Disusun Oleh:
Fakultas Teknik
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
Universitas Sulawesi Barat
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan kemanfaatan, mutu dan penggunaan suatu bidang lahan untuk kepentingan
dan kegiatan kegiatan usaha secara optimal optimal dari segi ekonomi ekonomi, sosial,
Berbagai tantangan yang dihadapi wilayah perdesaan di negara berkembang saat ini
antara lain adalah mewujudkan ketahanan pangan, mitigasi dan adaptasi terhadap
perubahan iklim, melindungi keanekaragaman hayati sementara pada saat yang sama juga
penggunaan lahan merupakan salah satu alat yang dapat membantu, karena berfokus pada
pengalokasian lahan di masa depan dan penggunaan sumberdaya oleh semua pemangku
karena itu, lahan menjadi semakin langka. Hasilnya adalah meningkatnya jumlah konflik
lahan dan tingkat kekerasan dari konflik ini. Jika pada tahap awal konsensus tentang
penggunaan lahan dapat disepakati oleh semua pihak yang bertikai dan dìsetujui oleh
lembaga resmi yang bertanggung jawab dan mengikat secara hukum, maka konflik dapat
iklim, erosi dan penggurunan serta peningkatan urbanisasi memberikan tekanan pada
lahan yang subur dan sumberdaya alam lainnya. Pada saat yang sama persaingan untuk
peningkatan permintaan pangan, pakan ternak, bahan baku dan biomassa untuk keperluan
industri serta energi di pasar nasional dan internasional. Meningkatnya penjualan lahan
untuk sumberdaya lahan yang langka telah rnemperoleh dimensi baru. Negaranegara maju
dan investor swasta dari negara maju dan negara industri mulai menguasai lahan pertanian
yang luas (umumnya dengan akses ke sumberdaya air yang cukup) di negara-negara
berkembang melalui pembelian atau sewa jangka panjang untuk areal budidaya tanaman
pangan, tanaman industri, agrofuel atau tanaman perkebunan untuk diekspor. Secara
umum, investasi besar dalam industri, pertambangan, agro-industri, perumahan dan lain-
sehingga mengarah ke konversi penggunaan lahan tradisional yang tidak dapat balik
(irreversible).
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
Dengan adanya makalah ini dibuat semoga bermanfaat bagi fakultas tehnik dan bagi
PEMBAHASAN
A. Pengembangan Lahan
menjalani kehidupannya (Rahayu, 2007). Lahan adalah tanah yang sudah ada
peruntukkannnya dan umumnya ada pemiliknya, baik perorangan atau lembaga (Budiono,
2008). Berdasarkan pada dua pengertian tersebut, maka dapat diartikan bahwa lahan
merupakan bagian dari ruang merupakan unsur penting dalam kehidupan manusia sebagai
ruang maupun sumber daya, karena sebagian besar kehidupan manusia tergantung pada
lahan yang dapat dipakai sebagai sumber penghidupan, yaitu dengan mencari nafkah
Penggunaan lahan merupakan wujud nyata dari pengaruh aktivitas manusia terhadap
sebagian fisik permukaan bumi. Faktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan
ruang sebagai wadah semakin meningkat. Perubahan fungsi lahan ini merupakan suatu
transformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan/fungsi kepada
Bintarto (1983), mengungkapkan bahwa telah terjadi gerakan penduduk yang terbalik
yaitu dari kota ke daerah pinggiran kota yang sudah termasuk wilayah desa. Daerah
pinggiran kota sebagai daerah yang memiiliki ruang relatif masih luas memiliki daya tarik
Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan
pada makin meningkatnya perubahan penggunaan lahan. Selain itu, dengan adanya
pertumbuhan dan aktivitas penduduk yang tinggi akan mengalami perubahan penggunaan
lahan yang cepat pula, sehingga diperlukan perencanaan tataguna lahan yang sesuai
adalah pemanfaatan lahan yang ditujukan untuk suatu peruntukan tertentu, permasalahan
yang mungkin timbul dalam menetapkan peruntukan suatu lahan adalah faktor kesesuaian
lahannya.
Perubahan penggunaan lahan tersebut salah satunya terjadi karena adanya pertumbuhan
penduduk. Pertambahan penduduk baik yang berasal dari penghuni itu sendiri maupun
arus penduduk yang masuk dari luar kota mengakibatkan bertambahnya perumahan-
perumahan yang berarti berkurangnya lahan kosong di dalam kota. Semakin anak kota
menjadi besar semakin banyak pula diperlukan gedung-gedung sekolah, toko, warung
makan dan restaurant bertambah terus sehingga semakin mempercepat habisnya lahan
penggunaan lahan yang menyebabkan persaingan dan konflik antara lain adalah: 1.
dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya; 4. Budidaya tanaman agro fuel terhadap
produksi pangan; 5. Produksi bahan baku untuk produksi industri dan pembangunan
ekonomi misalnya perkebunan karet sebagai prasyarat untuk industri otomotif versus
dibandingkan pertanian subsisten dan penggunaan lahan yang luas untuk menjamin
keamanan pangan (sering menentang hak atas lahan secara formal yang ditentukan oleh
negara dan informal lokal melegitimasi hak ulayat termasuk akses terhadap air, hutan dan
resiko, misalnya dengan penimbunan yang memblokir daerah aliran air atau daerah banjir);
8. Persaingan antara pemukim lama dan pendatang baru yang harus meninggalkan daerah
yang cukup memadai tentang berbagai sendi kehidupan, mencakup segala aspek penting
dari sumberdaya alam dan kehidupan sosial ekonominya, sehingga dapat membantu dalam
pengambilan keputusan, baik oleh pemerintah maupun perusahaan perorangan. Hal ini
juga berlaku dalam kaitannya dengan lahan. Sejak Perang Dunia II, data lahan telah
dianggap sebagai data penting dalam perencanaan kota, perencanaan jalan raya,
umumnya. Setiap rencana kota dan wilayah yang menyeluruh mengikutsertakan data
tentang penggunaan lahan sekarang dan proyeksi penggunaan lahan pada masa
mendatang.
Manfaat data atau peta penggunaan lahan tergantung dari lembaga atau badan yang
perkebunanlah yang paling umum melakukan survei penggunaan lahan dan yang
penggunaan lahan, mempunyai dua tujuan utama. Pertama, untuk dapat memperoleh
keterangan tentang sumberdaya lahan wilayah bagi keperluan pendidikan secara luas,
misalnya dalam bentuk atlas atau peta nasional atau provinsi dalam skala kecil.
Penggunaan lahan perkotaan dapat dikelompokkan kedalam dua golongan besar yaitu:
Penggunaan lahan non-pertanian dapat dibedakan kedalam penggunaan lahan kota atau
pertanian dibedakan dalam garis besar ke dalam macam penggunaan lahan berdasarkan
atas penyediaan air dan komoditas yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di
atas lahan tersebut, seperti penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun kopi, padang rumput,
hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya (Arsyad 2010).
lahan adalah faktor fisik dan biologis, faktor pertimbangan ekonomi dan faktor institusi
(kelembagaan). Faktor fisik dan biologis mencakup kesesuaian dari sifat fisik seperti
keadaan biologi, tanah, air, iklim, tumbuh tumbuhan, hewan dan kependudukan. Faktor
pertimbangan ekonomi dicirikan oleh keuntungan, keadaan pasar dan transportasi. Faktor
institusi (kelembagaan) dicirikan oleh hukum pertanahan, keadaan politik dan keadaan
sosial ekonomi. Selain itu, menurut Barlowe (1986) pertambahan jumlah penduduk
menuntut pertambahan terhadap makanan dan kebutuhan lain yang dapat dihasilkan oleh
persaingan dan konflik diantara pengguna lahan. Adanya persaingan tidak jarang
digunakan untuk usaha non-pertanian. Pertambahan penduduk yang pesat dan peningkatan
lahan yang sering kurang mengikuti kaidah konservasi alam (Arifin 2002). Perubahan atau
perkembangan pola penggunaan lahan dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor
alami dan faktor manusia. Faktor alami antara lain: tanah, air, iklim, pola musiman,
landform, erosi dan kemiringan lereng. Faktor manusia berpengaruh lebih dominan
dibandingkan faktor alami dan dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi dan pengaruh
(status), potensi, dan pembatas-pembatas dari suatu daerah tertentu dan sumberdayanya,
yang berinteraksi dengan penduduk setempat atau dengan orang yang menaruh perhatian
aspirasinya untuk masa mendatang (Soil Conservation Society of America 1982, hal. 88–
terkoordinasi, ide, kebijakan (policy), program, dan aktivitas yang dihubungkan dengan
penggunaan lahan sekarang dan potensi penggunaan lahan dalam suatu daerah, dan sering
merupakan unsur penentu/ kunci dalam rencana keseluruhan (comprehensive plan) daerah
yang sedang dikembangkan untuk penggunaan bagi keperluan umum dan keperluan
Pengertian yang sifatnya lebih praktis operasional dikemukakan oleh Sandy (1984b)
usaha untuk menata letak proyek-proyek pembangunan, baik yang diprakarsai oleh
pemerintah maupun yang tumbuh dari prakarsa dan swadaya masyarakat sesuai dengan
daftar skala prioritas sedemikian rupa sehingga disatu pihak dapat tercapai tertib
penggunaan lahan, sedangkan di pihak lain tetap dihormati peraturan perundangan yang
berlaku. Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa cakupan perencanaan penggunaan
lahan sangatlah luas. Akan tetapi dalam uraian berikut ini ruang lingkupnya akan lebih
dibatasi dan penekanan dilakukan pada sebagian saja dari berbagai penggunaan lahan bagi
pembangunan pertanian secara luas yang didasarkan atas penilaian faktor-faktor fisik
lingkungan. Hal ini bukanlah berarti bahwa faktor sosial, ekonomi dan politik tidak
penting, tetapi semata-mata didasarkan atas konteks dan keperluan penulisan buku ini.
proses yang berulang-ulang, didasarkan pada dialog antara semua pemangku kepentingan
pedesaan. Hal ini juga menyiratkan inisiasi dan pemantauan langkah-langkah untuk
untuk mencapai jenis penggunaan lahan yang ramah lingkungari, berkeadilan sosial seperti
yang diinginkan dan ekonomis. Hal demikian mengaktifkan proses sosial pengambilan
Definisi oleh FAO dan UNEP yang telah dipublikasikan pada tahun 1999 menunjukkan
penggunaan lahan. Perencanaan penggunaan lahan adalah prosedur yang sistematis dan
memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dalam hal ini menilai kondisi fisik, sosio-
ekonomi, kelembagaan dan hukum dan kendala sehubungan dengan penggunaan optimal
dan berkelanjutan dari sumberdaya lahan dan memberdayakan masyarakat untuk mambuat
1999).
Perbedaan diantaranya kedua definisi terletak lebih pada fokus partisipasi di satu sisi
oleh GTZ lebih menekankan pada penilaian sistematis disisi lain oleh FAO dan UNEP.
Berdasarkan definisi dan tujuan yang disajikan di atas, perencanaan penggunaan lahan
mengikat secara hukum dan atau mengikat secara hukum aturan penggunaan lahan.
Pengakuan formal dari rencana penggunaan lahan atau aturan penggunaan lahan
yang memiliki mandat resmi untuk perencanaan antar sektor. Hal ini dapat
diwujudkan dengan cara yang berbeda. Perencanaan dapat dimulai dan difasilitasi
oleh badan administratif lokal. Perencanaan juga dapat dilakukan oleh pemimpin
petugas regional/ kabupaten/ kota atau provinsi atau nasional. Petugas dari tingkat
yang lebih tinggi ini perlu terlibat dari sejak tahap awal;
terwakili: pengguna lokal langsung dan tidak langsung, otoritas publik, investor
swasta, LSM dan Ormas tergantung pada tingkat di mana perencanaan penggunaan
langsung;
apabila rencana yang dibuat merupakan hasil dari perencanaan bersama dengan
masyarakat dan bukan berasal dari perencanaan top down. Oleh karena itu,
perencanaan bukan hanya masalah bagi para ahli, tetapi harus dilakukan bersama-
sama dengan mereka yang terkena dampak atau pengaruh rencana tersebut;
setempat. Isi dari suatu perencanaan penggunaan lahan harus disesuaikan dengan
kondisi setempat. Metode yang digunakan juga harus sesuai dengan aspek teknis,
dalam skala, spesifikasi, bentuk partisipasi (langsung dan tidak langsung), dan
lahan;
13. Perencanaan penggunaan lahan mengikuti ide subsidiaritas, yaitu semua fungsi
memastikan kontrol yang efektif dari bawah dapat berlangsung dengan baik;
kabupaten/kota) dengan ketentuan yang dibuat pada tingkatan yang lebih tinggi.
Hal ini hanya dapat dicapai secara berkelanjutan apabila para pemangku
tersebut. Hal ini biasanya membutuhkan proses yang lebih panjang dalam
depan, maka hal ini akan beresiko tinggi bahwa ada kemungkinan beberapa orang
akan kehilangan hak-hak mereka dan atau bahwa penggunaan lahan di masa depan
atau tutupan lahan saat ini. Perencanaan penggunaan lahan menentukan bagaimana
lahan akan digunakan dimasa depan. Hal ini ada kemungkinan berbeda dari
Iterasi dilakukan meliputi baik prinsip maupun metode. Perkembangan baru dan
temuan secara khusus diamati dan dimasukkan ke dalam proses perencanaan. Hal
telah diambil;
dan solusi yang diidentifikasi adalah untuk dilaksanakan, atau tidak berakhir hanya
21. Perencanaan penggunaan lahan terkait dengan perencanaan keuangan. Hal ini
22. Perencanaan penggunaan lahan berkaitan dengan ruang dan tempat (orientasi
spasial). Di sebagian besar negara banyak bentuk perencanaan dan cukup banyak
rencana yang ada. Banyak rencana pembangunan, misalnya, menyatakan apa yang
di mana akan dilakukan. Perencanaan penggunaan lahan perlu fokus pada apa yang
Fungsi utama dari perencanaan penggunaan lahan adalah untuk memberikan petunjuk
atau pengarahan dalam proses pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan sehingga
sumberdaya lahan dan lingkungan tersebut ditempatkan pada penggunaan yang paling
mengkonservasikannya untuk penggunaan pada masa mendatang (Dent 1978; Jones dan
Davies 1978). Untuk dapat mengerjakan hal ini, perencana harus dalam kedudukan
membandingkan beberapa macam penggunaan lahan yang berbeda untuk masing-masing tipe
lahan dalam kaitan dengan pengaruhnya pada lahan dan keuntungan-keuntungan kepada
pemakai lahan sebagai hasil dari implementasinya. Survei dan evaluasi lahan yang menyeluruh
diperlukan untuk memberikan informasi ini sehingga sekaligus merupakan hal utama yang
Perencanaan penggunaan lahan (landuse planning) merupakan hal yang penting dalam
pemanfaatan sumberdaya lahan masa kini, dan terutama pada masa yang akan datang.
Pertambahan penduduk disertai dengan perkembangan kota dan desa menyebabkan seluruh
penggunaan lahan dan tanah menjadi lebih bersaing secara ketat. Lahan pertanian yang subur
akan mendapat ancaman dan tekanan yang lebih besar dari pertumbuhan perkotaan dan
perluasan fasilitas atau sarana-prasarana untuk keperluan umum seperti perumahan, jalan raya,
Perencanaan itu sendiri dalam arti luas adalah merupakan proses yang dilakukan secara
sadar dan sistematis dari sejumlah kegiatan dalam memilih dan mengembangkan tindakan yang
paling baik untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitan dengan pengertian ini Katz dalam
(1) Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapat suatu pengarahan kegiatan, adanya
terhadap berbagai hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Peramalan dilakukan
kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara yang terbaik atau kesempatan untuk
memilih kombinasi cara yang terbaik; (4) Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala
prioritas. Memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran maupun kegiatan
usahanya; dan (5) Dengan adanya rencana maka akan ada suatu alat pengukur atau patokan
tertentu dapat lebih beraturan serta supaya pemanfaatan rencana yang disusun (misalnya
rencana penggunaan lahan, tata ruang, dan sebagainya) dapat berfungsi sepenuhnya dalam
Secara garis besar dikenal lima urutan tahapan yang umum dilakukan dalam setiap
perencanaan: (1) pengumpulan data atau fakta yang diperlukan; (2) penganalisisan fakta; (3)
penyusunan keputusan; (4) pelaksanaan keputusan; (5) penilaian hasil. Kelima tahapan umum
ini juga merupakan tahapan utama dalam kegiatan perencanaan penggunaan lahan.
penggunaan lahan lingkungan hidup manusia mulai dari skala besar (lingkungan pekarangan)
sampai dengan skala kecil (wilayah nasional dan dunia). Tujuannya adalah penggunaan
sumberdaya lahan secara intensif dan efisien secara berkesinambungan. Inti dasar landasannya
adalah kaidah-kaidah fisik lahan dan kaidah-kaidah perilaku (behavioural) yang menerangkan
tiga tujuan perencanaan penggunaan lahan: (1) mencegah penggunaan lahan yang salah tempat,
atau ingin menuju ke penggunaan lahan yang optimal; (2) mencegah adanya salah urus,
sehingga lahan rusak, atau menuju ke penggunaan lahan yang berkesinambungan; dan (3)
mencegah adanya tuna kendali atau menuju ke arah penggunaan lahan yang senantiasa
Dalam upaya untuk menyederhanakan hubungan yang kompleks yang terlibat dalam
pengembangan penggunaan lahan melalui perencanaan, suatu model yang sifatnya menyeluruh
(comprehensive model) telah diperkenalkan oleh Vink (1975). Model ini meliputi berbagai
geometri (sub-model) yaitu merupakan sub-sistem yang berbeda dari seluruh sistem
pengembangan penggunaan lahan. Hubungan secara skematis dari lima geometri (sub-model)
dalam penggunaan lahan yang dikemukakan Vink tersebut yaitu Geometri sumberdaya lahan,
aktivitas manusia.
diperoleh dari lahan dalam sistem penggunaan lahan pedesaan. Kebutuhan manusia dapat
Tingkat 3: Habitat komunal: merupakan pelayanan penting yang diberikan di dalam kerangka
maju.
Apabila tingkat 1, 2, dan 3 dari kebutuhan manusia tersebut yang akan dipenuhi, maka
penggunaan lahan lebih merupakan aktivitas ekonomik untuk masyarakat secara keseluruhan
produksi yang lebih tinggi. Apabila tingkat 1 dan 2 yang dominan, maka penekanannya adalah
pada produksi kotor (gross production) yang lebih tinggi dari makanan dan kebutuhan pokok
lainnya seperti pakaian, perumahan, bahan bakar, dan sebagainya. Dalam kasus yang demikian
geometri degradasi lahan, tergantung dari sifat atau keadaan sumberdaya lahan dan cara
finansial yang tersedia yang diperlukan untuk penggunaan lahan dan untuk pengembangannya.
disebabkan keempat geometri lainnya. Posisi atau keadaan sekarang juga merupakan hasil
sebagai refleksi dari keadaan terdahulu (sebelumnya) yang dihasilkan dari hubungan-hubungan
menurut keadaan suatu daerah atau Wilayah/ Negara dan tujuan perencanaan itu sendiri. Di
Inggris misalnya, dikenal empat prinsip pokok dalam perencanaan penggunaan lahan (Willats
1951) :
memutuskan agar lahan-lahan yang baik tidak digunakan untuk kegiatan bukan-pertanian,
apabila masih tersedia lahan-lahan yang kurang baik. Oleh karena itu, salah satu tujuan dari
perencanaan penggunaan lahan adalah untuk menjamin agar lahan-lahan pertanian sejauh
mungkin dapat dipelihara dan dilindungi. Hal ini bermula dari banyaknya areal lahan pertanian
yang baik yang dialihgunakan untuk keperluan bukan-pertanian, misalnya dialihgunakan untuk
London.
Kedua, pembangunan fisik kota (town) harus cukup dikontrol. Dalam hal ini perencana
dibutuhkan untuk mempersiapkan garis besar rencana untuk dapat memenuhi kebutuhan dari
daerahnya untuk tidak lebih jauh dari masa mendatang yang dapat diketahui lebih dahulu
(foreseeable future). Dengan suatu tingkat kerapatan penduduk baku tertentu, dapat dengan
jelas diketahui bahwa kunci terhadap kebutuhan lahan perkotaan tergantung dari jumlah
penduduk masa mendatang. Dalam memilih areal untuk tujuan pengembangan, perencana
dapat dibantu dengan konsep pagar kota (urban fence) yang dikeluarkan oleh Bagian
Perencanaan Departemen Pertanian. Pagar (fence) merupakan areal di sekitar kota termasuk
areal-areal lahan yang belum diusahakan atau sangat sedikit digunakan untuk kegiatan
pertanian dan oleh Departemen Pertanian telah dinyatakan tidak diminati untuk pertanian
faktor, termasuk kebutuhan untuk menghindari menyatunya inti kota (urban nuclei) dan untuk
ini seharusnya memberikan sumbangan terhadap terpeliharanya kontak atau hubungan antara
kota dan pedusunan / pedesaan serta membantu menghindari jarak perjalanan harian penduduk
yang terlalu jauh ke- dan dari tempat pekerjaan. Dalam menentukan ukuran permukiman,
diinginkan agar disatu pihak dihindari ukuran yang terlalu besar yang cenderung akan
mengurangi rasa kesatuan dan kesadaran bermasyarakat penduduk dan dipihak lain untuk
menjamin persyaratan keseimbangan yang baik antara pekerjaan dan pelayanan (service).
Keempat, adanya kebutuhan tertentu yang harus dipenuhi untuk suatu pedusunan
(country town) terdiri dari pusat-pusat perdagangan, sosial, budaya dan fasilitas pendidikan
yang cukup. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan dalam konsep pengembangan
Ada dua pendekatan untuk perencanaan penggunaan lahan yang diketahui. Pendekatan
yang pertama dan secara luas diterapkan adalah pendekatan konvensional. Hal ini juga disebut
sebagai cetak biru atau pendekatan institusional. Proses perencanaan mengejar prosedur
sistematìs klasik, survei teknis atas dasar rencana yang dirancang secara terpusat oleh lembaga-
lembaga pemerintah dan dikerjakan secara rinci oleh staf professional untuk memenuhi tujuan
yang diputuskan terpusat. Pendekatan yang dilakukan cenderung kaku, top down dan
pendekatan yang dilakukan oleh pakar. Orang-orang sebagai pengguna dan pengelola lahan
tidak pernah dilibatkan dalam konsultasi dan menyampaikan pendapat mereka. Mereka hanya
dijadikan responden dalam survei sosial ekonomi singkat melalui pengisian kuesioner dan
tidak memainkan peran besar dalam proses perencanaan penggunaan lahan. Kurangnya
konsultasi telah menyebabkan pengucilan masyarakat lokal dan pengetahuan mereka tentang
perencanaan yang akan dilakukan. Hal ini menyebabkan perencanaan yang dihasilkan tidak
sesuai dengan kondisi masyarakat lokal sehingga rencana yang dibuat sering tidak dapat
dilaksanakan.
pendekatan alternatif. Perencanaan penggunaan lahan partisipatif adalah berpusat pada orang,
pendekatan bottom-up yang melibatkan stakeholders dan mengakui perbedaan yang ada dari
satu tempat ke tempat lain sehubungan dengan kondisi sosial budaya, ekonomi, teknologi dan
kondisi lingkungan.
Perencanan penggunaan lahan bersifat fleksibel dan adaptif dalam arti bahwa metode yang
digunakan dapat dimodifikasi agar sesuai dengan keadaan tertentu. Hal ini berarti bahwa tidak ada
pendekatan blueprint yang mendefinisikan langkahIangkah, prosedur dan alat-alat yang diterapkan.
Perencanaan penggunaan lahan perlu dirancang sesuai dengan kebutuhan, tuntutan, kapasitas serta
aturan dan struktur kelembagaan setempat dan mengikuti prinsip-prinsip seperti yang dikemukakan
terdahulu. Perencanaan penggunaan lahan harus bisa mengambil bentuk yang berbeda. Hal ini misalnya
dengan menghasilkan rencana penggunaan lahan yang sangat rinci, dalam perjanjian lokal tentang hak
penggunaan lahan (konvensi lokal) atau sketsa sederhana yang mendokumentasikan beberapa
fiturspasial dan rencana pembangunan daerah. Ada situasi di mana setìdaknya dimasukkan beberapa
aspek spasial ke dalam pendekatan perencanaan pembangunan yang merupakan langkah besar ke
depan. Bentuk-bentuk utama dari perencanaan penggunaan lahan diuraikan berikut ini.
memperkenalkan atau meningkatkan pendekatan perencanaan tata ruang lengkap pada tingkat
lokal. Bekerjasama dengan lembaga yang ada, seluruh pendekatan darí persiapan, perencanaan
memperkenalkan perencanaan penggunaan lahan yang kompleks. Dalam hal ini, alternatif
adalah hanya mencakup beberapa aspek spasial ke dalam kegiatan perencanaan pembangunan.
Jika selama ini perwakilan lokal hanya menyiapkan daftar kebutuhan bagi pemerintah dan
lembaga donor (kalau ada), pada saat ini mereka bisa memetakan sesuai dengan keinginan
mereka benar-benar ingin perkembangan seperti ini (terutama infrastruktur). Jika hal ini
dilakukan secara partisipatif dan melibatkan diskusi pada infrastruktur yang sudah ada, dan
yang akan dibangun, hal ini merupakan peningkatan yang signifikan dalam proses
proses desentralisasi terhadap perubahan fungsi kualifikasi kota dan perdesaan oleh perwakilan
lembaga lokal dan masyarakat sipil. Program ini membantu kota yang dipilih untuk rnembuat
sebuah sistem perencanaan pembangunan sosio-ekonorni lokal yang transparan dan partisipatíf
sesuai dengan persyaratan nasional. Sejauh ini, aspek spasial telah ditinggalkan dalam
spasial dalam perencanaan pembangunan sosio-ekonomi lokal. Beberapa peta tematik kota
disusun menunjukkan lokasi infrastruktur teknis dan sosial di kota. Berdasarkan peta ini, satu
peta kota sangat sederhana disiapkan menunjukkan semua desa disimbolkan dengan salib
sederhana dan disertai dengan simbolsimbol yang mewakili infrastruktur yang ada dalam kota
berdasarkan citra satelit yang tersedia dalam bentuk digital. Dalam kasus lain perencanaan
disiapkan dengan tangan berikut sketsa peta. Peta ini sekarang digunakan dalam proses
terhubung dengan prinsip-prinsip kerjasama pembangunan. Hal ini dapat digambarkan melalui
bahwa kecuali dari tingkat pertanian individu, perencanaan teritorial selalu merupakan tugas
negara yang berdaulat . Hal ini harus mengikuti aturan dan peraturan negara pada tingkat
administratif yang berbeda. Selain itu hal yang juga penting adalah melibatkan para pemangku
penggunaan lahan bukan hanya tugas para ahli atas nama pemerintah tetapi merupakan hasil
lembaga donor (penyandang dana) tidak akan menghasilkan rencana penggunaan lahan untuk
mereka sendiri, tetapi harus selalu selaras atau sejalan dengan sistem perencanaan nasional.
Harmonisasi dalam konteks perencanaan penggunaan lahan berlaku untuk fakta bahwa
penggunaan lahan yang berbeda dan rencana yang didanai oleh lembaga donor yang berbeda
rencana harus selalu berorientasi pada implementasi. Hal ini berarti tidak ada gunanya
menghasilkan dokumen perencanaan yang tidak akan diterapkan setelah itu. Mengelola hasil
juga berarti mempertimbangkan manfaat jangka pendek dan jangka panjang perencanaan
penggunaan lahan.
BAB III
A. Kesimpulan
negara dan mengalokasikannya dalam bentuk sewa atau konsesi kepada investor swasta,
sementara masyarakat setempat menganggap lahan yang sama sebagai hutan masyarakat
yang semua penduduk dapat menggunakannya untuk mengumpulkan kayu bakar, tanaman
obat-obatan, produk non-kayu dan lain-lain (semua yang diperlukan untuk kelangsungan
hidup mereka). Sistem kepemilikan menurut hukum adat dianggap tidak resmi, hanya
tidak sah. Sebaliknya, adat dan sistem penguasaan lahan informal lainnya sering tidak
mengindahkan legitimasi yang lebih tinggi atau sistem formal. Hal ini dalam kenyataannya
wewenang oleh kepala adat. Secara tradisional dan menurut aturan, adat bertanggung
jawab atas hak alokasi lahan kepada anggota kelompok saja. Sementara itu, banyak dari
mereka sekarang menganggap mereka adalah permilik penuh lahan dengan hak untuk
menjualnya kepada orang asing. Bagi perempuan dan petani miskin, sistem kepemilikan
lahan secara hukum adat menjadi semakin tidak dapat diandalkan. Hal ini berlaku terutama
di daerahdaerah di mana nilai lahan tinggi dan/atau terjadi peningkatan nilai lahan seperti