Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TENTANG KEJADIAN BENCANA ALAM

ATAU BENCANA SOSIAL YANG PERNAH


TERJADI DI INDONESIA

DISUSUN OLEH :

RPL SARJANA TERAPAN POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


KELOMPOK 7 – RPL PALEMBANG :
TIARA OKTARINA

1
PRODI D-4 KEBIDANAN PALEMBANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2023/2024

KATA PENGANTAR

Dengan menghaturkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kejadian bencana alam atau bencana sosial yang pernah terjadi di
indonesia”.
Penulis menghantarkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ibu APRILINA, SST, M.KEB selaku dosen mata kuliah
atas tugas yang telah di berikan ini dapat menambah wawasan terkait bidang yang di
tekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam proses pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Namun demikian, tim penulis telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan
oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati serta dengan tangan terbuka
menerima masukan saran dan usul guna penyempurnaa makalah ini. Semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Palembang, 28 November 2023

2
Penulis

3
DAFTAR ISI
COVER .........................................................................................1
KATA PENGANTAR...................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..............................................................4
1.1 Latar Belakang.........................................................................................4
1.2 Rumusan masalah....................................................................................6
1.3 Tujuan......................................................................................................6
1.4 Manfaat....................................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN...............................................................8
2.1 Tsunami ..................................................................................................8
2.2 Gunung Meletus.......................................................................................10
2.3 Covid-19..................................................................................................13

BAB IV PENUTUP.......................................................................20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................21

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bencana merupakan kejadian yang disebabkan oleh alam maupun oleh
kelalaian manusia. Tanah longsor, gempa bumi, puting beliung, tsunami, banjir
dan tanah longsor, letusan gunung merapi, kekeringan serta gelombang pasang
adalah bencana yang disebabkan oleh alam. Sementara itu aksi teror, konflik,
kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, dan kebakaran hutan merupakan
bencana akibat kelalaian manusia. Bencana yang disebabkan oleh alam dan
kelalaian manusia sama- sama menimbulkan kerugian terhadap lingkungan dan
perekonomian.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengklasifikasikan
kerugian bencana menjadi korban meninggal, hilang, mengungsi, luka-luka,
menderita, kerusakan rumah, kerusakan fasilitas kesehatan dan sekolah,
kerusakan jalan, dan kerusakan lahan. Rasmussen (2004) membagi kerugian
bencana menjadi empat yaitu jumlah kejadian berdasarkan wilayah, jumlah
kejadian berdasarkan populasi, jumlah kejadian berdasarkan total populasi, dan
kerusakan berdasarkan GDP. Sedangkan Pelling et al (2002)
mengklasifikasikan kerugian berdasarkan direct damages dan indirect
damages.
Wilayah Indonesia secara geologi terletak pada pertemuan tiga lempeng
tektonik aktif yaitu lempeng Indo-Australia dibagian selatan, lempeng Eurasia
dibagian utara dan lempeng pasifik dibagian timur. Ketiga lempeng saling
berbenturan dan bergerak. Lempeng Indo-Australia bergerak ke utara dan
lempeng
Eurasia ke selatan. Pergerakan ini menimbulkan jalur gempa, rangkaian
gunung merapi aktif dan patahan. Kondisi ini membuat kawasan Indonesia
menjadi rawan bencana. Gempa bumi dan letusan gunung merapi senantiasa
dapat terjadi kapanpun (BNPB, 2011).
Berdasarkan data BNPB terdapat 10.021 bencana yang terjadi di
Indonesia tahun 1990-2010 pada 33 provinsi. Bencana dikategorikan menjadi

5
17 yaitu aksi teror, banjir, banjir dan tanah longsor, gelombang pasang,
tsunami, gempa bumi, gempa bumi dan tsunami, kejadian luar biasa (klb),
tanah longsor, kecelakaan industri, kecelakaan transportaasi, kebakaran hutan,
hama tanaman, konflik, kekeringan, puting beliung, dan letusan gunung
merapi. Lima bencana yang sering terjadi di Indonesia adalah banjir,
kekeringan, puting beliung, tanah longsor, dan gempa bumi. Sementara itu
bencana terbanyak terjadi pada tahun 2008 yaitu 1849.
Provinsi yang mengalami bencana terbanyak adalah Jawa Tengah yaitu
sebanyak 1.954 bencana. Posisi kedua adalah provinsi Jawa Barat dengan
jumlah bencana 1.580. Posisi ketiga oleh provinsi Jawa Timur dengan jumlah
bencana 915 bencana. Posisi keempat dan kelima oleh provinsi Aceh dan Nusa
Tenggara Timur (NTT) dengan jumlah bencana bertuurt-turut 516 dan 504
bencana. Sementara itu provinsi yang menempati posisi terbawah adalah
Kepulauan Riau dengan jumlah 9 bencana.
Bencana juga terjadi di negara-negara seperti Jepang, Australia,
Philipina, Italia, Mexiko, Samoa, New Zealand, kawasan Karibia (Antigua dan
Barbuda, Dominica, Grenada, St. Lucia, St. Kitts dan Nevis), Taiwan,
Bangladesh, Malawi, Amerika dan kawasan Eropa. Bencana yang terjadi
seperti banjir, ledakan energi nuklir, badai Katrina, letusan gunung merapi,
kekeringan, badai tropis, dan Gempa bumi. Akibat bencana ini banyak dampak
yang ditimbulkan baik dari segi ekonomi maupun sosial.
Australia merupakan negara maju yang telah melakukan penanggulangan
bencana sehingga dampak bencana dapat diatasi. Ini diwujudkan melalui
penerbitan buku economic and financial aspects of disaster recovery.
Rassmussen (2004) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pemerintah
perlu mempersiapkan sejumlah dana untuk menanggulangi bencana yang akan
terjadi. Kejadian bencana memang tidak dapat dielakkan, namun pemerintah
dapat melakukan persiapan sebelum bencana itu terjadi untuk mengatasi
dampak bencana.
Penelitian untuk melihat dampak bencana terhadap perekonomian dan
penanggulangannya telah banyak dilakukan di berbagai Negara. Doyle dan
Noy (2013) meneliti tentang dampak gempa bumi di Canterbury menggunakan
6
metode VAR. Aufrect (2003) meneliti tentang volatilitas konsumsi yang tinggi
setelah terjadi bencana di kawasan Karibia. Sementara itu di Indonesia
penelitian tentang bencana ini masih minim. Penelitian yang dilakukan
cenderung membahas beberapa bencana yang terjadi di beberapa tempat saja.
Hilmi et al (2012), meneliti tentang bencana abrasi dan tsunami yang
terjadi di Cilacap. Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk mengurangi
dampak bencana tsunami dan abrasi harus dibangun waterbreak, seaweell,
greenbelt dan jalur evakuaasi tsunami. Penelitian berbeda dilakukan oleh
Maarif et al (2012), menyimpulkan bahwa respon masyarakat terhadap
bencana gunung merapi dipengaruhi oleh pemahaman dan pengalaman
masyarakat dari generasi ke generasi menghambat proses penanganan korban
gunung merapi yang enggan direlokasi karena mereka berpegang pada
pengetahuan lokal. Artiani (2011) mengemukan bahwa, dampak bencana
dalam jangka pendek memang dapat teratasi karena adanya bantuan.

1.2 Rumusan Masalah


Apa yang dimaksud dengan Tsunami,Gunung Meletus,Covid 19 serta
pemahaman-pemahaman mengenai bencana alam dan bencana social yang
ada.

1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Agar mahasiswi mengetahui dan memahami tentang Bencana alam dan
bencana sosial
1. Diketahui tingkat pengetahuan mahasiswa tentang bencana alam
dan bencana social.
2. Diketahui sikap mahasiswa tentang bencana alam dan bencana
social.
3. Diketahui tindakan mahasiswa tentang bencana alam dan bencana
social.

7
1.4 Manfaat

1. Bagi Instansi
Diharapkan Penelitian ini menjadi sumber pengetahuan dan dapat digunakan
sebagai bahan masukan dan referensi kepustakaan untuk menambah ilmu
pengetahuan terutama dalam bidang kebencanan.
2. Bagi Mahasiswa
Menambah referensi penelitian keilmuan Khususnya dibidang kebencanaan
terkait Gambaran Pengetahuan, sikap dan tindakan Mahasiswa Universita
Andalas terhadap pencegahan penyebaran COVID19, sehingga bisa menjadi
bahan pertimbangan dalam memberikan edukasi dan intervensi terkait
bencana.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan atau data informasi terhadap
penelitian selanjutnya pada perencanaan dan pengembangan dalam
pencegahan penyebaran COVID-19 pada mahasiswa.

8
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Tsunami

Tsunami ini merupakan kejadian alam yang dipengaruhi oleh adanya


aktifitas yang terjadi di dasar laut. Aktifitas ini dapat berupa gempa laut,
gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut, tanah longsor di dasar
laut. Salah satu bencana terhebat abad 21 yaitu tsunami Aceh, diawali dengan
gempa 9.1 SR mengakibatkan kematian di Aceh mencapai 200 ribu jiwa,
belum termasuk di daerah lain seperti Thailand, Sri Lanka, India, Maladewa,
dan pesisir timur Afrika (Zakia, 2012). Tsunami merupakan peristiwa alam
yang bisa menimbulkan kerusakan yang sangat besar, untungnya dengan
memanfaatkan kemajuan teknologi saat ini, pemahaman tsunami ini dapat
didekati dengan menggunakan pemodelan, diharapkan dengan pemodelan ini
dapat diketahui bagaimana cara perambatan gelombang tsunami, sehingga
dapat memberikan deteksi dini untuk meminimalisir korban.

Pemodelan tsunami dapat dimodelkan salah satunya dengan


menggunakan metode lattice Boltzmann seperti yang pernah dilakukan oleh
Nazaruddin dan pranowo (2013) yaitu memodelkan tsunami aceh, metode
lattice Boltzmann akan berjalan lebih baik jika menggunakan parallel
computing, dengan menggunakan parallel computing untuk pemodelan
diharapkan dapat mempercepat proses berkali-kali lipat, pada dasarnya
pemodelan dengan menggunakan Parallel computing dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu dengan menggunakan teknologi CPU (Central Processing
Unit) dan GPU (Graphic Processing Unit).

Pemodelan tsunami dengan menggunakan teknologi GPU lebih baik


dibandingkan dengan CPU karena walaupun dengan kecepatan processor
yang ada saat ini, ternyata masih dirasa kurang maksimal untuk proses
pemodelan, hal ini dikarenakan untuk mengolah data yang sangat besar,
butuh waktu yang cukup lama, ditambah dengan biaya untuk
pengaplikasiannya yang sangat mahal bila dibandingkan dengan GPU.

9
Pemanfaatkan parallel computing menggunakan teknologi GPU dapat
mempercepat proses berkali-kali lipat dibandingkan dengan teknologi CPU,
bahkan untuk mengaplikasikannya dana yang dibutuhkan lebih terjangkau.
Salah satu teknologi pemrograman parallel yang menggunakan GPU adalah
teknologi yang dikembangkan oleh sebuah vendor pengembang graphic card
NVidia. NVidia mengembangkan API (Application Programming Interface)
bernama CUDA (Compute Unified Device Architecture).

NVidia CUDA merupakan teknologi yang sekarang paling diminati,


karena kenyamanan dalam proses pemodelannya, ditambah NVidia CUDA
ini merupakan tools yang terbaik saat ini dalam parallel computing dengan
GPU. Inilah yang menjadi dasar penulis untuk mengembangkan komputasi
paralel menggunakan NVidia CUDA untuk pemodelan 2d tsunami dengan
metode lattice Boltzmann, pada penelitian ini penulis memodifikasi kode
program dari Dr. Graham Pullan

(http://www.many-core.group.cam.ac.uk/projects/LBdemo.shtml).

10
2.2 Gunung Meletus

Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk


tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi,
yaitu erupsi letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi
lelehan menghasilkan lidah lava, kubah lava, aliran piroklastika. Erupsi
letusan menghasilkan jatuhan piroklastika yang terdiri dari batuan berukuran
besar ( kerikil ) sampai berukuran halus. Batuan halus dapat jatuh pada jarak
mencapai ratusan km dari kawah karena dapat terpengaruh oleh adanya
hembusan angin. Aliran piroklastika terdiri dari gas panas, abu vulkanik, dan
bebatuan. Aliran ini dapat bergerak dari gunungapi secara cepat dan
menghasilkan gas yang sangat panas.

Menurut Agung Mulyo ( 2009 ) lahar adalah lumpur vulkanik yang


mengalir dari puncak gunungapi menuju lereng gunung tersebut. Lahar terdiri
atas bahan- bahan piroklastika dan batuan-batuan lainnya yang bercampur
dengan air, baik air hujan maupun air danau yang terdapat di dalam kawah.
Air yang terdapat pada danau menjadi sangat panas pada saat erupsi, lahar
yang terbentuk juga akan menjadi panas sehingga dinamakan lahar
panas.Lahar dingin adalah lahar yang terjadi bila selang waktunya cukup
lama setelah peristiwa letusan. Lahar merupakan aliran lumpur yang
mengandung material rombakan bongkah- bongkah menyudut sebagian besar
berasal dari gunungapi. Bahaya lahar Gunung api Merapi berdampak luas
bagi masyarakat. Kerugian yang ditimbulkan bukan hanya kehilangan nyawa,
tetapi juga hilang dan rusaknya harta benda sebagai aset penghidupan
masyarakat.

Letusan Gunungapi Merapi juga mengakibatkan tercemarnya udara


yang mengandung Sulfur Dioksida, Nitrogen Dioksida serta beberapa
partikel debu yang berpotensi meracuni makhluk hidup di sekitar. Material
yang dikeluarkan gunungapi berpotensi menyebabkan timbulnya penyakit
yang disebut dengan ISPA. Lahar panas akibat letusan Gunungapi Merapi

11
juga dapat mengakibatkan hutan di sekitar kawasan Merapi rusak terbakar
dan ekosistem yang ada di dalam hutan otomatis akan terancam.

Menurut Benyamin Lakitan ( 2010 ) letusan Gunungapi Merapi pada


tahun 2010 yang memakan korban lebih dari 350 jiwa. Lereng gunungapi
Merapi ini termasuk padat penduduknya, terutama karena lahannya yang
subur untuk usahatani sayuran dan tanaman pangan. Pada saat meletus tidak
kurang dari 350.000 jiwa diungsikan ke lokasi yang lebih aman. Peristiwa
erupsi Gunungapi Merapi cukup membawa dampak meluas, baik di wilayah-
wilayah sekitar Gunungapi Merapi sendiri ( Kabupaten Sleman, Kota
Yogyakarta, Kabupaten

Undang-undang Penanggulangan Bencana tahun 2007 menjelaskan


bahwa kerusakan lingkungan merupakan salah satu akibat yang harus dialami
saat bencana alam terjadi. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dapat
berupa rusaknya kawasan budi daya seperti persawahan, perkebunan,
peternakan dan pertambangan, terjadinya erupsi gunungapi, erosi, tanah
longsor, kebakaran hutan, perubahan bentang alam, pendangkalan sungai,
hilangnya sejumlah spesies, rusaknya berbagai habitat flora dan fauna hingga
kerusakan ekosistem. Gagalnya fungsi ekosistem tidak dapat lagi mendukung
kehidupan masyarakat. Kualitas kesejahteraan menurun drastis berikut
dengan kesehatan dan pendidikan, bahkan manusia sebagai pengelola
lingkungan hidup juga terancam jiwa dan keselamatannya saat bencana
terjadi. Selama ini, penanggulangan bencana dianggap sebagai tugas dan
kewajiban pemerintah semata, sementara masyarakat dan kelompok swadaya
masyarakat ( KSM ) cenderung menjadi pihak yang kurang mengambil peran
dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana ( pra-bencana ).

Letusan gunungapi tidak akan memberikan jenis dan tingkat ancaman


pada seluruh kawasan rawan bencana yang ada. Masyarakat harus mampu
memahami bahaya yang mengancam, dan selanjutnya mampu
mengorganisasikan diri mengenai bagaimana, kemana, dan kapan harus
mengungsi. Masyarakat di titik rawan limpasan lahar harus pindah segera dan

12
secepatnya kearah dataran tinggi. Zona evakuasi dan rute pengungsian harus
ditentukan secara aman. Masyarakat harus memahami potensi bahaya dan
prosedur evakuasi, sehingga mereka tidak tetap berada di tempat tinggal
ketika bahaya telah datang atau mereka telah kembali ketika ancaman masih
belum berakhir. Badan-badan pelayanan masyarakat seperti polisi, pemadam
kebakaran dan tentara, difungsikan untuk membantu kelancaran pengungsian.
Kesadaran masyarakat sangat diutamakan agar dapat mengurangi korban
akibat letusan Gunungapi Merapi, selama ini masyarakat tidak sadar akan
bahaya yang ditimbulkan Gunungapi Merapi. Kesadaran masyarakat tentang
bahaya dan dampak akibat bencana harus ditanamkan sehingga masyarakat
siap dalam menghadi bencana yang melanda. Kesadaran masyarakat dan
pengetahuan serta informasi kebencanaan letusan gunungapi akan lebih
banyak lagi diketauhi oleh masyarakat karena kebencanaan merupakan
tanggung jawab kita semua, terutama bagi masyarakat yang tinggal di dekat
wilayah rawan bencana letusan gunung api

13
2.3 Covid-19

Bencana adalah peristiwa yang mengganggu tatanan masyarakat,


yang menyebabkan kerugian ekonomi, sosial maupun nyawa dan juga dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari, yang berdampak dalam kehidupan
masyarakat (Tas et al., 2020). Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana, bencana terdiri dari bencana alam, bencana non
alam dan bencana sosial. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa
gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit (BNPB,
2014). Dalam keputusan presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2020
menetapkan coronavirus disease (COVID-19) termasuk bencana non alam
(Siregar & Zahra, 2020) dan World Health Organization (WHO) menyatakan
COVID-19 sebagai pandemi global pada 11 Maret 2020 dengan peingkatan
13 kali lipat dalam jumlah kasus yang dilaporkan di luar china (Cucinotta &
Vanelli, 2020).

Pada musim panas tahun 2003 dan 2004 Poon et, al melakukkan
penelitian tentang identifikasi Novel Coronavirus pada kelelawar karena
dikhawatirkan akan dapat menyerang manusia dan hal itu terbukti pada akhir
tahun 2019 virus Novel Coronavirus dapat menginfeksi manusia (Poon et al.,
2005). Coronavirus ini ditemukan pada manusia pertama kali di Wuhan,
provinsi Hubei, Cina mulai Desember 2019, dimana WHO China Office
melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya. China
mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut
sebagai penyakit jenis baru coronavirus (novel coronavirus). Dunia
mengalami krisis kesehatan masyarakat global dalam kurun waktu 20 tahun
terakhir yang disebabkan oleh infeksi virus baru, seperti HIV, subtipe virus
Influenza A H1N1, subtipe virus Influenza A H5N, SARS -CoV1, MERS -
CoV, dan Ebola. Namun, secara epidemiologis COVID-19 (SARS -CoV2),
mengakibatkan kurangnya kesiapan karena penyebarannya yang tiba-tiba dan
cepat sehingga banyak pemerintah di seluruh dunia sehingga dunia tidak siap
dengan keadaan ini. (Djalante et al., 2020)

14
Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan
penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan
penyakit infeksi saluran pernapasan, mulai dari flu biasa hingga penyakit
yang serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom
Pernapasan Akut Berat/ Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV-2)
(Adhikari et al., 2020). Penyebaran COVID-19 dapat menyebar dari orang ke
orang melalui percikan droplet dari hidung atau mulut yang keluar saat orang
yang terjangkit COVID-19 batuk atau mengeluarkan napas. Percikan-
percikan ini kemudian jatuh ke benda dan permukaan di sekitar lingkungan,
orang yang menyentuh benda atau permukaan tersebut lalu menyentuh mata,
hidung atau mulutnya dapat terjangkit COVID-19. (World Health
Organization (WHO), 2020)

Pada awal tahun 2020 Covid-19 mulai menjadi pandemi global dan
menjadi masalah kesehatan di beberapa negara di luar Republik Rakyat
China (RRC). Pandemi ini terus berkembang dengan cepat hingga adanya
laporan kematian dan kasus-kasus baru di China dan Negara lain (CDC,
2020). Sampai dengan 7 Juni 2020, jumlah kasus pandemi ini mencapai
angka 6.663.304 jiwa dengan tingkat kematian mencapai 392.802 jiwa yang
tersebar di 216 negara dan wilayah/teritorial, termasuk Indonesia (ecdc,
2020)

Indonesia merupakan Negara dengan populasi terbesar keempat di


dunia dan diperkirakan akan terkena dampak COVID-19 yang singnifikan
dalam jangka waktu yang lebih lama (Djalante et al., 2020). Awalnya
meskipun laporan peningkatan jumlah kasus COVID-19 dari semua Negara
yang terdampak, Indonesia tidak mengeluarkan segala bentuk pembatasan
perjalanan dan karantina tertentu dari wisatawan yang datang / kembali ke

Indonesia, bahkan dari negara-negara yang sangat parah seperti Cina.


(Djalante, dkk. 2020). Pada 27 Januari 2020, Indonesia mengeluarkan
pembatasan perjalanan dari provinsi Hubei, yang pada waktu itu merupakan
pusat COVID global – 19. Sementara pada saat yang sama yaitu pada tanggal

15
27 Januari 2020 mengevakuasi 238 orang Indonesia dari Wuhan. Setelah
adanya laporan awal infeksi COVID-19 pada 2 Maret 2020 Presiden
Republik Indonesia, Joko Widodo melaporkan dua kasus positif Covid-19 di
Indonesia (Djalante et al., 2020). Indonesia mulai menyadari keadaan yang
pahit dimana penyebaran COVID-19 menyebar dengan cepat, dan sejak itu
Presiden menyatakan bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) di Indonesia sebagai Bencana Nasional (Bencana Non-Alam)
dan menetapkan status penyakit ini menjadi tahap tanggap darurat bencana
pada tanggal 17 Maret 2020 (Arifin, 2020)

Penyebaran COVID-19 di Indonesia sempai tanggal 7 Juni 2020 telah


mencapai angka 31.186 jiwa, yang meninggal dunia mencapai 1.851 jiwa,
dan yang sembuh dari virus ini mencapai 10.498 jiwa yang tersebar di 34
provinsi. Berdasarkan data BNPB, untuk angka kejadian tertinggi COVID-19
terdapat di DKI Jakarta dengan total 7.870 kasus Positif (BNPB, 2020).
Dibawah ini grafik peningkatan penyebaran COVID-19 di Indonesia.

Berdasarkan data dari website corona sumbar di Provinsi Sumatera


Barat kasus COVID-19 ditemukan pertama kali pada tanggal 26 Maret 2020
yang kasusnya terus meningkat, hingga tanggal 7 Juni 2020 tercatat 626
kasus positif yang diantaranya 131 orang dirawat, 51 orang isolasi mandiri,
29 orang isolasi BPSBM, 27 orang isolasi BPK dan 13 orang isolasi
Bapelkes. Sedangkan 27 orang meninggal dan 340 orang sembuh.

Dari paparan data diatas menunjukkan adanya peningkatan


penyebaran COVID-19 yang cukup signifikan dari hari ke hari, sehingga
berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
keamanan, serta kesejahteraan masyarakat Indonesia
(HK.01.07/Menkes/231/2020). Kondisi ini diperparah dengan belum adanya
metode pengobatan khusus atau vaksin terhadap penyakit coronavirus yang
baru sehingga pada situasi ini, intervensi nonfarmasi diutamakan, seperti
strategi pencegahan oleh masyarakat untuk memperlambat
transmisi,khususnya di antara populasi berisiko tinggi (Zhang et al., 2020).

16
Untuk menurunkan dan menekan pandemi ini agar tidak tersebar adalah
tindakan yang sangat penting. Langkah-langkah yang tidak terkontrol akan
menyebabkan peningkatan kasus COVID-19 (World Economic Forum,
2020).

Program penetalaksanaan yang telah dilakukkan oleh pemerintah


Indonesia adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan sekarang
adalah adaptasi kebiasaan baru (AKB) atau new normal (Utami et al., 2020).
Pemerintah indonsia juga membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan
Corona Virus Diases (COVID-19) dengan mengeluarkan Keputusan Presiden
No. 7 Tahun 2020, yang diketuai oleh Kepala Badan Penanggulangan
Bencana (Keppres, 2020). Gugus Tugas ini bertujuan untuk meningkatkan
ketahanan nasional di bidang kesehatan; mempercepat penanganan COVID-
19 melalui sinergi antar kementerian/ lembaga dan pemerintah daerah;
meningkatkan antisipasi perkembangan eskalasi penyebaran COVID19;
meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan operasional; dan meningkatkan
kesiapan dan kemampuan dalam mencegah, mendeteksi, dan merespons
terhadap COVID-19. (Kemenkes, 2020)

Peningkatan penyebaran penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor


diantaranya yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan seseorang terhadap
penyakit tersebut. Pengetahuan adalah pra-syarat untuk membangun
keyakinan dalam melakukan pencegahan, membentuk sikap positif, dan
mempromosikan perilaku positif,. Seseorang yang memiliki pengetahuan
yang baik mengenai suatu hal, cenderung akan mengambil keputusan yang
lebih tepat berkaitan dengan masalah yang ada (Shi et al., 2020).
Pengetahuan dan sikap merupakan respon terselubung yang masih terbatas
pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran (Notoatmodjo, 2012).

Transmisi COVID-19 dapat diperlambat melalui penatalaksanaan


social distancing atau mengikuti protokol kesehatan dengan benar (Utami et
al., 2020). Pedoman WHO tentang kesiapsiagaan, kesiapan, dan tindakan
respons kritis untuk COVID-19 membahas beberapa strategi yang dapat

17
diterapkan oleh negara-negara untuk memperlambat penyebaran penyakit dan
mencegah sistem kesehatan. Penatakalksanaan yang harus diterapkan oleh
seluruh masyarakat pada berbagai tatanan adalah menggunakan masker, tidak
melakukan kontak fisik, menjaga jarak minimal 2 meter, rajin cuci tangan
menggunakan sabun di air mengalir, membawa antiseptik, menggunakan alat
makan sendiri, dan tindakan lainnya (Liu et al., 2020)

Tindakan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh WHO dan


Kementerian Kesehatan RI tidak akan berjalan sebelum masyarakat dibekali
dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang baik dalam
pelaksanaannya (Adriayani, 2020).

Untuk memperluas pengetahuan masyarakat tentang pandemi


COVID-19 dan memutus rantai penularan COVID-19 pemerintah ataupun
instansi telah melakukan sosialisasi tentang penyebaran COVID-19 dan
mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk pencegahan COVID-19 melalui
metode pemberian informasi melaluli media yang dapat berdampak pada
peningkatan pengetahuan yang benar megenai pencegahan penyebaran
COVID-19. Salah satunya social distancing/ physical distancing tetapi masih
banyak masyarakat yang tidak mengindahkan kebijakan tersebut (sutra.com,
2020). Dengan kejadian tersebut diperlukan sosialisasi dan upaya-upaya
dalam pencegahan peneyaban COVID-19 secara terus-menerus sehingga
terdapat perubahan kognitif, afektif dan psikomotor masyarakat maupun
mahasiswa dalam pencegahan COVID-19 (Saqlain et al., 2020).

Penyebaran informasi melalui media sosial, dalam keadaan pandemi


COVID-19, memiliki peranan penting. Media Sosial merupakan bentuk alat
komunikasi massa yang didefinisikan sebagai proses menyampaikan dan
bertukar informasi kepada masyarakat secara luas dan beragam, dalam upaya
mempengaruhi dengan berbagai cara (Wikipedia, 2020). Tanpa adanya media
sosial, masyarakat tidak akan mengetahui perkembangan dari pandemi
COVID-19. Pada saat meluasnya penggunaan media sosial, mitos-mitos dan
berita palsu tenang COVID-19 juga menyebar dengan cepat. Hal ini

18
terkadang sangat mengganggu bagi individu tertentu. Beberapa situs
termasuk WHO dengan demikian menyediakan penghilang mitos dan
informasi otentik. Pemerintah juga mendesak orang untuk tidak membagikan
pesan-pesan ini tanpa memeriksa keasliannya (Roy et al., 2020).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Zhong, et al tentang


Pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap COVID-19 di antara penduduk
Tiongkok selama periode yang cepat dari wabah COVID-19 menunjukkan
bahwa 90% memiliki pngetahuan tentang Covid-19. Mayoritas responden
(97,1%) memiliki keyakinan bahwa China dapat memenangkan pertarungan
melawan COVID-19. Hampir semua responden 98,0% mengenakan masker
saat keluar rumah, 96,4% responden menghindari tempat-tempat ramai dan
para responden mempelajari COVID-19 dari media sosial. Dari hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa semakin besar pengetahuan seseorang
semakin yakin mereka mengalahkan virus tersebut. (Zhong et al., 2020)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 15


mahasiswa Universitas Andalas melaluli wawancara online. Sebagian besar
responden mengetahui cara pencegahan tanda gejala dari COVID-19 dan
mengetahui informasi tentang COVID-19 dari media massa atau media
sosial. Dari total Responden 33,3% mengatakan bahwa dengan mencuci
tangan dapat menghilangkan virus COVID-19, 46,7% responden mengatakan
dengan mencuci tangan hanya dapat meminalisir penyebaran COVID-19,
20% responden mengatakan virus COVID-19 dapat menghilang jika mencuci
tangan menggunakan sabun dengan frekuensi sering. Hanya 53,3% dari
responden yang menerapkan social distancing/ physical distancing, 13,3%
responden tidak menerapkan physical distancing, dan 33,4% responden
kadang-kadang menerapkan physical distancing. Dari 33,3% respoden
menyakini bahwa Indonesia dapat mengalahka virus COVID-19, 46,6%
responden mengakatkan Indonesia dapat mengalahkan pandemi ini jika,
saling bekerja sama antara pemerintah dan masyarakat serta selalu
menerapkat protocol kesehatan untuk memutus rantai COVID-19, 20%
responden tidak yakin Indonesia dapat mengalahkan COVID-19.

19
Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat merupakan agent of
change yang memiliki peran yang sangat penting dalam mengurangi risiko
dan dampak dari bencana karena memiliki kreativitas yang tinggi, bersikap
optimis, dan memiliki kemampuan sehingga menjadi salah satu stakeholders
utama dalam kesiapsiagaan bencana (Alwan, 2019). Dalam pandemi COVID-
19 mahaiswa memiliki peranan menyebarluaskan informasi- informasi
tentang pencegahan atau infomasi tentang COVID-19 melalui media
massa/media sosial yang dapat dilihat oleh masyarakat luas sehingga dapat
menekan penyebaran COVID-19, (Wiyono, 2020). Seblum itu mahasiswa
diharapkan memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik dalam
pencegahan penyebaran COVID-19. Tetapi Berdasarkan data awal dari
mahasiswa universitas andalas diatas masih ada mahasiswa yang tidak
menerapkan social distancing/ physical distancing.

20
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Ancaman bencana, baik bencana alam maupun bencana non-alam


memang memiliki tingkat dampak yang berbeda-beda.di tiap tempat. Serta
potensi keterpaparannya juga tidak mungkin sama, namun bencana sekali lagi
merupakan sebuah hal yang dipengaruhi oleh banyak aspek yang melekat.
Ancaman bencana tidak boleh jika hanya dipandang sebagai ‘amarah alam’
belaka, melainkan merupakan implikasi dari banyak aspek. Ancaman
bencana hidrometeorologi yang tergolong tinggi di Desa Tasikmadu,
seharusnya tidak disertai dengan kerentanan yang juga tinggi. Namun,
kondisi kemasyarakatn dan kebijakan yang belum memungkinkan, membuat
kondisi ini menjadi tidak dapat dihindari.

Setidaknya ada beberapa faktor utama yang menjadi penyebab


tingginya kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana
hidrometeorologi. Diantaranya sebagai berikut: faktor geografis yang kurang
menguntungkan, kondisi masyarakat yang masih menganggap bencana
sebagai hal alami dan bukan sesuatu yang penting, serta belum adanya
kebijakan yang pro terhadap kebencanaan atau upaya pengurangan risiko
bencana. faktor-faktor inilah yang kemudian jika tidak diupayakan sebuah
langkah untuk perubahan. Maka akan semakin berdampak pada kondisi
masyaarakat di masa mendatang. Karena selain terancam oleh bencana
hidrometeorologi, desa ini juga terancam oleh bencana tsunami yang
sewaktu-waktu dapat terjadi. Kerenatanan masyarakat inilah yang kemudian
harus direduksi untuk mengurangi kerentannanya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Anam, K., Mutholib, A., Setiyawan, F., Andini, B, A., Sefniwati., (2018), “Kesiapan
Institusi lokal dalam Menghadapi bencana Tsunami : Studi Kasus Kelurahan
Air Manis dan Kelurahan Purus, Kota Padang”, Jurnal Wilayah dan
Lingkungan, 6(1) April 2018, hal. 15- 29.

Arif, A., Zakaria, I., (2019), “Masyarakat Mentawai Dan Padang Disiapkan Hadapi
Tsunami”, Humaniora, Kompas. diakses dari
https://kompas.id/baca/utama/2019/02/07/masyarakat-mentawai-danpadang-
disiapkan-hadapi-tsunami/ Pada tanggal 14 Mei 2019.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana., (2011), “Rencana Aksi Rehabilitasi dan


Rekonstruksi dan Percepatan Pembangunan Wilayah Pascabencana Gempa
Bumi dan Tsunami di Kabupaten Kepulauan Mentawai Provinsi Sumatera
Barat, 25 Oktober 2010”, Edisi Publikasi, BKNPB, Jakarta.

Badan Pusat Statistik (beberapa edisi), “Jumlah Nelayan Perikanan Laut Tahun
2005-2016”. BPS Kabupaten Kepulauan Mentawai, TuapeijatSipora.

Gignoux., Men´endez., (2015), “Benefit in the wake of disaster: Long-run effects of


earthquakes on welfare in rural Indonesia” Journal of Development
Economics (2015), doi: 10.1016/j.jdeveco.2015.08.00

22

Anda mungkin juga menyukai