Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
2B TKE
Dosen Pengampu :
Dr. Jamal, S.T., M.T.
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, kami
ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Teknik Energi tentang Energi Pasang
Surut / Tidal. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah teknik energi tentang energi pasang surut atau
tidal dapat memberikan manfaat maupun pengetahuan terhadap pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas lautan kurang lebih 5,6 juta Km2
dengan garis pantai sepanjang 81.000 Km. Menurut Bakosurtanal,Indonesia memliki kurang lebih
8.175 pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Dari jumlah tersebut, hanya terdapat 5
pulau besar yaitu Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, dimana selebihnya
merupakan pulau pulau kecil
Indonesia yang terletak pada zona melintasnya arus laut membuat perairan di Kepulauan
Indonesia memiliki potensi arus laut yang sangat besar dan keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi. Gaya gravitasi bulan dan matahari menyebabkan perbedaan pasang surut air laut siang dan
malam. Julat pasang surut di perairan Indonesia berkisar antara 1 meter hingga 3 meter dapat
menjadi sumber energi potensial untuk dikembangkan, terutama di pulau-pulau kecil yang tersebar
di seluruh perairan Indonesia. Energi pasang surut tersebut merupakan energi terbaharukan yang
dapat digunakan sebagai energi alternatif selain energi yang diperoleh dari hasil olahan minyak dan
gas
bumi. Namun, energi pasang surut dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif apabila ia
memenuhi berbagai persyaratan. Selain itu, dibutuhkan pula peralatan pendukung untuk dapat
menggunakan energi tersebut.
1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Pasang surut, yang meliputi : Pengertian pasang surut, tipe-tipe pasang surut, teori pasang surut,
faktor-faktor penyebab terjadinya pasang surut, dan alat-alat pengukur pasang surut.
- Macam-macam PLTPs
- Kelebihan dan kekurangan PLTPs
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
Surut PLTPs
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hamper
sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata
adalah 12 jam 24 menit. Jenis harian tunggal misalnya terdapat di perairan sekitar selat Karimata,
antara Sumatra dan Kalimantan.
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut
adalah 24 jam 50 menit. Pada jenis harian ganda misalnya terdapat di perairan Selat Malaka sampai
ke Laut Andaman.
c. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi dan periodenya
berbeda. Pada pasang-surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide, prevailing semidiurnal)
misalnya terjadi di sebagian besar perairan Indonesia bagian timur
d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi kadang-
kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode
yang sangat berbeda. Sedangkan jenis campuran condong ke harian tunggal (mixed tide, prevailing
diurnal) contohnya terdapat di pantai selatan Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat.
Pasang-surut (pasut) di berbagai lokasi mempunyai ciri yang berbeda karena dipengaruhi
oleh topografi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk dan sebagainya. Di beberapa tempat, terdapat
beda antara pasang tertinggi dan surut terendah (rentang pasut), bahkan di Teluk Fundy (Kanada)
bisa mencapai 20 meter. Proses terjadinya pasut memang merupakan proses yang sangat kompleks,
namun masih bisa diperhitungkan dan diramalkan. Pasut dapat diramalkan karena sifatnya periodik,
dan untuk meramalkan pasut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-masing
komponen pembangkit pasut. Ramalan pasut untuk suatu lokasi tertentu kini dapat dibuat dengan
ketepatan yang cukup cermat (NONTJI, 2005).
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori
ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang seluruh
permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan
bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966).
Untuk memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem
bumi-bulanmatahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari.Pada teori
kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik
turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force)
yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara
laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air
tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).
b) Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory) Pond dan Pickard (1978)
menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi
seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan
gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya. Gelombang pasut yang
terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh
gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi
teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori
dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya
sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor
lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah:
- Gesekan dasar
1. Tide Staff.
Alat ini berupa papan yang telah diberi skala dalam meter atau centi meter. Biasanya
digunakan pada pengukuran pasang surut di lapangan.Tide Staff (papan Pasut) merupakan alat
pengukur pasut paling sederhana yang umumnya digunakan untuk mengamati ketinggian muka
laut atau tinggi gelombang air laut. Bahan yang digunakan biasanya terbuat dari kayu,
alumunium atau bahan lain yang di cat anti karat. Syarat pemasangan papan pasut adalah :
1. Saat pasang tertinggi tidak terendam air dan pada surut terendah masih tergenang oleh air
2. Jangan dipasang pada gelombang pecah karena akan bias atau pada daerah aliran sungai (aliran
debit air).
3. Jangan dipasang didaerah dekat kapal bersandar atau aktivitas yang menyebabkan air bergerak
secara tidak teratur
4. Dipasang pada daerah yang terlindung dan pada tempat yang mudah untuk diamati dan
dipasang tegak lurus
5. Cari tempat yang mudah untuk pemasangan misalnya dermaga sehingga papan mudah
dikaitkan
6. Dekat dengan bench mark atau titik referensi lain yang ada sehingga data pasang surut mudah
untuk diikatkan terhadap titik referensi
7. Tanah dan dasar laut atau sungai tempat didirikannya papan harus stabil
8. Tempat didirikannya papan harus dibuat pengaman dari arus dan sampah
2. Tide gauge
Merupakan perangkat untuk mengukur perubahan muka laut secara mekanik dan otomatis.
Alat ini memiliki sensor yang dapat mengukur ketinggian permukaan air laut yang kemudian
direkam ke dalam komputer. Tide gauge terdiri dari dua jenis yaitu :
9. Floating tide gauge (self registering).
Prinsip kerja alat ini berdasarkan naik turunnya permukaan air laut yang dapat diketahui
melalui pelampung yang dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pengamatan pasut
dengan alat ini banyak dilakukan, namun yang lebih banyak dipakai adalah dengan cara rambu
pasut.
10. Pressure tide gauge (self registering).
Prinsip kerja pressure tide gauge hampir sama dengan floating tide gauge, namun
perubahan naik-turunnya air laut direkam melalui perubahan tekanan pada dasar laut yang
dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Alat ini dipasang sedemikian rupa sehingga
selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut, namun alat ini jarang sekali dipakai untuk
pengamatan pasang surut.
3. Satelit
Sistem satelit altimetri berkembang sejak tahun 1975 saat diluncurkannya sistem satelit
Geos-3. Pada saat ini secara umum sistem satelit altimetri mempunyai tiga objektif ilmiah
jangka panjang yaitu mengamati sirkulasi lautan global, memantau volume dari lempengan es
kutub, dan mengamati perubahan muka laut rata-rata (MSL) global. Prinsip Dasar Satelit
Altimetri adalah satelit altimetri dilengkapi dengan pemancar pulsa radar (transmiter),
penerima pulsa radar yang sensitif (receiver), serta jam berakurasi tinggi. Pada sistem ini,
altimeter radar yang dibawa oleh satelit memancarkan pulsa-pulsa gelombang elektromagnetik
(radar) kepermukaan laut. Pulsa-pulsa tersebut dipantulkan balik oleh permukaan laut dan
diterima kembali oleh satelit. Prinsip penentuan perubahan kedudukan muka laut dengan
teknik altimetri yaitu pada dasarnyasatelit altimetri bertugas mengukur jarak vertikal dari satelit
ke permukaan laut. Karena tinggi satelit di atas permukaan ellipsoid referensi diketahui maka
tinggi muka laut (Sea Surface Height atau SSH) saat pengukuran dapat ditentukan sebagai selisih
antara tinggi satelit dengan jarak vertikal. Variasi muka laut periode pendek harus dihilangkan
sehingga fenomena kenaikan muka laut dapat terlihat melalui analisis deret waktu (time series
analysis). Analisis deret waktu dilakukan karena kita akan melihat variasi temporal periode
panjang dan fenomena sekularnya.
Ketika surut, air mengalir keluar dari dam menuju laut sambil memutar turbin seperti yang
terlihat pada gambar 2 di atas. Pasang surut menggerakkan air dalam jumlah besar setiap harinya,
dan pemanfaatannya dapat menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup besar. Dalam sehari bisa
terjadi hingga dua kali siklus pasang surut. Oleh karena waktu siklus bisa diperkirakan (kurang lebih
setiap 12,5 jam sekali), suplai listriknya pun relatif lebih dapat diandalkan daripada pembangkit listrik
bertenaga ombak.
Pada dasarnya ada dua metodologi untuk memanfaatkan energi pasang surut:
a. Dam pasang surut (tidal barrages)
Cara ini serupa seperti pembangkitan listrik secara hidro-elektrik yang terdapat di
dam/waduk penampungan air sungai. Hanya saja, dam yang dibangun untuk memanfaatkan siklus
pasang surut jauh lebih besar daripada dam air sungai pada umumnya. Dam ini biasanya dibangun di
muara sungai dimana terjadi pertemuan antara air sungai dengan air laut. Ketika ombak masuk atau
keluar (terjadi pasang atau surut), air mengalir melalui terowongan yang terdapat di dam. Aliran
masuk atau keluarnya ombak dapat dimanfaatkan untuk memutar Turbin Pembangkit listrik tenaga
pasang surut (PLTPs) terbesar di dunia terdapat di muara sungai Rance di sebelah utara Perancis.
Pembangkit listrik ini dibangun pada tahun 1966 dan berkapasitas 240 MW. PLTPs La Rance didesain
dengan teknologi canggih dan beroperasi secara otomatis, sehingga hanya membutuhkan dua orang
saja untuk pengoperasian pada akhir pekan dan malam hari. PLTPs terbesar kedua di dunia terletak
di Annapolis, Nova Scotia, Kanada dengan kapasitas hanya 16 MW.
Teknologi pasang surut dengan membangun dam merupakan teknologi yang paling lama
digunakan. Ekstrasi energi didapat dari perbedaan ketinggian antara air di dalam dam dan diluar
dam (laut). Dam yang dibangun untuk memanfaatkan siklus pasang surut jauh lebih besar daripada
dam air sungai pada umumnya. Dam ini biasanya dibangun di muara sungai dimana terjadi
pertemuan antara air sungai dengan air laut. Saat pasang air mengalir memasuki dam sampai kondisi
tertentu lalu air tersebut ditahan, bila laut sudah surut air dialirkan kembali ke laut melewati turbin
air sehingga energi listrik diperoleh.
Aplikasi
Pembangkit listrik tenaga pasang surut (PLTPs) terbesar di dunia terdapat di muara sungai
Rance di sebelah utara Perancis. Pembangkit listrik ini dibangun pada tahun 1966 dan berkapasitas
240 MW. PLTPs La Rance didesain dengan teknologi canggih dan beroperasi secara otomatis,
sehingga hanya membutuhkan dua orang saja untuk pengoperasian pada akhir pekan dan malam
hari. PLTPs terbesar kedua di dunia terletak di Annapolis, Nova Scotia, Kanada dengan kapasitas?
hanya 16 MW
Dalam perkembangannya sistem dam ini berdampak pada lingkungan, walau berhasil
menghasilkan energi listrik lumayan besar, namun ekologi air berbagai jenis satwa yang
berhubungan antara muara dan laut tidak berkembang biak dengan baik.
Teknologi ini dapat menghasilkan daya listrik yang cukup besar. Kelemahannya dari sistem
DAM ini adalah berdampak negatif bagi lingkungan, terutama dari sisi ekologis pesisir. Kebaradaan
DAM ini menyababkan hewan-hewan dan tumbuhan yang berkembang di daerah estuari akan
kehilangan habitatnya. Selain itu, pembangunan DAM juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
b. Turbin lepas pantai (offshore turbines)
Pilihan lainnya ialah menggunakan turbin lepas pantai yang lebih menyerupai pembangkit listrik
tenaga angin versi bawah laut. Keunggulannya dibandingkan metode pertama yaitu: lebih murah
biaya instalasinya, dampak lingkungan yang relatif lebih kecil daripada pembangunan dam, dan
persyaratan lokasinya pun lebih mudah sehingga dapat dipasang di lebih banyak tempat.
Beberapa perusahaan yang mengembangkan teknologi turbin lepas pantai adalah: Blue
Energy dari Kanada, Swan Turbines (ST) dari Inggris, dan Marine Current Turbines (MCT) dari Inggris.
Teknologi MCT bekerja seperti pembangkit listrik tenaga angin yang dibenamkan di bawah laut. Dua
buah baling dengan diameter 15-20 meter memutar rotor yang menggerakkan generator yang
terhubung kepada sebuah kotak gir (gearbox). Kedua baling tersebut dipasangkan pada sebuah
sayap yang membentang horizontal dari sebuah batang silinder yang diborkan ke dasar laut. Turbin
tersebut akan
mampu menghasilkan 750-1500 kW per unitnya, dan dapat disusun dalam barisan-barisan sehingga
menjadi ladang pembangkit listrik. Demi menjaga agar ikan dan makhluk lainnya tidak terluka oleh
alat ini, kecepatan rotor diatur antara 10-20 rpm (sebagai perbandingan saja, kecepatan baling-
baling kapal laut bisa berkisar hingga sepuluh kalinya). Dibandingkan dengan MCT dan jenis turbin
lainnya, desain Swan Turbines memiliki beberapa perbedaan, yaitu: baling-balingnya langsung
terhubung dengan generator listrik tanpa melalui kotak gir. Ini lebih efisien dan mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan teknis pada alat. Perbedaan kedua yaitu, daripada melakukan
pemboran turbin ke dasar laut ST menggunakan pemberat secara gravitasi (berupa balok beton)
untuk menahan turbin tetap di dasar laut. Adapun satusatunya perbedaan mencolok dari Davis
Hydro Turbines milik Blue Energy adalah poros baling-balingnya yang vertikal (vertical-axis turbines).
Turbin ini juga dipasangkan di dasar laut menggunakan beton dan dapat disusun dalam satu baris
bertumpuk membentuk pagar pasang surut (tidal fence) untuk mencukupi kebutuhan listrik dalam
skala besar.
Turbin lepas pantai ini lebih menyerupai pembangkit listrik tenaga angin versi bawah laut.
Bentuk dari tidal turbine sangat beragam seperti halnya wind turbine. Tidal turbine terbesar
dipasang Scotlandia berbobot 1300 ton dengan tinggi sekitar 22 m, dengan kecepatan aliran laut
2.65 m/s mampu menghasilkan daya sampai dengan 4000 Twh setiap tahun, diharapkan turbin ini
mampu digunakan lebih dari 1000 rumah tangga
Gambar 3 Macam-Macam Jenis Turbin Lepas Pantai yang Digerakkan oleh Arus Pasang Surut. (a)
Seagen Tidal Turbines Buatan MCT. (b) Tidal Stream Turbines Buatan Swan Turbines. (c) Davis Hydro
Turbines dari Blue Energy. (d) Skema Komponen Davis Hydro Turbines Milik Blue Energy.
Prinsip Kerja
Teknologi MCT bekerja seperti pembangkit listrik tenaga angin yang dibenamkan di bawah
laut. Dua buah baling dengan diameter 15-20 meter memutar rotor yang menggerakkan generator
yang terhubung kepada sebuah kotak gir (gearbox). Kedua baling tersebut dipasangkan pada sebuah
sayap yang membentang horizontal dari sebuah batang silinder yang diborkan ke dasar laut. Turbin
tersebut akan mampu menghasilkan 750-1500 kW per unitnya, dan dapat disusun dalam barisan-
barisan sehingga menjadi ladang pembangkit listrik. Demi menjaga agar ikan dan makhluk lainnya
tidak terluka oleh alat ini, kecepatan rotor diatur antara 10-20 rpm (sebagai perbandingan saja,
kecepatan baling-baling kapal laut bisa berkisar hingga sepuluh kalinya).
Dibandingkan dengan MCT dan jenis turbin lainnya, desain Swan Turbines memiliki beberapa
perbedaan, yaitu: baling-balingnya langsung terhubung dengan generator listrik tanpa melalui kotak
gir. Ini lebih efisien dan mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan teknis pada alat. Perbedaan
kedua yaitu, daripada melakukan pemboran turbin ke dasar laut ST menggunakan pemberat secara
gravitasi (berupa balok beton) untuk menahan turbin tetap di dasar laut.
Adapun satu-satunya perbedaan mencolok dari Davis Hydro Turbines milik Blue Energy
adalah poros baling-balingnya yang vertikal (vertical-axis turbines). Turbin ini juga dipasangkan di
dasar laut menggunakan beton dan dapat disusun dalam satu baris bertumpuk membentuk pagar
pasang surut (tidal fence) untuk mencukupi kebutuhan listrik dalam skala besar.
Kelebihan dan Kekurangan
Adapun kelebihan dan kekurangan dari tidal energy (energi pasang surut), diantaranya :
Kelebihan:
Setelah dibangun, energi pasang surut dapat diperoleh secara gratis
Tidak menghasilkan gas rumah kaca ataupun limbah lainnya
Tidak membutuhkan bahan bakar Biaya operasi rendah
Produksi listrik stabil Pasang surut air laut dapat diprediksi
Turbin lepas pantai memiliki biaya instalasi rendah dan tidak menimbulkan dampak lingkungan
yang besar
Kekurangan:
Biaya pembangunan sangat mahal
Meliputi area yang sangat luas sehingga merubah ekosistem lingkungan baik ke arah hulu
maupun hilir hingga berkilo-kilometer.
Hanya dapat mensuplai energi kurang lebih 10 jam setiap harinya, ketika ombak bergerak
masuk ataupun keluar
c. Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut
1. Prinsip Kerja Pembangkit Litrik Tenaga Pasang Surut (PLTPs)
Bentuk lain dari pemanfaatan energi laut dinamakan energi pasang surut. Ketika
pasang datang ke pantai, air pasang ditampung di dalam reservoir. Kemudian ketika air
surut, air di belakang reservoir dapat dialirkan seperti pada PLTA biasa. Agar bekerja optimal,
kita membutuhkan gelombang pasang yang besar. dibutuhkan perbedaan kirakira 16 kaki
antara gelombang pasang dan gelombang surut. Hanya ada beberapa tempat yang memiliki
kriteria ini. Beberapa pembangkit listrik telah beroperasi menggunakan sistem ini. Sebuah
pembangkit listrik di Prancis sudah beroperasi dan mencukupi kebutuhan listrik untuk
240.000 rumah.
Teknologi pembangkit listrik pasang surut (PLPS) mungkin sudah dikuasai penuh
para ilmuwan di Indonesia. Karena, pada prinsipnya teknologi tersebut tidak berbeda
dengan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), seperti yang diterapkan di waduk Jatiluhur dan
waduk-waduk lainnya. Di mana air laut ketika pasang ditampung dalam suatu wilayah yang
di bendung dan pada waktu pasang surut air laut dialirkan kembali ke laut.
Pemutaran turbin dilakukan dengan memanfaatkan aliran air ketika masuk ke dalam
dam dan ketika keluar dari dan menuju laut. Kendala utama penerapan teknologi PLPS ini
ada dua. Pertama, pemerintah belum pernah memanfaatkan energi pasang surut untuk
menghasilkan listrik, sehingga tenaga ahli Indonesia yang telah menguasai teknolgi
pembangkit listrik tenaga air belum pernah merancang dan menerapkan atau membangun
secara langsung dari awal.
Kedua, untuk pembangunan wilayah ini akan merendam wilayah daratan yang luas.
Apalagi bila harus merendam beberapa desa di sekitar muara atau kolam. Di sini akan
muncul masalah sosial, bukan hanya masalah teknologi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan para ahli Indonesia untuk penerapan teknologi
ini adalah efisiensi propeler ketika air masuk dan air keluar. Kalau di PLTA arah air penggerak
turbin hanya satu arah, sedangkan pada pembangkit listrik pasang surut ini dari dua arah.
Selain itu, yang patut menjadi perhatian, adalah material yang digunakan. Untuk air laut
diperlukan material khusus disesuaikan dengan kadar garam dan kecepatan airnya.
Kapasitas listrik yang dihasilkan PLPS sebaiknya untuk kapasitas besar, di atas 50
Mega Watt, agar bisa ekonomis seperti PLTA. Sumber energi PLPS ini banyak berada wilayah
timur Indonesia, mulai dari Ambon hingga ke Papua. Di wilayah ini kebutuhan listrik masih
kecil dan membutuhkan power cable bawah laut yang sangat panjang untuk bisa membawa
listrik ke pulau Sulawesi yang membutuhkan listrik dalam jumlah besar. Di negara lain,
beberapa pembangkit listrik sudah beroperasi menggunakan ide ini. Salah satu PLPS terbesar
di dunia terdapat di muara sungai Rance di sebelah utara Prancis. Pembangkit listrik ini
dibangun pada 1966, dengan kapasitas 240 Mega Watt.
PLPS La Rance didesain dengan teknologi canggih dan beroperasi secara otomatis,
sehingga hanya membutuhkan dua orang saja untuk pengoÂperÂasian pada akhir pekan dan
malam hari. Sementara PLPS terbesar kedua di dunia terletak di Annapolis, Nova Scotia,
Kanada dengan kapasitas yang mencapai 160 Mega Watt.
2. Bagian-Bagian dari Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut (PLTPs)
Tujuh komponen utama sebuah Pusat Pembangkit Tenaga Listrik Energi Air Pasang Surut adalah:
1. Bangunan ruangan mesin
2. Tanggul (bendungan) untuk membentuk kolam
3. Pintu-pintu air untuk jalan air dari kolam ke laut atau sebaliknya
4. Turbin yang berputar oleh dorongan air pasang dan air surut.
5. Generator yang menghasilkan listrik 3.500 volt.
6. Panel penghubung.
7. Transformator step up dari 3.500 volt ke 150.000 volt.
Teknologi Tidal Fence skala besar digunakan juga sebagai jem-batan penghubung antarpulau di
antara selat. Menggunakan instalasi yang hampir sama dengan Tidal Power namun terpisah
dengan turbin arus antara 5 sampai 8 knot (5.6 sampai 9 mil/jam) dapat dimanfaatkan energi lebih
besar dari pembangkit listrik tenaga angin karena densitas air 832 kali lebih besar dari udara (5
knot arus = velositas angin 270 km/jam).
Skala besar pembangkit tenaga arus ini sepanjang 4 km telah dimulai dikerjakan di
kepulauan Dalupiri dan Samar, Filipina sekaligus membuat jembatan penghubung pada empat
pulaunya. Proyek ini disponsori oleh Blue Energy Power System-Canada yang telah
mengomersialkan diri dengan berbagai modul turbin dalam berbagai skala. Diestimasi energi yang
nantinya dihasilkan di Filipina ini maksimum sebesar 2200 MW dengan minimum rata-rata sebesar
1100 MW setiap hari. Hal ini didasarkan dengan kecepatan arus rata-rata sebesar 8 knots pada
kedalaman sekitar 40 meter. Modul turbin Davis yang dipakai dapat mengonversi listrik pada lokasi
tertentu seperti di sungai sebesar 5 kW sampai 500 kW sedangkan instalasi di laut bisa
menghasilkan 200 MW sampai 8000 MW.
Barrage Tidal Plants: adalah jenis yang paling umum dari pembangkit pasang surut. Menggunakan
bendungan untuk menjebak air, dan Ketika mencapai ketinggian yang sesuai karena air pasang, air
dilepaskan agar mengalir melalui turbin yang akan menggrakkan generator listrik
w
Teluk yang ujungnya sempit sangat cocok diterapkan. Ketika air pasang menghasilkan tingkat
air yang berbeda di dalam dan di luar dam, pintu-pintu air akan terbuka, air yang mengalir
melewati turbin akan menjalankan generator untuk menghasilkan listrik. Pemanfaatan energi ini
memerlukan daerah yang cukup luas untuk menampung air laut (reservoir area) dan bangunan
dam bisa dijadikan jembatan transportasi. Tidal Power dibedakan menjadi dua yaitu kolam tunggal
dan kolam ganda. Pada sistem pertama energi dimanfaatkan hanya di saat periode air surut atau
air naik. Sedangkan sistem kolam ganda memanfaat-kan aliran dalam dua arah. Perbedaan tinggi
antara permukaan air di kolam dan permukaan air laut pada instalasi ini semakin tinggi semakin
baik. Di Jepang, sistem ini telah mulai dikembangkan di Laut Ariake, Kyushu yang memiliki variasi
pasut tertinggi. Di muara sungai Severn, Inggris juga telah mulai direncanakan instalasi berskala
besar untuk 12 GW listrik.
Tidal Turbines: Terlihat seperti turbin angin, sering tersusun dalam baris tapi berada di dalam air.
Arus pasang surut memutar turbin untuk menciptakan energi.
Teknologi ini berfungsi sangat baik pada arus pantai yang ber-gerak sekitar 3.6 dan 4.9 knots
(4 dan 5.5 mph). Pada kecepatan ini, Turbin arus berdiameter 15 meter dapat menghasilkan energi
sama dengan turbin angin yang berdiameter 60 meter. Lokasi ideal turbin arus pasut ini tentunya
dekat dengan pantai pada kedalaman antara 20-30 meter. Energi listrik yang dihasilkan menurut
Perusahaan Marine Current TurbineInggris adalah lebih besar dari 10 MW per 1 km2, dan 42 lokasi
yang berpotensi di Inggris telah teridentifikasi perusahaan ini. Lokasi ideal lainnya yang dapat
dikembangkan terdapat di Filipina, Cina dan tentunya Indonesia.
Penelitian pemanfaatan energi arus pasut sejak tahun 1920 te-lah dilakukan oleh beberapa
ne-gara seperti Perancis, Amerika Serikat, Rusia dan Kanada. Se-telah lebih dari 40 tahun, stasiun
Frances La Rance adalah satu-satunya industri Pembangkit Listrik Tenaga Arus Pasang Surut dengan
skala besar di dunia. Memproduksi 240 MW listrik lewat instalasi Tidal Power melewati daerah
estuari sungai Rance, dekat Saint Malo. Instalasi ini telah ada sejak 1966 dan menyuplai 90 persen
kebutuhan listrik wilayah itu. Di Rusia, Murmansk memanfaatkan 0,4 MW listrik dari jenis yang
sama. Tidak jauh dari Indonesia, ada Australia yang memanfaatkannya di Kimberly dan Cina
sebesar 8 MW. Di Canada stasiun Annapolis Royal, Nova Scotia telah memproduksi sekitar 20 MW
listrik Tidal Turbine untuk keperluan masyarakatnya. Di kota Hammerfest, Norwegia, listrik telah
sukses dibangkitkan dengan memanfaatkan arus pasang di pantai dan mencukupi sebagian
kebutuhan listrik kota dengan modul turbin Blades.
2. Rancangan dan Ujicoba Prototipe Pembangkit Listrik Pasang Surut di Sulawesi Utara
Rancangan turbin air dipakai turbin model Propeller tipe undershot yang sesuai dengan beda
tinggi yang rendah dan debit air yang sedikit. Untuk material turbin menggunakan bahan dari
fiberglass atau baja tahan karat karena air yang digunakan untuk memutar turbin adalah
campuran air laut dan air tawar. Hasil perhitungan jumlah energi berdasarkan rancangan dam
adalah 85,56 kJoule dan daya listrik adalah 30,38 kW untuk luas waduk 1800 m2. Hasil analisis
jumlah energi dan daya listrik yang didapat cukup memenuhi kebutuhan daya listrik di lokasi
tersebut baik bagi pengusaha ataupun bila ada masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi. Untuk
pelaksanaan uji coba pembangkit listrik dibuat prototipe dam menggunakan kayu dan papan
dua lapis yang diisi dengan karung plastik berisi pasir dan dilengkapi dengan 2 pintu air, di mana
pada pintu keluar dipasang turbin air yang memutar generator
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah membaca berbagai artikel yang di dapat dan penulis bahas kembali dalam makalah
ini maka disimpulkan sebagai berikut:
1. Fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat
adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di
bumi.
2. Energi pasang surut air laut adalah energi yang dihasilkan akibat terjadinya fenomena
pasang surut air laut.
3. Energi Pasang Surut Air Laut dapat digunakan sebagai energi alternatif yang mana energi ini
berasal dari fenomena pasang surut laut.
3.2 Saran
1. Gunakanlah energi secara bijak.
2. Kembangkan energi-energi alternatif dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada di
Indonesia.
3. Jangan terlalu bergantung pada energi fosil, karena suatu saat energi tersebut akan habis