Anda di halaman 1dari 14

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

PENYEROBOTAN DAN PENGRUSAKAN TANAH DI WILAYAH BANDAR


LAMPUNG

(Jurnal)

Oleh
Ervina Eka Putri

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA


PENYEROBOTAN DAN PENGRUSAKAN TANAH DI WILAYAH BANDAR
LAMPUNG

Oleh
Ervina Eka Putri, Eddy Rifai, Damanhuri WN
Email : vinaervinaeka@gmail.com

Sebagai warga Negara Indonesia, kita memiliki hak-hak atas tanah yang meliputi: hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa untuk bangunan, hak
membuka tanah, hak memungut hasil hutan. Dalam kehidupan sehari-sehari tentu
banyak berbagai peristiwa yang terjadi, salah satunya adalah penyerobotan dan
pengrusakan tanah milik orang lain, baik disengaja maupun tidak disengaja di Indonesia
pada umumnya dan khususnya di wilayah Bandar Lampung. Banyaknya peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang penyerobotan tanah yang ada di negara ini,
ternyata belum bisa membuat kasus penyerobotan tanah bisa dengan mudah di
selesaikan ditingkat peradilan. Hal tersebut bisa terlihat ketika adanya keputusan
pengadilan atas kasus pidana tentang penyerobotan tanah, belum bisa digunakan untuk
mengeksekusi lahan yang disengketakan atau yang diserobot, karena keputusan pidana
yaitu menghukum atas orang yang melakukan penyerobotan tanah, sehingga hak
penguasaan atas tanah tersebut pada umumnya masih harus diselesaikan melalui
gugatan secara perdata. Penyerobotan tanah merupakan salah satu jenis tindak pidana
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Penulisan skripsi ini menggunakan dua
pendekatan masalah yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Hasil
penelitian Penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana penyerobotan dan
pengrusakan tanah di wilayah Bandar Lampung sanksi hukum yang diberikan terhadap
tindak pidana penyerobotan tanah dapat didasarkan pada ketentuan Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin
Yang Berhak Atau Kuasanya dan dapat pula diterapkan ketentuan Pasal 385 KUHP, di
mana Pasal tersebut merupakan satu-satunya Pasal yang mengatur tentang kejahatan
yang berkaitan langsung dengan kepemilikan tanah sementara dalam faktor penegak
hukum kurangnya anggota atau penyidik yang benar-benar berkompeten dalam
menangani kasus tersebut sehingga dalam proses penyidikan sedikit terkendala. Saran
dalam penelitian adalah hendaknya secara khusus perlu diadakan pengkajian ulang
terhadap hierarki peraturan perundang- undang yang mengatur kewenangan Pemerintah
Daerah di bidang pertanahan, agar pelaksanaan sistem pelayanan administrasi
pertanahan di daerah menjadi lebih lancar, terarah dan terpadu secara efketif dan efisien.

Kata Kunci: Penegakan Hukum, Tindak Pidana, Penyerobotan Tanah, Pengrusakan


Tanah.
ABSTRACT

LEGAL ENFORCEMENT TO THE ACTORS OF CRIMINAL ACCIDENTS OF


LOSSES AND LAND DISPOSALS IN THE BANDAR LAMPUNG AREA

As citizens of Indonesia, we have land rights which include: property rights, use rights,
building rights, use rights, leases for buildings, land clearance rights, the right to
collect forest products. In everyday life of course many events that occur, one of which
is the grasping and destruction of land owned by others, both intentional and
unintentional in Indonesia in general and especially in the region of Bandar Lampung.
The number of laws and regulations governing land grabbing in this country has not
been able to make cases of land grabs easily solved at the judicial level. It can be seen
when a court decision on a criminal case concerning land grabs can not be used to
execute disputed or impoverished land, because the criminal decision is to punish the
person who is infesting the land, so that the right to land is generally still to be resolved
through a civil suit. Land grabbing is one of the types of criminal acts committed in
community life. Writing this thesis use two approach problem that is approach of
juridical normative and juridical empirical. Result of research Law enforcement on
perpetrators of criminal acts of annexation and destruction of land in Bandar Lampung
territory legal sanction granted to criminal acts of land grabbing can be based on the
provisions of Article 2 of Law Number 51 PRP Year 1960 concerning Prohibition of
Land Use Without Permission of Authorized Or Attorney and can also be applied to the
provisions of Article 385 of the Criminal Code, where the Article is the only article
regulating crimes directly related to temporary ownership of land in law enforcement
factors lack of members or investigators who are really competent in handling the case
so that in the process of investigation a little constrained. Suggestions in the study
should be a special review of the hierarchy of legislation that regulates the authority of
the Regional Government in the field of land, so that the implementation of the system
of land administration services in the region become more smoothly, directed and
integrated efketif and efficient.

Keywords: Law Enforcement, Crime, Land Acquisition, Land Destruction


I. PENDAHULUAN boleh diperdagangkan, semata-mata
untuk mencari keuntungan;
Sumber daya agraria atau sumber daya 4. Setiap warga negara yang
alam berupa permukaan bumi yang memiliki/menguasai tanah
disebut tanah, selain memberikan diwajibkan mengerjakan sendiri
banyak manfaat namun juga melahirkan tanahnya, menjaga dan
masalah lintas sektoral yang memeliharanya, sesuai dengan asas
mempunyai aspek ekonomi, aspek kelestarian kualitas lingkungan
sosial budaya, aspek politik, aspek hidup dan produktivitas sumber
pertanahan dan keamanan, dan bahkan daya alam; dan;
aspek hukum.Sebagai sumber kekayaan 5. Hukum adat atas tanah diakui
alam yang terdapat di darat, dapat sepanjang memenuhi persyaratan
dipahami apabila tanah diyakini sebagai tertentu.2
wujud kongkrit dari salah satu modal
dasar pembangunan nasional. Tanah mempunyai peranan yang besar
dalam dinamika pembangunan, maka di
Sehubungan dengan itu, maka kebijakan dalam Undang-Undang Dasar 1945
pokok dalam melaksanakan amanat Pasal 33 Ayat (3) disebutkan bahwa
UUPA yang mengatur agar tanah dapat “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
digunakan untuk sebesar-besarnya terkandung di dalamnya dikuasai oleh
kemakmuran rakyat harus diluruskan negara dan dipergunakan untuk sebesar-
kembali sesuai dengan jiwa dan besar kemakmuran rakyat”. Ketentuan
semangat UUPA yang populis mengenai tanah juga dapat dilihat dalam
tersebut.Secara substansi UUPA Undang-Undang Republik Indonesia
menempati posisi yang strategis dalam Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
sistem hukum nasional di Indonesia. Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang
Kestrategisan tersebut antara lain biasa disebut dengan UUPA.
disebabkan UUPA mengandung nilai-
nilai kerakyatan dan amanat untuk Hak-hak rakyat atas tanah perlu
menyelenggarakan hidup dan kehidupan diperkuat, bukan saja untuk
yang berprikemanusiaan dan ketentraman, tetapi yang lebih penting
berkeadilan sosial. 1Hal tersebut dapat adalah melindungi hak-hak mereka itu
dilihat antara lain dari kandungan dari tekanan-tekanan pihak ekonomi
UUPA yang bermakna: kuat yang ingin mengambil/membeli
1. Tanah dalam tataran yang paling tanah untuk kepentingan investasi.
tinggi dikuasai negara dan
digunakan untuk sebesar-besarnya Masa orde baru, kebijakan-kebijakan
kemakmuran rakyat; pengaturan penguasaan tanah yang
2. Pemilikan/penguasaan tanah yang dilakukan dirasakan tidak adil. Pada
berlebihan tidak dibenarkan; masa itu pemerintah lebih banyak
3. Tanah bukanlah komoditi ekonomi melayani investor dan kurang
biasa, oleh sebab itu tanah tidak memperhatikan para pemilik tanah
terutama para golongan ekonomi
1
Lutfi Ibrahim Nasoetion, Evaluasi lemah. 3 Dengan hak atas tanah yang
Pelaksanaan UUPA Selama 38 Tahun dan
2
Program Masa Kini dan masa Mendatang Ibid. hlm. 106.
3
Dalam Menghadapi Globalisasi, termuat dalam Hasan Basri Durin, Kebijaksanaan
Buku Reformasi Pertanahan, CV. Mandar Maju, Agraria/Pertanahan Masa Lampau, Masa Kini,
Bandung, 2002, hlm. 76. dan Masa Mendatang Sesuai dengan Jiwa dan
pasti, dapat merupakan modal utama Dalam kehidupan sehari-sehari tentu
bagi masyarakat dalam kegiatan banyak berbagai peristiwa yang terjadi,
ekonominya, yang pada gilirannya hal salah satunya adalah penyerobotan dan
tersebut sangat menentukan bagi pengrusakan tanah milik orang lain,
berhasilnya upaya memberdayakan baik di sengaja maupun tidak di sengaja
ekonomi rakyat. di Indonesia pada umumnya dan
khususnya di wilayah Bandar Lampung.
Sebagai warga Negara Indonesia, kita
memiliki hak-hak atas tanah yang Penyerobotan/pengrusakan tanah oleh
meliputi: hak milik, hak guna usaha, seseorang atau sekelompok orang
hak guna bangunan, hak pakai, hak terhadap tanah milik orang lain sering
sewa untuk bangunan, hak membuka terjadi di berbagai daerah di Indonesia.
tanah, hak memungut hasil hutan. Secara umum istilah penyerobotan
Dalam UUPA, hak milik adalah hak tanah dapat diartikan sebagai perbuatan
atas tanah turun-temurun, terkuat dan menguasai, menduduki, atau mengambil
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas alih tanah milik orang lain secara
tanah. Pembuktian hak milik atas tanah melawan hukum, melawan hak, atau
juga dapat dibuktikan melalui setifikat melanggar peraturan hukum yang
tanah yang merupakan tanda bukti hak berlaku. Penyerobotan tanah merupakan
yang kuat bagi kepemilikan tanah. salah satu jenis tindak pidana yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Selain itu, kegiatan pendaftaran tanah
juga diperlukan. Tujuannya agar supaya Pengaturan mengenai tindak pidana
pemegang hak atas tanah bisa dengan penyerobotan tanah menurut Pasal 385
mudah membuktikan haknya atas tanah Ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum
yang dikuasainya dan mendapat Pidana (KUHP):
kepastian hukum mengenai hak atas “Barang siapa dengan maksud
tanah. Namun pada kenyataannya, yang sama, menggadaikan atau
pendaftaran tanah pun tidak menjamin menyewakan tanah dengan hak
suatu tanah bersertifikat dapat bebas tanah yang belum bersertifikat,
sengketa atau bebas dari upaya padahal ia tahu bahwa orang lain
penyerobotan dari pihak lain. Belum yang mempunyai hak atau turut
lagi diperhitungkan berapa kerugian mempunyai hak atas tanah itu.
yang diderita negara dan masyarakat, Dengan ancaman sanksi pidana
misalnya dari tindakan-tindakan yang paling lama empat tahun sesuai
berupa penyerobotan dan perusakan dengan ketentuan Pasal 385
tanah milik orang lain maupun tanah Ayat (4) KUHP”.
milik negara, yang merupakan salah
satu cabang produksi yang penting bagi Sanksi penyerobotan dan pengrusakan
perekonomian negara dewasa ini. 4 juga diatur dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960
tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Izin Yang Berhak Atau
Roh UUPA, termuat dalam Buku Reformasi Kuasanya menentukan:“Dilarang
Pertanahan, CV. Mandar Maju, Bandung, 2002,
hlm. 67.
memakai tanah tanpa izin yang berhak
4
http://www.bpn-bireuen.go.id, “Larangan atau kuasanya yang sah”. Jika ketentuan
Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak atau ini dilanggar, maka “dapat dipidana
Kuasanya”, Diakses Pada Tagl 18 Oktober dengan hukuman kurungan selama-
2017 Pukul !4.50 WIB.
lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda Banyaknya peraturan perundang-
sebanyak- banyaknya Rp. 5.000,- (lima undangan yang mengatur tentang
ribu rupiah)”, sebagaimana dimaksud penyerobotan tanah yang ada di negara
ketetuan Pasal 6. ini, ternyata belum bisa membuat kasus
Ketentuan Pasal 6 juga berlaku untuk penyerobotan tanah bisa dengan mudah
perbuatan: di selesaikan ditingkat peradilan. Hal
“(1) mengganggu yang tersebut bisa terlihat ketika adanya
berhak atau kuasanya yang keputusan pengadilan atas kasus pidana
sah didalam menggunakan tentang penyerobotan tanah, belum bisa
haknya atas suatu bidang digunakan untuk mengeksekusi lahan
tanah; (2) menyuruh, yang disengketakan atau yang
mengajak, membujuk atau diserobot, karena keputusan pidana
menganjurkan dengan lisan yaitu menghukum atas orang yang
atau tulisan untuk melakukan penyerobotan tanah,
melakukan perbuatan yang sehingga hak penguasaan atas tanah
dimaksud pada huruf a dan tersebut pada umumnya masih harus
b; (3) memberi bantuan diselesaikan melalui gugatan secara
dengan cara apapun juga perdata.5
untuk melakukan perbuatan
tersebut pada Pasal 2 atau Penegakan hukum terhadap kasus
huruf b”. tindak pidana penyerobotan tanah, harus
pula mengutamakan nilai-nilai keadilan,
Kasus penyerobotan tanah juga bisa selain kepastian hukum dan
terjadi tindak pidana lainnya seperti : kemanfaatan. Tanah yang tidak
1. Pasal 363, Pasal 365 KUHP; digunakan oleh negara, yang kemudian
“Penipuan dan penggelapan dimanfaatkan oleh warga, sehingga
yang berkaitan dengan proses tanah tersebut tidak menjadi tandus dan
perolehan danpengalihan hak rusak, tentunya apa yang dilakukan oleh
atas tanah dan bangunan; warga harus pula dihargai, dan tidak
dapat dikesampingkan begitu saja.
2. Pasal 167, Pasal 389 KUHP;
“Memasuki dan menduduki Adapun rumusan masalah yang penulis
pekarangan, bangunan dan tanah akan dikaji dalam penulisan skripsi ini
orang lain. adalah :
a. Bagaimanakah Penegakan Hukum
3. Pasal 170, Pasal 406 dan Pasal Terhadap Pelaku Tindak Pidana
412; Penyerobotan dan Pengrusakan
“Perusakan barang, pagar, Tanah di Wilayah Bandar
bedeng, plang, bangunan dll”. Lampung?
b. Apa sajakah faktor-faktor
4. Pasal 263, Pasal 264, Pasal 266 Penghambat Penegakan Hukum
KUHP; Terhadap Pelaku Tindak Pidana
“Pemalsuan dokumen/akta/surat Penyerobotan dan Pengrusakan
yang berkaitan dengan tanah”.
5
Robert L. Weku, Kajian Terhadap Kasus
5. Pasal 167 dan Pasal 389 KUHP; Penyerobotan Tanah Ditinjau Dari Aspek
“Menempati tanah orang lain Hukum Pidana dan Hukum Perdata, Jurnal, Lex
tanpa hak”. Privatum Vol. 1 No. 2, April-Juni 2013, hlm.
167.
Tanah di Wilayah Bandar milik orang lain, perusakan tanaman,
Lampung? perusakan pagar milik orang lain, dan
perbuatan lainnya yang berhubungan
Penulisan skripsi ini menggunakan dua dengan masalah tanah. Selama ini
pendekatan masalah yaitu pendekatan dalam penanganan masalah tanah
secara yuridis normatif dan normatif banyak masyarakat dan pihak aparat
empiris. Pengumpulan data dilakukan yang melakukan pendekatan
dengan studi kepustakaan dan studi penyelesaian dengan proses perdata
lapangan. Analisis data dilakukan yang tentunya menghabiskan waktu dan
secara kualitatif. biaya yang tidak sedikit.

II. PEMBAHASAN Penanganan masalah tanah tersebut,


sebenarnya pihak yang dirugikan dapat
A. Penegakan Hukum Terhadap melakukan pendekatan pidana yang
Pelaku Tindak Pidana Penyerobotan lebih efektif dan memiliki efek jera,
dan Pengrusakan Tanah di Wilayah meskipun masalah pokok adalah
Bandar Lampung? masalah tanah yang masuk wilayah
hukum perdata, namun didalamnya jelas
Tindak pidana penyerobotan tanah oleh terkandung tindakan pidana seseorang
seseorang atau sekelompok orang yang dapat diproses dan dijerat dengan
terhadap tanah milik orang lain dapat Pasal-Pasal yang terdapat di KUHP,
merupakan sebagai perbuatan antara lain : Pasal Pengancaman (Jika
menguasai, menduduki, atau mengambil terdapat unsur ancaman dalam
alih tanah milik orang lain secara menyerobot lahan, Pasal Pemalsuan
melawan hukum, melawan hak, atau (Jika pelaku memalsukan surat
melanggar peraturan hukum yang menyurat yang ada), Pasal Perusakan
berlaku. Karena itu, perbuatan tersebut (Jika Pelaku melakukan perusakan
dapat digugat menurut hukum perdata tanaman, pagar, patok kepunyaan
ataupun dituntut menurut hukum pemilik yang sah, Pasal penyerobotan
pidana. Pengaturan mengenai tindak lahan (Jika pelaku menjual lahan milik
pidana penyerobotan tanah menurut orang lain yang sah), Pasal Penipuan
Pasal 385 Ayat (4) Kitab Undang- (Jika terdapat unsur menipu orang lain
Undang Hukum Pidana (KUHP): dengan tipu muslihat dan melawan
barangsiapa dengan maksud yang sama, hukum.
menggadaikan atau menyewakan tanah
dengan hak tanah yang belum Ketentuan Pasal 406 Kitab Undang-
bersertifikat, padahal ia tahu bahwa Undang Hukum Pidana (KUHP),
orang lain yang mempunyai hak atau seseorang yang secara melawan hukum
turut mempunyai hak atas tanah itu. menghancurkan, merusakkan, barang
sesuatu merupakan milik orang lain
Berdasarkan hasil wawancara dengan maka diancam pidana penjara paling
Syamsudin6 permasalahan tanah yang lama dua tahun delapan bulan.
kerap terjadi antara lain berupa sengketa
tanah, penyerobotan tanah, menempati Dengan unsur-unsur pidana yang harus
lahan tanpa izin, penanaman di atas dipenuhi sbb:

6
Wawancara dengan Hakim Syamsudin, 25
Januari 2018
a.Barangsiapa (menunjuk pada pelaku, Berdasarkan hasil wawancara dengan
minimal pelaku yang diduga melakukan Syamsudin8 proses pengosongan
perusakan) tanahnya harus di tempuh tersendiri.
b.Dilakukan dengan sengaja dan melawan dengan dasar keputusan Pengadilan
hukum (tanpa izin merusak (pidana) yang menyatakan pelaku
tanaman/pohon/bangunan/pagar milik penyerobot bersalah, pemilik tanah
seseorang) harus mengajukan gugatan perdata ke
c.Melakukan perbuatan menghancurkan, pengadilan untuk upaya pengosongan,
merusakkan, membuat tidak dapat kecuali dalam putusan pidananya
dipakai atau menghilangkan barang sekaligus memuat hak keperdataan
sesuatu. pemilik yang harus dikembalikan
d.Barang tersebut seluruhnya atau sebagian kepadanya dengan mengosongkan tanah
adalah milik orang lain dari penguasaan pelaku atau siapa saja
(pohon/tanaman/bangunan/pagar/kendar yang memperoleh hak daripadanya.
aan yang dirusak bukan milik pelaku). Dengan proses yang harus ditempuh
melalui jenjang pengadilan perdata
Berdasarkan hasil wawancara dengan (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi,
Ardiansyah7 perbuatan penyerobotan dan Mahkamah Agung) hingga
tanah tidak secara tegas dirumuskan penguasaan kembali tanah milik
dalam Pasal 385 KUHP, namun karena seseorang yang diserobot pihak lain,
Pasal tersebut merupakan satu-satunya lama waktu yang harus di tempuh jauh
Pasal yang mengatur tentang kejahatan lebih panjang dibandingkan lama waktu
yang berkaitan langsung dengan yang digunakan “penyerobot”
kepemilikan tanah, tidak ada Pasal lain menguasai tanah dimaksud. Oleh karena
yang dapat digunakan untuk itu pemilik tanah yang sebenarnya
mengancam dengan hukuman bagi cenderung mencari alternatif lain yang
seseorang yang menyerobot tanah milik reatif waktu yang diperukan lebih cepat
pihak lain. Di sisi lain, posisi hukum untuk upaya pengosongannya.
penguasaan atas tanah milik orang atau
pihak lain oleh seseorang atau beberapa Sebelum diterbitkan UU No. 5 Tahun
orang dengan tiada izin dari pemiik atau 1960 tentang “Peraturan dasar Pokok-
kuasanya (penguasaan tanpa hak) pokok Agraria” telah lebih dulu
dengan melalui proses peradilan pidana ditetapkan ketentuan yang melarang
terlebih dahulu terhadap peakunya, setiap orang memakai tanah milik pihak
tidak dengan sendirinya penguasaan lain tanpa seizin pemilik atau kuasanya
objek tanahnya kembali kepada pemilik yang sah. Karena tuntutan perdata saja
yang sebenarnya. Atau dengan kata lain, tidak dapat mengatasi persoalan okupasi
sekalipun unsur-unsur yang dirumuskan oleh rakyat, maka Pemerintah Hindia
daam Pasal 385 KUHP terpenuhi oeh Belanda menerbitkan ordonnatie tahun
perbuatan “pelaku”, areal tanah yang 1948 yang dimuat dalam S.1948 No.
”diserobot” tidak berarti dengan 110 yaitu “Ordonantie onrechtmatige
sukarela dikembalikan kepada pemilik. occupatie van gronden”. Ordonasi ini
melarang pemakaian tanah tanpa izin
yang tak berhak dengan memberi
ancaman pidana. Karena hambatan
politis, psikologis dan teknis dalam
7 8
Wawancara dengan Kasi Pidum Ardiansyah, 5 Wawancara dengan Hakim Syamsudin, 25
Februari 2018. Januari 2018
pemberlakuan ketentuan ini mengancam perbuatan “penguasaan
digunakanlah Undang-Undang Darurat tanpa hak” atau “penyebotan” atas tanah
No. 8 Tahun 1954 khusus untuk tanah- pihak lain yang dapat diklasifikasi
tanah perkebunan dan untuktanah non sebagai perbuatan curng adalah Pasal
perkebunan diatur oleh Kepala Staf 385 KUHP yang termuat dalam Buku
Angkatan Darat selaku Penguasa Kedua Bab XXV tentang perbuatan
Militer. curang (Bedrog).

Diterbitkanlah Peraturan Penguasa Berdasarkan deskripsi analisis yang


Militer No. Prt/PM/014/1957 yang tersaji di atas, maka diperoleh gambaran
didasarkan pada Regeling op de staat normatif bahwa Sanksi hukum terhadap
van Oorlog en van Beeg (SOB diatur tindak pidana penyerobotan tanah tidak
dalam S.1939 No. 582) yang kemudian secara tegas dirumuskan dalam Pasal
diganti dengan Peraturan Penguasa 385 KUHP. Namun Pasal tersebut
Perang Pusat No.Prt/Peperpu/011/1958 merupakan satusatunya Pasal yang
tentang “Larangan pemakaian tanah mengatur tentang kejahatan yang
tanpa izin pemiliknya atau kuasanya” berkaitan langsung dengan kepemilikan
yang masa berlakunya berakhir tanggal tanah, dan Pasal tersebut menyatakan :
16 Desember 1960 setelah diterbitkan diancam dengan pidana penjara paling
Undang-Undang No. 51 Tahun 1960. lama empat tahun terhadap abrang siapa
dengan maksud menguntungkan diri
Pada Pasal 2 dan 6 Undang-Undang No. sendiri atau orang lain secara melawan
51/Prp Tahun 1960 ini (yang kemudian hukum, padahal diketahui bahwa yang
dikenal sebagai Undang-Undang No. 1 mempunyai atau turut mempunyai hak
Tahun 1961 L.N. 1961 No. 3) atasnya adalah orang lain; barang siapa
ditetapkan bahwa pemakain tanah tanpa dengan maksud yang sama menjual,
izin yang berhak atau kuasanya yang atau sesuatu gedung, bangunan
sah adalah perbuatan yang dilarangan penanaman atau pembenihan di atas
dan diancam hukuman pidana. Jelasnya tanah yang juga telah dibebani
Pasal 6 menyebutkan bahwa tindak demikian, tanpa memberitahukan
pidana “penguasaan tanpa hak” adalah tentang adanya beban itu kepada pihak
tindak pidana pelanggaran. Ketentuan yang lain.
dalam Undang-Undang No. 51/Prp
Tahun 1960 ini jelas tidak sejalan Tindak pidana penyerobotan tanah oleh
dengan Pasal 385 KUHP yang memang seseorang atau sekelompok orang
tidak secara tegas merumuskan unsur- terhadap tanah milik orang lain dapat
unsur “penguasaan tanah tanpa seizin diartikan sebagai perbuatan menguasai,
pemilik atau kuasanya”, karena menduduki, atau mengambil alih tanah
klasifikasi perbuatan yang diancam milik orang lain secara melawan
Pasal 385 KUHP adalah kejahatan. hukum, melawan hak, atau melanggar
peraturan hukum yang berlaku. Karena
Pasal 548 sampai dengan Pasal 551 itu, perbuatan tersebut dapat digugat
KUHP memuat tentang “pelanggaran menurut hukum perdata ataupun
mengenai tanah, tanaman dan dituntut menurut hukum pidana.
perkarangan” namun tidak memuat
tentang prilaku “penguasaan tanpa hak” Peraturan Pemerintah Pengganti
atau “penyerobotan”. Hal ini berati Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960
satu-satunya Pasal dalam KUHP yang tentang Larangan Pemakaian Tanah
Tanpa Izin Yang Berhak Atau B. Faktor-Faktor Penghambat
Kuasanya menyatakan bahwa Penegakan Hukum Terhadap
pemakaian tanah tanpa izin yang berhak Pelaku Tindak Pidana
atau kuasanya yang sah adalah Penyerobotan dan Pengrusakan
perbuatan yang dilarang dan diancam Tanah di Wilayah Bandar
dengan hukuman pidana (Pasal 2 dan Lampung.
Pasal 6).
Secara konsepsional, arti penegakan
Proses penyelesaian pidana masalah hukum terletak pada kegiatan
lahan yaitu : menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah dan
a. Berkoordinasi/konsultasi dengan sikap bertindak sebagai rangkaian
pihak Kepolisian guna memastikan penjabaran nilai tahap akhir, untuk
bahwa Tindak Pidana yang akan di menciptakan, memelihara, dan
laporkan baik Pencurian atau mempertahankan kedamaian pergaulan
Menempati Lahan Tanpa Izin atau hidup. Masalah penegakan hukum
Penyerobotan Lahan atau Perusakan merupakan masalah yang tidak pernah
adalah yang paling mudah dalam henti-hentinya dibicarakan. Istilah
pembuktiannya sesuai dengan kondisi penegakan hukum mempunyai konotasi
lapangan menegakkan, melaksanakan ketentuan-
b. Menyiapkan dan menunjuk pelapor ketentuan hukum yang berlaku di dalam
yang akan melaporkan secara langsung masyarakat, sehingga dalam konteks
ke Polres Setempat (Bila Mewakili yang yang lebih luas penegakan hukum
berhak diperlukan Surat Kuasa Khusus) merupakanperwujudan konsep-konsep
c. Melaporkan secara resmi dengan yang abstrak menjadi kenyataan. Di
pembuatan Laporan (LP) di Polres dalam proses tersebut, hukum tidaklah
d. Menerima tanda laporan berupa mandiri, artinya ada faktor-faktor lain
Surat Tanda Penerimaan Laporan yang erat dengan proses penegakan
(STPL) hukum tersebut yang harus ikut serta,
e. Mengupayakan minimal 2 orang yaitu masyarakat itu sendiri dan
saksi atau lebih diprioritaskan yang penegak hukumnya. Dalam hal ini
lebih mengetahui kondisi lapangan dan hukum tidak lebih hanya ide-ide atau
tempat kejadian konsep-konsep yang mencerminkan
f. Mengawal dan mengikuti proses didalamnya apa yang disebut dengan
Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di keadilan, ketertiban dan kepastian
Polres setempat, khususnya hukum yang dituangkan dalam bentuk
pendampingan hukum bagi pelapor dan perundang-undangan dengan maksud
saksi-saksi mencapaitujuan tertentu. Namun
g. Mempersiapkan barang bukti demikian, tidak berarti pula peraturan-
(Minimal 2 buah) peraturan hukum yang berlaku diartikan
telah lengkap dan sempurna, melainkan
suatu kerangka yang masih memerlukan
penyempurnaan. Untuk merealisasikan
tujuan hukum tersebut, sangat
ditentukan tingkat
profesionalismeaparat penegak hukum,
yang meliputi kemampuan dan
keterampilan baik dalam menjabarkan adalah mentalitas atau kepribadian dari
peraturan- penegakan hukumnya sendiri. Dalam
peraturan maupun di dalam ranka penegakan hukum dan penegak
penerapannya. hukumnya sendiri. Praktik
penyelenggaraan hukum di lapangan
Proses merealisasikan tujuan hukum ada kalanya terjadi pertentangan antara
tersebut, sangat ditentukan dari kepastian hukum dan keadilan, hal ini
profesionalisme aparat penegakan disebabkan oleh konsepsi keadilan
hukum yang meliputi kemampuan dan merupakan suatu rumusan yang bersifat
keterampilan baik dalam menjabarkan abstrak, sedangkan kepastian hukum
peraturan-peraturan maupun di dalam merupakan suatu prosedur yang telah
penerapannya. Faktor-faktor yang ditentukan secara normatif. Justru itu,
mempengaruhi penegakan hukum, suatu kebijakan atau tindakan yang
mungkin pengaruhnya positif mungkin tidak sepenuhnya berdasar hukum
juga negatif. Faktor penghambat dalam merupakan sesuatu yang dapat
penegakan Penegakan Hukum Terhadap dibenarkan sepanjang kebijakan atau
Pelaku Tindak Pidana Penyerobotan tindakan itu tidak bertentangan dengan
dan Pengrusakan Tanah di Wilayah hukum. Maka pada hakikatnya
Bandar Lampung yaitu teori faktor- penyelenggaraan hukum bukan hanya
faktor yang mempengaruhi penegakan mencakup law enforcement, namun juga
hukum dari Soerjono Soekanto, yaitu : peace maintenance, karena
1. Faktor Hukum (subtansi penyelenggaraan hukum sesungguhnya
hukum); merupakan proses penyerasian antara
2. Faktor penegakan hukum; nilai kaedah dan pola perilaku nyata
3. Faktor sarana dan fasilitas yang yang bertujuan untuk mencapai
mendukung; kedamaian.
4. Faktor masyarakat;
4. Faktor kebudayaan.9 2. Faktor Penegakan Hukum
Fungsi hukum, mentalitas atau
Berdasarkan studi wawancara yang kepribadian petugas penegak hukum
dilakukan dengan responden maupun memainkan peranan penting, kalau
dari hasil pustaka ditemukan beberapa peraturan sudah baik, tetapi kualitas
faktor yang menjadi penghambat dalam petugas kurang baik, ada masalah.
penegakan hukum terhadap pelaku Penegak hukum merupakan golongan
tindak pidana penyerobotan dan panutan dalam masyarakat, yang
pengrusakan tanah di wilayah Bandar hendaknya mempunyai kemampuan-
Lampung. Faktor tersebut dapat kemampuan tertentu sesuai dengan
diperjelas dan dirinci sebagai berikut: aspirasi masyarakat. Oleh karena itu,
salah satu kunci keberhasilan dalam
1. Faktor Hukum (Substansi Hukum) penegakan hukum adalah mentalitas
Berdasarkan hasil wawancara dengan atau kepribadian penegak hukum.
Andi10, salah satu kunci dari
keberhasilan dalam penegeakan hukum 3. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung
Faktor sarana atau fasilitas pendukung
9
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang
mencakup perangkat lunak dan
Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, perangkat keras, salah satu contoh
Jakarta, hlm. 5. perangkat lunak adalah pendidikan.
10
Wawancara dengan Kanit 2 Subdit 1 Andi, 7 Kalau peraturan perundang-
Feberuari 2018
undangannya sudah baik dan juga yang seharusnya diserasikan. Hal itulah
mentalitas penegaknya baik, akan tetapi yang menjadi pokok pembicaraan
fasilitas kurang memadai, maka didalam bagian mengenai faktor
penegakkan hukum tidak akan berjalan penghambat dari segi budaya.
dengan semestinya.
Tanah-tanah yang kosong tidak
4. Faktor Masyarakat dimanfaatkan untuk jangka waktu
Setiap warga masyarakat sedikit relatif lama, pada umumnya adalah
banyaknya mempunyai kesadaran milik badan hukum tertentu yang karena
hukum, persoalan yang timbul adalah sesuatu hal mengalami kesulitan dalam
taraf kepatuhan hukum. Warga pemanfaatan tanahnya. Tidak jarang
masyarakat harus mengetahui dan pula tanah demikian adalah asset badan
memahami hukum yang berlaku, serta hukum publik yaitu instansi
menaati hukum yang berlaku dengan pemerintahan tertentu yang tidak
penuh kesadaran akan penting dan langsung memanfaatkan tanahnya
perlunya hukum bagi kehidupan karena alasan-alasan klasik dana yang
masyarakat. Adanya derajat kepatuhan terbatas atau tanah milik perorangan
hukum masyarakat terhadap hukum, yang karena kepindahan kerja ke daerah
merupakan salah satu indikator lain dalam waktu relatif lama, menjadi
berfungsinya hukum yang terkesan “terbengkalai”. Seseorang atau
bersangkutan. suatu badan hukum sebagaimana
pemilik tanah yang tanahnya
5. Faktor Kebudayaan “diserobot” pihak lain, apabila hendak
mengosongkan tanahnya namun tidak
Menurut Soerjono Soekanto, fungsi dengan sendirinya “sipenyerobot”
kebudayaan dalam masyarakat yaitu mengosongkannya, maka pemilik tanah
mengatur agar manusia mengerti tersebut harus memanfaatkan
bagaimana seharusnya bertindak, kewenangan instansi resmi yang
berbuat, dan menentukan sikapnya jika berkaitan. Penyidikan atas tindak pidana
mereka berhubungan dengan orang lain. yang diduga terjadi dapat dihentikan
Dalam hal ini kebudayaan mencakup aparat penyidik apabila pemilik
nilai-nilai yang mendasari hukum yang bangunan dianggap bukan sebagai
berlaku, nilai-nilai mana merupakan pelaku tindak pidana melainkan sebagai
konsepsi-konsepsi abstrak mengenai pihak yang beritikad baik. Msalahnya
apa yang dianggap baik sehingga menjadi masalah perdata, sebagai alasan
dianut, dan apa yang dianggap buruk penghentian penyidikan. Pelaku dalam
sehingga dihindari. “penyerobotan” ini biasanya
mempunyai bukti seadanya tentang
Kebudayaan (sistem) hukum pada lalulintas hukum penguasaan tanah
dasarnya mencakup nilai-nilai yang untuk dijadikan sebagai pegangan oleh
menjadi landasan hukum yang berlaku, yang menguasai fisik tanahnya.
nilai-nilai yang merupakan konsepsi- Misalnya, seseorang dengan selembar
konsepsi abstrak menagani apa yang bukti peralihan hak garap (dibawah
diangap baik (sehingga dianut) apa yang tangan) atas sebidang tanah kemudian
dianggap buruk (sehingga dihindari) secara di bawah tangan pula
nilai-nilai tersebut biasanya merupakan mengalihkan kepada beberapa orang
pasangan nilai-nilai yang dengan membuat surat peralihan hak
mencerminkan dua keadaan ekstrim
yang si penerima peralihan hak pada kasus penyerobotan tanah di
kemudian mendirikan bangunan. daerah Bandar Lampung.

Pemilik tanah memperhitungkan waktu


yang diperlukan untuk melakukan III. PENUTUP
pengosongan melalui perkara perdata di
Pengadilan, relatif dan dengan biaya A. Simpulan
yang relatif tinggi, kemudian Berdasarkan hasil penelitian dan
melakukan “perdamaian” dengan pembahasan maka dapat ditarik
bermusyawarah langsung dengan pihak simpulan dalam penelitian ini sebagai
“penyerobot”. Untuk memperoleh nilai berikut:
lebih dari hasil musyawarah inilah yang
1. Penegakan hukum terhadap pelaku
diharapkan dari tindakan spekulatif
melalui cara-cara tersebut di atas. tindak pidana penyerobotan dan
Namun hal semacam ini juga pengrusakan tanah di wilayah
mengandung resiko bahwa spekulan Bandar Lampung sanksi hukum yang
harus bersedia rugi apabila lawan yang diberikan terhadap tindak pidana
dihadapi tidak dapat memberi hasil penyerobotan tanah dapat didasarkan
yang menguntungkan. pada ketentuan Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 51 PRP Tahun 1960
Faktor-faktor yang mendorong tentang Larangan Pemakaian Tanah
terjadinya tindak pidana penyerobotan Tanpa Izin Yang Berhak Atau
tanah adalah kurangnya kesadaran akan Kuasanya menyatakan bahwa,
pentingnya perlindungan hukum atas pemakaian tanah tanpa izin dari yang
hak pemilikan atau penguasaan tanah di berhak maupun kuasanya yang sah
kalangan masyarakat; nilai sosial adalah perbuatan yang dilarang, dan
ekonomi tanah korelasinya dengan dapat diancam dengan hukuman
perkembangan suatu kawasan; adanya pidana kurungan selama-lamanya 3
pihak yang mempunyai motif- motif (tiga) bulan, atau denda sebanyak-
tertentu terhadap tanah yang dianggap banyaknya Rp 5.000 (lima ribu
tidak mempunyai perlindungan hukum, Rupiah) sebagaimana diatur dalam
dan lemahnya kinerja instansi Pasal 6 UU No 51 PRP 1960. Selain
pertanahan yang menyebabkan muncul itu dapat pula diterapkan ketentuan
kasus- kasus pemalsuan sertifikat tanah. Pasal 385 KUHP, di mana Pasal
Selain hal itu kasus yang terjadi dalam tersebut merupakan satu-satunya
masalah tanah yaitu adanya pengusaan Pasal yang mengatur tentang
fisik oleh orang atau pihak lain terhadap kejahatan yang berkaitan langsung
objek tanah di mana pemilik objek dengan kepemilikan tanah.
tanah tersebut sebenarnya merupakan
pihak yang sah menurut hukum sebagai 2. Faktor-faktor penghambat penegakan
pemiliknya karena memiliki sertifikat hukum terhadap pelaku tindak pidana
hak milik atas objek tanah tersebut penyerobotan dan pengrusakan tanah
namun pemilik yang sah tersebut di wilayah Bandar Lampung yitu
menerlatarkan tanah tersebut sehingga karena ancaman pidananya yang
digarap orang dan ini berlangsung lama kurang sehingga masih banayk
oknum-oknum yang tidak merasa
sampai terjadi penggarap sudah
mewariskan tanah garapannya kepada jera dan ingin memanfaatkan
anak cucunya dan inilah yang terjadi keadaan yang ada tanpa memkirkan
yang lain, sementara dalam faktor
penegak hukum kurangnya anggota Dalam Menghadapi Globalisasi,
atau tim penyidik yang benar-benar termuat dalam Buku Reformasi
berkompeten dalam menangi kasus Pertanahan. Bandung: CV.
tersebut sehingga dalam proses Mandar Maju.
penyidikan sedikit terkendala.
Robert L. Weku. 2013. Kajian
B. Saran Terhadap Kasus Penyerobotan
Berdasarkan penelitian yang telah Tanah Ditinjau Dari Aspek
dilaksanakan maka beberapa saran yang Hukum Pidana dan Hukum
diajukan adalah sebagai berikut: Perdata, Jurnal, Lex Privatu.
1. Agar tidak terjadinya tindak pidana
pengrusakan tanah dan penyerobotan Soerjono Soekanto. 2005. Faktor-
tanah Faktor Yang Mempengaruhi
masyarakat seharusnya memiliki Penegakan Hukum. Jakarta :
sertifikat hak (milik) atas tanah Rajawali.
untuk memberikan kepastian hukum
dan perlindungan hukum kepada Sumber lain
pemegang hak atas suatu bidang
tanah agar dengan mudah dapat http://www.bpn-bireuen.go.id,
membuktikan dirinya sebagai “Larangan Pemakaian Tanah
pemegang hak atas tanah yang Tanpa Izin Yang Berhak atau
bersangkutan. Kuasanya”

2. Secara Khusus perlu diadakan


pengkajian ulang terhadap hierarki
peraturan perundang- undang yang
mengatur kewenangan Pemerintah
Daerah di bidang pertanahan, agar
pelaksanaan sistem pelayanan
administrasi pertanahan di daerah
menjadi lebih lancar, terarah dan
terpadu secara efketif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Hasan Basri Durin.2002. Kebijaksanaan


Agraria/Pertanahan Masa
Lampau, Masa Kini, dan Masa
Mendatang Sesuai dengan Jiwa
dan Roh UUPA, termuat dalam
Buku Reformasi Pertanahan.
Bandung: CV. Mandar Maju.

Lutfi Ibrahim Nasoetion. 2002.


Evaluasi Pelaksanaan UUPA
Selama 38 Tahun dan Program
Masa Kini dan masa Mendatang

Anda mungkin juga menyukai