Disusun Oleh :
Kelompok 4
Sinopsis :
Pada kegiatan mata kuliah pengembangan lahan ini kami akan
membahas segala bentuk persiapan untuk pengembangan lahan perkotaan
menjadi Arena Olahraga Futsal. Pada bagian awal kegiatan ini diawali dengan
proses pengurusan penguasaan lahan, kemudian pemaparan potensi-potensi
pemanfaatan lahan, lalu selanjutnya melakukan penilaian Lahan, dan yang
terakhir yaitu rekomendasi pengembangan lahan. Selanjutnya akan dijelaskan
sebagai berikut :
a. Penguasaan Lahan
Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan dan hutan
merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia.
Hilang atau berkurangnya ketersediaan sumberdaya tersebut akan berdampak
sangat besar bagi kelangsungan hidup umat manusia. Sumberdaya alam
merupakan sumberdaya yang tidak saja mencukupi kebutuhan hidup manusia,
namun juga memberikan kontribusi yang besar bagi kesejahteraan suatu
bangsa (Fauzi, 2004).
Salah satu sumberdaya alam yang menjadi perhatian dalam beberapa
tahun terakhir adalah lahan. Lahan Merupakan matrik dasar kehidupan
manusia dan pembangunan (Saefulhakim, 1997). Karena hampir dari semua
aspek kehidupan manusia dan pembangunan, baik langsung maupun tidak
langsung berkaitan dengan permasalahan lahan (Saefulhakim, RS; LI,
Nasoetion, 1995). Lahan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi,
mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat
siklis yang berbeda diatas dan dibawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer,
serta segala akibat yang ditimbulkan oleh manusia di masa lalu dan sekarang,
yang semuanya itu berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia
pada saat sekarang dan di masa mendatang (Hardjowigeno, Widiatmaka, &
AS, 1999).
Saat ini pengelolaan lahan yang terjadi kurang memperhatikan
karakteristik dan daya dukung lahan atau kelas kemampuan lahan, serta
kaidah-kaidah pengelolaan dan konservasi tanah yang benar sehingga menjadi
penyebab degradasi lingkungan. Program penerapan konservasi tanah harus
dilakukan secara terpadu antara lembaga/instansi terkait dengan penataan
kembali implementasi teknik konservasi, penataan usahatani konservasi,
penataan kelembagaan pendukung konservasi tanah dan kebijakan
finansialnya (Padusung & C. Arman, 2002).
Pengertian kepemilikan dan penguasaan lahan seringkali dianggap
sama. Padahal ada perbedaan mendasar antara pengertian kepemilikan dan
penguasaan. Pengertian kepemilikan lebih condong kepada status hak
(entitlement) sedangkan pengertian penguasaan lebih kepada total luasan yang
di kuasai atau diusahakan. Selain itu pengertian kepemilikan mengandung arti
adanya hak untuk menggunakan tanah bagi pemiliknya, baik hak untuk
menjual (dipindah tangankan), digadaikan, disewakan, diwariskan atau
diusahakan untuk kepentingan pemiliknya. Sedangkan pengertian penguasaan
mengandung arti adanya hak untuk menggunakan tanah berdasarkan sewa
atau kontrak tertentu, tetapi tidak dapat dipindahtangankan oleh yang
menguasai tanah tersebut (Wijayanti, 2000).
Salah satu aspek penting dimensi tanah dalam hubungannya dengan
manusia adalah tanah sebagai properti yang mempunyai pengertian bahwa
tanah meliputi kepemilikan beserta entitlement yang berkaitan dengan hak
kepemilikan tanah (Barlowe, 1978). Hal ini berkaitan dengan segala hak yang
berhubungan dengan tanah yang mempunyai implikasi sangat luas terhadap
pengelolaan sumberdaya tanah, seperti hak untuk memiliki dan menggunakan
tanah, hak untuk menjual tanah, hak untuk menyewakan, hak untuk
menggadaikan, hak untuk membagi dan menurunkan kepemilikan dan hak
untuk menghibahkan.
Pembaharuan agraria atau adakalanya disebut dengan “Reformasi
Agraria” terdiri dari dua pokok permasalahan, yaitu “penguasaan dan
kepemilikan” di satu sisi, dan “penggunaan dan pemanfaatan” di sisi lainnya.
Kedua sisi tersebut ibarat dua sisi mata uang yang harus dilakukan secara
seiring.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (Undang-Undang Pokok Agraria) atau lebih dikenal
dengan UUPA, menyebutkan beberapa jenis hak-hak 10 atas tanah, antara
lain: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak
membuka tanah, hak memungut hasil hutan dan hak-hak lain yang tidak
termasuk dalam hak-hak yang disebut sebelumnya yang akan ditetapkan
dengan undang-undang.
Hak milik diatur dalam UUPA Pasal 20 sampai 27. Hak milik adalah
hak turun-tumurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang pribadi
atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah. Hak guna
usaha diatur dalam UUPA Pasal 28 sampai Pasal 34.
Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh negara dan dapat dialihkan kepada pihak lain. Hak guna
bangunan diatur dalam UUPA Pasal 35 sampai 40. Hak guna bangunan adalah
hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang
bukan miliknya, dengan jangka waktu tertentu (paling lama 30 tahun). Baik
tanah negara maupun tanah milik yang dimiliki oleh seseorang atau badan
hukum yang ditunjuk oleh Negara dapat diberikan hak guna bangunan.
Hak pakai diatur dalam UUPA Pasal 41 sampai dengan 43. Hak pakai
adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya
oleh pejabat yang berwenang yang memberikannya atau dalam perjanjian
dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau
perjanjian pengelolaan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan
jiwa dan ketentuan-ketentuan UUPA.
Hak sewa diatur dalam UUPA Pasal 44 dan 45. Hak sewa adalah
sesuatu hak untuk menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan
bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
Hak membuka tanah dan membangun hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh
warga negara Indonesia dan diatur oleh Peraturan Pemerintah, sebagaimana
disebutkan UUPA Pasal 46 Ayat 1.
b. Pemanfaatan Wilayah
Kota merupakan lambang dari peradaban manusia, salah satu indikasi
berkembangnya gaya hidup perkotaan adalah berkembangnya komponen
sistem sosial, seperti kerukunan warga, tempat tinggal, sekolah, rumah sakit.
Perkembangan ini menunjukkan terjadinya peningkatan pada kebutuhan
sarana dan prasarana perkotaan. Disisi lain, masyarakat perkotaan sekarang
cenderung kurang bersosialisasi karena mereka sudah sibuk dengan urusannya
sendiri-sendiri. Pola kerukunan warga sebagai salah satu bentuk interaksi
antar anggota masyarakat sudah mulai bergeser. Bentuk pengendalian sistem
sosial untuk meningkatkan kualitas gaya hidup perkotaaan ini antara lain
dapat dilakukan melalui perubahan perilaku masyarakat perkotaan dalam
menjaga kebiasaan hidup sehat , serta memanfaatkan lahan-lahan yang
diperuntukkan bagi fungsi sosial dengan baik. Yang dimaksud dengan
perubahan perilaku masyarakat disini adalah masyarakat yang memiliki
pengetahuan, sikap mental, dan kemampuan dalam mengendalikan
lingkungan sosialnya (Ratnawati, 2016).
Kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi adanya perkembangan di
suatu daerah. Pengembangan suatu daerah baru juga terkadang diperlukan
ketika suatu daerah sudah mengalami degradasi dalam hal penyediaan ruang
untuk aktivitas masyarakatnya sehingga tidak lagi memberikan efek positif
terhadap masyarakat yang ada. Begitu juga di Kota Bandarlampung, wilayah
pinggiran kota sangatlah berpotensi untuk dikembangkan ketika peran
pemerintah dapat dimaksimalkan. Istilah kota dalam kota juga terkadang
dapat muncul ketika adanya pusat pengembangan baru dilaksanakan disuatu
daerah.
Kota Bandarlampung adalah sebuah kota di Indonesia sekaligus ibu
kota dan kota terbesar di provinsi Lampung. Bandar Lampung juga
merupakan kota terbesar dan terpadat ketiga di Pulau Sumatera setelah Medan
dan Palembang menurut jumlah penduduk. Kota Bandar Lampung memiliki
luas wilayah daratan 169,21 km² yang terbagi ke dalam 20 Kecamatan dan
126 Kelurahan dengan populasi penduduk 1.167.101 jiwa (berdasarkan data
tahun 2014), kepadatan penduduk sekitar 8.316 jiwa/km² dan diproyeksikan
pertumbuhan penduduk mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2030. Saat ini kota
Bandar Lampung merupakan pusat jasa, perdagangan, dan perekonomian di
provinsi Lampung (Afriadi & Luthfi, 2018).
Kota Bandar Lampung memiliki beberapa area yang masih minim
efektivitas pemanfaatan lahan, penuhnya lahan pemukiman menyebabkan
timbulnya beberapa kebutuhan fasilitas umum masyarakat. Salah satunya
kebutuhan akan fasilitas olahraga di tengah padatnya pemukiman masyarakat.
Dalam hal ini menunjang terpenuhnya kebutuhan pola hidup sehat masyarakat
terkhusus pada generasi muda. Diantara beberapa kegiatan olahraga, penulis
mengambil olahraga futsal sebagai pembahasan tugas besar ini.
c. Penilaian Lahan
Nilai Tanah
Nilai tanah merupakan mempunyai definisi atau pengertian bermacam-
macam tergantung pada konteks dan tujuannya serta sudut pandangnya. Nilai
tanah secara definisi dapat diartikan sebagai kekuatan nilai dari tanah untuk
dipertukarkan dengan barang lain. Sebagai contoh tanah yang mempunyai
produktivitas rendah seperti tanah padang rumput relatif lebih rendah nilainya
karena keterbatasan dalam penggunaannya. Sedangkan nilai pasar tanah di
definisikan sebagai harga ( yang diukur dalam satuan uang) yang dikehendaki
oleh penjual dan pembeli (Shenkel, 1988: 31) yang diadaptasi dari jurnal
(Sutawijaya, 2004). dapat di-simpulkan bahwa nilai tanah adalah ukuran
kemampuan tanah untuk menghasilkan atau memproduksi sesuatu secara
langsung memberikan keuntungan ekonomis. Dalam konteks pasar
properti nilai tanah sama dengan harga pasar tanah tersebut misalnya
harga pasar tanah tinggi maka nilai tanahnya juga tinggi demikian pula
sebaliknya.
Ekonomi Tanah
Pola Nilai Ekonomis Lahan Kota
Dalam teori ini, nilai ekonomis lahan akan semakin tinggi jika
lokasinya semakin mendekati kawasan pusat kota. Karena pada umumnya
semakin mendekati kawasan pusat kota akan semakin tinggi tingkat
ke-mudahan prasarana dan sarananya, sehingga semakin strategis dan
produktif nilai lahan tersebut. Sebaliknya nilai dan harga lahan akan
semakin rendah tingkatannya jika loka-sinya semakin menuju ke bagian
luar kota. Hal ini terjadi karena segala kemudahan relatif semakin
berkurang dengan lokasi semakin mengarah ke bagian pinggiran
kota/luar kota, sekalipun dari segi kemam-puan kualitas lahan semakin
tinggi. Dengan upaya-upaya peningkatan kemudahan (ak-sessibilitas)
seperti pembangunan jalan atau prasarana dan sarana lainnya, maka
harga lahan tersebut semakin naik.
Referensi
Afriadi, M., & Luthfi, M. (2018). Persepsi Masyarakat Mengenai Pengaruh Institut
Teknologi Sumatera (ITERA) Terhadap Perkembangan Wilayah Di
Kelurahan Korpri Jaya, Kecamatan Sukarame, Kota Bandarlampung. Jurnal
Bumi Indonesia, 1-2.
Barlowe, R. (1978). Land Resource Economics. Second Edition. Prentice Hall Inc.
New Jersey.
Fauzi, A. (2004). Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Hardjowigeno, S., Widiatmaka, & AS, Y. (1999). Kesesuaian Lahan dan perencanaan
tata guna tanah. Jurnal jurusan tanah, 2.
Levy, J. (1985). , Urban and Metropolitan Economics. McGraw-Hill Book Company.
Padusung, & C. Arman. (2002). Akses Teknologi, Pengetahuan dan Keterampilan
yang Sesuai dalam Penanggulangan Degradasi Lahan. Makalah pada
Lokakarya Laporan Nasional tentang Implementasi Konvensi PBB untuk
Penanggulangan Degradasi Lahan.
Prakoso, D. B., Subiyono, H. S., & Rahayu, S. (2013). MINAT BERMAIN FUTSAL
DI JENIS LAPANGAN VINYIL, PARQUETTE, RUMPUT SINTETIS DAN
SEMEN PADA PENGGUNA LAPANGAN DI SEMARANG. Journal of
Sport Sciences and Fitness, 15.
Ratnawati, T. (2016). Pengendalian Sistem Ekologi, Sosial, dan Ekonomi untuk .
Peran MST Dalam Mendukung Urban Lifestyle Yang Berkualitas, 192-222.
Saefulhakim, R. (1997). Konsep dasar penataan runang dan pengembangan kawasan
pedesaan. Journal perencanaan wilayah dan kota , 2 .
Saefulhakim, RS; LI, Nasoetion. (1995). Kebijaksanaan Pengendalian Konversi
Sawah Beririgasi Teknis Prosiding Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi
hasil-hasil penelitian tanah dan agroklimat. Jurnal Pusat Penelitian Tanah
dan Agroklimat, 2.
Sutawijaya, A. (2004). ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
NILAI TANAH SEBAGAI DASAR PENILAIAN NILAI JUAL OBYEK
PAJAK (NJOP) PBB DI KOTA SEMARANG. Jurnal Ekonomi
Pembangunan, 68.
Wijayanti, A. (2000). Tanah dan Sistem Perpajakan Masa Kolonial. Yogyakarta:
Tarawang Press.