Anda di halaman 1dari 22

MANAJEMEN BENCANA BANJIR

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bencana Berbasis


Kesehatan Masyarakat Kelas B Tahun Akademik 2019/2020

Dosen Pengampu :

Citra Anggun Kinanthi, S.KM., M.Epid

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Anggi Eka Septiani 162110101067


2. Yasmine Putri A. 162110101103
3. Nurmadiah Dwi Astuti 172110101002
4. Adinda Cindy Nursavira 172110101040
5. Safira Khoirotun Nissa’ 172110101117
6. Pratmasita Rahma Henary 172110101130
7. Fisabililla Budianti 172110101135

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Manajemen Bencana Banjir”
ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar
kita, Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah
terbesar bagi seluruh alam semesta.
Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang
menjadi tugas mata kuliah Manajemen Bencana Berbasis Kesmas dengan judul
“Manajemen Bencana Banjir”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan
makalah ini berlangsung sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah
yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Jember, 14 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Tujuan................................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
2.1 Definisi Banjir....................................................................................................6
2.2 Jenis-Jenis Banjir................................................................................................6
2.3 Penyebab Banjir.................................................................................................7
2.4 Prevalensi Banjir..............................................................................................10
2.5 Dampak Banjir.................................................................................................10
2.6 Regulasi Terkait Banjir.....................................................................................11
BAB 3 PEMBAHASAN..................................................................................................12
3.1 Tahapan Manajemen Banjir..............................................................................12
3.1.1 Pra Bencana Banjir...................................................................................12
3.1.2 Saat Bencana Banjir..................................................................................14
3.1.3 Pasca Bencana Banjir...............................................................................14
3.2 Analisis Studi Kasus Banjir Yang Bersifat Alam..............................................15
3.3 Analisis Studi Kasus Banjir Yang Bersifat Non Alam......................................16
BAB 4 PENUTUP...........................................................................................................20
4.1 Kesimpulan............................................................................................................20
4.2 Saran......................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................21

3
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara yang banyak mengalami
bencana, baik yang disebabkan oleh faktor alam (gempa bumi, tsunami,
banjir, letusan gunung berapi, tanah longsor, angin ribut, dan lain-lain),
maupun oleh faktor non alam seperti akibat dari berbagai kegagalan
teknologi dan ulah manusia. Salah satu bencana yang sering melanda
wilayah Indonesia adalah banjir. Bencana banjir merupakan kejadian alam
yang dapat terjadi setiap saat dan sering mengakibatkan hilangnya nyawa
serta harta benda. Kerugian akibat banjir dapat berupa kerusakan pada
bangunan, kehilangan barang berharga, hingga kerugian yang
mengakibatkan tidak dapat pergi bekerja dan sekolah [ CITATION
Apr15 \l 1057 ].
Beberapa provinsi di Indonesia selalu menjadi langganan banjir
tiap tahunnya di pengaruhi oleh faktor curah hujan yang tinggi, luapan dari
sungai, tanggul sungai yang jebol, luapan air laut pasang, tersumbatnya
saluran drainase atau bendungan yang runtuh. Berdasarkan data jumlah
kejadian bencana banjir di seluruh Indonesia tahun 2018-2019 yang
dipublikasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
jumlah kejadian banjir pada rentang waktu tersebut sebanyak 1.408
kejadian. Provinsi Sulawesi Selatan berada pada urutan pertama yang
mengalami bencana banjir terparah pada tahun 2019 dari 34 provinsi di
Indonesia.
Banjir merupakan suatu masalah yang sampai saat ini masih perlu
adanya penanganan khusus dari berbagai pihak, baik dari pemerintah
maupun masyarakat. Maka dari itu, diperlukan sebuah kajian yang
berkaitan dengan manajemen bencana banjir yang tepat untuk dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian banjir?
1.2.2 Apa penyebab terjadinya banjir di Indonesia?
1.2.3 Bagaimana prevalensi kejadian banjir di Indonesia?
1.2.4 Apa dampak yang ditimbulkan akibat banjir?

4
1.2.5 Apa saja regulasi yang berkaitan dengan banjir?
1.2.6 Bagimana manajemen pra bencana, saat bencana, dan pasca
bencana banjir secara umum ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian banjir
1.3.2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya banjir di Indonesia
1.3.3 Untuk mengetahui prevalensi kejadian banjir di Indonesia
1.3.4 Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat banjir
1.3.5 Untuk mengetahui regulasi yang berkaitan dengan banjir
1.3.6 Untuk mengetahui manajemen pra bencana, saat bencana, dan
pasca bencana banjir secara umum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi Banjir
Menurut Aminudin (2013) banjir adalah bencana akibat curah
hujan yang tinggi dengan tidak diimbangi dengan saluran pembuangan air
yang memadai sehingga merendam wilayah- wilayah yang tidak
dikehendaki oleh orang- orang yang ada disana. Banjir bisa juga terjadi
karena jebolnya sistem aliran air yang ada sehingga daerah yang rendah
terkena dampak kiriman banjir. Sementara menurut Azmeri (2017), banjir

5
adalah suatu aliran berlebih atau penggenangan yang datang dari sungai
atau badan air lainnya dan menyebabkan atau mengancam kerusakan.
Pembeda antara debit normal dan aliran banjir ditentukan oleh tinggi aliran
air dimana banjir ditunjukkan aliran air yang melampaui kapasitas
tampung tebing/tanggul sungai sehingga menggenangi daerah sekitarnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa banjir merupakan keadaan
dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang
besar dan dapat mengancam keselamatan jiwa, hilangnya harta benda,
serta kerusakan bangunan maupun kerusakan lingkungan.

2.2 Jenis-Jenis Banjir


Menurut Yulia (2015) terdapat berbagai macam banjir yang
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:

a. Banjir air

Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab
banjir ini adalah meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga
air akan meluber lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti
ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai
atau danau tidak mampu lagi menampung air.

b. Banjir “Cileunang”

Jenis banjir yang satu ini hampir sama dengan banjir air. Namun
banjir cileunang ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan
debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air
hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran
atau selokan di sekitar rumah warga. Jika banjir air dapat terjadi dalam
waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang adalah banjir dadakan
(langsung terjadi saat hujan tiba).

c. Banjir bandang

Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini
juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir bandang mampu
menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi.

6
Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-
pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini
tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitar
pegunungan.

d. Banjir rob (laut pasang)

Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut.
Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungai yang
sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan
menggenangi daratan.

e. Banjir lahar dingin

Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi.
Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung
dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini
mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah
meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.

f. Banjir lumpur

Banjir ini mirip banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh


keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi daratan. Lumpur
yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa, tetapi
juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang berbahaya.

2.3 Penyebab Banjir


Menurut Robert J. Kodoatie (2013), secara umum penyebab
terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu banjir yang
disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh
tindakan manusia. Yang termasuk sebab-sebab banjir secara alami
diantaranya adalah :

a. Curah Hujan

Indonesia mempunyai iklim tropis sehingga sepanjang tahun


mempunyai dua musim yaitu antara bulan Oktober sampai bulan

7
Maret, dan musim kemarau terjadi antara bulan April sampai bulan
September. Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan
mengakibatkan banjir di sungai dan jika melebihi tebing sungai maka
akan timbul genangan.

b. Pengaruh Fisiografi

Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan


kemiringan daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan sungai,
geometrik hidrolik (bentuk penampang meliputi lebar, kedalaman,
potongan memanjang, material dasar sungai) lokasi sungai merupakan
hal – hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.

c. Erosi dan Sedimentasi

Erosi di DPS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas


penampang sungai. Erosi menjadi masalah klasik pada sungai di
Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurani kapasitas saluran,
sehingga timbul genangan dan banjir pada sungai.

d. Kapasitas sungai

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan


oleh pengendapan yang berasal dari erosi DPS dan erosi tanggul
sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak
adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak
tepat.

e. Pengaruh air pasang

Air pasang dapat memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu


banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka genangan akan
terjadi akibat aliran balik (backwater).

Sementara yang termasuk sebab-sebab banjir yang diakibatkan oleh


tindakan manusia diantaranya adalah:

a. Kapasitas Drainase yang tidak memadai

8
Hampir semua kota di Indonesia mempunya drainase daerah
genangan yang tidak memadai, sehingga banyak kota di Indonesia saat
musim hujan tergenang banjir.

b. Perubahan Kondisi DPS

Perubahan DPS seperti pengundulan hutan, usaha pertanian yang


kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tataguna lainnya dapat
memperburuk masalah banjir karena meningkatnya aliran banjir,
perubahan tataguna lahan memberikan kontribusi yang besar terhadap
kualitas dan kuantitas banjir.

c. Kawasan kumuh

Perumahan kumuh yang terdapat sepanjang sungai dapat


menghambat aliran. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor
penting terhadap masalah banjir di daerah perkotaan.

d. Sampah

Pembuangan sampah di alur sungai dapat meninggikan muka air


banjir karena menghalangi aliran.

e. Drainase lahan

Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada derah


bantuan banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam
menampung debit banjir.

f. Bendung dan bangunan air

Bendung dan bangunan air lain seperti pilar jempatan dapat


meningkatkan elevasi muka air banjir karena meningkatkan elevasi
muka air karena efek aliran balik.

g. Kerusakan bangunan pengendali banjir

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali


banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan tidak dapat berfungsi.

9
h. Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat

Beberapa sistem pengendalian banjir memang dapat mengurangi


kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat
menambah kerusakan selama banjir-banjir yang besar. Sebagai contoh
bangunan tanggul yang tinggi. Limpasan pada tanggul pada waktu
terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan
keruntuhan tanggul, hal ini menimbulkan kecepatan aliran air menjadi
sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan
banjir yang besar.

2.4 Prevalensi Banjir


Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB), jumlah kejadian bencana banjir di Indonesia setiap tahunnya
cenderung berfluktuasi dari tahun 2015-2019. Dengan jumlah 252
kejadian pada tahun 2015, 824 kejadian pada tahun 2016, 979 kejadian
pada tahun 2017, 871 kejadian pada tahun 2018, serta 535 kejadian pada
sepanjang tahun 2019.
Wilayah dengan jumlah kejadian banjir terbanyak pun berbeda
beda di setiap tahunnya. Dimana wilayah dengan kejadian banjir paling
banyak dari tahun 2015 hingga tahun 2017 berturut turut ialah Provinsi
Jawa Timur sementara pada tahun 2018 ialah Provinsi Aceh, dan Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 2019. Di seluruh Indonesia, tercatat 5.590 sungai
induk dan 600 di antaranya berpotensi menimbulkan banjir. Daerah rawan
banjir yang dicakup sungai-sungai induk ini mencapai1,4 juta hektar.

2.5 Dampak Banjir


Menurut Mistra (2009) bencana banjir akan mengakibatkan
gangguan-gangguan pada beberapa aspek berikut:
a. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut,
tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya
penyakit seperti penyakit kulit, demam berdarah, malaria, influenza,
gangguan pencernaan dan penduduk terisolasi.

10
b. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya
dokumen, arsip, peralatan, perlengkapan kantor dan terganggunya
jalannya pemerintahan.

c. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak


berfungsinya pasar tradisional, kerusakan atau hilangnya harta benda,
ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat.

d. Aspek sarana/prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah


penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas
sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan
komunikasi.

e. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek


wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan
tanggul/jaringan irigasi.

2.6 Regulasi Terkait Banjir


Dalam rangka untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan
dan penghidupan serta perlindungan atas bencana termasuk banjir,
pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan UU NO. 24 Tahun 2007
Tentang Penanggulangan Bencana. Presiden Republik Indonesia juga
menginstruksikan para pembuat kebijakan untuk melakukan
penanggulangan banjir dan tanah longsor mulai dari status siaga darurat,
tanggap darurat, transisi darurat ke pemulihan dan pasca bencana, melalui
beberapa kegiatan yang tercatat dalam Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Penanggulangan Bencana Banjir
Dan Tanah Longsor.
Beberapa peraturan dan perundang-undangan lain juga dibuat
dalam rangka mencegah terjadinya banjir, diantaranya: UU No. 11 tahun
1974 Tentang Pengairan, PP No. 22 tahun 1982 Tentang Tata Pengaturan
Air, PP No. 38 Tahun 2011 Tentang Sungai, PP No. 37 tahun 2013 Tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

11
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Tahapan Manajemen Banjir
Manajemen bencana merupakan proses perencanaan untuk mengelola
bencana dengan baik melalui tiga tahapan sebagai berikut:
3.1.1 Pra Bencana Banjir

Tahapan pra bencana banjir merupakan kondisi sebelum terjadinya


banjir, meliputi:
a. Peringatan dini bencana
Peringatan dini merupakan langkah untuk memberi peringatan
kepada masyarakat tentang bencana sebelum bencana terjadi.
Peringatan dini bencana banjir disampaikan kepada semua pihak,
khususnya yang akan berpotensi terkena bencana di suatu daerah.
Contohnya, ramalan curah hujan dan debit air sungai yang diolah
sehingga menghasilkan informasi potensi terjadi bencan banjir atau
tidak dan disebarkan kepada masyarakat. Di Indonesia sistem
peringatan dini sudah berkembang pesat dengan adanya temuan
teknologi peringatan dini.
Seperti di Mojokerto, sistem peringatan dini sudah menggunakan
alat yang dapat menyampaikan sinyal tanda bahaya kepada warga.
Sistem peringatan dini di Mojokerto merupakan program dari USAID
APIK dengan pemerintah Kabupaten Mojokerto. Alat yang dipasang
dalam peringatan dini antara lain Automatic Rain Gauge (ARG) untuk
mengukur curah hujan, temperatur, dan kelembapan dan Automatic
Water Level Recorder (AWLR) untuk mengukur tinggi muka air.
Kedua alat ini merekam data disekitarnya dan mengirimkan ke
gateway untuk diolah dan dianalisis sehingga menghasilkan startus

12
bencana waspada, siaga, dan awas yang nantinya sirine akan
memebrikan peringatan ke warga agar siap siaga.
b. Mitigasi bencana

Mitigasi bencana banjir merupakan upaya pengurangan risiko


bencana banjir baik yang dilakukan sebelum banjir, saat banjir
maupun setelah banjir. Mitigasi sebelum banjir antara lain:

1) Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi


lahan.

2) Tidak membangun pemukiman di bantaran sungai serta daerah


banjir.

3) Tidak membuang sampah ke sungai dan mengadakan program


pengerukan sungai.

4) Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu


dilaksanakan serta mengurangi aktifitas di bagian sungai rawan
banjir.

Mitigasi saat banjir antara lain:


1) Mematikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk
mematikan aliran listrik di wilayah yang terkena banjir.
2) Mengungsi di daerah aman sedini mungkin saat genangan air
masih memungkinkan untuk diseberangi.
3) Menghindari berjalan di dekat saluran air untuk menhindari
terseret arus banjir dan mengamankan barang-barang berharga
ketempat yang lebih tinggi.
4) Menghubungi instansi yang berhubungan dengan penanggulangan
bencana

Mitigasi setelah banjir antara lain:


1) Segera membersihkan rumah dan menggunakan antiseptik untuk
membunuh kuman penyakit.

13
2) Menyiapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit
diare yang sering terjadi setelah banjir.
3) Selalu waspada dengan binatang berbisa seperti ular dan lipan
atau binatang penyebar penyakit seperti tikus, kecoa, lalat, dan
nyamuk.
4) Selalu waspada dengan kemungkinan banjir susulan.
c. Kesiapsiagaan bencana
Kesiapsiagaan bencana banjir merupakan serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian. Membangun kesiapsiagaan di tengah masyarakat
membutuhkan usaha yang lebih karena berkaitan dengan mental,
budaya serta disiplin masyarakat. Kesiapsiagaan banjir yang dapat
dilakukan dengan adanya simulasi evakuasi bencana banjir kepada
masyarakat sehingga masyarakat tahu harus kemana saat terjadinya
banjir.

3.1.2 Saat Bencana Banjir


Tahapan saat bencana banjir merupakan tahapan yang penting
dalam sistem manajemen bencana. Langkah-langkah tanggap darurat
merupakan langkah yang diperlukan untuk mengatasi dampak bencana
dengan cepat dan tepat agar jumlah korban dan kerugian dapat
diminimalisir. Tanggap darurat bencana banjir merupakan serangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat terjadinya banjir ,
meliputi penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan,
serta pemulihan sarana dan prasarana. Langkah-langkah tanggap darurat
banjir antara lain:
1) Pengkajian secara cepat terhadap lokasi banjir sehingga dapat
diperkirakan luas area dan tingkat kerusakan yang terjadi akibat banjir
2) Penentuan status keadaan darurat bencana banjir
3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat yang terkena banjir
Dalam proses penyelamatan dan evakuasi korban bencana banjir
peralatan yang dibutuhkan antara lain mempersiapkan perahu karet,

14
pelampung, tali tampar yang dapat digunakan untuk evakuasi korban.
Selain langkah penyelamatan dan evakuasi korban, proses tanggap
darurat juga terdapat pemberian logistik kepada korban banjir seperti
pemenuhan kebutuhan dasar (air bersih, makanam, pakaian, tempat
tinggal, MCK, dan fasilitas umum lainnya).

3.1.3 Pasca Bencana Banjir


Setelah proses tanggap darurat terlewati, maka tahap pasca bencana
banjir yang dilakukan adalah rehabilitasi dan rekontruksi.

a. Rehabilitasi

Rehabilitasi merupakan pemulihan semua aspek pelayanan publik


atau masyarakat untuk menormalisasi semua aspek baik pemerintah
maupun masyarakat pada wilayah pasca bencana. Tujuan dari proses
rehabilitasi ini adalah untuk memulihkan kondisi korban bencana
banjir. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan misalnya melakukan
trauma hilling pada korban banjir dan pemulihan kesehatan fisik
korban.

b. Rekonstruksi

Rekonstruksi merupakan pembangunan kembali semua sarana dan


prasarana yang ada di wilayah pasca bencana. Tujuan dari
rekonstruksi ini adalah kembali tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial, dan budaya di wilayah pasca bencana. Upaya
rekonstruksi yang dapat dilakukan dengan memperbaiki sarana dan
prasana di wilayah terjadinya banjir agar bisa berfungsi seperti
semula.

3.2 Analisis Studi Kasus Banjir Yang Bersifat Alam


Judul : Analisis Pola Adaptasi dan Mitigasi Kerentanan
Masyarakat Pesisir Terhadap Tekanan Sosio-Ekologis
(Studi Kasus Pesisir Kota Semarang, Jawa Tengah)
Penulis : Agus Susanto, Edi Rusdiyanto, Sumartono
Nama Jurnal : Jurnal Sosialisasi Pendidikan Sosiologi-FIS UNM

15
Vol. : IV Edisi 3
Tahun Terbit : Juli 2017

Analisis 5W+1H
1. What (Apa Yang Terjadi?)
Pesisir Kota Semarang letaknya strategis, namun akhir-akhir ini
mengalami tekanan sosio-ekologis yang berupa banjir rob dengan
luasan genangan mencapai 32 km2 dan tinggi genangan antara 50-70
cm.
2. Who (Siapa Yang Terpapar Kerentanan?)
Masyarakat pesisir Kota Semarang yang terpapar kerentanan tekanan
sosio-ekologis seperti kelompok petani/nelayan, buruh industri,
karyawan, dan sebagainya.
3. Where (Dimana Kejadiannya?)
Wilayah pesisir Kota Semarang
4. When (Kapan Hal Tersebut Terjadi?)
Terjadi saat air laut pasang naik
5. Why (Mengapa Hal Tersebut Bisa Terjadi?)
Banjir rob terjadi apabila pasang naik pada air laut, hal tersebut terjadi
akibat adanya pemanasan global atau global warming yang saat ini
menjadi salah satu bentuk tekanan sosio-ekologis. Banjir rob
bertambah parah apabila terjadi hujan dengan intensitas yang cukup
tinggi sehingga terjadi luapan air baik hujan harian maupun hujan
dengan periode ulang 2 tahun dan 5 tahun.
6. How (Bagaimana Cara Mengatasinya?)
Bentuk mitigasi atau upaya untuk mengurasi risiko terjadinya banjir
rob adalah dengan menyediakan pompa penyedot air, menyiapkan
peta daerah rawan rob yang dilengkapi dengan rute pengungsian
sementara, penyediaan POSKO, menyiapkan sistem peringatan dini
untuk lokasi rawan rob, melatih penduduk untuk selalu siaga jika
terjadi genangan akibat rob dan banjir kiriman, penyediaan tenaga

16
medis untuk pelayanan kesehatan, dan penyediaan infrastruktur
penunjang.

3.3 Analisis Studi Kasus Banjir Yang Bersifat Non Alam


Judul : Arahan Kebijakan Mitigasi Pada Zona Rawan Banjir
Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat
Penulis : Iswandi Umar , Indang Dewata
Nama Jurnal : Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Vol : Vol. 8 No. 2 halaman 251-257
Tahun Terbit : Agustus 2018

Analisis 5W+1H
1. What (Apa Yang Terjadi?)
Bencana banjir di Kabupaten Limapuluh Kota periode 2010-2017
telah terjadi peningkatan frekuensi kejadian dan luasan wilayah yang
terkena dampak bencana banjir. Bencana banjir pada bulan Februari
2017 telah merendam sekitar 1,000 ha sawah dan 4.000 rumah.
Bentuk mitigasi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak
risiko banjir dengan cara menentukan arahan kebijakan mitigasi pada
zona rawan banjir di wilayah tersebut.
2. Who (Siapa Yang Terlibat?)
Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota sebagai pembuat kebijakan
mitigasi pada zona rawan bencana dan masyarakat kabupaten
Limapuluh Kota pada daerah rawan bencana sebagai sasaran
penerapan kebijakan dari pemerintah tersebut.
3. Where (Dimana Kejadiannya?)
Kabupaten Limapuluh Kota Provinsi Sumatera Barat. Khususnya
daerah rawan bencana.
4. When (Kapan Hal Tersebut Terjadi?)

17
Penelitian tersebut dilaksanakan pada maret 2017, dengan
menggunakan data bencana banjir di Kabupaten Limapuluh Kota
tahun 2010-2017.
5. Why (Mengapa Hal Tersebut Bisa Terjadi?)
Bencana banjir di Kabupaten Limapuluh Kota periode 2010-
2017 telah terjadi peningkatan frekuensi kejadian dan luasan
wilayah yang terkena dampak bencana banjir. tiga faktor utama
penyebab banjir pada suatu wilayah, yaitu: tingginya intensitas
curah hujan dalam waktu yang lama, karakteristik daerah aliran
sungai (DAS), dan perilaku masyarakat sekitar DAS. Data curah
hujan pada Kabupaten Lamapuluh Kota periode 1975-2017
berdasarkan stasiun penangkap curah hujan menunjukkan adanya
kecenderuangan mengalami peningkatan selama 10 tahun
belakangan yang dapat diakibatkan pengaruh efek radiasi GRK.
Peningkatan radiasi GRK disebabkan faktor antropogegik, seperti
pengurangan kawasan hutan.
Penggunaan lahan di Kabupaten Limapuluh Kota periode
1989-2016 berdasarkan analisis citra Landsat ETM+7 tahun 1989
dan citra Landsat ETM+7 tahun 2016 telah terjadi pengurangan
kawasan hutan primer sekitar 30%. hutan memiliki peran penting
dalam menjaga tata air tanah dan daur hidrologi. dampak konversi
kawasan hujan menjadi penggunaan lain adalah terjadinya
peningkatan bencana banjir.selain faktor konversi kawasan hutan
menjadi pengunaan lain, tidak terkontrolnya pemanfaatan hutan
sepanjang aliran sungai juga sebagai penyebab terjadinya
peningkatan bencana banjir.faktor kemiringan lereng berkorelasi
positif terhadap bencana banjir. Wilayah yang relatif datar (0-8%)
akan lebih sering mengalami banjir dibandingkan wilayah yang agak
bergelobang sampai terjal. Selain itu, wilayah yang datar endapan
sedimentasi menyebabkan pendangkalan sungai, sehingga akan
terjadi luapan air sungai. Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki
sekitar 20% wilayah dengan kemiringan lereng 0-8% (datar).Hasil

18
analisis tingkat kerawanan banjir di Kabupaten Limapuluh Kota,
sekitar 6.2% memiliki tingkat kerawanan tinggi, 54% rawan
sedang, dan 38.8% merupakan zona aman terhadap banjir.
Selanjutnya, bila dibandingkan dengan penggunaan lahan kawasan
permukiman sekitar 27% masuk pada kategori sangat rawan.
6. How (Bagaimana Cara Mengatasinya?)
Kebijakan Mitigasi yang dapat dibuat dan diterapkan pada zona
rawan bencana pada Kabupaten Limapuluh Kota antara lain :
a. Memasukan kurikulum pendidikan kebencanaan mulai tingkat
dasar sampai sekolah menengah. Dengan memasukan
pendidikan kebencanaan pada wilayah rawan bencana merupakan
upaya efektif mengurangi risiko akibat bencana.
b. Melakukan sosialisasi pada zona rawan bencana
c. Melakukan perencanaan ruang berbasis kebencanaan. pendidikan
kebencanaan dan peningkatan
d. Sosialisasi pada zona rawan bencana untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat dalam mengurangi risiko bencana.
e. Memasukan pendidikan kebencanaan pada semua elemen
masyarakat, hal itu dapat mengurangi 40-60% kerugian akibat
bencana.
f. Memasukan unsur kebencanaan dalam penyusunan tata ruang.

19
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Banjir merupakan keadaan dimana suatu daerah dalam keadaan
tergenang oleh air dalam jumlah yang besar dan dapat mengancam
keselamatan jiwa, hilangnya harta benda, serta kerusakan bangunan
maupun kerusakan lingkungan.
2. Jenis-jenis banjir dapat dibedakan menjadi banjir air, banjir
“cileunang”, banjir bandang, banjir lahar dingin, banjir rob, dan banjir
lumpur
3. Banjir dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu karena ulah manusia
dan sebab-sebab alami
4. Dampak yang ditimbulkan dari bencana banjir meliputi adanya korban
jiwa, kerusakan properti, hilangnya mata pencaharian dan harta benda,
serta kerusakan ekosistem
5. Tahapan manajemen bencana banjir meliputi tiga hal, yaitu tahap
prabencana yang berfokus pada tindakan pencegahan sebelum
terjadinya bencana, tahap saat bencana yang berfokus pada
penanganan saat terjadinya bencana, dan tahap pasca bencana yang
berfokus pada penanganan setelah bencana terjadi.

20
4.2 Saran
1. Bagi Pemerintah
Mengoptimalkan pemberian sosialisasi kepada msyarakat gar
masyarakat khususnya yang berada di wilayah rawan bencana banjir
dapat lebih sadar lagi akan pentingnya penanggulangan bencana banjir
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat yang sudah memahami kesiapsiagaan menghadapi
bencana banjir diharapkan mampu menerapkan dan menyebarluarkan
informasi terkait kesiapsiagaan bencana banjir kepada masyarakat
lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. (2013). Mitigasi dan Kesiapsiagaan. Bandung: Angkasa Bandung.

Azmeri, F. E. (2017). Sidik Cepat Ancaman Banjir. Sleman: Deepublish.

BNPB. (n.d.). Bencana Alam Menurut Wilayah Indonesia T. Retrieved September


13, 2019, from DIBI BNPB: http://bnbp.cloud/dibi/tabel2a

Findayani, A. (2015). KESIAP SIAGAAN MASYARAKAT DALAM


PENANGGULANGAN BANJIR DI KOTA SEMARANG. Jurnal
Geografi Volume 12 No 1, 102-114.

Kondoatie, R. J. (2013). Rekayasa dan Manajemen Banjir Kota. Yogyakarta: Andi


Publisher.

Mistra. (2009). Antisipasi Rumah di Daerah Rawan Banjir. Depok: Penebar


Swadaya.

Ramli, S. (2010). Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster Manajemen).


Jakarta: PT. Dian Rakyat.

21
22

Anda mungkin juga menyukai