Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

FISIKA BENCANA ALAM


Tentang
Kekeringan

oleh

Pauzan Lubis : 2014080029

Tri Astuti : 2014080030

Nursahmira : 2014080043

Dosen Pengampu :

Hurriyah S.Si., MT.

JURUSAN TADRIS IPA (KONSENTRASI FISIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN )

IMAM BONJOL PADANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Tsunami ini
dengan baik.
Terimakasih saya ucapkan kepada ibu Hurriyah S.Si., MT. selaku dosen mata kuliah Fisika
Bencana Alam , yang telah memberikan arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan
dari beliau mungkin, saya tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format
yang telah di tentukan.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saya
mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah untuk kedepannya.
Akhir kata, saya ucapkan terimakasih kepada para pembaca yang sudah berkenan membaca
makalah ini dengan tulus ikhlas. Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi saya
sendiri dan para pembaca Aamiin ..

Padang, 01 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulis ........................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi dan Penyebab Kekeringan ........................................................................ 2


B. La Nina dan La Nino .............................................................................................. 5
C. Hukum-hukum Fisika Yang Mendasari Proses Kekeringan .................................. 7
D. Karakteristik Dari Kekeringan ................................................................................ 11
E. Resiko dan Rawan Kekeringan ............................................................................... 14
F. Prediksi Kekeringan ............................................................................................... 15

BAB III STUDI KASUS .................................................................................................... 17

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 22
B. Saran ....................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/ atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
(Definisi bencana menurut UU No. 24 tahun 2007). Bencana merupakan pertemuan
dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang di picu
oleh suatu kejadian.
Kekeringan adalah keadaan kekurangan pasokan air pada suatu daerah dalam masa
yang berkepanjangan (beberapa bulan hingga bertahun-tahun). Biasanya kejadian ini
muncul bila suatu wilayah secara terus -menerus mengalami curah hujan di bawah
rata-rata. Musim kemarau yang panjang akan menyebabkan kekeringan karena
cadangan air tanah akan habis akibat penguapan (evaporasi), transpirasi, ataupun
penggunaan lain oleh manusia. Kekeringan dapat menjadi bencana alam apabila
mulai menyebabkan suatu wilayah kehilangan sumber pendapatan akibat gangguan
pada pertanian dan ekosistem yang ditimbulkannya. Dampak ekonomi dan ekologi
kekeringan merupakan suatu proses sehingga batasan kekeringan dalam setiap
bidang dapat berbeda-beda. Namun demikian, suatu kekeringan yang singkat tetapi
intensif dapat pula menyebabkan kerusakan yang signifikan.

B. Rumusan Masalah
A. Defenisi dan Penyebab Kekeringan
B. La Nina dan La Nino
C. Hukum-hukum Fisika Yang Mendasari Proses Kekeringan
D. Karakteristik Dari Kekeringan
E. Resiko dan Rawan Kekeringan
F. Prediksi Kekeringan

C. Tujuan Penulis
A. Untuk Mengetahui Bagaimana Defenisi dan Penyebab Kekeringan
B. Untuk Mengetahui Apa itu La Nina dan La Nino
C. Untuk Mengetahui Bagaimana Hukum-hukum Fisika Yang Mendasari Proses
Kekeringan
D. Untuk Mengetahui Karakteristik Dari Kekeringan
E. Untuk Mengetahui Resiko dan Rawan Kekeringan
F. Untuk Mengetahui Prediksi Kekeringa
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi dan Penyebab Kekeringan

a. Defenisi kekeringan
Kekeringan adalah kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya pada suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan air. Menurut Shelia
B. Red (1995) kekeringan didefinisikan sebagai pengurangan persediaan air atau
kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau
volume yang diharapkan untuk jangka waktu khusus. Dampak kekeringan
muncul sebagai akibat dari kekurangannya air, atau perbedaan-perbedaan antara
permintaan dan persediaan air. Apabila kekeringan sudah mengganggu dampak
tata kehidupan, dan perekonomian masyarakat maka kekeringan dapat dikatakan
Bencana.
Menurut Shelia B. Red (1995) kekeringan bisa dikelompokan berdasarkan
jenisnya yaitu: kekeringan meteorologis, kekeringan hydrologis, kekeringan
pertanian, dan kekeringan sosial ekonomi.
1. Kekeringan meteorologis, berasal dari kurangnya curah hujan dan didasarkan
pada tingkat kekeringan relatif terhadap tingkat kekeringan normal atau rata–
rata dan lamanya periode kering. Perbandingan ini haruslah bersifat khusus
untuk daerah tertentu dan bisa diukur pada musim harian dan bulanan, atau
jumlah curah hujan skala waktu tahunan. Kekurangan curah hujan sendiri,
tidak selalu menciptakan bahaya kekeringan.
2. Kekeringan hidrologis mencakup mencangkup berkurangnya sumber–
sumber air seperti sungai, air tanah, danau dan tempat –tempat cadangan air.
Definisinya mencangkup data tentang ketersediaan dan tingkat penggunaan
yang dikaitkan dengan kegiatan wajar dari sistem yang dipasok (sistem
domestik, industri, pertanian yang menggunakan irigasi). Salah satu
dampaknya adalah kompetisi antara pemakai air dalam sistem–sistem
penyimpanan air ini.
3. Kekeringan pertanian adalah dampak dari kekeringan meteorologi dan
hidrologi terhadap produksi tanaman pangan dan ternak. Kekeringan ini
terjadi ketika kelembapan tanah tidak mencukupi untuk mempertahankan
hasil dan pertumbuhan rata-rata tanaman. Kebutuhan air bagi tanaman,
bagaimanapun juga, tergantung pada jenis tanaman, tingkat pertumbuhan dan
sarana- sarana tanah. Dampak dari kekeringan pertanian sulit untuk bisa
diukur karena rumitnya pertumbuhan tanaman dan kemungkinan adanya
faktor –faktor lain yang bisa mengurangi hasil seperti hama, alang–alang,
tingkat kesuburan tanah yang rendah dan harga hasil tanaman yang rendah.
Kekeringan kelaparan bisa dianggap sebagai satu bentuk kekeringan yang
ekstrim, dimana kekurangan banjir sudah begitu parahnya sehingga sejumlah
besar menusia menjadi tidak sehat atau mati. Bencana kelaparan biasanya
mempunyai penyebab–penyebab yang kompleks sering kali mencangkup
perang dan konflik. Meskipun kelangkaan pangan merupakan faktor utama
dalam bencana kelaparan, kematian dapat muncul sebagai akibat dari
pengaruh–pengaruh yang rumit lainnya seperti penyakit atau kurangnya
akses dan jasa-jasa lainnya.
4. Kekeringan sosioekonomi berhubungan dengan ketersediaan dan permintaan
akan barang–barang dan jasa dengan tiga jenis kekeringan yang disebutkan
diatas. Ketika persediaan barang–barang seperti air, jerami atau jasa seperti
energi listrik tergantung pada cuaca, kekeringan bisa menyebabkan
kekurangan. Konsep kekeringan sosioekonomi mengenali hubungan antara
kekeringan dan aktivitas–aktivitas manusia. Sebagai contoh, praktek–praktek
penggunaan lahan yang jelek semakin memperburuk dampak–dampak dan
kerentanan terhadap kekeringan di masa mendatang.

b. Penyebab Kekeringan
Ada beberapa penyebab terjadinya kekeringan antara lain :
1. Lapisan tanah tipis Dengan lapisan tanah yang tipis, air hujan yang
terkandung dalam tanah tidak akan bertahan lama. Hal ini dapat terjadi
karena air akan lebih cepat mengalami penguapan oleh panas matahari.
Biasanya bencana kekeringan sering terjadi di daerah pegunungan
kars,karena di daerah ini memiliki lapisan tanah atas yang tipis.
2. Air tanah dalam Air hujan yang jatuh pada saat musim penghujan, akan
meresap jauh ke dalam lapisan bawah tanah mengingat selain hanya mampu
menyimpan air dengan intensitas yang terbatas, tanah juga tidak mampu
menyimpan air dengan jangka waktu yang lebih lama. Hal ini menyebabkan
aliran-aliran air di bawah tanah (sungai bawah tanah) yang dalam, sehingga
tanaman tidak mampu menyerap air pada saat musim kemarau, karena akar
yang dimiliki tidak mampu menjangkaunya. Air tanah yang dalam
menyebabkan sumber -sumber mata air mengalami kekeringan di musim
kemarau,karena air yang terdapat jauh di bawah lapisan tanah tidak mampu
naik, sehingga kalaupun ada sumber mata air yang tidak mengalami
kekeringan pada musim kemarau, itu jumlahnya terbatas.
3. Tekstur tanah kasar Tekstur tanah yang kasar, tidak mampu menyimpan air
dengan jangka waktu yang lama. Karena air hujan yang turun akan langsung
mengalir ke dalam, karena tanah tidak mampu menahan laju air. Di lain sisi,
air yang terkandung dalam tanah yang memiliki tekstur yang kasar akan
mengalami penguapan relatif lebih cepat, karena rongga-rongga tanah jelas
lebih lebar dan sangat mendukung terjadinya proses penguapan.
4. Iklim Dalam hal ini iklim berkaitan langsung dengan bencana kekeringan.
Keadaan alam yang tidak menentu akan berpengaruh terhadap kondisi iklim
yang terjadi. Sehingga mengakibatkan perubahan musim. Misalnya: Akibat
perubahan kondisi iklim, menyebabkan musim kemarau berjalan lebih lama
daripada musim penghujan, dengan musim kemarau yang lebih lama
tentunya akan memungkinkan terjadinya bencana kekeringan. Karena
kebutuhan air kurang terpenuhi di musim kemarau.
5. Vegetasi Vegetasi juga mempunyai andil terhadap terjadinya
kekeringan .Jenis vegetasi tertentu seperti ketela pohon yang menyerap air
tanah dengan intensitas yang lebih banyak, daripada tanaman lain, tentunya
akan sangat menguras kandungan air dalam tanah. Dan lebih parahnya,
penanaman ketela pohon banyak terjadi di daerah pegunungan karst yang
rawan akan bencana kekeringan. Vegetasi lain yang dapat memicu
kekeringan adalah tanaman bambu. Bambu memiliki struktur yang sangat
rumit, dan menutupi permukaan tanah (lapisan tanah atas) di sekitar bambu
itu tumbuh. Sehingga kemungkinan tanaman lain untuk tumbuh sangat kecil.
Dengan demikian tanaman yang seharusnya berfungsi untuk menyimpan air
tidak ada atau terbatas jumlahnya.
6. Topografi Topografi atau tinggi rendah suatu daerah sangat berpengaruh
terhadap kandungan air tanah yang dimiliki. Biasanya daerah yang rendah
akan memiliki kandungan air tanah yang lebih banyak daripada di daerah
dataran tinggi. Hal ini disebabkan karena air hujan yang diserap oleh tanah
akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena
itu air akan lebih banyak terserap oleh tanah di dataran yang lebih rendah.
Dengan kata lain.di dataran tinggi kemungkinan terjadi bencana kekeringan
lebih besar daripada di dataran rendah. Karena dataran tinggi tidak mampu
menyimpan air lebih lama.1

B. La Nina dan La Nino


a. Pengertian El Nino dan La Nina
El Nino merupakan bahasa Spanyol dari anak laku-laki. El Nino adalah
fenomena alam dan bukan badai.  Fenomena ini secara ilmiah diartikan dengan
peningkatan suhu muka laut di sekitar Pasifik Tengah dan Timur. Peningkatan
suhu ini di atas rata-rata di sepanjang garis ekuador. 
Sedangkan El Nina adalah kondisi dimana suhu permukaan laut mengalami
penurunan. Penurunan suhu ini terjadi di kawasan Timur ekuator di Laut
Pasifik. La Nina artinya anak perempuan dalam bahasa Spanyol Perbedaan El
Nino dan La Nina Meskipun sama-sama perubahan suhu di permukaan laut, El
Nino La Nina memiliki perbedaan. La Nina hanya terjadi selama 6-7 tahun
sekali. Sedangkan El Nino rata-rata terjadi sekali dalam 4 tahun.  El Nino
berlangsung menjelang akhir tahun, tepatnya menjelang bulan Desember. El
Nina tidak diketahui pasti lama periodenya. La Nina tidak bisa dilihat secara
kasat mata, berbeda dengan El Nino yang bisa diketahui secara kasat mata. 
b. Dampak El Nino dan La Nina 
dampak yang ditimbulkan dua fenomena ini berbeda. Dampak dari La Nina
adalah meningkatnya curah hujan di wilayah Indonesia. Hal ini berpengaruh
pada musim kemarau yang menjadi lebih basah.  Tingginya curah hujan
menyebabkan beberapa daerah banjir. Daerah yang mengalami banjir biasanya
memiliki resapan yang rendah.  EL Nino mendatangkan dampak yang
berkebalikan dengan El Nina. Curah hujan saat El Nino akan berkurang

1
Muh sya. kekeringan. 7 januari 2018
tergantung intensitas EL Nino. Imbasnya akan terjadi kekeringan panjang di
beberapa wilayah di Indonesia. Saat kemarau panjang, kebakaran hutan menjadi
sering terjadi karena dedaunan mengering. 2

2
Tya septiana : pengertian,perbedaan dan dampak el nino dan el nina.23 Oktober 2020
C. Hukum-hukum Fisika Yang Mendasari Proses Kekeringan
Adapun karakteristik fisika dari bencana kekeringan sebagai berikut.
a. Suhu (T)
Suhu adalah besaran fisika yang menyatakan derajat panas dinginnya suatu
zat. Alat untuk mengukur suhu disebut termometer. Pada termometer, zat yang
paling banyak digunakan adalah alkohol dan raksa. Yang menjadi pelopor
pembuatan termometer adalah Galileo Galilei (1564-1642).
Prinsip kerja termometer buatan Galileo didasaran pada perubahan volume
gas di dalam labu. Prinsip kerja termometer biasanya menggunakan sifat
pemuaian zat cair. Ada beberapa skala suhu, yaitu sebagai berikut:

1) Skala Celcius (°C)

Skala Celcius dikembangkan oleh ahli astronomi Swedia Anders Celcius


(1701-1744) pada tahun 1742, mengusulkan suatu skala sebagai patokan
untuk mengukur suhu. Skala celcius memiliki seratus derajat panas yang
terbagi rata antara suhu air membeku dan suhu air mendidih.

2) Termometer Reaumur (°R)

Titik tetap bawah diberi angka 0 dan titik tetap atas diberi angka 80.
Diantara titik tetap bawah dan titik tetap atas dibagi menjadi 80 skala.

3) Termometer Fahrenheit (°F)

Titik tetap bawah diberi angka 32 dan titik tetap atas diberi angka 212.
Suhu es yang dicampur dengan garam ditetapkan sebagai 0ºF. Diantara
titik tetap bawah dan titik tetap atas dibagi 180 skala.

4) Termometer Kelvin (K)

Pada termometer Kelvin, titik terbawah diberi angka nol. Titik ini disebut
suhu mutlak, yaitu suhu terkecil yang dimiliki benda ketika energi total
partikel benda tersebut nol. Kelvin menetapkan suhu es melebur dengan
angka 273 dan suhu air mendidih dengan angka 373. Rentang titik tetap
bawah dan titik tetap atas termometer Kelvin dibagi menjadi 100 skala.

Bila kalor yang diterima suatu benda besar, maka suhu benda tersebut
akan tinggi, begitu pula sebaliknya. Tinggi rendahnya suhu akan
berpengaruh pada peristiwa penguapan yang terjadi, jika suhu suatu zat
dalam hal ini air tidak mencapai titik didihnya, maka penguapan tidak akan
terjadi. Artinya, tidak akan terjadi bencana kekeringan.
Suhu yang paling tinggi berada di permukaan. Semakin dalam suatu
wilayah perairan maka tekanan menuju dasar akan semakin besar. Hal ini
mengakibatkan suhu semakin turun. Salah satu faktorya tidak ada cahaya
yang dapat menembus.
Kalor (Q)
Kalor adalah bentuk energi yang berpindah dari suhu tinggi ke suhu
rendah. Jika suatu benda menerima/melepaskan kalor, maka suhu benda itu
akan naik/turun atau wujud benda berubah. Kalor yang diserap benda
bergantung massa benda, perubahan suhu dan bahan penyusun benda. Secara
matematis dapat di tulis sebagai berikut.
Q = m c ∆T

Dengan: Q = kalor yang diserap/dilepas benda (J)


m = massa benda (kg)
c = kalor jenis benda (J/kg°C)
∆T = perubahan suhu (oC)

Kalor jenis benda (zat) menunjukkan banyaknya kalor yang


diperlukan oleh 1 kg zat untuk menaikkan suhunya sebesar satu satuan suhu
(°C). Hal ini berarti tiap benda (zat) memerlukan kalor yang berbeda-beda
meskipun untuk menaikkan suhu yang sama dan massa yang sama.
Kalor dapat merubah wujud benda, contohnya pada peristiwa
penguapan. Zat yang pada mulanya berbentuk cair ketika menerima sejumlah
kalor tertentu akan berubah wujudnya menjadi gas. Peristiwa inilah yang
terjadi pada proses terjadinya hujan. Kurangnya penguapan yang terjadi di
suatu daerah dapat menyebabkan berkurangnya curah hujan, yang pada
akhirnya dapat mengakibatkan bencana kekeringan di daerah tersebut.

a. Kalor Laten (L)


Kalor laten merupakan kalor yang dibutuhkan 1 kg zat untuk berubah
wujud. Ada dua jenis kalor laten, pertama: kalor lebur untuk mengubah dari
padat ke cair. Kalor lebur zat sama dengan kalor bekunya. Kedua: kalor uap
yaitu kalor untu kmengubah dari cair menjadi gas. Kalor uap zat sama dengan
kalor embun.
Kalor laten yang berhubungan dengan bencana kekeringan adalah
kalor uap. Kalor ini sama dengan kalor yang diperlukan pada zat untuk
mengembun. Jadi, kalor yang dibutuhkan 1 kg air untuk menguap seluruhnya
sama dengan kalor yang dibutuhkan untuk mengembun seluruhnya. Kalor
yang dibutuhkan untuk menguapkan sejumlah dapat dinyatakan sebagai
berikut.
Q = m Lu

Dengan: Q = kalor yang diperlukan (J)


m = massa zat (kg)
Lu = kalor uap zat (J/kg)

Tiap jenis zat memiliki nilai kalor uap yang berbeda. Kalor uap
berbagai zat ditunjukkan oleh tabel berikut.

Tabel Nilai kalor uap beberapa zat


Kalor Uap
Nama Zat
Air 2.258 539
Amoniak 1.362,5 327
Antimon 561 134,6
Belerang 326 78,24
Emas 1.578 378,7

Dari Tabel 2. di atas dapat dilihat bahwa kalor yang dibutuhkan 1 kg


air untuk menguap adalah sebesar 2.258 J/kg. Kalor yang dibutuhkan ini
berasal dari panas matahari yang menyinari bumi, terutama di daerah laut
seperti samudera pasifik. Dengan panas yang dipancarkan oleh matahari dan
dalam kurun waktu yang cukup lama, kalor ini tentunya dapat dipenuhi
sehingga terjadilah peristiwa penguapan.

b. Perpindahan Kalor
Terdapat 3 cara perpindahan kalor yaitu:
1) Konduksi
Pada peristiwa konduksi, perpindahan panas yang terjadi tidak disertai
dengan perpindahan partikel zat.
2) Konveksi
Pada peristiwa konveksi, perpindahan panas yang terjadi disertai dengan
perpindahan partikel akibat perbedaan massa jenis.
3) Radiasi
Radiasi adalah peristiwa perpindahan kalor tanpa melalui medium atau zat.
gelombang elektromagnetik.

Perpindahan panas yang berhubungan dengan kekeringan yaitu radiasi


cahaya matahari. Intensitas radiasi matahari sangat berpengaruh terhadap
kenaikan suhu air laut karena semakin besar intensitas radiasi matahari maka
semakin tinggi suhu air laut yang diperoleh. Hal ini terjadi karena pada
dasarnya intensitas radiasi matahari merupakan faktor utama yang digunakan
untuk menentukan nilai suhu air laut dan besarnya penguapan. Semakin tinggi
intensitas cahaya matahari maka semakin cepat terjadi penguapan sehingga
menyebabkan tingginya curah hujan.
Selain itu, bencana kekeringan juga berhubungan dengan perpindahan
kalor secara konveksi.3

D. Karakteristik Dari Kekeringan


1. Musim kemarau yang terjadi terlalu lama
Salah satu penyebab dari kekeringan yang paling umum dan paling wajar di
Indonesia adalah musim kemarau yang terlalu lama. Hal ini mengindikasikan
bahwa tidak ada jenis hujan yang turun dalam waktu yang lebih lama daripada
biasanya. Apabila biasanya hujan (baca: hujan asam) tidak turun hanya selama
kurang lebih enam bulan, namun ketika hujan tidak turun selama lebih dari enam
bulan maka masyarakat sudah kehilangan sumber air seperti biasanya. Musim
kemarau yang terlalu lama menyebabkan sumber air semakin sedikit persediaan
airnya, sementara untuk penggunaannya sendiri tidak berubah.
Masyarakat tidak berusaha menghemat air meskipun sedang musim kemarau,
hanya saja apabila musim kemarau dirasa sudah melampaui batas maka
masyarakat segera mengupayakan hal- hal untuk menghemat penggunaan air
karena khawatir apabila musim kemarau panjang membuat persediaan air tidak
cukup hingga masyarakat harus mencari ke tempat yang lebih jauh, mengantri,
bahkan harus membeli air. Maka dari itulah sebaiknya sebagai masyarakat dan
pengguna air yang baik, sebaiknya kita menggunakan air sewajarnya saja dan
berusaha menghemat air ketika sudah memasuki musim kemarau. Hal ini untuk

3
frisa rahmah sari dkk.Penerapan konsep-konsep fisika dalam bencana kekeringan dan
mitigasi.2018
mengantisipasi agar ketika musim kemarau datang lebih lama maka kita tidak
terlalu cepat kehilangan persediaan air.
2. Minimnya peresapan air karena sedikitnya pohon
Peristiwa kekeringan di Indoenesia juga terjadi karena minimnya peresapan air.
Peresapan air ini dibentuk ketika kita menanam pohon. Akar tanaman atau akar
pohon akan meyerap air yang turun dari air hujan ke permukaan air dan
menyimpannya sebagai air tanah (baca: ciri-ciri air tanah artesis). Air yang
tersimpan oleh akar- akar pohon ini akan di kunci di bawah tanah sehingga kita
bisa menggunakannya ketika musim kemarau tiba (baca: cara melestarikan air
tanah) . maka dari itulah di daerah yang mempunyai banyak pohon, keberadaan air
akan lebih mudah ditemukan apabila dibandingkan dengan daerah yang hanya
ditanami sedikit pohon. Maka dari itulah sangat penting bagi kita untuk ikut
menanam pohon demi ketersediaan air yang sangat kita butuhkan.

Suatu daerah yang hanya memiliki sedikit pohon, pasti hanya memiliki tabungan
air yang sedikit pula. Hal ini tidak akan mencukupi bagi masyarakat ketika sudah
memasuki musim kemarau. Maka dari itulah, ketika musim kemarau tiba, daerah
perkotaan akan lebih sedikit mempunyai cadangan air daripada di pedesaan. Salah
satu hal yang menyebabkan ini adalah karena di kota lebih sedikit pohon,
sementara di desa memiliki banyak pohon. Pohon- pohon tidak hanya berfungsi
sebagai penyerap dan penyimpan air saja, namun juga banyak fungsi penghijauan
yang lainnya, seperti mengurangi polusi udara, memperindah pemandangan,
sebagai sumber oksigen, dan lain sebagainya.
3. Penggunaan air yang berlebihan
Salah satu penyebab dari peristiwa kekeringan adalah penggunaan air yang
berlebihan. Bukankah ada anjuran agama untuk menggunakan sesuatu sewajarnya
saja dan tidak berlebih- lebihan? Hal ini nampaknya sulit untuk dilakukan
beberapa orang. Meskipun kita mengetahui bahwa air mempunyai siklusnya
sendiri, yakni air yang kita gunakan dan kita buang akan meresap kembali ke
dalam tanah, melalui penyaringan dan kemudian muncul sebagai sumber air yang
baru, namun penggunaan air harus tetap dihemat.
Tidak semau air akan meresap ke dalam tanah, bahkan sebagian air akan menguap
karena terkena oleh sinar matahari. Ketia air menguap maka air akan berubah
menjadi uap air, kemudian naik ke atas terbawa oleh angin hingga memasuki
wilayah lain. Kemudian sebagian dari uap air tersebut akan benrubah menjadi
hujan dan inilah proses terjadinya hujan. Hujan yang jatuh tidak semua jatuh ke
pemukiman masyarakat, bahkan hanya jatur di daerah pegunungan atau di gunung
yang tidak digunakan sebagai pemukiman masyarakat. Dengan demikian
masyarakat sudah kehilangan sebagian dari sumber air mereka.
4. Kekurangan sumber air
Sudah sangat wajar jika kekeringan terjadi karena di suatu daerah kekurangan
jumlah sumber air. Sumber air yang dimaksud adalah seperti mata air (baca:
proses terjadinya mata air), ekosistem sungai, ekosistem  danau, dan lain
sebagainya. Jika suatu daerah jauh dengan sumber- sumber air yang demikian itu
maka sangat sulit bagi mereka ketika terjadi kemarau panjang. Jika sumber utama
yang mereka miliki adalah sumur, maka ketika sumur mengering, sulit untuk
mendapatkan sumber air yang lainnya. Lain halnya ketika wilayah kita dilewati
oleh sungai, dekat dengan danau, dan sebagainya, maka kita akan mempunyai
sumber air yang lain selain sumur yang kita miliki. Maka dari itulah keberadaan
sumber- sumber air yang alami sangat penting keberadaannya.

5. Jauhnya jarak terhadap sumber air


Selain kekurangan sumber air, kekeringan juga dapat disebabkan oleh sumber air
yang jaraknya terlampau jauh. Misalnya dalam suatu kawasan jarak sumber air
yang paling dekat adalah tiga kilometer dan itupun di tempat ynag terpencil
(memiliki akses jalan yang sulit), maka ketika musim kemarau yang terlalu lama
datang maka sumur- sumur menjadi kering. Ketika sumur kering, maka kita tidak
mempunyai alternatif sumber air lain kecuali yang telah disebutkan di atas. Maka
mau tidak mau masyarakat harus menempuh jarak yang jauh dan melewati jalan
yang sulit untuk mencapai kesana.
Dan hal ini cukup menyulitkan masyarakat, belum lagi jika mereka harus
mengantri dan sumber air tersebut tidak lancar. Terkadang di sebuah daerah kita
melihat berita di televisi bahwa masyarakatnya rela menggunakan air yang
berwarna hijau keruh untuk keperluan sehari- hari. hal ini karena satu- satunya
sumber air yang dekat hanya yang demikian. Padahal kita sangat tahu bahwa air
yang berwarna keruh dan hijau sangat tidak baik untuk kesehatan. Namun itulah
satu- satunya sumber air yang mudah dan murah untuk di dapatkan. Sehingga
terpaksa mereka harus menggunakannya.
6. Hanya sedikit tampungan air buatan
Di zaman sekarang ini, keberadaan tampungan air merupakan hal yang sangat
penting. Bagaimana air menjadi hal yang sangat penting dan sangat vital bagi
kehidupan di bumi. Maka dari itulah sebagai masyarakat yang merasa penting
akan air, sangat perlu untuk membangun tempat penampungan air buatan, seperti
waduk (baca: waduk terbesar di indonesia). Waduk tidak hanya berguna untuk
memenuhi kebutuhan petani akan irigasi (baca: jenis- jenis irigasi) sawah, namun
juga sangat berguna sebagai penyimpan cadangan air. Daerah yang mempunyai
waduk dengan daerah yang tidak mempunyai waduk pastinya akan lebih cepat
mengurangi kekeringan daerah yang tidak memiliki waduk. Hal ini karena waduk
berfungsi sebagai semacam tabungan air untuk dapat digunakan oleh masyarakat
ketika sedang kesulitan air.4

E. Resiko dan Rawan Kekeringan


Ancaman kekeringan yang menyebabkan krisis air terjadi di beberapa wilayah di
Indonesia. Beberapa studi mengenai neraca air menunjukkan bahwa surplus air hanya
terjadi pada musim hujan dengan durasi sekitar 5 bulan sedangkan pada musim
kemarau telah terjadi defisit untuk selama 7 bulan (KLH, 1997; Pawitan et al., 1996;
Nugroho, 2008). Pulau Jawa memiliki tingkat resiko bencana kekeringan yang paling
besar dibandingkan dengan pulau lainnya di Indonesia. Peningkatan kapasitas untuk
mengurangi risiko bencana dari kekeringan dan krisis air dapat dilakukan dengan
berbagai upaya. Masyarakat dalam beradaptasi terhadap ancaman atau bahaya
kekeringan dan krisis air telah menjadi bagian budaya dari kehidupannya. Di beberapa
daerah yang rawan kekeringan, budaya masyarakat hemat air dalam penggunaan air
telah tumbuh berkembang sebagai respon dari kondisi lingkungannya. Kapasitas di
masyarakat tersebut merupakan aspek positif dari situasi yang ada, yang apabila
dimobilisasi dapat mengurangi risiko (risk) dengan mengurangi kerentanan.

4
Guru Negeri. Bencana Kekeringan: Pengertian, Faktor, Ciri, Proses, Dampak Dan
Penanggulangannya. Sabtu, 11 Januari 2020
Mengurangi risiko dari bencana kekeringan dapat dideskripsikan sebagai mengurangi
kerentanan dan meningkatkan kapasitas (Awotona, 1997). Untuk itulah, peningkatan
kapasitas masyarakat dalam mengurangi risiko bencana kekeringan merupakan salah
satu kajian menarik. Bagaimana metode dan upaya-upaya yang dapat digunakan
sebagai alternatif pilihan dalam mengurangi risiko bencana perlu dikaji lebih
mendalam.5

F. Prediksi Kekeringan
Pemantauan dan prediksi kekeringan telah dilakukan dengan berbagai metode.
Secara meteorologis, kekeringan dapat diprediksi dan dipantau berdasarkan data
cuaca dari stasiun meteorologi. Selain itu, perkembangan teknologi satelit
memungkinkan fenomena cuaca dan iklim dapat dipelajari dan dideteksi secara
komprehensif untuk wilayah yang luas. Pemanfaatan data penginderaan jauh satelit
untuk mendeteksi dan memetakan kekeringan telah dilakukan sejak tahun 1980an.
Data satelit lingkungan dan cuaca yang tersedia pada saat itu, memungkinkan untuk
mendeteksi gejala-gejala alam yang berkaitan dengan kekeringan. Diawali dengan
analisis awan dari citra satelit untuk mempelajari fenomena cuaca, kemudian
dikembangkan analisis suhu permukaan laut global untuk mengetahui anomali iklim,
hingga deteksi kehijauan lahan melalui parameter indeks vegetasi menjadi makin luas
penggunaannya.
Selain parameter-parameter konvensional tersebut, saat ini telah
dikembangkan berbagai indeks kekeringan untukmendeteksi kekeringan yang
diturunkan dari data satelit resolusi rendah dan menengah antara lain NOAA-
AVHRR, TRMM, MODIS, Landsat, dan SPOT.Indeks-indeks yang telah
dikembangkan untuk pemantauan dan deteksi kekeringan antara lain NVDI
(Normalized Difference Vegetation Index), EVI (Enhanced Vegetation Index),
MSAVI (Modified Soil-Adjusted Vegetation Index), PVI (Perpendicular Vegetation
Index), Vegetation Dryness Index (VDI), Temperature Vegetation Dryness Index
(TVDI), dan SBI (Soil Brightness Index). Untuk deteksi kekeringan dengan berbasis
data curah hujan telah dikembangkan SPI (Standardized Precipitation Index) dan
KBDI (Keetch-Byram Dryness Index). Di Indonesia, penggunaan data indeks vegetasi
dan indeks lainnya dari beberapa formula telah meluas.

5
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 2, Agustus 2011 Hlm.65-73
Namun hingga saat ini belum ditetapkan standar metode pengolahan data
satelit untuk menurunkan parameter deteksi kekeringan. Sementara itu Undang
Undang Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan Pasal 19 ayat (1) huruf d
menyebutkan bahwa pengolahan data penginderaan jauh dapat meliputi deteksi
parameter geo-bio-fisik. Lebih lanjut dalam Pasal 20 ayat (2) dikemukakan bahwa
Lembaga bertugas melakukan pembinaan dan menetapkan standarisasi data dan
produk informasi serta metode pengolahan penginderaan jauh nasional.6

BAB III
6
Erna Sri Adiningsih : TINJAUAN METODE DETEKSI PARAMETER KEKERINGAN BERBASIS DATA
PENGINDERAAN JAUH. Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014
STUDI KASUS

No Artikel Ringkasan isi Kajian Fisika Dalam


Jurnal
1 Wahid Ardiansyah I Secara umum daerah rawan Kajian fisika dari jurnal
wayan Nuarsa Ida kekeringan tersebar pada ini adalah Kemiringan
Bagus Putu hampir seluruh wilayah Lereng. Bentuk Topografi
Bhayunagiri:Analisi Kabupaten Bondowoso. yang sebagian besar
Daerah Rawan Bencana Daerah yang berpotensi wilayah merupakan
Kekeringan Berbasis rawan kekeringan tinggi wilayah yang memiliki
Sistem Informasi didominasi oleh wilayah kemiringan lereng miring
Geografi di Kabupaten bagian utara. Kondisi curah sampai sangat curam,
Bondowo Provinsi Jawa hujan Kabupaten Bondowoso membuat Kabupaten
Timur. ISSN: 2301- berkisar 1000- 2000 mm/th, Bondowoso bukan hanya
6515 Vol. 10, No. 4, dengan curah hujan yang rawan kekeringan saja
Oktober 2021 relatif kecil dan potensi air melainkan juga rawan
tanah yang terbatas terhadap bencana tanah
menjadikan input dan output longsor, dan lain-lain.
air tidak seimbang. Peta Tingkat kemiringan
Berdasarkan kondisi lereng di Kabupaten
lapangan Kecamatan Bondowoso. emiringan
Botolinggo, penggunaan lereng mempunyai
lahan yang dominan berupa pengaruh dalam
tanah ladang. Kemiringan menetukan aliran
lereng yang agak curam permukaan selain dari
sampai curam dan irigasi jenis penggunaan lahan.
yang digunakan hanya berupa Menurut Wiliam (1995)
tadah hujan, simpanan air kemiringan lereng dapat
yang tidak banyak karena mempengaruhi aliran
hanya mengandalkan hujan permukaan. Semakin
menyebabkan daerah tersebut tinggi nilai aliran
sangan rawan akan permukaan, maka
kekeringan. dengan jenis semakin sedikit air yang
tanah Regosol yang memiliki dapat diretensi oleh tanah
beberapa karakteristik yaitu sebagai akibatnya
kapasitas mengikat air yang semakin besar air curah
kurang baik karena tekstur hujan yang langsung
tanah yang kasar (pasiran), menjadi debit.
memiliki nilai porositas air
yang cukup besar, dan ukuran
pori drainase yang besar,.
Jenis tanah yang memiliki
nilai porositas yang besar
memiliki kesulitan dalam
menyimpan air dan
mengakibatkan kandungan
air tanah sedikit
(Hardjowigeno, 1992). Selain
itu Kondisi penggunaan
Lahan yang didominasi oleh
sawah, kebun, dan tanah
ladang mempengaruhi nilai
limpasan dan baseflow. Nilai
base flow mengalami
penurunan disebabkan karena
jenis penggunaan lahan yang
berupa lahan terbuka seperti
sawah, tegalan, dan kebun
sehingga menyebabkan nilai
limpasan meningkat sebagai
dampak dari air yang tidak
sempat mengalami infiltrasi.
2 Erna Sri Adiningsih : Kekeringan yang dikaji Kajian fisika dalam jurnal
TINJAUAN METODE adalah kekeringan adalah penginderaan jauh.
DETEKSI meteorologis/klimatologis, Raharjo (2009) telah
PARAMETER kekeringan hidrologis, meneliti tentang aplikasi
KEKERINGAN kekeringan pertanian, penginderaan jauh dan
BERBASIS DATA kekeringan sosial ekonomi, sistem informasi
PENGINDERAAN dan kekeringan antropogenik. geografis (SIG) untuk
JAUH. Seminar Hasil kajian menunjukkan mengidentifikasi potensi
Nasional Penginderaan penggunaan indeks vegetasi kekeringan di Kabupaten
Jauh 2014 sebagai indikator kekeringan Kebumen dengan
dapat diterapkan dengan menggunakan indeks
ketelitian cukup baik pada kecerahan, indeks
keadaan lahan tertutup oleh kebasahan serta indeks
vegetasi. Pada keadaan tanpa vegetasi. Menurut
vegetasi, penggunaan indeks Raharjo (2009), ketiga
kecerahan tanah dapat jenis indeks tersebut
merepresentasikan dapat mengetahui kondisi
kekeringan tanah secara permukaan dalam
efektif. Indeks TVDI yang hubungannya dengan
telah dimodifikasi kekeringan, parameter
memberikan ketelitian yang lain seperti kondisi
lebih tinggi daripada indeks akuifer, curah hujan serta
aslinya. Penggunaan indeks jenis penggunaan lahan
yang tidak sesuai dengan pertanian kering. Metode
tujuan dan definisi yang digunakan adalah
kekeringan, akan menumpangsusunkan
berpengaruh terhadap parameter-parameter
ketelitian dan menyebabkan yang berpengaruh
interpretasi yang salah arah terhadap kekeringan
(misleading). Berdasarkan dengan menggunakan
penilaian awal menunjukkan SIG, dan data citra satelit
bahwa parameter TVDI dan Landsat TM (Thematic
iTVDI direkomendasikan Mapper) digunakan
sebagai parameter kekeringan sebagai bahan data
pertanian, sedangkan NDVI primer. Hasil pengolahan
dan EVI direkomendasikan ketiga jenis indeks
untuk deteksi kekeringan tersebut dapat dilihat
umum. pada Gambar 3-2. Selain
itu dalam tulisan tersebut
tidak dikemukakan
tingkat ketelitian dari
parameter kekeringan
yang dihasilkan dari data
Landsat.

3 Syamsul Maarif: Risiko bencana kekeringan di sebuah NGO dari German


MENINGKATKAN Indonesia, khususnya di bermana Welthungerhilfe
KAPASITAS Pulau Jawa akan terus menginisiasi program
MASYARAKAT meningkat di masa depan. pemanenan air hujan dan
DALAM MENGATASI Risiko bencana kekeringan membuat tendon air (rain
RISIKO BENCANA meningkat seiring dengan water harvesting and
KEKERINGAN. Jurnal perubahan iklim global yang storage) berbasis
Sains dan Teknologi merubah pola curah hujan, komunitas untuk
Indonesia Vol. 13, No. meningkatnya degradasi meningkatkan kapasitas
2, Agustus 2011 lingkungan, dan para penduduk rentan
Hlm.65-73 bertambahnya jumlah untuk dapat survive
penduduk. Untuk mengurangi mengatasi kekeringan
risiko bencana kekeringan yang muncul tiap
tersebut maka ketahanan atau tahunnya
kapasitas masyarakat dapat
ditingkatkan. Berbagai
pilihan teknik pemanenan
hujan dapat dilakukan di
masyarakat, seperti
pembangunan embung,
tendon air hujan, sumur
resapan dan lainnya. Air
tersebut dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan
air pada saat musim kemarau.
Secara tradisional, di
beberapa daerah telah
menerapkan teknik tersebut.
Kapasitas masyarakat dapat
ditingkatkan melalui
program-program
pengurangan risiko bencana
kekeringan untuk mengatasi
kekeringan dengan berbasis
pada komunitas secara
kontinyu dan berkelanjutan
dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekeringan adalah kurangnya air bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya pada suatu wilayah yang biasanya tidak kekurangan air. Menurut Shelia
B. Red (1995) kekeringan didefinisikan sebagai pengurangan persediaan air atau
kelembaban yang bersifat sementara secara signifikan di bawah normal atau
volume yang diharapkan untuk jangka waktu khusus. Dampak kekeringan muncul
sebagai akibat dari kekurangannya air, atau perbedaan-perbedaan antara
permintaan dan persediaan air. Apabila kekeringan sudah mengganggu dampak
tata kehidupan, dan perekonomian masyarakat maka kekeringan dapat dikatakan
Bencana.
El Nino merupakan bahasa Spanyol dari anak laku-laki. El Nino adalah
fenomena alam dan bukan badai. El Nina adalah kondisi dimana suhu permukaan
laut mengalami penurunan.

B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih focus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggungjawabkan.
DAFTAR PUSTAKA

Muh sya. kekeringan. 7 januari 2018


Tya septiana : pengertian,perbedaan dan dampak el nino dan el nina.23 Oktober
2020
frisa rahmah sari dkk.Penerapan konsep-konsep fisika dalam bencana kekeringan
dan mitigasi.2018
Guru Negeri. Bencana Kekeringan: Pengertian, Faktor, Ciri, Proses, Dampak
Dan Penanggulangannya. Sabtu, 11 Januari 2020

Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 13, No. 2, Agustus 2011 Hlm.65-73
Erna Sri Adiningsih : TINJAUAN METODE DETEKSI PARAMETER
KEKERINGAN BERBASIS DATA PENGINDERAAN JAUH. Seminar Nasional
Penginderaan Jauh 2014

Anda mungkin juga menyukai