DISUSUN OLEH :
ANDRIVO FERLIYAN 21010113120004
MAYASARI 21010113120018
Y. GYLBERD PARINGHAN 21010113120033
SHOFYAN SATRIA R 21010113120070
RESI AYU AGETTIS 21010113120071
ELKI AMIKA BONDAN S 21010113120073
ANGELA WIDYA R 21010113120076
HERU SETIAWAN 21010113120079
VIVI B NDEO 210101131200
Bantaran sungai adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai
dihitung dari tepi sungai sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. Fungsi dari
bantaran sungai adalah sebagai tempat mengalirnya sebagian debit sungai pada saat
banjir. Jadi, secara alami bantaran sungai akan tergenang oleh aliran sungai saat
banjir tiba. Oleh karenanya, dilarang mendirikan hunian atau sebagai tempat
membuang sampah pada daerah ini. Sementara, garis sempadan sungai (GS) adalah
garis batas luar pengamanan sungai.
Apabila daerah bantaran sungai dijadikan sebagai tempat hunian penduduk
suatu daerah, maka akan berdampak daerah tersebut akan selalu digenangi oleh air
ketika banjir melanda. Tetapi, bila tetap ingin didirikan hunian pada daerah tersebut
maka tipe rumah yang harus dibangun merupakan tipe rumah panggung. Gambar
1.2 mengilustrasikan bagaimana daerah bantaran sungai yang tergenang ketika
dilanda banjir
(Daryono, 2012)
Secara umum, faktor terjadinya bencana banjir sama seperti terjadinya bencana
pada umumnya. Bencana dapat dibagi menjadi dua buah faktor, yakni bencana
akibat faktor alam sendiri, dan bencana akibat ulah manusia. Bencana akibat alam
disebabkan oleh adanya fenomena alam yang dikenal sebagai bencana alam. Akan
tetapi, pada faktanya, manusia tetap berkontribusi paling besar dengan terjadinya
bencana alam yang sering terjadi saat ini.
Sementara itu, bencana akibat ulah tangan manusia diakibatkan oleh adanya
ulah manusia yang membuat perubahan situasi alam yang ada saat ini. Salah satu
contohnya adalah pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Pemenuhan kebutuhan
hidup manusia ini bermacam-macam bentuknya, mulai dari melakukan penebangan
hutan secara liar, mendirikan pemukiman di daerah bantaran sungai, perusakan
kawasan hutan mangrove di daerah tepian pantai, dan menjadikan aliran sungai
sebagai tempat pembuangan sampah (Sundar, 2007).
Ilustrasi dari bencana yang disebabkan oleh ulah manusia akan ditunjukkan
melalui Gambar 2.3 (a), (b), dan (c) sebagai berikut
Gambar 2.3 (a) merupakan gambar dari penebangan hutan di hutan Amazon,
Amerika selatan yang diambil dari situs (pemanasanglobal.net). Gambar 2.3 (b)
merupakan gambar pemukiman kumuh di bantaran sungai Ciliwung Jakarta yang
diambil dari situs (lensaindonesia.com). Sementara, gambar 2.3 (c) merupakan
gambar dari menumpuknya sampah yang menumpuk di suatu Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang diambil dari situs (leuserantara.com). Hal-hal seperti inilah yang
menyebabkan bencana banjir.
Mitigasi dalam bencana banjir terbagi menjadi 2 macam, yaitu mitigasi secara
struktural dan mitigasi secara non-struktural. Berikut adalah penjelasan dari masing-
masing mitigasi.
1. Mitigasi Struktural
Mitigasi Struktural adalah upaya yang dilakukan demi meminimalisir bencana
seperti dengan melakukan pembangunan danal khusus untuk mencegah banjir dan
dengan membuat rekayasa teknis bangunan tahan bencana, serta infrastruktur
bangunan tahan air. Dimana infrastruktur bangunan yang tahan air nantinya
diharapkan agar tidak memberikan dampak yang begitu parah apabila bencana
tersebut terjadi.
Beberapa contoh yang dapat dilakukan dengan metode mitigasi struktural adalah
:
Membangun tembok pertahanan dan tanggul
Sangat dianjurkan untuk membangun tembok pertahanan dan tanggul di
sepanjang aliran sungai yang memang rawan apabila terjadi banjir, seperti
kawasan yang dekat dengan penduduk. Hal ini sangat membantu untuk
mengurangi resiko dari bencana banjir yang kerap terjadi pada tingkat debit
banjir yang tidak bisa diprediksi. Misalnya adalah banjir bandang.
Mengatur kecepatan aliran dan debit air
Diusahakan untuk memperhatikan kecepatan aliran dan debit air di daerah
hulu. Yang dimaksud disini adalah dengan mengatur aliran masuk dan keluar
air di bagian hulu serta membangun bendungan / waduk guna membendung
banjir
Membersihkan sungai dan pembuatan sudetan
Pembersihan sungai sangatlah penting, dimana hal ini untuk mengurangi
sedimentasi yang telah terjadi di sungai, cara ini dapat diterapkan di sungai
yang memiliki saluran terbuka, tertutup ataupun di terowongan.
2. Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non-struktural adalah upaya yang dilakukan selain mitigasi struktural
seperti dengan perencanaan wilayah dan & asuransi. Dalam mitigasi non-
struktural ini sangat mengharapkan dari perkembangan teknologi yang semakin
maju. Harapannya adalah teknologi yang dapat memprediksi, mengantisipasi &
mengurangi resiko terjadinya suatu bencana.
Beberapa contoh yang dapat dilakukan dengan metode mitigasi non-struktural
adalah :
Pembentukan LSM – Membentuk LSM yang bergerak dalam bidang
kepedulian terhadap bencana alam dan juga mengadakan kampanye peduli
bencana alam kepada masyarakat, agar masyarakat lebih sadar untuk selalu
siap apabila bencana alam terjadi.
Melakukan Pelatihan dan Penyuluhan – Melatih, mendidik dan
memberikan pelatihan kepada masyarakat akan bahaya banjir yang disertai
dengan pelatihan lapangan.
Membentuk Kelompok Kerja atau POKJA – Dimana dalam kelompok
tersebut didalamnya beranggotakan instansi terkait untuk melakukan dan
menetapkan pembagian peran dan kerja untuk penanggulangan benjana bajir.
Mengevaluasi Tempat Rawan Banjir – Melakukan pengamatan dan
penelusuran di tempat yang rawan banjir, sehingga apabila ada tanggul yang
sudah tidak kuat segera diperbaiki.
Memperbaiki Sarana dan Prasarana – Mengajukan proposal untuk
pembangunan perbaikan sarana dan prasarana yang memang sudah tidak
layak.
Menganalisa Data-data yang Berkaitan dengan Banjir – Mengevaluasi
dan memonitor data curah hujan, debit air dan informasi yang berkaitan
dengan banjir seperti daerah yang rawan banjir dan mengidentifikasi daerah
yang rawan banjir tersebut. Apakah memang ada tanggul yang rusak atau
memang daerah tersebut sangat berbahaya apabila ditempati.
Membuat Mapping – Membuat peta sederhana untuk daerah yang rawan
banjir disertai dengan rute pengungsian, lokasi POSKO dan lokasi pos
pengamat banjir.
Menguji Peralatan dan Langkah Selanjutnya – Menguji sarana sistem
peringatan dini terhadap banjir serta memikirkan langkah selanjutnya apabila
sarana tersebut belum tersedia.
Menyiapkan Persediaan Sandang, Papan dan Pangan – Mempersiapkan
persediaan tanggap darurat seperti menyediakan bahan pangan, air minum
dan alat yang akan digunakan ketika bencana banjir terjadi.
Membuat Prosedur Operasi Standar Bencana Banjir – Merencanakan
Prosedur Operasi Standar untuk tahap tanggap darurat yang nantinya
melibatkan semua anggota yang bertujuan untuk mengidentifitasi daerah
rawan banjir, identifikasi rute evakuasi, mepersiapkan peralatan evakuasi dan
juga tempat pengungsian sementara.
Mengadakan Simulasi Evakuasi – Melakukan percobaan pelatihan
evakuasi apabila bencana banjir terjadi dan menguji kesiapan tempat
pengungisan sementara beserta perlengkapan dalam pengungsian.
Mengadakan Rapat – Mengadakan rapat koordinasi di berbagai tingkat dan
utamanya adalah instansi pemerintah tentang pencegahan bencana banjir.
Sponsors Link
Selain mitigasi bencana banjir, kita juga perlu mengetahui langkah apa saja yang
dapat dilakukan ketika saat terjadi banjir dan apabila banjir tersebut sudah terjadi.
- Tindakan Ketika Saat Terjadi Banjir
1. Jangan panik dan berusaha untuk bisa menyelamatkan diri.
2. Pada saat terjadi bencana banjir, warga sekitar dihimbau untuk memantau
perkembangan cuaca di tempat kejadian. Apabila hujan secara terus menerus
tidak berhenti dan bertambah lebat, maka warga sekitar sebaiknya segera
pergi ke tempat yang lebih aman yang telah diberitahukan oleh LSM.
3. Masyarakat yang terkena bencana banjir dihimbau agar tetap menjaga
kesehatan mereka agar tidak menambah korban akibat bencana banjir. Karena
ketika bencana banjir datang, nantinya akan dilakukan evakuasi yang sangat
membutuhkan banyak tenaga warga.
4. Apabila air yang datang lagi, secepat mungkin untuk menjauhinya dan segera
mungkin untuk menyelamatkan diri dengan menuju ke tempat yang aman
ataupun ke tempat yang lebih tinggi.
5. Apabila terjebak dalam rumah atau bangunan ketika bencana banjir terjadi,
sebisa mungkin mengambil benda untuk mengapung agar tidak tenggelam.
6. Berhati-hatilah dengan listrik kabel yang masih dialiri listrik.
7. Menyelamatkan dokumen dokumen penting.
8. Ikut serta aktif dalam tenda pengungsian dengan membantu keperluan yang
memang membutuhkan banyak tenaga seperti membantu mendirikan tenda,
membantu dapur umum, membantu mencari air bersih dan hal yang lainnya.
9. Diusahakan untuk bijak dalam menggunakan air bersih.
10. Membantu mereka yang membutuhkan tempat tinggal dan kesehatan bagi
mereka yang memang terluka akibat bencana banjir tersebut.
- Tindakan Setelah Banjir Terjadi
1. Memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan, seperti bantuan
tempat tinggal, makanan dan pakaian.
2. Membersihkan tempat tinggal dan lingkungan yang terkena banjir, seperti
membersihkan lumpur yang tergenang di dalam rumah ataupun di lingkungan
dekat rumah.
3. Melakukan kaporitasi sumur gali.
4. Memperbaiki jamban dan saluran pembuangan air limbah.
5. Memberikan bantuan kesehatan lingkungan dengan memberikan obat serta
pelayanan kesehatan secara gratis.
6. Menjaga sistem pembuangan air dan limbah agar tetap bersih dan tidak kotor
ataupun tersumbat.
7. Menjauhi kabel atau listrik agar tidak terjadi kejadian yang tidak diinginkan.
8. Menghindari wilayah yang sudah rusak seperti bangunan yang sudah tidak
layak pakai.
9. Tidak mempergunakan air bersih secara semena-mena.
10. Memeriksa ketersediaan air bersih.
Itulah pembahasan mengenai mitigasi bencana banjir yang harus diperhatikan dan juga
diterapkan oleh masyarakat maupun lembaga pemerintah yang terlibat dalam
penanggulangan bencana alam.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Jenis-jenis banjir yang ada saat ini menurut beberapa ahli mungkin dapat terjadi
perbedaan dalam menggolongkannya. Akan tetapi, secara garis besarnya jenis
banjir dapat dibagi menjadi tiga jenis, yakni: Banjir Kilat, Banjir Luapan Sungai,
dan Banjir Pantai. Ketiga jenis banjir tersebut dapat mewakili beberapa jenis
banjir yang lain, seperti: Banjir Bandang dan Banjir Lahar Merapi yang dapat
dikategorikan sebagai jenis banjir kilat. Karena terjadinya dapat sangat cepat
sekali.
2. Penanggulangan banjir dapat dibagi kedalam tiga tahapan utama, yakni:
Pencegahan (prevention) sebelum banjir, Penanganan (response) ketika banjir
melanda, dan Pemulihan (recovery) setelah banjir. Hal-hal ini wajib dilaksanakan
agar masyarakat mampu menghadapi keadaan yang ada ketika bencana banjir
melanda
3. Mitigasi yang harus dilaksanakan ketika banjir melanda dapat dilakukan dengan
beberapa cara yang mudah, seperti: memutus setiap aliran listrik, menyelamatkan
barang berharga, dan segera melakukan pengungsian ketika sudah terlihat ada
potensi terjadi banjir. Hal tersebut harus dilaksanakan agar meminimalisir
jatuhnya korban jiwa yang berjatuhan dan kerusakan yang ditimbulkan akibat
bencana banjir.
DAFTAR PUSTAKA
Daryono. (2012, 1 10). Bahaya Banjir Lahar. Retrieved from Pusat Studi Bencana
Bogor Agricultural University: http://psb.ipb.ac.id/index.php/news/92-
bahaya-banjir-lahar
Paimin. (2009). Teknik Mitigasi Bencana Banjir dan Tanah Longsor. Bogor:
Tropenbos International Indonesia Progamme.
Sumber Undang-Undang :
UU No. 27 Tahun 2007 tentang Mitigasi Bencana
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum
Mitigasi Bencana
http://ilmugeografi.com/bencana-alam/mitigasi-bencana-banjir