KELAS : EP5A
FAKULTAS EKONOMI
TAHUN 2022
Rangkuman Tugas Diskusi
Kelompok :2
Anggota : Mila Lutfifadila
Putri Lestari
Andre Julian Pratama
Mata Kuliah : Ekonomi Sumber Daya Alam
Semester/Prodi : 5/Ekonomi Pembangunan
DISKUSI EKONOMI SUMBER DAYA ALAM
A. MATERI EKONOMI SUMBER DAYA ALAM TANAH/LAHAN
1. Definisi
Lahan atau land dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi,
mencakup semua komponen biosfer yang dapat dianggap tetap atau bersifat siklis
yang berada diatas dan dibawah wilayah tersebut, termasuk atmosfer, tanah,
batuan induk, relief, hidrologi, tumbuhan dan hewan serta segala akibat yang
ditimbulkan oleh aktivitas manusia dimasa lalu dan sekarang yang kesemuanya itu
berpengaruh terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada saat sekarang dan
dimas mendatang (Brinkman dan Smyth, 1973 dan FAO, 1976).
2. Kategori lahan dapat dilihat dari:
1. Proses pembentukannya: Analisis lansekape.
2. Penggunaannya: Klasifikasi penggunaan lahan (hutan, sawah, lahan kering,
perkebunan, pemukiman, industry, dll).
3. Lokasi spesifik: rawa, pantai, pasang surut, lahan pertanian, lahan perkotaan,
dll.
4. Kualitas dan produktivitas lahan: marginal, subur-miskin.
5. Kesesuaian dan alokasi tata ruang/ tata guna lahan.
6. Nilai : ekonomi, sosial-budaya, politik,lingkungan, hokum, dll.
3. Fungsi Lahan
1. Fungsi produksi
2. Fungsi lingkungan biotik
3. Fungsi pengatur
4. Fungsi hidrologi
5. Fungsi penyimpanan
6. Fungsi pengendali sampah dan polusi
7. Fungsi ruang kehidupan
8. Fungsi peninggalan dan penyimpanan
9. Fungsi penghubung spasial
4. Faktor yang mempengaruhi penggunaan lahan
Faktor fisik yang mempengaruhi penggunaan lahan adalah faktor faktor yang
terkait dengan kesesuaian lahannya, meliputi faktor faktor lingkungan yang secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhu pertumbuhan dan budidaya
tanaman, kemudahan Teknik budidaya ataupun pengolahan lahan dan kelestarian
lingkungan. Faktor fisik ini meliputi kondisi iklim, sumber daya air dan
kemungkinan pengairan, bentuk lahan dan topografi serta karakteristik tanah, yang
secara bersama akan membatasi apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan pada
sebidang lahan.
Faktor kelayakan ekonomi adalah seluruh persyarata yang diperlukan untuk
pengelolaan suatu penggunaan lahan. Pengelola lahan tidak akan memanfaatkan
lahannya kecuali bila penggunaan tersebut termasuk, dalam hal ini teknologi yang
diterapkan telah diperhitungkan akan memberikan suatu keuntungan atau hasil
yang lebih besar dari biaya modalnya.
5. Faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan:
1. Faktor kepadatan penduduk.
2. Faktor fisik lahan seperti ketinggian, kemiringan lahan, jenis tanah.
3. Faktor kebijakan penggunaan lahan.
4. Faktor sosial ekonomi.
6. Penggunaan lahan dikelompokkan menjadi 3 kelompok:
1. Lahan untuk tempat tinggal, usaha, pertanian, perikanan, dll.
2. Lahan sebagai kawasan hutan yang menopang kehidupan vegetasi dan satwa liar
3. Lahan sebagai daerah pertambangan
7. Degradasi Tanah
Degradasi lahan adalah hasil dari suatu proses yang mengakibatkan turunnya
kualitas lahan dan produktivitas potensial dari sebidang lahan yang bersangkutan
baik secara alami maupun akibat campur tangan manusia sehingga tidak dapat
berdaya guna secara maksimal dan lestari. Terjadinya degradasi lahan secara
ekstrim akan dapat menyebabkan lahan tidak dapat berproduksi sama sekali baik
secara alami maupun dengan pengelolaan.
8. Penyebab degradasi lahan
1. Erosi dan sedimentasi
2. Penggaraman (salinisasi)
3. Residu pestisida, pencemaran limbah anorganik dan logam berat industry
4. Penggunaan pupuk yang terkontrol
9. Pencemaran tanah
Adalah masuknya bahan atau zat ke dalam tanah sehingga konsentrasi zat tersebut
menjadi racun bagi tanaman dan biota tanah. Pencemaran ini biasanya terjadi
karena : kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial;
penggunaan pestisida; masukanya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan
sub-permukaan; kecelakaan kendaraan pengangkut minyak, zat kimia, atau limbah;
air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung
dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat (illegal dumping).
10. Penyebab terjadinya kerusakan lingkungan
1. Adanya aktivitas pertanian, pengolahan tanah yang berlebihan, pengelolaan
tanah dengan mengabaikan kaidah konservasi
2. Adanya aktivitas industri yang membuang limbah sembarangan/tanpa daur
ulang, hujan asam, adanya dampak rumah kaca
3. Akibatnya adanya urbanisasi : adanya limbah kota,konversi secara besarbesaran
lahan pertanian ke non pertanian.
11. Pelestarian produktivitas lahan
1. Evaluasi lahan Evaluasi lahan adalah proses pendugaan potensi dari sebidang
lahan untuk suatu macam penggunaan lahan yang telah dipertimbangkan. FAO
(1976), pada dasarnya menjelaskan bahwa evaluasi lahan merupakan proses
membandingkan antara kualitas lahan dengan persyaratan dari penggunaan lahan
yang bersangkutan, dan sebagai hasilnya harus dapat memberikan pilihan
penggunaan lahan dengan segala pertimbangannya (termasuk aspek ekonomi)
2. Evaluasi Kemampuan Lahan atau Klasifikasi Kemampuan Lahan (land
capability) adalah penilaian lahan secara sistematik dan pengelompokannya ke
secara lestari.
3. Klasifikasi kesesuain lahan (land suitability classification) adalah penilaian dan
pengelompokan lahan dalam arti kesesuain relative lahan bagi suatu penggunaan
tertentu. Dipengaruhi faktor ekonomi, kualitas lahan dan produktivitas lahan.
Kelompok :3
Anggota : Alifah Nuraini
Endang Puji Lestari
Ulil Albab
Mata Kuliah : Ekonomi Sumber Daya Alam
Semester/Prodi : 5/Ekonomi Pembangunan
DISKUSI EKONOMI SUMBER DAYA ALAM
Kelompok 2
(Mila Lutfifadila)
Kelompok 3
(Alifah Nuraini)
Kelompok 4
(Arista Ramadanika)
Kelompok 1
Kelompok :1
Anggota : Ma’rifatun Nisa
Putri Indah
Sopi Siti
Mata Kuliah : Ekonomi Sumber Daya Alam
Semester/Prodi : 5/Ekonomi Pembangunan
DISKUSI EKONOMI SUMBER DAYA ALAM
●Air permukaan
●Air tanah
●PLTA
Pencemaran air, adalah peristiwa masuknya zat atau komponen lain ke dalam
perairan. Penyebabnya :
●Sampah organik.
●Bencana alam
●Sumber penyakit
●Menjaga lingkungan
●Mengadakan penyuluhan
2. Studi Kasus Sumber Daya Air (Studi Kasus Pencemaran Air Sungai Teluk Dalam
Banjarmasin Akibat Limbah Domestik)
Masyarakat dekat dengan sungai yang memicu masyarakat dengan mudahnya
membuang limbah rumah tangga maupun limbah anorganik serta pabrik.
Kondisi sungai Teluk Dalam:
●Penumpukan sampah
●Ekologi, melesatarikan sungai dengan menjaga flora dan fauna yang hidup di sungai.
lingkungan.
Sharing Session
Pengumpukan sampah akibat buang sampah sembarangan sudah menjadi kebiasaan
masyarakat yang sudah turun temurun dari kebiasaan orang terdahulu. Pertanyaannya,
bagaimana cara mengatasi kebiasaan tersebut dan mengubah statement masyarakat atas
perbuatan tersebut?
Solusi secara umum
●Memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya menjaga
lingkungan dan resiko kebiasaan tersebut jika terus dilakukan serta memberikan
pelatihan mengenai pemanfaatan sampah dengan cara daur ulang
tersebut.
●Mendaur ulang sampah yang bisa dapat dimanfaatkan kenbali menjadi produk
Kelompok 1
Kelompok 2 Kelompok 3
Kelompok 4
(Arista Ramadanika)
Rangkuman Tugas Diskusi
Kelompok :4
Anggota : Arista Ramadanika
Rizqi Ulul Azmi
Ahmad Fahrurozi
Mata Kuliah : Ekonomi Sumber Daya Alam
Semester/Prodi : 5/Ekonomi Pembangunan
DISKUSI EKONOMI SUMBER DAYA ALAM
2. Fungsi Hutan
Fungsi hutan yaitu sebagai berikut:
1. Habitat kehidupan liar
2. Penghasil kayu bakar, kayu gergajian dan produk kertas
3. Tempat rekreasi
4. Daur ulang global untuk air, oksigen, karbon dan nitrogen
5. Menyerap, menahan dan melepas asecara perlahan siklus air sehingga mengurangi
erosi dan banjir
Untuk keperluan pengelolaan hutan di Indonesia, hutan dibedakan menjadi 4 menurut
fungsi bio ekonominya (Karden E.S. Manik, 1986):
1. Hutan Lindung: adalah kawasan hutan yang berfungsi untuk mengatur tata-air,
mencegah banjir dan erosi, serta mempertahankan kesuburan tanah.
2. Hutan Suaka Alam: adalah kawasan hutan yang karena sifatnya yang khas secara
khusus diperuntukkan bagi perlindungan dan pelestarian sumber daya plasma
nutfah dan penyangga kehidupan.
3. Hutan Wisata: adalah kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk
dibina dan dipelihara guna kepentingan wisata, pengembangan ilmu pengetahuan
dan pendidikan.
4. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna memproduksi
hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat, industri, dan ekspor. Untuk
keperluan pengus ahaan ini, dikenal adanya 3 macam hutan produksi, yakni Hutan
Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan Konversi
4. Perencanaan Kehutanan
Perencanaan kehutanan meliputi kegiatan-kegiatan:
1. Inventarisasi hutan
2. Pengukuhan Kawasan hutan
3. Penatagunaan kawasan hutan
4. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan
5. Penyusunan rencana kebutuhan
5. Pengelolaan Hutan
Pengelolaan hutan meliputi kegiatan-kegiatan:
1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan
2. Pemanfaatan hutan dan penggunaan Kawasan hutan
3. Rehabilitasi dan reklamasi hutan
4. Perlindungan hutan dan konservasi alam
6. Pengawasan Hutan
Dalam melaksanakan kegiatan pengawasan kehutanan, pemerintah dan pemerintah
daerah berwenang melakukan pemantauan, meminta keterangan, dan melakukan
pemeriksaan atas pelaksanaan pengurusan hutan. Pemerintah dan masyarakat
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan hutan yang berdampak
nasional maupun internasional.
Kebakaran hutan dan lahan adalah bencana alam yang sering terjadi di Indonesia,
terutama pada musim kemarau. Kebakaran ini menyebabkan kerusakan lingkungan yang
sangat besar, kerugian ekonomi, dan masalah sosial. Faktanya, kebakaran hutan dan lahan
yang besar mengakibatkan dampak asap yang menghancurkan di luar batas administrasi
negara (bencana transnasional). Menurut Kementerian Kesehatan (2015) kebakaran hutan
dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 di beberapa provinsi, seperti Riau, Jambi, dan
Sumatera Selatan, menyebabkan bencana terburuk dalam 18 tahun, yang menyebabkan
polusi udara parah di beberapa negara Asia Tenggara.
Secara ekologis, penurunan luas hutan dan degradasi lahan akibat kebakaran
menimbulkan risiko dan ketidakpastian dalam pemulihan kondisi ekosistem, hilangnya
nilai penggunaan kayu dan hutan non-kayu di masa depan dan hilangnya nilai yang
diharapkan dari keanekaragaman hayati yang saat ini belum dimanfaatkan.
Faktor pendorong yang mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di
Provinsi Riau dikelompokkan menjadi:
1. Faktor biofisik lingkungan
Secara umum, karakteristik biofisik lingkungan yang mempengaruhi kebakaran
hutan dan lahan adalah tutupan lahan, curah hujan, ketinggian, kemiringan lahan,
jaringan sungai dan aksesibilitas jalan.
Di beberapa spesifik lokasi di Sumatera dan Kalimantan, terjadinya kebakaran
sangat dipengaruhi oleh kondisi tutupan lahan dan jenis tanah, yang sangat berkaitan
dengan ketersediaan biomassa yang menjadi salah satu komponen utama terjadinya
kebakaran.
Berdasarkan analisis data titik panas multiwaktu tahun 2007 hingga 2015, lebih
dari 77.3% kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Provinsi Riau terjadi di lahan
gambut. Hal ini terjadi disebabkan lahan gambut yang berada pada kondisi kering
sangat mudah untuk terbakar dibandingkan dengan lahan tanah mineral.
Pengembangan hutan tanaman industri, perkebunan sawit dan budidaya pertanian
lainnya di lahan gambut dengan menggunakan sistem kanal untuk mengatur tinggi
muka air sangat rentan menyebabkan kebakaran, terutama bila pembangunan kanal di
lahan gambut ini tidak dilakukan secara terpadu dalam satu hamparan lahan. Hal ini
disebabkan kanal yang dibangun pada lahan gambut tersebut akan diikuti dengan aliran
air keluar dari areal gambut menuju kanal yang mengakibatkan lahan gambut menjadi
kering dan menjadi sangat mudah terbakar.
Kebakaran lahan di Provinsi Riau sangat mudah terjadi pada areal yang dapat
diakses oleh masyarakat, sehingga adanya jaringan jalan dapat meningkatkan akses
terhadap lahan yang akan dibuka. Ketersediaan akses jalan yang dapat dipergunakan
oleh masyarakat, meningkatkan peluang terjadinya kebakaran.
Selain faktor biofisik lingkungan, kondisi iklim juga merupakan faktor alam yang
menjadi pemicu kebakaran hutan dan lahan, seperti musim kemarau berkepanjangan
(ekstrem).
2. Faktor sosial ekonomi
Masalah kebakaran lahan dan hutan di Sumatra sangat erat kaitannya dengan
faktor sosial ekonomi dan perilaku yang disengaja, baik oleh masyarakat maupun
perusahaan. Dalam rangka efisiensi biaya, masyarakat dan para pelaku bisnis sering
melakukan aktivitas pembersihan lahan (land clearing) dengan cara sangat tidak ramah
lingkungan, yakni berupa aktivitas pembakaran yang akhirnya berujung pada kebakaran
lahan dan hutan di sekitar areal perkebunan.
Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau terjadi hampir setiap tahun, terutama
di musim kemarau. Salah satu penyebabnya adalah aktivitas masyarakat dalam
mengolah lahan pertanian/perkebunan dengan menggunakan metode tebas-bakar (slash
and burn). Perilaku tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain:
keterbatasan tenaga kerja, keterbatasan mobilitas menuju lahan serta keterbatasan
modal, sehingga pembakaran adalah salah satu cara penyiapan lahan yang paling
mudah dan murah.
Faktor manusia sebagai penyebab utama bencana asap, melalui pembakaran lahan
yang dilakukan baik secara sporadis maupun sistematis. Tidak adanya rasa memiliki
(sense of belonging) dan kurangnya rasa tanggungjawab (sense of responsibility) dalam
menjaga kelesatarian ekologi, merupakan bentuk perubahan budaya yang tidak toleran
terhadap alam. Secara sadar ataupun tidak, masyarakat pada umumnya telah memilih
tindakan eksploitasi lahan sebagai upaya mengejar peningkatan taraf hidup dari kondisi
kemiskinan yang selama ini dialami. Petani mulai menerapkan sistem nilai budaya
industri yang menekankan kepentingan individual-personal, komersial, dan eksploitatif
terhadap sumberdaya.
Kasus kebakaran hutan di Indonesia secara signifikan dipengaruhi oleh 8
variable, dimana diantaranya adalah jarak dari pemukiman. Beberapa kasus kejadian
kebakaran di Provinsi Riau terjadi di areal perusahaan atau sekelompok orang yang
mengatasnamakan kelompok masyarakat yang memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan
daerah kawasan konservasi tertentu yang dikuasai atau dikelola oleh perusahaan.
Faktor kesengajaan dalam kebakaran hutan dan lahan pada umumnya terkait
dengan konflik penguasaan lahan. Dalam menyikapi klaimlahan dan konflik
berkepanjangan yang dilakukan masyarakat terhadap perusahaan, baik karena alasan
“genuine” maupun alasan “oportunis”, perusahaan HTI di Provinsi Riau memilih
mengeluarkan wilayah yang dipersengketakan dari perusahaan dan mengusulkannya
menjadi daerah enclave. Konflik juga dapat terjadi antara masyarakat yang dapat
memanen hasil kebun dengan yang tidak dapat memanen hasil kebun karena
tanamannya rusak akibat berbagai faktor.
3. Faktor kebijakan dan alokasi ruang
Beberapa faktor kebijakan yang mempengaruhi tingginya tingkat kebakaran hutan
dan lahan di Provinsi Riau antara lain:
a. Provinsi Riau belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang definitif
(baru disahkan pada tahun 2018)
b. Tidak tegasnya pemerintah dalam menangani kawasan sebagai berikut :
- Kawasan eks konsesi kehutanan (HPH) yang sampai saat ini tidak jelas statusnya.
- Kawasan sempadan sungai.
- IUPHHK-HT/HA yang telah keluar izinnya tetapi tidak diusahakan.
Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih terkesan enggan
mengalokasikan anggaran yang memadai untuk program-program pencegahan
kebakaran hutan dan lahan. Secara umum besaran nilai anggaran untuk pencegahan
kebakaran hutan dan lahan serta bencana asap masih dianggap kurang memadai
dibandingkan dengan alokasi anggaran untuk pemadaman api. Pendekatan kebijakan
kebakaran hutan dan lahan selama ini terkesan masih sangat sektoral.
Pendekatan kebijakan dalam menangani kebakaran hutan dan lahan seharusnya
tidak hanya bersifat jangka pendek dan kasuistik, namun juga perlu memerhatikan
berbagai potensi pemicu kebakaran secara komprehensif berbasis pengetahuan yang
kuat. Sebagian orang beranggapan bahwa masalah kebakaran hutan dan lahan adalah
persoalan yang mekanistis sehingga dapat diselesaikan dengan instrumen teknis.
Berdasarkan faktor biofisik lingkungan, sosial ekonomi dan kebijakan dan tata
ruang terhadap sebaran titik panas, maka secara singkat dapat digambarkan bahwa jarak
beberapa parameter atau input variabel memiliki keterkaitan yang cukup signifikan dengan
terjadinya kebakaran lahan (titik panas).
Beberapa kebijakan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan
yang diperlukan, antara lain :
a. Pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan untuk meregistrasi dan mengatur
pemanfaatan lahan-lahan hutan yang terdegradasi atau yang secara de facto telah
beralih fungsi kepada lembaga di tingkat tapak (desa, koperasi, atau kelompok tani)
yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan pengelolaan lahan. Kebijakan tersebut
sangat penting untuk mencegah terjadinya open acces lahan hutan yang sangat rawan
terhadap perambahan dan berbagai kepentingan dari “penumpang gelap” yang
memanfaatkan kawasan hutan secara ilegal dan tidak bertanggungjawab.
b. Kebijakan pembukaan lahan tanpa bakar, yang didukung dengan adanya kebijakan
pemanfaatan limbah vegetasi/biomassa untuk keperluan bahan baku industri perkayuan
yang terintegrasi dengan RPBI (Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri, Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota maupun provinsi terkait kebijakan
peremajaan kebun (replanting) secara serentak dalam suatu hamparan lahan tertentu.
Hal ini penting agar limbah biomassa hasil peremajaan kebun dapat dimanfaatkan
secara efektif, efisien dan memenuhi skala keekonomian
c. Penegakan hukum yang jelas dan tepat sasaran.
d. Kepastian pola penggunaan dan fungsi ruang.
Kelompok :2
Anggota : Mila Lutfifadila
Putri Lestari
Andre Julian Pratama
Mata Kuliah : Ekonomi Sumber Daya Alam
Semester/Prodi : 5/Ekonomi Pembangunan
DISKUSI EKONOMI SUMBER DAYA ALAM
C. REVIEW PERKULIAHAN EKONOMI SUMBER DAYA ALAM HUTAN
Hari/Tanggal : Rabu, 07 Desember 2022
Waktu : 09.00 WIB
Tempat : Blended (Offline di kampus ruang A7 dan online via Google Meet)
Pembagian Tugas Kelompok :
- Pembukaan : Alifah Nuraini, Endang Puji Lestari
- Pemateri : Arista Ramadanika, Rizqi Ulil Azmi
- Studi Kasus : Sopi Siti Sopiah, Putri Indah Ayuningtyas. Ma’rifatun Nisa
- Review : Mila Lutfifadila, Putri Lestari
Mahasiswa yang tidak hadir : Andre Julian Pratama, Ahmad Fahruroji, Ulil Albab F.
Pokok Pembahasan :
Sumber Daya Hutan Materi :
- Hutan merupakan kesatuan ekosistem yang merupakan hamparan lahan dan berisi
sumber daya alam hayati berdominasi pepohonan.
- Hutan berfungsi untuk habitat kehidupan liar, daur ulang oksigen, penghasil kayu,
tempat rekreasi, dll.
- Menurut fungsinya hutan dibedakan menjadi 4 yaitu hutan lindung, hutan suaka
alam, hutan wisata, hutan produksi.
Studi Kasus :
- Judul : Akses dan Pengelolaan Sumber Daya Hutan Pada Masyarakat Lokal di
Kabupaten Manokwari.
- Secara umum, kawasan hutan di kabupaten manokwari masih terpelihara baik.
- Kontribusi sumber daya hutan terhadap peningkatan ekonomi daerah dan
masyarakat lokal : Distribusi sektor kehutanan masih relatif kecil.
Diskusi :
Permasalahan hutan di Papua : Kontribusi hutan terhadap ekonomi masyarakat masih
kurang. Penguasaan hutan oleh beberapa pengusaha mengurangi ruang gerak
masyarakat. Selain itu, adanya adat istiadat maka masyarakat disana tidak terlalu
menanfaatkan hutan sebagai komersial saja melainkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Pertanyaan diskusi dari Bapak Rijal Pamungkas, M.Ec.Dev.
Jawaban dari Kelompok yang membahas studi kasus (Sopi, Indah, Nisa)
Tanda tangan : Pembukaan Pemateri Studi Kasus Review
2. Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya, unsur-unsur berbahaya
ke dalam atmosfir yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan,
gangguan pada kesehatan manusia serta secara umum menurunkan kualitas lingkungan.
Pencemaran udara dapat terjadi di mana-mana.
Pencemaran udara selain menyebabkan penyakit bagi manusia, juga mengancam
secara langsung eksistensi tumbuhan dan hewan, maupun secara tidak langsung
ekosistem di mana mereka hidup. Beberapa unsur pencemar (pollutant) kembali ke
bumi melalui deposisi asam atau salju yang mengakibatkan sifat korosif pada
bangunan, tanaman, hutan, di samping itu juga membuat sungai dan danau menjadi
suatu lingkungan yang berbahaya bagi ikan-ikan karena nilai pH yang rendah.
Pencemaran juga mengubah struktur atmosfir bumi sehingga membuka celah
masuknya bahaya radiasi sinar matahari (ultra violet). Dan pada waktu yang
bersamaan, keadaan udara yang tercemar merupakan fungsi insulator yang mencegah
aliran panas kembali ke ruang angkasa, dengan demikian mengakibatkan peningkatan
suhu bumi. Proses inilah yang dikenal sebagai greenhouse effect (efek rumah kaca).
Para ilmuwan memperkirakan bahwa peningkatan suhu bumi, atau yang diistilahkan
sebagai global warming, pada akhirnya akan mempengaruhi banyak hal.
3. Zat-zat Pencemaran Udara
Terdapat banyak zat-zat pencemar udara yang dapat diidentifikasi, namun
beberapa di antaranya yang utama adalah:
a. Karbonmonoksida
WHO telah membuktikan bahwa karbonmonoksida yang secara rutin mencapai
tingkat tak sehat di banyak kota dapat mengakibatkan kecilnya berat badan janin,
meningkatnya kematian bayi dan kerusakan otak, tergantung pada lamanya seorang
wanita hamil terekspos, dan tergantung pada konsentrasi polutan di udara. Asap
kendaraan merupakan sumber hampir seluruh karbon monoksida yang dikeluarkan
di banyak daerah Perkotaan. Karena itu strategi penurunan kadar karbon monoksida
yang berhasil tergantung terutama pada pengendalian emisi otomatis seperti
pengubah katalis, yang mengubah sebagian besar karbon monoksida menjadi karbon
dioksida. Kendali semacam itu secara nyata telah menurunkan emisi dan kadar
konsentrasi karbon monoksida yang menyelimuti kota-kota di seluruh dunia industri.
b. Nitrogen oksida
Nitrogen oksida yang terjadi ketika panas pembakaran menyebabkan bersatunya
oksigen dan nitrogen yang terdapat di udara memberikan berbagai ancaman bahaya.
Zat nitrogen oksida menyebabkan kerusakan paru-paru. Setelah bereaksi di atmosfir,
zat ini membentuk partikel-partikel nitrat amat halus yang menembus bagian
terdalam paru-paru. Partikel-partikel nitrat ini pula, jika bergabung dengan air baik
air di paru-paru atau uap air di awan akan membentuk asam.
Selain itu, zat-zat oksida ini juga bereaksi dengan asap bensin yang tidak terbakar
dan zat-zat hidrokarbon lain di sinar matahari dan membentuk ozon rendah atau "smog"
kabut berwarna coklat kemerahan yang menyelimuti sebagian besar kota di dunia.
c. Sulfur dioksida
Emisi sulfur dioksida terutama timbul dari pembakaran bahan bakar fosil yang
mengandung sulfur terutama batubara yang digunakan untuk pembangkit tenaga
listrik atau pemanasan rumah tangga. Gas yang berbau tajam tapi tak bewarna ini
dapat menimbulkan serangan asma karena gas ini menetap di udara, bereaksi dan
membentuk partikel-partikel halus dan zat asam.
d. Partikulat Matter
Zat ini sering disebut sebagai asap atau jelaga. Benda-benda partikulat ini sering
merupakan pencemar udara yang paling kentara, dan biasanya juga paling
berbahaya.
Sebagian benda partikulat keluar dari cerobong pabrik sebagai asap hitam tebal,
tetapi yang paling berbahaya adalah "partikel-partikel halus" butiran-butiran yang
begitu kecil sehingga dapat menembus bagian terdalam paru-paru. Sebagian besar
partikel halus ini terbentuk dengan polutan lain, terutama sulfur dioksida dan oksida
nitrogen, dan secara kimiawi berubah dan membentuk zat-zat nitrat dan sulfat.
e. Hidokarbon
Zat ini kadang-kadang disebut sebagai senyawa organik yang mudah menguap,
dan juga sebagai gas organik reaktif. Hidrokarbon merupakan uap bensin yang tidak
terbakar dan produk samping dari pembakaran tak sempurna.
f. Ozon
Ozone berasal dari kata kerja bahasa yunani yang artinya "mencium", merupakan
suatu bentuk oksigen alotropis (gabungan beberapa unsur) yang setiap molekulnya
memuat tiga jenis atom. Formula ozon adalah 03, berwarna biru pucat, dan
merupakan gas yang sangat beracun dan berbau sangit. Ozone mendidih pada suhu -
111,9°C (-169.52°F), mencair pada suhu -192,5°C (-314,5°F), dan memiliki
gravitasi 2.144. Ozon cair berwarna biru gelap, dan merupakan cairan magnetis kuat.
Ozon terbentuk ketika percikan listrik melintas dalam oksigen. Adanya ozon dapat
dideteksi melalui bau (aroma) yang ditimbulkan oleh mesin-mesin bertenaga listrik.
Secara kimiawi, Ozon lebih aktif ketimbang oksigen biasa dan juga merupakan agen
oksidasi yang lebih baik. Biasanya ozon digunakan dalam proses pemurnian
(purifikasi) air, sterilisasi udara, dan pemutihan jenis makanan tertentu.
Di atmosfir, terjadinya ozon berasal dari nitrogen oksida dan gas organik yang
dihasilkan oleh emisi kendaraan maupun industri, dan ini berbahaya bagi kesehatan
di samping dapat menimbulkan kerusakan serius pada tanaman. Pentingnya
pengaturan kadar nitrogen oksida yang dilepas ke udara oleh, misalnya, pembangkit
listrik tenaga batubara adalah untuk menghindari terbentuknya ozon yang dapat
menimbulkan penyakit pernafasan seperti bronkitis maupun asma.
g. Timbal
Logam berwarna kelabu keperakan yang amat beracun dalam setiap bentuknya ini
merupakan ancaman yang amat berbahaya bagi anak di bawah usia 6 tahun, yang
biasanya mereka telan dalam bentuk serpihan cat pada dinding rumah. Logam berat
ini merusak kecerdasan, menghambat pertumbuhan, mengurangi kemampuan untuk
mendengar dan memahami bahasa, dan menghilangkan konsentrasi. Bahkan ekspose
dengan tingkat yang amat rendah sekalipun tampaknya selalu di asosiasikan dengan
rendahnya kecerdasan. Karena sumber utama timbal adalah asap kendaraan
berbahan bakar bensin yang mengandung timbal, maka polutan ini dapat ditemui di
mana ada mobil, truk, dan bus.
Di samping timbal, banyak sekali zat beracun lain menambah beban kandungan
polutan di daerah perkotaan. Zat-zat ini mulai dari asbes dan logam berat (seperti
kadmium, arsenik, mangan, nikel dan zinc) sampai bermacam-macam senyawa
organik (seperti benzene, hidrokarbon lain dan aldehida).
a. Hujan asam
Hujan asam merupakan istilah umum untuk menggambarkan turunnya asam dari
atmosfer ke bumi. Sebenarnya turunnya asam dari atmosfer ke bumi bukan hanya
dalam kondisi "basah" tetapi juga "kering". Sehingga dikenal pula dengan istilah
deposisi (penurunan/pengendapan) basah dan deposisi kering.
Deposisi basah mengacu pada hujan asam, kabut dan salju. Ketika hujan asam ini
mengenai tanah, ia dapat berdampak buruk bagi tumbuhan dan hewan, tergantung
dari konsentrasi asamnya, kandungan kimia tanah, buffering capacity (kemampuan
air atau tanah untuk menahan perubahan pH), dan jenis tumbuhan/hewan yang
terkena.
Deposisi kering mengacu pada gas dan partikel yang mengandung asam. Sekitar
50% keasaman di atmosfer jatuh kembali ke bumi melalui deposisi kering.
Kemudian angin membawa gas dan partikel asam. Ketika hujan turun, partikel asam
yang menempel tersebut akan terbilas, sehigga menghasilkan air permukaan (runoff)
yang asam.
Hujan asam terjadi ketika gas-gas tersebut di atmosfer bereaksi dengan air,
oksigen, dan berbagai zat kimia yang mengandung asam. Sinar matahari
meningkatkan kecepatan reaksi mereka. Hasilnya adalah larutan Asam Sulfat dan
Asam Nitrat (konsentrasi rendah).
a. Industri
Sektor industri merupakan penyumbang pencemaran udara melalui penggunaan
bahan bakar fosil untuk pembangkit tenaga. Salah satu penyebab meningkatnya
pencemaran udara di Indonesia adalah urbanisasi dan industrialisasi yang tumbuh
dengan cepat tetapi tidak dibarengi dengan pengendalian pencemaran yang memadai
dan efisien dalam penggunaan bahan bakar fosil. Dalam upaya penanggulangan
pencemaran udara, penanggung jawab kegiatan industri wajib antara lain :
● Melengkapi industrinya dengan fasilitas untuk pengukuran emisi gas buang dan
⮚ Karbonmonoksida
⮚ Venus
⮚ Sulfurdioksida
⮚ Hidrokarbon
⮚ Ozon
⮚ Timbal
⮚ Senyawa organik
⮚ Hujan asam
STUDI KASUS :
PERTANYAAN/SARAN/KRITIKAN/MASUKAN :
● Dalam studi kasus harus mengena atau tertuju dengan jelas, sebaiknya mencantumkan
nama perusahaan atau PT
● Studi kasus lain, contohnya pencemaran udara akibat peternakan ayam karena
berdampak langsung terhadap masyarakat sekitar
● Standar udara yang baik harus diukur dengan cara melibatkan masyarakat secara
langsung dan melakukan uji lab untuk mengukur seberapa besar pencemaran udara
Kelompok 1
Kelompok 2
(Mila Lutfifadila)
Kelompok 3
(Alifah Nuraini)
Kelompok 4
(Arista Ramadanika)