Anda di halaman 1dari 11

RESUME

“ALUR DAN SOP CARDIAC ARREST”

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Emergency Nursing Skill

Oleh:
RINI WAHYUNI
C1AA16085

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
SUKABUMI
2020
ALUR DAN SOP CARDIAC ARREST

Cardiac Arrest
Kematian jantung mendadak atau cardiac arrest adalah berhentinya fungsi
jan-tung secara tiba-tiba pada seseorang yang telah atau belum diketahui men-
derita penyakit jantung. Hal ini terjadi ketika sistem kelistrikan jantung menjadi
tidak berfungsi dengan baik dan menghasilkan irama jantung yang tidak normal
(Manado, 2018).
Setelah terjadi henti jantung, seseorang akan mengalami henti napas dan
tidak terabanya denyut nadi yang menyebabkan hilangnya kesadaran. Kematian
akan terjadi dalam beberapa menit jika tidak segera ditolong (Putri & Sidemen,
2017).
Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar yang tidak teraba (karotis,
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis), pernafasan berhenti atau gasping,
tidak terdapat dilatasi pupil karena bereaksi terhadap rangsang cahaya dan pasien
tidak sadar (Ganthikumar, 2016).
Kejadian henti jantung merupakan salah satu kondisi kegawat - daruratan
yang banyak terjadi di luar rumah sakit. Angka kematian akibat henti jantung
masih sangat tinggi baik di negara - negara maju maupun yang masih
berkembang. Berdasarkan data dari the American Heart Association (AHA),
sedikitnya terdapat 2 juta kematian akibat henti jantung di seluruh dunia. Di
Jepang, Singapura, Malaysia, dan juga negara - negara asia lainnya, angka
kematian akibat henti jantung menempati urutan 3 besar penyebab kematian
terbanyak. Di Indonesia sendiri, banyak ditemukan laporan kematian mendadak
akibat masalah henti jantung (Muthmainnah, 2019).
Berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 2006 prevalensi penderita
henti jantung di Indonesia tiap tahunnya belum didapatkan data yang jelas, namun
diperkirakan sekitar 10 ribu warga (Sakinah et al., 2019).
Tatalaksana atau tindakan yang dapat diberikan pada kasus henti jantung
untuk dapat bertahan hidup adalah aktifkan chain of survival atau rantai
kelangsungan hidup yaitu tindakan saat pertama terjadi henti jantung sampai
perawatan setelah terjadi henti jantung. Rantai kelangsungan hidup meliputi Basic
Cardiac Life Support (BCLS) merupakan bantuan hidup jantung dasar dan
Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) merupakan bantuan hidup jantung
lanjut yang dapat diberikan pada pasien henti jantung (Sakinah et al., 2019).
Aspek dasar pertolongan pada henti jantung mendadak adalah bantuan
hidup dasar (BHD), aktivasi sistem tanggap darurat, RJP sedini mungkin, serta
dengan defibrilasi cepat menggunakan defibrillator eksternal otomatis atau
automatic external defibrillator (AED) (Putri & Sidemen, 2017).

Langkah–Langkah Bantuan Hidup Dasar Dewasa


Menurut (Putri & Sidemen, 2017), langkah–langkah bantuan hidup dasar
terdiri dari urutan pemeriksaan diikuti tindakan. Idealnya tindakan dapat
dilakukan secara simultan.

Mengenali Kejadian Henti Jantung dengan Segera


Pada saat menemukan orang dewasa yang tidak sadar, setelah memastikan
lingkungan aman, tindakan pertama adalah memastikan adanya respons, hal
tersebut dapat dilakukan dengan menepuk atau menggoncang korban dengan hati-
hati pada bahunya dan bertanya dengan keras. Pada saat bersamaan penolong
melihat apakah pasien tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping).
Pemeriksaan Denyut Nadi
Pemeriksaan denyut nadi pada orang dewasa dapat dilakukan dengan
merasakan arteri karotis. Lama pemeriksaan tidak boleh lebih dari 10 detik, jika
penolong secara definitif tidak dapat merasakan pulsasi dalam periode tersebut,
kompresi harus segera dilakukan. Cek nadi dilakukan secara simultan bersamaan
dengan penilaian napas pasien. Jika pernapasan tidak normal atau tidak bernapas
tetapi dijumpai denyut nadi, berikan bantuan napas setiap 5-6 detik. Nadi pasien
diperiksa setiap 2 menit. Hindari bantuan napas yang berlebihan, selama RJP
direkomendasikan dengan volume tidal 500- 700 mL, atau terlihat dada
mengembang.
Mengaktifkan Sistem Respons Emergensi
Jika pasien tidak menunjukkan respons dan tidak bernapas atau bernapas
tidak normal (gasping) maka perintahkan orang lain untuk mengaktifkan sistem
emergensi dan mengambil AED jika tersedia. Informasikan secara jelas lokasi
kejadian, kondisi, jumlah korban, nomor telepon yang dapat dihubungi, dan jenis
kegawatannya.
Bila pasien bernapas normal, atau bergerak terhadap respons, usahakan
mempertahankan posisi seperti saat ditemukan atau posisikan dalam posisi
recovery, panggil bantuan, sambil memantau tanda-tanda vital korban secara
terus-menerus sampai bantuan datang.

Mulai Siklus Kompresi Dada dan Bantuan Napas


Kompresi dada yang efektif sangat penting untuk mengalirkan darah dan
oksigen selama RJP. Kompresi dada terdiri dari aplikasi tekanan secara ritmik
pada bagian sternum setengah bawah. Tindakan kompresi dada ini akan
menyebabkan aliran darah akibat naiknya tekanan intratorak dan kompresi
langsung pada jantung. Hal ini sangat penting untuk menghantarkan oksigen ke
otot jantung dan otak, dan dapat meningkatkan keberhasilan tindakan defibrilasi.
Kompresi Dada
Posisi penolong jongkok dengan lutut di samping korban sejajar dada
pasien. Letakkan pangkal salah satu tangan pada pusat dada pasien, letakkan
tangan yang lain di atas tangan pertama, jari-jari kedua tangan dalam posisi
mengunci dan pastikan bahwa tekanan tidak di atas tulang iga korban. Jaga lengan
penolong dalam posisi lurus. Jangan melakukan tekanan pada abdomen bagian
atas atau ujung sternum. Posisikan penolong secara vertikal di atas dinding dada
pasien, berikan tekanan ke arah bawah, sekurang-kurangnya 5 cm. Gunakan berat
badan penolong untuk menekan dada dengan panggul berfungsi sebagai titik
tumpu.
Setelah kompresi dada, lepaskan tekanan dinding dada secara penuh, tanpa
melepas kontak tangan penolong dengan sternum korban (full chest recoil), ulangi
dengan kecepatan minimum 100 kali per menit. Durasi kompresi dan release
harus sama.
Kriteria High Quality CPR antara lain:
• Tekan cepat (push fast ) : Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang
mencukupi minimum 100 kali per menit.
• Tekan kuat (push hard) : Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan
kedalaman minimal 2 inci (5 cm) – 2,4 inhi (6 cm).
• Full chest recoil : Berikan kesempatan agar dada mengembang kembali
secara sempurna. Seminimal mungkin melakukan interupsi baik frekuensi
maupun durasi terhadap kompresi dada.
• Perbandingan kompresi dada dan ventilasi untuk 1 penolong adalah 30 : 2,
sedangkan untuk dua penolong adalah 15:2.
Sumber : (American Heart Association, 2015)
Bantuan Pernapasan
Tujuan primer bantuan napas adalah untuk mempertahankan oksigenasi
yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk membuang CO2. Setelah melakukan
kompresi dada, buka jalan napas korban dengan head tilt – chin lift baik pada
korban trauma ataupun non-trauma. Bila terdapat kecurigaan atau bukti cedera
spinal, gunakan jaw thrust tanpa mengekstensi kepala saat membuka jalan napas.
Penolong memberikan bantuan pernapasan sekitar 1 detik (inspiratory
time), dengan volume yang cukup untuk membuat dada mengembang, hindari
pemberian bantuan napas yang cepat dan berlebihan karena dapat menimbulkan
distensi lambung beserta komplikasinya seperti regurgitasi dan aspirasi. Lebih
penting lagi, ventilasi berlebihan juga dapat menyebabkan naiknya tekanan
intratorakal, mengurangi venous return, dan menurunkan cardiac output.
Penggunaan Automated External Defibrillator (AED)
Defibrilasi merupakan tindakan kejut listrik dengan tujuan
mendepolarisasi sel-sel jantung dan menghilangkan fibrilasi ventrikel/ takikardi
ventrikel tanpa nadi. AED aman dan efektif digunakan oleh penolong awam dan
petugas medis, dan memungkinkan defibrilasi dilakukan lebih dini sebelum tim
bantuan hidup lanjut datang. Menunda resusitasi dan pemakaian defibrilasi akan
menurunkan harapan hidup. Penolong harus melakukan RJP secara kontinu dan
meminimalkan interupsi kompresi dada saat aplikasi AED.
Penolong harus konsentrasi untuk mengikuti perintah suara setelah alat
diterima, terutama untuk melakukan RJP sesegera mungkin setelah diintruksikan.
Langkah-Langkah Penggunaan AED:
1. Pastikan korban dan penolong dalam situasi aman dan ikuti langkah-
langkah bantuan hidup dasar dewasa. Lakukan RJP sesuai panduan
bantuan hidup dasar, kompresi dada dan bantuan pernapasan sesuai
panduan.
2. Segera setelah AED datang, nyalakan alat dan tempelkan elektroda pads
pada dada korban. Elektroda pertama di line midaxillaris sedikit di bawah
ketiak, dan elektroda pads kedua sedikit di bawah clavicula kanan.
3. Ikuti perintah suara dari AED. Pastikan tidak ada orang yang menyentuh
korban saat AED melakukan analisis irama jantung.
4. Jika shock diindikasikan, pastikan tidak ada seorangpun yang menyentuh
korban. Lalu tekan tombol shock.
5. Segera lakukan kembali RJP.
6. Jika shock tidak diindikasikan, lakukan segera RJP sesuai perintah suara
AED, hingga penolong profesional datang dan mengambil alih RJP,
korban mulai sadar, bergerak, membuka mata, dan bernapas normal, atau
penolong kelelahan.
Ventricular Fibrillation/Pulseless Ventricular Tachycardia
Ketika monitor menampilkan irama VF/Pulseless VT maka sebaiknya
langsung charge defibrillator, kemudian amankan sekitar supaya tidak terkena
shock dengan mengucapkan “clear”, segera berikan sebuah shock, semua ini
dilakukan secepat mungkin. RJP kemudian kembali dilanjutkan selama 2 menit
setelah dilakukan shock, sebelum memeriksaan irama jantung dan nadi
berikutnya.
Ketika irama jantung masih VF/VT, maka penolong pertama tetap
melakukan CPR ketika yang lain menyiapkan charge defibrillator. Jika sudah siap,
CPR dihentikan dan shock kembali dilakukan. Setelah itu CPR langsung
dilanjutkan kembali selama 2 menit, dan nilai irama dan nadi kembali. Penolong
yang memberikan kompresi jantung luar sebaiknya digantikan setiap 2 menit
untuk mengurangi kelelahan. Kualitas CPR sebaiknya dimonitor berdasarkan
parameter mekanis dan fisiologi.
Medikamentosa pada VF/VT mengunakan amiodarone. Jika tidak terdapat
amiodarone, lidocaine dapat dipertimbangkan sebagai pengganti, tetapi dari
beberapa study klinis, efek lidocaine tidak sebaik amiodarone dalam
meningkatkan ROSC. Jika pasien telah menunjukkan ROSC, perawatan post-
cardiac arrest dapat segera dimulai.
Pulseless Electrical Activity (PEA)/Asistole
Ketika monitor menunjukkan nonshockable rhythm, RJP harus segera
dilakukan, dimulai dengan kompresi jantung, dilakukan selama 2 menit sebelum
kembali menilai irama jantung. Jika setelah penilaian irama jantung didapatkan an
organized rhythm, penilaian nadi harus dilakukan. Jika nadi teraba, perawatan
post-cardiac arrest harus segera dilakukan. Jika irama tetap asistole atau nadi tidak
teraba (PEA), RJP harus kembali dilajutkan, kompresi jantung selama 2 menit,
dan setelah itu nilai kembali irama jantung.
Asistole biasanya merupakan end-stage rhythm yang terjadi setelah VF
atau PEA, dengan prognosis yang buruk. Pada pasien yang telah menunjukkan
ROSC, perawatan post-cardiac arrest dapat segera dimulai.
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. (2015). Guidelines 2015 CPR & ECC. Circulation,
132(5), 293. https://doi.org/10.1016/S0210-5691(06)74511-9
Ganthikumar, K. (2016). Indikasi Dan Keterampilan Resusitasi Jantung Paru
(Rjp). Intisari Sains Medis, 6(1), 58. https://doi.org/10.15562/ism.v6i1.20
Manado, P. R. D. K. (2018). PENGALAMAN PERAWAT DALAM
PENANGANAN CARDIAC ARREST DI INSTALASI GAWAT
DARURAT RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO. Jurnal
Keperawatan, 6(2).
Muthmainnah, M. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan Awam Khusus
Tentang Bantuan Hidup Dasar Berdasarkan Karakteristik Usia di RSUD X
Hulu Sungai Selatan. Healthy-Mu Journal, 2(2), 31.
https://doi.org/10.35747/hmj.v2i2.235
Putri, I. A. O. C., & Sidemen, I. G. P. S. (2017). Bantuan Hidup Dasar. FK
Udayana, 46(6), 20.
Sakinah, S., Fadil, M., & Firdawati, F. (2019). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Tingkat Pengetahuan Dokter Jaga IGD tentang Penatalaksanaan
Kasus Henti Jantung di Rumah Sakit Tipe C se-Sumatera Barat. Jurnal
Kesehatan Andalas, 8(1), 1. https://doi.org/10.25077/jka.v8.i1.p1-9.2019

Anda mungkin juga menyukai