Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

BENCANA BANJIR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Bencana

Disusun Oleh:

1. Agun Fauji P1337420617088


2. Alif Rizqi Saputra P1337420617089
3. Arifin Jauhari P1337420617093
4. Fajar Gian Pratama P1337420617104
5. Fattah Dwi Arif P1337420617105
6. Fauzan Vega P1337420617106
7. Hana Aji Safitri P1337420617109
8. Irma Istiqomah W. P1337420617113
9. Lizzatul Munajah A. P1337420617116
10. Mei Puji Utami P1337420617118
11. Nur Azizah Faelasufah P1337420617122
12. Nufrida Nur Hidayah P1337420617122

PROGRAM STUDI S 1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

2018

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Segala puji syukur kami panjatkan kepada


Allah SWT yang mana telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahNya,
sehingga makalah yang berjudul “Bencana Banjir” ini telah selesai tepat pada
waktunya.
Guna untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Manajemen Bencana
Terimaksih kami ucapkan kepada Ibu Sri Widiyati SKM, M.Kes yang mana telah
membantu kami dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini.
Dan juga pihak – pihak lain yang telah membantu kami dalam menyusun
makalah ini. Kami sadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita dalam mengembangkan profesionalisme
keperawatan di Indonesia. Saya ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum. Wr.
Wb.

Semarang, 3 April 2018


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ............................................................................................. 3
B. Dasar Hukum.................................................................................... 5
C. Analisa Kasus ................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN
A. Penanganan Bencana Banjir ............................................................. 11
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi apabila meluapnya tubuh
air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya. Banjir
merupakan ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak
merugikan. Sungai-sungai di Indonesia 30 tahun terakhir ini mengalami
peningkatan termasuk di daerah Bengawan Solo. Bencana banjir termasuk
bencana alam yang pasti terjadi pada setiap datangnya musim penghujan.
Banjir disebabkan oleh alam atau ulah manusia sendiri. Banjir juga bisa
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor hujan, faktor hancurnya retensi
Daerah Aliran Sungai (DAS). Banjir adakalanya terjadi dengan waktu yang
cepat dengan waktu genangan yang cepat pula, tetapi adakalanya banjir terjadi
dengan waktu yang lama dengan waktu genangan yang lama pula. Banjir bisa
terjadi karena curah hujan yang tinggi, luapan dari sungai, tanggul sungai yang
jebol, luapan air laut pasang, tersumbatnya saluran drainase atau bendungan
yang runtuh. Banjir berkembang menjadi bencana jika sudah mengganggu
kehidupan manusia dan bahkan mengancam keselamatannya. Penanganan
bahaya banjir bisa dilakukan dengan cara struktural dan nonstruktural.
Banjir merupakan bencana alam yang sudah terjadi dari dahulu hingga
sekarang. Tidak sedikit wilayah di Indonesia, mengalami banjir setiap
tahunnya. Faktanya, 60% penduduk Indonesia menempati Pulau Jawa dan
kepadatannya mencapai seribu orang/km2. 3 Jawa mempunyai kepadatan
penduduk yang tinggi, tetapi penduduk tidak menjaga lingkungan dan
membuang limbah sembarangan. Hal inilah yang mengakibatkan bencana
seperti banjir banyak melanda wilayah di Pulau Jawa.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari bencana banjir?
2. Apakah dasar hukum penanganan bencana?
3. Bagaimana analisis kasus pada bencana banjir?
4. Bagaimana pengerahan sumber daya manusia bencana banjir?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari bencana banjir.
2. Untuk mengetahui dasar hukum penanganan bencana.
3. Untuk mengetahui analisis kasus pada bencana banjir.
4. Untuk mengetahui pengerahan sumber daya manusia bencana banjir.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
1. Bencana
Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas
alami (suatu peristiwa fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah
longsor) dan aktivitas manusia. Karena ketidakberdayaan manusia,
akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat, sehingga
menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan
sampai kematian.
Bencana alam juga dapat diartikan sebagai bencana yang
diakibatkan oleh gejala alam. Sebenarnya gejala alam merupakan
gejala yang sangat alamiah dan biasa terjadi pada bumi. Namun, hanya
ketika gejala alam tersebut melanda manusia (nyawa) dan segala
produk budidayanya (kepemilikan, harta dan benda), kita baru dapat
menyebutnya sebagai bencana.
Bencana menurut Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 24 pasal 1 Tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2. Banjir
Banjir adalah aliran yang melimpas tanggul alam atau tanggul
buatan dari suatu sungai . Banjir di suatu daerah dapat disebabkan oleh
dua hal yaitu peristiwa alam, dan aktifitas manusia. Banjir karena

3
peristiwa alam disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi dan lama
curah hujan, topografi, kondisi tanah, penutupan lahan, dan
pendangkalan alamiah. Banjir karena ulah manusia disebabkan oleh
kerapatan penduduk, jaringan drainase yang buruk, banjir juga bisa
disebabkan oleh perubahan tataguna lahan, pembangunan permukiman
dan kegiatan-kegiatan lain di dataran banjir (Suhandini, 2011)
Banjir yang terus berlangsung di Indonesia disebabkan oleh empat
hal yaitu faktor hujan yang lebat, penurunan resistensi DAS terhadap
banjir, kesalahan pembangunan alur sungai dan pendangkalan sungai.
Faktor hujan merupakan faktor alami yang dapat menyebabkan banjir
namun faktor ini tidak selamanya menyebabkan banjir karena
tergantung besar intensitasnya

3. Macam-Macam Banjir
Menurut Suripin (2014), Sumber banjir dapat dibedakan menjadi 3
macam, yaitu:
a. Banjir kiriman, aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu di
luar kawasan yang tergenang. Hal ini dapat terjadi jika hujan yang
terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi
kapasitas sungainya atau banjir kanal yang ada sehingga ada
limpasan.
b. Banjir lokal, genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di
daerah itu sendiri. Hal ini dapat terjadi kalau hujan melebihi
kapasitas drainase yang ada.
c. Banjir rob, banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air
pasang dan/atau air balik dari saluran drainase akibat terhambat
oleh air pasang

4
B. Dasar Hukum

Dasar Hukum penyusunan Pedoman Manajemen SDM Kesehatan


dalam Penanggulangan Bencana adalah sebagai berikut :

1. TAP MPR Nomor IV tahun 1999 tentang Garis-garis Besar Haluan


Negara
2. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
1992 No. 100, Tahmbahan Lembaga Negara No. 3495)
3. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaga Negara
Tahun 2004 No. 125, Tambahan Lembaga Negara No. 4437)
4. UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan
Pemerintah Daerah.
5. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi
(Lembaran Negara Tahun 2000 No. 54), Tambahan Lemaran Negara No.
3952.
6. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2996 Tentang Tenaga Kesehatan
7. Keputusan Presiden No. 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi
Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi
8. Keputusan Sekretaris Badan Koordinasi Naional Penanggulangan
Bencana dan Penanganan Pengungsi No. 2 Tahun 2001 tentang Pedoman
Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi.
9. Keputusan Menteri Kesehatan No. 979/Menkes/SK/IX/2001 tentang
Prosedur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan
Penanganan Pengungsi.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Kesehatan.
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1362/Menkes/SK/XII/2001 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional

5
Penanggulangan Masalah Kesehatan akibat Kedaruratan dan Bencana
Tahun 2002-2005.
12. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman Pedoman Penyusunan
Perencanaan SDM Kesehatan di Tingkat Provinsi, Kab/Kota serta Rumah
Sakit.
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
876/Menkes/SK/XI/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan Lain.
14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

C. Analisa Kasus
1. Contoh Kasus
Banjir bandang yang terjadi Sabtu (29/4/2017) melanda 5 dusun
2 desa yaitu Dusun Nipis, Dusun Sambungrejo, Dusun Karanglo di
Desa Sambungrejo; dan Dusun Deles, Dusun Kalisapi di Desa
Citrosono Kecamatan Grabag Kabupaten Magelang. Hingga Minggu
(30/4/2017) sore, terdapat 10 korban meninggal dunia dan 4 korban
luka berat yang berasal dari Dusun Nipis dan Dusun Sambungrejo.
Disampaikan, hingga saat ini sebanyak 46 KK atau 170 jiwa
mengungsi di masjid dan di rumah warga. Sebanyak 71 rumah
mengalami kerusakan akibat banjir bandang yaitu 25 unit rumah rusak
berat, 12 unit rusak ringan, dan 34 unit rumah terdampak. Menurut dia,
pendataan masih terus dilakukan oleh BPBD Kabupaten Magelang.
Untuk mempercepat penanganan darurat pascabanjir bandang,
sambung dia, Bupati Magelang telah menetapkan status tanggap
darurat selama 7 hari yaitu 29/4/2017 hingga 5/5/2017. Dikatakan,
komando tetap berada di Pemda Kabupaten Magelang didampingi
BNPB dan BPBD Provinsi Jawa Tengah dibantu berbagai pihak.
Dengan adanya status tanggap darurat maka ada kemudahan akses

6
dalam pengerahan sumberdaya, personil, anggaran dan lainnya guna
mempercepat penanganan darurat.
"Lebih dari 1.500 personil gabungan terlibat dalam penanganan
darurat pada Minggu (30/4/2017). Gubernur Provinsi Jawa Tengah
telah mengunjungi lokasi bencana, memberikan bantuan dan arahan
agar dipercepat pencarian, penyelamatan dan evakuasi korban. BPBD
tetangga di sekitar Jawa Tengah diperintahkan membantu BPBD
Magelang dengan mengerahkan personil dan bantuan logistik,"
ujarnya.
Operasi tanggap darurat melibatkan personil dari BNPB, BPBD
Provinsi Jawa Tengah, BPBD Magelang, BPBD Klaten, BPBD
Boyolali, BPBD Temanggung, BPBD Wonosobo, BPBD Kudus, TNI,
Polri, Basarnas, Dinkes, Dishub Magelang, DPU (Binamarga Jawa
Tengah dan Kab. Magelang), SAR Kab. Magelang, PMI, komunitas
relawan seperti MDMC, Tagana, NU, dan lainnya dibantu masyarakat.
Operasi pencarian korban hilang dibagi menjadi 3 sektor yaitu Sektor
A operasi di Dsn. Sambungrejo, Ds. Sambungrejo; Sektor B operasi di
Dsn. Nipis; dan Sektor C, operasi di Dsn. Deles Desa Citrosono. Alat
berat dikerahkan. Listrik di Dusun Sambungrejo telah hidup kembali.
Pada pukul 14.30 Wib operasi SAR dihentikan karena hujan.
Pencarian, penyelamatan dan evakuasi akan dilanjutkan kembali besok
pagi. Posko Bersama telah didirikan dan malam ini akan dilakukan
rapat koordinasi.

2. Analisa Kasus
a. Situasi daerah dan Waktu kejadian
Lokasi kejadian berada di 2 desa di Kecamatan Grabag, Kabupaten
Magelang, Provinsi Jawa tengah. Dimana lokasi terjadinya bencana
berada di bawah kaki pegunungan andong dan telemoyo.
1) Desa Sambungrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang
secara geografis terletak pada koordinat : 7⁰21’29.32” Lintang

7
Selatan dan 110⁰21’27.24” Bujur Timur waktu kejadian Sabtu,
29 April 2017 sore hari.
2) Desa Citrosono, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang
secara geografis terletak pada koordinat : 7⁰21’27.51” Lintang
Selatan dan 110⁰21’17.29” Bujur Timur waktu kejadian Sabtu,
29 April 2017 sore hari.
b. Kondisi bencana dan dampak yang ditimbulkan
Banjir bandang yang menimpa Desa Sambungrejo dan desa
Citrosono, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Provinsi
Jawa Tengah berupa Banjir dengan arus pekat yang berasal dari
material rombakan berupa lumpur, bongkahan batuan dan material
kayu pepohonan. Sebanyak 46 KK atau 170 jiwa mengungsi di
masjid dan di rumah warga. Sebanyak 71 rumah mengalami
kerusakan akibat banjir bandang yaitu 25 unit rumah rusak berat,
12 unit rusak ringan dan mengakibatkan 10 orang meninggal, 4
orang luka berat dan 2 orang masih dalam pencarian.
c. Kondisi daerah bencana
1) Secara umum topoografi di klokasi banjir bandang berupa kaki
perbukiran gunung Telomoyo dan Andong dengan ketinggian ±
860 mdpl.
2) Berdasarkan pengamatan citra satelit lokasi terjadinya bencana
memiliki kemiringan ari sedang hingga curam.
3) Arah aliran sungai berasal dari lereng gunung Telomoyo
dengan arah aliran dari Timurlaut-Baratdaya dengan karakter
sungai berbentuk V dan lebar sungau berskala kecil.
4) Berdasarkan peta Geologi Lembar Magelang dan Semarang
(Robert E. Thaden, Herli SUmardidja dan Paul W. Richards,
1975) bantuan penyusun di daerah bencana terdiri dari breksi
gunungapi hasil aktifitas gunungapi Telomoyo yang berumur ±
11.500 tahun yang lalu.
d. Faktor penyebab terjadinya banjir bandang

8
1) Curah hujan yang tinggi dengan durasi lama sebelum terjadi
gerakan tanah.
2) Adanya aktivitas gerakan tanah pada daerah hulu sungai akibat
dari intensitas hujan yang tinggi dan membendung sungai di
daerah hulu.
3) Kondisi batuan dan tanah di sekitaran lokasi kejadian yang
mudah jenuh dan menyebabkan longsor.
4) System drainase pada daerah aliran sungai yang terlalu sempit.
5) Jebolnya tanggul yang dibentuk oleh material gerakan tanah
sehingga membawa material llongsoran bersama dengan air
yang dibendung.
6) Debit banjir yang lebih besar dari kapasitas pengaliran. Debit
banjir pada saat kejadian mencapai 19,24 m3/detik, sementara
kapasitas pangaliran sungai hanya 5,48 m3/detik. Jadi sekitar
14 m3/detik meluap du sepanjang sempadan sungai sehingga
mencapai ketinggian 3 meter.
7) Kondisi perbukitan dan tata guna lahan yang kirang baik
sehingga aliran air hujan tidak dapat meresap ke tanah dan
akhirnya mengalir menjadi aliran permukaan.
e. Mekanisme terjadinya Banjir bandang
Adanya hujan deras dalam waktu yang lama menyebabkan
air hujan sebagian meresap ke dalam tanah melalui retakan dan
ruang antar pori sehingga menyebabkan batuan dan tanah disekitar
lereng menjadi longsor. Material longsoran tersebut menutup aliran
sungai sehingga membendung aliran sungai, intensitas hujan yang
sangat tinggi menyebabkan meluapnya bendungan oleh material
longsoran dan menyebabkan bendungan jebol dengan arus yang
kuat membawa material hasil longsoran berupa bongkah batuan,
lumpur dan material pepohonan. Dengan cepat banjir tersebut
menerjang pemukiman warga dan mengendapkan material hasil

9
longsoran di sungai sehingga banjir pun meluap ke pemukiman
warga dan merusak segala yang dilaluinya.

10
BAB III
PEMBAHASAN

A. Penanganan Bencana Banjir


1. Penanganan Pra Bencana
Mitigasi dalam bencana banjir terbagi menjadi 2 macam, yaitu mitigasi
secara struktural dan mitigasi secara non-struktural. Berikut adalah
penjelasan dari masing-masing mitigasi.
a. Mitigasi Struktural
Mitigasi Struktural adalah upaya yang dilakukan demi
meminimalisir bencana seperti dengan melakukan pembangunan
danal khusus untuk mencegah banjir dan dengan membuat rekayasa
teknis bangunan tahan bencana, serta infrastruktur bangunan tahan
air. Dimana infrastruktur bangunan yang tahan air nantinya
diharapkan agar tidak memberikan dampak yang begitu parah
apabila bencana tersebut terjadi.
Beberapa contoh yang dapat dilakukan dengan metode mitigasi
struktural adalah :
1) Membangun tembok pertahanan dan tanggul – Sangat
dianjurkan untuk membangun tembok pertahanan dan tanggul
di sepanjang aliran sungai yang memang rawan apabila terjadi
banjir, seperti kawasan yang dekat dengan penduduk. Hal ini
sangat membantu untuk mengurangi resiko dari bencana banjir
yang kerap terjadi pada tingkat debit banjir yang tidak bisa
diprediksi. Misalnya adalah banjir bandang.
2) Mengatur kecepatan aliran dan debit air – Diusahakan untuk
memperhatikan kecepatan aliran dan debit air di daerah hulu.
Yang dimaksud disini adalah dengan mengatur aliran masuk
dan keluar air di bagian hulu serta membangun bendungan /
waduk guna membendung banjir.

11
3) Membersihkan sungai dan pembuatan sudetan – Pembersihan
sungai sangatlah penting, dimana hal ini untuk mengurangi
sedimentasi yang telah terjadi di sungai, cara ini dapat
diterapkan di sungai yang memiliki saluran terbuka,
tertutup ataupun di terowongan.
b. Mitigasi Non-Struktural
Mitigasi non-struktural adalah upaya yang dilakukan selain mitigasi
struktural seperti dengan perencanaan wilayah dan & asuransi.
Dalam mitigasi non-struktural ini sangat mengharapkan dari
perkembangan teknologi yang semakin maju. Harapannya adalah
teknologi yang dapat memprediksi, mengantisipasi & mengurangi
resiko terjadinya suatu bencana.
Beberapa contoh yang dapat dilakukan dengan metode mitigasi non-
struktural adalah :
1) Pembentukan LSM – Membentuk LSM yang bergerak dalam
bidang kepedulian terhadap bencana alam dan juga mengadakan
kampanye peduli bencana alam kepada masyarakat, agar
masyarakat lebih sadar untuk selalu siap apabila bencana alam
terjadi.
2) Melakukan Pelatihan dan Penyuluhan – Melatih, mendidik dan
memberikan pelatihan kepada masyarakat akan bahaya banjir
yang disertai dengan pelatihan lapangan.
3) Membentuk Kelompok Kerja atau POKJA – Dimana dalam
kelompok tersebut didalamnya beranggotakan instansi terkait
untuk melakukan dan menetapkan pembagian peran dan kerja
untuk penanggulangan benjana bajir.
4) Mengevaluasi Tempat Rawan Banjir – Melakukan pengamatan
dan penelusuran di tempat yang rawan banjir, sehingga apabila
ada tanggul yang sudah tidak kuat segera diperbaiki.

12
5) Memperbaiki Sarana dan Prasarana – Mengajukan proposal
untuk pembangunan perbaikan sarana dan prasarana yang
memang sudah tidak layak.
6) Menganalisa Data-data yang Berkaitan dengan Banjir –
Mengevaluasi dan memonitor data curah hujan, debit air dan
informasi yang berkaitan dengan banjir seperti daerah yang
rawan banjir dan mengidentifikasi daerah yang rawan
banjir tersebut. Apakah memang ada tanggul yang rusak atau
memang daerah tersebut sangat berbahaya apabila ditempati.
7) Membuat Mapping – Membuat peta sederhana untuk daerah
yang rawan banjir disertai dengan rute pengungsian, lokasi
POSKO dan lokasi pos pengamat banjir.
8) Menguji Peralatan dan Langkah Selanjutnya – Menguji sarana
sistem peringatan dini terhadap banjir serta memikirkan
langkah selanjutnya apabila sarana tersebut belum tersedia.
9) Menyiapkan Persediaan Sandang, Papan dan Pangan –
Mempersiapkan persediaan tanggap darurat seperti menyediakan
bahan pangan, air minum dan alat yang akan digunakan ketika
bencana banjir terjadi.
10) Membuat Prosedur Operasi Standar Bencana Banjir –
Merencanakan Prosedur Operasi Standar untuk tahap tanggap
darurat yang nantinya melibatkan semua anggota yang bertujuan
untuk mengidentifitasi daerah rawan banjir, identifikasi rute
evakuasi, mepersiapkan peralatan evakuasi dan juga tempat
pengungsian sementara.
11) Mengadakan Simulasi Evakuasi – Melakukan percobaan
pelatihan evakuasi apabila bencana banjir terjadi dan
menguji kesiapan tempat pengungisan sementara
beserta perlengkapan dalam pengungsian.

13
12) Mengadakan Rapat – Mengadakan rapat koordinasi di
berbagai tingkat dan utamanya adalah instansi
pemerintah tentang pencegahan bencana banjir.

2. Penanganan Saat Bencana


Selain mitigasi bencana banjir, kita juga perlu mengetahui langkah apa
saja yang dapat dilakukan ketika saat terjadi banjir dan apabila banjir
tersebut sudah terjadi.
Tindakan Ketika Saat Terjadi Banjir :
a. Jangan panik dan berusaha untuk bisa menyelamatkan diri.

b. Pada saat terjadi bencana banjir, warga sekitar dihimbau untuk


memantau perkembangan cuaca di tempat kejadian. Apabila hujan
secara terus menerus tidak berhenti dan bertambah lebat, maka
warga sekitar sebaiknya segera pergi ke tempat yang lebih aman
yang telah diberitahukan oleh LSM.
c. Masyarakat yang terkena bencana banjir dihimbau agar tetap
menjaga kesehatan mereka agar tidak menambah korban akibat
bencana banjir. Karena ketika bencana banjir datang, nantinya akan
dilakukan evakuasi yang sangat membutuhkan banyak tenaga warga.
d. Apabila air yang datang lagi, secepat mungkin untuk menjauhinya
dan segera mungkin untuk menyelamatkan diri dengan menuju ke
tempat yang aman ataupun ke tempat yang lebih tinggi. Apabila
terjebak dalam rumah atau bangunan ketika bencana banjir terjadi,
sebisa mungkin mengambil benda untuk mengapung agar tidak
tenggelam.
e. Berhati-hatilah dengan listrik kabel yang masih dialiri listrik.
f. Menyelamatkan dokumen dokumen penting.
g. Ikut serta aktif dalam tenda pengungsian dengan membantu
keperluan yang memang membutuhkan banyak tenaga seperti
membantu mendirikan tenda, membantu dapur umum, membantu
mencari air bersih dan hal yang lainnya.

14
h. Diusahakan untuk bijak dalam menggunakan air bersih.
i. Membantu mereka yang membutuhkan tempat tinggal dan kesehatan
bagi mereka yang memang terluka akibat bencana banjir tersebut.

3. Penanganan Pasca Bencana

Pada tahap awal (fungsionalisasi) dilakukan perbaikan sarana,


prasarana dan fasilitas umum yang rusak akibat bencana hingga pada
tingkat dapat berfungsi kembali secara minimal dengan melibatkan
seluruh unsur masyarakat agar kehidupan masyarakat dapat segera
dipulihkan kembali. Selanjutnya dilakukan inventarisasi dan pengkajian
dalam rangka persiapan rehabilitasi dan rekonstruksi atas sarana,
prasarana dan fasilitas umum yang rusak akibat bencana oleh SATLAK
PBP pada masing-masing lokasi bencana (Bakornas, 2005).

Rehabilitasi adalah kegiatan untuk memulihkan dan


memfungsikan kembali sumberdaya kesehatan guna mengurangi
penderitaan korban (Depkes, 2009). Rehabilitasi juga diartikan sebagai
upaya perbaikan dan pemulihan pada semua aspek pelayanan publik
atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pascabencana (BNPB, 2007). Rekonstruksi adalah
kegiatan untuk membangun kembali berbagai kerusakan akibat
bencana secara lebih baik dari keadaan sebelumnya dengan telah
mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana di masa yang akan
datang (Depkes,2009).

Rekonstruksi juga dapat diartikan sebagai upaya pembangunan


kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah
pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat
dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
pereknomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan

15
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pasca bencana (BNPB, 2007).

4. Pengerahan Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang


memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan,
daya dan karya. Semua potensi sumber daya manusia tersebut
berpengaruh terhadap upaya organisasi dalam mencapai tujuan. Sumber
daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu, dan siaga dalam
mencapai tujuan- tujuan organisasi. Bagi organisasi, ada tiga sumber
daya strategis yang mutlak harus dimiliki untuk dapat menjadi sebuah
organisasi yang unggul yaitu financial resources (dana/modal), human
resources (modal insani), informational resources (informasi- informasi
untuk membuat keputusan strategis ataupun taktis). Sumber daya
manusia/modal insani yang mempunyai kualitas yang sesuai dengan
organisasi merupakan sumber daya yang paling sulit dikelola dan
diperoleh (Sutrisno, 2009).

Sumber daya manusia kesehatan adalah seseorang yang bekerja


secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal
kesehatan maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan (Depkes, 2009).
Sumber daya manusia kesehatan adalah tenaga kesehatan profesi
termasuk tenaga kesehatan strategis dan tenaga kesehatan non profesi
serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja
serta mengabdikan dirinya seperti dalam upaya dan manajemen
kesehatan (Depkes, 2009).

Sumber daya manusia adalah faktor sentral dalam suatu


organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat
berdasarkan berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam
pelaksanaan misinya dikelola dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia

16
merupakan faktor strategis dalam semua kegiatan institusi/organisasi
(Yuniarsih & Suwatno, 2008). Sumber daya manusia merupakan daya
(tenaga atau kekuatan) yang bersumber dari manusia (Sedarmayanti,
2009).

SDM merupakan kemampuan yang dimiliki setiap manusia.


Sumber daya manusia terdiri dari daya pikir dan daya fisik setiap
manusia. Tegasnya kemampuan setiap manusia ditentukan oleh daya
pikir dan daya fisiknya. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan
penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana gempa tentunya,
sumber daya manusia kesehatan menjadi hal yang sangat penting yang
merupakan pelaksana teknik atau pelaksana kegiatan operasional saat
terjadi bencana maupun pasca bencana.

Dalam Kepmenkes RI Nomor 876/Menkes/SK/XI/2006


tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Penanganan Krisis dan Masalah
Kesehatan Lain, disebutkan bahwa penanganan krisis dan masalah
kesehatan lain lebih menitikberatkan kepada upaya sebelum terjadinya
bencana yaitu upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan.
Kesiapsiagaan yang dimaksudkan adalah kesiapsiagaan sumber daya
sebelum menghadapi masalah kesehatan yang timbul akibat terjadinya
bencana, termasuk bencana gempa. Jadi kesiapsiagaan merupakan
serangkaian kegiatan pada tahap pra bencana yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana yang akan terjadi.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor


21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana,
kesiapsiagaan merupakan bentuk operasional penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada situasi terdapat potensi bencana dengan
salah satu bentuk kegiatannya yang terkait dengan sumber daya manusia
adalah :

a. Pengorganisasian

17
b. Penyuluhan
c. Pelatihan dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat

18
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Banjir adalah aliran
yang melimpas tanggul alam atau tanggul buatan dari suatu sungai . Banjir di
suatu daerah dapat disebabkan oleh dua hal yaitu peristiwa alam, dan aktifitas
manusia.
Penanganan bencana banjir meliputi penanganan pra bencana,
penanganan saat bencana, penanganan pasca bencana, dan pengerahan sumber
daya manusia. Penanganan bencana harus dilakukan dengan optimal dengan
melibatkan berbagai pihak secara seimbang, dengan tujuan untuk
mengembalikan kehidupan atau normalisasi semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat ke kondisi semula setelah terjadi bencana.
B. SARAN
1. Pemerintah agar tetap konsisten menjaga prinsip badan penanganggulan
bencana dan memberikan pendidikan sejak dini kepada masyarakat tentang
pencegahan dan penganggulangan bencana, terutama di daerah-daerah yang
berrisiko tinggi akan bencana agar masyarakat siap siaga dalam menghadapi
bencana.
2. Masyarakat agar tetap siap siaga dalam menghadapi bencana dengan cara
menyadari, belajar, dan berpartisipasi dalam mencegah dan menanggulangi
bencana.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Undang undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana

Badan Nasional Penanggulanan Bencana. (2007). Pengenalan Karakteristik


Bencana dan Upaya Mitigasinya. Jakarta : BNPB

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009) Pedoman Puskesmas dalam


Penanggulangan Bencana. Jakarta: DepKes RI.

Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung :


CV. Mandar Maju

Suhandini, Purwadhi. 2011. Banjir Bandang Di DAS Garang Jawa Tengah.


Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Suripin. 2014. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta : Andi.

Sutrisno, A. (2009). Kearifan Lokal di Bengkulu. Mimbar bebas diunduh 3


April 2017 dari situs: http://www.antonsutrisno.webs.com

Yayan Isro Roziki. 2011. www.tribunnews.com. [Online].


http://jateng.tribunnews.com/2017/05/01/sudah-10-orang-meninggal-
akibatbanjir-bandang-magelangdan71-rumah-rusak-parah. Diakses pada
tanggal 3 April 2018 pukul 20.00 WIB.

Yuniarsih, T., & Suwatno. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung :
Alfabeta

20

Anda mungkin juga menyukai