Ditujukkan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Bencana
DISUSUN OLEH
CKR0170217
2020
ii
KATA PENGANTAR
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
di berbagai titik. Pada bulan Maret dibeberapa titik di Cirebon dilanda banjir saat
musim hujan, penyebabnya dikarenakan intensitas hujan yang lebat dan sistem
drainase yang kurang baik.
Berkenaan dengan upaya mengurangi dampak bencana banjir yang dapat
dilakukan adalah dengan persiapan menghadapi bencana mulai dari peringatan dini
untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat sampai pada persiapan pengelolaan
pengungsi. Salah satu solusi terhadap permasalahan ancaman bencana alam banjir
dapat melalui kegiatan sosialisasi dan simulasi kesiapsiagaan bencana alam banjir
(Aini & Pristiwandono, 2017). Kesiapsiagaan masyarakat dalam penanggulangan
bencana memiliki peran yang cukup penting, karena akan berpengaruh pada tindakan
masyarakat ketika bencana terjadi. Kesiapsiagaan sangat bekaitan dengan
pengetahuan mengenai suatu bencana itu sendiri. Pengetahuan dan sikap menjadi
indikator pertama untuk mengukur kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana.
Pengetahuan terhadap bencana merupakan alasan utama seseorang untuk melakukan
kegiatan perlindungan atau upaya kesiapsiagaan yang ada (Dodon, 2013).
2
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagi Lembaga Pendidikan
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang ada, termasuk para pendidik yang ada didalamnya dan penentu
kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara umum.
2. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai wacana nilai pendidikan khususnya
pendidikan kesehatan, untuk selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam bersikap
dan berperilaku.
3. Bagi Pembaca
Pembaca terutama bagi masyarakat luas agar dapat mengetahui dan mampu
memahami isi makalah, serta dapat menambah wawasan.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Bencana
2.1.1 Pengertian Umum Bencana
Bencana dapat didefinisikan dalam berbagai arti baik secara normatif
maupun pendapat para ahli. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007,
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Pengertian bencana dalam Kepmen Nomor 17/kep/Menko/Kesra/x/95
adalah sebagai berikut : Bencana adalah Peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau keduanya yang mengakibatkan
korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), definisi bencana adalah
peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan
ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan
pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa
dari pihak luar.
Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002) adalah setiap
kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa
21 manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan
pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah
yang terkena.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
4
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor
alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana
nonalam, dan bencana sosial.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
5
b) Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal
teknologi,gagal modernisasi. dan wabah penyakit.
c) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang
meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas
masyarakat.
d) Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang
diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan
kesengajaan, manusia dalam penggunaan teknologi dan atau
insdustriyang menyebabkan pencemaran, kerusakan bangunan,
korban jiwa, dan kerusakan lainnya.
B. Faktor Penyebab Terjadinya Bencana
Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab terjadinya bencana, yaitu :
1) Faktor alam (natural disaster) karena fenomena alam dan tanpa ada
campur tangan manusia.
2) Faktor non-alam (nonnatural disaster) yaitu bukan karena
fenomena alam dan juga bukan akibat perbuatan manusia.
3) Faktor sosial/manusia (man-made disaster) yang murni akibat
perbuatan manusia, misalnya konflik horizontal, konflik vertikal,
dan terorisme.
Secara umum faktor penyebab terjadinya bencana adalah karena
adanya interaksi antara ancaman (hazard) dan kerentanan
(vulnerability). Ancaman bencana menurut Undang-undang Nomor 24
tahun 2007 adalah “Suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana”. Kerentanan terhadap dampak atau risiko
bencana adalah “Kondisi atau karateristik biologis, geografis, sosial,
ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat di suatu
wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
masyarakat untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
menanggapi dampak bahaya tertentu” (MPBI, 2004:5).
6
2.1.3 Dampak Bencana
Bencana alam merupakan kejadian paling mengerikan di muka bumi
karena bencana alam umumnya menimbulkan dampak yang sangat besar.
Berikut ini beberapa dampak akibat terjadinya bencana alam:
a. Dampak terhadap lingkungan
Bencana alam juga dapat menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan.
Misalnya, belerang akibat letusan gunung berapi dapat merusak tanah
dan mencemari air karena dapat meningkatkan kadar asam air maupun
tanah. Aliran air akibat banjir di daratan juga dapat mengkikis lapisan top
soil lahan pertanian maupun perkebunan sehingga lahan akan
terdegredasi.
b. Dampak terhadap infrastruktur
Bencana alam dalam skala besar dapat menyebabkan rusaknya sarana
dan prasarana sehingga menyebabkan berbagai aktivitas terganggu.
Selain itu, bencana alam menyebabkan kerugian berupa kehilangan harta
benda yang tak sedikit jumlahnya.
c. Dampak terhadap kehidupan
Bencana alam memang tidak dapat diduga kapan dan di mana terjadinya
sehingga tak heran jika menyebabkan banyak korban jiwa. Beberapa
bencana alam yang sangat dahsyat bahkan dapat memakan jutaan korban
jiwa. Tidak hanya manusia, bencana alam juga mengakibatkan matinya
banyak hewan yang tidak sempat menyelamatkan diri dari bencana alam.
d. Dampak terhadap perekonomian
Bencana alam menimbulkan banyak kerusakan yang dapat
mempengaruhi sumber daya alam amupun sumber daya manusia,
akibatnya pembangunan perekonomian akan terhambat. Selain itu,
bencan alam akan menyebabkan kelangkaan sumber daya sehingga akan
timbul berbagai masalah dalam perekonomian suatu negara. Bencana
alam juga dapat mempengaruhi harga komoditas pangan dan energi yang
tentu akan memicu terjadinya inflasi.
7
2.1.4 Mitigasi Terhadap Bencana
Bencana alam memang dapat menimbulkan dampak dan kerugian yang
sangat besar, namun hal tersebut dapat dikurangi melalui mitigasi. Mitigasi
bencana alam merupakan upaya mengurangi dan mencegah risiko kehilangan
harta benda dan korban jiwa akibat bencana alam.
Mitigasi bencana alam dapat dilakukan melalui dua pendekatan, meliputi:
a. Pendekatan Struktural
Pendekatan struktural merupakan upaya mengurani risiko bencana alam
melalui pembangunan fisik dan rekayasa teknis bangunan tahan bencana.
b. Pendekatan Non-Struktural
Pendekatan non-struktural merupakan upaya mengurangi risiko bencana
yang bersifat non fisik seperti kebijakan, pemberdayaan masyarakat,
penguatan institusi, pemberdayaan masyarakat, dan lain sebagainya.
Pendekatan ini bersifat lebih berkelanjutan dari pada pendekatan
struktural karena memberikan efek jangka panjang.
8
1) Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan
harta benda dan lingkungan hidup
2) Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan
penghidupan korban
3) Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/
pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke
daerah baru yang layak huni dan aman
4) Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/
transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan
kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana
5) Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut
6) Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.
Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi 3
tahapan dengan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari pra
bencana, pada saat tanggap darurat, dan pasca bencana.
1. Tahap Pra Bencana (mencangkup Kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, dan peringatan dini).
a. Pencegahan (prevention) Upaya yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya).
Misalnya : Melarang pembakaran hutan dalam perladangan, Melarang
penambangan batu di daerah yang curam, dan Melarang membuang
sampah sembarangan.
b. Mitigasi Bencana (Mitigation)
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi dapat
dilakukan melalui a) pelaksanaan penataan ruang; b) pengaturan
pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan; dan c)
penyelenggaraan pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara
konvensional maupun modern (UU Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 47
ayat 2 tentang Penanggulangan Bencana).
9
c. Kesiapsiagaan (Preparedness) Serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Beberapa bentuk aktivitas
kesiapsiagaan yang dapat dilakukan antara lain:
a) penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana
b) pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem
peringatan dini
c) penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan
kebutuhan dasar
d) pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat
e) penyiapan lokasi evakuasi
f) penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur
tentang tanggap darurat bencana
g) penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
d. Peringatan Dini (Early Warning) Serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga
yang berwenang (UU 24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda
peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.
Pemberian peringatan dini harus : Menjangkau masyarakat
(accesible), Segera (immediate), Tegas tidak membingungkan
(coherent), Bersifat resmi (official).
2. Tahap saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk
meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan bantuan darurat dan
pengungsian
a. Tanggap Darurat (response) Tanggap darurat adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
10
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan,
serta pemulihan prasarana dan sarana. Beberapa aktivitas yang
dilakukan pada tahapan tanggap darurat antara lain:
a) Pengkajian yang dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya
b) penentuan status keadaan darurat bencana
c) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
d) pemenuhan kebutuhan dasar
e) perlindungan terhadap kelompok rentan
f) pemulihan dengan segera prasaran dan sarana vital ( UU
Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 48 tentang Penaanggulangan
Bencana).
b. Bantuan Darurat (relief) Merupakan upaya untuk memberikan bantuan
berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa : Pangan,
Sandang, Tempat tinggal sementara, kesehatan, sanitasi dan air bersih.
3. Tahap pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi.
a. Pemulihan (recovery) Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang
terkena bencana dengan memfungsikan 28 kembali kelembagaan,
prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. Beberapa
kegiatan yang terkait dengan pemulihan adalah:
1.perbaikan lingkungan daerah bencana
2.perbaikan prasarana dan sarana umum
3.pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat
4.pemulihan sosial psikologis
5.pelayanan kesehatan
6.rekonsiliasi dan resolusi konflik
7.pemulihan sosial ekonomi budaya
8.pemulihan fungsi pelayanan publik.
b. Rehabilitasi (rehabilitation) Rehabilitasi adalah perbaikan dan
pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai
11
tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran
utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek
pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.
Rehabilitasi dilakukan melalui kegiatan : perbaikan lingkungan daerah
bencana, perbaikan prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan
perbaikan rumah masyarakat, pemulihan sosial psikologis, pelayanan
kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan sosial ekonomi
budaya, pemulihan keamanan dan ketertiban, pemulihan fungsi
pemerintahan, dan pemulihan fungsi pelayanan publik.
c. Rekonstruksi (reconstruction) Rekonstruksi adalah perumusan
kebijakan dan usaha serta langkahlangkah nyata yang terencana baik,
konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara
permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di
tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama
tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya,
tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi
29 masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di
wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas
program rekonstruksi fisik dan program rekonstruksi non fisik.
Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan
masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian harta
benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya suatu
langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak
kita harapan dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya untuk
pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan secepatnya.
Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis masyarakat
dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan proses perbaikan total
atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnya kebijakan lokal yang
bertumpu pada kearifan lokal yang berbentuk peraturan nagari dan peraturan
daerah atas menejemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam manajemen
bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama pada daerah rawan
bencana.
12
2.2 Pengertian Banjir
Banjir dapat berupa genangan pada lahan yang biasanya kering seperti pada
lahan pertanian, permukiman, pusat kota. Banjir dapat juga terjadi karena
debit/volume air yang mengalir pada suatu sungai atau saluran drainase melebihi
atau diatas kapasitas pengalirannya. Luapan air biasanya tidak menjadi persoalan
bila tidak menimbulkan kerugian, korban meninggal atau luka-2, tidak merendam
permukiman dalam waktu lama, tidak menimbulkan persoalan lain bagi kehidupan
sehari-hari. Bila genangan air terjadi cukup tinggi, dalam waktu lama, dan sering
maka hal tersebut akan mengganggu kegiatan manusia. Dalam sepuluh tahun
terakhir ini, luas area dan frekuensi banjir semakin bertambah dengan kerugian
yang makin besar (BNPB, 2013).
Banjir adalah tanah tergenang akibat luapan sungai, yang disebabkan oleh hujan
deras atau banjir akibat kiriman dari daerah lain yang berada di tempat yang lebih
tinggi. Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi, yang berkisar antara 2000-3000
mm / tahun, sehingga banjir mudah terjadi selama musim hujan, yang antara bulan
Oktober sampai Januari. Ada 600 sungai besar yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia yang kondisinya kurang baik dan tidak dikelola dengan baik sehingga
menyebabkan banjir (Bakornas:2007).
Menurut BAKORNAS PB, 2007 Ada dua pengertian mengenai banjir:
- Aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal sehingga
melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan
rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi,
mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran
air.
- Gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem sungai yang berinteraksi
dengan kenaikan muka air dimuara akibat badai.
13
Untuk negara tropis, berdasarkan sumber airnya, air yang berlebihan tersebut dapat
dikategorikan dalam empat kategori:
- Banjir yang disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran
sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan sistem
drainase buatan manusia.
- Banjir yang disebabkan meningkatnya muka air di sungai sebagai akibat
pasang laut maupun meningginya gelombang laut akibat badai.
- Banjir yang disebabkan oleh kegagalan bangunan air buatan manusia seperti
bendungan, bendung, tanggul, dan bangunan pengendalian banjir.
- Banjir akibat kegagalan bendungan alam atau penyumbatan aliran sungai
akibat runtuhnya/longsornya tebing sungai. Ketika sumbatan/bendungan
tidak dapat menahan tekanan air maka bendungan akan hancur, air sungai
yang terbendung mengalir deras sebagai banjir bandang. Contoh kasus
banjir bandang jenis ini terjadi pada banjir di Bohorok, Kabupaten Langkat,
Provinsi Sumatera Utara.
Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas
normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai
alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang
ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap.
Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya
sama, tetapi berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai akibat phenomena
alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya.
Penggundulan hutan di daerah tangkapan air hujan (catchment area) juga
menyebabkan peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke
dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan
menjadi pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang menyebabkan terjadinya
sedimentasi di sistem pengaliran air dan wadah air lainnya. Disamping itu
berkurangnya daerah resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit
banjir. Pada daerah permukiman dimana telah padat dengan bangunan sehingga
tingkat resapan air kedalam tanah berkurang, jika terjadi hujan dengan curah
14
hujan yang tinggi sebagian besar air akan menjadi aliran air permukaan yang
langsung masuk kedalam sistem pengaliran air sehingga kapasitasnya terlampaui
dan mengakibatkan banjir.
Secara umum dampak banjir dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
Dampak langsung relative lebih mudah diprediksi dari pada dampak tidak
langsung. Dampak yang dialami oleh daerah perkotaan dimana didominasi oleh
permukiman penduduk juga berbeda dengan dampak yang dialami daerah
perdesaan yang didominasi oleh areal pertanian.
1. Primer
Kerusakan fisik - Mampu merusak berbagai jenis struktur, termasuk
jembatan, mobil, bangunan, sistem selokan bawah tanah, jalan raya, dankanal.
2. Sekunder
Persediaan air – Kontaminasi air. Air minum bersih mulai langka. Penyakit -
Kondisi tidak higienis. Penyebaran penyakit bawaan air. Pertanian dan
persediaan makanan - Kelangkaan hasil tani disebabkan oleh kegagalan
panen. Namun, dataran rendah dekat sungai bergantung kepada endapan
sungai akibat banjir demi menambah mineral tanah setempat. Pepohonan -
Spesies yang tidak sanggup akan mati karena tidak bisa bernapas.
Transportasi - Jalur transportasi rusak, sulit mengirimkan bantuan darurat
kepada orang-orang yang membutuhkan.
3. Dampak tersier/jangka panjang
Ekonomi - Kesulitan ekonomi karena kerusakan pemukiman yang terjadi
akibat banjir; dalam sector pariwisata, menurunnya minat wisatawan; biaya
pembangunan kembali; kelangkaan makanan yang mendorong kenaikan
harga, dll.
Dari berbagai dampak negatif yang ditimbulkan, ternyata banjir (banjir air
skala kecil) juga dapat membawa banyak keuntungan, seperti mengisi kembali
air tanah, menyuburkan serta memberikan nutrisi kepada tanah. Air banjir
menyediakan air yang cukup di kawasan kering dan semi-kering yang curah
hujannya tidak menentu sepanjang tahun. Air banjir tawar memainkan peran
15
penting dalam menyeimbangkan ekosistem di koridor sungai dan merupakan
faktor utama dalam penyeimbangan keragaman makhluk hidup di dataran.
Banjir menambahkan banyak nutrisi untuk danau dan sungai yang semakin
memajukan industri perikanan pada tahun-tahun mendatang, selain itu juga
karena kecocokan dataran banjir untuk pengembangbiakan ikan (sedikit predasi
dan banyak nutrisi)
16
BAB III
PEMBAHASAN
Kota Cirebon terletak pada 108º33 Bujur Timur dan 6º41 Lintang Selatan pada
pantai Utara Pulau Jawa, bagian timur Jawa Barat, memanjang dari barat ke timur
±11 Km dengan ketinggian dari permukaan laut ±5 M (termasuk dataran rendah).
Kota Cirebon dapat ditempuh melalui jalan darat sejauh 130 km dari arah Kota
Bandung dan 258 km dari arah Kota Jakarta.
Kota Cirebon terletak pada lokasi yang strategis dan menjadi simpul
pergerakan transportasi antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Letaknya yang
berada di wilayah pantai menjadikan Kota Cirebon memiliki wilayah dataran yang
lebih luas dibandingkan dengan wilayah perbukitannya. Luas Kota Cirebon adalah
3.735,82 hektar atau ±37 km2 dengan dominasi penggunaan lahan untuk
perumahan (32%) dan tanah pertanian (38%).
Wilayah Kotamadya Cirebon dibatasi oleh :
17
4. Sebelah Timur : Laut Jawa
Kota Cirebon termasuk daerah iklim tropis, dengan suhu udara minimum
rata-rata 22,3 oC dan maksimun rata-rata 33,0 OC dan banyaknya curah hujan
1.351 mm per tahun dengan hari hujan 86 hari. Keadaan air tanah pada
umumnya dipengaruhi oleh intrusi air laut, sehingga kebutuhan air bersih
masyarakat untuk keperluan minum sebagian besar bersumber dari pasokan
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Cirebon yang sumber mata
airnya berasal dari Kabupaten Kuningan.
Sebagian besar wilayah merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara
0-2000 dpl, sementara kemiringan lereng antara 0-40 % dimana 0-3 %
merupakan daerah berkarateristik kota, 3-25 % daerah transmisi dan 25-40 %
merupakan pinggiran.
Terdapat 4 (empat) buah sungai yang cukup besar yaitu :
18
serta sistem drainase berusia 114 tahun yang hingga kini tak kunjung dibenahi.
Sementara sistem Sungai Sukalila yang terus menurun, padahal saluran ini
menampung 50 persen beban drainase. Selain itu penyebab terjadinya banjir di
daerah Jln. Dr. Cipto Mangunkusumo juga diakibatkan karena pembangunan
gedung-gedung, perumahan dan mall serta jalanan juga sudah banyak yang di
aspal dan di cor sehingga menyebabkan air tidak diserap oleh tanah dan menjadi
tergenang. Sekretaris Daerah, H Anwar Sanusi., SPd., MSi mengatakan, “Dari
hasil inspeksi ini ada beberapa penyebab timbulnya genangan air yang cukup
tinggi di sejumlah ruas Jl Cipto saat terjadi hujan, Diantaranya endapan lumpur
bercampur kotoran sampah dan dedaunan, perilaku masyarakat yang masih
membuang sampah tidak pada tempatnya, serta kemungkinan adanya kesalahan
teknis konstruksi saat proyek pelebaran Jl Cipto”.
Selain permukiman penduduk, genangan dengan tinggi bervariasi terjadi
di sejumlah ruas jalan utama. Yang terparah adalah Jl Pasuketan, Jl Bahagia
hingga kawasan Talang. Kemudian di Jalan Cipto Mangunkusumo. Ketinggian
air mencapai 20-40 centimeter. Genangan di Jalan Cipto Mangunkusumo juga
menyebabkan Cirebon Super Block (CSB) Mall ikut tergenang. Begitu juga
Kawasan Sasana Budaya. Ruas jalan lain yang terpantau alami genangan adalah
Jalan Sutomo dan Jalan Nyi Mas Gandasari dan Jalan Gudang. Kondisi serupa
juga terjadi di Jalan Ampera dan Jalan Garuda dan Jalan Bima.
Koordinator Pusdalops Kantor Penanggulangn Bencana Daerah (KPBD)
Kota Cirebon, Aji Akbar mengatakan, banjir yang terjadi di sejumlah ruas jalan
di Kota Cirebon merupakan banjir lokal. Hal tersebut terjadi karena intensitas
hujan yang cukup tinggi namun tidak tertampung oleh sistem drainase yang ada.
Kemudian, dari panjang Riol di Kota Cirebon yang mencapai 60
kilometer, pada saat ini hanya 10 persen yang bisa ditangani oleh pemerintah
kota. Dengan kondisi ini, tidak heran bila Kota Cirebon dikepung banjir lokal
berulang. Lantaran pada saat bersamaan, empat sistem drainase primer justru
tidak meluap. Dan tinggi muka air pada kondisi normal. Laporan sementara
Pusdalops Kantor Penanggulangan Bencana Daerah (KPBD) Kota Cirebon,
ketinggian genangan air di rumah yang terdampak yaitu 15 centimeter.
Genangan di Jln. Dr. Cipto Mangunkusumo sekitar 30 centimeter dan masih
19
dapat dilalui kendaraan. Ketinggian muka air di sejumlah sungai juga dalam
level aman.
20
lingkungan, terutama oleh sampah, endapan, ataupun benda lain
sehingga tidak menimbulkan genangan (banjir).
2. Mengamankan dokumen-dokumen/surat-surat berharga/penting agar
terhindar dari kerusakan/kehilangan akibat banjir.
3. Menyiapkan tas siaga banjir yang berisi barang-barang penting/darurat
seperlunya, seperti : pakaian, makanan, minuman, lampu senter, dan
obat-obatan ringan.
4. Menghindari tempat/benda yang memiliki/dilalui arus listrik (tiang
listrik, gardu listrik, menara telekomunikasi, dan sejenisnya) pada saat
hujan/terjadi genangan air.
5. Menentukan/menyepakati lokasi-lokasi aman yang dapat digunakan
untuk berkumpul/mengungsi sehingga memudahkan tindakan
pertolongan/ pemberian bantuan apabila diperlukan.
6. Memberitahu kepada warga masyarakat, jika memerlukan
bantuan/pertolongan agar menghubungi nomor telepon layanan
kedaruratan 112, layanan kesehatan 119, dan nomor tilp masing-masing
dinas/kantor, serta saya instruksikan agar semua perangkat daerah
melaksanakan piket siaga banjir 24 jam.
Kota Cirebon dilintasi oleh berbagai aliran sungai, namun Wali Kota
Drs. H. Nashrudin Azis, SH mengatakan, “tingkat sedimentasi sejumlah
sungai yang melintas di Kota Cirebon tinggi”. “Ada pula sejumlah titik
rawan banjir di Kota Cirebon, diantaranya Kalijaga, Kedung Pane dan di
Kali Kriyan oleh karena itu alirannya harus diperlancar agar tidak ada
hambatan” pernyataan Wali Kota Cirebon.
Atas dasar itu, Pemerintah Daerah Kota Cirebon melakukan aksi bersih-
bersih di Sungai Pengampaan, Kelurahan Kalijaga Kecamatan Harjamukti
pada Minggu, 5 Januari 2020. Kegiatan diwarnai dengan keikutsertaan
Satuan Kerja Perangkat Daerah Pemerintah Daerah Kota Cirebon seperti
Dinsos, Damkar, Kepolisian, BPBD, Satpol PP, DLH, PUPR serta adanya
keterlibatan masyarakat sekitar. Kegiatan kerja bakti diawali dengan apel
bersama yang dipimpin langsung oleh Wali Kota Cirebon, Drs. H.
Nashrudin Azis, SH. Beliau mengatakan, Kalijaga merupakan salah satu
21
lokasi berpotensi banjir maka diadakan kerja bakti sebagai langkah
pencegahan.
22
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bencana dapat didefinisikan dalam berbagai arti baik secara normatif maupun
pendapat para ahli. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.
Berdasarkan karakteristik bencana alamnya bahwa bencana yang sering terjadi di
Jl. Dr. Cipto Mangunkusumo, yaitu bencana alam meteorologi terjadi sebagai akibat
pengaruh iklim yang berdampak langsung pada kehidupan manusia, yaitu banjir. Serta
berdasarkan topografi dan letak kota cirebon berada pada dataran rendah serta
bedekatan dengan laut sehingga Kota Cirebon sering dilanda banjir disetiap tahunnya
terlebih saat musim hujan. Dan jika dilihat dari letak Jln. Dr. Cipto Mangunkusumo
juga dapat dilihat bahwa berada di tengah kota yang dimana banyak dibangun gedung-
gedung mall maupun kantor dan perhotelan yang menyebabkan daya serap tanah
makin berkurang dan menyebabkan air tidak mudah terserap tanah saat hujan.
Koordinator Pusdalops Kantor Penanggulangn Bencana Daerah (KPBD) Kota
Cirebon, Aji Akbar mengatakan, banjir yang terjadi di sejumlah ruas jalan di Kota
Cirebon merupakan banjir lokal. Hal tersebut terjadi karena intensitas hujan yang
cukup tinggi namun tidak tertampung oleh sistem drainase yang ada. Sekretaris
Daerah, H Anwar Sanusi., SPd., MSi mengatakan, “Dari hasil inspeksi ini ada
beberapa penyebab timbulnya genangan air yang cukup tinggi di sejumlah ruas Jl
Cipto saat terjadi hujan, Diantaranya endapan lumpur bercampur kotoran sampah dan
dedaunan, perilaku masyarakat yang masih membuang sampah tidak pada tempatnya,
serta kemungkinan adanya kesalahan teknis konstruksi saat proyek pelebaran Jl
Cipto”.
Kesiapsiagaan bencana banjir yang dilakukan pemerintah sudah cukup baik,
hanya saja perlu dirutinkan untuk melakukan pengerukan atau pembersihan pada
sungai atau sistem drainase secara rutin didaerah-daerah rawan banjir. Untuk
23
kesiapsiagaan masyaraknya yaitu dibeberapa daerah masih tidak tersedianya fasilitas
pos bencana maupun peralatan-peralatan saat bencana, didaearah Jalan Sasana Budaya
sudah diberlakukan kegiatan kerja bakti dengan membersihkan saluran got ataupun
sungai untuk memperlancar aliran air yang lewat saat musim hujan.
4.2 Saran
Kesiapsiagaan masyarakat Kelurahan/Desa Pekiringan yang rendah terhadap
bahaya banjir, harus diperbaiki agar masyarakat lebih tangguh dalam menghadapi
bencana banjir pada masa datang. Sarana dan prasarana kesiapsiagaan perlu
diperbaiki, demikian pula komunikasi antara kecamatan dengan BPBD harus
ditingkatkan. Desa-desa yang rawan bencana perlu dikembangkan menjadi desa siaga
bencana. Harapan Kelurahan/Desa Pekiringan untuk lebih tangguh menghadapi
bencana banjir dengan memberdayakan masyarakat sekitar untuk menjadi kader atau
relawan dengan melakukan pelatihan-pelatihan siaga bencana secara berkala.
Diharapkan juga untuk melengkapi ketersediaan berbagai kelengkapan
kesiapsiagaan bencana di wilayah studi masih sangat terbatas, seperti pos
kebencanaan, tenda darurat, tempat khusus pengungsian, alat peringatan dini dan lain
sebagainya. Masyarakat setempat juga hendaknya selalu memantau kondisi sungai dan
kebersihan lingkungan, serta menyiapkan peralatan untuk menyelamatkan diri jika
terjadi bencana banjir kembali. Disisi lain, pemerintah hendaknya lebih sering
melakukan pelatihan dan sosialisasi kebencanaan dengan cakupan yang diperluas, agar
semua masyarakat memiliki kesiapsiagaan yang tinggi terhadap bencana.
24
DAFTAR PUSTAKA
Rosyidie, Arief. 2013. “Banjir: Fakta Dan Dampaknya, Serta Pengaruh Dari Perubahan
Guna Lahan.” Journal of Regional and City Planning 24(3): 241.
https://www.google.com/amp/s/www.radarcirebon.com/2020/03/04/penampakan-jl-
cipto-mangunkusumo-yang-tergenang-pasca-hujan-deras/%3famp (diakses 16
Oktober 2020 pukul 20.46 WIB)
https://www.google.com/amp/s/www.radarcirebon.com/2020/03/05/sistem-drainase-
kota-cirebon-tak-sanggup-tampung-volume-maksimum/%3famp (diakses 16
Oktober pukul 20.30 WIB)
https://www.google.com/amp/s/www.radarcirebon.com/2020/03/05/cari-tahu-
penyebab-banjir-pj-sekda-tinjau-drainase-jl-cipto/%3famp (diakses 16 Oktober
2020 pukul 20.50 WIB)
25