Anda di halaman 1dari 24

UNIVERSITAS DIPONEGORO

TUGAS MATA KULIAH DRAINASE PERKOTAAN DAN


PENGENDALIAN BANJIR

MAKALAH SISTEM PENGENDALIAN BANJIR DALAM


RANGKA MITIGASI BENCANA BANJIR

DISUSUN OLEH :
ANDRIVO FERLIYAN 21010113120004
MAYASARI 21010113120018
Y. GYLBERD PARINGHAN 21010113120033
SHOFYAN SATRIA R 21010113120070
RESI AYU AGETTIS 21010113120071
ELKI AMIKA BONDAN S 21010113120073
ANGELA WIDYA R 21010113120076
HERU SETIAWAN 21010113120079
VIVI B NDEO 210101131200

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
SEMARANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut (Hidayati, 2005) bencana adalah keadaan yang mengangu kehidupan
sosial ekonomi masyarakat yang disebabkan oleh gejala alam atau perbuatan
manusia. Bencana dapat terjadi melalui suatu proses yang panjang atau situasi
tertentu dalam waktu yang sangat cepat tanpa adanya tanda-tanda. Dampak dari
bencana dapat bervariasi, tergantung pada kondisi dan kerentaan lingkungan dan
masyarakat.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penyebab bencana dapat dibagi
menjadi dua, yakni : alam dan manusia. Secara alami bencana akan selalu terjadi di
muka bumi, misal tsunami, gempa bumi, gunung meletus, jatuhnya benda-benda
dari langit ke bumi (misalkan meteor), tidak adanya hujan pada suatu lokasi dalam
waktu yang relatif lama sehingga menimbulkan bencana kekeringan, atau
sebaliknya curah hujan yang sangat tinggi di suatu lokasi menimbulkan bencana
banjir dan tanah longsor (Sjarief, 2010).
Salah satu bencana yang hampir terjadi setiap tahun di Indonesia adalah Banjir.
Menurut (Yulaelawati, 2008) banjir adalah peristiwa meluapnya aliran sungai
akibat air melebihi kapasitas tampungan sungai sehingga meluap dan menggenangi
dataran atau daerah yang lebih rendah di sekitarnya. Menurut data statistik yang
diambil dari situs (http://dibi.bnpb.go.id/), mengenai distribusi tipe bencana dan
korban jiwa pada tahun 1815 hingga tahun 2015, banjir menempati urutan pertama
dengan 5.600 peristiwa dan jumlah korban jiwa dibawah 34.000 orang. Selain itu,
banjir juga merupakan bencana alam yang mempunyai tingkat frekuensi terjadinya
bencana sebesar 34 % disusul oleh bencana angin kencang.
Karena banjir termasuk bencana yang hampir setiap tahun melanda Indonesia,
maka dari itu diperlukan suatu langkah untuk penanggulangan dan mitigasi
bencananya. Hal tersebut diperlukan untuk menngurangi resiko dan dampak dari
bencana ini. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai apa saja jenis banjir,
bagaimana penanggulangan bencana banjir, dan bagaimana mitigasi yang harus
dilakukan ketika terjadi banjir. Maka dibuatlah sebuah makalah dengan judul
Penanggulangan dan Mitigasi Bencana Banjir dan Bencana Air Lainnya.
1.2. Tujuan
Tujuan dari makalah in adalah :
a. Mengetahui jenis-jenis bencana banjir
b. Mengetahui penanggulangan bencana banjir
c. Mengetahui mitigasi yang dilakukan ketika bencana banjir melanda

1.3. Lingkup Kegiatan


- Ruang Lingkup Sistem Pengendalian Banjir
Aplikasi sistem disesuaikan dengan keterbatasan tenaga, waktu dan biaya
dimana tidak setiap persoalan manajemen diselesaikan dengan pendekatan sistem.
Pembatasan ruang lingkup sering sekali digunakan untuk mendapatkan pengkajian
yang efisien dan operasional (Eriyatno, 1999).
Dalam pembatasan ruang lingkup maka langkah yang dapat ditempuh untuk
meminimalisasi pengaruh dan output yang tidak dikehendaki maka diperlukan
kerangka berfikir kesisteman untuk pengendalian banjir secara berkelanjutan. Oleh
karena itu, dalam pembuatan makalah ini disusun pengendalian banjir secara
Sistematis sebagai suatu sistem yang terpadu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Teori Terjadinya Banjir


Banjir adalah air yang melimpas dari badan air seperti selokan, saluran, drainase,
sungai, situ atau danau, dan menggenangi bantaran serta kawasan sekitarnya
(Siswoko, 2002). Definisi lain menyebutkan bahwa banjir merupakan keadaan aliran
air dan atau elevasi muka air dalam sungai atau kali atau kanal yang lebih besar atau
lebih tinggi dari normal. Banjir menimbulkan masalah dan menjadi bencana akibat
banjir dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam yang
dimaksud adalah hujan dan pengaruh air pasang (rob), sedangkan faktor manusia
adalah pengaruh perilaku dan perlakuan masyarakat terhadap alam serta
lingkungannya yang antara lain mengakibatkan perubahan pada tata guna lahan.
Perubahan penggunaan lahan, dapat memberi dampak pada aliran permukaan (run-
off).
Air hujan yang jatuh ke bumi, menurut Kodotie dan Sjarief (2006: 165-166), akan
mengalami dua hal : meresap ke dalam tanah; atau menjadi aliran permukaan di atas
tanah. Kecepatan aliran permukaan berkisar antara 0,1 m/s – 1 m/s, tergantung pada
kemiringan lahan aliran dan penutup lahan. Kecepatan air yang meresap ke dalam
tanah tergantung pada jenis tanah. Pada lahan dari jenis tanah lempung (clay),
kecepatan aliran atau resapan di dalam tanah sangat kecil. Pada tanah jenis pasir
kecepatan aliran atau resapan lebih besar dari tanah lempung. Mekanisme terjadinya
banjir dan bencana dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Mekanisme Terjadinya Banjir dan Bencana

Apabila diklasifikasikan berdasarkan asalnya, penyebab banjir dapat dibagi


menjadi 2 macam, yaitu : banjir akibat tindakan manusia dan akibat kejadian alam.
Berikut ini beberapa penyebab banjir akibat tindakan manusia :
• Perubahan tata guna lahan (land-use).
• Pembuangan sampah
• Kawasan kumuh di sepanjang sungai/drainase
• Perencanaan sistem pengendalian banjir tidak tepat.
• Tidak berfungsinya sistem drainase lahan
• Kerusakan bangunan pengendai banjir
Kemudian yang termasuk sebab – sebab alami diantaranya adalah :
• Erosi dan Sedimentasi
• Curah Hujan
• Pengaruh fisiografi/geofisik sungai
• Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai
• Pengaruh air pasang
• Penurunan tanah dan rob
• Drainase lahan
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Pengertian Bencana Banjir


Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana didefisnisikan sebagai
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Menurut (Simajuntak, 2014) banjir merupakan fenomena alam yang biasa
terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh alirasn sungai dan saat ini
sepertinya sudah menjadi langganan bagi beberapa daerah dan kota besar di
Indonesia ketika musim penghujan tiba. Banjir pada hakikatnya hanyalah salah satu
outputdari pengelolan DAS yang tidak tepat. Banjir bisa disebabkan oleh beberapa
hal yaitu curah hujan yang sangat tinggi, karakteristik DAS, penyempitan saluran
drainase dan perubahan penggunaan lahan.
Sementara itu, menurut (Gultom, 2012) banjir dapat didefinisikan sebagai
tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang melebihi kapasistas
pembuangan air disuatu wilayah dan dapat menimbulkan kerugian fisik, sosial, dan
ekonomi. Banjir dapat dikatakan sebagai salah satu bencana yang paling banyak
memakan korban jiwa apabila mengacu pada tabel 1.1 berikut

Tabel 1.1 Bencana Alam yang Terjadi di Indonesia (1998-2003)


Jenis Jumlah Kejadian Korban Jiwa
Banjir 302 1066
Longsor 245 645
Gempa Bumi 38 306
Gunung Berapi 16 2
Angin Topan 46 3
Jumlah 647 2022
(Sumardi, 2009)
Apabila mengacu pada tabel 1.1 bahwa benca banjir dadn longsor mencapai
85%, hal ini menunjukkan bahwa becana alam di Indonesia dalam kurun waktu
1998-2003 sebenarnya adalah bencana alam yang dapat diantisipasi oleh manusia.
Bencana banjir dan longsor merupakan jenis bencana alam yang bukan murni akibat
fenomena alam, namun bencana yang terjadi akibat campur tangan manusia.
Agar mampu memahami dengan baik makna dari banjir, (Yulaelawati, 2008)
memberikan gambaran mengenai derah penguasaan sungai. Di dalam suatu
ekosistem sungai terdapat bagian-bagian yang tidak terpisahkan satu dengan yang
lainnya, yanki palung sungai yang selalu tergenang oleh air sungai, dataran banjir
yang akan tergenang apabila sungai meluap, dan bantaran sungai. Gambar 1.1 akan
mendiskripsikan bagian-bagian yang telah disebutkan diatas

Gambar 1.1 Daerah Penguasaan Sungai

Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai
dihitung dari tepi sungai sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. Fungsi dari
bantaran sungai adalah sebagai tempat mengalirnya sebagian debit sungai pada saat
banjir. Jadi, secara alami bantaran sungai akan tergenang oleh aliran sungai saat
banjir tiba. Oleh karenanya, dilarang mendirikan hunian atau sebagai tempat
membuang sampah pada daerah ini. Sementara, garis sempadan sungai (GS) adalah
garis batas luar pengamanan sungai.
Apabila daerah bantaran sungai dijadikan sebagai tempat hunian penduduk
suatu daerah, maka akan berdampak daerah tersebut akan selalu digenangi oleh air
ketika banjir melanda. Tetapi, bila tetap ingin didirikan hunian pada daerah tersebut
maka tipe rumah yang harus dibangun merupakan tipe rumah panggung. Gambar
1.2 mengilustrasikan bagaimana daerah bantaran sungai yang tergenang ketika
dilanda banjir

Gambar 1.2 Skema bantaran sungai yang tergenang oleh banjir

3.2. Jenis-jenis Bencana Banjir


Sebenarnya, UU Nomor 24 tahun 2007 selain mendefinisikan pengertian dari
bencana, juga menyebutkan beberapa pengertian dari bencana alam, bencana non
alam, dan bencana sosial. Dari lingkup bencana alam, terdapat definisi dari dua buah
jenis banjir, yakni banjir dan banjir bandang. Banjir adalah terendamnya suatu daerah
karena volume air yang meningkat. Sementara, banjir bandang adalah banjir yang
datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya
aliran sungai pada alur sungai.
(Paripurno, 2013) dalam Modul Pengenalan Banjir, menyebutkan terdapat tiga
jenis banjir disertai dengan bagaimana penyebab terjadinya banjir tersebut. Jenis
banjir yang disebutkan yakni: Banjir kilat, Banjir luapan sungai, dan banjir pantai.
a. Banjir Kilat
Banjir kilat adalah banjir yang terjadi hanya dalam waktu delapan
jam setelah hujan lebat mulai turun. Biasanya jenis banjir ini sering
dihubungkan dengan banyaknya awan kumulus, kilat dan petir yang keras,
badai tropis atau cuaca dingin.Umumnya banjir kilat diakibatkan oleh
meluapnya air hujan yang sangat deras. Namun, selain hal tersebut juga
dapat disebabkan oleh faktor lain, seperti: bendungan yang gagal menahan
debit air yang meningkat, es yang tiba-tiba meleleh, dan berbagai perubahan
besar dibagian hulu sungai.
b. Banjir Luapan Sungai
Banjir luapan sungai adalah banjir yang terjadi dengan proses yang
cukup lama, walaupun terkadang proses tersebut tidak diperhatikan,
sehingga datangnya banjir terasa mendadak dan mengejutkan. Banjir tipe ini
biasanya bertipe musiman atau tahunan, dan mampu berlangsung sangat
lama. Penyebab utamanya adalah kelongsoran di daerah yang biasanya
mampu menahan kelebihan debit air.
c. Banjir Pantai
Banjir pantai biasanya dikaitkan dengan terjadinya badai tropis.
Banjir yang membawa bencana dari luapan air hujan sering bertambah parah
karena badai yang dipicu angin kencang di sepanjang pantai. Hal ini
mengakibatkan air garam akan membanjiri daratan karena dampak
perpaduan gelombang pasang.
Pada gambar 2.1 (a), 2.1 (b), dan 2.1 (c) berikut, akan ditunjukkan ilustrasi
dari ketiga jenis banjir yang telah disebutkan diatas, berikut merupakan ilustrasi dari
banjir kilat, banjir luapan, dan banjir pantai:

(a) (b) (c)


Gambar 2.1 (a) Banjir Kilat, (b) Banjir luapan sungai (c) Banjir pantai
Gambar 2.1 (a) merupakan peristiwa banjir kilat yang terjadi di Malaysia
pada tahun 2007 silam yang diambil dari citizen journalism (cy.my). Sementara,
gambar 2.1 (b) diambil dari warta (viva.news.com) yang memberitakan peristiwa
meluapnya sungai Bengawan Solo pada tahun 2009 dan setidaknya menggenangi
7 kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang terlewati oleh aliran sungai
tersebut. Terakhir, pada gambar 2.1 (c) merupakan gambaran dari mulai surutnya
banjir air laut yang terjadi di pinggiran pantai kota Bandar Lampung diambil dari
warta (lampung. Antaranews.com).
Selain ketiga jenis banjir yang telah disebutkan diatas, salah satu banjir yang
sering terjadi di Indonesia adalah Banjir Bandang. Banjir bandang (flash flood)
adakah penggenangan akibat limpasan keluar alur sungai karena debit sungai yang
membesar tiba-tiba melampaui kapasitas aliran, terjadi dengan cepat melanda
daeraah-daerah rendah permukaan bumi, di lembah sungai-sungai dan cekungan-
cekungan dan biasanya membawa material sampah (debris) dalam alirannya. Banjir
bandang bisa berlangsung cepat (biasanya kurag dari enam jam) dan mempunyai
tinggi permukaan gelombang banjir berkisar 3 hingga 6 meter dengan membawa
material sampah hasil dari sapuannya di sepanjang lajurnya (Mulyanto, 2012).
Apabila dihubungkan dengan klasifikasi banjir menurut (Paripurno, 2013),
banjir bandang dapat dikategorikan sebagai jenis banjir tipe kilat. Karena dapat
terjadi dengan waktu yang singkat dan juga disertai membawa material-material
sampah atau debris. Untuk mengetahui ilustrasi dari banjir bandang, akan
ditunjukkan melalui gambar 2.2 sebagai berikut

Gambar 2.2 Peristiwa Banjir Bandang


Gambar 2.2 diatas merupakan salah satu peristiwa banjir bandang yang
terjadi di Negara Iran pada tahun 2015 ini. Dikutip dari warta berita online
(http://internasional.republika.co.id/) banjir ini disebabkan karena hujan lebat yang
turun di daerah pegunungan sebelah utara negara tersebut.
Selain itu, dampak dari meningkatnya curah hujan di kawasan selatan
Indonesia adalah ancaman banjir lahar dari gunung Merapi. Banjir lahar
mempunyai dampak yang merusak. Karakteristik aliran lahar yang melaju cepat
dengan tenaga besar karena gunung Merapi termasuk dalam gunung api tipe strato
volcano yang mempunyai lereng curam (Daryono, 2012).
Kombinasi aliran material vulkanik seperti abu gunung api, kerikil, kerakal,
dan bongkahan batu dengan lereng curam menjadikan aliran banjir lahar juga
dikendalikan oleh percepatan gaya gravitasi bumi. Selain itu, banjir ini juga
mempunyai bongkahan batu yang besar yang terangkut dengan aliran akibat aliran
lahar mempunyai berat jenis yang sama dengan bongkahan batu tersebut. Gambar
2.3 berikut menggambarkan tentang dampak dari banjir lahar yang terjadi di kaki
gunung Merapi, tepatnya berada di daerah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Gambar 2.3 Peristiwa Banjir Lahar Merapi di Kabupaten Magelang

(Daryono, 2012)
Secara umum, faktor terjadinya bencana banjir sama seperti terjadinya bencana
pada umumnya. Bencana dapat dibagi menjadi dua buah faktor, yakni bencana
akibat faktor alam sendiri, dan bencana akibat ulah manusia. Bencana akibat alam
disebabkan oleh adanya fenomena alam yang dikenal sebagai bencana alam. Akan
tetapi, pada faktanya, manusia tetap berkontribusi paling besar dengan terjadinya
bencana alam yang sering terjadi saat ini.
Sementara itu, bencana akibat ulah tangan manusia diakibatkan oleh adanya
ulah manusia yang membuat perubahan situasi alam yang ada saat ini. Salah satu
contohnya adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Pemenuhan kebutuhan
hidup manusia ini bermacam-macam bentuknya, mulai dari melakukan penebangan
hutan secara liar, mendirikan pemukiman di daerah bantaran sungai, perusakan
kawasan hutan mangrove di daerah tepian pantai, dan menjadikan aliran sungai
sebagai tempat pembuangan sampah (Sundar, 2007).

Ilustrasi dari bencana yang disebabkan oleh ulah manusia akan ditunjukkan
melalui Gambar 2.3 (a), (b), dan (c) sebagai berikut

(a) (b) (c)


Gambar 2.3 (a) Penebangan hutan (b) Pemukiman kumuh (c) Membuang sampah
tidak pada tempatnya

Gambar 2.3 (a) merupakan gambar dari penebangan hutan di hutan Amazon,
Amerika selatan yang diambil dari situs (pemanasanglobal.net). Gambar 2.3 (b)
merupakan gambar pemukiman kumuh di bantaran sungai Ciliwung Jakarta yang
diambil dari situs (lensaindonesia.com). Sementara, gambar 2.3 (c) merupakan
gambar dari menumpuknya sampah yang menumpuk di suatu Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang diambil dari situs (leuserantara.com). Hal-hal seperti inilah yang
menyebabkan bencana banjir.

3.3. Penanggulangan Bencana Banjir Secara Umum


Menurut (BAPPENAS, 2008) penanggulangan bencana banjir dilakukan secara
bertahap, dari pencegahan sebelum banjir (prevention), penanganan saat banjir
(response/intervention), dan pemulihan setelah banjir (recovery). Secara
menyeluruh, tindakan tersebut digambarkan dalam suatu siklus penanggulangan
banjir yang berkesinambungan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan ditunjukkan
oleh tabel 2 sebagai berikut

Tabel 1.2 Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam Siklus Penangulangan


Banjir

Penanggulangan banjir harus dimulai dari upaya melakukan pengkajian sebagai


masukan untuk upaya prevention sebelum ada bencana banjir lagi. Pencegahan
dapat berupa kegiatan fisik seperti pembangunan pengendali banjir di wilayah aliran
sungai sampai wilayah dataran banjir, sementara non-fisiknya berupa pengolahan
tata guna lahan sampai peringatan dini bencana banjir.
Setelah dilakukan tahap pencegahan, maka selanjutnya dilakukan upaya
response pada saat banjir terjadi. Tindakan penanganan yang dilakukan diantaranya
adalah pemberitahuan dan penyebaran informasi tentang prakiraan banjir, tanggap
darurat, bantuan perlengkapan logistik penanganan banjir, dan perlawanan terhadap
banjir.
Pemulihan setelah banjir dilaksanakan secepat mungkin agar kondisi dapat
segera kembali normal. Tindakan pemulihan, dilaksanakan mulai dari bantuan
pemenuhan kebutuhan hidup, perbaikan sarana-prasarana, rehabilitasi dan adaptasi
kondisi fisik maupun non-fisik, penilaian kerugian, asuransi bencana banjir, dan
pengkajian cepat penyebab banjir.

3.4. Mitigasi Bencana Banjir


Menurut (Ciottone, 2006), mitigasi adalah segala sesuatu yang meliputi jenis
yang luas dari perhitungan yang dilakukan sebelum suatu kejadian terjadi yang
mana akan mencegah korban sakit, cidera, dan meninggal serta mengurangi sekecil-
kecilnya dampak kehilangan harta benda. Rencana mitigasi pada umumnya meliputi
: kemampuan untuk memelihara fungsi, desain bangunan, lokasi bangunan di luar
dari zona bahaya, kemampuan esensial bangunan, proteksi dari bagian dari suatu
bangunan, asuransi, edukasi publik, peringatan, dan evakuasi.
Mitigasi dilaksanakan sebelum, sesudah, dan sebelum terjadinya suatu bencana.
Untuk bencana banjir sendiri, salah satu tindakan mitigasi bencana banjir adalah
melakukan peringatan dini bencana banjir. Salah satu contoh apabila tidak ada
peringatan dini banjir, maka semua daerah yang dilalui aliran banjir akan memakan
kerugian yang besar. Pada daerah hulu, dapat dilakukan beberapa cara peringatan
dini, seperti: menempatkan pengukur hujan di hulu dengan akses komunikasi ke
wilayah hilirnya, melakukan identifikasi jenis material yang terbawa arus banjir,
dan melihat dan mengamati kondisi awan dan lamanya hujan (Paimin, 2009).
Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2006 tentang
Pedoman umum mitigasi bencana menjelaskan tentang langkah-langkah yang
dilakukan dalam mitigasi bencana banjir seperti: pengawasan penggunaan lahan,
pembangunan infrastruktur yang kedap air, pengerukan dan pembangunan sudetan
sungai, pembuatan tembok pemecah ombak, pembersihan sedimen, pembuatan
saluran drainase, pelatihan pertanian yang sesuai dengan daerah banjir, dan juga
menyiapkan persiapan evakuasi bencana banjir.
Sementara (KEMENKES, 2014) melalui buku panduannya memberikan
beberapa langkah yang haru dilakukan pada saat sebelum, ketika, dan setelah banjir
terjadi. Gambar 2.4 berikut merupakan buku panduan yang dibuat Kemenkes
sebagai buku panduan ketika terjadi bencana banjir

Gambar 2.4 Buku Panduan Kesiapan Bencana Banjir

Dari buku tersebut, didapatkan beberapa langkah mitigasi yang dilakukan


ketika banjir melanda yakni :
1. Mematikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk
mematikan aliran listrik di wilayah yang terkena bencana.
2. Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih
memungkinkan untuk diseberangi.
3. Menghindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus
banjir.
4. Segera mengamankan barang-barang berharga ketempat yang lebih tinggi.
5. Jika air terus meninggi, menghubungi instansi yang terkait dengan
penanggulangan bencana.

Mitigasi dalam bencana banjir terbagi menjadi 2 macam, yaitu mitigasi secara
struktural dan mitigasi secara non-struktural. Berikut adalah penjelasan dari masing-
masing mitigasi.
1. Mitigasi Struktural
Mitigasi Struktural adalah upaya yang dilakukan demi meminimalisir bencana
seperti dengan melakukan pembangunan danal khusus untuk mencegah banjir dan
dengan membuat rekayasa teknis bangunan tahan bencana, serta infrastruktur
bangunan tahan air. Dimana infrastruktur bangunan yang tahan air nantinya
diharapkan agar tidak memberikan dampak yang begitu parah apabila bencana
tersebut terjadi.
Beberapa contoh yang dapat dilakukan dengan metode mitigasi struktural adalah
:
 Membangun tembok pertahanan dan tanggul
Sangat dianjurkan untuk membangun tembok pertahanan dan tanggul di
sepanjang aliran sungai yang memang rawan apabila terjadi banjir, seperti
kawasan yang dekat dengan penduduk. Hal ini sangat membantu untuk
mengurangi resiko dari bencana banjir yang kerap terjadi pada tingkat debit
banjir yang tidak bisa diprediksi. Misalnya adalah banjir bandang.
 Mengatur kecepatan aliran dan debit air
Diusahakan untuk memperhatikan kecepatan aliran dan debit air di daerah
hulu. Yang dimaksud disini adalah dengan mengatur aliran masuk dan keluar
air di bagian hulu serta membangun bendungan / waduk guna membendung
banjir
 Membersihkan sungai dan pembuatan sudetan
Pembersihan sungai sangatlah penting, dimana hal ini untuk mengurangi
sedimentasi yang telah terjadi di sungai, cara ini dapat diterapkan di sungai
yang memiliki saluran terbuka, tertutup ataupun di terowongan.

2. Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non-struktural adalah upaya yang dilakukan selain mitigasi struktural
seperti dengan perencanaan wilayah dan & asuransi. Dalam mitigasi non-
struktural ini sangat mengharapkan dari perkembangan teknologi yang semakin
maju. Harapannya adalah teknologi yang dapat memprediksi, mengantisipasi &
mengurangi resiko terjadinya suatu bencana.
Beberapa contoh yang dapat dilakukan dengan metode mitigasi non-struktural
adalah :
 Pembentukan LSM – Membentuk LSM yang bergerak dalam bidang
kepedulian terhadap bencana alam dan juga mengadakan kampanye peduli
bencana alam kepada masyarakat, agar masyarakat lebih sadar untuk selalu
siap apabila bencana alam terjadi.
 Melakukan Pelatihan dan Penyuluhan – Melatih, mendidik dan
memberikan pelatihan kepada masyarakat akan bahaya banjir yang disertai
dengan pelatihan lapangan.
 Membentuk Kelompok Kerja atau POKJA – Dimana dalam kelompok
tersebut didalamnya beranggotakan instansi terkait untuk melakukan dan
menetapkan pembagian peran dan kerja untuk penanggulangan benjana bajir.
 Mengevaluasi Tempat Rawan Banjir – Melakukan pengamatan dan
penelusuran di tempat yang rawan banjir, sehingga apabila ada tanggul yang
sudah tidak kuat segera diperbaiki.
 Memperbaiki Sarana dan Prasarana – Mengajukan proposal untuk
pembangunan perbaikan sarana dan prasarana yang memang sudah tidak
layak.
 Menganalisa Data-data yang Berkaitan dengan Banjir – Mengevaluasi
dan memonitor data curah hujan, debit air dan informasi yang berkaitan
dengan banjir seperti daerah yang rawan banjir dan mengidentifikasi daerah
yang rawan banjir tersebut. Apakah memang ada tanggul yang rusak atau
memang daerah tersebut sangat berbahaya apabila ditempati.
 Membuat Mapping – Membuat peta sederhana untuk daerah yang rawan
banjir disertai dengan rute pengungsian, lokasi POSKO dan lokasi pos
pengamat banjir.
 Menguji Peralatan dan Langkah Selanjutnya – Menguji sarana sistem
peringatan dini terhadap banjir serta memikirkan langkah selanjutnya apabila
sarana tersebut belum tersedia.
 Menyiapkan Persediaan Sandang, Papan dan Pangan – Mempersiapkan
persediaan tanggap darurat seperti menyediakan bahan pangan, air minum
dan alat yang akan digunakan ketika bencana banjir terjadi.
 Membuat Prosedur Operasi Standar Bencana Banjir – Merencanakan
Prosedur Operasi Standar untuk tahap tanggap darurat yang nantinya
melibatkan semua anggota yang bertujuan untuk mengidentifitasi daerah
rawan banjir, identifikasi rute evakuasi, mepersiapkan peralatan evakuasi dan
juga tempat pengungsian sementara.
 Mengadakan Simulasi Evakuasi – Melakukan percobaan pelatihan
evakuasi apabila bencana banjir terjadi dan menguji kesiapan tempat
pengungisan sementara beserta perlengkapan dalam pengungsian.
 Mengadakan Rapat – Mengadakan rapat koordinasi di berbagai tingkat dan
utamanya adalah instansi pemerintah tentang pencegahan bencana banjir.
Sponsors Link

Selain mitigasi bencana banjir, kita juga perlu mengetahui langkah apa saja yang
dapat dilakukan ketika saat terjadi banjir dan apabila banjir tersebut sudah terjadi.
- Tindakan Ketika Saat Terjadi Banjir
1. Jangan panik dan berusaha untuk bisa menyelamatkan diri.
2. Pada saat terjadi bencana banjir, warga sekitar dihimbau untuk memantau
perkembangan cuaca di tempat kejadian. Apabila hujan secara terus menerus
tidak berhenti dan bertambah lebat, maka warga sekitar sebaiknya segera
pergi ke tempat yang lebih aman yang telah diberitahukan oleh LSM.
3. Masyarakat yang terkena bencana banjir dihimbau agar tetap menjaga
kesehatan mereka agar tidak menambah korban akibat bencana banjir. Karena
ketika bencana banjir datang, nantinya akan dilakukan evakuasi yang sangat
membutuhkan banyak tenaga warga.
4. Apabila air yang datang lagi, secepat mungkin untuk menjauhinya dan segera
mungkin untuk menyelamatkan diri dengan menuju ke tempat yang aman
ataupun ke tempat yang lebih tinggi.
5. Apabila terjebak dalam rumah atau bangunan ketika bencana banjir terjadi,
sebisa mungkin mengambil benda untuk mengapung agar tidak tenggelam.
6. Berhati-hatilah dengan listrik kabel yang masih dialiri listrik.
7. Menyelamatkan dokumen dokumen penting.
8. Ikut serta aktif dalam tenda pengungsian dengan membantu keperluan yang
memang membutuhkan banyak tenaga seperti membantu mendirikan tenda,
membantu dapur umum, membantu mencari air bersih dan hal yang lainnya.
9. Diusahakan untuk bijak dalam menggunakan air bersih.
10. Membantu mereka yang membutuhkan tempat tinggal dan kesehatan bagi
mereka yang memang terluka akibat bencana banjir tersebut.
- Tindakan Setelah Banjir Terjadi
1. Memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, seperti bantuan
tempat tinggal, makanan dan pakaian.
2. Membersihkan tempat tinggal dan lingkungan yang terkena banjir, seperti
membersihkan lumpur yang tergenang di dalam rumah ataupun di lingkungan
dekat rumah.
3. Melakukan kaporitasi sumur gali.
4. Memperbaiki jamban dan saluran pembuangan air limbah.
5. Memberikan bantuan kesehatan lingkungan dengan memberikan obat serta
pelayanan kesehatan secara gratis.
6. Menjaga sistem pembuangan air dan limbah agar tetap bersih dan tidak kotor
ataupun tersumbat.
7. Menjauhi kabel atau listrik agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan.
8. Menghindari wilayah yang sudah rusak seperti bangunan yang sudah tidak
layak pakai.
9. Tidak mempergunakan air bersih secara semena-mena.
10. Memeriksa ketersediaan air bersih.

Itulah pembahasan mengenai mitigasi bencana banjir yang harus diperhatikan dan juga
diterapkan oleh masyarakat maupun lembaga pemerintah yang terlibat dalam
penanggulangan bencana alam.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Jenis-jenis banjir yang ada saat ini menurut beberapa ahli mungkin dapat terjadi
perbedaan dalam menggolongkannya. Akan tetapi, secara garis besarnya jenis
banjir dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni: Banjir Kilat, Banjir Luapan Sungai,
dan Banjir Pantai. Ketiga jenis banjir tersebut dapat mewakili beberapa jenis
banjir yang lain, seperti: Banjir Bandang dan Banjir Lahar Merapi yang dapat
dikategorikan sebagai jenis banjir kilat. Karena terjadinya dapat sangat cepat
sekali.
2. Penanggulangan banjir dapat dibagi kedalam tiga tahapan utama, yakni:
Pencegahan (prevention) sebelum banjir, Penanganan (response) ketika banjir
melanda, dan Pemulihan (recovery) setelah banjir. Hal-hal ini wajib dilaksanakan
agar masyarakat mampu menghadapi keadaan yang ada ketika bencana banjir
melanda
3. Mitigasi yang harus dilaksanakan ketika banjir melanda dapat dilakukan dengan
beberapa cara yang mudah, seperti: memutus setiap aliran listrik, menyelamatkan
barang berharga, dan segera melakukan pengungsian ketika sudah terlihat ada
potensi terjadi banjir. Hal tersebut harus dilaksanakan agar meminimalisir
jatuhnya korban jiwa yang berjatuhan dan kerusakan yang ditimbulkan akibat
bencana banjir.
DAFTAR PUSTAKA

BAPPENAS. (2008, 11 23). Files. Retrieved from BAPPENAS Web Site:


http://www.bappenas.go.id/files/5913/4986/1931/2kebijakan-
penanggulangan-banjir-di-indonesia__20081123002641 1.pdf

Ciottone, G. R. (2006). Disaster Medicine. Philadelphia: Mosby. Inc.

Daryono. (2012, 1 10). Bahaya Banjir Lahar. Retrieved from Pusat Studi Bencana
Bogor Agricultural University: http://psb.ipb.ac.id/index.php/news/92-
bahaya-banjir-lahar

Gultom, A. (2012, Unknown Unknown). //repository.usu.ac.id/. Retrieved from


USU Institutional Repository:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33906/4/Chapter%20II.pd f

Hidayati, D. (2005). Panduan Siaga Bencana Berbasis Masyarakat. KOMUNIKA,


65.

KEMENKES. (2014, Mei 28). Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan.


Retrieved from Panduan Masyarakat Menghadapi Bencana Banjir:
http://www.penanggulangankrisis.depkes.go.id/panduan-masyarakat-
mengahadapi-bencana-longsor

Mulyanto. (2012). Petunjuk Tindakan dan Sistem Mitigasi Banjir Bandang .


Semarang: Kementrian PU.

Paimin. (2009). Teknik Mitigasi Bencana Banjir dan Tanah Longsor. Bogor:
Tropenbos International Indonesia Progamme.

Paripurno, E. T. (2013). Modul Manajemen Bencana Pengenalan Banjir Untuk


Penanggulangan Bencana. Papua: KIPRA.

Simajuntak, E. (2014). PELUANG INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG


PEKERJAAN UMUM. Jakarta: Dinas Pekerjaan Umum.

Sjarief, R. (2010). Tata Ruang Air. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Sumardi. (2009). Geografi 2 : Lingkungan FIsik dan Sosial. Jakarta: CV Putra


Nugraha.
Sundar, I. (2007). Disaster Management. India: Sarup and Sons.
Yulaelawati, E. (2008). Mencerdasi Bencana. Jakarta: Gramedia.

Sumber Undang-Undang :
UU No. 27 Tahun 2007 tentang Mitigasi Bencana
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana

Sumber Berita Online:


(cy.my).
(viva.news.com)
(lampung. Antaranews.com)
(pemanasanglobal.net)
(lensaindonesia.com)
(leuserantara.com).

Sumber Online lainnya :


https://www.academia.edu/17113748/Makalah_Mitigasi_Bencana_
Banjir

http://ilmugeografi.com/bencana-alam/mitigasi-bencana-banjir

Anda mungkin juga menyukai