegiatan yang tidak
diperbolehkan;
Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka berfikir Kajian Kelayakan Kawasan Industri Di
Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara dapat dilihat pada gambar berikut
ini.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-6
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Gambar 3.2 Kerangka Berfikir Kajian Kelayakan Kawasan


Industri Di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai
Kartanegara

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-7
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

3.2.1 Metode Pengumpulan Data


Pelaksanaan survei dan pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber yang
diharapkan untuk memperkaya masukan akademis maupun komparasi di luar yang telah
dilakukan. Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yakni survei sekunder dan survei
primer. Adapun metoda pelaksanaan survei dalam Kajian Kelayakan Kawasan Industri Di
Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut dijelaskan sebagai berikut.
3.2.1.1 Metode Survei Sekunder
Survei sekunder atau telaah dokumen, dimana teknik ini berupa perekaman atau
pencatatan data sekunder dari instansi/lembaga terkait dan media masa. Survei ini
dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi yang telah terdokumentasikan dalam
buku, laporan dan statistik yang umumnya terdapat di instansi terkait yang relevansi
dengan kegiatan pekerjaan, baik berupa kajian, dokumen perencanaan, studi-studi serta
kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai acuan pemerintah
setempat. Disela-sela survei, dilakukan diskusi yang melibatkan aparat pemerintah daerah
yang terkait dengan pengembangan daerah untuk saling tukar informasi dan pengetahuan
tentang kondisi aktual. Pada survei sekunder dilakukan pengumpulan data sekunder yang
diperoleh dari literatur-literatur dan instansi terkait, yang meliputi data dari BPS, Dinas
Penataan Ruang, BPN, Bappeda, PU, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perindustrian, Kantor
Desa dan Kantor Kecamatan. Adapun data-data yang diperoleh dalam survei sekunder
dalam Kajian Kelayakan Kawasan Industri Di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai
Kartanegara dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.1 Kebutuhan Data Sekunder Pola Pengembangan Kawasan industri
Bentuk Data
No Instansi / Dinas Kebutuhan data
Buku/tabel Peta
1 Dinas Penataan Ruang RDTR dan PZ Kec. Kota Bangun (terbaru)  
2 BAPPEDA Peta Dasa 
Peta Tematik
Revisi RTRW terbaru Kab Kutai Kartanegara  
(Materi Teknis dan Peta Rencana)
PERGUB/PERBUB Tentang Kawasan Industri  
Masterplan KI  
3 DISPERINDAG Dan Direktori Industri  
Pertambangan Data Industri Unggulan 
RPIK Kutai Kartanegara 
Sumber: hasil konsultan, 2020

3.2.1.2 Metode Survey Primer


Survei Primer (pengamatan langsung) merupakan instrumen pengumpulan data dengan
jalan mengamati, mengukur kejadian yang sedang berlangsung, sehingga diperoleh data
aktual dan faktual. Pengamatan dilakukan secara sistematik dan tercatat terhadap objek-
objek yang sedang diobservasi. Pada kegiatan ini, jenis observasi yang dilakukan adalah
jenis observasi langsung dan wawancara. Survei lokasi lebih difokuskan di wilayah kajian
yang terkait dengan Kawasan Industri Di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai
Kartanegara. Adapun data-data yang diperoleh dalam survei primer dalam Kajian

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-8
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Kelayakan Kawasan Industri Di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara


dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3.2 Kebutuhan Data Primer Kajian Kelayakan Kawasan Industri Di Kecamatan Kota Bangun
Kabupaten Kutai Kartanegara
No Kebutuhan Data Keterangan
1 Deliniasi Lokasi Kawasan industri Tracking Lokasi Kawasan industri
Dokumentasi Lokasi Kawasan industri
2 Status Lahan lokasi Kawasan industri Wawancara
Kondisi Eksisting Kondisi Fisik kawasan dan Sarana dan Tracking Lokasi Kawasan industri
Prasarana/infrastruktur di dalam dan di sekitar Lokasi lokasi Dokumentasi Lokasi Kawasan industri
Kawasan industri
3 Jarak lokasi Kawasan industri dengan pusat kegiatan Tracking Lokasi Kawasan industri
Dokumentasi
4 Rantai pasok Kawasan industri Wawancara dan dokumentasi
Keterangan :
Data wawancara terkait dengan isu dan permasalahan pada setiap kawasan industri

3.2.2 Metode Analisis


Metode analisis yang digunakan dalam Kajian Kelayakan Kawasan Industri Di Kecamatan
Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara, meliputi :

3.2.2.1 Metode Analisis Arah Kebijakan Pembangunan


Analisis kebijakan pembangunan bertujuan untuk memahami arah kebijakan
pembangunan Kawasan Industri Di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara
yang bersangkutan dan kedudukannya dalam perspektif kebijakan pembangunan nasional,
provinsi, kabupaten, dan kota, serta untuk mengantisipasi dan mengakomodasi program-
program pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, selain dilakukan
pengkajian terhadap tujuan dan sasaran pembangunan nasional, provinsi, kabupaten, dan
kota yang ber-sangkutan, juga dilakukan pengkajian terhadap RPJP/M Nasional, RPJP/M
Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, RTRWN, RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota dan
serta program-program sektoral di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Analisis kajian terhadap kebijakan tersebut di atas dilakukan dengan metode “content
analysis” dari semua dokumen rencana RPJP/M Nasional, RPJP/M Daerah Provinsi/
Kabupaten/Kota, RTRWN, RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten/Kota dan serta program-
program sektoral di Kabupaten Kutai Kartanegara, khususnya terkait dengan aspek spasial,
infrastruktur, transportasi, logistik, industri, dll yang terkait dengan pengembangan
Kawasan Industri di Kabupaten Kutai Kartanegara. Sehingga dapat dipetakan sinkronisasi
antar kebijakan tersebut dalam rangka perwujudan pengembangan Kawasan Industri di
Kabupaten Kutai Kartanegara.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-9
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Gambar 3.3 Metode Analisis Arah Kebijakan Pembangunan

3.2.2.2 Metode Analisis Kewilayahan (Spasial)


Teknik analisis dilakukan dengan menggunakan software sistem informasi geografis. Hasil
analisis Sistem Informasi Geografi dapat menggambarkan attribut-attribut berbagai
fenomena di atas peta seperti tipe jalan, penggunaan lahan, dan sebagainya, yang memiliki
referensi geografis (letak posisi koordinat). Analisa spasial dilakukan dengan meng-overlay
(teknik superimpose) dua peta yang kemudian menghasilkan peta baru hasil analisis.
Teknik superimpose (overlay) adalah kemampuan
untuk menempatkan grafis satu peta di atas grafis
peta yang lain dan menampilkan hasilnya di layar
komputer atau pada plot. Secara singkatnya,
overlay menampilkan suatu peta digital pada peta
digital yang lain beserta atribut-atributnya dan
menghasilkan peta gabungan keduanya yang
memi-liki informasi atribut dari kedua peta
tersebut. Overlay merupakan proses penyatuan
data dari lapisan layer yang berbeda. Secara
sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang membutuhkan lebih dari satu layer
untuk digabungkan secara fisik.
Metode teknik superimpose (overlay) membagi area studi ke dalam unit geografis berdasar
pada keseragaman titik-titik grid dalam ruang, bentuk topografis atau perbedaan
penggunaan lahan. Survei lapangan, peta inventori topografi lahan, pemotretan udara dan
lain-lain, digunakan untuk merangkai informasi yang dihubungkan dengan faktor
lingkungan dan manusia di dalam unit yang geografis tersebut. Melalui penggunaan teknik
overlay, berbagai kemungkinan penggunaan lahan dan kelayakan teknik dapat ditentukan
secara visual. Teknik superimpose dalam Kajian Kelayakan Kawasan Industri Di Kecamatan
Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara, dimaksudkan untuk mengintegrasikan seluruh
atribut elemen ruang Kawasan Industri ke dalam satu peta perwilayahan. Teknik
superimpose dilakukan sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-10
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

3.2.2.3 Metode Kelayakan Lokasi Kawasan Industri


Kelayakan lokasi dilakukan sebagai kegiatan awal yang dimaksudkan untuk mengumpulkan
berbagai data dan informasi atas lokasi yang dapat menggambarkan sejauh mana potensi
lokasi tersebut untuk dikembangkan sebagai Kawasan Industri. Kegiatan kelayakan lokasi
ini juga dimaksudkan untuk melihat kesesuaian pemanfaatan lokasi di dalam rencana tata
ruang wilayah. Pemilihan lokasi pembangunan Kawasan Industri dilakukan dalam dua
pendekatan yaitu:
1. Bagi daerah yang sudah memiliki pertumbuhan industri berdasarkan orientasi pasar
(market oriented) digunakan pendekatan permintaan lahan (land demand). Ukuran
yang langsung dapat dipergunakan sebagai indikasi suatu wilayah layak untuk
dikembangkan sebagai Kawasan Industri apabila dalam wilayah tersebut permintaan
akan lahan industri rata-rata per tahunnya sekitar 7-10 ha atau perkembangan industri
manufaktur dengan tingkat pertumbuhan minimum lima unit usaha dimana satu unit
usaha industri manufaktur membutuhkan lahan sekitar 1,32 sampai dengan 1,34 ha;
dan
2. Bagi daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam sebagai bahan baku industri
dalam rangka meningkatkan nilai tambah perlu diciptakan kutub pertumbuhan baru
(growth pole).
Berkembangnya suatu Kawasan Industri tidak terlepas dari pemilihan lokasi Kawasan
Industri yang dipengaruhi oleh beberapa kriteria terkait lokasi. Berdasarkan Permen
Perindustrian No. 40/M-IND/PER/7/2016 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan
Industri, terdapat beberapa kriteria menjadi pertimbangan di dalam pemilihan lokasi
Kawasan Industri, antara lain:
1. Jarak ke Pusat Kota
Pertimbangan jarak ke pusat kota bagi lokasi Kawasan Industri dibutuhkan dalam
rangka kemudahan memperoleh fasilitas pelayanan baik dari sisi infrastruktur industri,
sarana penunjang maupun pemasaran. Pertimbangan tersebut perlu diperhatikan
mengingat pembangunan suatu Kawasan Industri tidak harus membangun seluruh
infrastruktur dari mulai tahap awal melainkan dapat memanfaatkan infrastruktur yang
telah ada seperti listrik dan air bersih yang biasanya telah tersedia di lingkungan
perkotaan, dimana dibutuhkan kestabilan tegangan (listrik) dan tekanan (air bersih)
yang dipengaruhi oleh faktor jarak. Di samping itu dibutuhkan pula fasilitas perbankan,
kantor pemerintahan yang memberikan jasa pelayanan bagi kegiatan industri yang
pada umumnya berlokasi di pusat perkotaan. Oleh karena itu, idealnya suatu Kawasan
Industri berjarak minimal 10 km dari pusat kota.
2. Jarak Terhadap Permukiman
Pertimbangan jarak terhadap permukiman bagi pemilihan lokasi kegiatan industri,
pada prinsipnya memiliki tiga tujuan pokok, yaitu:
a. memberikan kemudahan bagi para pekerja untuk mencapai tempat kerja di
Kawasan Industri;

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-11
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

b. mengurangi kepadatan lalu lintas di sekitar Kawasan Industri; dan


c. mengurangi dampak polutan dan limbah yang dapat membahayakan bagi
kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, idealnya jarak terhadap permukiman yang ideal minimal 2 (dua) km
dari lokasi kegiatan industri.
3. Jaringan Transportasi Darat
Jaringan transportasi darat bagi kegiatan industri memiliki fungsi yang sangat penting
terutama dalam rangka kemudahan mobilitas pergerakan dan aksesibilitas logistik
barang dan pergerakan manusia yang dapat berupa jaringan jalan dan jaringan rel
kereta api.
Jaringan jalan untuk kegiatan industri harus memperhitungkan kapasitas dan jumlah
kendaraan yang akan melalui jalan tersebut, sehingga dapat diantisipasi sejak
awal kemungkinan terjadinya kerusakan jalan dan kemacetan. Hal tersebut penting
dipertimbangkan karena untuk mengantisipasi dampak permasalahan transportasi
yang ditimbulkan oleh kegiatan industri. Kawasan Industri sebaiknya terlayani oleh
jaringan jalan arteri primer untuk pergerakan lalu-lintas kegiatan industri.
4. Jaringan Energi dan Kelistrikan
Ketersediaan jaringan listrik menjadi syarat yang penting untuk kegiatan industri
karena proses produksi kegiatan industri sangat membutuhkan energi yang bersumber
dari listrik untuk keperluan mengoperasikan alat-alat produksi. Dalam hal ini standar
pelayanan listrik untuk kegiatan industri tidak sama dengan kegiatan domestik, dimana
perlu kestabilan pasokan daya dan tegangan. Kegiatan industri umumnya
membutuhkan energi listrik yang sangat besar, sehingga perlu diperhatikan sumber
pasokan listriknya, baik yang bersumber dari perusahaan listrik negara, maupun yang
disediakan oleh perusahaan Kawasan Industri.
Selain energi listrik terdapat beberapa industri yang memerlukan jenis energi lain
(BBM, batubara, dan gas) seperti industri petrokimia dan besi baja. Oleh karena itu,
dalam merencanakan Kawasan Industri harus memperhatikan kebutuhan energi dari
masing-masing tenan.
5. Jaringan Telekomunikasi
Kegiatan industri tidak akan lepas dari aspek bisnis terkait pemasaran maupun
pengembangan usaha, sehingga jaringan telekomunikasi seperti telepon dan internet
menjadi kebutuhan dasar bagi pelaku kegiatan industri untuk menjalankan
kegiatannya.
6. Pelabuhan Laut
Kebutuhan prasarana pelabuhan menjadi kebutuhan yang mutlak, terutama bagi
kegiatan pengiriman bahan baku / bahan penolong dan pemasaran produksi, yang
berorientasi ke luar daerah dan keluar negeri (ekspor/ impor). Kegiatan industri sangat
membutuhkan pelabuhan sebagai pintu keluar-masuk kebutuhan logistik barang.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-12
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

7. Sumber Air Baku


Kawasan Industri sebaiknya mempertimbangkan keberadaan sungai sebagai sumber
air baku dan tempat pembuangan akhir limbah industri yang telah memenuhi baku
mutu lingkungan. Di samping itu, jarak yang ideal seharusnya juga memperhitungkan
kelestarian lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS), sehingga kegiatan industri dapat
secara seimbang menggunakan sungai untuk kebutuhan kegiatan industrinya tetapi
juga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan DAS tersebut. Sumber
air baku tersebut harus memiliki debit yang mencukupi untuk melayani kebutuhan
Kawasan Industri. Apabila sumber air permukaan tidak memungkinkan dari seg1
jarak dan topografi dapat menggunakan sumber air tanah sesuai ketentuan yang
berlaku, namun bagi tenan dilarang melakukan pengambilan air tanah dalam rangka
memperhitungkan neraca air ( water balance) terhadap kelangsungan sistem I PAL dan
gangguan terhadap muka air tanah penduduk sekitar.
8. Kondisi Lahan
Peruntukan lahan industri perlu mempertimbangkan daya dukung lahan dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Topografi
Pemilihan lokasi peruntukan kegiatan industri hendaknya dipilih pada areal lahan
yang memiliki topografi yang relatif datar. Kondisi topografi yang relatif datar akan
mengurangi pekerjaan pematangan lahan (cut and fil sehingga dapat
mengefisienkan pemanfaatan lahan secara maksimal, memudahkan pekerjaan
konstruksi dan menghemat biaya pembangunan. Adapun topografi /
kemiringan tanah ideal adalah maksimal 15%.
b. Daya Dukung Lahan
Daya dukung lahan erat kaitannya dengan jenis konstruksi pabrik dan jenis proses
produksi yang dilakukan. Jenis konstruksi pabrik sangat dipengaruhi oleh daya
dukung jenis dan komposisi tanah, serta tingkat kelabilan tanah, yang sangat
mempengaruhi biaya dan teknologi konstruksi yang digunakan. Mengingat
bangunan industri membutuhkan pondasi dan konstruksi yang kokoh maka agar
diperoleh efisiensi dalam pembangunannya sebaiknya nilai daya dukung tanah
(sigma) berkisar antara a: 0,7 - 1,0 kg/ cm2 .
c. Kesuburan Lahan
Tingkat kesuburan lahan merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi
peruntukan Kawasan Industri. Apabila tingkat kesuburan lahan tinggi dan baik bagi
kegiatan pertanian maka kondisi lahan seperti ini harus tetap dipertahankan untuk
kegiatan pertanian dan tidak dicalonkan dalam pemilihan lokasi Kawasan Industri.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya konversi lahan yang dapat
mengakibatkan menurunnya tingkat produktivitas pertanian sebagai penyedia
kebutuhan pangan bagi masyarakat dan dalam jangka panjang sangat dibutuhkan
untuk menjaga ketahanan pangan (food security). Untuk itu, dalam pembangunan

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-13
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Kawasan Industri pemerintah daerah harus bersikap tegas untuk tidak


memberikan izin lokasi Kawasan Industri pada lahan pertanian, terutama areal
pertanian lahan basah (irigasi teknis).
d. Pola Tata Guna Lahan
Mengingat kegiatan industri selain menghasilkan produksi juga menghasilkan hasil
sampingan berupa limbah padat, cair dan gas, Kawasan Industri dibangun pada
lokasi yang non-pertanian, non- konservasi dan non-permukiman untuk mencegah
timbulnya dampak negatif.
e. Ketersediaan Lahan
Kegiatan industri umumnya membutuhkan lahan yang luas, terutama industri-
industri berskala sedang dan besar. Untuk itu, skala industri yang akan
dikembangkan harus pula memperhitungkan luas lahan yang tersedia sehingga
tidak terjadi upaya memaksakan diri untuk konversi lahan secara besar besaran
guna pembangunan Kawasan Industri. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 142
Tahun 2015, luas lahan Kawasan Industri minimal 50 ha atau minimal 5 ha untuk
Kawasan Industri khusus industri kecil dan menengah. Ketersediaan lahan harus
memasukkan pertimbangan kebutuhan lahan di luar kegiatan sektor industri
sebagai efek bergandanya, seperti kebutuhan lahan perumahan dan kegiatan
permukiman dan perkotaan lainnya. Sebagai ilustrasi, bila per hektar kebutuhan
lahan Kawasan Industri menyerap 100 tenaga kerja, berarti dibutuhkan lahan
perumahan dan kegiatan pendukungnya seluas 1-1,5 ha untuk tempat tinggal para
pekerja dan berbagai fasilitas penunjang. Hal ini berarti, apabila hendak
dikembangkan 100 ha Kawasan Industri di suatu daerah maka di sekitar lokasi
harus tersedia lahan untuk fasilitas seluas 100-150 ha, sehingga total area
dibutuhkan 200-250 ha.
f. Harga Lahan
Salah satu faktor utama yang menentukan pilihan investor dalam memilih lokasi
peruntukan industri adalah harga beli / sewa lahan yang kompetitif, artinya bila
lahan tersebut dimatangkan sebagai kavling siap bangun yang dilengkapi
infrastruktur dasar dan penunjang yang harganya dapat dijangkau oleh para
pengguna (user). Dengan demikian, dalam pemilihan lokasi Kawasan Industri
sebaiknya harga lahan (tanah mentah) tidak terlalu mahal. Di samping itu, agar
terjadi transaksi lahan yang adil dan menguntungkan semua pihak, masyarakat
dapat terlibat menanamkan modal berupa lahan yang dimilikinya dalam investasi
Kawasan industri sehingga membuka peluang bagi masyarakat pemilik lahan
untuk merasakan langsung nilai tambah dari keberadaan Kawasan Industri di
daerahnya. Pelaksanaan partisipasi masyarakat ini dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Secara ringkas kriteria pertimbangan pemilihan lokasi Kawasan Industri dan lokasi industri
dapat dilihat pada tabel berikut.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-14
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Tabel 3.3 Kriteria Pemilihan Lokasi Kawasan Industri


No Kriteria Keterangan
1 Jarak ke pusat kota Minimal 10 km
2 Jarak terhadap permukiman Minimal 2 km
3 Jaringan transportasi darat Tersedia jalan arteri primer atau jaringan kereta api
4 Jaringan energi dan kelistrikan Tersedianya Jaringan energi dan kelistrikan
5 Jaringan telekomunikasi Tersedianya Jaringan telekomunikasi
6 Prasarana angkutan Tersedia pelabuhan laut untuk kelancaran transportasi logistik barang maupun
outlet ekspor/ impor
7 Sumber air baku Tersedia sumber air permukaan (sungai, danau, waduk/ embung, atau laut)
dengan debit yang mencukupi
8 Kondisi Lahan  Topografi maksimal 15%
 Daya dukung lahan sigma tanah 0,7 - 1,0 kg/ cm2
 Kesuburan tanah relatif tidak subur (non-irigasi teknis)
 Pola tata guna lahan: non- pertanian, non-permukiman, dan non-konservasi
 Ketersediaan lahan minimal 50 ha
 Harga lahan relatif (bukan merupakan lahan dengan harga yang tinggi di
daerah tersebut)
Sumber: Permen Perindustrian No. 40/M-IND/PER/7/2016 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri

3.2.2.4 Metode Analisis Industri


Sentra industri memberikan adanya manfaat ekonomis mengembangkan produk tertentu
dalam wilayah yang sama baik dari sudut bahan baku, alih teknologi, tenaga kerja maupun
infrastruktur. Strategi sentra industri memiliki banyak manfaat, diantaranya sentra
memberikan dampak publikasi yang lebih kuat. Para pembeli dalam jumlah besar akan
lebih mudah untuk datang. Bahan baku lebih mudah diperoleh dan dalam harga yang lebih
murah. Pemerintah akan lebih fokus khususnya dalam penyediaan infrastruktur dan
insentif lainnya. Sentra industri juga mendorong adanya alih teknologi serta berkumpulnya
tenaga kerja terampil di wilayah tertentu. Kebijakan sentra industri ini sangat tepat bagi
indonesia yang memiliki wilayah geografis yang luas dan berjauhan.
Dengan berkumpulnya industri-industri sejenis dalam suatu wilayah, berbagai informasi
mengenai proses transformasi dan bisnis dapat menyebar lebih cepat dan dapat
dimanfaatkan secara bersama (collective efficiency). Beberapa studi menunjukkan bahwa
industri kecil di dalam sentra dapat berkembang lebih cepat dan lebih fleksibel. Selain itu,
pemberdayaan industri kecil dengan pendekatan sentra pada kenyataannya lebih mudah
dilakukan, lebih efisien dan hasil yang diperoleh pun cukup memuaskan. Terdapat 6 (enam)
elemen yang memberikan pengaruh dominan dan penting, sehingga keenam elemen
tersebut dapat dikatakan sebagai syarat minimal terbentuknya sentra. Elemen tersebut
adalah :
1. Ketersediaan permintaan,
2. Sistem nilai yang sesuai,
3. Kesesuaian produk,
4. Nilai ekonomi,
5. Ketersediaan teknologi dan
6. Efisien jika berada di dalam sentra.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-15
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Lima elemen (permintaan, sistem nilai, nilai ekonomi, kesesuaian produk dan ketersediaan
teknologi) memberikan kontribusi pada tumbuhnya industri kecil, lebih efisien jika berada
di dalam sentra menjadikan faktor tarikan untuk berkumpulnya dalam suatu wilayah.
Munculnya sentra industri kecil merupakan proses alamiah. Industri kecil akan mengumpul
dalam suatu wilayah karena ada keuntungan yang diperoleh. lndustri kecil menjadi lebih
efisien disebabkan adanya kerjasama antar pengusaha dalam berbagai aspek (bahan baku,
teknologi proses, tenaga kerja, pemasaran, fasilitas produksi dll.) dan penyebaran informasi
yang lebih cepat sehingga perubahan lingkungan dapat segera diantisipasi.
A. Analisis Rantai Pasok Komoditas Unggulan
Dalam menentukan komoditas yang akan menjadi komoditas unggulan dari Kawasan
Industri ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain, ketersediaan bahan
baku dan kemampuan sumber daya manusia sebagai pelaku industri kecil dan
menengah.,
B. Analisis Kapasitas Produksi
Dalam menentukan kapasitas produksi pengolahan produk unggulan dalam daerah
Kawasan Industri, memerlukan beberapa daya dukung berapa bahan baku yang
tersedia (supplied) pasok ke kawasn Industri, target pemasaran dan penjualan, daya
dukung sumber daya manusia (skill labour dan unsklilled labour) yang tersedia di
daerah. Tahapan dalam penentuan kapasitas produksi yaitu:
1. Proporsi bahan baku lokal dari pertanian/perkebunan/pertambangan/kelautan/
kehutanan yang akan dipastikan menjadi bahan baku industri, karena tidak semua
produsen lokal akan menjual ke industri, sebagian akan dijual ke user atau pedagang
lainnya.
2. Besaran bahan baku yang diperlukan dalam membuat suatu produk.
3. Perhitungan Kapasitas produksi Kawasan Industri berdasarkan rumusan:
( )
( )=
( )

4. Setelah kapasitas produksi ditentukan , maka akan dihitung kebutuhan mesin-mesin


pengolahan berdasarkan pada kapasitas kerja mesin, kebutuhan operator,
supervisor dan manager, kebutuhan fasilitas pendukung , dan kebutuhan luas lantai
produksi dan Kawasan Industri.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-16
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Gambar 3.4 Kerangka alur fikir Kapasitas Produksi

3.2.2.5 Metode Analisis Kebutuhan infrastruktur


Untuk mendukung pengembangan Kawasan Industri yang terpadu dan terintegrasi secara
optimal perlu didukung oleh daya dukung infrastruktur yang memadai. Daya dukung
infrastruktur tersebut pada akhirnya akan terkoneksi baik yang bersifat fisik, energi
maupun pengembangan SDM, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam memenuhi
kebutuhan pengembangan Kawasan Industri.
A. Analisis Jaringan Jalan
Lingkungan lokasi Kawasan Industri harus disediakan jaringan jalan untuk pergerakan
manusia dan kendaraan, dan berfungsi sebagai akses untuk penyelamatan dalam
keadaan darurat. Dalam merencanakan jaringan jalan, harus mengacu pada ketentuan
teknis tentang pembangunan prasarana jaringan jalan dan geometri jalan yang
berlaku, terutama mengenai tata cara perencanaan umum jaringan jalan pergerakan
kendaraan dan manusia, dan akses penyelamatan dalam keadaan darurat. Jalan pada
lokasi Kawasan Industri yang baik harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman
bagi pergerakan pejalan kaki, pengendara sepeda dan pengendara kendaraan
bermotor. Selain itu harus didukung pula oleh ketersediaan prasarana pendukung
jalan, seperti perkerasan jalan, trotoar, drainase, lansekap, rambu lalu lintas, parkir
dan lain-lain.
Untuk standar lebar jalan di dalam Kawasan Industri, yaitu :
1. Lebar jalan 3-6 meter
2. Lebar Jalur Pejalan kaki 1.5 meter
3. Lebar jalur hijau 1 meter
4. Lebar dranase 1-2 meter

B. Analisis Jaringan dan Kebutuhan Air Bersih

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-17
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Adapun pola pikir dari analisis jaringan dan kebutuhan air bersih untuk lokasi Kawasan
Industri dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.5 Alur Pikir Analisis Kebutuhan Air Bersih di Lokasi Kawasan Industri

Jenis-jenis elemen perencanaan pada jaringan air bersih untuk kegiatan Kawasan
Industri yang harus disediakan meliputi:
a. kebutuhan air bersih;
b. jaringan air bersih;
c. kran umum; dan
d. hidran kebakaran
Analisis ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi kondisi dan permasalahan jaringan
air bersih eksisting, sistem penyediaan air bersih eksisting, pihak penyedia, sumber air,
tingkat kebocoran eksisting, kebutuhan dan sistem penyediaan air bersih di masa yang
akan datang, yang terdiri atas:
a. sistem penyediaan air bersih di lokasi Kawasan Industri seperti sistem jaringan
perpipaan;
b. bangunan pengambil air baku;
c. pipa unit distribusi hingga persil;
Beberapa persyaratan, kriteria dan kebutuhan yang harus dipenuhi adalah:
1. Penyediaan kran umum
Ukuran dan konstruksi kran umum sesuai dengan SNI 03-2399-1991 tentang Tata
Cara Perencanaan Bangunan MCK Umum.
2. Penyediaan hidran kebakaran
a. untuk daerah Kawasan Industri jarak antara kran maksimum 200 meter;
b. jarak dengan tepi jalan minimum 3.00 meter;
c. apabila tidak dimungkinkan membuat kran diharuskan membuat sumur-
sumur untuk sumber air pemadam kebakaran;

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-18
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

C. Analisis Jaringan dan Buangan Air Limbah/Kotor


Limbah yang dihasilkan oleh Kawasan Industri sebagian besar adalah limbah cair non
produksi atau dengan kata lain limbah yang dihasilkan oleh para pekerja dan
pengunjung (MCK). Beberapa bentuk dari air limbah ini berupa tinja, air seni, limbah
kamar mandi, dan juga sisa kegiatan Kawasan Industri. Air limbah domestik tersebut
perlu diolah agar tidak mencemari lingkungan yang akan menyebabkan menurunnya
tingkat kesehatan manusia yang tinggal pada lingkungannya itu sendiri sehingga perlu
dilakukan penanganan air limbah yang seksama dan terpadu baik itu dalam penyaluran
maupun pengolahannya.
Dalam perhitungan kebutuhan sarana pengelolaan air limbah idealnya 1 IKM = 1
memiliki tangki septik individu, dan jika tidak terdapat 1 IKM = 1 tangki septik, maka
dibuat tangki septik komunal yang mengacu pada Permen No. 32 Tahun 2006 Tentang
Juknis Kasiba Lisiba. Dalam Permen No. 32 Tahun 2006, mengarahkan bahwa tangki
septik komunal (Sistem Tangki Biofilter) dengan jumlah pemakai maksimal 10 IKM

Gambar 3.6 Ilustrasi Tangki Septik Tank Individu

Gambar 3.7 Ilustrasi Tangki Septik Tank Komunal

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-19
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

D. Analisis Sistem Persampahan


Analisis ini digunakan untuk mengukur produksi sampah sehingga kebutuhan fasilitas
dapat terukur. Analisis demand dilakukan dengan cara menghitung jumlah timbunan
sampah yang dihasilkan dari hasil kegiatan Kawasan Industri sehingga dapat
memperoleh desain luasan TPSS (Tempat Pembuangan Sementara Sampah).
Untuk menghitung kebutuhan sampah dapat bersumber dari :
1. Sampah yang berasal dari proses kegiatan Kawasan Industri dari bahan baku
menjadi setengah jadi atau bahan jadi (satuan liter atau m3)
2. Sampah yang berasal dari proses kegiatan pekerja di dalam Kawasan Industri
(standar 2,5 liter/jiwa/hari)

Gambar 3.8 Alur Pikir Analisis Persampahan Di Dalam Lokasi Kawasan Industri

Dalam analisis jaringan persampahan juga mengidentifikasi permasalahan


persampahan, jumlah dan kondisi jaringan persampahan eksisting di lokasi Kawasan
Industri. Selain itu, dalam analisis ini mempertimbangkan standar nasional yang
berlaku di Indonesia. Jenis-jenis elemen perencanaan yang harus disediakan adalah
gerobak sampah; bak sampah; tempat pembuangan sementara (TPS); dan tempat
pembuangan akhir (TPA).
E. Analisis Kebutuhan listrik Kawasan Industri
Listrik merupakan salah satu prasarana kawasan yang dibutuhkan dalam kelangsungan
kegiatan Kawasan Industri. Tersedianya prasarana listrik yang memadai akan memacu
pertumbuhan dan perkembangan kegiatan Kawasan Industri. Sebaliknya, kekurangan
energi listrik akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan kegiatan Kawasan
Industri. Listrik memiliki pengaruh yang besar terhadap kegiatan Kawasan Industri,
maka dari itu fungsi listrik memiliki arti yang sangat penting dalam menunjang kegiatan
kegiatan Kawasan Industri.
Berdasarkan Permen Energi Dan Sumber Daya Mineral No. 28 tahun 2016 tentang tarif
tenaga listrik yang disediakan oleh PT. PLN (Persero), kebutuhan listrik untuk kegiatan
Kawasan Industri yaitu :
 I-1/TR yaitu untuk Industri rumah tangga dengan daya 450 VA
 I-2/TR dan I-3/TM yaitu untuk Industri sedang dan menengah dengan daya 200
kVA

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-20
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Pemasang listrik untuk Kawasan Industri dapat dengan 2 cara yaitu dengan sistem
paska bayar dan Prabayar.
1. Listrik pascabayar merupakan sistem pembayaran listrik yang telah lama
digunakan di Indonesia. Dengan sistem pascabayar ini penghuni akan menerima
tagihan listrik pada akhir bulan, sesuai energi yang dipakai. Berikut ini poin-poin
penting mengenai listrik pascabayar:
 Listrik selalu tersedia sampai tenggat waktu pembayaran di akhir bulan.
 Pemakaian bisa melampaui batas.
 Bila ada penunggakan listrik akan otomatis dipadamkan oleh PLN.
2. Listrik prabayar disebut juga dengan listrik pintar. Di mana penghuni dapat
mengendalikan pemakaian listrik sendiri. Alat meteran listriknya pun berbentuk
digital yang digunakan untuk memasukkan kode listrik. Sistemnya dibuat seperti
membeli pulsa prabayar handphone. Berikut ini poin-poin penting mengenai listrik
prabayar:
 Pemakaian listrik lebih terkontrol.
 Tidak ada sanksi denda pemutusan.
 Pembelian disesuaikan kemampuan.
3.2.2.6 Analisis Kelayakan Finansial
Pada dasarnya analisis kelayakan finansial adalah menghitung seberapa besar manfaat
yang diterima dibandingan dengan biaya yang dikeluarkannya. Manfaat yang diterima
haruslah lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan, sehingga kegiatan dapat berjalan
dan pelaku investasi mendapatkan apa yang menjadi tujuannya, yaitu keuntungan.
Terdapat empat langkah utama untuk kelangsungan analisis finansial suatu proyek:
 Identifikasi biaya dan keuntungan investasi;
 Menghitung biaya dan keuntungan investasi;
 Memperoleh total nilai biaya dan keuntungan investasi;
 Membandingkan biaya dan keuntungan investasi.
Beberapa metode yang digunakan untuk pertimbangan penilaian investasi secara finansial,
yaitu :
1. Metode Net Present value (NPV)
Metode ini merupakan metode yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai
sekarang dari aliran kas masuk bersih (proceeds) dengan nilai sekarang dari biaya
pengeluaran suatu investasi (outlays). Untuk melakukan perhitungan kelayakan
investasi dengan metode NPV diperlukan data aliran kas keluar awal (initial cash
outflow), aliran kas masuk bersih dimasa yang akan datang (future net cash inflows),
dan rate of return minimum yang diinginkan. Rumus yang digunakan untuk
menghitung Net Present Value (NPV) adalah sebagai berikut :

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-21
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

( )=
( + )ᵗ

Ket :
k = Discount rate yang diinginkan
At = Cash flow pada periode t
n = Periode yang terakhir dimana cash flow diharapkan
Kriteria kelayakan penerimaan investasi dengan menggunakan metode NPV
adalah sebagai berikut :
 Net Present Value (NPV) > 0 (nol), maka (Layak)
 Net Present Value (NPV) < 0 (nol), maka (Tidak Layak)
2. Metode Internal Rate of Return
Metode ini pada dasarnya merupakan metode untuk menghitung tingkat bunga yang
dapat menyamakan antara present value dari semua aliran kas masuk dengan aliran
kas keluar dari suatu investasi proyek. Sehingga pada prinsipnya metode ini digunakan
untuk menghitung besarnya rate of return yang sebenarnya. Pada dasarnya IRR harus
dicari dengan cara trial and error. Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah
sebagai berikut:

[ ]=
( + )ᵗ

Keterangan :
r = Tingkat bunga yang akan menjadikan PV dari proceeds sama dengan P.V, dari capital
outlays
At = Cash flow untuk periode t
n = Periode terakhir dimana cashflow yang diharapkan
Kriteria kelayakan penerimaan investasi dengan menggunakan metode Internal Rate
of return (IRR) adalah sebagai berikut :
 Internal Rate of Return (IRR) > tingkat keuntungan yang dikehendaki, maka (Layak)
 Internal Rate of Return (IRR) ≤ tingkat keuntungan yang dikehendaki, maka (Tidak
Layak)
Metode IRR, sebagai alat analisis untuk menentukan tingkat pengembalian investasi
mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.
3. Metode Payback Period
Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk menghitung lama periode yang
diperlukan untuk mengembalikan uang yang telah diinvestasikan dari aliran kas
massuk (proceeds) tahunan yang dihasilkan oleh proyek investasi tersebut. Apabila
proceeds setiap tahunnya jumlahnya sama maka Payback Period (PP) dari suatu

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-22
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

investasi dapat dihitung dengn cara membagi jumlah investasi (outlays) dengan
proceeds tahunan. Rumus yang digunakan untuk menghitung payback period (PP)
adalah sebagai berikut :

Kriteria kelayakan penerimaan investasi menggunakan payback period adalah sebagai


berikut :
 Payback Period (PP) < Payback minimum, maka (Layak)
 Payback Period (PP) ≥ Payback minimum, maka (Tidak Layak)
Berikut ini adalah metodologi analisis kelayakan finansial untuk pembangunan Kawasan
Industri.

Gambar 3.9 Metodologi Analisis Kelayakan Finansial

3.2.2.7 Metode Analisis Kelembagaan Kawasan Industri


Industri kecil menengah merupakan salah satu bagian dari industry yang berbasis kepada
kemampuan lokal sumber daya manusia dalam skala kecil dengan kapasitas produksi yang
tidak besar , serta melibatkan beberapa pelaku usaha ini yang sejenis , Keberadaan IKM ini
menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan industri baik secara nasional dan daerah,
karena merupakan tumpuan ekonomi masyarakat menengah kebawah. Perkembangan
IKM banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu :
1. Keberlanjutan usaha yang ditentukan oleh pasokan bahan baku yang kompetitif (harga
,kualitas, dan kontinuitas)
2. Kemampuan dan kompetensi pelaku usaha secara managerial dan kompetensi teknis
dari pekerja operatornya.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-23
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

3. Dukungan fasilitas permesinan, peralatan, dan daerah Kawasan Industri


4. Penjualan produk IKM melalui fasilitasi pemerintah, swasta, dan mandiri ,
permasalahannya akses pemasaran, harga jual, dan persaingan pasar ini menjadi salah
satu kendala bagi kelangsungan usaha.
5. Kondisi perekonomian nasional maupun regional ikut berperan mempengaruhi kepada
kelangsungan dunia usaha seperti : tingkat inflasi, kenaikan harga energi listrik, bahan
bakar solar / bensin, tuntutan kenaikan upah tenaga kerja, kenaikan pajak,
Berdasarkan permasalahan dan kesulitan yang dihadapi oleh IKM , sudah selayaknya usaha
yang berbasis kerakyatan dan muatan lokal perlu mendapatkan bantuan dari pemerintah,
BUMN, atau swasta agar bisa tetap melanjutkan usahanya. Guna meningkatkan kualitas
IKM, pemerintah perlu melaksanakan berbagai pembinaan dan pelatihan, baik yang
bersifat teknis maupun manajerial.Juga melakukan pembinaan dan pemberdayaan IKM
yang diarahkan pada peningkatan kualitas dan standar produk, agar mampu meningkatkan
kinerja IKM untuk menghasilkan produk-produk yang berdaya saing tinggi. Sektor
Pemerintah melalui kerja sama dengan pihak swasta, juga harus berupaya meningkatkan
akses dan transfer teknologi informasi dan komunikasi guna mengembangkan pelaku IKM
inovatif sehingga nantinya mampu bersaing dengan pelaku asing.Juga bersama pihak
swasta,pemerintah membangun Daerah Sentra Industri Kecil Menengah.
1. Analisis lingkungan internal (ALI) dan analisis lingkungan eksternal (ALE) Rangkuti
(1998).
a. Analisis Lingkungan Internal (ALI)
Analisis ditujukan untuk mengungkap faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan
kelemahan dari pendampingan kelembagaan IKM eksisting eksisting. Setiap
variabel yang terungkap akan dinilai menurut skala dan bobot sehingga
menghasilkan nilai skor tertentu. Penentuan skala dan bobot dilakukan
berdasarkan professional judgment
b. Analisis Lingkungan Eksternal (ALE)
Analisis ditujukan untuk mengungkap faktor-faktor yang menjadi tantangan dan
kendala dalam melakukan pendampingan kelembagaan IKM, mulai dari aspek
kebijakan, hingga implementasi di lapangan. Terhadap variabel yang diungkap
diberikan nilai menurut skala dan bobot yang diberikan. Seperti halnya pada ALI,
penentuan skala dan bobot dilakukan berdasarkan professional judgment. Dari
ALI dan ALE tersebut disusun strategi pengembangan efektivitas kelembagaan
formal dan informai menggunakan analisis kepentingan dan kepuasan dengan
pendekatan Kuadran Importan Performance Analisys.
2. Pendekatan Kuadran Importan Performance Analisys
Analisis ini ditujukan untuk mengungkap sejauhmana kelembagaan formal dan atau
kelembagaan non formal tersebut memberikan manfaat kepada audiens. Pendekatan
ini pada intinya didasarkan pada analisis kepuasan audiens terhadap kinerja

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-24
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

kelembagaan, mengacu pada Baehaqi, 2009; Jauch & Glueck, 1998; dan John A.Martilla
& John C James, 1977.

Gambar 3.10 Kuadran Indeks Perfomance Analysis

Ada empat kuadran dalam KIPA, meliputi:


• Kuadran I = Prioritas Utama.
Kuadran ini memuat kelembagaan yang dianggap penting oleh pelaku IKM tetapi pada
kenyataannya kegiatan itu belum sesuai dengan harapan pelaku IKM. Tingkat kinerja
kelembagaan lebih rendah dari tingkat harapan pelaku IKM. Pelaksanaan kegiatan ini
harus lebih ditingkatkan lagi performansinya agar memenuhi harapan pelaku IKM.
• Kuadran II = Pertahankan prestasi.
Kegiatan yang dilakukan kelembagaan (formal dan atau non formal) yang masuk dalam
kuadran ini menunjukkan bahwa kelembagaan tersebut penting dan memiliki kinerja
yang tinggi. Kegiatan kelembagaan ini perlu dipertahankan untuk waktu selanjutnya.

• Kuadran III = Prioritas Rendah.


Kegiatan lembaga yang termasuk dalam kuadran ini dianggap kurang penting oleh
audiens dan pada kenyataannya kinerjanya juga tidak terlalu istimewa. Peningkatan
kegiatan lembaga yang masuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali
karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan audiens sangat kecil
Kepentingan.
• Kuadran IV = Berlebihan
Kuadran ini memuat kegiatan lembaga yang dianggap kurang penting oleh pelaku IKM
dan dirasakan terlalu berlebihan. Peningkatan kinerja kegiatan lembaga pada kuadran
ini hanya memboroskan sumberdaya.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-25
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

3.2.2.8 Metode Kegiatan dan Penggunaan Lahan


Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan adalah ketentuan yang berisi kegiatan dan
penggunaan lahan yang diperbolehkan, kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat
secara terbatas, kegiatan dan penggunaan lahan yang bersyarat tertentu, dan kegiatan dan
penggunaan lahan yang tidak diperbolehkan pada zona lindung maupun zona budi daya.
Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dirumuskan berdasarkan ketentuan maupun
standar yang terkait dengan pemanfaatan ruang, ketentuan dalam peraturan bangunan
setempat, dan ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen yang
dikembangkan. Ketentuan teknis zonasi terdiri atas:
 Klasifikasi I = pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I memiliki sifat sesuai
dengan peruntukan ruang yang direncanakan. Pemerintah kabupaten/kota tidak dapat
melakukan peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain terhadap kegiatan dan
penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I.
 Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara terbatas
Pemanfaatan bersyarat secara terbatas bermakna bahwa kegiatan dan penggunaan
lahan dibatasi dengan ketentuan sebagai berikut:
- T1: Pembatasan intensitas bangunan yang telah ditentukan baik dalam bentuk KDB,
KLB, dan KDH
- T2: Pembatasan waktu pengoperasian suatu kegiatan baik dalam bentuk
pembatasan waktu beroperasinya suatu kegiatan di dalam sub zona maupun
pembatasan jangka waktu pemanfaatan lahan untuk kegiatan tertentu yang
diusulkan
- T3: Pembatasan luas dan jumlah kegiatan berdasarkan radius pelayanan yang telah
ditetapkan oleh instansi terkait, meliputi:
 Jumlah maksimal perbandingan dari masing-masing kegiatan lahan tersebut
dengan jumlah rumah yang ada di blok tersebut adalah 1 : 4.
 Luasan maksimal dari keseluruhan persil dengan kegiatan tersebut adalah 20%
dari luas keseluruhan persil yang ada di blok tersebut
- T4: Terbatas untuk mendukung zona/sub zona (luasan nya tidak mendominasi
zona/sub zona)
Contoh: dalam sebuah zona perumahan yang berdasarkan standar teknis telah cukup
jumlah fasilitas perdagangan (warung), maka aktivitas rumah ibadah termasuk dalam
klasifikasi T.
 Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat tertentu
Pemanfaatan bersyarat tertentu bermakna bahwa untuk mendapatkan izin atas suatu
kegiatan atau penggunaan lahan diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu yang
dapat berupa persyaratan umum dan persyaratan khusus, yang dapat juga dipenuhi
dalam bentuk inovasi atau rekayasa teknologi. Persyaratan dimaksud diperlukan

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-26
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

mengingat pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi lingkungan
sekitarnya.
Contoh persyaratan umum antara lain:
- B1: Dokumen Amdal/UKL-UPL/SPPL sesuai rekomendasi dinas terkait
- B2: Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas sesuai rekomendasi dinas terkait
- B3: Wajib memenuhi perizinan yang diterbitkan oleh instansi terkait serta perizinan
kepada RT/RW dan masyarakat setempat
Untuk B3 merujuk pada percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha,
Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh kementerian/lembaga dan Pemerintah
Daerah untuk memulai, melaksanakan, dan mengembangkan usaha dan/ atau
kegiatan, perlu ditata kembali agar menjadi pendukung dan bukan sebaliknya menjadi
hambatan perkembangan usaha dan/ atau kegiatan. Penataan kembali dilakukan pada
sistem pelayanan, dan regulasi sesuai dengan tuntutan dunia usaha, perkembangan
teknologi, dan persaingan global.
 Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak diperbolehkan
Kegiatan dan penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X memiliki sifat tidak
sesuai dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak
yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lahan yang
termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh diizinkan pada zona yang bersangkutan.
Penentuan I, T, B atau X untuk kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu zonasi
didasarkan pada:
1. Pertimbangan Umum
Pertimbangan umum berlaku untuk semua jenis penggunaan lahan, antara lain:
a. Kesesuaian dengan arahan pemanfaatan ruang dalam RTRW kabupaten/kota;
b. Keseimbangan antara kawasan lindung dan kawasan budi daya dalam suatu
wilayah;
c. Kelestarian lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air,
udara, dan ruang bawah tanah);
d. perbedaan sifat kegiatan bersangkutan terhadap fungsi zona terkait;
e. Definisi zona;
f. Kualitas lokal minimum;
g. Toleransi terhadap tingkat gangguan dan dampak terhadap peruntukan yang
ditetapkan (misalnya penurunan estetika lingkungan, penurunan kapasitas
jalan/lalu- lintas, kebisingan, polusi limbah, dan restriksi sosial); dan
h. Kesesuaian dengan kebijakan lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-27
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA
LAPORAN KAJIAN KELAYAKAN KAWASAN INDUSTRI DI KECAMATAN KOTA BANGUN
PENDAHULUAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

2. Pertimbangan Khusus
Pertimbangan khusus berlaku untuk masing-masing karakteristik guna lahan, kegiatan,
atau komponen yang akan dibangun. Pertimbangan khusus dapat disusun berdasarkan
rujukan mengenai ketentuan atau standar yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang,
rujukan mengenai ketentuan dalam peraturan bangunan setempat, dan/atau rujukan
mengenai ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau komponen yang
dikembangkan. Selain itu perlu dipertimbangkan kondisi yang harus dipenuhi agar
kegiatan dapat berlangsung pada zona terkait, yang antara lain meliputi:
a. Prosedur administrasi yang harus diikuti;
b. Kajian kelayakan lingkungan yang harus dipenuhi;
c. Prasarana dan/atau sarana tambahan yang harus diadakan untuk menunjang
kegiatan tersebut;
d. Pembatasan yang harus diberlakukan, terkait:
 Luas fisik pemanfaatan ruang;
 Kaitan dengan kegiatan lain di sekitarnya;
 Jumlah tenaga kerja;
 Waktu operasional;
 Masa usaha;
 Arahan lokasi spesifik;
 Jumlah kegiatan serupa;
 Pengembangan usaha kegiatan lebih lanjut; dan
 Penggunaan utilitas untuk kegiatan tersebut harus terukur dan tidak
menimbulkan gangguan pada zona tersebut.
e. Persyaratan terkait estetika lingkungan; dan
f. Persyaratan lain yang perlu ditambahkan.

DINAS PERTANAHAN DAN PENATAAN RUANG


BAB 3-28
KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Anda mungkin juga menyukai