Anda di halaman 1dari 15

Mini Riset Geografi Bencana dan Mitigasi

“ANALISIS KAJIAN PENDEKATAN MITIGASI DAN PENANGGULANGAN BANJIR”

Dosen Pengampu :

Drs. Nahor Simanungkalit, M.Si.

Oleh:

Kelompok 3
Nurul Zaharati Jannah (3172131020)
Elfia Nurjana Ndruru (3171131006)
Jessy Frisca Simanjuntak (3173331023)
Mery Sidabutar (3182131010)

KELAS D 2017

JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT., Tuhan Yang Maha Esa
karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Mini Riset ini tepat
pada waktunya. Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Geografi
Bencana dan Mitigasi.

Selama penyusunan makalah ini, kami banyak mengalami berbagai hambatan dan
kesulitan. Namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, tugas ini dapat
terselesaikan.

Kami juga menyadari bahwa dalam pembuatan Mini Riset ini masih jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar berguna
untuk kedepannya. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada para pembaca,
semoga tugas ini bermanfaat bagi yang membacanya.

Medan, November 2019

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
D. Manfaat ................................................................................................................... 2

BAB II : KAJIAN TEORI ................................................................................................ 3


A. Landasan Pustaka .................................................................................................... 3

BAB III : METODE PENEITIAN .................................................................................. 7


A. Tempat Objek Penelitian......................................................................................... 7
B. Subyek Penelitian.................................................................................................... 7
C. Prosedur Penelitian ................................................................................................. 7

BAB V : HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... 9

BAB VI : PENUTUP ......................................................................................................... 14


A. Kesimpulan ....................................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana sebagai ciri khas yang dimiliki di sebagian besar wilayah Indonesia.
Keadaan Iklim, Geologi, Geomorfologi, Tanah, dan Hidrologi menjadikan Indonesia sebagai
Negara Rawan Bencana. Bencana merupakan suatu gejala alamiah dan nonalamiah yang
sangat meresahkan masyarakat akibat hilangnya kenyamanan, keamanan, dan ketentraman
dalam kehidupannya. Banyaknya kejadian bencana yang melanda wilayah negara Indonesia,
menjadikan bencana sebagai topik yang sering dibahas dan harus segera diatasi dan
diselesaikan, termasuk adanya upaya-upaya memasukkan bencana dan kebencanaan dalam
kurikulum pada tingkat pendidikan dasar, menengah, maupundi perguruan tinggi.
Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan
menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh beberapa faktor
alam dan faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga dapat mengakibatkan korban
jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (BNPB,
2013).Salah satu bencana yang sering terjadi di kota-kota berkembang di Indonesia adalah
bencana banjir. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air yang meningkat (UU No.24 Tahun 2007), yang disebabkan oleh
perubahan iklim, peningkatan frekuensi dan intensitas curah hujan yang tinggi atau akibat
banjir kiriman dari daerah lain yang berada di tempat lebih tinggi.
Pengembangan kawasan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan seperti sarana
pemukiman, kejadian disekitar sungai biasanya berupa berkurangnya kapasitas sungai,
peningkatan debit banjir, dan meluapnya sungai dan anak-anak sungainya, mengakibatkan
kerusakan sarana fasilitas umum, areal persawahan, kebun, dan daerah permukiman serta
terganggunya kelancaran arus lalu lintas dan diperburuk lagi dengan adanya gerusan aliran
sungai yang menimbulkan kerusakan tebing sungai yang mengancam fasilitas-fasilitas
penting yang ada di sekitarnya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu, bagaimana pendekatan dari
mitigasi dan penanggulangan bencana banjir?

1
C. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui pendekatan dan mitigasi bencana
banjir

D. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini yaitu dapat menjadi bahan acuan bagi mahasiswa maupun
pembaca dan dapat memberikan referensi sebagai bacaan yang dapat menambah ilmu
pengetahuan bagi pembaca, khususnya dalam hal bencana banjir.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. LANDASAN PUSTAKA
Mitigasi
Menurut UU No 24 Tahun 2007 dan PP No 21 Tahun 2008, mitigasi bencana
didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana. Mitigasi
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi
bencana bertujuan untuk mengurangi risiko dan dampak bencana bagi masyarakat yang
berada pada kawasan rawan bencana. Mitigasi bencana merupakan langkah yang perlu
dilakukan sebagai suatu titik tolak utama dari manajemen bencana. Kegiatan mitigasi
bencana di antaranya:
a. pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
b. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana;
c. identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;
d. pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam;
e. pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam melakukan tindakan mitigasi bencana, langkah awal yang harus dilakukan
adalah melakukan kajian risiko bencana terhadap daerah tersebut. Dalam menghitung risiko
bencana suatu daerah, harus mengetahui tingkat bahaya (hazard), kerentanan (vulnerability)
dan kapasitas (capacity) suatu wilayah yang berdasarkan pada karakteristik kondisi fisik dan
wilayahnya (Pusat Pendidikan Mitigasi Bencana (P2MB), 2010). Bahaya (hazard) menurut
P2MB (2010) merupakan suatu kejadian yang mempunyai potensi untuk menyebabkan
terjadinya kecelakaan, cedera, hilangnya nyawa atau kehilangan harta benda. Bahaya bisa
menimbulkan bencana atau tidak menimbulkan bencana. Bahaya dianggap sebuah bencana
(disaster) apabila telah menimbulkan korban dan kerugian.

Penanggulangan Bencana
Banjir(bisa penyebab, faktor, dampak dll)
Banjir merupakan peristiwa alam yang dapat menimbulkan kerugian harta benda
penduduk serta dapat pula menimbulkan korban jiwa. Dikatakan banjir apabila terjadi luapan
air yang disebabkan kurangnya kapasitas penampang saluran. Banjir di bagian hulu biasanya
arus banjirnya deras, daya gerusnya besar, tetapi durasinya pendek. Sedangkan di bagian hilir

3
arusnya tidak deras karena landai, tetapi durasi banjirnya panjang (Kodoatie & Sugiyanto,
2001).
DAS (Daerah Aliran Sungai)
Daerah Aliran Sungai adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke
sungai yang bersangkutan. Perubahan fisik yang terjadi di DAS akan berpengaruh langsung
terhadap kemampuan retensi DAS terhadap banjir.
DAS merupakan ekosistem alam yang dibatasi oleh punggung bukit. Air hujan yang
jatuh di daerah tersebut akan mengalir pada sungai-sungai yang akhirnya bermuara ke laut
atau ke danau. Pada Daerah Aliran Sungai dikenal dua wilayah yaitu wilayah pemberi air
(daerah hulu) dan wilayah penerima air (daerah hilir). Kedua daerah ini saling berhubungan
dan mempengaruhi dalam unit ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Fungsi Daerah Aliran
Sungai adalah sebagai areal penangkapan air (catchment area), penyimpan air (water storage)
dan penyalur air (distribution water).
Aliran permukaan yaitu air yang mengalir diatas permukaan tanah. Bentuk aliran
inilah yang penting sebagai penyebab erosi, Aliran permukaan berpengaruh pada
pengendalian banjir, semakin tinggi aliran permukaan semakin cepat terjadinya banjir
sehingga pengendalian aliran permukaan bagian dari pengendalian banjir.
Daerah resapan merupakan daerah tempat masuknya air ke dalam tanah, umumnya
(tetapi tidak mesti) melalui permukaan dan secara vertikal. Menurut Castro (1959),
perubahan tata guna lahan menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir di mana tingkat
aliran permukaan pada hutan adalah 2.5%, tanaman kopi 3%, rumput 18% sedangkan tanah
kosong sekitar 60%.

4
BAB III
METODE PENELITIAN

1. Metode Pengumpulan Data


Metoda kajian yang digunakan dalam tulisan ini adalah kajian data sekunder. Data
sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung. Data sekunder biasanya
diterbitkan oleh institusi, datanya dikumpulkan dan disatukan melalui dengan studi
kepustakaan yaitu dengan membuka, mencatat, mengutip, data dari buku-buku, laporan-
laporan penelitian, jurnal-jurnal, publikasi media massa, pendapat-pendapat para ahli/pakar
dan sebagainya yang berhubungan dengan masalah penelitian dan dapat mendukung
terlaksananya penelitian. Penulis mencari berbagai jurnal/artikel berdasarkan studi kasus
mengenai bencana banjir. Kemudian, penulis akan mempelajari bagian-bagian dari
jurnal/artikel tersebut untuk dirangkai menjadi Laporan Penelitian.

2. Teknik Analisa Data


Menurut Thomas V (2011) analisis data sekunder merupakan analisis data survei yang
telah tersedia. Analisis ini mencakup interpretasi, kesimpulan atau tambahan pengetahuan
dalam bentuk lain. Semua itu ditunjukkan melalui hasil penelitian pertama secara
menyeluruh. Analisis bentuk ini merupakan analisis ulang (re-analysis) dalam bentuk atau
sudut pandang berbeda dari laporan pertama.( Vartanian, Thomas P, Secondary Data
Analysis, Oxford Univercity Press.inc, 2011).
Teknik analisis data dalam tulisan ini juga menggunakan metode deskriptif analisis,
adapun pengertian dari metode deskriptif analitis menurut (Sugiono: 2009; 29) adalah suatu
metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang
diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan
analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Dengan kata lain penelitian
deskriptif analitis mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah
sebagaimana adanya saat penelitian dilaksanakan, hasil penelitian yang kemudian diolah dan
dianalisis untuk diambil kesimpulannya.
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan kualitatif dimana menurut (Nana, 2013:
94) penelitian kualitatif (Qualitative Research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas social, sikap, kepercayaan,
persepsi pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Beberapa deskripsi digunakan
untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah pada penyimpulan.

5
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Strategi dan Pendekatan Minimasi Dampak


1. Pemetaan Unsur-Unsur Rawan atau Rentan
Dengan memetakan daerah rawan serta menggabungkan data itu dengan rancangan
kegiatan persiapan dan penanggulangan. Suatu strategi dapat dirancang di daerah-daerah
luapan air dengan langkah-langkah pengendalian banjir. Para perencana dapat meminta
masukan dari berbagai bidang keilmuan untuk menilai risiko-risiko, tingkat risiko yang masih
diterima/dianggap cukup wajar (ambang risiko) dan kelayakan kegiatan-kegiatan lapangan
yang direncanakan. Informasi dan bantuan dapat diperoleh dari berbagai sumber, dari badan-
badan internasional hingga ke komunitas masyarakat.
2. Pemetaan Daerah-Daerah Luapan Air/Jalur Banjir.
Parameter kejadian banjir 100 tahun itu memaparkan areal yang memiliki
kemungkinan 1% terlanda banjir dengan ukuran tertentu pada tahun tertentu. Frekuensi-
frekuensi lain mungkin bisa juga dipakai, misalnya 5, 20, 50 atau 500 tahun, tergantung
kepada ambang risiko yang ditetapkan untuk suatu evaluasi (Kodoati dan Sugiyanto, 2002).
Peta dasar dipadukan dengan peta-peta lain dan datadata lain, membentuk gambaran
lengkap/utuh tentang jalur banjir. Masukan-masukan lain yang menjadi bahan pertimbangan
diantaranya: Analisis kekerapan banjir, Peta-peta pengendapan, Laporan kejadian dan
kerusakan, Peta-peta kemiringan/ lereng, Peta-peta vegetasi (lokasi tumbuh tanaman, jenis
dan kepadatannya), Peta-peta lokasi pemukiman, industri dan kepadatan penduduk dan Peta-
peta infrastruktur. Untuk menanggulangi masalah ini bisa digunakan teknik-teknik
penginderaan jauh. Sedangkan teknik-teknik pemetaan tradisional jarang dilakukan,
walaupun biaya operasinya akan kira-kira sama efektif sebab tidak menghemat tenaga dan
waktu (metode-metode pengumpulan data tradisional sangat padat karya dan memakan waktu
lama), misalnya dalam kajian daurhidrologi (penelitian hidrologis) pada daerah/DAS yang
luas.
3. Pemetaan Daerah Bencana-bencana Lain
Banjir sering menyebabkan (terjadi bersamaan dengan atau menjadi akibat dari)
bencana-bencana lain. Agar daerah-daerah yang rawan terhadap lebih dari satu jenis bencana
bisa diketahui, dilakukan penyusunan peta silang, sintetis atau terpadu. Peta ini merupakan
alat yang sangat bagus untuk panduan perancangan program pertolongan dan
penanggulangan. Namun peta ini masih memiliki kekurangan, yakni tidak memadai jika

6
digunakan sebagai pedoman kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan bencana yang
hanya mencakup satu daerah tertentu saja atau bencana tertentu saja.
4. Pengaturan Tata Guna Lahan
Tujuan pengaturan tata guna lahan melalui undang-undang agraria dan peraturan-
peraturan lainnya adalah untuk menekan risiko terhadap nyawa, harta benda dan
pembangunan di kawasankawasan rawan bencana (Irianto, 2006). Dalam kasus banjir, suatu
daerah dianggap rawan bila daerah itu biasanya dan diperkirakan akan terlanda luapan air
dengan dampak-dampak negatifnya; penilaian ini didasarkan sejarah banjir dan kondisi
daerah. Bantaran sungai dan pantai seharusnya tidak boleh dijadikan lokasi pembangunan
fisik dan pemukiman. Selain itu, Badan Pertahanan Nasional beserta departemen-departemen
terkait harus memperhatikan pula kawasan perkotaan. Dengan pengaturan tata guna tanah
yang dilandasi data-data ilmiah dan dengan mengacu kepada potensi bencana, setidaknya
bencana alam seperti banjir tidak akan diperparah oleh pengizinan pemakaian tanah yang tak
mengindahkan sisi kelayakan.
5. Kepadatan Penduduk dan Bangunan
Di daerah-daerah rawan banjir, jumlah korban tewas maupun cedera akan langsung
terkait dengan kepadatan penduduk. Bila daerah itu masih dalam tahap perencanaan
pembangunan atau perluasan kawasan, rencana itu harus mencakup pula kepadatan
penduduk. Bila daerah itu sudah terlanjur digunakan sebagai lokasi pemukiman liar oleh
pendatang yang tergolong miskin, pengaturan kepadatan penduduk bisa menjadi isu yang
rawan dan peka, penduduk harus dimukimkan kembali di tempat lain yang lebih aman
dengan mempertimbangkan dampak-dampak sosial dan ekonomis perpindahan itu.
Sayangnya, banyak lokasi pemukiman padat penduduk terletak di jalur banjir. Bagaimanapun
para perencana pengembangan daerah dan penataan ruang harus mengambil langkah-langkah
bijak untuk memperbaiki pemukiman itu dan menekan kerentanan terjadinya bencana/banjir.
6. Larangan Penggunaan Tanah Untuk Fungsi-Fungsi Tertentu.
Suatu daerah/kawasan yang menjadi ajang banjir sedikitnya rata-rata 1-2 kali tiap 10
tahun terjadi banjir bandang, diyakini dan disarankan tidak boleh ada pembangunan skala
besar di daerah itu (Lutfi, 2007). Pabrik, perumahan dan sebagainya sebaiknya tidak
diizinkan di bangun di daerah ini demi kepentingan ekonomis, sosial dan keselamatan para
penghuninya sendiri. Daerah tersebut bukan berarti sama sekali tak bisa dimanfaatkan,
namun pemanfaatannya lebih disesuaikan untuk kegiatan-kegiatan dengan potensi risiko
lebih kecil misalnya arena olah raga atau taman. Prasarana yang bila sampai rusak akan
membawa akibat buruk yang besar, misalnya rumah sakit, hanya boleh didirikan di tanah

7
yang aman. Pengaturan tata guna tanah akan menjamin bahwa daerah-daerah rawan banjir
tidak akan menderita dua kali lipat akibat kebanjiran sekaligus pemakaian tanah yang
memperparah dampak bencana itu dengan kerugian fisik, sosial, ekonomis dan korban jiwa
yang lebih besar lagi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah disarankan untuk lebih jelas
dan tegas dalam membuat regulasi dan mensosialisasikan, serta menerapkan dan menindak
tegas apabila regulasi dilanggar /dibengkalaikan. Hal ini sangat membutuhkan komitmen dan
tanggung jawab bersama.

Pengendalian Bahaya Banjir


1. Perbaikan Saluran dan Perlindungan Vegetasi
Dasar sungai yang sudah dangkal/ tersedimentasi akibat pengendapan harus dikeruk,
diperdalam sementara untuk batas tebing/tanggul sungai di kanan–kirinya harus pula
diperlebar. Metode-metode ini meningkatkan kemampuan penampungan lebihan air dan
menurunkan peluang meluapnya air ke sekitar sungai. Sementara untuk kawasan/ daerah
permukiman/ pusat perkotaan, kolam-kolam retensi dan saluran buatan (drainase) sepatutnya
dipelihara dan dijaga kebersihannya. Kerawanan sedimentasi dan sampah juga menjadi faktor
utama penyebab banjir perkotaan. Hilangnya vegetasi seperti pepohonan dan kawasan hijau
harus segera disikapi dengan kegiatan perlindungan vegetasi dan penghijauan. Hal ini
bertujuan menjaga berlanjutnya siklus hidrologi.
2. Konstruksi Bendungan/Tanggul yang Aman
Bendungan adalah suatu konstruksi untuk membuat waduk (storage) yang mampu
menyimpan cadangan air limpasan sekaligus melepasnya dengan tingkat yang masih bisa
dikelola. Pembangunannya harus memperhatikan patokan tertinggi permukaan air sewaktu
banjir sehingga elevasi puncak / mercu bendungan atau tanggul berada di atas angka
keamanan. Bila banjir ternyata lebih tinggi dan lebih kuat ketimbang bendungan maka akan
terjadi limpasan over-toping yang bisa menyebabkan jebolnya bendungan, bahayanya justru
lebih besar ketimbang kalau tak ada bendungan. Jadi bila konstruksi bendungan tidak
dirancang dengan cermat, maka keamanannya takkan terjamin karena dampak banjir justru
akan makin parah sewaktu bendungan jebol. Penguatan bangunan yang sudah ada perlu
dilakukan dengan melakukan servis dan perawatan. Para pemilik bangunan bisa
mengusahakan menekan risiko kerusakan dengan cara memperkuat bangunannya untuk
menahan hantaman atau terjangan air. Bangunan baru harus mempunyai pondasi yang tak
mudah keropos atau longsor dan mempunyai daya dukung yang kuat. Perlindungan dari
pengikisan tanah merupakan unsur penting menghadapi bencana banjir seperti dasar sungai

8
sebaiknya distabilkan dengan membangun „alas batu‟ atau beton yang kuat, atau menanami
bantaran dengan pepohonan, khususnya bila dekat jembatan. Sedangkan untuk lokasi rawan
banjir atau sekitar sungai bisa diperbaiki dengan cara meninggikan tanggul. Ini akan efektif
untuk lokasi bangunan. Sedangkan untuk mencegah/mengurangi sedimentasi pada waduk dan
pendangkalan sungai yaitu dengan dibuatnya beberapa cek-dam di hulu sungai dan daerah-
daerah rawan erosi, serta ditingkatkannya reboisasi dan perlindungan hutan.
3. Partisipasi Aktif Masyarakat.
Peranserta masyarakat diperlukan dalam minimasi bencana banjir. Oleh karena itu
diperlukan beberapa pendekatan, antara lain:
1). Peringatan bahaya banjir disebarkan di tingkat desa/kalurahan,
2). Kerja bakti untuk memperbaiki dasar dan tebing sungai, membersihkan kotoran yang
menyumbat saluran air, membangun tanggul dengan karungkarung pasir atau bebatuan,
menanami bantaran sungai (penghijauan),
3). Rencana pemulihan pertanian pasca-banjir, antar lain dengan menyimpan benih dan
persediaan lain di tempat yang paling aman dan ini dijadikan tradisi,
4). Perencanaan pasokan air bersih dan pangan seandainya bencana memaksa pengungsian.
Program-program untuk menggugah kesadaran masyarakat tentang bahaya banjir,
meliputi :
1. Peningkatan penanganan banjir dan rob dengan pelayanan publik sebagai fokus utama
dengan dukungan dari Pemerintah
2. Pengoptimalan SDM, serta mengikutsertakan partisipasi masyarakat dan mahasiswa cinta
lingkungan dalam penanganan banjir
3. Pengoptimalan sarana dalam penanganan banjir melalui kerjasama dengan dinas lain.
4. Pengoptimalan pengawasan terhadap daerah yang terkena banjir bersama masyarakat.
5. Sosialisasi pihak BPBD dan PSDA kepada masyarakat mengenai pentingnya sadar
lingkungan.
6. Pengoptimalan kualitas SDM dengan pemberdayaan masyarakat.
Adapun langkah – langkahnya dapat berupa:
1). Penjelasan tentang fungsi-fungsi bantaran sungai dan jalur banjir, lokasinya serta
pola-pola siklus hidrologi,
2). Identifikasi bahaya rawan banjir,
3). Mendorong perorangan untuk memperbaiki daya tahan bangunan dan harta
mereka agar potensi kerusakan/kehancuran dapat ditekan,

9
4). Menggugah kesadaraan masyarakat tentang arti penting rencana– rencana dan
latihan–latihan penanggulangan serta pengungsian,
5). Mendorong tanggung jawab perorangan atas pencegahan dan penanggulangan
banjir dalam kehidupan sehari–hari,
6). Pada praktik bertani harus memperhatikan dampak lingkungan, jangan
menggunduli hutan dan hulu sungai saluran air harus dipelihara dan sebagainya.
4. Langkah-langkah dan Rencana
Rencana utama adalah pedoman dasar yang menberi aparat setempat serta para
pengembang dan pemilik lahan berbagi informasi pokok menyangkut jalur banjir dan apa
yang harus dilakukan demi mencegah dan menanggulangi dampak bencana banjir. Selain
pengaturan tata guna tanah, rencana utama ini harus mencakup pula program informasi
masyarakat. Untuk mengembangkannya diambil langkah–langkah sebagai berikut :
1). Peta akurat daerah itu dipelajari,
2). Dikembangkan daur air (hidrologi) bagi beberapa kekerapan banjir yang sudah
pernah terjadi sepanjang 100 tahun terakhir,
3). Penetapan jalur banjir berdasarkan kekerapan yang pernah terjadi dan meneliti
kondisi saluran air yang sudah ada,
4). Perkiraan kerugian akibat banjir dengan berbagai kekerapan dan mengembangkan
catatan kekerapan banjir dan kerusakan yang ditimbulkan dengan basis tahunan.
5). Menelaah semua kemungkinan minimalisasi dampak banjir, misalnya membangun
bendungan.
6). Persiapan rancangan awal dan perkiraan biaya bagi alternatif – alternatif lain,
7). Menentukan kerusakan akibat banjir untuk tiap alternatif,
8). Melengkapi analisis kelayakan bagi tiap alternatif,
9). Meninjau kembali tiap alternatip dengan mempertimbangkan berbagai faktor,
misalnya politik, peluang dan lingkungan hayati.

10
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bencana adalah peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan
menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh beberapa faktor
alam dan faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga dapat mengakibatkan korban
jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (BNPB,
2013).Salah satu bencana yang sering terjadi di kota-kota berkembang di Indonesia adalah
bencana banjir. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau
daratan karena volume air yang meningkat (UU No.24 Tahun 2007), yang disebabkan oleh
perubahan iklim, peningkatan frekuensi dan intensitas curah hujan yang tinggi atau akibat
banjir kiriman dari daerah lain yang berada di tempat lebih tinggi.
Banyak mitigasi dalam menangani hal banjir seperti perbaikan saluran dan perlindungan
vegetasi, konstruksi bendungan/tanggul yang aman, partisipasi aktif masyarakat, langkah-
langkah dan rencana. Dalam banjir juga terdapat apa saja faktor penyebabnya yaitu sebagai
berikut :
a. Tidak lancarnya aliran sungai dikarenakan terhambat oleh sampah
b. Terlalu banyak pembangunan pemukiman di daerah pinggir sungai
c. Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan permukaan laut
d. Curah hujan yang sangat tinggi

B. SARAN
Adapun tulisan penelitian ini memiliki banyak kekurangan baik dari keterbatasan
sumber data maupun dari segi penyampaian penulisan, maka dari itu kami mengharap
kemakluman dan kritik yang membangun guna kebaikan di masa yang mendatang. Saran
kami semoga kekurangan yang terdapat dalam tulisan ini dapat dilengkapi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Sandhyavitri, Aris. 2015. MITIGASI Bencana Banjir dan Kebakaran. Pekanbaru: Universitas
Riau Press.

Sebastian, L. (2008). Pendekatan pencegahan dan penanggulangan banjir.

Permatasari, I. S., Nurcahyanto, H., & Musawa, M. (2012). Strategi Penanganan


Kebencanaan di Kota Semarang (Studi Banjir dan Rob). Journal of Public Policy and
Management Review, 1(1), 191-200.

Rosyidie, A. (2013). Banjir: fakta dan dampaknya, serta pengaruh dari perubahan guna
lahan. Journal of Regional and City Planning, 24(3), 241-249.

Hapsoro, A. W., & Buchori, I. (2015). kajian kerentanan sosial dan ekonomi terhadap
bencana banjir (studi Kasus: wilayah pesisir Kota Pekalongan). Teknik PWK (Perencanaan
Wilayah Kota), 4(4), 542-553.

Sholichin, M., & Sisinggih, D. (2017). Studi Penanganan Banjir Sungai Bila Kabupaten
Sidrap. Jurnal Teknik Pengairan, 7(2), 277-288.

Sudamara, Y., Sompie, B. F., & Mandagi, R. J. (2012). Optimasi Penanggulangan Bencana
Banjir Di Kota Manado Dengan Metode AHP (analytical hierarchy process). Jurnal Ilmiah
Media Engineering, 2(4).

12

Anda mungkin juga menyukai