Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KEMARITIMAN

“POTENSI DAN MITIGASI BENCANA DI LAUT”

“Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Nilai Mata Kuliah Kemaritiman”

OLEH :
KELAS : B – D3 FARMASI
2022 KELOMPOK : II (DUA)
1. ARAYAN MOKOAGOW (821322030)
2. NADIA DG AKUBA (821322038)
3. PUTRI ANDI ADELIANI UMAR (821322052)

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN
KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2023
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Subhanahu WaTa'ala, yang
mana telah memberikan kami hidayah, kekuatan, petunjuk, serta kesehatan yang
melimpah ruah, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan ini walaupun dalam
bentuk yang sederhana. Tidak lupa pula kami hanturkan rasa kebersamaan kami,
kecintaan saya, kepada Baginda Nabiyullah Muhammad Salallahu Alaihi
Wasalam, yang mana berkat beliau pulalah ilmu dan amal dalam agama islam
dapat dicapai dan dihanturkan, berkat jasa-jasa serta pengorbanan beliau, shalawat
serta salam kita tuntunkan beserta kepada keluarga dan para sahabatnya.
Pada kesempatan ini, dibuatlah Makalah Kemaritiman, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan makalah ini tidak akan terselesaikan
tanpa bantuan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, laporan ini tidak
dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Untuk itu kami masih mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.

Gorontalo, Mei 2023

Kelompok II

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................3
2.1 Potensi Bencana Di Laut.................................................................3
2.2 Mitigasi Bencana Di Laut................................................................4
BAB III PENUTUP.....................................................................................16
3.1 Kesimpulan....................................................................................16
3.2 Saran..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis pantai lebih
dari 95.000 km dan juga memiliki lebih dari 17.504 pulau. Keadaan tersebut
menjadikan Indonesia termasuk ke dalam Negara yang memiliki kekayaan
sumberdaya perairan yang tinggi dengan sumberdaya hayati perairan yang sangat
beranekaragam. Keanekaragaman sumber daya perairan Indonesia meliputi
sumberdaya ikan maupun sumberdaya terumbu karang. Terumbu karang yang
dimiliki Indonesia luasnya sekitar 7.000 km2 dan memiliki lebih dari 480 jenis
karang yang telah berhasil dideskripsikan. Luasnya daerah karang yang ada
menjadikan Indonesia sebagai Negara yang memiliki kenekaragaman ikan yang
tinggi khususnya ikan-ikan karang yaitu lebih dari 1.650 jenis spesies ikan.
Selain itu, Indonesia juga dikenal oleh dunia sebagai negara kepulauan
terbesar yang memiliki kondisi konstelasi geografis yang sangat strategis, karena
wilayah Indonesia terletak pada posisi silang dunia yaitu di antara dua benua dan
dua samudera ( antara Benua Asia dan Australia serta di antara Samudera Pasifik
dan Hindia), sehingga dengan posisi geografis tersebut menyebabkan laut di
antara pulau-pulau menjadi alur laut yang sangat penting artinya bagi lalu lintas
pelayaran nasional maupun internasional. Disamping itu Indonesia memiliki
17.499 pulau, dengan luas perairan lautnya mencapai 5,9 juta km2 dan garis
pantai sepanjang
81.000 km2. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia sebagai center of gravity
kawasan Asia. Akan tetapi dengan kondisi seperti ini pula indonesia berada pada
pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia yang merupakan wilayah teritorial
yang sangat rawan terhadap bencana alam.
Keunikan yang lain dimiliki Indonesia adalah pertemuan dua pegunungan
sirkum pasifik dan sirkum mediterania yang menyebabkan Indonesia berada pada
lingkaran bola api ( ring of fire ). Keadaan ini menyebabkan banyak gunung api
aktif yang menyebar di Indonesia. Sehingga kadang kala pergerakan lempeng ini
menyebabkan daerah Indonesia rentan akan terjadinya bencana di sekitar daerah
Indonesia. Bencana siap datang kapan saja dan tidak dapat dipastikan kapan

1
waktu

2
terjadinya, untuk itu masyarakat di harapkan agar selalu siap siaga di setiap
kegiatan yang mereka laksanakan.
Klasifikasi bencana terbagi menjadi dua jenis yakni bencana yang
disebabkan oleh alam dan bencana yang disebabkan oleh non alam.Bencana non
alam di Indonesia bisa dikatakan jarang namun bukan berarti tidak pernah
terjadi.Sedangkan bencana alam bisa dikatakan sering terjadi di beberapa wilayah
di Indonesia mulai dari longsor, gempa bumi, gunung meletus, banjir atau bahkan
tsunami.
Kejadian bencana yang disebutkan diatas beberapa diantaranya adalah
bencana akibat geomorfologis dan bencana kelautan. Namun pada makalah ini
akan membahas mengenai bencana kelautan, yaitu “Potensi Dan Mitigasi Bencana
Laut”.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
1. Apakah potensi bencana yang dapat terjadi di laut ?
2. Bagaimanakah mitigasi bencana yang terjadi di laut ?
1.3. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Potensi bencana yang dapat terjadi di laut.
2. Mitigasi bencana yang terjadi di laut.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Potensi Bencana Di Laut
2.1.1 Pengertian Bencana Laut
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik
dalam factor alam dan / atau factor non alam maupun factor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan danpak psikilogis (UU NO.24 THN 2007).
Jadi, bencana laut adalah peristiwa atau fenomena yang terjadi dilaut
karena disebabkan oleh adanya faktor-faktor tertentu dari alam maupun dari
perbuatan manusia itu sendiri.
2.2.1 Jenis Jenis Bencana Yang Dapat Terjadi Di Laut
1. Tsunami
Tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan
permukaan laut secara vertical dengan tiba-tiba (Wikipedia). Tsunami terjadi
karena perubahan permukaan laut yang disebabkan oleh gempa bumi yang
berkusut dibawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, atau longsor bawah
laut. Gelombang tsunami dapat merambat hingga kecepatan 500-1000km/jam
2. Gelombang Badai
Gelombang badai Yaitu Gelombang yang terbentuk oleh angin yang
sangat kuat dengan Kecepatan angin lebih dari 91 Km/jam, Tinggi gelombang 7
meter – 30 meter, berbahaya bagi pelayaran dan pemukiman /bangunan di pantai
serta Dapat menyebabkan abrasi pantai. Contoh : Badai, typhoon / hurricane.
3. Kenaikan Permukaan Laut
Kenaikan permukaan laut adalah suatu peristiwa yang menimbulkan
naiknya permukaan air laut ke pesisir pantai kerena beberapa faktor.
4. El nino dan La nina
El-Nino adalah fenomena dimana terjadi peningkatan suhu permukaan laut
yang biasanya dingin yang menyebabkan upwelling dan biasanya kita
indikasikasikan dengan kekeringan pada daerah tersebut dan La-Nina adalah

4
fenomena dimana terjadi pendingginan suhu permukaan laut akibat menguatnya
upwelling dan biasanya kita indikasikan dengan banjir pada daerah tersebut.
5. Banjir
Banjir adalah salah satu bencana alam yakni peristiwa dimana
tergenangnya daratan oleh air yang berlebihan, dimana banjir juga dapat terjadi
karena aliran air yang berasal dari laut yang disebabkan adanya bencana badai
atau tsunami.
6. Abrasi Pantai
Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan
arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasa disebut juga erosi pantai.
2.2 Mitigasi Bencana Di Laut
2.2.1 Jenis Bencana Berdasarkan Penyebabnya
1. Bencana Alam
Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana non‐Alam
Bencana non-alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa ulah-ulah manusia yang
tidak bertanggung jawab.
2.2.2 Mitigasi Bencana
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU NO.24 pasal 1:9 TAHUN 2007).
Mitigasi dilakukan untuk mengurangi resiko bencana bagi masyarakat yang
berada pada kawasan rawan bencana.
1. Bentuk mitigasi
a). Mitigasi struktural: membuat cek dam, bendungan, tanggul sungai, rumah
tahan gempa, dll.
b). Mitigasi non-struktural: peraturan perundang undangan, pelatihan, dll.

5
2. Penanganan
bencana a). Kesiapsiagaan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna
(UU 24/2007). Misalnya: Penyiapan sarana komunikasi, pos komando, penyiapan
lokasi evakuasi, Rencana Kontinjensi, dan sosialisasi peraturan / pedoman
penanggulangan bencana.
b). Tanggap Darurat (response)
Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk
menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban
dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.
c). Bantuan Darurat (relief)
Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan dasar berupa :
1. pangan,
2. sandang
3. tempat tinggal sementara
4. kesehatan, sanitasi dan air bersih.
d). Pemulihan (recovery)
Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena bencana,
dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Upaya
yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik,
air bersih, pasar puskesmas, dll).
e). Rehabilitasi (rehabilitation)
Upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu
masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting,
dan menghidupkan kembali roda perekonomian.
f). Rekonstruksi (reconstruction)
Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial
danekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang
sama atau lebih baik dari sebelumnya.

6
2.3.2 Mitigasi Bencana Di Laut
1. Tsunami
Untuk menghindari bencana tsunami perlu upaya untuk tidak
mempertemukan unsur bahaya dan kerentanan dengan cara:
a. Menjauhkan kerentanan terhadap bahaya, misalnya memindahkan
penduduk ke tempat yang aman dari bahaya;
b. Mereduksi bahaya sampai sekecil mungkin, sehingga bahaya tidak
menerjang suatu kerentanan, misalnya pembangunan tembok penahan tsunami.
Kedua opsi ini terkadang sangat sulit untuk dilakukan karena menimbulkan
permasalahan sosial serta memerlukan biaya tinggi; kemudian
c. Mereduksi bahaya serta menaikan kapasitas dari suatu kerentanan dengan
cara adaptif atau akomodatif menggunakan menejemen risiko bencana.
Penerapan menajemen risiko bencana ini perlu dilakukan secara sistimatis
melalui kebijakan administratif, organisasi, kemampuan dalam operasional,
strategi dan implementasi serta kemampuan masyarakat untuk menghadapi
bencana sehingga dapat mengurangi dampak bahaya yang ditimbulkannya.
Menejemen risiko bencana ini mengkaji seluruh aktivitas baik dalam penanganan
struktural (structural measures) maupun non-struktural (nonstructural measures)
untuk menghindarkan (preventif) atau untuk mengurangi (mitigasi dan
preparedness) efek yang ditimbulkan oleh bahaya tsunami. Penanganan struktural
untuk tsunami meliputi sistem perlindungan pantai dengan membangun tembok
penahan ombak berupa breakwater, seawall, dan pintu air yang dikenal sebagai
hard protection, dan perlindungan dengan menggunakan vegetasi pantai
(mangrove dan coastal forest), sand dune dan terumbu karang atau dikenal sebagai
soft protection. Selanjutnya untuk penanganan non-struktural meliputi: undang-
undang dan peraturan pemerinatah; penegakan hukum; organisasi pemerintah dan
non pemerintah yang terkait dengan penanganan bencana (PMI, ambulans dan
tenaga medis, pemadam kebakaran, Karang Taruna dan lain lain); penyediaan peta
bahaya dan risiko tsunami, serta peta jalur evakuasi; konsep penataan ruang yang
akrab bencana tsunami, sistem peringatan dini (TEWS), pendidikan masyarakat,
serta penyiapan fasilitas-fasilitas penyangga hidup (life line).

7
2. Gelombang Badai
Fenomena gelombang badai muncul berkaitan dengan fenomena
meteorologi berupa tiupan angin yang kemungkinan waktu terjadinya relatif
teratur sepanjang tahun sesuai dengan perubahan musim. Dengan demikian,
prediksi atau peringatan dini akan terjadinya gelombang badai lebih mudah
dilakukan dari pada prediksi atau peringatan dini tsunami.
Mengenai sifat merusak dari gelombang badai ini, kemampuan merusak
dari gelombang badai memang kecil bila dibandingkan dengan tsunami seperti
yang melanda Propinsi Nagroe Aceh Darussalam pada 26 Desember 2004.
Meskipun demikian, untuk kondisi tertentu di suatu tempat tertentu, gelombang
badai bisa cukup kuat, seperti yang terjadi pada 11 Juni 2007 di Pantai Nobbys,
Newcastle, Australia. Gelombang badai yang terjadi di kawasan pesisir itu
mampu mengkandaskan kapal yang memuat batubara seberat 30.000 ton ke
pantai. Hal yang dapat dilakukan untuk memitigasi adalah dengan diadakannya
penghijauan di darat untuk merendam gaya angin yang ada.
3. Kenaikan Permukaan Laut
Meningkatnya emisi gas-gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2),
metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan chlorofluorokarbon (CFC) ke atmosmer
bumi telah menimbulkan efek rumah kaca (green house effect) yang
menyebabkan terperangkapnya radiasi matahari yang dipantulkan oleh permukaan
bumi di dalam atmosfer, mengakibatkan temperatur permukaan bumi dan
atmosfer terus bertambah sampai mencapai keseimbangan baru. Jumlah panas
yang masuk dan keluar atmosfer tidak berubah, tetapi jumlah panas yang
tersimpan di bumi dan atmosfer semakin meningkat sehingga menaikkan
temperatur permukaan bumi dan atmosfer. Temperatur rata-rata permukaan Bumi
adalah sekitar 15 °C. Selama seratus tahun terakhir, temperatur rata-rata ini telah
meningkat sebesar 0,6 °C. IPCC (2001) memperkirakan pemanasan global dapat
menaikkan temperatur pemukaan bumi hingga 1,4 – 5,8 °C pada tahun 2100.
Kenaikan temperatur ini akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan
menghangatkan lautan, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan yang
pada tahun 2100 diperkirakan akan menaikkan permukaan laut dunia sekitar 9 –
88 cm.

8
Pemanasan global diperkirakan memberikan pengaruh yang signifikan
pada kenaikan muka air laut di abad ke-20 ini. Dampak fisis akibat kenaikan
permukaan laut antara lain meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir karena
efek pembendungan oleh adanya kenaikan permukaan laut. Pembendungan ini
mengakibatkan kecepatan aliran sungai di muara semakin berkurang dan laju
sedimentasi di muara akan bertambah yang akan mengakibatkan pendangkalan di
muara. Pendangkalan muara dan naiknya permukaan laut akan meningkatkan
frekuensi dan intensitas banjir di daerah di sekitar muara sungai. Naiknya
permukaan laut akan mengakibatkan mundurnya garis pantai akibat tergenangnya
wilayah pesisir yang landai, hilangnya daerah rawa dan meningkatnya erosi
pantai. Erosi wilayah pesisir akan diperbesar karena gelombang dapat masuk jauh
ke arah darat akibat naiknya permukaan laut. Kenaikan permukaan laut bahkan
dapat menenggelamkan pulau-pulau kecil. Intrusi air laut ke darat juga merupakan
masalah serius bagi daerah pesisir. Adanya pemanfaatan air tanah yang tidak
memperhitungkan keseimbangan mengakibatkan turunnya permukaan air tanah
yang akan memudahkan terjadinya intrusi air laut kedalam air tanah. Kenaikan
permukaan laut juga mengakibatkan volume air laut yang mendesak masuk ke
dalam sungai akan semakin besar. Air laut yang mendesak masuk jauh ke darat
melalui sungai ini merupakan masalah bagi wilayah pesisir yang menggantungkan
air bakunya dari sungai. Terjadinya kenaikan paras muka laut juga berdampak
terhadap keamanan bangunan pantai yang ada. Kenaikan paras muka laut
meningkatkan tinggi gelombang dan akan memperbesar frekuensi overtopping
bangunan pantai sehingga tingkat keamanan bangunan pantai menjadi berkurang.
Kenaikan permukaan laut juga berdampak pada ekosistem pantai akibat kenaikan
salinitasr air laut. Kenaikan salinitas air laut yang terjadi akibat kenaikan
permukaan laut akan mengakibatkan mangrove bermigrasi ke arah darat ke daerah
yang kurang asin. Spesies yang tidak tahan akan salinitas yang tinggi akan mati.
Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam termasuk
naiknya permukaan laut perlu dilakukan upaya mitigasi. Mitigasi dapat dilakukan
baik secara fisik (struktural) maupun secara non-fisik (nonstruktural). Pendekatan
fisik dilakukan melalui upaya teknis, baik buatan maupun alami, sedangkan
pendekatan

9
non-fisik menyangkut penyesuaian dan pengaturan kegiatan manusia agar sejalan
dan sesuai dengan upaya mitigasi baik fisik maupun upaya lainnya.
Dalam usaha untuk memperkecil dampak dari kenaikan permukaan laut
terdapat tiga strategi adaptif yaitu: retreat (mundur), accomodation (akomodasi)
dan protection (proteksi). Strategi mundur adalah meninggalkan daerah yang
rentan genangan akibat kenaikan permukaan laut dan melakukan kembali
penataan ruang, strategi. Akomodasi adalah melakukan adaptasi terhadap
perubahan lingkungan akibat genangan misalnya dengan membuat rumah
panggung, memodifikasi drainase dan lain lain, sementara strategi proteksi adalah
tindakan defensif untuk melindungi daerah pesisir terhadap rendaman, intrusi air
laut dan hilangnya sumber daya alam akibat naiknya permukaan air laut. Strategi
proteksi dilakukan dengan membangun tanggul (dikes) atau dinding pelindung
pantai (seawall)
4. El-Nino dan La-Nina
El-Nino, menurut sejarahnya adalah sebuah fenomena yang teramati oleh
para penduduk atau nelayan Peru dan Ekuador yang tinggal di pantai sekitar
Samudera Pasifik bagian timur menjelang hari natal (Desember). Fenomena yang
teramati adalah meningkatnya suhu permukaan laut yang biasanya dingin.
Fenomena ini mengakibatkan perairan yang tadinya subur dan kaya akan ikan
(akibat adanya upwelling atau arus naik permukaan yang membawa banyak
nutrien dari dasar) menjadi sebaliknya.. Di kemudian hari para ahli juga
menemukan bahwa selain fenomena menghangatnya suhu permukaan laut, terjadi
pula fenomena sebaliknya yaitu mendinginnya suhu permukaan laut akibat
menguatnya upwelling. Kebalikan dari fenomena ini selanjutnya diberi nama La-
Nina.
Fenomena ini memiliki periode 2-7 tahun. Jadi berdasarkan hal diatas
dapat kita memberi pengertian bahwa yang dimaksud dengan El-Nino adalah
fenomena dimana terjadi peningkatan suhu permukaan laut yang biasanya dingin
yang menyebabkan upwelling dan biasaya kita indikasikasikan dengan kekeringan
pada daerah tersebut dan La-Nina adalah fenomena dimanaterjadi pendingginan
suhu permukaan laut akibat menguatnya upwellig dan biasanya kita indikasikan
dengan banjir pada daerah tersebut.

1
Ketika Peru mengalami musim panas, arus laut dingin Humbolt
tergantikan oleh arus laut panas. Kuatnya penyinaran oleh sinar matahari pada
perairan di Pasifik Tengah dan Timur menyebabkan meningkatnya suhu dan
kelembapan udara pada atmosfer sehingga tekanan udara di Pasifik Tengah dan
Timur menjadi rendah. Hal ini diikuti oleh kemunculan awan-awan konvektif,
atau awan yang terbentuk oleh penyinaran matahari yang kuat.
Di sisi lain, di bagian Pasifik Barat awan sulit terbentuk. Daerah Pasifik
Barat contohnya adalah Indonesia, yang pada dasarnya cuacanya dipengaruhi oleh
angin muson, angin pasat, dan angin lokal walaupun sebenarnya pengaruh angin
muson yang lebih kuat berasal dari daratan Asia. Oleh karena sifat udara adalah
bergerak dari tekanan udara tinggi ke tekanan udara rendah, udara dari Pasifik
Barat akan bergerak ke Pasifik Tengah dan Timur. Hal ini menyebabkan awan
konvektif di atas Indonesia bergeser ke Pasifik tengah dan Timur.
Pada La Nina, atau kebalikan dari El Nino, fenomena tersebut terjadi saat
permukaan laut di Pasifik Tengah dan Timur suhunya lebih rendah dari biasanya
pada waktu-waktu tertentu. Kemudian, tekanan udara di kawasan Pasifik Barat
jadi menurun yang memungkinkan terbentuknya awan. Sebagai akibatnya,
tekanan udara di Pasifik Tengah dan Timur menjadi tinggi sehingga proses
pembentukan awan terhambat.
Sementara itu, di bagian Pasifik Barat, misalnya di Indonesia, tekanan
udara menjadi rendah sehingga mudah terbentuk awan cumulus nimbus. Awan ini
menimbulkan turunnya hujan lebat yang disertai petir. Seperti yang disebutkan
sebelumnya, sifat udara yang bergerak dari tekanan udara tinggi ke tekanan udara
rendah menyebabkan udara dari Pasifik Tengah dan Timur bergerak ke Pasifik
Barat. Hal ini menyebabkan awan konvektif di atas Pasifik Tengah dan Timur
bergeser ke Pasifik Barat.
Dampak yang paling nyata dari fenomena El Nino adalah kekeringan di
Indonesia yang menyebabkan langkanya air di sejumlah daerah dan kemudian
berakibat pada penurunan produksi pertanian karena tertundanya masa tanam.
Selain itu, meluasnya kebakaran hutan yang terjadi di beberapa wilayah di
Kalimantan dan Sumatera juga diindikasikan sebagai salah satu dampak dari

1
fenomena El Nino tersebut. Untuk La Nina, dampak yang paling terasa adalah hujan
deras yang juga menyebabkan gagal panen pada pertanian karena sawah tergenang.
Ada juga keuntungan dari El Nino, yaitu bergerak masuknya ikan tuna
yang berada di Samudera Hindia ke selatan Indonesia. Hal itu terjadi karena
perairan di timur samudera mendingin, sedangkan yang berada di barat Sumatera
dan selatan Jawa menghangat. Akibat proses ini, Indonesia mendapat banyak ikan
tuna, sebuah berkah yang perlu dimanfaatkan.
Seperti yang kita ketahui bahwa El-Nino bukan gejala yang disebabkan
oleh ulah manusia. El-Nino adalah peristiwa alam. Oleh sebab itu El-Nino tidak
bisa dicegah maupun dihentikan, maka kita hanya bisa mencoba mengurangi
dampak yang dihasilkan oleh El-Nino. Oleh sebab itu, tindakan yang dapat
dilakukan untuk beradaptasi dengan El-Nino adalah dengan memberikan
pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat dari jauh-jauh hari. Selain itu
pemerintah juga harus mempersiapkan segala upaya untuk mencegah besarnya
akibat yang dihasilkan oleh El-Nino, seperti membuat gerakan hemat air karena
El-Nino bisa membuat kemarau yang berkepanjangan, mengatur tata penggunaan
air, irigasi, termasuk ketersediaan air di waduk-waduk, dll.
Untuk menanggulangi La-Nina, hal yang harus dilakukan adalah
pembuatan waduk, restorasi / reboisasi hutan yang gundul untuk memperluas
resapan air, dan penertiban pembuangan sampah di daerah sungai
5. Banjir
Prinsip dasar pengendalian daerah kebanjiran secara teknis dilakukan
dengan meningkatkan dimensi palung sungai sehingga aliran air yang lewat tidak
melimpah keluar dari palung sungai, manajemen yang bisa dilakukan adalah
dengan membuat tanggul sungai yang memadai serta membuat waduk atau tandon
air untuk mengurangi banjir puncak. Untuk memenuhi kapasitas tampung palung
sungai, upaya lain yang bisa dilakukan seperti menambah saluran pembuangan air
dengan saluran sudetan (banjir kanal atau floodway). Disamping itu, pengetatan
larangan penggunaan lahan di bantaran sungai untuk bangunan, apalagi di badan
sungai juga diperlukan, serta larangan pembuangan sampah ke sungai atau saluran
drainase. Berdasarkan KepPres No. 32/1990 dan PP No. 47/1997, sempadan
sungai

1
yang harus merupakan kawasan lindung adalah lebar minimum dari bibir kiri-
kanan sungai ke arah darat yang berada : di luar pemukiman : 100 m, anak
sungai : 50 m, daerah pemukiman : 10 – 15 m, bertanggul (dari tepi luar tanggul) :
5m
Teknik pengendalian banjir di daerah kebanjiran umumnya dilakukan oleh
Departemen Pekerjaan Umum beserta institusi vertikalnya. Sedangkan teknik
pengendalian banjir di daerah tangkapan air bertumpu pada prinsip penurunan
koefisien limpasan melalui teknik konservasi tanah dan air, yakni : (1) upaya
meningkatkan resapan air hujan yang masuk ke dalam tanah, (2) dan
mengendalikan limpasan air permukaan pada pola aliran yang aman. Bentuk
teknik yang diaplikasikan dapat berupa teknik sipil, vegetatif, kimiawi, maupun
kombinasi dari ketiganya, sesuai dengan jenis penggunaan lahan dan karakteristik
tapak (site) setempat. Semua upaya tersebut sangat terkait dengan kemampuan
tanah/lahan dalam mengendalikan air hujan untuk bisa masuk ke dalam bumi,
termasuk vegetasi/hutan yang ada di atasnya. Jenis tanaman hutan yang sama
dimana yang satu tumbuh di atas lapisan tanah tebal dan satunya lagi di atas
lapisan tanah tipis, akan memiliki dampak yang berbeda dalam mengendalikan
limpasan air permukaan atau banjir.
Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana banjir antara lain:
1. Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir
dan dibuat bertingkat.
2. Pembangunan infrastruktur harus kedap air.
3. Pembangunan tembok penahan dan tanggul di sepanjang sungai, tembok
laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk
mengurangi bencana banjir.
4. Pembuatan tembok penahan dan tembok pemecah ombak untuk
mengurangi energi ombak jika terjadi badai atau tsunami untuk daerah pantai.
5. Memperhatikan karakteristik geografi pantai dan bangunan pemecah
gelombang untuk daerah teluk.
6. Pembersihan sedimen.
7. Pembangunan pembuatan saluran drainase.
8. Peningkatan kewaspadaan di daerah dataran banjir.

1
9. Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti cara
penyimpanan/pergudangan perbekalan, tempat istirahat/ tidur di tempat yang
aman (daerah yang tinggi).
10. Persiapan evakuasi bencana banjir seperti perahu dan alat - alat
penyelamatan lainnya.
6. Abrasi pantai
Secara detail penyebab abrasi pantai dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Penurunan Permukaan Tanah. (Land Subsidence)
Pemompaan Air tanah yang berlebihan untuk keperluan industri dan air
minum di wilayah pesisir akan menyebabkan penurunan tanah terutama jika
komposisi tanah pantai sebagian besar terdiri dari lempung/lumpur karena sifat-
sifat fisik lumpur /lepung yang mudah berubah akibat perubahan kadar air. Akibat
penurunan air tanah adalah berkurangnya tekanan air pori. Hal ini mengakibatkan
penggenangan dan pada gilirannya meningkatkan erosi dan abrasi pantai. Hal ini
menunjukkan bahwa potensi penurunan tanah cukup besar dan memberikan
kontribusi terhadap genangan (rob) pada saat air laut pasang.
b. Kerusakan Hutan Mangrove
Hutan Mangrove merupakan sumberdaya yang dapat pulih (sustaianable
resources) dan pembentuk ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di
wilayah pesisir. Mangrove memiliki peran penting sebagai pelindung alami pantai
karena memiliki perakaran yang kokoh sehingga dapat meredam gelombang dan
menahan sedimen. Ini artinya dapat bertindak sebagai pembentuk lahan (land
cruiser). Sayangnya keberadaan hutan mangrove ini sekarang sudah semakin
punah karena keberadaan manusia yang memanfaatkan kayunya sebagai bahan
bakar dan bahan bangunan.
c. Kerusakan akibat gaya-gaya hidrodinamika gelombang
Orientasi pantai yang relatif tegak lurus atau sejajar dengan puncak
gelombang dominan. Hal ini memberikan informasi bahwa pantai dalam kondisi
seimbang dinamik. Kondisi gelombang yang semula lurus akan membelok akibat
proses refrksi/difraksi dan shoaling. Pantai akan menanggai dengan
mengorientasikan dirinya sedemikian rupa sehingga tegak lurus arah gelombang

1
atau dengan kata lain terjadi erosi dan deposisi sedimen sampai terjadi
keseimbangan dan proses selanjutnya yang terjadi hanya angkutan tegak lurus
pantai (cros shore transport)
d. Kerusakan akibat sebab alam lain
Perubahan iklim global dan kejadian ekstrim misal terjadi siklon tropis.
Faktor lain adalah kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global (efek
rumah kaca) yang mengakibatkan kenaikan tinggi gelombang
e. Kerusakan akibat kegiatan manusia yang lain
- Penambangan Pasir di perairan pantai
- Pembuatan Bangunan yang menjorok ke arah laut
- Pembukaan tambak yang tidak memperhitungkan keadaan kondisi dan
lokasi
Untuk menanggulangi atau mencegah terjadinya abrasi pantai yaitu :
1. Pelestarian terumbu karang
Terumbu karang juga dapat berfungsi mengurangi kekuatan gelombang
yang sampai ke pantai. oleh karena itu perlu pelestarian terumbu karang dengan
membuat peraturan untuk melindungi habitatnya. ekosistem terumbu karang,
padang lamun, mangrove dan vegetasi pantai lainnya merupakan pertahanan alami
yang efektif mereduksi kecepatan dan energi gelombang laut sehingga dapat
mencegah terjadinya abrasi pantai. jika abrasi pantai terjadi pada pulau-pulau
kecil yang berada di laut terbuka, maka proses penenggelaman pulau akan
berlangsung lebih cepat.
2. Melestarikan tanaman bakau/mangrove
Fungsi dari tanaman bakau yaitu untuk memecah gelombang yang
menerjang pantai dan memperkokoh daratan pantai, selain untuk mempertahnakan
pantai, mangrove juga berfungsi sebagai tempat berkembangbiakan ikan dan
kepiting.
3. Melarang penggalian pasir pantai
Pasir pantai yang terus menerus diambil akan mengurangi kekuatan pantai.

1
4. Sedangkan pada pantai yang telah atau akan mengalami abrasi, akan
dibuatkan pemecah ombak atau talud untuk mengurangi dampak dari terjangan
ombak, tindakan ini sering juga disebut tindakan pencegahan secara teknis.

1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Indonesia merupakan negara kepulauan sekaligus termasuk negara meritim


yang memiliki potensi sumberdaya laut yang berlimpah. Akan tetapi di balik
kekayaan potensi sumber daya laut tersebut indonesia mengalami kondisi rawan
bencana kelautan karena terletak diantara dua benua dan dua samudra yang
memungkinkan bencana datang secara tiba-tiba. Bencana kelautan yang terjadi
dapat berupa tsunami, gelombang badai, naiknya permukaan laut, el nino dan la
nina, banjir dan abrasi pantai. Ketika bencana ini terjadi tidak dipungkiri akan
merenggut banyak korban jiwa maupun kerugian materi. Olehnya itu perlu adanya
pengetahuan tentang mitigasi bencana khususnya bencana kelautan, sehingga
dapat melakukan tindakan yang tepat sebelum terjadi bencana, saat terjadi
bencana dan setelah terjadi bencana.
3.2. Saran
Bencana merupakan peristiwa yang tidak dapat kita hindari tapi dapat kita
atasi. Untuk mengatasi bencana dibutuhkan pengetahuan akan tindakan yang tepat
yang harus dilakukan. Jadi di harapkan kepada semua pihak baik pemerintah
maupun masyarakat untuk lebih meningkatkan pengawasan, kewaspadaan dan
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana dengan memiliki pengetahuan tentang
mitigasi bencana.

1
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Mengelola Resiko Bencana Di Negara Maritim Indonesia. Institut
Teknologi Bandung. Bandung.
Indonesia, Undang Undang Tentang Penanggulangan Bencana. UU No 24 Tahun
2007.
Noor, Djauhari. 2014. Pengantar Mitigasi Bencana Geologi.Jakarta: Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai