Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MATA KULIAH

UJIAN AKHIR SEMESTER


PENGANTAR PERENCANAAN PERMUKIMAN
PERMASALAHAN KEBERSIHAN PERMUKIMAN PINGGIR SUNGAI
GANDUS PALEMBANG DAN BERBAGAI ALTERNATIF SOLUSI KEBERSIHAN

WINTORO MAULANA MALIK


03061281621037

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia adalah negara maritim yang sebagian besar wilayahnya adalah air, hal
ini menyebabkan air menjadi hal penting di indonesia, kondisi ini juga memiliki sisi
lain, yaitu, indonesia sering mengalami bencana banjir, terutama pada provinsi yang
mengutamakan fungsi sungai, seperti di provinsi sumatera selatan, tepatnya di
daerah tepian sungai musi yang ada di kota palembang. Daerah tepian Sungai Musi
sering mengalami pasang-surut air dan menyebabkan banjir, kawasan Gandus
adalah daerah yang sangat dekat dengan sungai dan menjadi fokus utama.
Masyarakat Gandus banyak tinggal di tepian sungai dan berinteraksi langsung
dengan Sungai Musi dalam hal mandi, cuci dan kakus. Kebanyakan rumah di
kawasan Gandus menggunakan struktur rumah panggung dengan ketinggian yang
tidak sama, berdasar hasil survey , rata-rata para warga membuang sampah di
sungai, sehingga memperburuk kondisi sungai.
Rata-rata warga tidak mempermasalahkan lingkungan mereka tinggal, hal ini
disebabkan oleh faktor kenyamanan mereka sudah tinggal lama di sana. Dilihat
secara fisik lingkungan dan rumah mereka, terdapat rumah yang perlu mendapat
perbaikan, dan lingkungan mereka perlu diberikan sebuah tindakan seperti
pembersihan lingkungan atau gotong royong.

1.2 RUMUSAN MASALAH


-Bagaimana kondisi permukiman Gandus Palembang?
-Apa saja masalah yang terdapat di kawasan permukiman Gandus yang
berhubungan dengan kebersihan?
-Apa alternatif pemecahan masalah yang terjadi di kawasan permukiman Gandus
Palembang?

1.3 TUJUAN
Tujuan dari makalah ini antara lain:
-Menambah wawasan penulis dan pembaca
-Dapat dikembangkan di kemudian hari
-Menjadi referensi bagi para akademisi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PERMUKIMAN
Menurut Doxiadis dalam Kuswartojo, T., & Salim, S. (1997), permukiman
merupakan sebuah sistem dengan adanya lima unsur, yaitu: alam, masyarakat,
manusia, lindungan dan jaringan. Bagian permukiman yang disebut wadah tersebut
merupakan suatu bentuk paduan tiga unsur: alam (tanah, air, udara), lindungan
(shell) dan jaringan (networks), sedang isinya terdapat manusia dan masyarakat.
Alam merupakan unsur dasar dan di alam itulah ciptakan lindungan (rumah, gedung
dan lainnya) sebagai tempat manusia tinggal serta menjalankan fungsi lain.

2.2 KUMUH
Kumuh biasanya memiliki kesan atau gambaran secara umum tentang suatu
sikap dan tingkah laku yang begitu rendah, dilihat dari standar kehidupan dan
penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai
suatu pertanda atau cap yang diberikan golongan yang berada di atas yang sudah
mapan yang ditujukan kepada golongan bawah yang belum mapan. Menurut kamus
ilmu-ilmu sosial Slum’s diartikan sebagai suatu daerah yang memiliki lingkungan
kotor yang bangunan-bangunannya sangat tidak memenuhi syarat kelayakan. Jadi
daerah slum’s dapat diartikan sebagai daerah yang ditempati oleh penduduk dengan
status ekonomi rendah dan bangunan-bangunan perumahannya tidak memenuhi
syarat untuk disebut sebagai perumahan yang sehat.
Slum’s merupakan lingkungan hunian yang legal akan tetapi dari segi kondisi
sudah tidak layak huni atau persyaratannya tidak terpenuhi sebagai permukiman
(Utomo Is Hadri, 2000). Slum’s yaitu permukiman diatas lahan sudah sah yang
sudah sangat kumuh baik perumahan maupun permukimannya (Herlianto, 1985).

2.3 PERMUKIMAN KUMUH


Diana Puspitasari dari Dinas Tata Ruang dan Permukiman (Distarkim) Kota
Depok memberi pernyataan, definisi permukiman kumuh berdasar pada karakteristik
suatu lingkungan permukiman yang mengalami penurunan kualitas. Dengan kata
lain memburuk baik secara kondisi fisiknya, sosial ekonomi maupun sosial budaya.
Dan tidak ada kemungkinan tercapai kehidupan yang lebih layak bahkan cenderung
memiliki potensi bahaya bagi penghuninya. Menurut Diana, ciri permukiman kumuh
merupakan permukiman yang memiliki tingkat hunian dan kepadatan bangunan
yang sangat tinggi, bangunan-bangunan dengan tata letaknya yang tidak teratur,
kualitas rumah yang sangat rendah. Selain itu tidak memadainya prasarana dan
sarana dasar seperti air minum, jalan, air limbah dan sampah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (n.d.). Tinjauan Pustaka. Retrieved Maret 11, 2019, from elib.unikom.ac.id:
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/543/jbptunikompp-gdl-diralazuar-27111-5-
unikom_d-i.pdf

Bloomberg, M., R., & Amanda, M., B., (2012). Urban Waterfront Adaptive Strategies,
Coastal Climate Resilience, (Online),
(https://www1.nyc.gov/assets/planning/download/pdf/plans-studies/sustainable-
communities/climate-resilience/urban_waterfront.pdf), diakses 14 November
2018

Elmer, F. dkk. (2010). Influence of flood frequency on residential building losses.


Natural Hazards and Earth System Sciences, 2146.

Gwimbi, P. (2009). Linking rural community livelihoods to resilience building in flood


risk reduction in Zimbabwe. JÀMBÁ: Journal of Disaster Risk Studies, Vol.2,
No.1, 71.

Indrosaptono, D. (2003). Penekanan desain riverfront park pada perancangan


penataan bantaran kali banjir kanal barat, kota semarang. Vol 1.

Maulana, W. (2018). Tanggap Bencana. Kendali Kawasan Tepian Sungai 5 Ulu


Palembang Terhadap Bencana Banjir, 1-4.

N., D. (2005). Permukiman yang berwawasan lingkungan tinjauan. Jurnal Sistem


Teknik Industri Volume 6, No.4 Oktober 2005, 35-39.

Putu, N. (2004). Permukiman Kumuh Masalah Atau Solusi? JURNAL


PERMUKIMAN NATAH VOL. 2 NO. 2 AGUSTUS 2004 : 56 - 107, 92-95.

Anda mungkin juga menyukai