Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN MANAJEMEN BENCANA PADA AGREGAT

ANAK USIA SEKOLAH DI RW 03 DESA CIREUNGHAS KECAMATAN


CIREUNGHAS KABUPATEN SUKABUMI TAHUN 2020

Satuan Mata Ajar Manajemen Bencana Laporan Individu

Disusun Oleh :
Nazmia Khoirunnisa, S.Kep
C1AC20077

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan syukur kehadirat Illahi Rabbi atas berkat

rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan yang berjudul

“Asuhan Keperawatan Manajemen Bencana Longsor Di Rt 005 Rw 003 Desa

Cireunghas Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi”.

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan tugas

Manajemen Bencana Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sukabumi.

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini tidak mungkin terwujud tanpa

bantuan dan dukungan dari semua pihak, oleh karena itu secara khusus penulis

mengucapkan terimakasih yang tulus, rasa hormat dan penghargaan penulis

sampaikan kepada :

1. H. Iwan Permana, SKM., S.Kep., M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Sukabumi sekaligus sebagai pembimbing pendamping

2. Ady Waluya, S.Kep,.Ners.,M.Kep selaku koordinator mata ajar Manajemen

Bencana

3. Sukatma selaku ketua RT 005 RW 003 Desa Cireunghas Kecamatan

Cireunghas Kabupaten Sukabumi

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih memiliki kekurangan, hal itu

karena keterbatasan penulis sebagai mahasiswa yang dalam hakikatnya sebagai

manusia. Oleh karena itu permohonan maaf kami haturkan sebelumnya serta

segala kritik dan saran sangat penulis harapkan adanya.

i
Harapan penulis semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang berkepentingan di dalamnya.

Sukabumi, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Bencana Tanah Longsor..........................................................................4
B. Anak Usia Sekolah...................................................................................15
BAB III HASIL PEMBINAAN
A. Hasil Pengkajian......................................................................................20
B. Analisa Data.............................................................................................25
C. Solusi........................................................................................................28
D. Plan Of Action (POA)..............................................................................30
E. Implementasi............................................................................................33
F. Evaluasi....................................................................................................36
BAB IV LITERATUR REVIEW
A. Summary Journal.....................................................................................37
B. Pembahasan..............................................................................................42
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................45
B. Saran.........................................................................................................45
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................v
LAMPIRAN

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Dasar Pemikiran

Indonesia merupakan negara kepulauan tempat dimana tiga lempeng

besar dunia bertemu, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan

lempeng Pasifik. Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut lebih lanjut

menempatkan Indonesia sebagai wilayah yang memiliki aktivitas

kegunungapian dan kegempaan yang cukup tinggi. Lebih dari itu, proses

dinamika lempeng yang cukup intensif juga telah membentuk relief

permukaan bumi yang khas dan sangat bervariasi, dari wilayah pegunungan

dengan lereng-lerengnya yang curam dan seakan menyiratkan potensi longsor

yang tinggi hingga wilayah yang landai sepanjang pantai dengan potensi

ancaman banjir, penurunan tanah, dan tsunaminya. Maka dari itu di Indonesia

sering terjadi bencana (Rahman, 2015).

Bencana alam merupakan kejadian bencana yang disebabkan oleh faktor

alam seperti geologis, morfologis, klimatologis, dan hidrologis. Bencana alam

memiliki dampak yang dapat merusak suatu kawasan baik dalam skala kecil

maupun besar dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Badan Nasional

Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat dari total bencana hidro-

meteorologi yang paling sering terjadi di Indonesia adalah bencana banjir dan

longsor.

1
Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

menyebutkan bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa

yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat

yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun

faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Puri,

2015).

Bencana dibagi menjadi tiga bagian yaitu bencana alam, bencana non

alam, dan bencana sosial. Bencana alam merupakan suatu peristiwa yang

berada di luar kontrol manusia dan datang tanpa diduga kapan, dimana, dan

bagaimana bencana tersebut terjadi. Bencana alam salah satunya yaitu tanah

longsor.

Tanah longsor merupakan salah satu kejadian alam yang terjadi di

wilayah pegunungan, terutama di musim hujan. Kondisi tektonik di Indonesia

yang membentuk morfologi tinggi, patahan, batuan vulkanik yang mudah

rapuh serta ditunjang dengan iklim di Indonesia yang berupa tropis basah,

sehingga menyebabkan potensi tanah longsor menjadi tinggi. Hal ini karena

adanya kombinasi faktor antropogenik dan alam merupakan penyebab

terjadinya longsor yang memakan korban jiwa dan kerugian harta benda

(Naryanto, 2019).

Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),

kecenderungan bencana alam tanah longsor di Indonesia dari tahun 2005

hingga tahun 2015 semakin meningkat. Badan Nasional Penanggulangan

2
Bencana (BNPB) mencatat pada tahun 2005 terdapat 50 kejadian bencana

longsor, kemudian semakin meningkat hingga tahun 2013 tercatat 296

kejadian, 385 kejadian pada tahun 2014 dan 501 kejadian pada tahun 2015.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat ditentukan rumusan

masalahnya yaitu “bagaimana kesiapsiagaan anak usia sekolah dalam

menghadapi bencana alam khususnya tanah longsor di RW 003 Desa

Cireunghas Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi?”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk menerapkan proses kesiapsiagaan bencana pada kelompok anak

usia sekolah di RW 03 Desa Cireunghas Kecamatan Cireunghas

Kabupaten Sukabumi.

2. Tujuan Khusus

a. kelompok anak usia sekolah mampu mengetahui proses kesiapsiagaan

bencana tanah longsor di RW 03 Desa Cireunghas Kecamatan

Cireunghas Kabupaten Sukabumi.

b. kelompok anak usia sekolah mampu mengetahui cara evakuasi

bencana tanah longsor di RW 03 Desa Cireunghas Kecamatan

Cireunghas Kabupaten Sukabumi.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Bencana Tanah Longsor

1. Pengertian

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam

dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Tanah longsor adalah salah satu jenis gerakan massa tanah atau

batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng

akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng

tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada

tanah./batuan penyusun lereng (Ramli, 2010).

Pengertian lain menurut BNPB (2007), Tanah longsor merupakan

turunnya masa tanah, batu, pohon, pasir dan lain-lain. Longsoran

merupakan terganggunya kestabilan tanah dan battuan penyusun lereng

sehingga menyebabkan bergeraknya massa tanah, batuan atau gabungan

dari tanah dan batu yang jatuh atau lepas dari dinding lereng.

2. Penyebab Dan Gejala

Terjadinya tanah longsor disebabkan oleh runtuhnya tanah secara tiba-

tiba, pergerakan tanah atau bebatauan dalam jumlah besar secara tiba-tiba

4
atau berangsur yang umumnya terjadi di daerah terjal yang tidak stabil.

Faktor lain yang memengaruhi terjadinya bencana ini adalah lereng yang

gundul dan bebatuan yang rapuh. Hujan deras adalah pemicu utama

terjadinya tanah longsor. Tetapi tanah longsor dapat juga disebabkan oleh

gempa atau aktifitas gunung berapi, bahkan ulah manusia pun bisa

menjadi penyebab tanah longsor, seperti penambangan tanah, pasir, dan

batu yang terus-menerus dan tidak terkendali.

Proses pemicu longsor antara lain karena peningkatan kandungan air

dalam lereng, sehingga terjadi akumulasi air yang merenggang ikatan

antar butir tanah dan akhirnya mendorong butir-butir tanah untuk longsor,

Getaran pada lereng akibat gempa bumi ataupun ledakan, penggalian,

getaran alat/kendaraan, Peningkatan beban yang melampaui daya dukung

tanah atau kuat geser tanah, Pemotongan kaki lereng secara secara

sembarangan yang mengakibatkan lereng kehilangan gaya penyangga.

Gejala tanah longsor dapat berupa retakan-retakan pada lereng yang

sejajar dengan arah tebing, munculnya mata air baru, tebing rapuh dan

kerikil mulai berjatuhan, longsor seringkali terjadi setelah hujan

(Adiyoso, 2018).

3. Dampak

Bencana tanah longsor mempunyai dampak terhadap kesehatan

diantaranya krisis kesehatan, yang dapat menimbulkan :

5
a. Korban massal : bencana yang terjadi dapat mengakibatkan korban

meninggal dunia, patah tulang, luka-luka, trauma dan kecacatan dalam

jumlah besar.

b. Pengungsian : pengungsian ini dapat terjadi sebagai akibat dari

rusaknya rumah-rumah mereka atau adanya bahaya yang dapat terjadi

jika tetap berada di lokasi kejadian. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat

resiko dari suatu wilayah atau daerah dimana terjadinya bencana

(Depkes RI, 2007).

4. Resiko Terjadi Bencana

Menurut (Nurjanah, Kuswanda, & Siswanto, 2012), risiko bencana

adalah gabungan antara kerentanan dan ancaman serta adanya pemicu dari

suatu bencana. Ancaman merupakan hal yang tetap karena menjadi

bagian dari proses alami perkembangan pembangunan, kerentanan

merupakan hal yang tidak tetap karena dapat diminimalisir kejadiannya

dengan meningkatkan kemampuan atau kapasitas dalam menghadapi

bencana.

Faktor Pemicu

Bahaya
Resiko BENCANA
Bencana
Bahaya

Gambar 1 Proses Terjadinya Bencana (sumber : Nurjanah, dkk

dalam Hamida, 2019).

6
Gambar 1 menunjukkan bahwa bencana terjadi akibat dari beberapa

proses. Pertama yaitu unsur bahaya dan yang kedua yaitu kerentanan.

Misalnya masyarakat yang tinggal pada kelerengan yang curam,

memungkinkan akan terdampak longsor jika terjadi bencana tersebut,

sehingga masyarakat tersebut rentan terhadap bahya bencana tanah

longsor. Sedangkan risiko bencana adalah kemungkinan yang timbul

akibat dari terjadinya tanah longsor. Besar kecilnya risiko ditentukan

oleh tingkat kerentanan. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan untuk

memperkecil tingkat kerentanan. Masyarakat yang sudah mengenali

karakteristik bencana, memiliki kemampuan dalam penanganan atau

mitigasi bencana, maka kerentanan masyarakat terebut kecil, karena

masyarakat tersebut mempunyai kemampuan dalam menghadapi

bencana.Terjadinya bencana juga diperngaruhi oleh faktor pemicu

(trigger). Misalnya saat terjadi hujan dengan curah hujan yang tinggi dan

terus menerus, lereng akan mudah longsor, sehingga dapat

mengakibatkan hilangnya nyawa maupun harta benda masyarakat yang

tinggal pada daerah tersebut. Pemicu pada kejadian ini yaitu curah hujan

yang deras dan berlangsung terusmenerus.

Menurut Khambali (2017), faktor penentu risiko bencana antara lain :

a. Ancaman, yaitu kejadian yang mempengaruhi kehidupan masyarakat

dan menimbulkan korban jiwa, kerusakan dan kerugian. Ancaman

dipengaruhi oleh faktor alam, manusia atau keduanya.

7
b. Kerentanan, yaitu kondisi yang dipengaruhi oleh faktor fisik, sosial,

ekonomi, geografi.

c. Kapasitas, yaitu kemampuan sumber daya pada suatu wilayah seperti

upaya pencegahan, kesiapsiagaan, upaya mengurangi dampak,

keterampilan dalam mempertahankan hidup dalam kondisi darurat.

Ketiga komponen tersebut dapat disajikan dalam bentuk spasial

maupun non spasial. Pengkajian risiko bencana digunakan sebagai

landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana disuatu kawasan.

5. Manajemen Bencana

Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

menjelaskan bahwa bencana merupakan peristiwa atau rangkaian

peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan serta

penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor non

alam maupun faktor manusia sehingga, mengakibatkan timbulnya korban

jiwa pada manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis. Siklus manajemen tersebut terdiri atas 3 tahapan.

Tahapan-tahapan tersebut terdapat dalam Kusumasari (2014), antara lain :

a. Pra Bencana, merupakan tahapan bencana pada kondisi sebelum

kejadian yang meliputi :

1) Pencegahan dan Mitigasi, mitigasi adalah tindakan yang diambil

sebelum bencana terjadi dengan tujuan untuk mengurangi atau

menghilangkan dampak bencana terhadap masyarakat dan

lingkungan.

8
2) Kesiapsiagaan, kesiapsiagaan berarti merencanakan tindakan untuk

merespon jika terjadi bencana. Kesiapsiagaan berkaitan dengan

kegiatan dan langkah-langkah yang diambil sebelum terjadinya

bencana untuk memastikan adanya respon yang efektif terhadap

dampak bahaya, termasuk dikeluarkannya peringatan dini secara

tepat waktu dan efektif.

3) Saat Bencana, tahapan paling krusial dalam sistem manajemen

bencana adalah saat bencana berlangsung atau terjadi. Kegiatan

yang dilakukan adalah tanggap darurat atau respon.

4) Pasca Bencana, tahapan yang dilakukan setelah bencana terjadi dan

setelah proses tanggap darurat dilewati (Ramli, 2011: 37), adalah

sebagai berikut :

a) Rehabilitasi, yaitu perbaikan dan pemulihan semua aspek

pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang

memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama

untuk normalisasi semua aspek pemerintahan dan kehidupan

masyarakat.

b) Rekonstruksi, yaitu pembangunan kembali semua sarana dan

prasarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik

pada tingkat. Istilah program mitigasi bencana mengacu pada

dua tahap perencanaan, yaitu :

 Pra bencana, merupakan kegiatan atau upaya mitigasi dan

perencanaan bencana.

9
 Pasca bencana, merupakan peningkatan standar teknis dan

bantuan medis serta bantuan keuangan bagi korban.

pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama

tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian,

sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan

bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek

kehidupan.

6. Penanggulangan Bencana

Undang-Undang No. 24 tahun 2004 menyebutkan ada tiga unsur

penyelenggaraan penanggulangan bencana yang terdiri dari unsur

pemerintah, masyarakat, dan lembaga asing. Unsur pemerintah

mempunyai peran meliputi : pengurangan resiko bencana dan pemaduan

pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan, perlindungan

masyarakat dari dampak bencana, penjaminan pemenuhan hak

masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai

dengan standart pelayanan minimum, pemulihan kondisi dari dampak

bencana, pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam

anggaran pendapatan dan belanja Negara yang memadai, pengalokasian

anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai,

pemeliharaan arsip/ dokumen otentik dan kredibel dari ancaman dan

dampak bencana.

Unsur masyarakat mempunyai peran dalam UU Nomor 24 Tahun

2007 yang meliputi : menjaga kehidupan sosial masyarakat yang

10
harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian keselarasan dan

kelestarian fungsi lingkungan hidup, melakukan kegiatan penanggulangan

bencana, dan memberikan informasi yang benar kepada publik tentang

penanggulangan bencana. Unsur lembaga asing mempunyai peran

meliputi ikut serta dalam kegiatan penanggulangan bencana dan

mendapatkan jaminan perlindungan dari pemerintah terhadap para

pekerjanya, melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana baik secara

mandiri atau bersama-sama dengan mitra kerja dari Indonesia dengan

memperhatikan latar belakang sosial, budaya, dan agama masyarakat

setempat.

7. Pengurangan Resiko Bencana

Pemerintahan daerah dalam perspektif penyelenggaraan upaya

pengurangan resiko bencana merupakan bagian yang tidak terpisahkan

dari urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Ini

relevan, apabila dikaitkan dengan fungsi pemerintah yaitu memberikan

perlindungan kepada masyarakat, termasuk didalamnya melakukan upaya

dampak terhadap resiko bencana. Hal ini merupakan amanat dua aturan

perundang-undangan yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana.

Pemerintah daerah sebagai penyelenggara pemerintahan hendaknya

memiliki kepekaan dalam mengantisipasi terjadinya bencana, utamanya

pada saat sebelum terjadinya bencana yaitu pengurangan resiko bencana

11
yang bertumpu pada 3 (tiga) faktor yaitu pencegahan, mitigasi dan

kesiapsiagaan. Ditinjau dari jenis bencana yang terjadi serta dampaknya,

situasi dan kondisi kebencanaan di negeri kita saat ini cukup

mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, diperlukan upaya dari pemerintah

daerah untuk melakukan langkah yang konkrit dalam melindungi

masyarakatnya apabila terjadi kondisi kedaruratan, karena fokus dari

bencana berada pada wilayah kerja pemerintah daerah Kabupaten/Kota,

Kecamatan atau Desa/Kelurahan tergantung dari skala dan kriteria

bencana yang terjadi.

Aparat bersama masyarakat dalam rangka membangun kesiapsiagaan

menuju terwujudnya budaya siaga bencana melalui rencana aksi daerah

dalam pengurangan resiko bencana. Hal ini bertujuan untuk membangun

kesamaan gerak dan langkah dalam pengurangan resiko bencana atau

peningkatan pemahaman dan penyamaan persepsi melalui penguatan

kapasitas pemerintah daerah yang berpijak kepada penguatan kebijakan,

prosedur, personil dan kelembagaan, yang dijabarkan melalui :

a. Penguatan kebijakan dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB)

diarahkan kepada sosialisasi dan harmonisasi kebijakan

penanggulangan bencana di daerah, agar kebijakan dari tingkat

nasional dapat dijalankan secara operasional di daerah.

b. Penguatan prosedur dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB)

diarahkan kepada bagaimana pedoman, panduan dan juknis dapat

12
diimplementasikan sehingga memiliki daya dorong inisiasi yang

tinggi dari setiap pemangku kepentingan di daerah.

c. Penguatan personil dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB)

diarahkan kepada peningkatan kapasitas aparatur pemda dalam

mendukung penyelenggaraan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan.

d. Penguatan kelembagaan dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB)

diarahkan untuk mendorong pembentukan BPBD di Kabupaten/Kota

dan peningkatan status hukum/aturan perundang-undangan di daerah,

terkait kelembagaan BPBD di provinsi/kabupaten/kota, seperti status

dari peraturan Gubernur/Bupati/Walikota sebagai dasar pembentukan

BPBD menjadi peraturan daerah.

8. Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Upaya Penanggulangan Bencana

Tanah Longsor

a. Kesiapsiagaan Pra Bencana

Ada beberapa hal yang harus dilakukan masyarakat dalam

kesiapsiagaan menghadapi bencana tanah longsor, antara lain :

1) Tidak menebang atau merusak hutan.

2) Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti

bambu, akar wangi, lamtoro dan sebagainya pada lereng-lereng

yang gundul.

3) Membuat saluran air hujan.

4) Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal.

5) Memeriksa keadaan tanah secara berkala.

13
6) Mengukur tingkat kederasan hujan

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan masyarakat untuk

menghindari korban jiwa dan harta akibat tanah longsor,

diantaranya : membangun pemukiman jauh dari daerah yang

rawan, bertanya pada pihak yang mengerti sebelum membangun,

membuat peta ancaman, dan melakukan deteksi dini.

b. Kesiapsiagaan Saat Bencana

Ada beberapa tindakan yang harus dilakukan masyarakat saat tanah

longsor terjadi, diantaranya :

1) Segera keluar dari daerah longsoran atau aliran runtuhan/puing

kebidang yang lebih stabil.

2) Bila melarikan diri tidak memungkinkan, lingkarkan tubuh seperti

bola dengan kuat dan lindungi kepala, posisi ini akan memberikan

perlindungan terbaik untuk badan.

c. Kesiapsiagaan Pasca Bencana

Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan masyarakat setelah

tanah longsor terjadi, diantaranya : Hindari daerah longsoran dimana

longsor susulan dapat terjadi, periksa korban luka dan korban yang

terjebak longsor tanpa langsung memasuki daerah longsoran, bantu

arahkan SAR ke lokasi longsor.

1) Bantu tetangga yang memerlukan bantuan khusus anak-anak,

orang tua, dan orang cacat.

14
2) Dengarkan siaran radio lokal atau televisi untuk informasi

keadaan terkini.

3) Wapada akan adanya banjir atau aliran reruntuhan setelah

longsor.

4) Laporkan kerusakan fasilitas umum yang terjadi kepada pihak

yang berwenang.

5) Periksa kerusakan pondasi rumah dan tanah disekitar terjadinya

longsor.

6) Tanami kembali daerah bekas longsor atau daerah sekitarnya

untuk menghindari erosi yang telah merusak lapisan atas tanah

yang dapat menyebabkan banjir bandang.

7) Mintalah nasehat pada ahlinya untuk mengevaluasi ancaman dan

teknik untuk mengurangi resiko tanah longsor.

B. Anak Usia Sekolah

1. Pengertian

Anak sekolah dasar yaitu anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik

lebih kuat yang mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak

bergantung dengan orang tua. Anak usia sekolah ini merupakan masa

dimana terjadi perubahan yang bervariasi pada pertumbuhan dan

perkembangan anak yang akan mempengaruhi pemebentukan

karakteristik dan kepribadian anak. Periode usia sekolah ini menjadi

pengalaman inti anak yang dianggap mula bertanggung jawab atas

15
perilakunya sendiri dalam hubungan dengan teman sebaya, orang tua dan

lannya.

Selain itu usia sekolah merupakan masa dimana anak memperoleh

dasar-dasar pengetahuan dalam menentukan keberhasilan untuk

menyesuaikan diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan

tertentu (Diyantini, et al. 2015).

2. Perkembangan Anak

Perkembangan jika dalam bahasa inggris disebut development.

Menurut Santrock development is the pattern of change that begins at

conception and continues through the life span, yang artinya

perkembangan adalah perubahan pola yang dimulai sejak masa konsepsi

dan berlanjut sepanjang kehidupan.

Perkembangan berorientasi pada proses mental sedangkan

pertumbuhan lebih berorientasi pada peningkatan ukuran dan struktur.

Jika perkembangan berkatan dengan hal yang bersifat fungsional,

sedangkan pertumbuhan bersifat biologis. Misalnya, jika dalam

perkembangan mengalami perubahan pasang surut mulai lahir sampai

mati. Tetapi jika pertumbuhan contohya seperti, pertumbuhan tinggi

badan dimula sejak lahir dan berhenti pada usia 18 tahun (Desmita,

2015). Beberapa komponen yang termasuk dalam perkembangan yaitu :

a. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan

manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu

16
semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana indvidu

mempelajari dan memimkirkan lingkungannya. Perkembangan

kognitif juga digunakan dalam psikolog untuk menjelaskan semua

aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan,

dan penglohan informasi yang memungkinkan seseorang

memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan

masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan

individu.

Selain berkaitan dengan individu juga mempelajari,

memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan,

menilai dan memikirkan lingkungannya (Desmita, 2015). Mengacu

pada tahap perkembangan kognitif dari Piaget, maka anak pada masa

kanak-kanak akhir berada pada tahap operasional konkret yang

berlangsung kira-kira usia 7-11 tahun (tahap operasional konkret.

Pada tahapan ini, pemikiran logis menggantikan pemikiran

intuitif. Anak sudah mampu berpikir rasional dan melakukan

aktivitas logis tertentu, walaupun masih terbatas pada objek konkret

dan dalam situasi konkret. Anak telah mampu mampu

memperlihatkan keterampilan konversi, klasifikasi, penjumlahan,

pengurangan, dan beberapa kemampuan lain yang sangat dibutuhkan

anak dalam mempelajari pengetahuan dasar sekolah. Cara

berpikirnya sudah kurang egosentris yang ditandai dengan desentrasi

yang besar, yaitu sudah mampu memperhatikan lebih dari satu

17
dimensi dan juga menghubungkan satu dengan yang lainnya

(Soetjiningsih, 2012).

3. Perkembangan Moral

Menurut Kohlberg, perkembangan moral terjadi melalui tiga

tingkatan dan terdiri dari enam stadium, dan masing-masing stasium akan

dilalui oleh setiap anak walaupun tidak pada usia yang sama namum

perkembangan selalui melalui urutan ini (Soetjiningsih, 2012), yaitu :

a. Tingkatan I : Penalaran moral yang pra conventional, merupakan

tingkatan terendah dari penalaran moral. Pada tingkatan ini baik dan

burk diinterpretasikan melalui reward (imbalan) dan punishment

(hukuman).

b. Tingkatan II : Penalaran moral yang conventional, individu

memberlakukan standart tertentu, tetapi standar ini ditetapkan oleh

orang lain, misalnya orang tua sekolah.

c. Tingkatan III : Penalaran moral yang post-conventional, Individu

menyadari adanya jalur moral alternative, mengeksplorasi pilihan

ini, laly memutuskan berdasarkan kode moral personal.

Pada masa kanak-kanak akhir usia 6-12 tahun, penalaran moral

anak ada pada angkatan II, yaitu pada moral yang conventional

(tahapan selengkapnya dapat dilihat pada uraian sebelumnya tentang

masa anak awal). Pada tingkat conventional ini individu

memberlakukan satndar tertentu, tetapi standar ini ditetapkan oleh

orang lain, misalnya orang tua atau pemerintah (Soetjiningsih, 2012).

18
Perkembangan moral pada masa kanak-kanak akhir, sebagai

berikut :

a. Anak berbuat baik bukan untuk mendapatkan kepuasan fisik,

tetapi untuk mendapatkan kepuasan psikologis yang diperoleh

melalui persetujuan sosial.

b. Lingkungan merupkan rua ng lingkup yang lebih luas, kaidah

moral sebagian besar lebih ditentukan oleh norma-norma yang

terdapat dalam kelompoknya.

c. Usia sekitar 10-12 tahun sudah mengenal konsep moralitas,

seperti kejujuran, keadilan, dan kehormatan.

d. Perbuatan baik buruk dilihat dari apa motif melakukan hal

tersebut.

19
BAB III

HASIL PEMBINAAN WILAYAH

A. Hasil Pengkajian

Tanggal Pengkajian : 17 November 2020

1. Peta Wilayah

PETA DESA CIREUNGHAS


KECAMATAN CIREUNGHAS KABUPATEN SUKABUMI

U KEHUTANAN

DESA CIKURUTUG
Benda
Kukulu Lw . Tiis
Tanjungpura
DESA Cibosok
CIPURUT Cilisung Karang Anyar
Ktr UPK
Cijambe
Pojok KANTOR CAMAT Wetan DESA
Cijambe
Lio CIREUNGHAS Ra wa Belut BENCOY
Ci belendok
Pateken Sukamanah
Pamipiran
POLSEK
Desa Nagrog
Cikupa Cireunghas Cimapag

Cilangla
Si tu Ra wa Pa njang

Kecamatan Gegerbitung

Legenda :
Jalan Desa
Sungai
Batas Desa
Sungai Kecil
Kampung / Dusun
Kantor Desa
POLSEK Cireunghas
Kantor Desa Cireunghas
Ktr UPK Cireunghas
Gunung
Telford Jl Tanjungpura - Cikupa TA.2010
Rabat Beton Cijambe TA.2010
Jalan Kabupaten
Jalan Desa

20
Wilayah RW 003 Desa Cireunghas Kecamatan Cireunghas

Kabupaten Sukabumi terdiri dari 4 wilayah Rukun Tetangga (RT).

Iklim dan cuaca yang terjadi diwilayah Sukabumi termasuk di RW

003 Desa Cireunghas memasuki musim penghujan, ketinggian daratan

kurang lebih 400-600 Dpl. Sebagian besar area di wilayah RW 003

pemukiman padat warga. Dan hasil wawancara kepada bapak RW dan

kader yang ada diwilayah, bahwa di wilayah RW 003 beresiko

terjadinya bencana longsor. Bahkan pada tanggal 21 maret 2020 sudah

terjadi longsor karena hujan yang deras dan tebing jalan dengan tanah

yang rapuh.

2. Data umum

a. Alamat : Kp. Cilangla Rt 05 Rw 03, desa Cireunghas

kecamatan Cireunghas kabupaten Sukabumi

b. Struktur organisasi : Ronda

c. Fasilitas umum : Ada

d. Fasilitas kesehatan : Ada

3. Pengkajian situasi

a. Tenaga medis/ Paramedis (Sistem Rujukan) : Puskesmas, klinik

b. Petugas Keselamatan : Ada

c. Pemeriksaan Kesehatan Berkala : Tidak ada

d. Jalur Evakuasi : Ada

e. Ketersediaan Alat kegawatdaruratan : Ada

f. Penkes tentang mitigasi bencana : Tidak ada

21
4. Pengkajian lingkungan

a. Daerah pegunungan dan pesawahan

b. Jalan tidak semua rusak dan berlubang

c. Longsoran semakin rawan karena musim penghujan

d. Jarak longsor ke pemukiman warga dekat

e. Terdapat jalur evakuasi dan titik berkumpul jauh dari longsoran

5. Pengkajian keselamatan

a. Pelatihan yg diikuti : Ada namun tidak rutin

b. Lingkungan Ketersediaan P3K : Ada

c. Kecelakaan pernah terjadi longsoran sekitar tahun 2017 namun

tidak sampai ke pemukiman warga

d. Keluhan warga, warga sekitar merasa takut terjadi longsoran yang

lebih besar

6. Penanggulangan bencana

Berkumpul di tempat yang aman

7. Pencegahan

Mitigasi bencana

8. Analisa resiko

Resiko tertimbun tanah longsor

9. Sejauh mana penanggulangan bencana

Terdapat titik kumpul di lapangan luas

10. Data subjektif

22
Dari hasil wawancara di RW 03 cilangla kecamatan cireunghas

kabupaten sukabumi pada 7 orang anak usia sekolah mengatakan

bahwa di Kp. Cilangla Rw 03 telah terjadi tanah longsor di jalan raya

cireunghas bilangan tanjakan lamping pada hari sabtu 21 maret 2020,

pukul 03.00 wib. Tanah longsor yang meruntuhkan badan jalan ke

bawah sungai cikupa, dan tidak ada korban jiwa dalam kejadian

tersebut.

Gambar 3.1 Kejadian Bencana Longsor Di RW 003 Desa

Cireunghas Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi

Ketika terjadi longsor sebagian besar warga kampung cilangla

khususnya anak-anak usia sekolah sedang tertidur lelap. Mereka tidak

melihat pergerakan tanah yang meruntuhkan badan jalan ke atas

23
sungai cikupa. Sebagian kecil warga mendengar sayup-sayup suara

tanah longsor dari arah tanjakan lamping, pagi harinya warga melihat

bentangan pimggir jalan dan tebing yang telah rubuh ke atas sungai.

Anak-anak beserta warga yang lainpun mengalami kepanikan

karena tempat terjadi longsor tidak jauh dari tempat tinggal mereka.

Dari hasil wawancara, ketujuh anak-anak yang tinggal di dekat daerah

tersebut mengatakan bahwa mereka sesekali suka bermain di sungai

cikupa yang dekat sekali dengan longsoran. Dan dari anggota linmas

desa cireunghas, mengatakan bahwa, bawah jalan yang bersentuhan

langsung dengan sungai terkikis aliran sungai cikupa. Hal itulah yang

menjadi pemicu terjadinya longsor.

11. Data objektif

Jalan tampak retak terbawa arus longsor, panjang jalan yang

terbawa longsor sekitar 20 meter dengan ketinggian kira-kira 10 meter

dan bagian aspal yang terbawa gerakan tanah longsor mencapai 1

meter. Warga tampak bergantian untuk mengatur lalu lintas di jalan

tersebut, dan terdapat baner yang bertuliskan “hati-hati jalan longsor

kurangi kecepatan” serta teerdapat rambu peringatan yang bertuliskan

“hati-hati lokasi rawan longsor”.

24
Gambar 3.2 Peringatan Bencana Longsor Di RW 003 Desa

Cireunghas Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi

Titik longsor terletak sekitar 600 meter dari polsek cireunghas di

kampung pamipiran letaknya di sebelah kiri jalan. Di titik tersebut,

jalan berdampingan dengan sungai cikupa yang posisinya di bawah

jalan.

B. Analisa Data

Tabel 3.1 Analisa data di RW 003 Kelompok Anak Usia Sekolah


No Data Masalah

1 DS : Bencana Alam Tanah


Longsor
- Dari hasil wawancara pada 7 orang anak
usia sekolah mengatakan di Kp. Cilangla
Rw 03 telah terjadi bencana tanah longsor
bertempat di jalan raya cireunghas

25
bilangan tanjakan lamping pada hari sabtu
21 maret 2020, pukul 03.00 wib.

- Dari hasil wawancara pada 7 orang anak


usia sekolah mengatakan belum pernah
diadakan sosialisasi terhadap
kesiapsiagaan bencana longsor baik
disekolah ataupun di wilayah ke Rw an
nya.

- Dari hasil wawancara pada 7 orang anak


usia sekolah mengatakan belum pernah
ada pelatihan kepada warga tentang
penanggulangan bencana atau tekhnik
evakuasi saat terjadinya bencana longsor.

- Dari hasil wawancara pada 7 orang anak


usia sekolah mengatakan bahwa di RW
003 tidak ada sistem peringatan atau
alarm ketika terjadi longsor, hanya ada
rambu peringatan.

- Dari hasil wawancara pada 7 orang anak


usia sekolah mengatakan bahwa tidak ada
korban jiwa dalam kejadian tersebut. Dan
mereka mengatakan bahwa mereka
sesekali suka bermain di sungai cikupa
yang dekat sekali dengan longsoran.

- Dari hasil wawancara pada 7 orang anak


usia sekolah mengatakan bahwa ketika
terjadi longsor sebagian besar warga
kampung cilangla sedang tertidur lelap,

26
jadi mereka tidak melihat pergerakan
tanah yang meruntuhkan badan jalan ke
atas sungai cikupa.

- Salah seorang dari 7 orang anak usia


sekolah mengatakan bahwa titik kumpul
belum ada namun terdapat lapangan luas
yang bisa dijadikan titik kumpul dan jalur
evakuasi untuk sementara.

DO :

- Di daerah Cilangla terdapat longsoran


yang terjadi di bilangan tanjakan lamping

- Akses jalan menuju daerah Cilangla


menjadi terhambat karna pergantian 1
jalur agar bisa melewati daerah longsoran

- Terdapat jalur evakuasi sementara di


lapangan

- Terdapat tanda peringatan di sebuah


baner bertuliskan “hati-hati jalan longsor
kurangi kecepatan” dan rambu peringatan
bertuliskan “hati-hati lokasi rawan
longsor”

- Warga bergantian untuk menjaga


keamanan dan mengaturlalu lintas di jalan
raya cilangla

- Titik berkumpul terdapat di pemukiman


warga dan cukup aman dari lokasi tanah

27
longsor

C. Solusi

Kondisi tanah longsor semakin parah ketika musim penghujan. Dengan

begitu perlu dilakukan berbagai cara mencegah terjadinya tanah longsor

agar kondisi lingkungan bisa tetap terjaga. Setidaknya dengan

menerapkaan berbagai upaya pencegahan hal ini juga perlu di dukung oleh

seluruh masyarakat untuk mengubah kebiasaan dan hidup menjadi lebih

baik, berikut upaya yang dapat dilakukan :

1. Tidak membuat rumah di bawah, tepat di pinggir atau dekat tebing

2. Membuat terasering atau sengkedan di lereng jika membuat

pemukiman

3. Tidak membuat kolam atau perkebunan di lereng yang dekat

pemukiman

4. Tidak membuat tebing menjadi tegak, biarkan miring

28
29
D. Planning Of Action (POA)

Tabel 3.2 Planing of Action (POA) Di RW 003 Kelompok Anak Usia Sekolah
Data Masalah Tujuan Rencana Waktu Sasaran PJ
Tindakan
DS : Kurangnya Jangka Panjang : 1. Lakukan 18-11-20 Kelompok Nazmia
- Dari hasil wawancara kesiapsiagaan Setelah dilakukan penyuluhan Pukul Anak usia
pada 7 orang anak usia kelompok implementasi selama pada 13.00 sekolah
sekolah mengatakan anak usia 1x30 menit, diharapkan Kelompok WIB
belum pernah diadakan sekolah Kelompok Anak Usia Anak Usia
sosialisasi terhadap terhadap Sekolah di RW 003 dapat Sekolah
kesiapsiagaan bencana bencana berhati-hati dan tanggap tentang
tanah longsor baik tanah longsor menghadapi bencana kesiapsiagaan
disekolah ataupun di tanah longsor dan menghadapi
cilangla Rw 003. mengetahui bagaimana bencana tanah
- Dari hasil wawancara cara evakuasinya. longsor.
pada 7 orang anak usia
sekolah mengatakan Jangka Pendek : 2. Lakukan
belum pernah ada Setelah dilakukan simulasi
pelatihan kepada warga implementasi selama 1 dan/atau

30
tentang penanggulangan hari, diharapkan demonstrasi
bencana atau tekhnik Kelompok Anak Usia cara
evakuasi saat terjadinya Sekolah mengetahui menyelamatka
bencana longsor. langkah-langkah dalam n diri.
- Dari hasil wawancara menghadapi bencana
pada 7 orang anak usia tanah longsor dan resiko
sekolah di Rw 003 tinggi timbulnya banyak
mengatakan jika terjadi korban di RW 003 akibat
longsor mereka langsung kurangnya kesiapsiagaan
berlari menjauh dari Anak Usia Sekolah di
tanah longsor tanpa wilayah RW 003 Desa
memperhatikan cireunghas terhadap
keselamatan dirinya. tanah longsor berkurang,
dengan kriteria :
DO : 1. Tidak ada lagi Anak
- Kelompok anak usia Usia Sekolah yang
sekolah tampak bingung mengaktakan
dan ragu saat menjawab bingung dan tidak
pertanyaan mengenai bisa menyelematkan

31
cara evakuasi ketika diri sendiri ketika
terjadi bencana tanah terjadi tanah longsor.
longsor. 2. Kelompok Anak
Usia Sekolah RW
003 siap siaga
menghadapi
terjadinya bencana
tanah longsor.

32
E. Implementasi

Implementasi dilakukan pada hari kamis tanggal 19 November 2020

meliputi penyuluhan tentang kesiapsiagaan kelompok Anak Sekolah

dalam menghadapi bencana longsor terutama dalam cara menyelamatkan

diri.

Gambar 3.3 Melakukan Penyuluhan dan Demonstrasi pada


Kelompok Anak Usia Sekolah Tentang Kesiapsiagaan Menghadapi
Bencana Longsor

33
Tabel 3.3 Implementasi Planing Of Action Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana Tanah Longsor Pada Kelompok Anak
Usia Sekolah di RT 005 RW 003 Desa Cireunghas Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi

Paraf
Tanggal Tanggal
No. Implementasi Penaggung Evaluasi Paraf
dan Waktu dan Waktu
Jawab
1. Kamis, 19- 1. Melakukan Penyuluhan Nazmia Kamis, 19- 1. Penyuluhan telah dilakukan : Nazmia
11-20 pada Kelompok Anak 11-20 a. Pada Anak Sekolah yang
Pukul 11.10 Usia Sekolah tentang Pukul 14.00 mengatakan sudah
WIB s/d kesiapsiagaan WIB s/d memahami bagaimana
selesai menghadapi bencana selesai kesiapsiagaan menghadapi
tanah longsor. bencana tanah longsor
2. Melakukan simulasi atau b. Anak Sekolah dapat
demonstrasi cara menjawab beberapa
menyelamatkan diri. pertanyaan mengenai cara
kesiapsiagaan bencana
tanah longsor

2. Demonstrasi telah dilakukan :


Kelompok Anak Sekolah

34
mengerti bagaimana cara
menyelamatkan diri saat terjadi
bencana tanah longsor

35
F. Evaluasi

Evaluasi dilakukan pada hari kamis 19 November 2020, dan

didapatkan hasil bahwa Anak Sekolah yang mengikuti penyuluhan di

Rumah Pak RT 005 RW 003 setelah dilakukan penyuluhan pada tanggal

22 November 2020 sudah memahami mengenai cara penanggulangan

bencana yang dikhususkan untuk kelompok anak usia sekolah.

36
BAB IV
LITERATUR REVIEW KEPERAWATAN BENCANA

A. Summary Jurnal

Tabel 4.1 Summary Jurnal

No Judul Peneliti Tahun Metode Populasi & Hasil Kesimpulan


Sampel
1. Pengaruh Rachmi 2020 Penelitian ini menggunakan Populasinya Hasil penelitian didapat kan Berdasarkan hasil penelitian
Pendidikan Ariyani, metode kuantitatif dengan adalah rata-rata skor pengetahuan ada pengaruh yang signifikan
Mitigasi Endiyono desain quasy eksperimental masyarakat responden sebesar 6,14 tentang pendidikan mitigasi
Bencana with one group pretest-posttest Desa Melung dengan skor pengetahuan bencana tanah longsor
Tanah Longsor whitout control group design, di Rt 01 Rw terendah adalah 1 dan skor terhadap kesiapsiagaan
Terhadap yaitu desain 01 yang tertinggi adalah 11. masyarakat di Desa Melung
Kesiapsiagaan penelitian dengan berjumlah 102 Diketahui bahwa sebagian Kecamatan Kedungbanteng
Masyarakat membandingkan sebelum dan orang, terdiri besar responden mempunyai Kabupaten Banyumas, karena
Di Desa setelah perlakuan sehingga dari laki-laki pengetahuan yang baik. hasil uji statistik didapatkan p-
Melung hasilnya dapat diketahui lebih sebanyak 59 Pengetahuan value = 0,0001 (p-value<
Kecamatan akurat (Sugiono, 2014). orang dan masyarakat sebelum 0,05), hal ini menunjukkan
Kedungbanten perempuan dilakukan pendidikan bahwa H0 ditolak.
g Kabupaten sebanyak 43 mitigasi bencana tanah
Banyumas orang. longsor di desa Melung
Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten
Banyumas yaitu sebanyak 20
responden (40,0%) dalam
kategorisasi baik dan
sebanyak 30 responden

38
(60,0%) dalam kategorisasi
tidak baik. Hal ini
menunjukan bahwa
pengetahuan masyarakat
mengenai mitigasi bencana
tanah longsor di Desa
Melung baik. Pengetahuan
masyarakat yang
kurang baik disebabkan
karena pendidikan yang
rendah dari masyarakat
sesuai dalam karakteristik
responden dimana SD
sebanyak 27 orang atau
(54,0%), SMP sebanyak 9
orang atau (18,0%) dan SMA
sebanyak 14 orang atau
(28,0%).
2. Disaster Hidayati, 2020 Kegiatan ini telah dilakukan Guru dan Pemberdayaan anak usia Telah adanya pengetahuan dan
mitigation dkk selama 12 (dua belas) pekan anak-anak usia sejak dini untuk pemahaman tentang mitigasi
training dalam 3 (tiga) bulan dengan dini di memahami mitigasi bencana sehingga setiap
(pelatihan menggunakan metode Muhammadiya bencana merupakan tindakan bertujuan untuk
mitigasi observasi partisipatoris atau h Boarding meningkatkan self awareness
langkah awal membangun
bencana) observasi partisipan adalah School (MBS) mereka tentang bencana yang
Untuk anak suatu proses pengamatan yang Sang Surya,
masyarakat sadar bencana potensial terjadi, dan
usia dini di dilakukan oleh observer Kota Mataram sehingga ketika terjadi dimilikinya pengetahuan
muhammadiya dengan ikut mengambil bagian bencana guru dan anak kesiapsiagaan akan mitigasi
h boarding dalam kehidupan orang-orang anak usia dini ditempat ini bencana yang bertujuan untuk
school yang akan diobservasi, metode tidak lagi kebingungan dan mengatasi dan mengurangi
Sang surya, praktik langsung adalah panik karena telah dampak bencana atau resiko
kota mataram metode yang dilakukan oleh memahami bagaimana jangka panjang terhadap harta

39
guru dengan cara melakukan cara mengurangi risiko dan jiwa manusia.
praktek secara langsung sesuai bencana.
dengan materi yang akan
disampaikan kepada anak-
anak.
3. Evaluasi Nana 2020 Penilaian dan evaluasi Masyarakat Pembangunan sistem Berdasarkan hasil analisis dan
penerapan Sudiana teknologi ini mengacu kepada yang ada di peringatan dini bencana evaluasi data dapat
sistem metodologi audit teknologi. lokasi longsor di Kampung disimpulkan bahwa penerapan
peringatan dini Pada dasarnya audit teknologi Jatiradio, Desa Cililin, pilot project sistem peringatan
bencana atau evaluasi dilakukan Kecamatan Cililin, dini longsor di Kampung
Longsor di melalui tahapan proses Kabupaten Bandung Barat Jatiradio, Desa Cililin,
kampung persiapan atau perencanaan, telah memenuhi komponen- Kecamatan Cililin, Kabupaten
jatiradio, desa pengumpulan dan analisis komponen dari Standar Bandung Barat telah sesuai
cililin, data/informasi, pelaporan Nasional Indonesia (SNI dengan Standard Nasional
Kecamatan (Kelessidis, 2000; Lambrechts 8235:2017. Indonesia (SNI 8235: 2017)
cililin, et al., 2011). tentang Sistem Peringatan Dini
kabupaten Gerakan Tanah.
bandung barat
4. Pemetaan Al Khusna 2019 Jenis penelitian ini adalah Sampel Hasil penelitian ini Rendahnya pengetahuan
Kesiapsiagaan M, dkk deskriptif kuantitatif dengan penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata kebencanaan yang dimilki oleh
Komunitas Di menggunakan kuisioner dari terdiri dari 275 tingkat kesiapsiagaan guru berdampak pada
SMP/MTs LIPI. guru dan 562 bencana siswa di sebagian pengetahuan yang dimiliki
Muhammadiya siswa yang besar SMP/MTs siswa, sehingga perlu adanya
h Dalam berada di Muhammadiyah Kabupaten peningkatan pengetahuan yang
Menghadapi SMP/MTs Karanganyar dalam dimiliki oleh guru.
Bencana Muhammadiya menghadapi bencana tanah
Tanah Longsor h Karanganyar longsor tergolong baik. Hal
Di Kabupaten ini dibuktikan dengan
Karanganyar tingginya presentase angka
kesiapsiagaan pada siswa
sebesar 62,8%.

40
Tingkat kesiapsiagaan dari
pihak sekolah belum siap
untuk mendukung siswa
dalam meningkatkan
kesiapsiagaan bencana
karena tingkat kesiapsiagaan
bencana yang dimiliki oleh
guru masih sangat rendah
dengan presentase tingkat
pengetahuan rata–rata
sebesar 27,47%.

41
B. Pembahasan

1. Kesiapsiagaan

Pengetahuan tentang kesiapsiagaan bencana tanah longsor dikalangan

komunitas sekolah sangatlah penting agar setiap komunitas sekolah

memiliki pengetahuan, serta tindakan yang tepat sehingga terhindar dari

dampak jika terjadi bencana tanah longsor. Apalagi bencana tanah longsor

bisa saja terjadi pada saat berada di sekolah. Kesiapsiagaan bertujuan

membangun ketahanan masyarakat untuk menghadapi bencana. Fokus

pengukuran kesiapsiagaan warga terhadap bencana adalah elemen-elemen

dari ketahanan warga itu sendiri (Puspitasari, 2014).

Perlu adanya pengetahuan tentang kesiapsiagaan dalam menghadapi

bencana tanah longsor bagi komunitas sekolah. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk Mengetahui tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dalam

upaya menghadapi bencana tanah longsor dan mengetahui Pemetaan

Kesiapsiagaan Komunitas Sekolah Di SMP/MTs Muhammadiyah dalam

Menghadapi Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Karanganyar.

Kesiapsiagaan merupakan bagian dari proses manajemen bencana yang

sedang berkembang saat ini, pentingnya upaya kesiapsiagaan merupakan

salah satu elemen penting dari kegiatan pencegahan pengurangan resiko

bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi bencana (Qirana, 2018).

Berdasarkan pendapat Trianto dalam Ayub, dkk (2020) dapat dikemukakan

bahwa kesiapsiagaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitif anak,

dimana mengembangkan proses pikirannya sehingga timbul inisiatif dalam

42
melakukan keterampilan yang diajarkan dan perkembangan

psikologisnya sehingga anak mampu mengantisipasi, mengidentifikasi dan

bisa mengendalikan diri terhadap tindakan yang seharusnya dilakukan untuk

menjadi siaga pada saat terjadinya bencana serta meningkatkan

kepedulian terhadap sesama dalam menghadapi bencana.

2. Bencana

Bencana longsor atau gerakan tanah di Indonesia beberapa tahun terakhir

ini semakin meningkat baik intensitas maupun frekuensinya. Berdasarkan

data rekapitulasi jumlah kejadian dan korban bencana tanah longsor di

Indonesia yang dihimpun oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB), menunjukkan bahwa pada tahun 2009 sampai dengan 2018, jumlah

kejadian longsor di Indonesia adalah sebanyak 4.366 kali dengan korban

penduduk meninggal sebanyak 1.761 orang, luka-luka sebanyak 1.556

orang, terdampak dan mengungsi sebanyak 232.678 orang, rumah rusak

berat 12.834 buah, rumah rusak sedang 4.718 buah, rumah rusak ringan

16.754 buah (BNPB, 2020). Upaya penanggulangan bencana longsor dapat

dilakukan melalui pembangunan system dan teknologi pengurangan risiko

bencana melalui monitoring dan deteksi dini, pemetaan cepat, teknologi

adaptasi dan mitigasi bencana. Maka, dapat disimpulkan bahwa bencana

merupakan serangkaian peristiwa yang mengancam manusia dan

mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa yang dapat

disebabkan oleh faktor alam maupun non alam.

43
3. Pelatihan

Menurut hasil penelitian Utami & Nanda (2019) bahwa Pelatihan

manajemen bencana lebih mudah dipahami dan keberhasilan pelatihan

sebagai sarana merubah pengetahuan dan sikap, ditentukan oleh faktor

internal dan eksternal. Faktor internal bersumber dari dalam dirinya sendiri

seperti motivasi, persepsi, kemauan, kebutuhan dan suasana hati. Faktor

eksternal bersumber dari luar dirinya seprti stimulus yang diterima, bentuk,

warna, ukuran keunikan dan sebagainya.

Pendidikan atau pelatihan mitigasi bencana dapat dilakukan sejak dini.

Pelatihan mitigasi bencana pada sekelompok anak usia sekolah dasar

merupakan solusi konkrit untuk meningkatkan kewaspadaan dalam

menghadapi bencana.

44
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana dapat terjadi kapan saja dan dapat menimbulkan dampak

yang sangat merugikan baik itu material maupun nyawa terutama bagi

kelompok anak usia sekolah yang rentan menjadi korban dalam bencana.

Setelah dilakukan analisis kajian situasi penanggulangan bencana tanah

longsor pada kelompok Usia Sekolah di RW 003 Desa Cireunghas

Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi, didapatkan hasil bahwa

belum diadakan penyuluhan dan dilakukannya pembinaan kesiapsiagaan

bencana tanah longsor tentang evakuasi diri pada kelompok usia anak

sekolah di RW 003 di Desa Cireunghas Kecamatan Cireunghas Kabupaten

Sukabumi. Sehingga salah satu cara untuk menanggulangi permasalahan

tersebut dibentuklah suatu rancangan rencana tindakan yang selanjutnya

dilakukan implementasi pada hari sabtu 21 November 2020.

B. Saran
1. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan untuk diadakannya penyeluhan dan

pembinaan mengenai kesiapsiagaan bencana khususnya bencan tanah

longsor bagi kelompok usia anak sekolah.

45
2. Bagi Kelurahan

Sebagai bahan masukan untuk diadakan nya penyeluhan dan

pembinaan mengenai kesiapsiagaan bencana khususnya bencana tanah

longsor bagi kelompok usia anak sekolah dan memberikan fasilitas

sesuai dengan kebutuhan.

46
DAFTAR PUSTAKA

Rante, Dkk. 2012. Tingkat Kesiapsiagaan Rumah Tangga Mengahadapi Bencana


Alam Tanah Longsor Di Kelurahan Battang Barat Kecamatan Wara
Barat Kota Palopo Tahun 2012. Akper Sawerigading Pemda Luwu
Palopo.

Badrul M, 2015. Penggunaan Data Gempa Dan Data Geologi Untuk


Menganalisa Pola-Pola Sesar Di Daratan Pulau Sumatra. Skripsi :
Fakultas Sain Dan Teknologi Universitas Islam Negerimaulana
Malik Ibrahim Malang.

Http://Bpbd.Tanahlautkab.Go.Id/Definisi-Bencana-Menurut-Undangundang-
Nomor-24-Tahun-2007

Naryanto H, 2014. Analisis Kejadian Bencana Tanah Longsor Di Dusun


Jemblung Desa Sampang Kecamatan Karangkobar Kabupaten
Banjarnegara Provinsi Jawa Tengah.

Putri dan Khaerani, 2017. Strategi Mitigasi Bencana Tanah Longsor Di


Kabupaten Purworejo. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.
Universitas Diponegoro.

Santoso, dkk. 2018. Mekanisme Masyarakat Lokal Dalam Mengenali Bencana Di


Kabupaten Garut. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik.
Universitas Padjadjaran. Vol 8-No 2. Social Work Journal.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Taufik, dkk. 2016. Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG
(Sistem Informasi Geografis)(Studi Kasus: Kabupaten Kediri).
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan. Institut Teknologi Sepuluh
Sipil (ITS). Rnal Teknik Its Vol. 5-No. 2. ISSN: 2337-3539 (2301-
9271.

Https://Www.Kemkes.Go.Id/Download.Php?File=Download/Penanganan-
Krisis/Buku_Pkk_Anak_Sekolah_Longsor.Pdf

Haryani N, 2012. Analisis Tanah Longsor Di Tenjolaya Menggunakan Data


Penginderaan Jauh. Nomor 318.

Https://Www.Slideshare.Net/Mobile/Takayumelenciel/Tanah-Longsor-Blt
(Adiyoso 2018).

v
Muathofa R, 2019. Pengorganisasian Masyarakat Dalam Upaya Mitigasi
Bencana Tanah Longsor Daerah Aliran Sungai Air Terjun Rambut
Moyo Desa Palangsari Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan.
Skripsi : Fakultas Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Ariyani R Dan Endiyono. 2020. Pengaruh Pendidikan Mitigasi Bencana Tanah


Longsor Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat Di Desa Melung
Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Banyumas. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, Indonesia.

Hidayati, dkk. 2020. Disaster Mitigation Training (Pelatihan Mitigasi Bencana)


Untuk Anak Usia Dini Di Muhammadiyah Boarding School Sang
Surya, Kota Mataram. Universitas Muhammadiyah Mataram,
Indonesia. Volume 3, Nomor 2.

Susiana N. 2020. Evaluasi Penerapan Sistem Peringatan Dini Bencana Longsor


Di Kampung Jatiradio, Desa Cililin, Kecamatan Cililin, Kabupaten
Bandung Barat. Jurnal Alami (e-ISSN: 2548-8635), Vol. 4 No. 1.

Alkhusna M, dkk. 2019. Pemetaan Kesiapsiagaan Komunitas Di SMP/MTs


Muhammadiyah Dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor Di
Kabupaten Karanganyar. Artikel Ilmiah Pendidikan Geografi. Vol :
4, No : 1.

vi
LAMPIRAN

vii
viii
ix
x

Anda mungkin juga menyukai