Anda di halaman 1dari 7

Makalah

Pengetahuan Kebencanaan Lingkungan

LEADER( Led Emergency and Reminder)

Dosen Pengampu: Dr. Rina Suryani, S.Kep., M.Si

Kelompok II:
Fathira Arifah (2107101010110)
M. Mahfud Rizki (2107101010063)
Nabilla Farah Yasmin (2107101010069)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2021/2022
I. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat
kerawanan bencana alam cukup tinggi. Berdasarkan data World risk report 2018,
Indonesia menduduki urutan ke36 dengan indeks risiko 10,36 dari 172 negara
paling rawan bencana alam di dunia. Kondisi tersebut disebabkan oleh kondisi
geografis Indonesia yang terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang
beragam dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak
dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas pergerakan
lempeng tektonik aktif di sekitar perairan Indonesia diantaranya adalah lempeng
Eurasia, Australia dan lempeng Dasar Samudera Pasifik. Pergerakan lempeng-
lempeng tektonik tersebut menyebabkan terbentuknya jalur gempa bumi,
rangkaian gunung api aktif serta patahan-patahan yang dapat berpotensi menjadi
sumber gempa Sejumlah peristiwa bencana gempa bumi dengan magnitude besar
akhirakhir ini sering terjadi di beberapa wilayah Indonesia.

Gempa bumi merupakan bencana alam yang cukup sering terjadi di


Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2009-2019) bencana alam
gempabumi telah terjadi sebanyak 216 kali dengan jumlah korban hilang dan
meninggal dunia sebanyak 637 jiwa, 8.687 korban luka-luka, 459.855 pengungsi,
602.223 unit rumah warga rusak serta 131 fasilitas umum yang juga mengalami
kerusakan (BNPB, 2019). Bencana alam gempabumi yang melanda Pulau
Lombok pada akhir bulan Juli dan sepanjang bulan Agustus 2018 memberikan
dampak yang cukup besar. Berdasarkan data dari BNPB per 6 Oktober 2018,
bencana gempabumi di NTB mengakibatkan 564 korban meninggal dunia
(Lombok Utara 467 orang, Lombok Barat 44 orang, Lombok Timur 31 orang,
Lombok Tengah 2 orang, Kota Mataram 9 orang, Kabupaten Sumbawa 6 orang
dan Sumbawa Barat 5 orang), terdapat 1.584 korban luka-luka, 445.343 orang
mengungsi dan sebanyak 149.715 unit rumah rusak (detiknews.com, 2018).
Sementara itu, gempabumi besar dan diikuti tsunami juga terjadi di Kota Palu
Sulawesi Tengah. Data dari BNPB menyebutkan bahwa gempabumi dan tsunami
yang terjadi di Palu Sulawesi Tengah pada tahun 2018 menyebabkan 2.081 orang
meninggal dunia, 4.612 orang mengalami luka berat, dan 223.751 orang
mengungsidi 122 titik (Tirto.id, Detiknews.com, 2018). Berdasarkan data-data
tersebut dengan tingginya jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda menjadi
indikasi bahwa masih lemahnya manajeman bencana, baik sebelum bencana,
ketika terjadi bencana maupun setelah terjadinya bencana di Indonesia. Artinya
kita perlu belajar lebih banyak lagi tentang manajemen bencana berkaca dari
rentetan peristiwa bencana alam yang terjadi di Indonesia.
Penguasaan yang baik terhadap manajemen bencana yang tepat
merupakan sebuah keniscayaan untuk mengurangi risiko bencana. Manajemen
bencana dapat dipahami sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
mengendalikan bencana dan keadaan darurat, sekaligus memberikan kerangka
kerja untuk menolong masyarakat dalam keadaan berisiko tinggi agar dapat
menghindari ataupun pulih dari dampak bencana (Kurniayanti, 2012). Sementara
itu, Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
menjelaskan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan
rehabilitasi.
Jika diuraikan lebih lanjut, manajemen bencana (disaster manajemen)
dapat diartikan sebagai rangkaian fase atau tahapan penanggulangan bencana yang
meliputi 1) mitigasi (mitigation) merupakan upaya yang dilakukan untuk
mengurangi dampak buruk dari suatu ancaman. Misalnya penataan kembali lahan
desa agar terjadinya banjir tidak menimbulkan kerugian besar; 2) kesiap-siagaan
(preparedness) yaitu persiapan rencana untuk bertindak ketika terjadi
(kemungkinan akan terjadi) bencana. Perencanaan terdiri dari perkiraan terhadap
kebutuhankebutuhan dalam keadaan darurat dan identifikasi atas sumber daya
yang ada untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Perencanaan ini dapat mengurangi
dampak buruk dari suatu ancaman; 3) tanggap darurat (emergency respons) yaitu
upaya untuk menyelamatkan jiwa dan melindungi harta serta menangani
gangguan kerusakan dan dampak lain suatu bencana. Sedangkan keadaan darurat
yaitu kondisi yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa yang berada di luar
kemampuan masyarakat untuk menghadapinya dengan sumber daya atau
kapasitas yang ada sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok
dan terjadi penurunan drastis terhadap kualitas hidup, kesehatan atau ancaman
secara langsung terhadap keamanan banyak orang di dalam suatu komunitas atau
lokasi; dan 4) pemulihan (recovery) adalah suatu proses yang dilalui agar
kebutuhan pokok terpenuhi. Proses pemulihan terdiri dari rehabilitasi
(rehabilitation) dan rekonstruksi (reconstruction).

II. Gagasan

Indonesia telah kehilangan ratusan ribu penduduk akibat bencana


gempa bumi dan tsunami. Banyaknya korban jiwa menggambarkan bahwa
persiapan dan kesiapsiagaan masyarakat masih rendah, terutama dikarenakan
kurangnya pengetahuan dan kepedulian akan fenomena alam ini dan bencana
yang diakibatkannya. Pemerintah dan masyarakat Indonesia selama ini
memfokuskan pengelolaan bencana pada kegiatan tanggap darurat dan
kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.

Kepanikan yang ditimbulkan oleh suatu bencana merupakan fase


krusial yang harus menjadi atensi bagi seluruh komponen yang bertanggung
jawab dalam penanggulangan dan penanganan pasca bencana. Masyarakat
tetap panik ketika bencana alam kembali terjadi di daerah rawan yang lain.
Mereka kebanyakan tidak tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana
menyelamatkan diri. Akibatnya, masih banyak anggota masyarakat yang
menjadi korban bencana. Gambaran seperti ini terjadi berulang-ulang
diindikasikan dari banyaknya korban bencana di berbagai daerah di Indonesia.
Banyaknya korban jiwa dan orang hilang pada kejadian-kejadian bencana
alam di Indonesia menggambarkan kurangnya kesiapan dan antisipasi
masyarakat dalam menghadapi bencana alam.

Dengan berkembangnya jaman maka semakin banyaknya masyarakat


yang menggunakan cahaya lampu terutama di daerah perkotaan yang sibuk
dengan berbagai aktivitas terutama yang sangat membutuhkan cahaya lampu
(seperti: membaca, bekerja, menuli dan lain sebagainya) membuat daya listrik
PLN berkurang bahkan terkadang turun yang menyebabkan matinya lampu
dan aktivitas yang sedang dilakukan menjadi terhambat.

Oleh karena itulah maka diciptakanlah Lampu LED Emergency yaitu


sebuah lampu darurat yang dapat menyala ketika sumber listrik terbatas.
Dengan menggunakan Lampu LED Emergency ini maka aktivitas yang
memerlukan bantuan cahaya tidak terhambat hanya dikarenakan pemadaman
listrik PLN ataupun akibat bencana geologi seperti gempa bumi, selain itu
lampu led ini memiliki fitur speaker yang dapat memberikan peringatan dini
ataupun informasi mengenai bencana geologi yang terjadi sehingga meredam
kepanikan masyarakat.

Dalam merealisasikan gagasan terhadap produk ini akan berkontribusi


dengan berbagai pihak seperti:
1. kelembagaan pemerintah seperti Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) untuk Menetapkan standardisasi produk
terhadap penanganan bencana
2. pihak swasta seperti, beberapa perusahaan konstruksi, untuk
melakukan instalasi produk
3. Ahli geologi dan teknisi untuk dapat merakit ataupun menguji
kelayakan produk ini.
4. Elemen masyarakat, seperti influencer untuk dapat mengedukasi,
memasarkan, dan mengedarkan informasi produk kepada
masyarakat luas.

III. Kesimpulan

Untuk meredam kepanikan saat bencana gempa bumi kami


mengusulkan untuk menciptakan lampu led emergency. Dengan menggunakan
Lampu LED Emergency ini maka aktivitas yang memerlukan bantuan cahaya
tidak terhambat hanya dikarenakan pemadaman listrik PLN ataupun akibat
bencana geologi seperti gempa bumi, selain itu lampu led ini memiliki fitur
speaker yang dapat memberikan peringatan dini ataupun informasi mengenai
bencana geologi, seperti gempa sehingga meredam kepanikan masyarakat.

Dalam merealisasikan gagasan terhadap produk ini akan berkontribusi


dengan berbagai pihak seperti:
1. kelembagaan pemerintah seperti Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) untuk Menetapkan standardisasi produk
terhadap penanganan bencana
2. pihak swasta seperti, beberapa perusahaan konstruksi, untuk
melakukan instalasi produk
3. Ahli geologi dan teknisi untuk dapat merakit ataupun menguji
kelayakan produk ini.
4. Elemen masyarakat, seperti influencer untuk dapat mengedukasi,
memasarkan dan mengedarkan informasi produk kepada
masyarakat luas.
a. Mekanisme kerja

audio/speaker yang
getaran/pergerakan berisi infromasi dan
sensor getar
tanah peringatan mengenai
bencana gempa bumi

b. Estimasi biaya :

No Nama Alat jumlah Harga satuan Total


1. Light Lamp 6 buah Rp. 8.500,00 Rp. 51.000,00
LED
2. Baterai Charger 4 buah Rp.12.000,00 Rp.48.000,00
AA
3. USB Output for 1 buah Rp. 30.300,00 Rp. 30.300,00
Mobile
Charging
4. Rangakaian 1 buah Rp. 12.500,00 Rp. 12.500,00
Indikator LED
5. Rangakaian 1 buah Rp. 25.000,00 Rp. 25.000,00
Charger
6. Sensor Cahaya 1 buah Rp. 28.000,00 Rp.28.000,00
7. Sensor Getar 1 buah Rp. 6.300,00 Rp. 6.300,00
8. Speaker mini 2 buah Rp.18.000,00 Rp.18.000,00
Total Keseluruhan Rp. 219.100,00

c. Estimasi waktu:

 Proses pengadaan barang ; 6 hari


 Proses perakitan : 1-2 jam
 Proses instalasi : 40-50 menit

d. manfaat:

Kepanikan yang ditimbulkan oleh suatu bencana merupakan fase


krusial yang harus menjadi atensi bagi seluruh komponen yang bertanggung
jawab dalam penanggulangan dan penanganan pasca bencana. Masyarakat
tetap panik ketika bencana alam kembali terjadi di daerah rawan yang lain.
Mereka kebanyakan tidak tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana
menyelamatkan diri. Akibatnya, masih banyak anggota masyarakat yang
menjadi korban bencana. Gambaran seperti ini terjadi berulang-ulang
diindikasikan dari banyaknya korban bencana di berbagai daerah di Indonesia.
Banyaknya korban jiwa dan orang hilang pada kejadian-kejadian bencana
alam di Indonesia menggambarkan kurangnya kesiapan dan antisipasi
masyarakat dalam menghadapi bencana alam. Diharapkan dengan adanya
lampu ini dapat meredam kepanikan masyarakat dalam menghadapi gempa
bumi, sehingga dapat mengamankan diri dari bencana secara sistematis.

IV. Daftar Pustaka

Hadi, H., Agustina, S., & Subhani, A. (2019). Penguatan


kesiapsiagaan stakeholder dalam pengurangan risiko bencana alam
gempabumi. Geodika: Jurnal Kajian Ilmu dan Pendidikan Geografi, 3(1),
30-40.
Hidayati, D. (2008). Kesiapsiagaan masyarakat: Paradigma baru
pengelolaan bencana alam. Jurnal Kependudukan Indonesia, 3(1), 69-84.

Sutono, S. (2018). LAMPU LED EMERGENCY. Majalah Ilmiah


UNIKOM, 16(1), 43-45.

Anda mungkin juga menyukai