Anda di halaman 1dari 36

MATA KULIAH ASTRONOMI

[IPAS120504]
“MAKALAH GERAK BINTANG DAN SEKTRUM BINTANG”

Dosen Pengampu:
Dr. Ni Made Pujani, M.Si.
Putu Hari Sudewa, Sp.d., M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Yessica Natalia Br Ginting 2013071008
Wita Anestasya Br Sinuraya 2013071011
Ni Putu Diah Loriana Dewi 2013071012
Fajar Arinata Ginting 2016011036
V.A

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA


SINGARAJA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Gerak Bintang dan
Sektrum Bintang” dengan baik dan tepat waktu. Tujuan dari penulisan makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Astronomi. Dalam penyusunan
makalah ini telah memperoleh bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini kami menyampaiakan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Ni Made Pujani, M.Si. dan Bapak Putu Hari Sudewa, Sp.d., M.Pd.
Selaku dosen pengampu mata kuliah Astronomi.
2. Seluruh teman – teman yang telah mendukung kami serta terlibat baik
secara langsung atau tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini.
Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari sumber-sumber buku, jurnal, maupun
sumber terpercaya lainnya tentang gerak bintang dan sektrum bintang.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari
itu, kami berharap adanya kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan pada makalah kami agar menjadi lebih baik di karya-karya
selanjutnya.

Singaraja, 12 November 2022

Tim Penyusun.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 2
1.4. Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1. Spektrum Bintang ..................................................................................... 3
2.1.1. Jenis Jenis Spektrum Bintang............................................................ 4
2.1.2. Klasifikasi Spektrum Bintang ........................................................... 6
2.1.3. Diagram Hertzprung Russel ............................................................ 13
2.2. Gerak Bintang ......................................................................................... 18
2.2.1. Efek Dopler ..................................................................................... 18
2.2.2. Gerak dan Kecepatan Bintang ......................................................... 20
2.2.3. Pergeseran Merah Gravitasi ............................................................ 25
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 30
3.1. Kesimpulan ................................................................................................ 30
3.2. Saran ........................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Spektrum Sinar Matahari ...................................................................... 3


Gambar 2. Spektroskop ........................................................................................... 4
Gambar 3. Spektrum Garis...................................................................................... 5
Gambar 4. Bintang Zeta Puppis .............................................................................. 8
Gambar 5. Spektrum dari Bintang Kelas O5v ........................................................ 8
Gambar 6. Bintang Rigel......................................................................................... 9
Gambar 7. Spektrum dari Bintang Kelas B2ii ........................................................ 9
Gambar 8. Bintang Vega dan Sirius ...................................................................... 10
Gambar 9. Spektrum dari Bintang Kelas A2i ....................................................... 10
Gambar 10. Bintang Canopus dan Procyon .......................................................... 10
Gambar 11. Spektrum dari Bintang Kelas F2iii .................................................... 10
Gambar 12. Bintang Matahari dan Alpha Centauri A........................................... 11
Gambar 13. Spektrum dari Bintang Kelas G5iii ................................................... 11
Gambar 14. Bintang Alpha Centauri B, Arcturus dan Aldebaran......................... 12
Gambar 15. Spektrum dari Bintang Kelas K4iii ................................................... 12
Gambar 16. Proxima Centauri, Antares dan Betelgeuse ....................................... 12
Gambar 17. Spektrum dari Bintang Kelas MOii dan M6v ................................... 13
Gambar 18. Ilmuan Henry Norris Russell............................................................. 14
Gambar 19. Diagram Hertzsprung-Russell ........................................................... 15
Gambar 20. Pergerseran Merah dan Pergeseran Ungu Spectrum ......................... 19
Gambar 21. Gerak Proper Motions Bintang ......................................................... 21
Gambar 22. Pergerakan Rasi Bintang Ursa Manjor .............................................. 21
Gambar 23. Pergeseran Spektrum Bintang ........................................................... 22
Gambar 24. Diagram Kecepatan Total.................................................................. 24
Gambar 25. Pergeseran Merah Gravitasi .............................................................. 25

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bintang merupakan benda langit yang memancarkan cahaya.
Matahari adalah bintang merupakan salah satu penghubung antara manusia
dan bintang bintang. Cahaya yang kasat mata (tampak oleh mata) sebenarnya
hanya merupakan sebagian kecil gelombang elektromagnetik. Spektrum
elektromagnetik adalah susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik
berdasarkan panjang gelombang dan frekuensinya. Tetapi spektrum
elektromagnetik ini tidak hanya cahaya tampak, ada juga gelombang radio,
gelombang mikro, sinar inframerah, sinar UV (Ultra Violet), sinar-X.
Cahaya tampak adalah cahaya yang diuraikan menjadi berbagai warna. Dari
cahaya tampak ini, memiliki spektrum yang kontinu sehingga tidak ada batasan
yang jelas antara satu warna dengan warna lainnya. Warna-warna spektrum ini
terdiri dari warna merah, orange, kuning, hijau, biru, ungu. Pada tahun 1814
silam, Fraunhofer mencatat dan memetakan sejumlah garis-garis gelap dalam
spektrum Matahari jika cahayanya di lewatkan pada suatu prisma. Garis-garis
ini pada akhirnya bakal disebut sebagai garis-garis Fraunhofer. Dia pun
kemudian menemukan bahwa bintang-bintang tersebut memiliki spektrum yang
mirip, namun dengan pola garis serapan yang berbeda daripada yang lainnya.
Pada penemuan ini mengantarkannya pada pengklasifikasi bintang awal oleh
sekelompok astronom Harvard. Dasar dari Klasifikasi ini adalah kuatnya garis
serapan atom hidrogen pada spektrum bintang.
Bintang adalah benda angkasa berupa bola gas raksasa yang memancarkan
energinya sendiri dari reaksi inti dalam bintang, baik berupa panas, cahaya
maupun berbagai radiasi lainnya. Bila diamati, bintang selalu bergerak di langit
malam, baik itu tiap jam maupun tiap hari akibat pergerakan Bumi relatif
terhadap bintang (rotasi dan revolusi Bumi). Walaupun begitu, bintang benar-
benar bergerak, sebagian besar karena mengitari pusat galaksi, namun
pergerakannya itu sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dalam pengamatan

1
berabad-abad. Pergerakan bintang ini sangat sukar diikuti karena jaraknya yang
sangat jauh, sehingga kita melihat bintang seolah-olah tetap diam pada
tempatnya sejak dulu hingga sekarang. Berdasarkan latar belakang tersebut
penulis menyusun makalah yang berjudul “Gerak Bintang dan Sektrum
Bintang”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan permasalahan, berikut.
1. Apa yang dimaksud spektrum bintang?
2. Apa saja jenis jenis spektrum bintang?
3. Bagaimana pengklasifikasian spektrum bintang?
4. Apa yang di magsud diagram Hertzsprung Russell?
5. Bagaimana konsep efek Doppler?
6. Bagaimana gerak dan kecepatan bintang?
7. Bagaimana konsep pergeseran merah gravitasi?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui bagaimana konsep spektrum bintang.
2. Mengetahui apasaja jenis jenis spektrum bintang.
3. Menjelaskan bagaimana pengklasifikasian spektrum bintang.
4. Mengetahui konsep diagram Hertzsprung Russell.
5. Mengetahui konsep efek Doppler.
6. Menjelaskan konsep gerak dan kecepatan bintang.
7. Menjelaskan konsep pergeseran merah gravitasi.

1.4. Manfaat
Selain tujuan, penulisan makalah ini memiliki manfaat yaitu sebagai berikut.
1. Bagi Pembaca: Makalah ini dapat menambah wawasan pengetahuan
pembaca tentang materi spektrum dan gerak bintang.
2. Bagi Penulis: Penyusunan makalah ini telah memberikan sebuah
pengalaman bagi penulis serta pengalaman untuk mengumpulkan bahan.
Penulis juga mendapatkan ilmu untuk memahami dan menganalisis materi
yang ditulis dalam makalah ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Spektrum Bintang


Spektrum Bintang adalah cahaya yang di peroleh dengan menggunakan
spektrograf atau prima objektif pada spektrograf, bayangan bintang pada titik
fokus teleskop di lewatkan sebuah celah. Cahaya kemudian di pantulakan oleh
kisi-kisi atau di biaskan oleh prima kaca, cahaya tersebut akan terurai dan
kemudian di fokuskan oleh lensa objektif camera dan terbentuklah spektum
bintang yang tak lain adalah kumpulan bayangan celah.
Umumnya spektrum sinar matahari susunannya adalah merah, jingga,
kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Selain itu masih ada bagian spektrum yang
tidak kasat mata yaitu inframerah (IM) dan ultraviolet (UV). Bagian cahaya
yang tampak dinamakan cahaya kasat mata. Sebenarnya spektrum sinar
matahari itu mengandung banyak sekali warna atau panjang gelombang
sehingga tampak sebaran warna yang kontinu.

Gambar 1. Spektrum Sinar Matahari


(Sumber: https://www.academia.edu)
Bila kita amati spektrum dari berbagai sumber cahaya seperti nyala lilin,
lampu pijar, lampu TL, dan yang lainnya, ternyata jenis spektrumnya
berbeda-beda. Cahaya lilin misalnya, banyak mengandung warna merah,
orange, dan kuning namun hampir tidak mengandung warna biru dan ungu.
Sedangkan lampu TL spektrumnya hampir selengkap spektrum matahari.
Jika spektrum suatu cahaya bergantung dari bahan dan keadaan fisis
sumber tersebut, sehingga hasil analisis spektrum suatu sumber cahaya
dapat digunakan sebagai informasi mengenai keadaan fisis sumber tersebut.

3
Dengan demikian spektrum benda angkasa yang bercahaya seperti halnya
spektrum bintang dapat dipakai sebagai bahan informasi keadaan fisis benda
tersebut.

2.1.1. Jenis Jenis Spektrum Bintang


Spektrum merupakan suatu bukti adanya tingkat-tingkat energi dalam suatu
atom. Spektrum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (i) spektrum emisi
dan (ii) spektrum absorpsi yang dapat diamati menggunakan spektroskop
(Supiyanto, 2006). Spektrum emisi dihasilkan oleh suatu zat yang
memancarkan gelombang elektromagnetik dan dapat dibedakan menjadi tiga:

1. Spektrum garis dihasilkan oleh gas-gas bertekanan rendah yang dipanaskan.


Spektrum ini terdiri dari cahaya monokromatik dengan panjang gelombang
tertentu yang merupakan karakteristik dari unsur yang menghasilkan
spektrum tersebut.
2. Spektrum pita dihasilkan oleh gas dalam keadaan molekuler, misalnya gas
H2, O2, N2, dan CO. Spektrum yang dihasilkan berupa kelompok-kelompok
garis yang sangat rapat sehingga membentuk pita-pita.
3. Spektrum kontinu adalah spektrum yang terdiri atas cahaya dengan semua
panjang gelombang, walaupun dengan intensitas berbeda-beda. Spektrum
ini dihasilkan oleh zat padat, cair, dan gas berpijar.

gas
c
Spectrum kontinu
dengan garis gelap

a b
Spectrum kontinu Spectrum garis terang

Gambar 2. Spektroskop
(Sumber: https://www.google.com)

4
Spektrum absorpsi adalah spektrum yang terjadi karena penyerapan panjang
gelombang tertentu oleh suatu zat terhadap radiasi gelombang elektromagnetik
yang memiliki spektrum kontinu. Spektrum ini terdiri dari sederetan garis-garis
hitam pada sederetan spektrum kontinu. Contoh spektrum absorpsi adalah
spektrum matahari. Secara sepintas spektrum matahari tampak seperti spektrum
kontinu. Akan tetapi, jika dicermati akan tampak garis-garis gelap terang yang
disebut dengan garis-garis Fraunhofer (Supiyanto, 2006).

Spektrum kontinu

Spektrum emisi

Spektrum serap

Gambar 3. Spektrum Garis


(Sumber: https://www.google.com)
Gejala emisi dan absorpsi pertama kali dijelaskan oleh Kirchoff pada tahun
1869 dengan mengajukan tiga hukum analisis spektrum, yaitu:

1) Zat padat ataupun zat cair yang memijar akan memancarkan cahaya dengan
spektrum pada seluruh panjang gelombang, sehingga menghasilkan
spektrum kontinu.
2) Gas renggang yang memijar akan memancarkan cahaya dengan spektrum
berupa garis-garis terang yang dinamakan spektrum garis; dan
3) Cahaya putih dari sumber cahaya bila dilewatkan dari gas renggang yang
dingin, maka gas itu akan menyerap panjang gelombang tertentu sehingga
pada spektrum kontinu terdapat garis-garis gelap yang dinamakan garis
serat atau garis absorbsi. Panjang garis serat ini tepat sama dengan panjang
gelombang garis emisi ini bila gas itu memijar.
Ternyata unsur-unsur kimia tertentu bila dalam keadaan gas akan
menghasilkan pola garis atau garis terang yang memiliki ciri khas tertentu.
Ini berarti tiap gas tertentu hanya menyerap atau memancarkan panjang
gelombang cahaya tertentu saja. Pola-pola garis spektrum unsur-unsur ini

5
dapat digunakan untuk menganalisis unsur yang dikandung oleh sumber
cahaya. Adanya pola karakteristik spektrum garis unsur tertentu ini dapat
digunakan sebagai indikator adanya unsur tersebut pada sumber yang
memancarkan cahaya itu.

2.1.2. Klasifikasi Spektrum Bintang


Dalam astronomi, klasifikasi bintang adalah peng-klasifikasian
bintang-bintang berdasarkan kuat beberapa garis serapan pada pola
spektrum, dan besarnya luminositas. Kuat garis serapan, khususnya garis-
garis serapan atom hidrogen, diperoleh dari analisis pola spektrum bintang
yang didapatkan dari pengamatan spektroskopi. Garis-garis serapan tertentu
hanya dapat diamati pada satu rentang temperatur tertentu karena hanya
pada rentang temperatur tersebut terdapat populasi signifikan dari tingkat
energi atom yang terkait. Pemeriksaan kuat garis-garis serapan ini pada
akhirnya dapat memberikan informasi mengenai temperatur permukaan.
Informasi luminositas dapat diperoleh dari pengamatan fotometri.

➢ Klasifikasi Harvard (Kelas Spektrum)


Asisten-asisten Pickering, Williamina Fleming, Annie Jump Cannon,
Antonia Maury, dan Henrietta Swan Leavitt kemudian memulai sebuah
proyek skala besar pengklasifikasian spektrum bintang. Antara 1911 dan
1949, 400.000 bintang didaftarkan ke dalam katalog Henry Draper (dinamai
menurut sang penyandang dana dan perintis penelitian spektroskopi
fotografi Amerika, Henry Draper). Para ‘gadis’ Harvard ini, khususnya
Cannon dan Maury, kemudian menyadari adanya sebuah keteraturan dalam
semua garis-garis spektral (tidak hanya hidrogen) jika penggolongan
bintang-bintang tersebut diurutkan menjadi O, B, A, F, G, K, M. Kelas
lainnya dihilangkan karena ditemukan bahwa beberapa di antaranya
sebenarnya merupakan kelas yang sama. Untuk mengingat urutan
penggolongan ini biasanya digunakan kalimat "Oh Be AFine Girl Kiss
Me". Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan
penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah angka
arab (0 hingga 9) yang mengikuti huruf.

6
Pada mulanya urutan pola spektrum ini diduga karena perbedaan
susunan kimiaatmosfer bintang. Tetapi kemudian disadari bahwa urutan
tersebut sebenarnya merupakan urutan temperatur permukaan bintang,
setelah pada tahun 1925, Cecilia Payne-Gaposchkin berhasil membuktikan
hubungan tersebut.
Bintang-bintang kelas O, B, dan A seringkali disebut sebagai kelas awal,
sementara K dan M disebut sebagai kelas akhir. Sebutan ini muncul di awal-
awal abad 20, karena A dan B terletak di awal urutan alfabet, sementara K
dan M di akhir, tetapi kemudian berkembang teori bahwa bintang
mengawali hidup mereka sebagai bintang “kelas awal” yang sangat panas
dan secara gradual mendingin menjadi bintang “kelas akhir”.
Berikut ini adalah daftar kelas bintang dari yang paling panas hingga
yang paling dingin (dengan massa, radius dan luminositas dalam satuan
Matahari.
Tabel 1. Daftar Kelas Bintang dari yang Terpanas hingga Dingin
Garis-
Warna
Kelas Temperatur Massa Radius Luminositas garis
Bintang
Hidrogen
30,000 -
O Biru 60 15 1,400,000 Lemah
60,000 K
10,000 - Biru-
B 18 7 20,000 Menengah
30,000 K putih
7,500 -
A Putih 3.2 2.5 80 Kuat
10,000 K
6,000 - Kuning-
F 1.7 1.3 6 Menengah
7,500 K putih
5,000 -
G Kuning 1.1 1.1 1.2 Lemah
6,000 K
3,500 - Sangat
K Jingga 0.8 0.9 0.4
5,000 K lemah
Hampir
2,000 -
M Merah 0.3 0.4 0.04 tidak
3,500 K
terlihat
Di bawah ini disajikan ciri-ciri dari tiap kelas. Harap diingat bahwa ciri-ciri
ini terutama mendasarkan diri pada penampakan garis-garis serapan pola
spektrumnya (bukan pada warna atau temperatur-efektifnya).

7
1) Kelas O
Bintang kelas O adalah bintang yang paling panas, temperatur
permukaannya lebih dari 25.000 Kelvin. Bintang deret utama kelas O
merupakan bintang yang nampak paling biru, walaupun sebenarnya
kebanyakan energinya dipancarkan pada panjang gelombang ungu dan
ultraungu. Garis adsorbsi yang tampak sangat sedikit. Garis helium
terionisasi. Garis nitrogen terionisasi dua kali, garis silikon terionisasi tiga
kali dan garis atom lain yang terionisasi beberapa kali tampak, tapi lemah.
Garis hidrogen juga tampak, tapi lemah. Kelas O bersinar dengan energi 1
juta kali energi yang dihasilkan Matahari. Karena begitu masif, bintang kelas
O membakar bahan bakar hidrogennya dengan sangat cepat, sehingga
merupakan jenis bintang yang pertama kali meninggalkan deret utama.
Contoh: Zeta Puppis

Gambar 4. Bintang Zeta Puppis


(Sumber: https://www.google.com)

Gambar 5. Spektrum dari Bintang Kelas O5v


(Sumber: https://www.academia.edu)
2) Kelas B
Bintang kelas B adalah bintang yang cukup panas dengan temperatur
permukaan antara 11.000 hingga 25.000 Kelvin dan berwarna putih-biru.
Dalam pola spektrumnya garis-garis serapan terkuat berasal dari atom
Helium yang netral. Garis-garis Balmer untuk Hidrogen (hidrogen netral)
nampak lebih kuat dibandingkan bintang kelas O. Bintang kelas O dan B
memiliki umur yang sangat pendek, sehingga tidak sempat bergerak jauh

8
dari daerah di mana mereka dibentuk, dan karena itu cenderung berkumpul
bersama dalam sebuah asosiasi OB. Dari seluruh populasi bintang deret
utama terdapat sekitar 0,13 % bintang kelas B.
Contoh: Rigel

Gambar 6. Bintang Rigel


(Sumber: https://www.google.com)

Gambar 7. Spektrum dari Bintang Kelas B2ii


(Sumber: https://www.academia.edu)
3) Kelas A
Bintang kelas A memiliki temperatur permukaan antara 7.500 hingga 11.000
Kelvin dan berwarna putih. Karena tidak terlalu panas maka atom-atom
hidrogen di dalam atmosfernya berada dalam keadaan netral sehingga garis-
garis Balmer akan terlihat paling kuat pada kelas ini. Beberapa garis serapan
logam terionisasi, seperti magnesium, silikon, besi dan kalsium yang
terionisasi satu kali (Mg II, Si II, Fe II dan Ca II) juga tampak dalam pola
spektrumnya. Bintang kelas A kira-kira hanya 0.63% dari seluruh populasi
bintang deret utama.
Contoh: Vega, Sirius

9
Gambar 8. Bintang Vega dan Sirius
(Sumber: https://www.google.com)

Gambar 9. Spektrum dari Bintang Kelas A2i


(Sumber: https://www.academia.edu)
4) Kelas F
Bintang kelas F memiliki temperatur permukaan 6000 hingga 7500 Kelvin,
berwarna putih-kuning. Spektrumnya memiliki pola garis-garis Balmer yang
lebih lemah daripada bintang kelas A. Beberapa garis serapan logam
terionisasi, seperti Fe II dan Ca II dan logam netral seperti besi netral (Fe I)
mulai tampak. Bintang kelas F kira-kira 3,1% dari seluruh populasi bintang
deret utama.
Contoh: Canopus, Procyon

Gambar 10. Bintang Canopus dan Procyon


(Sumber: https://www.google.com)

Gambar 11. Spektrum dari Bintang Kelas F2iii


(Sumber: https://www.academia.edu)
5) Kelas G
Bintang kelas G mungkin adalah yang paling banyak dipelajari karena
Matahari adalah bintang kelas ini. Bintang kelas G memiliki temperatur

10
permukaan antara 5000 hingga 6000 Kelvin dan berwarna kuning. Garis-
garis Balmer pada bintang kelas ini lebih lemah daripada bintang kelas F,
tetapi garis-garis ion logam dan logam netral semakin menguat. Profil
spektrum paling terkenal dari kelas ini adalah profil garis-garis Fraunhofer.
Bintang kelas G adalah sekitar 8% dari seluruh populasi bintang deret utama.
Contoh : Matahari,, Alpha Centauri A

Gambar 12. Bintang Matahari dan Alpha Centauri A


(Sumber: https://www.google.com)

Gambar 13. Spektrum dari Bintang Kelas G5iii


(Sumber: https://www.academia.edu)
6) Kelas K
Bintang kelas K berwarna jingga memiliki temperatur sedikit lebih dingin
daripada bintang sekelas Matahari, yaitu antara 3500 hingga 5000 Kelvin.
Alpha Centauri B adalah bintang deret utama kelas ini. Beberapa bintang
kelas K adalah raksasa dan maharaksasa, seperti misalnya Arcturus. Bintang
kelas K memiliki garis-garis Balmer yang sangat lemah. Garis-garis logam
netral tampak lebih kuat daripada bintang kelas G. Garis-garis molekul
Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Bintang kelas K adalah sekitar 13%
dari seluruh populasi bintang deret utama.
Contoh : Alpha Centauri B, Arcturus, Aldebaran

11
Gambar 14. Bintang Alpha Centauri B, Arcturus dan Aldebaran
(Sumber: https://www.google.com)

Gambar 15. Spektrum dari Bintang Kelas K4iii


(Sumber: https://www.academia.edu)
7) Kelas M
Bintang kelas M adalah bintang dengan populasi paling banyak. Bintang ini
berwarna merah dengan temperatur permukaan lebih rendah daripada 3500
Kelvin. Semua katai merah adalah bintang kelas ini. Proxima Centauri
adalah salah satu contoh bintang deret utama kelas M. Kebanyakan bintang
yang berada dalam fase raksasa dan maharaksasa, seperti Antares dan
Betelgeuse merupakan kelas ini. Garis-garis serapan di dalam spektrum
bintang kelas M terutama berasal dari logam netral. Garis-garis Balmer
hampir tidak tampak. Garis-garis molekul Titanium Oksida (TiO) sangat
jelas terlihat. Bintang kelas M adalah sekitar 78% dari seluruh populasi
bintang deret utama.
Contoh : Proxima Centauri, Antares, Betelgeuse

Gambar 16. Proxima Centauri, Antares dan Betelgeuse


(Sumber: https://www.google.com)

12
Gambar 17. Spektrum dari Bintang Kelas MOii dan M6v
(Sumber: https://www.academia.edu)
Bintang-bintang O, B, A disebut bintang panas sedangkan bintang G, K, M
dinamakan bintang dingin. Sebagian besar bintang-bintang ada dalam
ketujuh kelompok deret tadi. Tetapi masih ada lagi sedikit bintang yang
memerlukan klasifikasi khusus. Ada empat jenis kelompok tambahan yang
melengkapi deret sebelumnya yaitu tipe W, R, N, dan S.
Ciri keempat klas spektrum khusus ini adalah sebagai berikut.
a. Tipe W (Wolf-Rayer). Bintang ini termasuk dalam jenis bintang klas O
yang spektrumnya memiliki garis emisi yang sangat luas yang
dipancarkan oleh bintang yang berkecepatan tinggi.
b. Tipe R, adalah bintang dengan ciri spektrum klas K terkecuali adanya
pita molekul C2 dan CN.
c. Tipe N, adalah bintang yang karakteristiknya seperti klas M kecuali pita
C2, CN, dan CH yang kuat.

d. Tipe S, adalah bintang seperti klas M, kecuali dengan adanya tambahan


pita molekuler zirconium oksida dan lanthanum oksida.

Klasifikasi spektrum ini sangat berguna untuk mempelajari suhu, tekanan,


komposisi kimia, kelimpahan unsur, kecepatan radial, rotasi, turbulensi, dan
magnetik bintang.

2.1.3. Diagram Hertzprung Russel


➢ Sejarah Diagram Hertzprung Russel
Pada awal abad 20, astronom sudah menyadari adanya keteraturan
dalam klasifikasi Harvard sehingga bintang kelas O di satu ujung klasifikasi

13
lebih terang secara intrinsik daripada bintang kelas lainnya hingga kelas M
di ujung lainnya. Keteraturan ini mengarahkan astronom pada sebuah teori
evolusi bintang (yang kini sudah tidak diakui lagi) yang menyatakan bahwa
bintang memulai hidupnya sebagai bintang kelas O yang terang dan panas
dan berakhir menjadi bintang kelas M yang dingin. Jika memang teori ini
benar, maka pastilah ada keteraturan dalam hubungan antara
luminositas/magnitudo mutlak dengan kelas spektrumnya.
Ejnar Hertzsprung kemudian menganalisis bintang-bintang yang
kelas spektrum dan magnitudo mutlaknya sudah diketahui dengan pasti, dan
meng-konfirmasi hasilnya pada 1905. Hertzsprung menyajikan hasilnya
hanya dalam bentuk tabel. Pada 1913, Henry Norris Russel, secara terpisah
tiba pada kesimpulan yang sama dan menyajikan hasilnya dalam bentuk
diagram. Lebih dari 200 bintang diplot dalam “diagram Russell”, dan
hasilnya kebanyakan bintang berada dalam sebuah pita yang terentang dari
kiri atas ke kanan bawah diagram.

Gambar 18. Ilmuan Henry Norris Russell


(Sumber: https://www.google.com)

➢ Diagram Hertzprung Russel

14
Gambar 19. Diagram Hertzsprung-Russell
(Sumber: https://p2k.stekom.ac.id/ensiklopedia)
Diagram Hertzsprung-Russell hasil plot dari 22 000 bintang yang
datanya berasal dari katalog Hipparcos dan 1000 dari katalog Gliese.
Tampak bahwa bintang-bintang cenderung berkelompok di bagian tertentu
diagram. Yang paling dominan adalah kelompok yang membentuk diagonal
diagram dari kiri atas (panas dan cemerlang) hingga kanan bawah (dingin
dan kurang cemerlang) yang disebut deret utama. Matahari terletak di deret
utama dengan luminositas 1 (magnitudo sekitar 5), dan temperatur
permukaan sekitar 5.400K (kelas spektrum G2). Berdasar konsensus,
sumbu x dari kiri ke kanan menyatakan suhu tinggi ke suhu rendah (tetapi
'warna' dari kecil ke besar).
Diagram ini menunjukkan hubungan luminositas (atau besaran lain
yang identik, seperti magnitudo mutlak) dan temperatur efektif (atau
besaran lain, seperti indeks warna (B-V), atau kelas spektrum). Dengan

15
memetakan bintang berdasarkan kelas spektrum dan amplitudo mutlaknya
dan menempatkan posisinya pada diagram ini ternyata sebaran bintang ini
tidak merata tetapi mengelompok pada bagian-bagian tertentu dari diagram
tersebut (Wiramihardja, 2006). Dari diagram H-R ini dapat kita lihat bahwa
terdapat 4 kelompok bintang yaitu:
1) Bintang deret utama (main sequence)
2) Maharaksasa (supergiant)
3) Raksasa (giant)
4) Katai putih (white dwarf)
Pada diagram HR, sebagian besar menempati suatu jalur dari kiri atas
(bintang-bintang yang panas dengan luminositas tinggi) ke kanan bawah
(bintang-bintang yang dingin dengan luminositas rendah). Deretan bintang
ini disebut deret utama (main sequence) dan disingkat DU. Matahari berada
di deret ini.
Selain deret utama, ada pula pengelompokkan lain yaitu maharaksasa
(supergiant), raksasa (giant), dan katai putih (white dwarf). Distribusi
bintang pada diagram HR diperkirakan hampir 90% bintang ada dalam deret
utama, 10% katai putih dan hanya kurang dari 1% tergolong dalam raksasa
atau maha raksasa. Ada pun ciri-ciri dari kelompok bintang di atas adalah
sebagai berikut.
a. Bintang maharaksasa dan raksasa
1) Jumlah bintangnya tidak sebanyak di DU
2) Luminositasnya sangat besar
3) Kebanyakan bintang-bintang yang temperaturnya rendah
4) Ukurannya (jari-jari) sangat besar
b. Bintang katai putih
1) Terletak di bagian kiri bawah diagram HR
2) Luminositasnya kecil
3) Temperaturnya tinggi
4) Ukurannya (jari-jari) kecil, beberapa puluh kali lebih kecil dari
matahari.
➢ Hubungan Luminositas Dan Temperatur Efektif

16
Diagram HR merupakan diagram yang menggambarkan kelas bintang
dimana kelas spektrum (temperatur efektif) pada absis dan kelas luminositas
(energi) pada ordinatnya. Makin panas suatu bintang, makin ke kiri
letaknya, dan makin dingin suatu bintang makin ke kanan letaknya. Makin
besar luminositas suatu bintang (magnitido absolutnya kecil) makin di atas
letaknya dan makin kecil luminositas bintang (M-nya besar) makin di
bawah letaknya dalam diagram. Adapun bintang yang luminositasnya besar
namun karena jejarinya besar, sehingga temperatur efektifnya kecil sesuai
dengan hubungan:
𝐿
𝑇𝑒𝑓 4 =
𝑒𝜎4𝜋𝑅 2
Akibatnya bintang dengan luminositas sama namun memiliki radius
yang berbeda akan memiliki temperatur efektif yang berbeda. Hubungan ini
dapat dilihat sebagai fungsi garis y = x terhadap radius bintang. Makin ke
kanan-atas makin besar jarijarinya, begitu juga makin ke kiri-bawah makin
kecil jari-jarinya. Itu sebabnya bintang katai putih dengan luminositas yang
kecil namun karena jejarinya juga sangat kecil, sehingga suhu bintang katai
putih cukup tinggi untuk berpendar putih (±6 200 K).
Mengingat persamaan luminositas:
𝐿
𝑅2 =
𝑒𝜎4𝜋𝑇𝑒𝑓 4
hubungan radius dalam diagram HR dapat dicari dengan persamaan:

√𝐿
𝑟=
𝑇2
Dengan R, L dan 𝑇𝑒𝑓 masing masing dinyatakan dalam 𝑅⨀ , 𝐿⨀ dan 𝑇𝑒𝑓⨀

Magnitudo mutlak bintang dapat dicari dengan menggunakan standar


magnitudo Matahari:
𝑀 = 4,74− 2,5 log 𝐿 Dengan L dalam satuan 𝐿⨀

Bila diteliti lebih jauh ternyata bintang-bintang yang ada di deret utama
memiliki hubungan langsung antara terang bintang dengan suhunya. Makin
tinggi terang bintang itu, makin tinggi suhunya sehingga warnanya putih
kebiruan. Demikian pula makin lemah cahaya bintang, suhunya makin

17
rendah dan warnanya makin merah. Matahari kita yang berada pada klas G2
didominasi oleh warna kuning dan berada pada bagian tengah deret utama
tersebut.

2.2. Gerak Bintang


Bintang yang nampaknya tetap di bola langit ternyata bergerak dalam
berbagai arah relatif satu terhadap yang lainnya. Orang yang pertama kali
menunjukkan bahwa bintang itu tidak tetap adalah Edmund Halley dalam tahun
1718. Gerakannya dalam ruang cukup cepat dalam beberapa km/s, namun
nampaknya sangat lambat karena jarak bintang-bintang yang sangat jauh.
Gerak ini tidak nampak oleh mata telanjang dalam selang waktu usia manusia.
Tetapi untuk selang waktu ribuan tahun penampakannya cukup besar.
Misalnya catalog yang dibuat oleh Hipparchus dua ribu tahun yang lalu
perubahan posisinya dewasa ini sangat nampak sekali bahkan melebihi
diameter bulan. Namun tidak banyak bintang yang bisa teramati dengan cara
langsung seperti ini. Hal ini disebabkan jarak bintang yang terlalu jauh atau
kecepatannya tidak besar. Cara lain untuk mengamati gerak bintang adalah
dengan meneliti radiasi dan spektrumnya yang selanjutnya dianalisis secara
tidak langsung dengan menggunakan hukum-hukum Fisika.

2.2.1. Efek Dopler


Dari penelitian spektrum bintang-bintang ternyata ditemukan adanya pola
garis-garis spektrum yang bergeser, ada yang bergeser ke daerah merah atau
panjang gelombang panjang, dan ada pula yang bergerak ke daerah ungu atau
daerah panjang gelombang pendek. Gejala ini pertama kali dikemukakan oleh
fisikawan Austria, Christian Doppler pada tahun 1842 sehingga gejala ini
dinamakan pula efek Doppler. Bila pengamat bergerak relatif terhadap sumber
bunyi maka oleh pengamat akan ditangkap terjadinya perubahan frekuensi atau
panjang gelombang bunyi, yaitu bila pengamat dan sumber bunyi bergerak
relatif menjauhi satu terhadap yang lainnya maka pengamat akan menangkap
frekuensi yang lebih rendah atau panjang gelombang lebih panjang.
Cahaya juga merupakan gejala gelombang, maka hukum Doppler juga
berlaku untuk cahaya. Namun karena laju cahaya jauh lebih besar dari pada
kecepatan bunyi maka efek Doppler untuk cahaya dalam kehidupan sehari-hari

18
hampir tidak teramati. Benda-benda astronomis seperti bintang, kecepatannya
jauh lebih besar dari kecepatan bunyi sehingga efek perubahan frekuensi atau
panjang gelombang ini secara nyata. Jadi, untuk sumber cahaya yang bergerak
menjauhi ataukah mendekati pengamat, maka spektrum cahayanya akan
mengalami pergeseran yang dinamakan pergeseran Doppler.
Gambar 20a. memperlihatkan sebaran spektrum garis suatu sumber cahaya
yang diam terhadap pengamat, sedangkan gambar 20b. adalah sebaran spektrum
garis suatu sumber cahaya yang bergerak relatif mendekati pengamat, sehingga
tampak sebaran garis spektrumnya bergeser ke arah daerah ungu atau daerah
panjang gelombang pendek. Gambar 20c. memperlihatkan sebaran garis
spektrum bila sumber cahaya itu bergerak relatif menjauhi pengamat sehingga
garis-garis spektrumnya bergeser kearah daerah merah atau daerah panjang
gelombang panjang.

Gambar 20. Pergerseran Merah dan Pergeseran Ungu Spectrum


(Sumber: https://perpustakaan.gunungsitolikota.go.id)

Berdasarkan teori relativitas khusus, maka untuk cahaya yang sumbernya


bergerak relatif sepanjang garis pandang, perubahan atau pergeseran panjang
gelombang atau pergeseran Doppler perumusannya menjadi:

 1+ v
= c −1
 1− v
c

19
Di mana λ adalah panjang gelombang yang dipancarkan oleh
sumber, ∆λ adalah perubahan panjang gelombang yang diukur pengamat, c
adalah laju cahaya, dan v adalah kecepatan relatif sumber.
Bila gerak sumber relatif terhadap pengamat itu menjauh, maka
harga v positif dan bila gerak mendekat maka harga v negatif. Bila kecepatan
relatif sumber terhadap pengamat sangat kecil dibandingkan dengan laju
cahaya (𝑣 << 𝑐), maka persamaan (6) di atas menjadi lebih sederhana, yaitu:

 v
=
 c
𝑣 ∆𝜆
𝑧= di mana 𝑧 = , sehingga:
𝑐 𝜆

𝒗 = 𝒄. 𝒛

Dengan persamaan tersebut kita bisa menghitung kecepatan sumber relatif


terhadap pengamat. Dalam spektrum kontinu, adanya pergeseran Doppler
tidak bisa diukur dengan cermat. Sedangkan pada spektrum serat, panjang
gelombangnya dapat diukur dengan cermat, dan pergeseran Dopplernya
mudah dideteksi.

Adanya pergeseran Doppler pada spektrum bintang dapat


disimpulkan bahwa bintang tersebut tidak diam, tetapi bergerak dalam
ruang menjauhi ataukah mendekati kita. Dengan hukum Doppler kita bukan
saja dapat mengetahui gerak bintang kemana tetapi juga bisa diketahui
kecepatan bintang tersebut.

2.2.2. Gerak dan Kecepatan Bintang


➢ Gerak Sejati Bintang
Penampakan bintang di bola langit ternyata tidak betul-betul tetap, tetapi
mengalami perubahan posisi yang biasanya dinyatakan dalam ‘detik busur
pertahun’. Kecepatan perubahan posisi bintang di bola langit dinamakan
gerak sejati (proper motions). Umumnya sudut ini terlalu kecil untuk diukur
dalam setahun, maka itu biasanya pengukuran dilakukan dalam selang waktu
20 sampai 50 tahun. Bintang yang memiliki gerak sejati yang paling besar
adalah bintang Bernard dengan perubahan arah 10”,34 tiap tahun. Mungkin

20
ini disebabkan karena bintang memiliki kecepatan relatif (terhadap matahari)
yang cukup besar, dan terutama sekali disebabkan jarak bintang ini yang
cukup dekat hanya 1,8 pc. Umumnya kecepatan anguler itu berkurang bila
jarak bintang lebih besar. Jadi gerak sejati (proper motions) suatu bidang
bukan hanya menyatakan kecepatan anguler bintang, tetapi juga arah
gerakannya di langit.

Gambar 21. Gerak Proper Motions Bintang


(Sumber: https://perpustakaan.gunungsitolikota.go.id)
Keterangan:
▪ AC = kecepatan radial
▪ AD = kacepatan tangensial
▪ ω = gerak sejati (proper motion)
Contoh Gerak Sejati Bintang (Proper Motions)
Pergerakan rasi bintang Ursa Manjor

Gambar 22. Pergerakan Rasi Bintang Ursa Manjor


(Sumber: https://image.slidesharecdn.com)
Gerak sejati bintang dibedakan menjadi dua berdasarkan arah geraknya,
yaitu:

21
1. Kecepatan Radial: kecepatan bintang menjauhi atau mendekati
pengamat (sejajar garis pandang).
2. Kecepatan Tangensial: kecepatan bintang bergerak di bola langit
(pada bidang pandang).
3. Sedangkan kecepatan Total: kecepatan gerak sejati bintang yang
sebenarnya (semua komponen).
Berikut penjelasannya:

1. Kecepatan Radial
Kecepatan radial adalah kecepatan bintang menjauhi atau mendekati
pengamat. Kecepatan ini biasanya cukup besar, sehingga terjadi
peristiwa pergeseran panjang gelombang. Besarnya kecepatan bintang v
jarang melebihi 100 km/s. Kita dapat mengukur Vr dari pergeseran
Doppler ∆λ, spektrum bintang dengan menggunakan rumus (non
relativistik).

∆𝜆 𝑐 + 𝑣𝑟
=√ −1
𝜆0 𝑐 − 𝑣𝑟

atau dengan pendekatan untuk 𝑣𝑟 << 𝑐 diperoleh:


∆𝜆
𝑣𝑟 = 𝑐
𝜆0
Keterangan:
▪ 𝜆0 = 𝜆 = 𝜆𝑑𝑖𝑎𝑚
▪ 𝑣𝑟 = kecepatan radial
▪ 𝑐 = kecepatan cahaya

Menentukan ∆𝜆 dengan menggunakan spektrum bintang:

Gambar 23. Pergeseran Spektrum Bintang


(Sumber: https://image.slidesharecdn.com)

22
▪ Bila Vr menandakan gerak resesi atau bintang menjauh relatif
terhadap pengamat, yang ditandai dengan pergeseran garis
spektrum ke arah merah.
▪ Bila Vr negatif menandakan gerak mendekati yang ditandai
dengan pergeseran spektrum ke daerah biru atau ungu (violet).
2. Kecepatan Tangensial
Kecepatan tangensial adalah kecepatan gerak bintang pada bola
langit. Misalkan pada suatu tahun, bintang tersebut berada pada , 
sekian, namun pada tahun berikutnya posisinya berubah. Perubahan
koordinat dalam tiap tahun ini disebut proper motion (μ) yang
merupakan kecepatan sudut bintang (perubahan sudut per perubahan
waktu). Kecepatan liniernya dinyatakan dalam satuan kilometer per
detik. Kecepatan linier inilah yang dikatakan kecepatan tangensial, yang
dapat dicari dengan menggunakan rumus keliling lingkaran. Misal
perubahan posisi bintang dari x ke x’, yaitu sebesar  (detik busur) setiap
tahunnya.

Perhatikan gambar!

Diketahui:
➢ d (parsek) dan μ (")
1
➢ 𝑑=𝑝

➢ Kll = 360 = 1 296 000"


2
➢ Kll = 2 𝑑 = 𝑝

𝜇(")
𝑥 − 𝑥, = 𝑠 = × 𝐾𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔
1296000
𝑣 = 𝜔×𝑑
Maka:
𝜇(") 2
𝑣= × 𝑝𝑎𝑟𝑠𝑒𝑘 / 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
1296000 𝑝
Bila d dalam parsec (pc) di mana 1 pc = 3,086 x 1013 km, maka
𝜇(") 2 (3,086 × 1013 )𝑘𝑚
𝑣= × ×
1296000 𝑝 (365,25 × 24 × 60 × 60)𝑠

23
Sehingga persamaannya menjadi:

4,74 𝜇
𝑣= 𝑘𝑚/𝑠
𝑝

3. Kecepatan Total / Kecepatan Ruang


Bila kecepatan radial vr dan kecepatan tengensial vT bintang telah
diketahui maka kecepatan ruang V bintang, yaitu kecepatan total
bintang terhadap matahari (dalam km/s) dalam persamaan:
𝑉 2 = 𝑣𝑟 2 + 𝑣𝑡 2
𝑣𝑟 2 = 𝑣 cos 𝛽
𝑣𝑡 2 = 𝑣 sin 𝛽

Gambar 24. Diagram Kecepatan Total


(Sumber: https://perpustakaan.gunungsitolikota.go.id)

Untuk bintang yang dekat dari matahari umumnya kecepatan


ruangnya dalam orde yang sama dengan kecepatan planet-planet
mengitari matahari antara 8 sampai 30 km/s. Diantara bintang-bintang
yang paling terang, bintang Arturus memiliki kecepatan ruang paling
besar yaitu sekitar 135 km/s.
➢ Gerak Matahari
William Herscheel adalah astronom yang pertama kali mengamati gerak
matahari berdasarkan gerak sejati bintang. Berdasarkan analisisnya
terhadap gerak sejati bintang ini, pada tahun 1783 dia menyimpulkan bahwa
matahari kita bergerak ke arah rasi Hercules. Analisis modern terhadap
gerak sejati dan kecepatan tangensial bintang-bintang di sekitar matahari
menunjukkan bahwa matahari kita ini bergerak menuju ke arah yang
sekarang ditempati oleh bintang Vega di rasi Lyra dengan kecepatan sekitar
20 km/s. Arah di langit ke mana matahari bergerak menujunya dinamakan

24
apex dari gerak matahari, dan arah yang berlawanan dengan ini disebut
antapex. Matahari mempunyai dua macam gerakan yaitu sebagai berikut.
• Rotasi mengelilingi sumbunya, lamanya 1/2 hari satu kali putaran.
Gerakan rotasi dapat dibuktikan dengan terlihat noda-noda hitam di
bagian inti yang kadang-kadang berada di sebelah kanan dan kira-kira
2 minggu berada di sebelah kiri.
• Bergerak di antara gugusan-gugusan bintang. Selain berotasi, matahari
bergerak diantara gugusan bintang dengan kecepatan 20 km per detik,
pergerakan itu mengelilingi pusat galaksi.
2.2.3. Pergeseran Merah Gravitasi
Sebagai konsekuensi dari teori relativitas umum Einstein, cahaya juga
mengalami efek gravitasi. Bila cahaya (foton) bergerak menuju bumi maka
frekuensinya akan bertambah atau panjang gelombangnya bertambah
pendek, dan sebaliknya bila foton bergerak menjauhi bumi maka
frekuensinya akan berkurang atau panjang gelombangnya bertambah
panjang. Secara sederhana hal ini dapat dijelaskan bahwa suatu foton
(cahaya) melepaskan diri dari suatu medan gravitasi maka foton itu harus
melepaskan energi sehingga foton menjadi kehilangan energi, energinya
berkurang atau sehingga panjang gelombangnya bertambah.
Seperti halnya matahari, bintang adalah benda yang massanya sangat
besar sehingga cahaya yang lewat di dekatnya atau dipancarkannya akan
mengalami efek gravitasi. Misalnya, sebuah bintang dengan massa M dan
jejari R memancarkan foton dengan panjang gelombang  suatu foton juga

memiliki massa 𝑚 = 𝜆 𝑐, sehingga dipermukaan bintang juga memiliki

energi potensial V.

Gambar 25. Pergeseran Merah Gravitasi


(Sumber: https://perpustakaan.gunungsitolikota.go.id)

25
Energi foton: ℎ𝜐 = 𝑚𝑐 2
ℎ𝜐
= 𝑚𝑐 2
𝜆

Energi potensial foton di permukaan bintang:



Massa foton 𝑚 = 𝜆 𝑐

𝑉 = − (GM m) R

G Mh
= −
R c

Energi total foton: E = h + V

GM h
E = h −
R c
hc GM h
E= −
 Rc

hc  GM 
E= − 1 −
  Rc 2 
Keterangan:
E = energi total foton
h = konstanta Planck (h = 6,626 x 10-34 J.s)
c = kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x 108 m/s)
λ = panjang gelombang foton
G = konstanta gravitasi universal (6,673 x 10-11 N.m2/kg2)
M = massa bintang
R = jari-jari bintang
Pada jarak yang sangat jauh dari bintang, misalnya di bumi, maka
foton berada di luar medan gravitasi bintang, namun demikian energinya
tetap sama. Energi foton sekarang sepenuhnya merupakan energi
elektromagnetik. Bila panjang gelombang yang tiba di bumi itu adalah  '
maka energi foton,
hc
E’ = h υ’ = 
'

26
Keterangan:
E’ = energi yang dipancarkan ke bumi
h = konstanta Planck (h = 6,626 x 10-34 J.s)
υ’ = frekuensi foton yang tiba di bumi
λ = panjang gelombang foton yang dipancarkan bintang
c = kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x 108 m/s)
λ’ = panjang gelombang foton yang tiba di bumi

Dalam hal ini, energi potensial foton dalam medan gravitasi bumi dapat
diabaikan dibandingkan dengan energi potensialnya medan gravitasi
bintang. Selanjutnya dari persamaan (5.38) dan (5.39) didapatkan
hc hc  GM 
= 1−
 '   Rc 2 

  GM 
= 1−
 '  Rc 2 

  GM 
1− =
 '  Rc 2 

 '− GM
= 2
' c R

 GM GM
= 2 atau z = 2
' c R c R

Keterangan:
z = pergeseran merah gravitasi
G = konstanta gravitasi universal (6,673 x 10-11 N.m2/kg2)
M = massa bintang
c = kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x 108 m/s)
R = jari-jari bintang
Dari persamaan tersebut kita lihat bahwa  ' akan menjadi tak berhingga
(λ = ∞). Jadi, pegeseran merah gravitasi ini telah merentang panjang
gelombang foton menjadi tak berhingga. Ini berarti tidak ada radiasi yang
dapat lepas dari bintang ini karena untuk bisa lepas diperlukan energi yang

27
lebih besar dari energinya semula. Bintang semacam ini tidak dapat
memancarkan radiasi sehingga tidak tampak, dan merupakan lubang hitam
dalam ruang. Oleh karena itu, obyek seperti ini dinamakan black hole atau
lubang hitam, namun ada pula yang memberi sebutan bintang hantu.
Suatu bintang akan dapat menjadi lubang hitam harus memenuhi kriteria

paling tidak GM / c 2 R  1 dari persyaratan ini kita akan dapatkan


2
2GM
Rs =
c2

Keterangan:
Rs = jejari Schwarzchild
G = konstanta gravitasi universal (6,673 x 10-11 N.m2/kg2)
M = massa bintang
c = kelajuan cahaya dalam ruang hampa (2,998 x 108 m/s)
Rs ini dinamakan jejari Schwarzchild. Suatu benda akan menjadi lubang
hitam bila seluruh massa benda berada di sebelah dalam bola dengan jejari
Rs tersebut.
Selanjutnya dari persamaan tersebut kita akan dapatkan:
2GM
=c
Rs

2GM
Dari persamaan (4.42) kita telah tahu bahwa, = ve adalah
R
merupakan kecepatan lepas dari benda tersebut. Dari kedua persamaan ini
dapat disimpulkan bahwa kecepatan lepas dari suatu benda dengan jejari Rs
sama dengan laju cahaya. Suatu lubang hitam jejarinya R < Rs sehingga ini
berarti kecepatan lepas dari lubang hitam akan lebih besar dari laju cahaya
atau ve > c. Dengan demikian cahaya sekalipun tidak bisa lepas dari lubang
hitam.
Pergeseran merah bisa disebabkan oleh tiga sebab:
1. Gerak-gerik sumber. Bila sumber cahaya menjauh dari pengamat, maka
pergeseran merah (z > 0) terjadi; bila sumber mendekati pengamat, maka
pergeseran biru (z < 0) terjadi. Hal ini berlangsung untuk seluruh gelombang

28
dan dinyatakan oleh efek Doppler. Bila sumber memperagakan usaha
menjauh dari pengamat dengan kecepatan v dan kecepatan ini jauh semakin
kecil daripada kecepatan cahaya c, maka pergeseran merah bisa
diperhitungkan dengan z ≈ v/c
2. Perluasan ruang. Model yang sekarang dipakai oleh kosmologi menganggap
ada perluasan ruang. Cahaya akan mengalami pergeseran merah bila ruang
bertambah luas. Dalam guna, meluaskan angkasa dan perpindahan sumber
yaitu perspektif berlainan atas gejala itu juga: daripada sebuah sumber
memperagakan usaha, seseorang bisa secara alternatif dan sepadan
mengambil sebuah sumber diam dan ruang di sela sumber dan pengamat
yang memuai.

3. Efek gravitasi. Teori relativitas umum berisi bahwa perpindahan cahaya itu
lewat ronde gravitasi yang kuat akan mengalami pergeseran merah atau
biru. ' Ini dikenal sbg Pergeseran Einstein. Efek ini sangat kecil tetapi bisa
diukur di Bumi menggunakan efek Mossbauer. Namun efek ini cukup
berfaedah di tidak jauh lubang hitam dan sewaktu benda mendekat ke
cakrawala, perubahan merah menjadi tak terhingga. Pergeseran Merah
Gravitasi dinegosiasikan sbg keterangan pergeseran merah dari quasars di
1960-an, walaupun ini secara lapang tidak disetujui sekarang. Pergeseran
merah yang diteliti di astronomi bisa diukur karena spektrum emisi dan
absorbsi untuk atom yaitu khas dan dikenal dengan berpihak kepada yang
benar.

29
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Bintang adalah benda angkasa berupa bola gas raksasa yang
memancarkan energinya sendiri dari reaksi inti dalam bintang, baik berupa
panas, cahaya maupun berbagai radiasi lainnya. Spektrum Bintang adalah
cahaya yang di peroleh dengan menggunakan spektrograf atau prima objektif
pada spektrograf, bayangan bintang pada titik fokus teleskop di lewatkan
sebuah celah. Spektrum merupakan suatu bukti adanya tingkat-tingkat energi
dalam suatu atom. Spektrum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu (i)
spektrum emisi dan (ii) spektrum absorpsi.
Dalam astronomi, klasifikasi bintang adalah peng-klasifikasian bintang-
bintang berdasarkan kuat beberapa garis serapan pada pola spektrum, dan
besarnya luminositas. Klas spektrum ini disusun menurut penurunan suhunya
dan diberi kode dengan huruf yaitu: klas O, B, A, F, G, K, M. Tiap klas dibagi
lagi menjadi sepuluh bagian yang diberi tanda dari 0 sampai 9. Bintang-bintang
O, B, A disebut bintang panas sedangkan bintang G, K, M dinamakan bintang
dingin. Diagram Hertzsprung-Russell menunjukkan hubungan luminositas
(atau besaran lain yang identik, seperti magnitudo mutlak) dan temperatur
efektif (atau besaran lain, seperti indeks warna (B-V), atau kelas spektrum).
Bintang yang nampaknya tetap di bola langit ternyata bergerak dalam
berbagai arah relatif satu terhadap yang lainnya. Dari penelitian spektrum
bintang-bintang ternyata ditemukan adanya pola garis-garis spektrum yang
bergeser, ada yang bergeser ke daerah merah atau panjang gelombang panjang,
dan ada pula yang bergerak ke daerah ungu atau daerah panjang gelombang
pendek. Gejala ini dinamakan pula efek Doppler. Penampakan bintang di bola
langit ternyata tidak betul-betul tetap, tetapi mengalami perubahan posisi yang
biasanya dinyatakan dalam ‘detik busur pertahun’. Kecepatan perubahan posisi
bintang di bola langit dinamakan gerak sejati (proper motions). William
Herscheel adalah astronom yang pertama kali mengamati gerak matahari
berdasarkan gerak sejati bintang. Berdasarkan analisisnya terhadap gerak sejati
bintang ini, pada tahun 1783 dia menyimpulkan bahwa matahari kita bergerak

30
ke arah rasi Hercules. Sebagai konsekuensi dari teori relativitas umum Einstein,
cahaya juga mengalami efek gravitasi. Seperti halnya matahari, bintang adalah
benda yang massanya sangat besar sehingga cahaya yang lewat di dekatnya atau
dipancarkannya akan mengalami efek gravitasi.

3.2. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan dan bias
menjadi referensi bagi pembaca terkait fisika bintang khususnya pada materi
spektrum dan gerak bintang.

31
DAFTAR PUSTAKA

Gautama. 2010. Astronomi dan Astrofisika. Makassar: Paradoks


Hafiyanti, Fatmala. 2014. Fisika Bintang. Diakses melalui:
https://www.academia.edu/10355825/BINTANG_Oleh_Nur_Hafiyani_420
1412016_dan_Rita_Iva_Fatmala_4201412063_Program_Studi_Pendidika
n_Fisika_2014_Universitas_Negeri_Semarang. Diakses pada: 12
November 2022
Kanginan, Marthen. 1997. Fisika SMU Jilid 2A untuk Kelas 2: Caturwulan 1.
Jakarta: Erlangga.
Kunjaya, Chatief. 2006. Menuju Olimpiade Astronomi Jilid I. Bandung: Kelomok
Keahian Astronomi, FMIPA, ITB.
Sutantyo. Winardi. 1984. Astrofisika - Mengenal Bintang. Penerbit ITB. Bandung
Suwitra. Nyoman. 2001. Astronomi Dasar. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Negeri Singaraja. Singaraja
Tanudidjaja, Ma’mur. 1996. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta

32

Anda mungkin juga menyukai