Dosen Pembimbing
Disusun Oleh :
Diah Mustikawati
Lilik Faizzataullalliyah
1
KATA PENGANTAR
Saya menyampaikan terimakasih kepada Ibu Elfi Quyumi, S. Kep, Ns, M.Kep
yang telah memberikan tugas ini kepada saya. Saya juga menyampaikan
terimakasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam pengerjaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi
seluruh pembaca.
Kediri,
Penulis
2
DAFTAR ISI
Contents
BAB I.......................................................................................................................4
Latar Belakang...................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................6
Defenisi Kekeringan...........................................................................................6
Jenis-Jenis Kekeringan......................................................................................8
2.3 Tanda-Tanda Umum Kekeringan............................................................10
Faktor-Faktor Terjadinya Kekeringan..........................................................10
Dampak Kekeringan........................................................................................13
BAB III..................................................................................................................23
PEMBAHASAN................................................................................................23
A. Pembangunan Embung...............................................................................26
B. Tandon penampungan air hujan................................................................27
C. Sumur Resapan............................................................................................27
BAB IV..................................................................................................................31
PENUTUP.........................................................................................................31
Simpulan............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
yang sangat penting. Secara global, satu dari empat orang di dunia
kekurangan air minum dan satu dari tiga orang tidak mendapat sarana sanitasi
yang layak (Maarif, 2013).
Apabila kekeringan yang panjang terjadi di Indonesia, maka musibah
tersebut akan berpengaruh langsung terhadap pemenuhan kebutuhan pangan.
Kekeringan dapat menyebabkan terjadinya kematian akibat kelaparan, baik
dalam proporsi yang kritis maupun dalam jangka waktu yang singkat karena
kondisi tersebut dapat menciptakan bencana kelaparan. Gejala kelaparan
massal akibat faktor alam tersebut dapat berlanjut terus di kemudian hari
(Widodo, 2016).
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat di simpulkan rumusan
masalah berikut dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan kekeringan?
2. Apa saja tanda-tanda kekeringan?
3. Apa saja faktor penyebab kekeringan?
4. Bagaimana dampak kekeringan baik fisik maupun non fisik?
5. Bagaimana usaha untuk mitigasi dan untuk menangani bencana kekeringan
baik pra bencana saat bencana dan pasca bencana?
6. Apa Peran perawat pada saat bencana?
1.2 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat disimpulkan tujuan dalam
penyususnan makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kekeringan.
2. Untuk mengetahui tanda-tanda terjadinya kekeringan.
3. Untuk mengetahui faktor penyebab kekeringan.
4. Untuk mengetahui dampak kekeringan baik fisik maupun non fisik.
5. Untuk mengetahui usaha mitigasi untuk menangani bencana kekeringan
baik pra bencana, saat terjadi bencana, dan pasca bencana
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1Defenisi Kekeringan
6
kekurangan air. Lengas tanah (soil moisture) merupakan parameter yang
menentukan potensi produksi tanaman. Ketersediaan lengas tanah juga erat
kaitannya dengan tingkat kesuburan tanah. Secara hidrologi kekeringan ditandai
dengan berkurang-nya air pada sungai, waduk dan danau (Nalbantis et al., 2008).
Kekeringan berkaitan dengan kondisi rata-rata jangka panjang
kesetimbangan antara presipitasi dan evapotranspirasi (yaitu
evaporasi+transpirasi) di daerah tertentu pada kondisi yang sering dianggap
“normal”.Kekeringan juga berkaitan dengan waktu (adanya penundaan pada awal
musim penghujan, sehingga periode musim kemarau lebih panjang) dan tingkat
keefektifitasan hujan (yaitu intensitas curah hujan, jumlah kejadian hujan).Faktor
iklim lainnya seperti temperatur yang tinggi, angin kencang dan kelembapan
relatif yang rendah sering dikaitkan sebagai faktor-faktor yang memperparah
kekeringan di banyak daerah di dunia. Fenomena IOD (Indian Ocean Dipole) dan
El Nino mempunyai dampak terhadap curah hujan di Indonesia (Bayong, 2008).
Fenomena IOD disebabkan oleh interaksi atmosfer – laut di Samudera Hindia
Ekuatorial, dimana terjadi perbedaan beda temperatur permukaan laut antara
Samudera Hindia tropis bagian barat atau pantai Afrika Timur dan Samudera
Hindia Tropis bagian timur atau Pantai Barat Sumatera (Yamagata et al., 2000).
Dampak dari kekeringan muncul sebagai akibat dari kurangnya air, atau
perbedaan antara permintaan dan persediaan air. Kekeringan paling sering
7
dihubungkan dengan curah hujan yang rendah atau iklim semi kering, sementara
kekeringan juga terjadi pada daerah-daerah dengan jumlah curah hujan yang
biasanya besar. Manusia cenderung mematok aktivitas-aktivitas mereka di sekitar
keadaan kelembaban yang sudah biasa. Dengan demikian, setelah bertahun-tahun
hidup dengan curah hujan di atas rata-rata, manusia bisa menganggap tahun
pertama sewaktu curah hujan rata-rata kering terjadi kekeringan. Lebih jauh
lagi,tingkat curah hujan yang bisa memenuhi kebutuhan seorang peladang
mungkin merupakan kekeringan yang serius bagi seorang petani yang menanam
jagung. Untuk mendefinisikan kekeringan di suatu daerah, perlu dipahami dengan
baik karakteristik meteorologi dan juga persepsi manusia tentang kondisi-kondisi
kekeringan.
Jenis-Jenis Kekeringan
Kekeringan hampir terjadi dimanapun, walaupun kejadiannya
bervariasi dari wilayah yang satu dengan wilayah lainnya. Kekeringan dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Kekeringan Meteorologis (Meteorological Drought)
1. Kering : apabila curah hujan antara 70% -85% dari kondisi normal
(curah hujan dibawah normal)
2. Sangat kering : apabila curah hujan antara 50% - 70% dari kondisi
normal (curah hujan jauh dibawah normal)
3. Amat sangat kering : apabila curah hujan < 50% dari kondisi
normal (curah hujan amat jauh dibawah normal) Menurut (The National
Drought Mitigation Center, 2014), Meteorological drought di definisikan
berdasarkan tingkat kekeringan (perbandingan antara jumlah “normal”
atau rata-rata) dengan lamanya masa kering.
8
Definisi Meteorological Drought harus dianggap sebagai wilayah
khusus karena kondisi atmosfer yang mengakibatkan kekurangan curah
hujan sangat bervariasi dari wilayah satu dengan wilayah lainnya.
Beberapa contoh dari meteorological drought mengidentifikasi
kekeringan berdasarkan jumlah hari dengan curah hujan kurang dari
threshold yang telah ditetapkan. Langkah ini hanya cocok untuk ambang
pintu daerah yang karakteristik dengan curah hujan yang turun sepanjang
tahun seperti wilayah hutan hujan tropis, beriklim lembab subtropics,
atau beriklim lembab di lintang menengah.
b. Kekeringan Pertanian
c. Kekeringan Hidrologis
9
Menurut BNPB pada tahun 2014, kekeringan ini terjadi
berhubungan dengan berkurangnya pasokan air permukaan dan air
tanah.Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air sungai,
waduk, danau dan air tanah. Ada jarak waktu antara berkurangnya curah
hujan dengan berkurangnya ketinggian muka air sungai, danau dan air
tanah, sehingga kekeringan hidrologis bukan merupakan gejala awaln
terjadinya kekeringan. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi
hidrologis adalah sebagai berikut:
10
1) Lapisan tanah tipis
4) Iklim
11
Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana
kekeringan. Keadaan alam yang tidak menentu akan berpengaruh
terhadap kondisi iklim yang terjadi. Sehingga mengakibatkan
perubahan musim. Misalnya: Akibat perubahan
kondisi iklim, menyebabkan musim kemarau berjalan lebih lama
daripada musim penghujan, dengan musim kemarau yang lebih lama
tentunya akan memungkinkan terjadinya bencana kekeringan. Karena
kebutuhan air kurang terpenuhi di musim kemarau.
5) Vegetasi
6) Topografi
12
di dataran rendah. Karena dataran tinggi tidak mampu menyimpan air
lebih lama.
Dampak Kekeringan
a. Fisik
b. Non Fisik
1) Ekonomi
13
e) Kerugian pembangkit listrik tenaga air dan meningkatkan biaya-
biaya energi.
2) Sosial Budaya
14
j. Pengangguran meningkat, karena yang tadinya bertani
kehilangan mata pencaharian.
3) Politik
1. Pra bencana
15
a) Memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.
16
2. Saat Tanggap Darurat
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
1. Rorak
2. Saluran buntu
17
tergenang terlalu lama (berhari-hari) karena dapat menyebabkan
terganggunya pernapasan akar tanaman dan berkembangnya berbagai
penyakit pada akar.
4. Embung
18
permukaan air menjadi lebih tinggi dan memudahkan pengalirannya
ke lahan pertanian di sekitarnya. Pada musim kemarau diharapkan
masih ada genangan air untuk tanaman, air minum ternak, dan
berbagai keperluan lainnya.
Air hujan dari atap rumah dapat ditampung di dalam bak atau
tangki untuk dimanfaatkan selama musim kemarau untuk mencuci,
mandi, dan menyiram tanaman. Untuk minum sebaiknya digunakan
air dari mata air karena pada awal musim hujan, air hujan
mengandung debu yang cukup tinggi.
19
8. Pembuatan sumur pantek atau sumur bor untuk memperoleh
air.
20
(3) Penyediaan pompa air.
a) Dampak Sosial:
b) Dampak Ekonomi:
c) Dampak Keamanan:
d) Dampak Lingkungan:
21
1) Mengurangi erosi tanah melalui penutupan tanah (land
covering).
d. Pasca Bencana
22
Peran Perawat (Sebelum, Sesaat, dan Setelah Bencana)
ICN dan beberapa referensi menjabarkan kompetensi yang dimiliki perawat pada
saat bencana 1) Pencegahan/mitigasi, 2) Kesiapsiagaan, 3) Respon dan 4)
1. Kompetensi Pencegahan/Mitigasi
Peran yang dilakukan perawat yaitu pengurangan risiko, pencegahan penyakit dan
promosi kesehatan dan pengembangan dan perencanaan kebijakan. Dalam hal ini
perawat melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang lain seperti
organisasi masyarakat, pemerintah, dan tokoh masyarakat untuk melakukan
pendidikan dan simulasi bencana dalam skala besar (Alfred et al., 2015). Perawat
juga memiliki peran dalam mempelajari bencana berdasarkan pengalaman
sebelumnya, perlu mencari tau kebijakan bencana regional yang sudah
ada/berlaku (Arrieta et al., 2008).
2. Kompetensi Kesiapsiagaan
Tahap kedua dari manajemen darurat adalah kesiapan. Kesiapan yang dimaksud
mengambil bentuk rencana atau prosedur yang dirancang untuk menyelamatkan
nyawa dan meminimalkan kerusakan ketika terjadi keadaan darurat. Perencanaan,
pelatihan, dan latihan bencana adalah elemen penting dari kesiapsiagaan.
Meskipun dasar kesiapsiagaan adalah merencanakan jenis-jenis kegiatan yang
akan terjadi sebelum, selama, dan segera setelah bencana terjadi (Mistric &
Sparling, 2010).
23
Hal-hal yang dilakukan perawat selama fase ini yaitu mengidentifikasi praktik
etis, praktik hukum, dan akuntabilitas, kemampuan komunikasi dan berbagi
informasi, serta memperisapkan rencana untuk penanganan bencana dilapangan
(Alfred et al., 2015). Perawat dapat mengenali tugas dan fungsinya selama
merespon masa bencana serta risiko terhadap diri dan keluarga. Perawat juga
berperan dalam melakukan komunikasi komando terhadap perawat yang lain.
Perawat utama ditunjuk berdasarkan pengalaman dan kemampuan berfikir kritis.
Perawat utama memberikan instruksi penentuan lokasi evakuasi dan pertolongan
sedangkan perawat pelaksana lapangan memberikan informasi terkait kondisi dan
situasi di lapangan. Perawat harus berkerja dalam tim menentukan kebutuhan
dalam melakukan pertolongan pertama (kesiapan tim, alat-alat medis). Perawat
dituntut mampu menyiapkan diri dalam menghadapi situasi bencana. Terlepas dari
kondisi psikologis yang dialami perawat selama bencana, perawat harus mampu
bersikap profesional pada kondisi tersebut (Arrieta et al., 2008).
3. Kompetensi Respons
Fase ketiga manajemen bencana adalah fase respons. Tahap respons meliputi
tindakan yang diambil untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kerusakan
lebih lanjut selama dan segera setelah bencana atau situasi darurat. Fase respons
melibatkan penerapan rencana kesiapsiagaan ke dalam tindakan (Mistric &
Sparling, 2010).
Peran yang dilakukan perawat pada fase ini yaitu perawat berpartisipasi dalam
penyaluran dan pembagian distribusi bantuan yang tersedia kepada pengungsi,
merawat individu dan keluarga, perawatan psikologis dan melakukan perawatan
khusus pada populasi rentan (Alfred et al., 2015). Perawat juga dituntut mampu
mengidentifikasi pengungsi dengan kebutuhan-kebutuhan khusus dikarenakan
pemberian perawatan akan berbeda daripada pengungsi biasa (Arrieta et al.,
2008). Contohnya pasien dengan penyakit kronis seperti diabetes perlu
diperhatikan dari aspek pemenuhan nutrisi dan pengontrolan gula darah.
24
4. Kompetensi pemulihan/rehabilitasi
Fase keempat dari manajemen bencana adalah fase pemulihan. Fase pemulihan
dibagi menjadi kegiatan jangka pendek dan jangka panjang. Kegiatan jangka
pendek didefinisikan sebagai kegiatan yang menawarkan bantuan dan rehabilitasi
segera. Untuk penyedia layanan kesehatan, kegiatan jangka pendek meliputi
bantuan kehidupan yang vital dan penyediaan layanan yang diperlukan untuk
kesejahteraan langsung pasien dan kenyamanan dasar. Kegiatan jangka panjang
bertujuan untuk memulihkan kesehatan pasien sebanyak mungkin sehingga
mereka dapat kembali ke rutinitas kehidupan seharihari (Mistric & Sparling,
2010).
Pada fase ini peranan perawat meliputi pemulihan individu, keluarga, dan
komunitas jangka pendek dan panjang (Alfred et al., 2015). Hal yang dilakukan
perawat yaitu dapat melakukan inventarisasi persedian tempat penampungan dan
logistik darurat. Dengan melakukan hal tersebut dapat mempersiapkan kondisi
penampungan jangka panjang (Arrieta et al., 2008).
25
BAB III
PEMBAHASAN
Bencana kekeringan di Indonesia, sebagian besar terjadi di Pulau Jawa-
Madura karena di pulau tersebut memiliki bahaya dan kerentanan yang tinggi
dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi,
pertumbuhan penduduk dan pusat pemerintahan Indonesia mengalami
pembangunan yang pesat di berbagai sektor sehingga tuntutan masyarakat akan
penggunaan air juga terus berkembang. Persaingan dalam penggunaan air terjadi
antar sektor, seperti domestik, perkotaan, industri dan irigasi di berbagai wilayah
administrasi maupun wilayah sungai (Maarif, 2013).
26
yang akhirnya membuat penduduk semakin rentan dan jatuh ke dalam kemiskinan
di sebagian negara di Afrika.
a) Menyediakan akses air bersih sebanyak 3 liter air minum per individu per hari
untuk tersedia minimum selama 90 hari selama musim kering. Jarak lokasi air
dapat ditempuh dengan berjalan kaki, maksimum 4 km. Untuk kebutuhan
mandidan cuci ada sumber-sumber air lain dengan kualitas yang lebih rendah.
Mudahnya akses ini membantu penduduk sehingga masyarakat dapat fokus
dalam bekerja.
b) Meningkatnya kualitas kesehatan penduduk, dimana berkurangnya penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh kekurangan air. Meningkatnya kesehatan
penduduk sangat berkontribusi dalam meningkatkan taraf penghidupan
masyarakat.
c) Meningkatnya ketahanan atau kapasitas penduduk dalam menghadapi
bencana kekeringan meningkat
a. Partisipasi aktif dan genuine dari komunitas, mulai dari tahap awal sampai
akhir;
b. Monitoring secara berkala adanya asistensi teknis dari para ahli; dan
c. Peningkatan kapasitas masyarakat sehingga ada kehlian-keahlian yang
bertambah di komunitas.
27
Pelajaran positif (lesson learnt) yang dapat diambil dari program tersebut adalah:
- Tanah : kriteria tanah sebaiknya sesuai untuk irigasi yang memiliki solum cukup
dalam, tidak terlalu asam atau basa, dan cukup subur.
28
- Biaya: besarnya volume pekerjaan dan kebutuhan material dalam konstruksi
sangat menentukan dapat diaplikasikan atau tidaknya teknologi ini.
Ada beberapa jenis teknologi pemanenan air hujan yang saat ini telah
banyak dikembangkan guna memperoleh air yang dapat dimanfaatkan untuk
penyediaan air saat musim kemarau. Beberapa jenis teknologi pemanenan air
hujan adalah :
A. Pembangunan Embung
29
3) membuat embungembung yang serupa di tempat lain.
C. Sumur Resapan
30
imbuhan air secara buatan dengan cara menginjeksikan air hujan ke dalam
tanah.
31
memberikan pengurangan risiko kekeringan bagi masyarakat. Proses
penyesuaian keputusan itu terjadi ketika terkumpulnya informasi yang baru dan
terjadinya proses pembelajaran. Gagasan adopsi teknik pemanenan air hujan ini
muncul ketika masyarakat menyadari pentingnya menghadapi ketidakpastian,
dengan cara merancang intervensi untuk mendorong pembelajaran. Dalam
prosesnya, pendekatan yang dilakukan dapat merujuk pada pendekatan adaptif
dimana suatu cara bagi para pemangku kepentingan untuk mengambil langkah
secara bertanggung jawab ketika menghadapi ketidakpastian. Pendekatan ini
memungkinkan dilakukannya perbaikan sesering dibutuhkan melalui proses
yang berulang-ulang. Hasil refleksi itu kemudian diangkat sebagai faktor yang
penting untuk dipertimbangkan dalam perencanaan, diikuti dengan tindakan
nyata untuk mencapai tujuan pengelolaan hingga masa mendatang.
32
kebijaksanaan setempat; skalanya kecil, berbasis komunitas; fokus pada
kondisi awal; dan memiliki output yang terlihat.
33
BAB IV
PENUTUP
Simpulan
34
DAFTAR PUSTAKA
35